Anda di halaman 1dari 49

GUIDELINE STROKE 2004

Guideline Stroke

2004
II. (Edisi ketiga)

Kelompok Studi Serebrovaskuler


Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
PERDOSSI

GUIDELINE STROKE 2004

GUIDELINE STROKE
Oleh : Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI)
No. ISBN 979 95994 3 1
Hak cipta ada pada pengarang dan dilindungi oleh Undang -Undang

GUIDELINE STROKE 2004

Kata Sambutan
Syukur alhamdulillah, akhirnya Kelompok Studi Serebrovaskuler
PERDOSSI berhasil menyelesaikan Guideline Stroke seri ketiga tahun 2004,
yang merupakan revisi Guideline Stroke Seri pertama dan kedua yang telah
diterbitkan.
Salah satu program pengurus PERDOSSI periode 2003-2007 ini
adalah mengembangkan kelompok studi yang telah ada dan berjalan baik
selama ini. Oleh karena ilmu kedokteran sangat dinamis, maka perlu
dilakukan tinjauan ulang mengenai guideline yang telah dibuat sebelumnya,
dan akan terus disempurnakan sesuai dengan perkembangan ilmu. Selain itu
tentu perlu juga dilakukan penyusunan guideline baru diseluruh bidang ilmu
penyakit saraf sehingga dapat membantu anggota dalam mengelola pasien
khususnya di bidang Ilmu Penyakit Saraf.
Dalam kesempatan ini kami selaku pengurus PERDOSSI
mengucapkan terima kasih dan penghargaan tak terhingga kepada kelompok
studi Serebrovaskuler dan tim editor yang telah berusaha menyelesaikan
Guideline ini.
Mudah mudahan edisi ketiga Guideline Stroke 2004 ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan dapat meningkatkan khasanah ilmu dan
profesionalitas anggota PERDOSSI di seluruh Indonesia.

Jakarta, Maret 2004

Prof. Dr. H. Jusuf Misbach SpS(K), FAAN.


Ketua Umum PP PERDOSSI

GUIDELINE STROKE 2004

Kata Pengantar
Dengan terus meningkatnya penelitian penelitian stroke untuk mencari
solusi yang tepat mengenai penanganan dan pencegahan stroke dimasa kini
maka perlu kiranya guideline stroke perhimpunan dokter ahli saraf Indonesia
direvisi dari tahun ke tahun untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya dibidang stroke ini.
Guideline Stroke 2004 ini merupakan revisi dari guideline stroke seri
pertama tahun 2000 dan seri kedua tahun 2001 yang dibuat oleh Kelompok
Studi Serebrovaskuler PERDOSSI dengan melibatkan seluruh cabang.
Pada guideline stroke 2004 ini selain adanya perbaikan pada topik-topik
terdahulu juga memuat satu topik baru yaitu peranan neuroprotektan pada
stroke akut. Secara garis besar buku ini dibagi atas dua bagian yaitu :
Bagian kesatu : Penangan pasien stroke fase akut
Bagian kedua : Prevensi stroke.
Kami menyadari bahwa tentunya masih banyak kekurangan disanasini, untuk itu kami sangat mengharapkan masukan-masukan dari seluruh
teman sejawat anggota PERDOSSI untuk perbaikan di masa yang akan
datang. Harapan kami
buku kecil ini dapat bermanfaat sebagai rujukan
terpercaya bagi semua anggota PERDOSSI dan organisasi profesi medis
lainnya di seluruh Indonesia untuk meningkatkan pelayanan yang semakin
professional terhadap para penderita stroke.
Selamat membaca !
Tim Editor
Prof.Dr.Jusuf Misbach Sp.S(K), FAAN.
Prof. DR. Dr. S.M Lumban Tobing, Sp.S(K)
Dr. Teguh A.S Ranakusuma, Sp.S(K)
Dr. Andradi Suryamiharja, Sp.S(K)
Dr. Salim Harris, Sp.S(K)
Dr. Mursyid Bustami, Sp.S.

GUIDELINE STROKE 2004

DAFTAR ISI
Kata Sambutan .
Kata Pengantar .
Daftar Isi ..
BAGIAN PERTAMA : PENANGANAN PASIEN STROKE FASE AKUT
Bab I. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA STROKE AKUT
A. Umum
..
B. Pedoman
pada
stroke
iskemik
akut
C. Pedoman
pada
stroke
perdarahan
intraserebral.
D. Obat parenteral untuk terapi emergensi hipertensi pada stroke
akut..
E. Obat oral untuk terapi urgensi hipertensi pada stroke akut.
F. Flow
chart
penatalaksanaan
hipertensi
pada
stroke
akut.
Bab II. PENATALAKSANAAN HIPERGLIKEMIA PADA STROKE AKUT
1) Latar belakang
2) Pedoman tatalaksana
Bab III. PEDOMAN ANTIKOAGULAN PADA STROKE ISKEMIK
A. Latar belakang..
B. Indikasi
C. Kontraindikasi.
D. Pemeriksaan pendahuluan..
E. Prosedur terapi.
F. Tata cara terapi.
G. Pemantauan..
H. Penatalaksanaan komplikasi..
I. Interaksi obat..
Bab IV. PEDOMAN TROMBOLISIS rt-PA PADA STROKE ISKEMIK
A. Latar belakang
B. Pedoman
trombosis
dengan
intravena.

rt-PA

Bab V. PERANAN NEUROPROTEKTAN PADA STROKE AKUT


A. Latar belakang ..
B. Jenis-jenis neuroprotektan ..
C. Obat-obat golongan neuroprotektan yang terdapat di Indonesia.

GUIDELINE STROKE 2004

BAGIAN KEDUA : PREVENSI STROKE


Bab VI. GAYA HIDUP SEHAT UNTUK PREVENSI STROKE
A. Latar belakang ...................................................................................
B. Mengatur pola makan yang sehat .
C. Menghentikan rokok
D. Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat .
E. Melakukan olah raga yang teratur
F. Menghindari stress dan istirahat yang cukup ..

Bab VII. PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO PADA PENCEGAHAN


SEKUNDER STROKE.
A. Latar belakang ..
B. Penggolongan faktor risiko ..
C. Pengendalian faktor risiko ..

Bab VIII. TINDAKAN MEDIS PADA PREVENSI SEKUNDER STROKE


A. Latar belakang .....................................................................................
B. Obat-obat antitrombotik untuk prevensi sekunder stroke
C. Tindakan invasif untuk pencegahan sekunder stroke ..
Lampiran 1 : Penatalaksanaan umum pasien stroke di rumah sakit
..
Lampiran 2 : NIH Stroke Scale (NIHSS)
..

GUIDELINE STROKE 2004

BAGIAN PERTAMA

PENANGANAN PASIEN STROKE


FASE AKUT

GUIDELINE STROKE 2004

BAB I
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
PADA STROKE AKUT
A. UMUM
1. Cara pengukuran. 1,2
Tekanan darah diukur paling sedikit 2 X dengan selang waktu 5 - 20
menit pada sisi kiri dan kanan dengan menggunakan sphygmomanometer
air raksa dalam posisi duduk.
Tekanan darah yang dipakai adalah tekanan darah yang lebih tinggi.
Tekanan darah arterial sistemik rerata adalah tekanan darah sistolik +
dua kali tekanan darah diastolik dibagi tiga. [(sistolik+ 2.diastolik)] / 3.
2. Kriteria obat yang ideal adalah : 1
Kerja cepat dan reversibel,
Efek dapat diprediksi dan dikendalikan,
Rasio terapeutik-toksik rendah,
Mempunyai efek vasodilatasi serebral yang minimal,
Tidak mempunyai efek penekanan terhadap sistim saraf pusat,
Tidak menurunkan aliran darah pada penumbra,
Mudah didapat dan relatif terjangkau.

B. PEDOMAN PADA STROKE ISKEMIK AKUT.3-10


1. Latar Belakang.

Penatalaksanaan hipertensi yang tepat pada stroke akut sangat


mempengaruhi morbiditas dan mortalitas stroke.
Sebagian besar ahli tidak merekomendasikan terapi hipertensi pada
stroke iskemik akut, kecuali terdapat hipertensi berat yang menetap yaitu
tekanan darah sistolik >220 mmHg atau diastolik >120 mmHg.
Sebagian ahli berpendapat obat-obat anti-hipertensi yang sudah ada
sebelum serangan stroke diteruskan pada fase awal stroke dan menunda
pemberian obat anti-hipertensi yang baru sampai dengan 7 10 hari
pasca awal serangan stroke.

2. Pedoman Penatalaksanaan.

Pada penderita dengan tekanan darah diastolik > 140 mmHg (atau >110
mmHg bila akan dilakukan terapi trombolisis) 11 diperlakukan sebagai
penderita hipertensi emergensi berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem,
nimodipin dan lain-lain.
Jika tekanan darah sistolik > 230 mmHg dan /atau tekanan darah diastolik
121 140 mmHg, berikan labetalol i.v. selama 1 2 menit. Dosis
labetalol dapat diulang atau digandakan setiap 10 20 menit sampai
penurunan tekanan darah yang memuaskan dapat dicapai atau sampai
dosis komulatif 300 mg yang diberikan melalui teknik bolus mini. Setelah

GUIDELINE STROKE 2004

dosis awal, labetalol dapat diberikan setiap 6 8 jam bila diperlukan.


(Pilihan obat lain lihat tabel jenis-jenis obat untuk terapi emergensi).
Jika tekanan darah sistolik 180-230 mmHg dan/ atau tekanan darah
diastolik 105-120 mmHg, terapi darurat harus ditunda kecuali adanya
bukti perdarahan intraserebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard
akut, gagal ginjal akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi
dan sebagainya. Jika peninggian tekanan darah tersebut menetap pada
dua kali pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan 200-300 mg
labetalol 2-3 kali sehari sesuai kebutuhan. Pengobatan alternatif yang
memuaskan selain labetalol adalah nifedipin oral 10 mg setiap 6 jam atau
6,25 25 mg kaptopril setiap 8 jam. Jika monoterapi oral tidak berhasil
atau jika obat tidak dapat diberikan per oral, maka diberikan labetalol i.v.
seperti cara diatas atau obat pilihan lainnya (urgensi).
Batas penurunan tekanan darah sebanyak banyaknya sampai 20% - 25%
dari tekanan darah arterial rerata, dan tindakan selanjutnya ditentukan
kasus per kasus.

C. PEDOMAN PADA STROKE PERDARAHAN INTRASEREBRAL.5-7,9-17


1. Latar belakang.

Pada stroke perdarahan intraserebral (PIS) dengan tekanan darah sangat


tinggi (tekanan darah sistolik > 220 mmHg, tekanan diastolik > 120
mmHg) harus diturunkan sedini dan secepat mungkin, untuk membatasi
pembentukan edema vasogenik akibat robeknya sawar darah otak pada
daerah iskemia sekitar perdarahan.
Penurunan tekanan darah akan menurunkan risiko perdarahan ulang atau
perdarahan yang terus menerus, akan tetapi daerah otak sekitar
hematom bertambah iskemik karena autoregulasi pada daerah ini telah
hilang. Atas dasar ini obat anti hipertensi diberikan kalau tekanan sistolik
> 180 mmHg atau tekanan diastolik > 100 mmHg.
Dandapani et al. menganjurkan penurunan tekanan darah sedini mungkin
pada perdarahan intra serebral dengan tekanan darah arterial rerata
>145 mmHg untuk mencegah perdarahan ulang, pengurangan tekanan
intrakranial dan edema otak serta mencegah kerusakan organ akhir (end
organ). 12

2. Pedoman penatalaksanaan.

Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140
mmHg, berikan nikardipin, diltiazem atau nimodipin (dosis dan cara
pemberian lihat tabel jenis-jenis obat untuk terapi emergensi).
Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolik 105-140
mmHg, atau tekanan darah arterial rata-rata 130 mmHg :
a. Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit. Ulangi atau gandakan
setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau
berikan dosis
awal bolus diikuti oleh labetalol drip 2-8 mg/menit atau;
b. Nicardipin 15-17
c. Diltiazem
d. Nimodipin 18
Pada fase akut tekanan darah tak boleh diturunkan lebih dari 20% - 25%
dari tekanan darah arteri rerata.

