Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
25010113130387
25010113130391
25010113140392
25010113140405
25010113140414
25010113140418
25010113130425
25010113140435
25010113140440
Kejadian DBD
beberapa tahun terakhir. Ada sekitar 2,5 milyar manusia atau dua perlima jumlah
penduduk dunia mempunyai risiko tinggi terkena DBD. Penyakit DBD pertama kali
muncul di Indonesia pada tahun 1968. Berbagai strategi untuk mengendalikannya
sudah dilakukan secara intensif, namun wabah penyakit DBD masih terus terjadi.
Penyakit Demam Berdrah Dengue (DBD) masih merupakan permasalahan
serius di Provinsi Jawa Tengah, terbukti 35 kabupaten/ kota sudah pernah terjangkit
DBD. Angka kejadian DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 sebesar
11.333kasus dengan Insident Rate (IR)
meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2012 dengan angka kejadian 19,29 per
100.000 penduduk dan masih dalam target nasional yaitu 20 per 100.000 penduduk.
Sedangkan di Kota Semarang terdapat 1.186 kasus dengan IR 76,22. ( Dinkes
Provinsi Jateng, 2013).
Kasus DBD Kota Semarang pada Tahun 2013 sebanyak 1.364 kasus. Jumlah
tersebut naik 89,11% dari Tahun 2012. Dari grafik di atas terlihat bahwa hamper
seluruh kasus DBD bulanan di atas jumlah kasus DBD Tahun 2012, hanya bulan Juni,
September, Nopember dan Desember jumlah kasus DBD Tahun 2013 yang dibawah
jumlah Tahun 2012, selebihnya jauh lebih tinggi kasus DBD bulanan Tahun 2013.
Kejadian kasus DBD tertinggi Tahun 2013 terjadi di Bulan Januari dengan 488 kasus
dan kasus terendah terjadi Bulan September 2013. Jumlah kematian per bulan
tertinggi pada Tahun 2013 yaitu 4 orang terjadi di Bulan Februari, April, dan Juli.
Sementara Bulan September dan Oktober tidak terjadi kasus Kematian DBD.
Sedangkan berdasarkan tempat kejadian, Incidence Rate DBD Kecamatan Tembalang
dengan 218,20 per 100.000 penduduk kembali menduduki peringkat IR DBD
Kecamatan Tertinggi Kota Semarang setelah pada Tahun 2012 berada di peringkat
ketiga. Pada urutan kedua Kecamatan Ngaliyan dengan IR 217 dan Kecamatan
Genuk diurutan ketiga dengan IR DBD 195,52.
DBD Kelurahan DBD pada Tahun 2013, Sebanyak 153 kelurahan atau 76,3%
dari 177 kelurahan di Kota Semarang pernah mengalami KLB. Jumlah kejadian KLB
DBD Kelurahan 477 kejadian. Jumlah kejadian KLB terbanyak ada di Bulan Januari
dengan 124 Kejadian dan terendah ada di bulan Agustus dengan 13 Kejadian.
Pola penularan DBD dipengaruhi oleh pola perilaku masyarakat yang tidak
memperhatikan sanitasi lingkungan nya sehingga membuat nyamuk Aedes aegypti
mudah untuk berkembang biak.
DIAGNOSIS SOSIAL
A. Diagnosis sosial
Diagnosis social adalah proses penentuan persepsi masyarakat terhadap
kebutuhannya atau terhadap kualitas hidupnya dan aspirasi masyarakat untuk
meningkatkan kualitas hidupnya melalui partisipasi dan penerapan berbagai infomasi
yang didesain sebelumnya. Untuk mengetahui masalah social digunakan indicator
social. Penilaiaan dapat dilakukan atas dasar data sensus ataupun vital statistik yang
ada, maupun dengan melakukan pengumpulan data secara langsung dari masyarakat .
Bila data langsung dikumpulkan dari masyarakat, maka pengumpulan datanya dapat
dilakukan dengan informan kunci, forum yang ada di masyarakat, Focus Groups
Discussion (FGD), survey (Heri, 2007).
