Laporan Pengembangan Model
Laporan Pengembangan Model
PENGEMBANGAN
MODEL BAHAN AJAR
PAKET A TINGKATAN I
PUSAT KURIKULUM
JAKARTA, 2008
BAB I
PENDAHULUAN
memulai pendidikannya dari kesetaraan kelas IV dan berakhir di kelas VI. Jika lulus
ujian di kelas VI, maka mereka dapat dinyatakan telah setara dengan lulusan SD.
Setelah berlaku Permen Nomor 14 tahun 2007, Program paket A dimulai dari Tingkat
I (Derajat Awal) yang memulai programnya dari tingkatan I (setara kelas I III).
Konsekuensi dari lahirnya Permen Nomor 14 tahun 2007 tersebut cukup
panjang, salah satunya adalah perlu disediakan model bahan ajar untuk mendukung
proses pembelajaran Program Paket A Tingkatan I. Model bahan ajar tersebut tentu
saja sangat berbeda. Jika melihat perbandingan bahan ajar di kelas I III di Sekolah
Dasar, bahan ajar diciptakan agar mudah diajarkan dengan pendekatan tematik.
Nama-nama mata pelajaran di kelas I, II, dan III masih dipertahankan sebagai mata
pelajaran yang mandiri, tetapi proses pembelajaran bersifat tematik. Bahan ajar
yaitu buku-buku paket yang beredar di pasaran juga masih terbagi atas nama-nama
mata pelajarannya (ada buku pelajaran sains, buku pelajaran IPS, dan lain-lain).
Pertanyaannya adalah, apakah pada program Paket A tingkatan 1 (Berdasarkan
Permen 14 tahun 2007) disamakan dengan bahan ajar di SD dalam pendidikan
formal?. Jika disamakan, maka akan lahir bahan-bahan pembelajaran paket A yang
banyak yaitu ada bahan pembelajaran sain, IPS, bahasa, dan lain-lain yang khusus
untuk Paket A Tingkatan I. Sebaliknya, jika istilah tematik dibangun sejak dari
bahan pembelajaran, maka bahan ajar yang disusun harus sudah bersifat tematik. Di
dalamnya tidak membedakan atau memisah-misahkan setiap mata pelajaran, yang
muncul hanya ada tema-tema terkait.
Permasalahan lain yang muncul adalah ketika memilih tema-tema kajian
dalam bahan ajar. Setidaknya ada 3 pendekatan dalam memilih tema yang saat ini
dikembangkan yaitu:
1. pendekatan link and macth. Pendekatan ini memilih tema-tema bahan ajar dari
apa yang ada dengan dunia pekerjaan dan potensi daerah seperti budidaya
peternakan, pertanian, perkebunan, pengolahan bahan makanan, dan lain-lain.
2. pendekatan penanganan masalah di daerah yaitu mensosialisasikan program
penanganan masalah di daerah seperti masalah lingkungan hidup, bencana alam,
penanganan sampah, dan lain-lain
3. pendekatan pembangunan daerah yaitu mengangkat tema-tema pembangunan
yang seharah dengan program pembangunan daerah.
Dengan melihat permasalahan di atas, dipandang perlu suatu studi atau
kajian konsep dan identifikasi kebutuhan dalam penyediaan bahan ajar untuk paket
A tingkatan I setara kelas III.
B. Rumusan Masalah
Masalah penelitian dan pengembangan ini adalah:
1. Bagaimana kebutuhan lapangan terhadap bahan ajar Kesetaraan Paket A
Tingkatan 1?
2. Bagaimana model bahan ajar Paket A Tingkatan 1 yang dapat dijadikan rujukan
oleh semua pihak baik berupa panduan pengembangan bahan ajar, model bahan
ajar, model silabus, maupun model Rencana Pelaksanaan Pembelajaran-nya?
BAB II
LANDASAN TEORI PENGEMBANGAN
kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai misal, jika kompetensi yang diharapkan
dikuasai peserta didik berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang
diajarkan harus berupa fakta atau bahan hafalan.
Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus
dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus
meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa
adalah pengoperasian bilangan yang meliputi penambahan, pengurangan, perkalian,
dan pembagian, maka materi yang diajarkan juga harus meliputi teknik penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian.
Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai
dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak
boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang
membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika
terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk
mempelajarinya.
2. Bahan Ajar dalam Pembelajaran Paket A
Bahan ajar secara sederhana dapat dimaknai sebagai suatu bahan yang akan
diajarkan. Dalam pengertian ini, suatu bahan dimaksudkan sebagai sekumpulan
materi, pengetahuan atau ilustrasi fakta dengan menggunakan berbagai bentuk atau
pola pengemasan. Dalam pengertian yang lebih luas, bahan ajar dapat dimaknai
sebagai suatu bentuk pengemasan, pemaparan dan penjelasan tentang
pengetahuan, pengalaman dan ilustrasi fakta secara sistematis dan logis yang
dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Pannen (1996) mengungkapkan bahwa bahan ajar adalah bahan-bahan atau
materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan pendidik dan
peserta didik dalam proses pembelajaran. Bahan ajar menurut Pannen bukan hanya
sekedar media tanpa adanya komponen (tujuan, kompetensi, tema) yang jelas dan
langkah-langkah pelaksanaanya. Pengertian tersebut diperkuat dengan pendapat
Abdul Madjid (2005) yang menyatakan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk
bahan yang digunakan untuk membantu pendidik dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar. Adapun bentuk bahan ajar tersebut dapat berupa bahan tertulis
maupun bahan tidak tertulis.
Bahan ajar itu sendiri merupakan alat yang diperlukan pendidik untuk
mencapai tujuan. Dengan bahan ajar, peserta didik diharapkan dapat mencapai
suatu kompetensi dasar secara runtut dan sistematis sehingga dapat menguasai
kompetensi secara utuh dan terpadu.
Namun demikian, pengertian bahan ajar diungkapkan lebih luas lagi oleh
Gerlach dan Ely dalam Wina Sanjaya (2006) yang secara umum bahan ajar meliputi
orang, alat, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan peserta
didik memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pendapat tersebut
memposisikan bahan ajar bukan hanya perantara tetapi juga sumber belajar dan
kegiatan yang dapat menambah wawasan, keterampilan dan mengubah sikap.
Bila ditelaah dari beberapa pengertian bahan ajar di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa penggunaan bahan ajar sangat penting dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Pentingnya peranan bahan ajar tersebut dikemukakan oleh Edgar
Dale dalam Wina Sanjaya (2006) yang menggambarkan peranan bahan ajar dalam
proses pengalaman belajar anak dalam sebuah kerucut. Kerucut itu dinamakan
kerucut pengalaman (Cone of Experience). Kerucut itu mengandung pengertian
bahwa semakin konkrit pengalaman yang dialami peserta didik akan semakin banyak
pengetahuan yang diadapat dibandingkan dengan pengalaman yang didapat secara
abstrak.
Cone of Experience kali pertama dikemukakan oleh Edgar Dale. Menurutnya,
proses belajar dan interaksi mengajar tidak harus dari pengalaman langsung, tetapi
dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan kelompok siswa yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi
belajar. Pengalaman langsung akan memberikan informasi dan gagasan yang
terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena ia melibatkan indera penglihatan,
pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba.
dengar dan 12% lagi dari indera lainnya (Dale). Sementara Paivio mengatakan 95%
untuk indera lihat dan 5% untuk indera dengar dan 5% untuk indera lainnya.
Bahan ajar peserta didik Paket A Tingkatan I (setara SD kelas I, II, dan III) yang
disusun dan dikembangkan adalah bahan ajar cetak, seperti: buku, lembar kerja
siswa, dan gambar atau alat peraga. Selain bentuk cetak tersebut, bahan ajar lain
dapat berbentuk non cetak seperti Audio, Video, dan komputer serta berbagai
bentuk bahan ajar display seperti Flipchart, Chart atau Wallchart, Foster, Foto, dan
Realia.