10

GUIDELINE STROKE 2004

Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105 mmHg,
tangguhkan pemberian obat anti-hipertensi.
Bila terdapat fasilitas pemantauan tekanan intrakranial, tekanan perfusi
otak harus dipertahankan > 70 mmHg.
Pada penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah
harus dipertahankan dibawah tekanan arterial rata-rata 130 mmHg.
Tekanan darah arterial rata-rata lebih dari 110 mmHg harus dicegah
segera pada waktu pasca-operasi dekompresi.
Bila tekanan darah arterial sistolik turun < 90 mmHg harus diberikan obat
menaikkan tekanan darah (vasopresor).

Perhatian :
1. Peningkatan tekanan darah dapat disebabkan oleh stress akibat stroke,
kandung kencing yang penuh, nyeri, respon fisiologi dari hipoksia atau
peningkatan tekanan intra-kranial.
2. Dengan memperhatikan dan melakukan penanganan pada keadaan
tersebut di atas akan banyak berpengaruh pada tekanan darah sistemik
pada fase menunggu 5 - 20 menit pengukuran berikutnya.

D. OBAT PARENTERAL UNTUK TERAPI EMERGENSI HIPERTENSI


PADA STROKE AKUT.
1. Jenis Obat Parenteral 19
Obat

Dosis

Mula
kerja

Lama
kerja

Efek samping

Keterangan

Labetalol

20-80 mg iv
bolus setiap
10 menit atau
2 mg/menit,
infus kontinyu

5-10
menit

3-6 jam

Terutama untuk
kegawat daruratan
hipertensi, kecuali
pada gagal jantung
akut

Nikardipin

5 15
mg/jam
infus kontinyu

5-15
menit

Sepanjang
infus
berjalan

Nausea,
vomitus,
hipotensi, blok
atau gagal
jantung,
kerusakan hati,
bronkospasme
Takikardi

Diltiazem

5-40 g/kg/
menit infus
kontinyu

5-10
menit

4 jam

Esmolol

200-500 ug/
kg/menit
untuk 4
menit.
selanjutnya
50-300 ug/kg/
menit iv

1-2
menit

10-20
menit

Blok nodus AV, denyut


prematur
atrium,
terutama usia
lanjut
Hipotensi,
mual.

Larut dalam air,


tidak sensitif
terhadap cahaya,
vasodilatasi perifer
dengan tanpa
menurunkan
aktivitas pompa
jantung
Krisis hipertensi

11

GUIDELINE STROKE 2004

2. Sifat khusus obat parenteral 15-17,20-25


a. Labetalol
Labetalol adalah gabungan penyekat alfa dan beta. Obat ini berguna dan
aman untuk kegawat daruratan hipertensi, tetapi tidak boleh diberikan
pada penderita gagal jantung akut atau blok jantung derajat 2 atau 3.
Hati-hati pada cadangan jantung lemah, asma atau riwayat spasme
bronkus. Sediaan injeksi, belum beredar di Indonesia.
b. Nikardipin.
Sediaan intravena dari preparat Dihydropyridine yang merupakan Ca
channel blocker (CCBs) yang di berikan secara infus kontinyu. Efek
hemodinamik primer adalah menimbulkan vasodilatasi perifer dengan
mempertahankan atau peningkatkan aktifitas pompa jantung23. Sediaan
yang larut dalam air dan tidak sensitif terhadap cahaya sehingga baik
untuk penggunaan intravena. Dari beberapa studi telah dibuktikan bahwa
nikardipin dengan pemberian infus langsung menurunkan tekanan darah
sistemik dan selanjutnya dapat dipertahankan pada level tekanan darah
yang diinginkan 24-26.
c. Diltiazem
Diltiazem adalah penyekat saluran kalsium, obat ini sebaiknya diberikan
sebagai infus kontinyu 5-40 g/kg/menit daripada suntikan bolus (10 mg
dilarutkan dalam 10 ml salin disuntikkan dalam waktu 3-5 menit).
Penurunan tekanan darah 27,3% dengan infus kontinyu dan 7,5% dengan
suntikan bolus. Kecepatan denyut nadi tidak berubah dengan infus
kontinyu, sedangkan pada suntikan bolus kecepatan nadi sedikit
berkurang dari 88 sampai 82 per menit. Obat ini tidak boleh diberikan
pada blok sino-atrial, blok AV derajat 2 atau 3 dan wanita hamil. Sediaan
injeksi sudah ada di Indonesia.
e. Esmolol
Merupakan beta bloker kardioselektif relatif, dimetabolisme secara cepat
oleh esterase darah dan mempunyai half life pendek (90 menit) dan lama
kerja kurang dari 30 menit. Dosis yang dianjurkan adalah 200-500ug
/kg/menit untuk 4 menit, selanjutnya 50-300 ug /kg/ menit iv.

12

GUIDELINE STROKE 2004


E. OBAT ORAL UNTUK TERAPI URGENSI HIPERTENSI PADA STROKE
AKUT.
1. Obat Anti-hipertensi Tunggal 26
Jenis obat

Cara
pemberian

Mula
kerja

Lama
kerja

Dosis
dewasa

Frekuensi
pemberian

Efek samping

Nifedipin

Oral

15-20
menit
5-10
menit

3-6 jam

10 mg

6 jam

3-6 jam

10 mg

20-30
menit

4-6 jam

6,25-25
mg
6,25-25
mg

30 menit

SL

15-30
menit
5 menit

Clonidin

Oral

30 menit

8-12 jam

12 jam

Prazosin

Oral

15-30
menit

8 jam

0.1-0.2
mg
1-2 mg

Hipotensi,
nyeri kepala,
takikardia,
pusing, muka
merah
Hiperkalemia,
insufisiensi
ginjal,
hipotensi dosis
awal
Sedasi

Minoxidil

Oral

2 menit

12 jam

510mg

12 jam

Labetalol

Oral

2 menit

12 jam

20-80mg

12 jam

Bukal

Kaptopril

Oral

2-3 jam

30 menit

8 jam

Sakit kepala,
fatique,
drowsiness,
weakness
Hirsutisme,
effusi perikard.
Hipotensi
ortostatik,
gg. ejakulasi,
bronkospasme
gg. fungsi hati

Penanganan hipertensi yang bersifat urgensi diberikan obat hipertensi kombinasi 19

2. Obat Anti-hipertensi Kombinasi.

19

Obat kombinasi

Dosis (mg)

ACEIs dan diuretika

Benazepril / HCT
(5/6.25,10/12.5,20/12.5,20/25)
Captopril / HCT (25/15,25/25,50/15,50/25)
Enalapril maleate / HCT (5/12.5,10/25)
Lisinopril / HCT (7.5/12.5,15/25)
Quinapril HCI / HCT (10/12.5,20/12.5,20/25)

ARBs dan diuretika

Candesartan cilexetil/ HCT (16/12.5,32/12.5)


Irbesartan/ HCT (150/12.5,300/12.5)
Losartan potassium/ HCT (50/12.5,100/25)
Telmisartan/ HCT (40/12.5,80/12.5)
Valsartan/ HCT (80/12.5,160/12.5)

13

GUIDELINE STROKE 2004

BBs dan diuretika

Obat kerja sentral dan


diuretika

Atenolol/chlorthalidone (50/25,100/25)
Bisoprolol fumarat/HCT
(2,5/6,25,2/6,25.10/6,25)
Propanolol LA/ HCT (40/25,80/25)
Metoprolol Tartrate / HCT (50/25,100/25)
Nadolol/bendrofluthiazide (40/5,80/5)
Timolol maleate / HCT (10/25)
Methyldopa/ HCT (250/15,250/25.500/50)
Reserpine/ HCT (0,125/25,0,125/50

ACEIs: ACE Inhibitor ; ARBs: Angiotensin Reseptor Blockers ; BBs: Beta Blocker
HCT: Hidroklortiazid

Perhatian:
Nifedipin sublingual efeknya sulit diramalkan dan dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah yang drastis sehingga berbahaya bagi perfusi otak pada stroke
fase akut oleh sebab itu harus dihindari pemakaiannya pada kondisi urgensi. 27
Obat sublingual ini hanya boleh diberikan pada kondisi emergensi dimana obat
obat parenteral yang direkomendasikan diatas tidak tersedia.

F. FLOW CHART PENATALAKSAAN HIPERTENSI PADA STROKE


AKUT.
Stroke Akut

Sistolik > 230 mmHg Sistolik > 230 mmHg


Sistolik 180 230 mmHg
Diastolik > 140 mmHg Diastolik 121-140 mmHg Diastolik 105 120 mmHg

Sistolik < 180 mmHg


Diastolik < 105 mmHg

Ukur ulang 15

Sistolik > 230 mmHg


Diastolik 121-140 mmHg

Perdarahan Intraserebral
atau
Gangguan end organ

Positif

Obat antihipertensi
parenteral

Negatif

Observasi.
Obat antihipertensi oral
diberikan setelah hari
ke 7 - 10

14

GUIDELINE STROKE 2004


KEPUSTAKAAN
1.

2.
3.
4.

5.
6.

7.
8.
9.

10.

11.
12.
13.

14.
15.

16.
17.
18.

19.

20.

21.

Guidelines Subcomittee. 1999 World Health Organization-International


Society of Hypertension. Guidelines for the Management of Hypertension.
J. Hypertension 1999; 17: 151-83.
Acute Stroke. In: Cummins RO, ed. Advanced Cardiac Life Support. Dallas:
American Heart association, 1997.
Harold P Adam et al. Guideline for the Early Management of Patients with
Ischemic Stroke. Stroke 2003;34:1056.
Special Writing Group of Stroke Council AHA. Guidelines for The
Management of Patients with Acute Ischemic Stroke. Circulation 1994; 90:
1558-1601.
Morfis L, Shwartz RS, Poulos R, et al. Blood Pressure Changes in Acute
Cerebral Infarction and Hemorrhage. Stroke 1997; 28: 1401-1405.
Adams H, Aktinson R, Broderick J, et al. Basic Principles of Modern
Management for Acute Stroke. American Academy of Neurology 1999;
2FC.004: 18-22.
Powers W. Acute Hypertension After Stroke: The Scientific Bases for The
Treatment Decisions. Neurology 1995; 3: 3-5.
Lip GYH, Zarifis J, Farooqi S, et al. Ambulatory Blood Pressure Monitoring in
Acute Stroke. Stroke 1997; 28: 31-35/
Aboderin I, Venables G. Stroke Management in Europe. Pan Europe
Consensus Meeting on Stroke Management. J Intern Med 1996; 240: 173180.
Adams HP, Brott TG, Crowell RM, et al. Guidelines for The Management of
Patients with Acute Ischemic Stroke. A Statement for Healthcare
Professionals from A Special Writing Group of the Stroke Council. American
Heart Association. Stroke 1994; 25: 1901-1914.
Brott T, Lu M, Kothari, et al. Hypertension and Its Treatment in The NINDS rtPA Stroke Trial. Stroke 1998; 29: 1504-1509.
Dandapani BK, Suzuki S, Kelly RE, et al. Relation between Blood Pressure
and Outcome in Intra-cerebral Hemorrhage. Stroke 1995; 26(1): 21-24.
Kaneko, Tanaka K, Shimada T, et al. Long-term Evaluation of Ultra-early
Operation for Hypertensive Intra-cerebral Hemorrhage in 100 cases. J
Neurosurg 1983; 58: 838-842.
Arakawa S, Saku Y, Ibyashi, et al. Blood Pressure Control and Recurrence of
Hypertensive Brain Hemorrhage. Stroke 1998; 29: 1806-1809.
Kishi Y, Okumura F, Fuyuya H, Haemodynamic Effects of Nicardipine
Hydrochloride, Studies During its Use to Control Acute Hypertension in
Anaesthetized Patients. Br J Anacath 1984;56:1003-7.
Clifton GG, Cook ME, Bisvenu GS, et al. Intravenous Nicardipine in Severe
Systemic Hypertension. Am J Cardiol 1989:64:16H-18H
Wallin JD, Fletcher E, Ram CVS, et al . Intravenous Nicardipine for the
Treatment of Severe Hypertension. Arc Intern Med 1989; 149:2662-9.
Widjicks EF, Vermeulen M, Murray GD, et al. The Effects of Treating
Hypertension Following Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage. Clin Neurol
Neursurg 1990; 92: 111-117.
The Seventh Report of The JNC on Prevention Detection and Treatment of
High Blood Pressure US Dept of Health and Human Services NIH
Publication, 2003.
Rordorf G, Cramer S, Efird et al. Pharmacological Elevation of Blood
Pressure in Acute Stroke: Clinical Effects and Safety. Stroke 1997; 28: 21332138.
C. Vankata S,Ram, MD. Management of Hypertensive Emergencies:
Changing Therapeutic Options. Americans Heart Journal, July 1991: 358-363.