Diagnosa sosial adalah proses penentuan persepsi masyarakat terhadap
kebutuhannya atau kualitas hidupnya dan aspirasi masyarakat untuk meingkatkan
kualitas hidupnya melalui partisipasi dan penerapan berbagai informasi yang
dirancang sebelumnya. Untuk mengetahui masalah social, digunakan indicator social
seperti kemakmuran estetika, prestasi, kejahatan, kepadatan penduduk, kebagiaan
diskriminasi, kegiatan ilegal, sestem pembuangan limbah, pengangguran dan lainlain.
Dalam fase ini,program menentukan bagaimana kualitas hidup dari masyarakat
tersebut secara spesifik.,Untuk mengetahui masalah itu maka sering digunakan
indicator sosial dari kesehatan dalam populasi spesifik (contohnya derajat
masih balita. Hal ini akan berpengaruh pada rendahnya konsumsi yang akan
mengganggu tingkat kecerdasan mereka, sehingga dalam kompetensi merebut
peluang dan kesempatan di masyarakat, anak-anak kaum miskin akan berada pada
pihak yang lemah. Parahnya kemiskinan terjadi akibat budaya yang diwariskan dari
satu generasi ke generasi yang lain. Budaya kemiskinan yang diwariskan antar
generasi ini cenderung menghambat motivasi untuk melakukan mobilitas ke atas,
yaitu menghambat kemajuan.
Berdasarkan pendataan Badan Pusat Statistik (BPS), persentase jumlah
penduduk miskin Kota Semarang, tahun 2009 adalah 4,84%, tahun 2010 sebanyak
5,12% dan tahun 2011 adalah 5,68%. Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh
Kota Semarang tahun 2009, jumlah penduduk miskin tahun 2010 sebesar 26,41%,
sedangkan tahun 2011 menjadi 26,85% dengan jumlah penduduk 1.507.039 jiwa.
Sementara jika dilihat dari jumlah rumah tangga dan jiwa, tahun 2009 jumlah warga
miskin ada 111.558 rumah tangga dengan 398.009 jiwa (dengan jumlah penduduk
1.507.039 jiwa), sedangkan tahun 2011 naik menjadi 128.647 rumah tangga dengan
448.398 jiwa3.
Pengangguran
Indikator yang cukup penting dibidang ketenagakerjaan adalah tingkat
pengangguran, dimana menunjukkan sampai sejauh mana angkatan kerja yang ada
terserap dalam pasar kerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah presetase
penduduk yang mencari pekerjaan terhadap angkatan kerja.Pada tahun 2007 TPT kota
semarang sebesar 11,39%, kemudian pada tahun 2008 mengalami kenaikan menjadi
11,48%, pada tahun 2009 dan 2010 kembali mengalami kenaikan menjadi sebesar
11,49% dan 14,96%. Mengingat masih tingginya angka pengangguran, maka harus
terus diupayakn penyediaan lapangan pekerjaan. Upaya peningkatan kesempatan
kerja dan perbaikan kualitas tenaga kerja yang berdaya saing mutlak dilakukan, hal
tersebut sangat perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah, masyarakat dan
kalangan dunia usaha melalui pendidikan formal maupun informal.
Grafik tingkat pengangguran di Kota Semarang tahun 2007-2010
Pendidikan
Kondisi kinerja pembangunan bidang pendidikan selama 5 (lima) tahun terakhir
mengalami perubahan fluktuatif, angka partisipasi sekolah pendidikan dasar
mengalami peningkatan dari tahun 2005 sebesar 86,64% menjadi 89,76% pada tahun
2009, pendidikan menengah meningkat dari tahun 2005 sebesar 66,99% menjadi
78,95 %, angka kelulusan SD/MI selama 5 tahun dapat mencapai sebesar 99,99%,
untuk SMP/MTs mencapai 94,76%, SMA/SMK/MA mencapai 96,47%. Angka
ketersediaan sekolah Pendidikan Dasar dari 4 % pada tahun 2005 menjadi 4,30 %
tahun 2009, ratio guru terhadap jumlah murid dari 1:28 pada tahun 2005 turun
menjadi 1:19 pada tahun 2009, ratio guru terhadap jumlah murid per kelas rata-rata
tahun 2005 sebesar 1:28:45 menjadi 1:16:32 pada tahun 2009.
