Anda di halaman 1dari 15

Summary of Database

Clue & Cue

Problem
List

Initial
Diagnose

I. Identitas

- post date

GIVP3002
uk 40/41
mgg THIU+
Letkep+
tak
inpartu+po
st date+
TBJ 2800 g
+ U>35 TH

Nama : Ny. KL
Umur : 41 th
Pekerjaan : IRT
Alamat : jombang
Status : menikah

Nama suami : Tn. Eko


purwanto
Usia : 48 tahun
Pekerjaan : swasta
MRS
11.40

:21 sept 2016 jam

II. Anamnesis
Keluhan utama : lewat
waktu persalinan

RPS: : pasien mengeluh


belum lahiran dan tdk
mengalami kenceng2.
keluar cairan bening dari
kemaluan (-), keluar
darah (-). Keputihan (-),
BAK dan BAB dbn.
Rencana mau steril.

Ny.IR/41th
DJJ (+) 146
HPHT 10
-12-15 ( TP
15-9-2016)
uk 40/41
mgg.
VS:
TD:110/100,
N: 89x, RR:
20, 37,2
Kenceng2
(-)

-tak
inpartu

Diagnose
-NST
- USG

Therapy
- MRS
Non
medikamentosa :
- Bedrest
- Diet TKTP
Medikamentosa :
Pro terminasi
pervaginam
dengan ripening
misoprostol 50
mcg/6jam
pervaginam sd
ps 5, bila ps
5 pro oxytocin
drip 12 jam

setelah
misoprostol
terakhir
Bila inpartu pro
spt B
Mx kel/vs/kontr

Planning
Monitoring
- keluhan
pasien
- vital sign
- efek
samping
obat
- balance
cairan

Education
- Menjelaskan ttg
kondisi pasien pada
pasien dan keluarga
-Menjelaskan ttg
pmx penunjang
yang akan dilakukan
- Menjelaskan
tindakan yang akan
dilakukan pada Px
(efek terapi dan efek
sampingnya)
- Menjelaskan tanda
dari komplikasi yang
bisa terjadi pada
pasien dan keluarga.

HPHT 10 -12-15 ( TP 159-2016)uk 40/41 mgg.

RPD :
Riwayat Hipertensi saat
kehamilan(-), Riw. KPD(-)
DM(-), Asma(-)

RPK : R.Sosek : makan minum


teratur
R. Menstruasi :
Menarche : 12 tahun
Siklus haid : teratur 28 hari
Lama haid : 7 hari

R. Kehamilan :
1. 9 bln/ spt B/ 2600
g/laki2/16 th
2. 9 bln/ spt B/ 3200
g/pr/12 th
3. 9 bln/spt B/ 2800
g/laki2/meninggal
U 36 hr th 2014
4. Hamil ini

R.KB : (-)
R.ANC : 10 x,BPM SPOG
(+) USG (+)

Pemeriksaan fisik
KU : Baik
GCS : 456
Kesadaran : Compos
Mentis
BB/TB: 56 kg/ 155cm
Vital Sign:
TD : 110/70 mmHg
N : 89x/menit regular
RR 20x/menit
Suhu : 37,2 C
STU :
Kepala/leher : anemis (-),
ikterik (-), sianosis (-),
dyspnea (-)
Thorax : P: simetris,
retraksi (-), ves/ves,
wheezing -/-, ronchi -/C: S1S2 tunggal
extremitas : akral

hangat(+), CRT < 2 dtk,


oedem tungkai(-)
STO:
TFU: 32cm
DJJ (+) 146x
His (-)
Leopold I: bulat
kenyal, TFU
24cm
Leopold II: puki,
DJJ (+) 169x
Leopold III: bulat,
melenting
Leopold IV:- 1/5
VT: 1 cm/bagian
terendah janin
masih tinggi/ket
(+)
Ext:dbn

Tinjauan Pustaka
Definisi
Menurut definisi yang dirumuskan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists (2004) kehamilan postterm adalah
kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir (HPHT). (Cunningham'
et al.'2010)
Diagnosis
menentukan apakan janin cukup usia/matang untuk dilahirkan (Mochtar' et al.' 2004)
Komplikasi Kehamilan Postterm
Pada kehamilan postterm terjadi berbagai perubahan baik pada cairan amnion' plasenta' maupun janin. Pengetahuan mengenai perubahanperubahan tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengelola kasus persalinan postterm.
1