1. Buku Teks
Buku teks atau buku pelajaran merupakan salah satu sumber belajar yang paling
banyak digunakan oleh peserta didik dan pendidik dalam pembelajaran. Buku
pelajaran yang layak digunakan di satuan pendidikan (Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat) harus terlebih dahulu telah dilakukan penilaian oleh Departemen
Pendidikan Nasional dalam hal ini Pusat Perbukuan, untuk mendapatkan izin dan
pengesahan.
2. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar kerja siswa adalah lembaran lembaran yang berisi tugas yang harus
dikerjakan peserta didik. Biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk
menyelesaikan suatu tugas. Dalam menyiapkan LKS pendidik harus cermat dan
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai karena sebuah LKS harus
memenuhi paling tidak kriteria yang berkaitan dengan tercapai atau tidaknya
sebuah kompetensi dasar yang dikuasai peserta didik.
3. Wallchart
Wallchart merupakan bahan cetak, biasanya berupa bagan siklus/proses/grafik
yang bermakna menunjukan posisi tertentu. Wallchart masuk ke dalam katagori
alat bantu mengajar untuk mengembangkan aspek bidang pengembangan
kecerdasan matematika, sains dan bahasa. Karena wallchart didesain sebagai
bahan ajar maka harus memenuhi kriteria antara lain memiliki kejelasan tentang
kompetensi dasar dan materi pokok yang harus dikuasai peserta didik, diajarkan
untuk berapa lama dan bagaimana cara menggunakannya.
4. Realia
Realia merupakan bahan ajar berbentuk tiga dimensi berupa benda nyata (real
thing) yang dipamerkan. Contoh bahan ajar realia antara lain mata uang, bendabenda, tanaman dan hewan.
5. Foster
Foster merupakan konsep visual yang berisi kombinasi antara gambar, warna dan
penggunaan kata-kata (teks). Foster pada umumnya dibuat untuk menangkap
dan mempertahankan perhatian audiens agar dapat memahami informasi dan
pesan yang terdapat didalamnya.
Selain pengelompokan bahan ajar diatas, ada juga pengelompokan bahan
ajar menurut Facult de Psychologie et des Sciences de lEducation Universite de
Genve dalam Abdul Madjid (2005) yang membagi bahan ajar menjadi media tulis,
audio visual, elektronik, dan interaktif terintegrasi yang kemudian disebut mediamix.
10
tersebut disampaikan kepada peserta didik dan bagaimana pula peserta didik harus
mempelajarinya.
Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai
kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di
sekolah dasar (setara Paket A Tingkatan I). Landasan yuridis tersebut adalah Undangundang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa
setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya (pasal 9). Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan
pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat,
dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan peserta didik
secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memperoleh
pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai
pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan
memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan
konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori tokoh psikologi
Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna
dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.
Selain itu, pembelajaran tematik menekankan pada penerapan konsep
belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, pendidik
perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi
kebermaknaan belajar peserta didik. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan
unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan
konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga
peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu,
dengan penerapan pembelajaran tematik, akan sangat membantu peserta didik,
karena sesuai dengan tahap perkembangannya yang masih melihat segala sesuatu
sebagai satu keutuhan.
Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: 1) Pengalaman dan
kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak
usia (Paket A Tingkatan I); 2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan peserta didik; 3) Kegiatan
belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi peserta didik sehingga hasil belajar
dapat bertahan lebih lama; 4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir; 5)
Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan
yang sering ditemui dalam lingkungannya; dan 6) Mengembangkan keterampilan
sosial, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan
orang lain.
Pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh
beberapa keuntungan yaitu: 1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar
dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang
tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan, 2) Peserta didik mampu melihat
hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan
sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, 3) Pembelajaran menjadi utuh
sehingga akan mendapatkan pengertian dan materi yang tidak terpecah-pecah. 4)
11
Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan
semakin baik dan meningkat.