Secara umum pembangunan pendidikan di Kota Semarang relatif terus
membaik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya persentase penduduk
yang melek huruf. Persentase penduduk dewasa (usia 15 tahun keatas) yang melek
huruf di Kota Semarang mencapai 95,9 persen pada tahun 2007, dan tahun 2008
mencapai 95,9 persen serta meningkat menjadi 96,4 persen pada tahun 2009.
Grafik angka melek huruf Kota Semarang tahun 2007-2009
2.
a.
-
Total nilai
21
18
14
DIAGNOSIS EPIDEMIOLOGI
A. Diagnosis Epidemiologi
Diagnosa epidemiologi adalah diagnosis yang menjelaskan tentang faktor
kesehatan yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang ataupun masyarakat.
(Bhisma Murti ,2003).
Epidemiologi adalah ilmu tentang distribusi (penyebaran) dan determinan
(faktor penentu) masalah kesehatan untuk development (perencanaan) dari
penanggulangan masalah kesehatan (M.N. Bustan, 2006).
Terdapat 7 peran utama epidemiologi menurut Valanis, yaitu:
Investigasi etiologi penyakit
Identifikasi faktor penyakit
Identifikasi sindrom dan klasifikasi penyakit
Melakukan diagnosis banding dan perencaan pengobatan
Surveilan status kesehatan penduduk
Diagnosis komunitas dan perencanaan pelayanaan kesehatan
Evaluasi pelayanan kesehatan dan intervensi kesehatan masyarakat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.
B. Penyebab Kemiskinan
1. Rendahnya pendapatan
Salah satu penyebab dari kasus kemiskinan adalah rendahnya pendapatan dari
masyarakat Kota Semarang itu sendiri. Hasil sementara Verifikasi dan Identifikasi
Warga Miskin Kota Semarang Tahun 2015 diperoleh data warga miskin Kota
Semarang sebesar 117.933 KK / 379.636 jiwa dengan rincian warga sangat miskin
sebesar 39 KK / 105 jiwa, warga miskin sebesar 17.567 KK / 55.446 jiwa dan warga
hampir miskin sebesar 100.327 KK / 324.085 jiwa. Prosentase warga miskin Kota
Semarang jika dibandingkan dengan warga Kota Semarang per tanggal 30 april 2015
sebanyak 1.764.405 adalah sebesar 21,52%.
Jika dibandingkan dengan data hasil Verifikasi dan Identifikasi Warga Miskin
Kota Semarang Tahun 2013 terdapat kenaikan keluarga miskin sebesar 4.674 KK atau
5.658 jiwa. Secara keseluruhan ada peningkatan 0,03%, dimana pada pendataan
Tahun 2013 menunjukkan bahwa 21,49 % penduduk Kota Semarang tergolong
miskin dan dari Hasil Sementara Tahun 2015 menunjukkan bahwa 21,52 % penduduk
Kota Semarang tergolong miskin.
Masyarakat miskin perkotaan biasanya identik dengan permukiman kumuh dan
liar, yang biasanya disebabkan karena ketidakmampuan mereka untuk tinggal
ditempat yang lebih layak. Masyarakat secara umum tersebar dibeberapa kecamatan
di kota Semarang. Terdapat sekitar 42 lokasi permukiman kumuh yang ada di Kota
Semarang . Di sebagian wilayah tersebut rata-rata penghasilan masyarakatmiskin
paling rendah Rp.450.000 dan paling tinggi sebesar Rp.750.000 per bulan. Pekerjaan
mereka adalah buruh dan tenaga upahan harian. Dari 42 titik lokasi tersebut secara
administrasi tersebar di 33wilayah Desa/Kelurahan
2. Rendahnya kualitas SDM
Tingginya kemiskinan di suatu daerah disebabkan oleh banyak faktor,
diantaranya kualitas sumber daya manusia yang dilihat dari indikator angka melek
huruf dan angka harapan hidup, pertumbuhan ekonomi, dan rasio gender.