Disfungsi plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin.
Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Rendahnya
fungsi plasenta ini berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan risiko 3 kali lebih tinggi. Pemasokan makanan dan oksigen
akan menurun akibat proses penuaan plasenta disamping adanya spasme arteri spiralis. Janin akan mengalami hambatan pertumbuhan dan
penurunan berat hingga disebut sebagai dismatur. (Cunningham' et al,2010)

Oligohidramnion
Pada kehamilan postterm terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan amnion. Jumlah cairan amnion mencapai puncak

pada usia kehamilan 38 minggu' yaitu sekitar 1000 ml dan menurun menjadi sekitar 800 ml pada usia kehamilan 40 minggu. Penurunan
jumlah cairan amnion berlangsung terus menjadi sekitar 480 ml ' 250 ml' hingga 160 ml pada usia kehamilan 42 ' 43' dan 44 minggu
(Cunningham' et al.' 2010)
Penurunan jumlah cairan amnion pada kehamilan postterm berhubungan dengan penurunan produksi urin janin. Dilaporkan bahwa
berdasarkan pemeriksaan Doppler velosimetri ' pada kehamilan postterm terjadi peningkatan hambatan aliran darah (resistance
index/RI) arteri renalis janin sehingga dapat menyebabkan penurunan jumlah urin janin dan pada akhirnya menimbulkan
oligohidramnion. (Oz ' et al.) Oleh sebab itu ' evaluasi volume cairan amnion pada kasus kehamilan postterm menjadi sangat penting
artinya. Dilaporkan bahwa kematian perinatal meningkat dengan adanya oligohidramnion yang menyebabkan kompresi tali pusat.
Pada persalinan postterm ' keadaan ini dapat menyebabkan keadaan gawat janin saat intra partum. (Mochtar ' et al. 2004)
Selain perubahan volume' terjadi pula perubahan komposisi cairan amnion sehingga menjadi lebih kental dan keruh. Hal ini terjadi karena
lepasnya vernik kaseosa dan komposisi fosfolipid. Pelepasan sejumlah badan lamellar dari paru-paru janin akan mengakibatkan perbandingan
Lesitin terhadap Sfingomielin menjadi 4:1 atau lebih besar. Selain itu' adanya pengeluaran mekonium akan mengakibatkan cairan amnion menjadi
hijau atau kuning dan meningkatkan risiko terjadinya aspirasi mekonium. (Cunningham' et al 2010)
Estimasi jumlah cairan amnion dapat diukur dengan pemeriksan USG. Salah satu metode yang cukup populer adalah pengukuran
diameter vertikal dari kantung amnion terbesar pada setiap kuadran dari 4 kuadran uterus. Hasil penjumlahan keempat kuadran tersebut dikenal
dengan sebutan indeks cairan anmion (Amnionic Fluid Index/AFI). Bila nilai AFI telah turun hingga 5 cm atau kurang' maka merupakan indikasi
adanya oligohidramnion (Cunningham' et al.' 2010)
3

Perubahan pada janin

Selain risiko pertambahan berat badan yang berlebihan' janin pada kehamilan postterm juga mengalami berbagai perubahan fisik khas
disertai dengan gangguan pertumbuhan dan dehidrasi yang disebut dengan sindrom postmaturitas. Perubahan -perubahan tersebut antara lain;
penurunan jumlah lemak subkutaneus' kulit menjadi keriput ' dan hilangnya vernik kaseosa. Keadaan ini menyebabkan kulit janin
berhubungan langsung dengan cairan amnion. Perubahan lainnya yaitu; rambut panjang' kuku panjang' serta warna kulit kehijauan atau
kekuningan karena terpapar mekonium. Namun demikian' Tidak seluruh neonatus kehamilan postterm menunjukkan tanda postmaturitas
tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12-20 % neonatus dengan tanda postmaturitas pada kehamilan postterm. Tanda poster
dibagi dalam 3 stadium: (Mochtar ' et al.' 2004)
Stadium 1 : Kulit kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering ' rapuh ' dan mudah mengelupas.
Stadium 2 : Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium pada kulit.
Stadium 3 : Pewarnaan kekuningan pada kuku' kulit' dan tali pusat.
Penatalaksanaan Kehamilan Postterm
Sampai saat ini pengelolaanya masih belum memuaskan dan masih banyak perbedaan pendapat. Masalah yang sering dihadapi pada
pengelolaan kehamilan postterm antara lain karena pada beberapa penderita ' usia kehamilan tidak selalu dapat ditentukan dengan tepat
sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang diperkirakan. Selain itu' saat usia kehamilan mencapai 42 minggu' pada 70% penderita didapatkan
serviks belum matang/ unfavourable dengan skor Bishop rendah sehingga tingkat keberhasilan induksi menjadi rendah. Oleh karena itu ' setelah
diagnosis kehamilan postterm ditegakkan' permasalahan yang harus dipecahkan selanjutnya adalah apakah dilakukan pengelolaan secara aktif dengan
induksi ataukah sebaliknya dilakukan pengelolaan secara ekspektatif dengan pemantauan terhadap kesejahteraan janin' baik secara biofisik maupun
biokimia sampai persalinan berlangsung dengan spontan atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan. (Mochtar' et al, 2004)
4