Sebagai suatu model pembelajaran di Paket A Tingkatan I, pembelajaran
tematik memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada peserta didik
Pembelajaran tematik berpusat pada peserta didik (student centered), hal ini
sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan
peserta didik sebagai subjek belajar sedangkan pendidik lebih banyak berperan
sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada untuk
melakukan aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada peserta
didik (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, peserta didik
dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami
hal-hal yang lebih abstrak.
3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak
begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema
yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan peserta didik.
4. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran
dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian peserta didik mampu
memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk
membantu peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari.
5. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana pendidik dapat
mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang
lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan peserta didik dan keadaan
lingkungan.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik
Peserta didik diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya
sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
C. Langkah-Langkah Pengembangan Bahan Ajar
Dalam menyusun dan mengembangkan bahan ajar yang baik diperlukan
kecermatan dan ketelitian dalam menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh.
Hal ini dikarenakan bahan ajar itu sendiri merupakan refleksi dari penjelasan struktur
materi pokok atau substansi kajian yang akan dibahas pada suatu proses
pembelajaran. Dengan demikian, bahan ajar yang ditulis dapat dipertanggung jawab
logika isinya, argumentasi penjelasannya serta berbagai ilustrasi fakta yang
dipergunakan. Adapun langkah-langkah yang dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam mengembangkan bahan ajar adalah:
1. Memetakan dan menganalisis silabus secara lengkap. Langkah ini berguna untuk
memberikan dasar dan tujuan pembelajaran. Selain itu, silabus juga memberikan
gambaran umum tentang identitas tema, kompetensi dan materi pokok yang
12
akan dicapai dan dibahas serta proses pembelajaran untuk mencapai hal
tersebut. Silabus akan membantu proses penataan struktur bahan yang akan
disajikan dalam bahan ajar.
2. Merencanakan materi pokok atau substansi kajian.
Berdasarkan struktur kompetensi yang disusun dalam silabus biasanya telah
disusun pula struktur substansi kajian utama dan substansi kajian tambahan
untuk mencapai suatu kompetensi dasar yang diinginkan. Struktur kompetensi
dan substansi kajiannya memberikan gambaran tentang arah dan konten serta
proses pembelajaran yang diinginkan. Struktur ini sekaligus memberikan
gambaran utuh tentang kompetensi yang harus dikuasai dan substansi kajian
yang harus ditelah dan dikuasai.
3. Menulis gagasan pokok dari setiap materi pokok atau substansi kajian.
Berdasarkan struktur kompetensi dan substansi kajian yang terdapat dalam
silabus, pendidik dapat menuliskan garis besar uraian materi inti dari setiap
substansi kajian inti (utama) dan substansi kajian tambahan atau pelengkap.
Uraian materi inti sebagai penjelas dari substansi kajian menjadi awal
pengembangan bahan ajar dari suatu proses pembelajaran yang dilakukan
pendidik.
4. Menelaah ilsutrasi data (contoh) dan referensi pendukung.
Berdasarkan uraian pada langkah ketiga, pengembangan bahan ajar dapat
dilanjutkan dengan menyusun dan menelaah berbagai ilustrasi penjelasan pada
uraian pokok terdahulu. Ilustrasi penjelasan dapat memberikan pemahaman
yang lebih kongkrit, jelas dan mendalam pada pembaca tentang berbagai
konsep, hukum, prinsip atau prosedur tertentu.
5. Menulis dan mengembangkan bahan ajar secara lebih lengkap.
Setiap gagasan pokok yang telah ditulis kemudian diuraikan secara terperinci dan
jelas. Penulisannya dapat dilakukan dalam bentuk tekstual, naratif, ekplanatory,
deskriftif, argumentatif dan perintah.