15

GUIDELINE STROKE 2004


22.
23.
24.

25.
26.
27.

28.

29.

Glodstein LB. Antihypertensive Management in Acute Stroke. American


Academy of Neurology 1999; 7BS.006: 13-17.
Brott T, Reed RI. Intensive Care for Acute Stroke in The Community Hospital
Setting: The First 24 hours. Curr Conc Cerebrovasc Dis Stroke 1998; 24: 1-5.
Zampaglione B, Pascale C, Marchisio M, et al. Hypertensive Urgencies and
Emergencies. Prevalence and Clinical Presentation. Hipertension 1996; 27:
144-7.
Meinders AE. The Treatment of Hypertensive Crisis. In: Proceeding Post
Graduate Medical Courses, 1996: 123-135.
Gorelick PB. Can We Save The Brain from The Ravages of Midlife
Cardiovascular Risk Factors. Neurology;52:1114-1115.
Grossman E, Messerli F, Grodzicki T, et al. Should Amoratorium be Placed
on Sublingual Nifedipine capsules Given for Hypertensive Emergencies and
Pseudo-emergencies. JAMA 1996; 276: 1328-1331.
Gueyffier F, Boissel JP, Boutitie F, et al. Effect of Antihypertensive Treatment
in Patients Having Already Suffered from Stroke-Gathering the Evidence.
Stroke 1997; 28: 2557-2562.
Strandgaard S, Paulson OB. Cerebrovascular Consequence of Hypertension.
Lancet 1994; 344: 519-521.

16

GUIDELINE STROKE 2004

BAB II
PENATALAKSANAAN HIPERGLIKEMIA
PADA STROKE AKUT
A. LATAR BELAKANG

Banyak penelitian yang membuktikan bahwa hiperglikemia, baik reaktif


maupun tidak, selama iskemia otak akut menimbulkan efek yang berbahaya
dan berdampak terhadap keluaran klinis yang lebih buruk terutama pada
stroke non lakuner 1-4.
Selama stroke iskemik fase akut hiperglikemia dapat memperberat keluaran
klinis pada stroke non lakuner, tetapi tidak pada stroke lakuner, dan tidak
berkaitan dengan peningkatan risiko transformasi infark hemoragik. Pada
iskemia fokal, glukosa darah harus dinormalkan dengan insulin, tetapi
menghindari hipoglikemia, untuk memperkecil daerah infark otak 5,6.
Batas kadar gula darah yang dianggap masih aman pada fase akut stroke
iskemik non lakuner adalah 100-200 mg %.
Batas tertinggi kadar gula darah paling optimal dengan keluaran terbaik pada
fase akut stroke non lakuner adalah 150 mg% 1,5.

B. PEDOMAN TATALAKSANA
1. Indikasi dan syarat syarat pemberian insulin

Stroke hemoragik dan non hemoragik dengan IDDM atau NIDDM.


Bukan stroke lakunar dengan diabetes mellitus.

2. Kontrol gula darah selama fase akut stroke

Insulin reguler diberikan secara subkutan tiap 6 jam dengan cara skala
luncur seperti tabel berikut ini.
Tabel. Insulin reguler dengan cara Skala Luncur
Glukosa (mg/dL)

Insulin tiap 6 jam subkutan / sebelum makan

< 80
80-150
150-200
201-250
251-300
301-350
351-400
> 400

Tidak diberikan insulin


Tidak diberikan insulin
2 unit
4 unit
6 unit
8 unit
10 unit
12 unit

17

GUIDELINE STROKE 2004

Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan skala luncur, diperlukan
infus kontinyu dengan dosis dimulai 1 unit/jam, dan dapat dinaikkan
sampai 10 unit/jam. Kadar gula darah harus dimonitor dengan ketat setiap
1-2 jam sehingga kecepatan infus dapat disesuaikan.
Bila hiperglikemia hebat > 500 mg/dL, diberikan bolus pertama 5-10 unit
insulin reguler tiap jam.
Setelah kadar glukosa darah stabil dengan insulin skala luncur atau infus
kontinyu maka dimulai pemberian insulin reguler subkutan.

3. Kontrol gula darah masa kesembuhan


Bila penderita stabil, makan biasa, dan motorik dan kognitif sudah pulih, mulai
berikan insulin basal (NPH atau lente insulin).
NPH insulin diberikan tiap 12 jam dengan dosis awal kira-kira 0,2-0,3 unit/
kg BB/ hari.
Insulin reguler tambahan sebelum makan dapat diteruskan untuk
disesuaikan tergantung pada kadar glukosa darah waktu puasa (sasaran
kadar glukosa darah 100-200 mg/dl).
Bila kadar gula darah dengan pemantauan stabil (< 200 mg%) dengan
kebutuhan insulin < 15 unit/hari, terapi dimulai dengan anti diabetika oral
sebelumnya (pada penderita DM tipe II)

KEPUSTAKAAN
1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.
8.

9.

10.

11.

Wechsler LR. Medical Therapy for Acute Stroke. AAN, 2003.


Brodercik JP, Hagen T, Brott T, et al. Hyperglycemia and Hemorrhagic
Transformation of Cerebral Infarcts. Stroke 1995; 26: 484-487.
Weir CJ, Murray GD, Dyker AG, et al. Is Hyperglycemia an Independent
Predictor of Poor Outcome after Acute Stroke?. Results of a Long term
Follow-up Study. BMJ 1997; 314: 1303-1306.
Kawai N, Keep RF, Betz AI. Hyperglycemia and The Vascular Effects of
Cerebral Ischemia. Stroke 1997; 28: 149-154.
Bruno A, Biller J, Adams HP, et al. Acute Blood Glucose Level and
Outcome from Ischemic Stroke. Neurology 1999; 52: 280-284.
Auer RN. Insulin, Blood Glucose Levels and Ischemic Brain Damage.
Neurology 1998; 51(Suppl 3): 539-543.
Helgason CM. Blood Glucose and Stroke. Stroke 1988; 19: 1049-1053.
Woo E, Chan Y, Yu Y, et al. Admission Glucose Level in Relation to
Mortality and Morbidity Outcome in 252 Stroke Patients. Stroke 1988; 19:
185-191.
Woo J, Lam CW, Kay R, et al. The Influence of Hyperglycemia and
Diabetes Mellitus on Immediate and 3-month Morbidity and Mortality after
Acute Stroke. Arch Neurol 1990; 47: 1174-1177.
Toni D, Sacchetti MI, Argentino C, et al. Does Hyperglycemia Play a Role
on The Outcome of Acute Ischemic Brain Infarction. J Neurol Sci 1992; 239:
382-386.
Murros K, Fogelholm R, Kettunen S, et al. Blood Glucose, Glycosylate
Haemoglobin and Outcome of Ischemic Brain Infarction. J Neurol Sci. 1992;
111: 59-64.

18

GUIDELINE STROKE 2004

BAB III
PEDOMAN ANTIKOAGULAN
PADA STROKE ISKEMIK
A. LATAR BELAKANG

Pemberian antikoagulan diindasikan pada stroke iskemik akut yang


disebabkan oleh emboli otak dengan tujuan untuk mencegah stroke iskemik
ulang.
Efektivitas dan keamanan penggunaan antikoagulan heparin IV untuk terapi
stroke iskemik akut belum cukup terbukti dan masih kontroversial maka tidak
direkomendasikan sampai ada data yang lebih sahih 1,2,3,4.
LMWH (low molecular weight heparin) dan heparinoid memiliki efek
antitrombotik selektif yang dapat meningkatkan keamanan dan mengurangi
risiko trombositopenia autoimun simtomatik yang berat 1.
Antikoagulan heparin / LMWH / heparinoid dan dilanjutkan dengan warfarin
dapat segera diberikan dengan syarat syarat ketat pada pasien TIA atau
stroke kardioemboli dengan fibrilasi atrium.
Heparin / LMWH / heparinoid dapat diberikan untuk mencegah trombosis
vena dalam pada penderita stroke iskemik dengan hemiplegia atau yang
imobilisasi dalam jangka lama 2,5,6.
LMWH yang diteruskan dengan antikoagulan oral memberikan keluaran klinis
yang lebih baik pada trombosis sinus serebral.
Antikoagulan oral diindikasikan pada kelompok risiko tinggi untuk emboli otak
berulang (fibrilasi atrium non valvuler, katup jantung buatan, trombus mural
dalam ventrikel, infark miokard baru) 10.

B. INDIKASI
1.

Prevensi 10
a. Penderita pasca TIA atau pasca stroke iskemik yang memiliki risiko tinggi
untuk emboli otak berulang yang terbukti bersumber dari jantung
misalnya:
Fibrilasi atrium non valvuler
Trombus mural dalam ventrikel kiri
Infark miokard baru
Katup jantung buatan
Trombus pada lumen arteri karotis.
Diseksi karotis.
Hiperkoagulasi.
Sindrom fospolipid.
b. Penderita stroke iskemik dengan trombosis vena dalam, emboli paru,
berbaring lama dengan paresis berat.

2. Terapi 10
a. Trombosis vena serebral
b. Trombosis vena dalam pasca stroke
c. Tromboemboli stroke

19

GUIDELINE STROKE 2004

C. KONTA-INDIKASI
1. Kontraindikasi mutlak
Perdarahan intrakranial
Gangguan hemostasis
Ulkus peptikum aktif
Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat
2. Kontraindikasi relatif :
Infark luas dengan pergeseran garis tengah
Hipertensi berat tidak terkontrol (sistolik >200 mmHg, diastolik >120
mmHg)
Ulkus peptikum tidak aktif
Riwayat perdarahan oleh karena pemberian antikoagulan
Riwayat idiosinkrasi dan hipersensitif terhadap antikoagulan karena
potensial terjadi perdarahan.
Varises esofagus
Baru dilakukan tindakan operasi/ biopsi

D. PEMERIKSAAN PENDAHULUAN
1. Anamnesis.
2. Riwayat keluarga : penyakit jantung, DM, stroke, stroke usia muda,
hiperlipidemia, penyakit perdarahan.
3. Riwayat pasien : penyakit jantung, DM, hiperlipidemia, obesitas, penyakit
hepar/ ginjal, penyakit perdarahan.
4. Pemeriksaan fisik :
Status generalis dan status neurologis yang lengkap dengan perhatian
pada tekanan darah dan tanda tanda perdarahan.
Darah :
o Awal : DPL, APTT, PT/ INR, Fibrinogen, D-dimer
o Atas indikasi : AT III, Protein C & S, homosistein
o EKG: fibrilasi atrium, tanda-tanda insufisiensi koroner dan infark
miokard
o Ekokardiografi atas indikasi
TTE : Untuk menentukan adanya trombus mural, kelainan katup
dan miokard.
TEE :
hanya dilakukan bila hasil TTE negatif dan untuk
menentukan adanya trombus mural di atrium kiri.
CT scan : untuk menyingkirkan adanya perdarahan intrakranial

E. PROSEDUR TERAPI 11-15


1. Obat yang diberikan
a. Unfractionated heparin.
b. Low molecular weight heparin.

20

GUIDELINE STROKE 2004


2. Algoritma pemberian antikoagulan.
Stroke kardioembolik
Sken otak inisial

Infark hemoragik (+)

Infark hemoragik (-)


Calon antikoagulasi
Ya
Ulangi sken otak 48-72 jam lagi

Perdarahan (-)
Efek massa (-)

Infark luas
Efek massa (+)

Antikoagulan

Ulangi sken otak

Heparin
diteruskan warfarin

Infark hemoragik

Penilaian ulang
6 minggu lagi

7-10 hari lagi dan


Pertimbangkan lagi antikoagulan

21

GUIDELINE STROKE 2004

F. TATA CARA TERAPI


1. Untuk prevensi stroke berulang
a. Heparin :
Dosis awal 10.000 u/24 jam

Cek APTT
(Setelah 6 jam)

< 1,5 kali kontrol


dosis 12.500 u

Cek APTT
(Setelah 6 jam)

> 2,5 kali kontrol


dosis 7.500 u

Cek APTT
(Setelah 6 jam)