Pemantanauan kesejahteraan janin

Manning dkk (1980) telah mengajukan pemakaian kombinasi dari 5 variabel biofisik untuk menilai kesejahteraan janin dan menyatakan
bahwa kombinasi ini memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan pema kaian salah satu variabel saja. Secara umum' tes ini
membutuhkan waktu sekitar 30-60 menit. Variabel yang digunakan dalam penilaian profil biofisik adalah; ( a) tes tanpa beban (nonstress test/NS)' (b) gerak nafas janin ' (c) gerakan janin' (d) tonus janin' dan (e) volume cairan amnion. Setiap variabel diberikan skor 2 bila
normal dan skor 0 bila abnormal. Oleh sebab itu' seorang janin sehat akan memiliki skor 10 pada pemeriksaan profil biofisiknya.
(Cunningham' et al, 2010)
a

Tes Tanpa Beban (Non-Stress Test/NST)


Denyut jantung janin secara normal meningkat maupun menurun sebagai akibat pengaruh dari sistem saraf simpatisparasimpatis yang

impulsnya berasal dari batang otak. Menurut hipotesis' denyut jantung janin yang tidak berada dalam keadaan asidosis akibat hipoksia ataupun
depresi saraf akan mengalami akselerasi sementara sebagai respon terhadap gerakan janin. Adanya akselerasi ini dipegaruhi oleh usia kehamilan.
Menurut hasil penelitian ' besarnya tingkat akselerasi denyut jantung akibat gerakan janin akan meningkat seiring dengan peningkatan usia
kehamilan. (Cunningham' et al, 2010)
Penggunaan NST memiliki tujuan yang berbeda dengan tes beban kontraksi (contraction stress test/oxytocin stress test/ OST). Secara
sederhana ' NST adalah tes untuk mengetahui kondisi janin sedangkan OST digunakan untuk menilai fungsi uteroplasenta. Sampai saat ini ' NST
adalah tes u t a m a y a n g p a l i n g s e r i n g d i g u n a k a n u n t u k m e n i l a i kesejahteraan janin. (Cunningham' et al, 2010)
b

Pemeriksaan gerakan nafas janin (fetal breathing)


Salah satu fenomena menarik dari gerakan pernafasan janin adalah gerakan dinding dada yang paradoks (paradoxical chest wall

movement). Pada janin' ketika proses inspirasi' dinding dada secara paradoks mengempis sedangkan dinding perut mengembung. Hal ini

berkebalikan dengan proses inspirasi yang terjadi pada neonatus dan orang dewasa. Gerakan ini dihubungkan dengan kemungkinan
adanya gerakan janin untuk mengeluarkan debris cairan amnion yang menyerupai gerakan pada saat batuk. (Cunningham' et al,2010)
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan penelitian mengenai adanya keterkaitan antara gerakan nafas janin melalui
pemeriksaan USG dengan proses e valuasi kesejahteraan janin. Oleh karena gerakan nafas janin terjadi secara episodik' maka
interpretasi hasil tes pada saat tidak ditemukan gerakan nafas menjadi tidak dapat dipercaya. Pada janin normal pun bisa saja tidak
ditemukan gerakan nafas bahkan sampai 122 menit lamanya. Penelitian ini mengindikasikan bahwa untuk dapat mendiagnosis tidak
ditemukannya gerakan nafas membutuhkan waktu observasi yang panjang. Oleh sebab itu' untuk menilai kesejahteraan janin' pemeriksaan
gerakan nafas sering digabungkan dengan pemeriksaan lain' misalnya pemeriksaan denyut jantung janin. (Cunningham' et al.' 2010)
c

Pemeriksaan gerakan janin (fetal movements)