Jika pendidikan suatu daerah sudah baik berarti mutu sumber daya manusia di
daerah tersebut juga baik. Pendidikan memainkan kunci dalam membentuk
kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk
mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang
berkelanjutan Jadi, orang yang mempunyai kualitas pendidikan tinggi akan mampu
menghasilkan barang dan jasa secara optimal sehingga akan memperoleh pendapatan
yang optimal juga. Apabila pendapatan penduduk tinggi maka seluruh kebutuhan
akan terpenuhi dan jauh dari lingkaran kemiskinan.
No
TAHUN
KASUS
IR
MENINGGAL
CFR (%)
2009
3.883
26,21
43
1,10
2010
5.556
36,87
47
0,85
2011
1.303
7,387
10
0,01
2012
1.247
70.73
21
1,68
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah kasus DBD di Kota Semarang
setiap tahunnya sangat tinggi, berdasarkan data tersebut juga kita dapat melihat
bahwa jumlah penderita yang meninggal setiap tahunnya cukup banyak.
Kesehatan merupakan salah satu syarat peningkatan produktivitas. Orang yang
kondisi kesehatannya buruk tidak akan melakukan pekerjaan dengan efektif. Jika
seseorang tidak efektif dalam bekerja maka produktivitasnya juga rendah. Jika
produktivitasnya rendah berarti penghasilannya juga rendah. Penghasilan seseorang
yang rendah akan membuat orang tersebut kesulitan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehingga orang tersebut bisa terjebak dalam kemiskinan.
4. Gizi buruk
Dari tabel diatas tahun 2013 mengalami penurunan dari tahun lalu yang
berjumlah gizi buruk tersebut juga telah dilakukan intervensi khususnya upaya
perbaikan gizi masyarakat dalam bentuk kegiatan pemberian PMT pemulihan selama
180 hari, perawatan serta pengobatan baik di puskesmas maupun di Rumah Sakit
dengan
bantuan
dana
program
Asuransi
Kesehatan
Masyarakat
Miskin
Non Health
Rendahnya pendapatan
Rendahnya Kualitas SDM
C. Prioritas Masalah
Variabel yang digunakan untuk memprioritaskan masalah diantaranya:
1. Bagaimana dampak baik terhadap kematian maupun terhadap angka
absentisme, biaya rehabilitasi dan lain-lain
2. Apakan kelompok ibu dan anak-anak mempunyai resiko
3. Apakah ada cara untuk mengatasi masalah tersebut (baik kuratif maupun
preventif)
4. Masalah yang belum pernah disentuh atau terlupakan untuk diintervensi
5. Masalah yang apabila diintervensi dengan tepat akan mempunyai daya ungkit
yang tinggi dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat dan juga untuk
economic saving
6. Adanya dukungan dana ( diprioritaskan oleh daerah setempat)
Tabel prioritas masalah
Problem
Total
nilai
Rendahnya
pendapatan
Varia-
Varia-
Varia-
Varia-
Varia-
Varia-
bel (1)
4
bel (2)
3
bel (3)
6
bel (4)
5
bel (5)
7
bel (6)
6
31
Rendahnya
28
kualitas SDM
DBD
Gizi buruk
8
6
7
8
8
8
5
5
7
7
7
7
42
41
DIAGNOSIS PERILAKU
A. Diagnosis Perilaku
Pada fase ini selain diidentifikasikan masalah prilaku yang mempengaruhi
masalah kesehatan juga sekaligus diidentifikasikan masalah lingkungan (fisik dan
social) yang mempengaruhi prilaku dan status kegiatan ataupun kualitas hidup
seorang atau masyarakat. Di sini seorang perencana harus dapat membedakan antara
masalah prilaku yang dapat di control secara individual maupun yang harus di
control melalui institusi. Misalnya pada kasus malnutrisi yang di sebabkan karena
ketidakmampuan untuk membeli bahan makanan maka intervensi pendidikan tidah
akan bermanfaat,jadi health promoter perlu melakukan pendekatan perubahan social
(behavioral change)untuk mengatasi masalah lingkungan.