< 1,5 kali kontrol


dosis 15.000 u

> 2,5 kali kontrol


dosis 10.000 u

< 1,5 kali kontrol


dosis 10.000 u

> 2,5 kali kontrol


dosis 5.000 u

Dan seterusnya

Dan seterusnya

Dan seterusnya

Dan seterusnya

1,5 2,5 kali kontrol


Hari ke-3 tumpang tindih dengan antikoagulan oral
(sampai INR 2,0 3,0 atau trombotes (Owren) 10-20%)

NB : Perubahan dosis selama terapi dilakukan dengan perubahan kecepatan


infus.
b. Heparin berat molekul rendah (LMWH)
2 x 0,4 cc subkutan selama 5-7 hari
Monitoring trombosit hari 1 & 3 (jika < 100.000 tidak diberikan)

22

GUIDELINE STROKE 2004

c. Kumarin 16,17
i. Warfarin
: (pemberian malam jam 17.00 19.00)
Hari I
: 2 mg
Hari II
: 2 mg
Hari III
: periksa INR (jam 09.00 11.00), jika didapatkan :
INR 1,1 1,4
: dosis hari ke 3 (10-20% TDM)
Cek ulang INR 1 minggu kemudian
INR 1,5 1,9
: dosis hari ke 3 ( 5-10% TDM)
Cek ulang INR 2 minggu kemudian
INR 2,0 3,0
: tidak ada perubahan dosis
Cek ulang INR 4 minggu kemudian
INR 3,1 3,9
: Hari ke 3 dosis ( 5-10% TDM)
Cek ulang INR 2 minggu kemudian
INR 4,0 5,0
: stop antikoagulan, monitor INR
Sampai 3.0, pasien kontrol tiap hari
(TDM : Total Dosis Mingguan)
ii. Dikumarol :
Hari I
: 1 mg
Hari II
: 1 mg dst
Cara pemberian sama dengan warfarin (1 mg dikumarol = 2 mg
warfarin)
2. Untuk prevensi trombosis vena dalam 17
Heparin 2 x 5000 unit subkutan atau
Low Weight Molecular Heparin 2 x 0,3 cc subkutan selama 7-10 hari (tidak
perlu pemantauan APTT)
3. Untuk terapi trombosis vena serebral / vena dalam 17
(idem a)

G.

PEMANTAUAN

1. Efek terapetik :
APTT : 1,5 2,5 kali kontrol ( 5-10 hari)
Fibrilasi atrium non valvuler : INR 2-3 (target 2,5) seumur hidup
Trombus ventrikel kiri: INR 2-3 (target 2,5) 6 bulan
Infark miokard baru: INR 2-3 (target 2,5) 6 bulan
Katup jantung buatan: INR 3-4 (target 3,5) seumur hidup
2. Efek samping / komplikasi
a. Golongan heparin :
Trombositopeni akibat induksi heparin
Osteoporosis
Perdarahan
Idiosinkrasi
b. Antikoagulan oral :
Nekrosis kulit
Ruam kulit
Diare
Perdarahan ekimosis, hematom, epistaksis, perdarahan cerebral

23

GUIDELINE STROKE 2004

H. PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI 17
1.

Golongan heparin :
Stop heparin
Perdarahan berat : protamin sulfat 10-20 mg

2.

Golongan Kumarin :
Perdarahan :
Perdarahan minor
Perdarahan mayor

: lokal, dosis diturunkan


: stop warfarin
vitamin K 5-10 mg subkutan
FFP (fresh frozen plasma) bila terbukti
adanya Trombositopenia (<100.000)

I. INTERAKSI OBAT
1. Gangguan absorbsi : kolestiramin
2. Potensiasi :
Fenilbutason
Metronidazol
Trimetoprim-sulfametoksasol
Eritromisin
Steroid anabolik
Klofibrate
Simetidin
Flukonazol
Obat anti-inflamasi non steroid
3. Inhibisi
Barbiturat
Rifampisin
Penisilin
Griseofulvin

KEPUSTAKAAN
1. International Stroke Trial Collaborative Group. The International Stroke Trial
(IST) : A Randomized Trial of Aspirin, Subcutaneous Heparin, Both, or Neither
among 19435 patients with Acute Ischemic Stroke. Lancet 1997; 349: 15691581.
2. Adams HP, Brott TG, Crowell RM, et al. Guidelines for the Management of
Patients with Acute Ischemic Stroke. AHA Medical Scientific Statement 1994:
1901-1914.
3. Wolf PA, Claret CG, Easton JD, et al. Preventing Ischemic Stroke in Patients with
Prior Stroke and Transient Ischemic Attack: AHA Scientific statement. Stroke
1999; 30: 1991-1994.
4. Swanson RA. Intravenous Heparin for Acute Stroke; What We Learn from The
Megatrials?. Neurology 1999; 52: 1746-1750.
5. Sherman DG. Heparin and Heparinoids in Stroke. Neurology 1998;51 (Suppl 3):
S56-58
6. Feinberg WM. Anticoagulation for Prevention of Stroke. Neurology 1998;
51 (Suppl 30): S20-S22.

24

GUIDELINE STROKE 2004


7. Kay R, Wong KS, Yu YL, et al. Low-Molecular-Weight Heparin for The Treatment
of Acute Ischemic Stroke. N Eng J Med 1995;333: 1588-1593.
8. Bousser MG. Cerebral Venous Thrombosis: Nothing, Heparin, or Local
Thrombolysis? Stroke 1999; 30: 481-483.
9. CAST Collaborative group. CAST: Randomized Placebo-Controlled Trial of
Early Aspirin use in 20.000 patients with Acute Ischemic Stroke. Lancet 1997;
349: 1641-1649.
10. Lip GYH. Thromboprophylaxis for Atrial Fibrillation. Lancet 1999; 353: 4-6.
11. Pessin MS, Adams HP, Adams RJ, et al. Acute Intervention. AHA Conference
Proceedings. Stroke 1997; 38: 1518-1521
12. Brass LM. Current and Emerging Medical Management for Patients with TIA and
Minor Stroke. American Academy of Neurology 2003.
13. Feinberg WM. Anticoagulation for Prevention of Stroke. Neurology 1998; 51
(Suppl 3): S20-S22.
14. Albers GW, Easton JD, Sacco RL, et al. Antihrombotic and Thrombolysis
Therapy for Ischemic Stroke. Chest 1998; 114: 683S-698S.
15. Albers GW, Tijssen GP. Antiplatelet Therapy: New Foundation for Optimal
Treatment Decision. Neurology 1999; 53(Suppl 4): S25-S31.
16. Caplan LR. Oral Anticoagulation is An Appropriate therapy for Prevention of
Non-Cardioembolic Stroke in Carefully Selected Patients. AAN, 2003.
17. Alexander DN. Stroke Rehabilitation. AAN, 2003.

25

GUIDELINE STROKE 2004

BAB IV
PEDOMAN TROMBOLISIS rt-PA INTRAVENA
PADA STROKE ISKEMIK
A. LATAR BELAKANG

Trombolisis dengan rt-PA intravena secara bermakna meningkatkan keluaran


stroke pada penilaian 3 bulan pasca stroke pada kelompok penderita stroke
iskemik yang diseleksi ketat dan terapi diberikan dalam waktu 3 jam sejak
onset stroke 1-6.
Trombolisis dengan rt-PA intravena merupakan pengobatan stroke iskemik
akut satu-satunya yang disetujui oleh FDA sejak tahun 1996 karena terbukti
efektif membatasi kerusakan otak akibat stroke iskemik 7-12..
Selama 12 bulan pemantauan, pasien dengan stroke iskemik akut yang
diterapi dengan rt-PA dalam 3 jam onset stroke lebih banyak yang mengalami
cacat ringan atau tanpa cacat dibandingkan dengan yang diberi plasebo 13,14.
Komplikasi pendarahan intraserebral simtomatis hanya ditemukan pada 6,4%
pasien bila menggunakan protokol NINDS secara ketat 15.

B. PEDOMAN TROMBOLISIS DENGAN rt-PA INTRAVENA 16-19


1. Kriteria inklusi
Stroke iskemik akut yang onsetnya diketahui jelas dan tidak melebihi 3
jam.
Usia > 18 tahun ; < 75 tahun
Diagnosis stroke iskemik dibuat oleh ahli stroke dan sken tomografik otak
dibaca oleh ahli yang paham dengan penafsiran hasil pemeriksaan
imajing. Sebaiknya digunakan sken tomografik generasi 3 atau 4, dengan
tebal irisan 5-10 mm tanpa kontras. Waktu sken 3 detik untuk fossa
posterior dan 2 detik untuk daerah supratentorial. 18
Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau keluarganya setelah
diterangkan risiko bahaya perdarahan dan keuntungan pengobatan rt-PA
Memenuhi kriteria eksklusi.
2. Kriteria eksklusi
Penggunaan obat antikoagulansi oral atau waktu protrombin lebih dari 15
detik (INR lebih dari 1,7)
Penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya dan masa tromboplastin
parsial memanjang.
Trombosit kurang dari 100.000/mm
Stroke sebelumnya atau trauma kapitis hebat dalam waktu 3 bulan
sebelumnya.
Operasi besar dalam waktu 14 hari
Tekanan darah sistolik sebelum pengobatan lebih dari 185 mmHg atau
tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg. Bila tekanan darah sistolik dan
diastolik melebihi tersebut diatas dapat dilihat pada penatalaksanaan
penyulit tekanan darah. 19
Tanda tanda neurologis yang cepat membaik.
Defisit neurologis ringan dan tunggal, seperti ataksia atau gangguan
sensorik saja, disartria saja, atau kelemahan minimal.

26

GUIDELINE STROKE 2004

Riwayat perdarahan intrakranial sebelumnya atau perkiraan perdarahan


subarakhnoid.
Glukosa darah kurang dari 50 mg/dl atau lebih dari 400 mg/dl.
Kejang pada permulaan stroke.
Perdarahan gastro intestinal atau urin dalam waktu 21 hari.
Infark miokard baru.
Hati hati pemberian rt-PA pada penderita stroke berat (NIHSS > 22).
Permulaan stroke tidak dapat dipastikan, misalnya stroke setelah bangun
tidur.

3. Protokol

4.

Lakukan CT scan otak dan buat ekspertise segera.


Pasang jalur intravena perifer (pada dua lokasi terpisah).
Periksa hitung darah lengkap, panel kimia darah, masa protrombin &
masa tromboplastin parsial, dan urinalisis.
Pastikan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Timbang berat badan pasien
Berikan rt-PA sebagai berikut :
Rt-PA intravena 0,9 mg/kg berat badan (maksimum 90 mg), 10% dari
dosis diberikan sebagi bolus pada menit pertama, dan sisanya 90%
diberikan sebagai infus terus menerus selama 60 menit.
Monitor adanya perdarahan dan perburukan neurologis
Observasi di ICU selama 24 jam
Monitor tekanan darah, monitoring yang teliti dari tekanan darah arterial
selama 24 jam pertama pemberian rt-PA (lihat bab I).
Jangan lakukan pungsi arteri, prosedur invasif, atau suntikan IM selama
24 jam pertama
Pengukuran vena sentralis dan pungsi arterial dibatasi selama 24 jam
pertama
Pemasangan kateter dauer harus dihindari bila mungkin selama 24 jam
pertama setelah pengobatan
Lakukan sken tomografik otak 24 jam pasca-infus sebelum pemberian
antikoagulan untuk mencegah rekanalisasi atau dilakukan lebih awal jika
terjadi perburukan neurologis
Penatalaksanaan penyulit perdarahan bila ada.

Tatalaksana Penyulit
i.

Penatalaksaan hipertensi pada pasien yang mendapat terapi


trombolisis rt-PA intravena

Pantau tekanan darah selama 24 jam pertama setelah mulai


pemberian rt-PA.
o Tiap 15 menit selama 2 jam setelah mulai infus, lalu
o Tiap 30 menit selama 6 jam, lalu
o Tiap 60 menit selama 24 jam.
Bila tekanan sistolik 180-230 mm Hg, atau bila tekanan diastolik 105120 mm Hg pada 2 atau lebih pembacaan selang 5-10 menit:
o Berikan labetalol 10 mg intravena selama 1-2 menit. Dosis dapat
diulang atau digandakan tiap 10-20 menit sampai dosis total 150
mg atau berikan bolus pertama diikuti labetalol drip 2-8 mg/menit.