Aktivitas pasif janin tanpa rangsangan sebenarnya sudah mulai ada sejak minggu ke-7 dan akan menjadi lebih kompleks serta terkoordinasi

pada akhir kehamilan. Bahkan setelah minggu ke-8 usia kehamilan' gerakan janin tidak pernah berhenti dengan waktu lebih dari 13 menit.
Namun demikian' ibu hamil baru bisa merasakan pergerakan janin pertama kali sekitar usia kehamilan 18-20 minggu. Mula-mula gerakannya
jarang' lemah' dan terkadang tidak dapat dibedakan dengan sensasi abdomen lainnya seperti gerakan usus. (Cunningham' et al 2010)
Antara minggu ke-20 sampai ke-30' gerakan tubuh umum menjadi lebih teratur dan janin mulai memperlihatkan siklus istirahat-aktivitas.
Pada trimester ketiga' pematangan gerakan janin terus berlanjut sampai sekitar 36 minggu' saat sikap tubuh normal telah terbentuk pada 80% janin.
(Cunningham' et al, 2010)
Pergerakan rata-rata harian janin selama kehamilan bervariasi. Pada umur kehamilan 20 minggu' pergerakan janin rata-rata adalah sekitar
200 gerakan per 12 jam. Pergerakan janin mencapai nilai maksimal sekitar minggu ke-32 kehamilan' yaitu 500 gerakan per 12 jam. Setelah itu'
pergerakan menjadi kurang dirasakan setelah minggu ke-36 karena janin tumbuh dan volume cairan amnion berkurang. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa berkurangnya aktivitas pada kehamilan aterm mungkin juga disebabkan oleh pertambahan waktu tidur janin seiring dengan
makin maturnya janin. Keadaan ini merupakan hal yang terjadi secara fisiologis pada trimester ke tiga. (Cunningham' et al.' 2010)
d

Pemeriksaan volume cairan amnion


Pemeriksaan volume cairan amnion telah menjadi bagian dari pemeriksaan antepartum pada kehamilan yang memiliki risiko kematian janin.

Pelaksanaan tes ini didasari pada pemikiran bahwa penurunan perfusi uteroplasenta akan menurunkan aliran darah ginjal janin' menurunkan
produksi urin janin' dan pada akhirnya akan menimbulkan oligohidramnion (Oz' et al.' 2002; Cunningham' et al.' 2010)
Estimasi volume cairan amnion dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG dengan cara menilai indeks cairan amnion (amniotic fluid index/AFI).
Penilaian dengan indeks ini dilakukan dengan cara menambahkan ukuran kedalaman dari setiap kantung vertikal terbesar pada tiap kuadran uterus.
Bila nilai AFI telah turun hingga 5 cm atau kurang ' maka merupakan indikasi adanya oligohid ramnion. (Cunningham' et al, 2010)
Metode lain adalah dengan cara mengukur salah satu kantung cairan amnion vertikal yang terbesar (single deepest pocket). Menurut
pemeriksaan ini ' volume cairan amnion dikatakan berkurang bila didapatkan ukuran kantong 2 cm (Cunningham' et al.' 2010)

Gambar. Amniotic Fluid Index (Cunningham, et al., 2010)


Berdasarkan penilaian kelima variabel yang telah dijelaskan di atas' maka didapatkanlah skor profil biofisik dari janin yang dinilai
kesejahteraanya. Skor profil biofisik yang didapatkan berkisar antara nilai minimal 0 dan maksimal 10.
Tabel. Penilaian Skor Profil Biofisik (Cunningham, et al., 2010)

Penatalaksanaan kehamilan berdasarkan skor profil biofisik dapat berupa penanganan ekspektatif tanpa melakukan intervensi apapun sambil
melakukan pemeriksaan ulangan. Namun jika didapatkan gambaran keadaan asfiksia ' maka penanganan diberikan secara aktif dengan
terminasi kehamilan.
Tabel. Manajemen kehamilan berdasarkan skor profil biofisik
(Cunningham, et al., 2010)

Induksi persalinan
Kehamilan postterm merupakan keadaan klinis yang sering menjadi indikasi untuk pelaksanaan induksi persalinan. Induksi

persalinan menjadi salah satu prosedur medis yang paling sering dilakukan di Amerika Serikat dengan proporsi yang meningkat dari 9% pada
tahun 1989 menjadi 19% di tahun 1998. (Heimstad' 2007)
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu ' baik secara tindakan atau medisi nal' untuk merangsang
timbulnya kontraksi uterus sehingga diharapkan terjadi persalinan atau penipisan dan dilatasi serviks yang progresif disertai penurunan bagian
presentasi janin. Tindakan induksi persalinan ini adalah untuk keselamatan ibu dan anak ' te tapi walaupun dilakukan dengan terencana dan hati
-hati' kemungkinan untuk menimbulkan risiko terhadap ibu dan janin tetap ada. (Heimstad, 2007)
Kemungkinan keberhasilan induksi persalinan ditentukan oleh beberapa keadaan sebelu m dilakukan induksi' salah satunya dari kematangan
serviks (favorable). Penilainan kematangan serviks ini dapat dilakukan dengan menggunakan skor Bishop. Skor ini dinilai berdasarkan lima faktor
yang didapatkan dari pemeriksaan dalam dan akan digunakan untuk memperkirakan keberhasilan induksi persalainan. Lima faktor yang diperiksa
adalah (1) dilatasi serviks' (2) penipisan serviks/effacement' (3) konsistensi serviks' (4) posisi serviks' dan (5) station dari bagian terbawah janin.
Tabel. Pelviks skor menurut Bishop. (Cunningham, et al., 2010)