6. Menguji coba dan mengevaluasi keterbacaan, kecermatan isi dan pewajahan.
Tahap uji coba ini merupakan proses untuk mengetahui efektivitas bahan ajar
yang telah dikembangkan melalui beragam reaksi dari berbagai pihak terhadap
bahan ajar tersebut.
7. Melakukan revisi.
Proses evaluasi di atas diperlukan untuk memperbaiki bahan ajar, sehingga
menjadi bahan ajar yang baik.
Dalam memilih dan mengembangkan bahan ajar pada suatu mata pelajaran
perlu diperhatikan beberapa persyaratan pokok. Beberapa persyaratan yang
dimaksud diantaranya adalah :
1. Kecermatan isi. Suatu bahan ajar harus menunjukkan kecermatan isi dalam
struktur dan pemaparan yang memiliki landasan keilmuan yang dapat
dipertanggung jawabkan. Kecermatan isi merujuk pada validitas (ketepatan)
bahan ajar dalam memberikan bahan secara logis, runtut dan dapat
dipertanggung jawabkan secara konseptual (keilmuan) maupun fakta secara
empiris.
2. Ketepatan cakupan. Ketepatan cakupan berhubungan dengan keluasan dan
kedalaman materi yang dipaparkan sesuai dengan struktur materi pokok atau
substansi kajian yang dikehendaki dari suatu materi perkuliahan secara utuh.
13
14
BAB III
METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu dengan metode
penelitian dan pengembangan (Research and Development). Metode ini dirancang
untuk mengembangkan suatu produk baru dan atau penyempurnaan produk yang
telah ada dengan langkah-langka yang dapat dipertanggungjawabkan (Sukmadinata,
2005). Produk yang akan dikembangkan dalam penelitian adalah suatu model Bahan
Ajar Paket A Tingkatan I.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dan pengembangan berada di lingkungan Dinas Pendidikan Ogan
Komering Ilir, khususnya Sub Dinas Luar Sekolah dan Olah Raga. Jln. Letnan Darna
Jambi, Kelurahan Sukadana Kayu Agung, Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan. Subjek
Penelitian adalah warga belajar PKBM Budi Luhur Jl. Raya Kabupaten Desa Kman
Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir.
C. Langkah Penelitian dan Pengembangan
1. Kajian konsep dan identifikasi kebutuhan lapangan
a. Kajian Konsep
Kajian konsep dalam penelitian ini identik dengan desk study atau kajian
pustaka. Ada tiga sasaran utama dalam kajian konsep yaitu (a)
dimaksudkan untuk mempelajari tentang kajian akademik bahan ajar,
khususnya bahan ajar Paket A Tingkatan 1, (b) bahan untuk penyusunan
kisi-kisi dan pengembangan instrumen, dan (c) kajian kebutuhan.
b. Penyusunan Instrumen
Bentuk instrumen yang digunakan ada dua yaitu wawancara dan daftar
isian. Wawancara dilakukan kepada tutor, warga belajar, orang tua warga
belajar, dan pengelola PKBM. Pemanfaatan daftar isian untuk merekap
data warga belajar yang ada di OKI.
KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Ruang Lingkup
Pengalaman tutor
Ketercukupan jumlah tutor
Jumlah warga belajar
Alasan mengikuti Paket A
Jumlah Tutor
Kualifikasi tutor
Pelatihan Tutor
Visi dan misi lembaga
Ketersediaan pedoman
pembelajaran Paket A
Bentuk Instrumen
Wwcr
tabel
V
V
v
v
v
v
v
v
v
T
V
V
V
Responden
WB OT
P
V
v
V
V
V
V
V
V
15
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
v
V
v
V
V
v
v
v
v
v
V
V
V
V
V
V
V
V
V
v
v
v
v
V
V
v
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Unsur
Dinas
Nara Sumber
Fasilitator
Peserta Didik
Orang Tua
Jumlah
1 orang
5 orang
2 orang
6 orang
15 orang
6 orang
5 orang
40 orang
16
c. Observasi lapangan
Lokasi observasi lapangan di PKBM Budi Luhur Jl. Raya Kabupaten Desa
Kman Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Tujuan
observasi adalah untuk melihat kondisi langsung pelaksanaan PKBM dan
jumlah bahan ajar yang tersedia.