27

GUIDELINE STROKE 2004


Pantau tekanan darah tiap 15 menit waktu pengobatan labetalol
dan perhatikan timbulnya hipotensi
Bila tekanan sistolik lebih dari 230 mm Hg atau bila tekanan diastolik
antara 121-140 mm Hg pada 2 atau lebih pembacaan selang 5-10
menit:
o Berikan labetalol 10 mg intravena selama 1-2 menit. Dosis dapat
diulang atau digandakan tiap 10 menit sampai dosis total 150 mg,
atau berikan bolus pertama diikuti oleh labetalol drip 2-8 mg/menit.
o Pantau tekanan darah tiap 15 menit waktu pengobatan labetalol
dan perhatikan timbulnya hipotensi.
o Teruskan pantau tekanan darah secara kontinyu
Bila tekanan diastolik lebih dari 140 mm Hg pada 2 atau lebih
pembacaan 5-10 menit:
o Infus natrium nitroprusid (0.5-10 g/kg per menit).
o Pantau tekanan darah tiap 15 menit selama infus natrium
nitroprusid dan awasi timbulnya hipotensi.
o

Catatan : Bila labetalol tidak tersedia, alternatif lain adalah:


1. Nikardipin infus kontinyu.
2. Diltiazem infus kontinyu
3. Nimodipin infus kontinyu.
(lihat bab pengobatan hipertensi pada stroke iskemik akut )
ii. Terapi penyulit pendarahan pasca trombolisis

Penyulit pendarahan dapat:


o Langsung mengenai susunan saraf pusat, atau
o Mengenai lain-lain organ.
Prosedur :
o Hentikan infus obat trombolitik,
o Ambil contoh darah untuk pemeriksaan : hemoglobin, hematokrit,
fibrinogen, masa protrombin/ INR, masa tromboplastin parsial dan
trombosit.
o Siapkan transfusi darah (PRC), FFP (fresh frozen plasma),
kriopresipitat atau trombosit atau darah segar bila perlu.
o Berikan FFP 2 unit setiap 6 jam selama 24 jam
o Berikan kriopresipitat 5 unit. Jika fibrinogen < 200 mg% diulangi
pemberian kriopresipitat
o Berikan trombosit 4 unit
o Sken tomografik otak segera
o Konsul ahli bedah bila diperlukan dekompresi

KEPUSTAKAAN
1. The National Institute of Neurological Disorders and Stroke rt-PA Stroke Study
Group. Tissue Plasminogen Activator for Acute Ischemic Stroke. N Eng J Med
1995; 333: 1581-1587.
2. Wytik RJ, Pessin MS, Kaplan RF, et al. Serial Assessment of Acute Stroke using
The NIH Stroke Scale. Stroke 1994; 25: 362-365.
3. Hack W, kaste M, Fieschi C, et al. Intravenous Thrombolysis with Recombinant
Tissue Plasminogen Activator for Acute Hemispheric Stroke; The European
Cooperative Acute Atroke Study (ECASS). JAMA 1995; 274: 1017-1025.

28

GUIDELINE STROKE 2004


4. Hacke W, Kaste M, Fieschi C, et al. Randomized Double Blind, PlaceboControlled Trial of Thrombolysis Therapy with Intravenous Alteplase in Acute
Ischemic Stroke (ECASS II). Lancet 1998; 352: 1245-1251.
5. Lyden PD, Gortta JC, Levine SR, et al. Intravenous Thrombolysis for Acute
Stroke. Neurology 1997; 49: 14-29.
6. Albers GW, Clark WM, Madden KP, et al: ATLANTIS Trial: Results for Patients
Treated within 3 hours of Stroke onset. Stroke 2002; 33:493-496.
7. Caplan LR. Thrombolysis-Which patients, How, and When. American Academy
of Neurology 1999; 7FC.002: 75-82.
8. Hacke W, Brott T, Caplan L, et al. Thrombolysis in Acute Ischemic Stroke:
Controlled Trials and Clinical Experience. Neurology 1999; 53(Suppl 4): S3-S14.
9. Buchan AM, Barber PA, Newcommon N, et al. Effectiveness of t-PA in Acute
Ischemic Stroke. Neurology 2000, 54: 679-684.
10. The ATLANTIS, ECASS, and NINDS Study Group Investigators: Better
Outcomes from Early Stroke Treatment: A Pooled Analysis of the ATLANTIS,
ECASS, and NINDS rt-PA Stroke Trials. Presented at the 27 th International
Stroke Conference; Feb. 9, 2002; San Antonio.
11. The NINDS t-PA Stroke Study Group: Generalized Efficacy of t-PA for Acute
Stroke: Subgroup Analysis of The NINDS t-PA Stroke Trial. Stroke 1997;
28:2109-2118.
12. Wardlaw JM: Overview of Cochrane Thrombolysis Meta-analysis. Neurology
2001; 57 (Suppl 2): S69-S76.
13. Kwiatkowski TG, Libman RB, Frankel M, et al. Effects of Tissue Plasminogen
Activator for Acute Ischemic Stroke at One year. N Eng J Med 1999; 340: 1781-7.
14. Tanne D, Bates VE, Verro P, et al. Initial Clinical Experience with IV Tissue
Plasminogen Activator for Acute Ischemic Stroke: A Multicenter Survey.
Neurology 1999; 53: 424-427.
15. Pessin MS, Adam HP, Adams RJ, et al. AHA Scientific Statements: Stroke Acute
Interventions. Stroke 1997; 28: 1518-1521.
16. Adams HP, Brott TG, Furlan AJ, et al. Guidelines for Thrombolytic Therapy for
Acute Stroke: a Supplement to The Guidelines for The Management of Patients
with Acute Ischemic Stroke. Circulation 1996; 94: 1167-1174.
17. Zivin JA. Thrombolytic Stroke Therapy: Past, Present, and the Future. Neurology
1999; 53: 14-19.
18. Patel SC, Levine SR, Tilley BC, et al: Lack of Clinical Significance of Early
Ischemic Changes on Computed Tomography in Acute Stroke. JAMA 2001;
286:2830-2838.
19. Brott T, Lu M, Kothari, et al. Hypertension and Its Treatment in the NINDS rt-PA
Stroke Trial. Stroke 1998; 29: 1504-1509.

29

GUIDELINE STROKE 2004

BAB V
PERANAN NEUROPROTEKTAN PADA STROKE AKUT
A. LATAR BELAKANG

Pengobatan strok iskemik secara strategis ditujukan kepada 2 dasar :


(1). Pemulihan aliran darah otak (ADO) dan (2). Perlindungan terhadap sel otak
(neuroproteksi). Maka upaya neuroproteksi untuk mencegah terjadinya/
meluasnya infark otak adalah dengan pemberian obat-obatan neuroprotektan
sesegera mungkin dalam masa tertentu (jendela terapi /therapeutic window).
Pada strok iskemik terdapat daerah yang mengalami penurunan aliran darah
otak regional yang dikenal sebagai penumbra, daerah ini apabila tidak segera
diobati akan berakibat terjadinya perluasan kematian sel otak (infark otak).
Dikenal dua jenis obat-obat neuroproteksi yang didasarkan pada patogenegis
kerusakan sel otak yaitu (1). Neuroprotektan yang mencegah kematian sel akibat
iskemik injuri. (2). Neuroprotektan yang mencegah kematian sel akibat reperfusi
injuri.
Sampai saat ini penggunaan neuroprotektan masih kontroversial.

B. JENIS-JENIS NEUROPROTEKTAN
1. Neuroprotektan untuk mencegah Early Ischemic Injury 1,2,3,4,5.
Antagonis NMDA (N-methyl D-Aspartate)
Semua obat antagonis NMDA yang telah diuji coba tidak memberikan
manfaat. Yang sedang diuji coba sampai fase III adalah magnesium dengan
dosis 16 mmol MgSO4 diberikan dalam 15 menit, diikuti 65 mmol selama 24
jam pada penderita stroke 12 jam sejak awal serangan (IMAGES :
Intravenous Magnesium Efficacy in Stroke)
Antagonis AMPA.
Lebih aman dibanding antagonis NMDA, saat ini masih dalam penelitian fase
II.
Na channel blocker, belum ada yang efektif.
K channel modulator, masih diuji coba.
BMS-204352. dalam trial fase III, BMS CNS-123-010 dalam penelitian.
POST (Potasium Channel Opener Stroke Trial)
Ca channel blocker, belum ada yang efektif.
Free radical scavenger.
Ebselen ( benzisosenasol). Dari uji klinis terbatas memperlihatkan perbaikan
pada stroke.6
Agonis GABA.
Chlometiazole, pada uji coba fase III pada stroke iskemik luas memberikan
perbaikan, sedangkan pada stroke hemoragik, iskemik dan pada pasien yang
diobati dengan tPA masih diuji coba (CLASS-IHT: The Chlomethiazole Acute
Stroke Study in Ischemic, Hemorrhagic, and tPA-treated patient)
Stabilisasi membran (lihat poin C) 7
a. Citicholin.
b. Piracetam.
2. Neuroprotektan untuk mencegah Reperfusion Injury
Abciximab.

30

GUIDELINE STROKE 2004

C. OBAT-OBAT GOLONGAN NEUROPROTEKTAN YANG TERDAPAT DI


INDONESIA
a. Piracetam (2 oxo-1-pyrolidine acetamide) 7

Mekanisme kerja:
o Pada level neuronal :
- Berkaitan dengan kepala polar phospholipid membran 8,9,10
- Memperbaiki fluiditas membran sel. 7,8,9,10
- Memperbaiki neurotransmisi 7,9,
- Menstimulasi adenylate kinase yang mengkatalisa konversi
ADP menjadi ATP 11
o Pada level vaskular :
- Meningkatkan deformabilitas eritrosit 12, maka aliran darah
otak meningkat
- Mengurangi hiper-agregasi platelet 9,11
- Memperbaiki mikrosirkulasi 9,11

Farmakokinetik: 11
Piracetam diabsorbsi sempurna setelah pemberian oral. Kosentrasi
puncak
dalam plasma dicapai dalam waktu 3040 menit, dan
bioavailabilitas oral 100%. Waktu paruh eliminasi 56 jam, namun dapat
meningkat pada usia lanjut terutama pada mereka dengan berbagai
penyakit. Piracetam diekskresi melalui urine secara utuh lebih dari 98 %
Indikasi:
Strok iskemik akut dalam 7 jam pertama dari onset stroke 13
Kontra indikasi :
o Hipersensitivitas terhadap piracetam
o Penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat (creatinine
clearance < 20 ml/menit)
o Perlu perhatian khusus pada pasien dengan stroke hemoragik dan
gangguan immunitas.
Efek samping:
Gelisah, irritabilitas, insomnia, ansietas, tremor, dan agitasi.
Dosis dan cara pemberian :
Pemberian pertama 12 gram perinfus habis dalam 20 menit, dilanjutkan
dengan 3 gram bolus intravena per 6 jam atau 12 gram/24 jam dengan
drip kontinyu sampai dengan hari ke 4. Hari ke 5 sampai dengan akhir
minggu ke 4 diberikan 4,8 gram 3 kali per hari per oral. Minggu ke 5 12
diberikan 2,4 gram 2 kali sehari peroral 13

b. Citicholin (cytidine-5 diphosphocholine) 14

Mekanisme kerja dan farmakologik:


o Pada level neuronal:

Mekanisme kerja utama citikoline adalah meningkatkan


pembentukan
choline
dan
menghambat
pengrusakan
phosphatydilcholine (menghambat phospholipase) 14,15.
Pada metabolisme neuron meningkatkan ambilan
glukosa,
menurunkan pembentukan asam laktat, mempercepat pembentukan
asetilkolin dan menghambat radikalisasi asam lemak dalam
keadaan iskemia 13.