Skor Bishop >8 memberikan kemungkinan keberhasilan induksi persalinan yang tinggi. Sementara itu' skor Bishop s4 biasanya
menunjukkan keadaan serviks yang belum matang (unfavorable)
sehingga membutuhkan pematangan serviks yang bisa dilakukan secara farmakologis (prostaglandin' nitrit oksida) ataupun teknik (kateter
transervikal' dilator higroskopis' stripping). (Cunningham' et al,2010)
Oksitosin adalah zat yang paling sering digunakan untuk induksi persalinan dalam bidang obstetri. (Heimstad' 2007) Oksitosin
mempunyai efek yang poten terhadap otot polos uterus dan kelenjar mammae. Kepekaan terhadap oksitosin meningkat pada saat persalinan.
Induksi persalinan dengan oksitosin yang diberikan melalui infus secara titrasi ternyata efektif dan banyak dipakai. Titrasi ini biasanya dilakukan
dengan cara memberikan 10-20 unit oksitosin (10.000-20.000 mU) yang dilarutkan dalam 1000 cc larutan Ringer laktat. Rejimen ini akan
menghasilkan kadar oksitosin 10-20 mU/mL. (Cunningham' et al.' 2010) Terdapat berbagai macam metode induksi dengan menggunakan
drip oksitosin' baik yang menggunakan dosis rendah maupun dosis tinggi.
Tabel. Rejimen drip induksi dengan oksitosin. (Cunningham, et al., 2010)

Biasanya' kontraksi yang adekuat akan dicapai dengan dosis oksitosin 20 mU/menit. Apabila dengan pemberian dosis oksitosin 30-40
mU/menit masih tidak didapatkan his yang adakuat ' maka indusi tak perlu lagi dilanjutkan. Pemberian dengan dosis yang lebih besar akan
menyebabkan ikatan oksitosin dengan reseptor vasopresin sehingga akan menimbulkan kontraksi yang tetanik atau
hipertonik. Selain itu' dapat juga muncul efek antidiuretik sehingga meningkatkan risiko terhadap keracunan air. Induksi dianggap
berhasil kalau didapatkan kontraksi uterus yang adekuat ' yaitu his sekitar 3 kali dalam 10 menit dengan kekuatan sekitar 40 mmHg atau
lebih (200 Montevidio). (Cunningham' et al, 2010)
6

Penatalaksanaan Kehamilan Postterm dengan Oligohidramnion


Penatalaksanaan kasus oligohidramnion pada kehamilan postterm tergantung pada situasi klinik pasien yang bersangkutan. Pada

tahap awal' harus dilakukan evaluasi terhadap anomali janin dan gangguan pertumbuhan. Pada kehamilan postterm yang diperberat
dengan komplikasi oligohidramnion harus dilakukan pengawasan ketat karena tingginya risiko morbiditas janin. (Heimstad'
2007)
Hasil dari kehamilan dengan oligohidramnion intrapartum menurut beberapa penelitian memiliki hasil yang berbeda -beda.
Chauhan dkk (1999) yang dikutip dari (Cunningham ' et al.' 2010)' melakukan penelitian terhadap lebih dari 10.500 ibu hamil yang
memiliki nilai AFI intrapartum <5 cm dibandingkan dengan kontrol yang memiliki nilai AFI >5 cm. Menurut hasil penelitian didapatkan
bahwa risiko seksio sesarea atas indikasi gawat janin pada kelompok oligohidramnion lebih tinggi 2 kali lipat. Selain itu ' risiko janin
dengan skor APGAR 5 menit dibawah 7 pada kelompok ini lebih tinggi 5 kali lipat. Hasil penelitian Divon dkk (1995) yang dikutip
dari Cunningham et al ' (2010) juga menyatakan bahwa hanya ibu paturien postterm yang memiliki nilai AFI 55 cm yang mengalami
deselerasi denyut jantung janin dan aspirasi mekonium (Cunningham' et al.' 2010).

Anda mungkin juga menyukai