2. Penyusunan Kerangka Model dan Pengembangan Model
a. Kerangka Model Bahan Ajar
Penyusunan kerangka model bahan ajar, dilakukan dengan cara
berdiskusi. Dalam diskusi diawali dengan presentasi yang diarahkan pada
pengembangan konsep bahan ajar dan karakteristik bahan ajar pada
pendidikan non-formal.
Kegiatan ini dilaksanakan pada 11 s.d 15 Maret 2008 Tempat di Hotel
Parama, Cisarua, Bogor.
Untuk memenuhi kebutuhan lapangan, pengembangan kerangka model
bahan ajar dipertimbangkan pula kajian kebutuhan. Karena itu, pada
langkah ini dikaji pula laporan Kajian Kebutuhan.
Hasil dari pertemuan ini adalah penyusunan kerangka model bahan ajar
Paket A tingkatan 1.
b. Pengembangan Model Bahan Ajar
Pengebangan model bahan ajar merupakan kegiatan penulisan naskah
bahan ajar Paket A Tingkatan 1 yang memperhatikan kerangka model
bahan ajar hasil diskusi tanggal 11 s.d 15 Maret 2008 Tempat di Hotel
Parama, Cisarua, Bogor.
3. Penelaahan dan Penyempurnaan Model
Tujuan kegiatan ini adalah menelaah model bahan ajar kesetaraan Paket A
dan menyempurnakan model bahan ajar berdasarkan hasil penelaahan.
Ruang lingkup kegiatan ini mencakup :
a. Penelaahan draf model bahan ajar kesetaraan Paket A, yaitu penelaahan
dengan menggunakan kriteria dari berbagai aspek
b. Penyempurnaan draf model bahan ajar kesetaraan Paket A, adalah
perbaikan draf model bahan ajar agar lebih sempurna untuk diujicobakan.
Hasil yang diharapkan adalah penelaahan draf model bahan ajar kesetaraan
Paket A berdasarkan kriteria penelaahan dan penyempurnaan draf model
bahan ajar kesetaraan Paket A.
Kegiatan ini dilaksanaan dengan strategi diskusi kelompok tentang kriteria
penelaahan dan kerja kelompok/individual menelaah draf model bahan ajar
kesetaraan Paket A dan menyempurnakan hasil penelaahan.
Kegiatan ini dilaksanakan pada 27 s.d 30 Mei 2008 dengan mengambil
tempat di Hotel Poencer, Cisarua, Bogor.
Urutan kegiatan penelaahaan adalah:
1. Penelahaan kriteria model
17
19
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENGEMBANGAN MODEL
A.
Kondisi Geografis
Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) merupakan salah satu kabupaten di
Sumatera Selatan. Kawasan ini sudah banyak dikenal sejak sebelum masa
kemerdekaan. Pada masa kesultanan, daerah ini menjadi salah satu kawasan yang
penting, walaupun belum diketahui secara tepat bagaimana pola hubungan yang
lebih pasti antara keseluruhan daerah-daerah di Ogan Komering Ilir dengan pihak
kesultanan.
Pada masa penjajahan Belanda, Sumatera Selatan merupakan satu wilayah
keresidenan yang dipimpin oleh seorang residen. Menjelang akhir penjajahan,
keresidenan dibagi menjadi afdeeling yang masing-masing dikepalai oleh seorang
Asisten Residen, salah satu afdeeling adalah Daerah Ogan. Pembagian Sumatera
Selatan berdasarkan karesidenan adalah sebagai berikut:
1. Daerah Palembang dan tanah datar dengan ibukota di Palembang, meliputi
Palembang kota, talang Betutu, Komering Ilir, Ogan Ilir, Musi Ilir dan Rawas.