Meningkatkan biosintesa dan mencegah hidrolisis kardiolipin 14

31

GUIDELINE STROKE 2004

Memelihara asam arachidonat terikat pada fosfatidilkolin


Merangsang pembentukan glutation 14,15 yang merupakan
antioksidan endogen otak terhadap radikal bebas hidrogen
peroksida dan lipid peroksida 14

Mengurangi peroksidasi lipid

Mengembalikan aktivitas Na+/ K+ ATP ase 14


o Pada level vaskular.
Meningkatkan aliran darah otak.
Meningkatkan konsumsi O2.
Menurunkan resistensi vaskuler.
Farmakokinetik: 14
o Absorbsi oral hampir 100%, diserap dalam bentuk cytidine dan
choline
o Bioavailabilitas oral dan i.v. sama.
o Brain up take 30 menit .
o T-max 6 jam.
o Hasil akhir metabolisme citicoline adalah asetilkolin, glutation, dan
phosphatidylcholine.
Indikasi:
o Strok iskemik dalam < 24 jam pertama dari onset 7,14,16
o Strok hemoragik intraserebral.
Kontra indikasi:
Penderita yang hipersensitifitas terhadap citicholine.
Peringatan dan perhatian:
o Dalam keadaan akut dan gawat, citicoline harus diberikan bersamasama dengan obat-obat yang dapat menurunkan tekanan intrakranial
atau obat hemostatik, suhu badan dijaga agar tetap rendah.
o Pada strok hemoragik intraserebral jangan memberikan citicholine
dosis lebih dari
500 mg sekaligus, jadi harus dosis kecil 100 mg
200 mg, 2 3 kali sehari.
o Pemberian secara intravena harus perlahan-lahan.
Efek samping:
o Reaksi hipersensitif : ruam kulit.
o Insomnia, sakit kepala, pusing, kejang, mual, anoreksia, nilai fungsi
hati abnormal pada pemeriksaan laboratorium, diplopia, perubahan
tekanan darah sementara dan malaise.
Dosis dan cara pemakaian:
Bisa diberikan dalam 24 jam sejak awal stroke.
Untuk strok iskemik :250 1000 mg/hari, i.v. terbagi dalam 2 3 kali/hari
selama 2 14 hari,
Untuk stroke hemoragik : 150-200 mg/hari, i.v, terbagi dalam 2-3 kali/hari
selama 2 14 hari 5,12

KEPUSTAKAAN
1. American Academy of Neurology, Neurology 2001; 57; 1592 1602.
2. Diener, HC, AlKhadedr. et al. Treatment of Acute Ischemic Stroke with The Lowaffinity, Use-Dependent NMDA Antagomist AR-R15896AR. A Safety and
Tolerability Study. Journal of Neurology, 2002,5: 561-568.
3. Goldberg MP. Cellular Mechanism of Brain Injury in Stroke is Glutamate
Excitotoxicity still Useful Concept ?, American Annual of Neurology, 2002.
4. Pettigrew C. Neuroprotection, American Annual of Neurology, 2003
5. American Neurological Association, Ann Neurol 2000; 48; 713 722

32

GUIDELINE STROKE 2004


6. Yamaguchi et al. Ebelen in Acute Ischemic Stroke. Stroke 1998; 29: 12-17.
7. Wahlgren N.G.,Thoren M. Neuroprotective Therapy. In : Current Review of
Cerebrovascular. 3rd Edition. Butterworth Heinemann. 1999: 173 183.
8. Peuvot J, Schank A, Deleers M, et al, Piracetam Induced Changes to Membrane
Physical Properties, 1995, Biochemical Pharmacology, vol.50 (8), 1129-1134.
9. Muller W.E., Koch., Scheuer K., et al. Effects of Pyracetam on Membrane Fluidity
in The Aged Mouse, Rat, and Human Brain, 1997, Biochemical Pharmacology,
vol 53, 135-140
10. Muller W.E., Eckert A. Pyracetam : Novelty in Unique Mode of Action, 1999,
Pharmacopsychiatry, Supp 1, Vol.32, 2-9.
11. Vernon M.W. Sorkin.E.M. Piracetam : An Overview of Its Pharmacological
Properties and A Review of Its Therapeutic Use in Senile Cognitive Disorder,
1991 Drugs and Aging (1) : 1735.
12. Clark W.M. et al. A Randomized Dose-Response Trial of Cyticholine in Acute
Ischemic Stroke Patients. Neurology 1997; 671 678.
13. Orgogozo,JM. Pyracetam Acute Stroke Study (PASS), 1977.
14. Adibhatla R.M., Hatcher J.F., Dempsey R.J. Cyticholine : Neuroprotective
Mechanisms in Cerebral Ischemia. Journal of Neurochemistry, 2002.80: 12 23.
15. Adibhatla R.M.,Hatcher J.F., Dempsey R.J. Effects of Citicoline on Phospholipid
and Glutathione Levels in Transient Cerebral Ischemia. Stroke, 2000;32: 2376
2381.
16. Clark W.M et al. Randomized Efficacy Trial of Citicoline in Patients With Acute
Ischemic Stroke, 1999; 30: 2592 2597.
17. Department of Medicine, Kitasato Univ. Sagamihara : Stroke 1988; 19 :211 216.
18. International Society for Neurochemistry, Journal of Neurochemistry 2002;
80;1223
19. Nagy I. Zs, The Membrane Hypothesis of Aging; Its Relevance to Recent
Progress in Genetic Research, 1997, J.Mol Med, 75: 703-714.
20. Waegemans, T. Colin R.W., Danniau A., et al. Clinical Efficacy of Pyracetam in
Cognitive Impairment: A Meta-Analysis, 200. Dement Geriatr Cogn Disord
13:217-227.

33

GUIDELINE STROKE 2004

BAGIAN KEDUA

PREVENSI STROKE

34

GUIDELINE STROKE 2004

BAB VI
GAYA HIDUP SEHAT UNTUK PREVENSI STROKE
A. LATAR BELAKANG 1-3

Stroke adalah akibat dari berbagai penyakit dan keadaan yang banyak
berhubungan dengan gaya hidup.
Gaya hidup ini berupa perilaku dan
lingkungan penyandangnya.
Perilaku tergambar dalam kebiasaan hidup sehari-hari seperti : pola makan,
kebersihan perorangan, pola hidup dan perilaku terhadap upaya kesehatan.
Berbagai usaha pelaksanaan gaya hidup sehat terkait dengan upaya promotif
dan preventif tanpa melupakan tindakan kuratif dan rehabilitatif.
Hal ini sejalan dengan UU No. 23 pasal 3 yang menyebutkan bahwa tujuan
pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.

B. MENGATUR POLA MAKAN YANG SEHAT. 4-12


1.

Makanan yang membantu menurunkan kadar kolesterol.


Serat larut yang banyak terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah,
bulgur, jagung dan gandum.
Oat (=beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL,
menurunkan tekanan darah dan menekan nafsu makan bila dimakan di
pagi hari (memperlambat pengosongan usus).
Kacang kedele beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum,
menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida tetapi tidak
mempengaruhi kadar kolesterol HDL
Mekanisme kerja : menambah ekskresi asam empedu, meningkatkan
aktivitas estrogen dari isoflavon, memperbaiki elastisitas arterial dan
meningkatkan aktivitas antioksidan yang menghalangi oksidasi LDL.
Kacang-kacangan (termasuk biji kenari dan kacang mede): menurunkan
kolesterol LDL dan mungkin mencegah aterosklerosis.

2. Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke.


Makanan/zat yang membantu memecah homosistein seperti asam folat,
vitamin B6, B12 dan riboflavin.
Susu dan kalsium mempunyai efek protektif terhadap stroke.
Ikan terutama ikan yang berlemak seperti ikan tuna dan salmon,
mengandung omega-3, eicosapentenoic (EPA) dan docosahexonoic acid
(DHA) yang merupakan pelindung jantung dengan efek melindungi
terhadap risiko kematian mendadak, mengurangi risiko aritmia,
menurunkan kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan adesi
platelet, sebagai prekursor prostaglandin, inhibisi sitokin, anti inflamasi
dan stimulasi NO endothelial. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 2
kali/minggu.
Makanan yang kaya vitamin C, E dan beta karoten seperti yang banyak
terdapat pada sayuran, buah-buahan dan biji-bijian adalah sebagai
sumber antioksidan.
Teh hitam maupun hijau
Buah-buahan dan sayuran.
o Sayuran hijau dan jeruk : menurunkan risiko stroke

35

GUIDELINE STROKE 2004


o
o
o

Sumber kalium. Kalium merupakan prediktor yang kuat untuk


mencegah mortalitas akibat stroke.
Apel (mengandung quercetin dan phyto-nutrient) : menurunkan risiko
stroke.
Diet kaya buah-buahan dan sayuran akan menurunkan level
homosistein dan mengandung banyak antioksidan (vitamin C,E dan
beta karoten).

3. Rekomendasi tentang makanan :


Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium (<6 gram/
hari).
Meminimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans
fatty acids seperti kue-kue, krakers, makan yang digoreng dan mentega.
Mengutamakan makanan yang mengandung polyunsaturated fatty acids,
monounsaturated fatty acids, makanan berserat dan protein nabati.
Nutrient harus diperoleh dari makanan, bukan suplemen.
Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu seimbang.
Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal.
Hindari makanan dengan densitas kalori rendah dan kualitas nutrisi
rendah.
Sumber lemak hendaknya berasal dari sayuran, ikan, buah polong dan
kacang-kacangan
Utamakan makanan yang mengandung polisakarida seperti nasi, roti,
pasta, sereal dan kentang dari pada gula (monosakarida dan disakarida)

C. MENGHENTIKAN ROKOK. 3,7


Merokok menyebabkan peninggian koagubilitas, viskositas darah, meninggikan
level fibrinogen, mendorong aggregasi platelet, meninggikan tekanan darah,
menaikkan hematokrit dan menurunkan HDL.

D. MENGHINDARI MINUM ALKOHOL DAN PENYALAHGUNAAN OBAT.3,7


Penyalahgunaan obat seperti kokain, heroin, penilpropanolamin dan
mengkonsumsi alkohol dalam dosis berlebihan dan jangka panjang (abuse
alcohol) akan memudahkan terjadinya stroke.

E. MELAKUKAN OLAH RAGA YANG TERATUR.6,7,9,10,12,16,17.


Melakukan aktivitas fisik yang mempunyai nilai aerobik (jalan cepat, bersepeda,
berenang dll) secara teratur (minimum 3 kali perminggu untuk dewasa, tiap kali
20 30 menit) akan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki kontrol
disabetes, memperbaiki kebiasaan makan dan menurunkan berat badan.
Efek biologis : penurunan aktivitas platelet, reduksi fibrinogen plasma dan
menaiknya aktivitas tissue plasminogen activator dan konsentrasi HDL.

F. MENGHINDARI STRES DAN BERISTIRAHAT YANG CUKUP.1,3,7.


Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6 8 jam sehari.
Mengendalikan stress dengan cara berpikir positif sesuai dengan jiwa sehat
menurut WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan
mendekatkan diri pada Tuhan YME.
Tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah.

36

GUIDELINE STROKE 2004

KEPUSTAKAAN.
1. Pedoman Umum Kampanye Gaya Hidup Sehat. Depkes RI. Pusat Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat. 1977.
2. Department of Health and Human Services. Healthy People 2010, Understanding
and Improving Health US. 2000.
3. Pusat Penyuluhan Kes Mas Depkes RI. Paradigma Sehat, menuju Indonesia
sehat 2010. Jakarta. 1999.
4. Boushey et al. A Quantitative Assessment of Plasma Homocystein as a Risk
Factor for Vascular Disease. Probable Benefits of Increasing Folic Acid Intakes.
JAMA,1995;274: 1049- 1057.
5. Iso et al. Intake of Fish and Omega-3 Fatty Acids and Risk of Stroke in Women.
JAMA,2001; 285: 304- 312.
6. Bogousslavsky et al. Arterial Wall Disease and Stroke Prevention.
Cerebrovascular Dis. 2000; 10 (supl 3):12-21.
7. Goldstein LB, Adams R, Becker K, et al. Primary Prevention of Ischemic Stroke :
A Statement for Healthcare Professionals from the Stroke Council of the
American Heart Association. Stroke. 2001; 32; (1) : 280-99.
8. Krauss RM, Eckel RH, Howard B, et al. AHA Dietary Guidelines Revision 2000: A
Statement for Healthcare Professionals From the Nutrition Committee of the
American Heart Association. Stroke. 2000;31:2751.
9. Pearson et al AHA Guidelines for Primary Prevention of Cardiovascular
Diseases and Stroke: 2002 Update. Circulation, 2002; 106: 388-391.
10. Krishner HS. South Med J, 2003; 96(4): 354-358.
11. Clinical Nutrition Update 2001. Simposium Sehari. Jakarta. 2001.
12. WHO. Global Strategy on Diet. Physical Activity and Health, 2002.
13. May et al. Dietary Folate May Reduce Stroke Risk. Stroke,2002;33:7-12.
14. Ahmad SA. Pengaruh Program Edukasi Keluarga Terhadap Pemulihan Penderita
Stroke Akut. (disertasi). Bandung, Program Pasca Sarjana UNPAD Bandung,
1977.
15. Gorelick et al. Prevention of First Stroke: A Review of Guidelines and A
multidisciplinary Consensus Statement from the National Stroke Association.
JAMA 1999; 1112-1120.
16. Hu et al. Physical Activity and Risk at Stroke in Women. JAMA,2000; 283: 29612967.
17. Suyono H. Gerakan Gaya (pola) Hidup Sehat. YATROKI,2003.