Untuk mengidentifikan masalah prilaku yang mempengaruhi status kesehatan
seseorang ,digunakan indicator prilaku seperti : pemanfaatan pelayanan kesehatan
(utilization), upaya pencegahan (preventive action), pola konsumsi makanan
(consumption partern), kepatuhan (compliance), upaya pemeliharaan kesehatan
sendiri (self care). Dimensi prilaku yang di gunakan adalah : earliness, quality,
percistence,frequency dan range. Indicator lingkungan yang di gunakan meleputu :
keadaan sosial, ekonomi, fisik dan pelayanan kesehatan, dengan dimensinya yang
terdiri dari : keterjangkauan, kemampuan dan pemerataan.
Langkah yang harus dilakukan dalam diagnosis prilaku dan lingkungan adalah:
a) Memisahkan factor prilaku dan non prilaku penyebab timbulnya masalah kesehatan
b) Mengidentifikasi prilaku yang dapat mencegah timbulnya masalah kesehatan dan
prilaku yang berhubungan dengan tindakan perawatan/pengobatan, sedangkan untuk
factor lingkungan yang harus di lakukan adalah mengeliminasi factor non -prilaku
yang tidak dapat di ubah, seperti : factor genetis dan demografis
c) Urutkan factor prilaku dan lingkungan berdasarkan besarnya pengaruh terhadap
masalah kesehatan
d) Urutkan factor prilaku dan lingkungan berdasarkan kemungkinan untuk diubah
e) Tetapkan prilaku dan lingkungan yang menjadi sasaran program. Setelah itu tetapkan
tujuan perubahan prilaku dan lingkungan yang ingin dicapai program
Tujuan diagnosa perilaku dan lingkungan adalah:
Untuk mengidentifikasi siapa atau kelompok mana yang terkena masalah kesehatan.
B. Penyebab DBD
1. Lingkungan kumuh
Berbagai penelitian penyakit menular membuktikan bahwa kondisi perumahan
yang berdesak-desakan dan kumuh mempunyai kemungkinan lebih besar terserang
penyakit. Apabila pemukiman kumuh tidak dapat diatasi maka kualitas lingkungan
serta derajat kesehatan masyarakat juga akan terus menurun
2. Tidak membersihkan saluran air
Saluran air yang tidak dibersihkan akan menyebabkan genangan air. Seperti kita
ketahui genangan air ini bisa saja menyebabkan banyak nyamuk yang akan bersarang
dan bertelur di genangan air tersebut sehingga dapat meningkatkan risiko terkena
penyakit Demam berdarah
3. Perilaku buruk ( tidak melaksanakan 3M plus )
Gerakan 3M Plus adalah paradigma baru dalam upaya memberantas wabah
DBD atau Demam Berdarah Dengue. Tidak jauh berbeda dengan gerakan 3M yang
lama, hanya dengan sedikit modifikasi.
Keterlibatan masyarakat dalam pencegahan DBD sangat diperlukan karena
sangat mustahil dapat memutus rantai penularan jika masyarakat tidak terlibat sama
sekali. Peran serta masyarakat ini dapat berwujud pelaksanaan kegiatan 3M Plus
disekitar rumah dan melaksanakan PSN pada lingkungannya. Ketidakberhasilan
pemberantasan DBD secara menyeluruh dapat terjadi dikarenakan tidak semua
masyarakat melakukan upaya pemberantasan vektor penular dan pemberantasan
sarang nyamuk tidak mungkin dapat dilakukan apabila anggota masyarakat dari
memiliki nilai ekonomis. Sampah plastik dapat digunakan kembali atau dapat dijual.