37

GUIDELINE STROKE 2004

BAB VII
PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO
PADA PENCEGAHAN SEKUNDER STROKE
A. LATAR BELAKANG
Resiko stroke meningkat seiring dengan beratnya dan banyaknya faktor risiko. 1
Data epidemiologi menyebutkan risiko untuk timbulnya serangan ulang stroke
adalah 30% dan populasi yang pernah menderita stroke memiliki kemungkinan
serangan ulang adalah 9 kali dibandingkan populasi normal. 2
Upaya untuk mencegah serangan ulang stroke perlu mengenal dan mengontrol
faktor risiko dan kalau perlu merubah faktor risiko tersebut.

B. PENGGOLONGAN FAKTOR RISIKO.

1,2,3

1. Tidak dapat dimodifikasi


Usia
Jenis kelamin
Herediter
Ras/etnik
2. Dapat dimodifikasi
Riwayat stroke
Hipertensi
Penyakit jantung
Diabetes melitus
Penyakit karotis asimptomatis (stenosis karotis)
Transient ischemic attack (TIA)
Hiperkolesterol
Penggunaan kontrasepsi oral
Obesitas
Merokok
Alkoholik
Penggunaan narkotik
Hiperhomosisteinemia
Antibodi anti fosfolipid
Hiperurisemia
Peninggian hematokrit
Peninggian kadar fibrinogen

C. PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO.


1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
tidak dapat dirubah
dapat dipakai sebagai petanda (marker) stroke pada seseorang.

38

GUIDELINE STROKE 2004


2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi 2
a. Hipertensi. 4
Rekomendasi:
i. Mengupayakan tekanan darah sistolik < 140 mmHg; diastolik < 90
mmHg.
ii. Modifikasi gaya hidup : kontrol berat badan, aktivitas fisik, hindari
minum alkohol, dan diet mengandung natrium sedang (100mmol/hari).
iii. Bila setelah modifikasi gaya hidup TD masih tetap >140/90 mmHg atau
TD > 180/100 tambahkan obat anti hipertensi
b. Fibrilasi atrium 5

Krakteristik pasien
Usia < 65 tahun, tidak ada
faktor risiko *
Usia < 65 tahun, dengan faktor
risiko *
Usia 65-75 tahun, tidak ada
faktor risiko*
Usia 65-75 tahun, dengan faktor
risiko*
Usia > 75 tahun dengan atau
tanpa faktor risiko*

Rekomendasi
Aspirin
Warfarin (INR 2.5; range 2.0-3.0)
Aspirin atau warfarin
Warfarin (INR 2.5; range 2.0-3.0)
Warfarin (INR 2.5; range 2.0-3.0)

* Faktor risiko AF : hipertensi, diabetes mellitus, fungsi ventrikel kiri jelek,


penyakit katup mitral rematik, riwayat TIA/stroke, emboli sistemik atau
stroke, katup jantung buatan.
c. Diabetes mellitus 6
Rekomendasi:
Mengontrol dan mengendalikan kadar gula darah dengan cara diet,
obat antidiabetika oral, insulin;
Mengobati hipertensi bila ada.

39

GUIDELINE STROKE 2004


d. Riwayat TIA (Transient Ischemic Attack) atau stroke 7-10

Karakteristik pasien

Tanpa antiplatelet
sebelumnya

Dengan aspirin
sebelumnya

Dengan antiplatelet
monoterapi
sebelumnya

Rekomendasi
Aspirin 75-150 mg perhari, atau
Dipiridamol SR 200 mg + aspirin 25 mg
2 kali sehari, atau
Ticlopidin 250 mg 2 kali sehari, atau
Clopidogrel 75 mg perhari
Dipiridamol SR 200 mg/aspirin 25 mg
2 kali sehari, atau
Ticlopidine 250 mg 2 kali sehari, atau
Clopidogrel 75 mg perhari
Warfarin, target 2.0-3.0 atau
Ticlopidine atau clopidogrel dengan
dikombinasikan dengan aspirin.

e. Dislipidemia. 11,12

Karakteristik

Rekomendasi

Evaluasi awal (tidak ada PJK)


- CT <200 mg% & HDL > 35 mg%

- Ulangi pemeriksaan CT & HDL


dalam 6 bulan 1 tahun
CT < 200 mg% & HDL< 35 mg % - Analisis lipoprotein
- Modifikasi diet, evaluasi ulang
CT 200-239 mg% & HDL > 35
**
3 - 6 bulan
mg % & < 2 faktor risiko PJK
- Analisis lipoprotein
CT 200-239 mg% & HDL < 35
mg% atau < 2 faktor risiko PJK**
- Analisis lipoprotein
CT > 240 mg %

Evaluasi LDL
- Tanpa PJK & < 2 faktor risiko
PJK**

- Tanpa PJK tetapi mempunyai > 2


faktor risiko PJK**
- Dengan PJK atau penyakit
aterosklerotik lainnya

Turunkan LDL < 160 gm% :


modifikasi diet selama 6 bulan,
terapi obat-obatan bila LDL > 190
mg%
Turunkan LDL < 130 mg% :
modifikasi diet selama 6 bulan,
terapi obat-obatan bila LDL > 160
mg%
Diet selama 6- 12 minggu, bila
LDL > 130 mg%, berikan obatobatan

**

Faktor risiko PJK : Laki-laki > 45 tahun; wanita > 55 tahun atau
menopause dini tanpa terapi hormonal, riwayat keluarga dengan PJK
prematur, merokok, hipertensi, HDL < 35 mg %, diabetes melitus.
CT = Cholesterol total; HDL = High Density Lipoprotein; PJK = Penyakit
Jantung Koroner

40

GUIDELINE STROKE 2004


f.

Faktor risiko lainnya.7,12

Faktor risiko
Obesitas

Kontrasepsi oral

Merokok
Pencandu alkohol
Kecanduan obat
Hiperhomosisteinemia

Sindrom antifosfolipid

Penyakit sel sabit


(sickle cell anemia)
Stenosis karotis
asimptomatis

Rekomendasi
Turunkan berat badan (BMI < 30 kg/m2)
Garis lingkar pinggang usahakan < 35 inci
(84 cm) untuk wanita dan < 40 inci (96 cm)
untuk laki-laki.
Hentikan pemakaian kontrasepsi oral pada
wanita yang mempunyai faktor risiko
tambahan lain (merokok atau riwayat
tromboemboli sebelumnya)
Anjurkan pasien dan keluarga untuk
berhenti merokok
Dianjurkan untuk menghindari dan berhenti
minum alkohol
Hentikan dan evaluasi kesehatan penderita
Turunkan sampai < 16 umol/L (berikan
asam folat 400 ug/hari, B6 1.7 mg/hari, B12
2.4 mg/hari, diutamakan dalam bentuk
sayur, buah-buahan, tumbuhan polong,
daging, ikan, beras fortified dan biji-bijian.
Kumarin (INR 2.5) jangka panjang
Pada keguguran berulang berikan aspirin
75 mg/hari dengan dosis rendah 2 x 5000 u
UFH (unfractioned heparin)
Skrining TCD tiap 6 bulan
Transfusi
Lihat bab IV.

TCD = Transcranial Doppler; BMI = Body Mass Index.

KEPUSTAKAAN.
18. Sacco RL. Risk Factor, Outcomes, and Stroke Subtypes for Ischemic Stroke.
Neurology. 1997 ; 49 (5Suppl 4) : S39-44.
19. Boden-Albala B, Sacco RL. Modifiable Risk Factors for Stroke: Hypertension,
Diabetes Mellitus, Lipids, Tobacco use, Physical Inactivity, and Alcohol. In:
Gorelick PB, Alter MA (eds): The Prevention of Stroke. Parthenon Publishing,
New York, 2002, pp 21-37.
20. Fayad P. Identifying and Managing Stroke Risk Factors. New Haven, CT. Yale
University School of Medicine. AAN 2001; 7FC.003-1-15.
21. Sacco RL. Blood Pressure Management for Secondary Stroke Prevention. AAN,
2003
22. Lip GYH. Thromboprophylaxis for Atrial Fibrillation. The Lancet 1999; 353: 4-6.
23. Gorelick PB et al. Prevention of First Stroke: A Review of Guidelines and A
multidisciplinary Consensus Statement from the National Stroke Association.
JAMA 1999; 1112-1120.
24. Greaves, 1999
25. Ray 1997,

41

GUIDELINE STROKE 2004


26. Levine RL, Dixit SN, Dulli DA et all. Aspirin Failures, Clopidogrel Added to
Aspirin, and Secondary Stroke Prevention in Veterans Presenting with TIA or
Mild-to-Moderate Ischemic Stroke, J of Stroke and Cerebrovasc. Diseases, 2003,
12: 37-43.
27. Brass LM. Lipid Lowering for Stroke Prevention. AAN, 2003.
28. Gorelick PB. Stroke Prevention Therapy beyond Antithrombotics: Unifying
Mechanisms in Ischemic Stroke Pathogenesis and Implications for Therapy. An
invited review. Stroke 2002; 33: 862-875.
29. Goldstein LB, Adams R, Becker K et al. Primary Prevention of Ischemic Stroke :
A Statement for Healthcare Professionals from the Stroke Council of the
American Heart Association. Stroke. 2001; 32; (1) : 280-99.
30. Govern RM, Rudd A. Management of Stroke. Postgrad Med J, 2003; 79: 87-92.

42

GUIDELINE STROKE 2004

BAB VIII
TINDAKAN MEDIS PADA PREVENSI SEKUNDER STROKE
A. LATAR BELAKANG
Sebagian penderita stroke atau dengan riwayat TIA berisiko untuk terserang
stroke atau TIA kembali, untuk itu diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya
TIA atau stroke berulang dan kejadian vascular lainnya.1,2
Upaya untuk mencegah serangan ulang stroke selain dari pengendalian dengan
gaya hidup sehat, juga mengendalikan faktor risiko yang dapat diubah, terapi
farmakologi dan terapi bedah. 1,2,3,4,

B. OBAT-OBAT ANTI-TROMBOTIK UNTUK PREVENSI


SEKUNDER STROKE
1. Antiplatelet 5-13.
a. Aspirin.
Dosis dan cara pemberian : 50 325 mg peroral, sekali sehari
Mekanisme kerja : antiplatelet, menghambat jalur siklooksigenase
Efek samping : iritasi dan atau perdarahan gastrointestinal.
b. Clopidogrel
Dosis dan cara pemberian : 75 mg peroral sekali sehari
Mekanisme kerja : antiplatelet, inhibisi reseptor adenosin difosfat.
Efek samping: rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal,
perdarahan gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia.
c. Ticlopidin
Dosis dan cara pemberian: 250 mg peroral, 2 kali sehari.
Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosin difosfat.
Efek samping: diare, rash, netropenia, anemia aplastik, pansitopenia,
purpura trombotik trombositopenia
d. Aspirin + Dipiridamol:
Dosis dan cara pemberian : Aspirin 25 mg + Dipiridamol SR 200 mg,
2 kali sehari.
Mekanisme kerja : antiplatelet, menghambat jalur siklooksigenase,
fosfodieseterase, dan ambilan kembali adenosin.
Efek samping : sakit kepala, diare, iritasi gastrointestinal
e. Aspirin + Clopidogrel/Ticlopidin
Dosis dan cara pemberian: aspirin 80 - 325 mg dan clopidogrel 75
mg atau ticlopidin 250 mg b.i.d, peroral.
Indikasi : pasien yang akan dilakukan stent; TIA / post iskemik stroke
dengan unstable angina
Efek samping : perdarahan lebih besar dibanding ASA

43

GUIDELINE STROKE 2004


f. Cilostazol 13
Dosis dan cara pemberian : 100 mg peroral 2 kali sehari.
Mekanisme kerja : antiplatelet, meningkatkan siklik AMP dengan cara
menghambat aktivitas fosfodiesterase III.
Efek samping : palpitasi, infark miokard, unstable angina, sakit kepala,
dizziness, nausea, gangguan fungsi hati, rash.
2. Anti koagulan.
Tujuan : pencegahan sekunder stroke dengan faktor risiko fibrilasi atrium
Warfarin.
(lihat bab III)
Dikumarol.
(lihat bab III)
3. Lain-lain:
Statin
Ace inhibitor.

C. TINDAKAN INVASIF UNTUK PENCEGAHAN SEKUNDER


STROKE.3,14-17.
Intervensi
Endarterektomi
karotis

Stenting dan
angioplasty
karotis

Diskripsi
Reseksi plak
dengan atau tanpa
tambalan vena

Pemompaan balon
endovaskular yang
diikuti stenting

Indikasi

Status

Stenosis karotis
simptomatik berat
(>70%)

Telah diselidiki,
sangat
direkomendasikan

Stenosis karotis
simptomatik sedang
(50-69%)

Telah diselidiki,
direkomendasikan
dengan selektif

Stenosis karotis
simptomatik ringan
(<50%)

Telah diselidiki,
tidak
direkomendasikan

Stenosis karotis
asimptomatik berat
(>60%)

Diselidiki,
direkomendasikan
secara selektif

Tidak dapat
dioperasi atau
stenosis karotis
simptomatik berisiko
tinggi

Sedang diselidiki
(??)

KEPUSTAKAAN.
31. Govern RM, Rudd A. Management of Stroke. Postgrad Med J, 2003; 79: 87-92.
32. Fayad P. Identifying and Managing Stroke Risk Factors. New Haven, CT. Yale
University School of Medicine. AAN 2001; 7FC.003-1-15.

44

GUIDELINE STROKE 2004


33. Hackey W, Kaste M, Bogousslvsky J et all. Ischemic Stroke. Prophylaxis and
Treatment. EUSI 2003.
34. Levine RL, Dixit SN, Dulli DA et all. Aspirirn Failures, Clopidogrel Added to
Aspirin, and Secondary Stroke Prevention in Veterans Presenting with TIA or
Mild-to-Moderate Ischemic Stroke, J of Stroke and Cerebrovasc. Diseases, 2003,
12: 37-43.
35. Bhatt DL, Topol EJ. Scientific and Therapeutic Advances in Antiplatelet Therapy.
Drug Discovery, 2003; 2 : 15-28.
36. Hankey GJ. Long-Term Ourcome after Ischaemic Stroke/Transient Ischaemic
Attack. Cerebrovasc Dis, 2003;16(suppl): 14-19.
37. Teal PA. Recent Clinical Trial Results with Antiplatelet Therapy: Implications in
Stroke Prevention. Cerebrovasc Dis, 2004;17(suppl): 6-10.
38. Easton JD. Evidence with Antiplatelet Therapy and ADP-receptor Antagonists.
Cerebrovasc Dis, 2003;16(suppl): 20-26.
39. Mattle HP. Long-Term Outcome after Stroke Due to Atrial Fibrilation.
Cerebrovasc Dis, 2003;16(suppl): 3-8.
40. Hankey GJ. Ongoing and Planned Trials of Antiplatelet Therapy in the Acute
Long-Term Management of Patients with Ischaemic Brain Syndromes: Setting a
New Standard of Care. Cerebrovasc Dis, 2004;17(suppl): 11-16
41. Alberts MJ. Secondary Prevention of Stroke and the Expanding Role of the
Neurologist. Cerebrovasc Dis, 2002;13(suppl): 12-16.
42. Wakabayashi, Toshimitsu. A Comparative Study on the Effect of Cilostazol and
Ticlopidine on Stroke Prevention. Japan Medical Doctors Journal. 1992; 7: 122934.
43. Gotoh F, Tohgi H, Hitrai S, et all. Cilostazol Stroke Prevention Study: A PlaceboControlled Double-Blind Trial for Secondary Prevention of Cerebral Infarction. J
of Stroke and Cerebrovasc Dis. 2000;9: 147-157.
44. Wesley SM, Barnett HJM, Beebe HG, Bernstein EF, et all. Guidelines for Carotid
Endarterectomy. A Multidisciplinary Consensus Statement From the Ad Hoc
Committee, American Heart Association. Stroke. 1995;26:1188-201.
45. Grotta J.
Elective Stenting of Extracranial Carotid Arteries. Circulation.
1997;95:303-305.
46. Dietz A, Berkefeld J, Theron JG, et all. Endovascular Treatment of Symptomatic
Carotid Stenosis Using Stent Placement. Stroke. 2001;32:1855.
47. Yadav JS, Roubin GS, Iyer S, et all. Elective Stenting of the Extracranial Carotid
Arteries. Circulation. 1977;95:376-381.

45

GUIDELINE STROKE 2004


Lampiran 1.

PENATALAKSANAAN UMUM
PASIEN STROKE DI RUMAH SAKIT
A. LATAR BELAKANG.

Pasien dengan stroke akut membutuhkan perawatan di rumah sakit.


Sekitar 10-20% dari pasien tersebut akan mengalami deteriorasi pada jam
pertama serta out come yang lebih buruk dibanding pasien yang kondisinya
stabil.

Contoh penatalaksanaan pasien pada 24 jam pertama seperti tercantum pada tabel
dibawah ini.

PELAYANAN
STROKE AKUT 24 JAM PERTAMA

AKTIFITAS
Bed rest / kursi / ambulasi dengan bantuan / aktivitas normal

PERAWATAN
Kepala dan tubuh atas dalam posisi 30 dengan bahu pada sisi yang lemah
diganjal bantal
Penilaian tanda vital dan neurologis
Periksa kadar oksigen, bila hipoksia berikan oksigen suplemen
Pemasangan infus pada sisi yang sehat
Monitor jantung
Pemberian antikoagulan atau stoking kompresi bagi pasien tirah baring
Perawatan kandung kemih
Perubahan posisi dan perawatan kulit
Latihan ruang lingkup sendi
Mobilisasi dilakukan sesegera mungkin setelah hemodinamik stabil.

NUTRISI
Nutrisi eneral secepat mungkin diberikan.
Penilaian fungsi menelan
Diit sesuai kondisi
Mulai dengan rumatan melalui pipa lambung

MEDIKASI
Medikasi simtomatik
Medikasi untuk penyakit yang menyertai
Pengobatan lanjutan untuk stroke

46

GUIDELINE STROKE 2004


KONSULTASI
Fisioterapi
Terapi wicara
Terapi okupasi

TES DIAGNOSTIK
Permintaan tes diagnostik untuk pemastian penyebab stroke
Permintaan tes untuk memonitor perkembangan

INFORMASI
Pemberian informasi ke pasien dan keluarga mengenai penyakit stroke serta
rencana pengobatan berikutnya.

Tahapan dalam penatalaksanaan pasien stroke akut di rumah sakit adalah :


Melanjutkan pengobatan yang sudah diberikan di unit gawat darurat oleh dokter
spesialis saraf.
Penanganan selanjutnya dilakukan di unit stroke/khusus cerebrovaskuler.
Intervensi untuk mencegah komplikasi medis atau neurologis
Pengobatan terhadap penyakit sebelumnya atau faktor risiko yang ada
Evaluasi untuk menentukan kemungkinan penyebab stroke dan rencana
pengobatan untuk mencegah stroke ulang
Mulai upaya rehabilitasi untuk pemulihan maksimal stroke
Perencanaan untuk pemulangan pasien dan kembali ke masyarakat
Tingkat Aktivitas
Bed rest dibutuhkan bagi pasien dengan kondisi berat. Pasien dengan gangguan
ringan dapat pulih dengan cepat seperti sebelum terjadi stroke.
Mobilisasi mempunyai efek positif terhadap perkembangan kesehatan pasien,
dimana dapat mencegah trombosis vena dalam maupun komplikasi pulmonal
Pasien imobil harus latihan ruang lingkup sendi guna mencegah kontraktur.
Pasien tirah baring dan kesadaran menurun membutuhkan perawatan jalan
nafas. Kurangi pemakaian hisap lendir pada pasien perdarahan sub arakhnoid
atau kenaikan tekanan intra kranial karena bahaya perdarahan ulang.
Observasi Umum dan Tanda Vital
Observasi tanda vital dan neurologi harus dilakukan secara rutin dikerjakan pada
24-48 jam pertama. Tujuannya adalah mengetahui sejak awal komplikasi medis
atau neurologis yang dapat menambah morbiditas dan mortalitas stroke.
Nutrisi dan Hidrasi
Banyak pasien mengalami dehidrasi maupun kekurangan natrium akibat
sekunder dari cerebral salt wasting maupun SIADH.
Upaya untuk mengontrol edema serebri dengan pembatasan cairan atau
penggunaan manitol berpotensi tejadinya kontraksi volume vaskuler.
Pembatasan cairan secara ketat pada pasien dengan PSA dapat meningkatkan
risiko terjadinya iskemi akibat vasospasme.
Pada 24 jam pertama diberkian cairan emergensi intra vena. Selanjutnya
diberikan cairan kristaloid atau koloid sesuai dengan kebutuhan.
Pasien dengan gangguan kesadaran atau gangguan fungsi menelan diberikan
makanan cair melalui pipa nasogastrik (NGT)

47

GUIDELINE STROKE 2004

Jumlah total kalori pada fase akut (ebb phase) 25 kkal/kgBB/hari dengan
komposisi lemak 30-35%, protein 1,2 1,5 gr/kgBB/hari dan/atau disesuaikan
dengan komorboditas.

Perawatan Kandung Kemih


Inkontinensia urin merupakan problem lazim dari pasien stroke.
Penggunaan kateter dianjurkan intermiten.

48

GUIDELINE STROKE 2004


Lampiran 2
NIH Stroke Scale (NIHSS)
1a.

Derajat kesadaran
0
1
2
3

1b.

=
=
=
=

sadar penuh
somnolen
stupor
koma

Menjawab pertanyaan
0

1c.

dapat menjawab dua pertanyaan dengan benar (mis. bulan apa sekarang
dan usia pasien)
hanya dapat menjawab satu pertanyaan dengan benar/ tidak dapat
berbicara karena terpasang pipa endotrakea atau disartria
tidak dapat menjawab kedua pertanyaan dengan benar/ afasia/ stupor

Mengikui perintah
0

1
2

=
=

dapat melakukan dua perintah dengan benar (mis. buka dan tutup mata,
kepal dan buka tangan pada sisi yang sehat)
hanya dapat melakukan satu perintah dengan benar
tidak dapat melakukan kedua perintah dengan benar

2. Gerakan mata konyugat horizontal.


0
1
2

=
=
=

normal
gerakan abnormal hanya pada satu mata
deviasi konyugat yang kuat atau paresis konyugat total pada kedua mata

3. Lapang pandang pada tes konfrontasi.


0
1
2
3

=
=
=
=

tidak ada gangguan


kuadrananopsia
hemianopsia total
hemianopsia bilateral / buta kortikal

2. Paresis wajah
0
1
2
3

=
=
=
=

normal
paresis ringan
paresis parsial
paresis total

49

GUIDELINE STROKE 2004


5. Motorik lengan kanan

6.
7.
8.
9.

1
2

=
=

3
4
x

=
=
=

tidak ada simpangan bila pasien disuruh mengangkat kedua lengannya


selama 10 detik
lengan menyimpang ke bawah sebelum 10 detik
lengan terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan secara
penuh
tidak dapat melawan gravitasi
tidak ada gerakan
tidak dapat diperiksa

Motorik lengan kiri (idem 5)


Motorik tungkai kanan (idem 5)
Motorik tungkai kiri (idem 5)
Ataksia anggota badan
0
1
2
x

=
=
=
=

tidak ada
pada satu ekstremitas
pada dua atau lebih ekstremitas
tidak dapat diperiksa

10. Sensorik
0
1
2

=
=
=

normal
deifisit parsial
defisit berat

11. Bahasa terbaik


0
1
2
x

=
=
=
=

tidak ada afasia


afasia ringan-sedang
afasia berat
tidak dapat diperiksa

12. Disartria
0
1
2
x

=
=
=
=

artikulasi normal
disartria ringan-sedang
disartria berat
tidak dapat diperiksa

13. Neglect / tidak ada atensi


0
1
2

=
=
=

tidak ada
parsial
total

Skor total NIHSS ( 0 42 )

50

Anda mungkin juga menyukai