Sampah gelas/kaca dapat dimanfaatkan kembali atau dijual. Sampah-sampah
anorganik yang tidak bermanfaat, seperti logam kecil, puntung rokok. Sampah ini
ditampung, dikumpulkan untuk kemudian diangkut oleh petugas kebersihan.
No
1
2
3
4
Faktor perilaku
Faktor non perilaku
Tidak melaksanakan 3 M plus
Letak geografis
Lingkungan kumuh
Tingkat ekonomi yang rendah
Tidak membersihkan saluran air
Membuang sampah tidak pada
tempatnaya
Importance
+
Perilaku 3 M Plus
ability
Perilaku
membuang
Change
sampah
Perilaku
tidak -
A. Diagnosis Pendidikan
Change ability
Pengetahuan
tentang -
perilaku 3 M Plus
Pelayan kesehatan
Change
ability
3. Faktor Reinforcing
Importance
+
ability
Keluarga
Petugas kesehatan
Tetangga
Change
4. Prioritas Keseluruhan
Importance
+
Pengetahuan tentang 3 M Keluarga
ability
Change
plus
Promosi
kesehatan -
tentang 3 M plus
-
D. Objective goal
1. Who : Individu yang diharapkan berubah perilakunya. Adalah masyarakat di
Kota Semarang.
2. What : Perubahan perilaku yang diharapkan atau yang akan dicapai, yaitu dari
yang tidak melaksanakan 3M Plus menjadi melaksanakan 3M Plus.
3. When : Kapan perubahan perilaku itu dapat terjadi atau diharapkan tercapai
saat 3 bulan setelah penyuluhan.
4. Where : Kelompok individu yang diharapkan berubah perilakunya itu berada
di daerah Kota Semarang.
5. How Much : Berapa banyak kelompok individu dapat berubah yaitu 80% dari
seluruh masyarakat Kota Semarang.
1.
2.
3.
4.
dan reinforcing.
B. Metode yang Akan Digunakan
Metode yang akan digunakan adalah metode Ceramah. Metode Ceramah,
adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian atau
pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh informasi
tentang kesehatan.
Situasi tepat untuk penggunaan Metode Ceramah:
1. Penyampaian fakta atau pendapat yang tidak/belum memiliki referensi yang memadai
2. Sasaran pembelajaran yang cukup besar.
3. Bila pendidik/guru memiliki keterampilan berbicara yang atraktif yang dapat
membangkitkan motivasi peserta didik
4. Penyimpulan pokok-pokok bahan ajar
5. Pengenalan bahan ajaran baru
Kelebihan ceramah:
1. Pendidik/guru menguasai arah pembahasan / pembicaraan secara terfokus dan
terhindar dari penyimpangan.
2. Organisasi kelas sederhana
Kelemahan metode ceramah
DIAGNOSIS ADMINISTRATIF
A. Diagnosa Administratif
Pada fase ini dilakukan analisis kebijakan sumber daya dan peraturan yang
berlaku yang dapat memfasilitasi atau menghambat pengembangan program promosi
kesehatan.
kebijakan adalah seperangkat pengaturan yang digunakan sebagai petunjuk
untuk melaksanakan suatu kegiatan.
peraturanadalah penerapan kebijakan dan penguatan hukum serta perundangundangan
organisasionaladalah kegiatan memimpin atau meng koordinasi sumber daya
yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program
Pada dignoisis atministratif dilakukan tiga penelitian yaitu: sumberdaya yang
dibutuhkan untuk melaksanakan program, sumber daya yang ada di organisasi dan
masyarakat , serta hambatan pelaksanaan program.sedangkan pada diagnosis
kebijakan dilakukan identifikasi dukungan dan hambatan politis, peraturan dan
organisasional yang memfasilitasi program dan pengembangan lingkungan yang
dapat mendukung kegiatan masyarakat yang kondusif bagi kesehatan.
Pada fase ini kita melangkah dari perencanaan dengan PRE-CEDE ke
implementasi dan evaluasi dengan PROCEED. PRE-CEDE digunakan untuk
menyakinkan bahwa program akan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan individu
atau masyarakat sasaran. PROCEED untuk menyakinkan bahwa program akan
tersedia dapat dijangkau, dapat di terima dan dapat di pertanggungjawabkan. Oleh
sebab itu, penilaian sumberdaya yang dibutuhkan dapat meyakinkan keberadaan
program, perubahan organisasional dibutuhkan untuk program dapat di jangkau,
perubahan olitis dan peraturan dibutuhkan untuk meyakinkan program dapat di terima
oleh masyarakat dan evaluasi dibutuhkan untuk meyakinkan proram dapat di
pertanggungjawabkan pada penentu kebijakan, administrator, konsumen/klien, dan
stake holder terkait,yaitu untuk menilai apakah program sesuai dengan standar yang
teelah di tetapkan.
B. Tahapan Diagnosis Administratif
Dalam diagnosa administratif ada 3 tahapan yang perlu dilakukan yaitu:
1. Within Progaram Analysis
sasaran
Pemilihan materi
Penentuan waktu dan
tempat pelaksanaan
2 bulan terakhir
konsep Pelaksanaan
penyuluhan dan
Survei
persiapan acara
Menghubungi target
sasaran
lokasi
dan
evaluasi
D. Evaluasi
- Kendala apa saja yang dihadapai selama proses persiapan sebelum dilaksanakannya
semua program?
- Bagaimana aktivitas selama proses ceramah dan penyuluhan ?
- Bagaimana interaksi antara pemateri dengan sasaran?
- Apakah metode yang digunakan dalam menyampaikan materi sudah tepat?
- Bagaimana kelangsungan dari seluruh program kegiatan yang telah dilakaksanakan?
Evaluasi proses dapat dilakukan dengan cara melakukan evaluasi bersama. Setiap
panitia dan semua pihak yang berlibat memberikan pendapatnya untuk
mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan. Dapat juga dilakukan dengan
wawancara kepada sasaran, dan menanyakan mengenai kritik serta saran dari
kegiatan yang dilakukan.
1. Evaluasi Impact (Dampak)
- Bagaimana respon sasaran sebelum, saat, dan setelah mendapatakan materi mengenai
DBD? (dengan melakukan obervasi kepada sasaran selama kegiatan berlangsung, dan
dilakukan wawancara).
- Sejauh mana tingkat pemahaman sasaran setelah diberikan materi? (bisa diketahui
dengan memberikan pre and post test).
2. Evaluasi Out Come
- Apakah setelah dengan diadakannya program peningkatan pengetahuan kader
mengenai 3M Plus DBD berdampak pada penurunan angka kesakitan DBD di kota
Semarang ? (evaluasi dilakukan dengan membandingkan data).
.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Data umum Kota Semarang Tahun 2007-2010
Afriza, Tuti dan Nasriati.2012.Pengaruh Perilaku Masyarakat Dalam 3M Plus
Terhadap Resiko Kejadian Demam Berdarah Di Wilayah Kerja Puskesmas
Labuhanhaji Timur Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2012. S-1 Kesehatan
Masyarakat Stikes UBudiyah Banda Aceh
Bustan, M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Dinas Kesehatan. 2014. Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2013.
Fitri, Reni Mustika. 2013. Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia, Pertumbuhan
Ekonomi, dan Rasio Gender Terhadap Tingkat kemiskinan di Provinsi
Sumatera Barat. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 1 No. 2
Junghans Sitorus. 2003. Hubungan Iklim dengan Kasus Penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Kotamadya Jakarta Timur Tahun 1998 2002.Skripsi:
Universitas Indonesia.
Maulana, Heri.D.J. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC
Murti, Bhisma. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: UGM
Press.
Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Ridhlo, Muhammad Agung. 2002.Karakteristik Kemiskinan Perkotaan pada
Permukiman Kumuh dan Liar Kota Semarang. Tesis, Program Studi Magister
Teknik Pembangunan Kota, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro,
Semarang
Sumber lain:
http://simgakin.semarangkota.go.id/2015/website diakses pada 10 Juni 2015
http://semarangkota.bps.go.id diakses pada 10 Juni 2015