2. Daerah Pegunungan di Palembang, dengan ibukota di Lahat. Daerah ini meliputi
Lematang Ilir, Lematang Ulu, Tanah Pasemah, Tebing Tinggi, dan Musi Ulu.
3. Daerah Ogan dan Komering Ulu, dengan ibukota di Baturaja. Daerah ini meliputi
daerah Komering Ulu, Ogan Ulu, dan Mura Dua.
Ketiga afdeeling di atas masing-masing terbagi lagi kepada onderafdeling.
Pada waktu itu, kawasan sekarang yang dikenal sebagai Ogan Komering Ilir
merupakan dua onder-afdeeling, yaitu onder-afdeeling Ogan Ilir dengan ibukota
Tanjung Raja dan onder afdeeling Komering Ilir dengan ibukota Kayuagung.
Pembagian ini terus berlangsung sampai masuknya Pemerintahan militer Jepang
mengganti kolonial Belanda. Jepang menggunakan istilah Syu untuk diterapkan pada
keresidenan.
Memasuki masa kemerdekaan, wilayah Ogan dan Komering Ilir memasuki
pula masa revolusi fisik. Beberapa tempat di daerah ini menjadi basis-basis tempat
pertahanan para republikein menghadapi pihak sekutu Inggris dan pada akhirnya
berhadapan langsung dengan Belanda yang bermaksud kembali menanamkan
kekuasaannya. Di kawasan Ogan Komering Ilir dibentuk front-front seperti Front
Batun dan Front Muara Kamal-Talang Pangeran. Dalam masa perjuangan fisik itu,
kawasan ini termasuk pula dalam wilayah perjuangan Ogan komering Area.
Pada masa Orde Baru, perubahan yang sangat fundamental dalam segi
kehidupan masyarakat luas di daerah pedesaan ialah peristiwa pembubaran
lembaga marga. Seterusnya, sampai masa sekarang masyarakat pedesaan di Ogan
komering Ilir menemui berbagai pengalaman yang silih berganti. Masing-masing
pengalaman historis itu membawa catatan tersendiri dalam ingatan masyarakat OKI
secara kolektif.
Secara geografis, wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir terletak di antara
104,20 dan 106,00 Bujur Timur dan 2,30 sampai 4,15 Lintang Selatan, dengan
ketinggian rata-rata 10 meter di atas permukaan air laut. Topografis wilayah OKI 75%
rawa-rawa dan 25% daratan. Luas Kabupaten Ogan komering Ilir sebesar 19.023,47
Km2 dengan kepadatan penduduk sekitar 35 jiwa per Km2. Sementara wilayah
20
21
peliharaan yang ada adalah sapi, kerbau, kambing, domba, ayam, dan itik. Untuk
sector perikanan dengan budidaya berbagai jenis ikan, seperti patin dan tambak
udang.
TABEL PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN OKI
Penggunaan lahan
Luas (ha)
Kampung/Permukiman
31,167.00
Industri
61,781.20
Sawah
169,403.00
Tanah Kering
52,910.00
Kebun Campuran
52,910.00
Perkebunan
165,394.00
Hutan
105,855.00
20,814.00
29,909.00
937,226.00
jumlah
1,627,369.20
A.
22
a.
Golongan pertama yaitu Raden dan Raden Ayu, ini merupakan tingkatan yang
tertinggi dari keempat golongan tersebut. Golongan ini merupakan keturunan
raja-raja yang memerintah di Palembang zaman dahulu.
b. Golongan Masagus dan Masayu, adalah keturunan raja juga, tetapi bukan anak
dari keturunan Permaisuri melainkan anak dari Selir, karena raja-raja dulu
disamping mempuinyai permaisuri juga mempunyai banyak selir. Golongan ini
merupakan anak kesayangan raja dari selir.
c. Golongan ketiga yaitu Kemas dan Nyimas. Kemas adalah anak raja dari Selirnya,
tetapi bukan merupakan anak kesayangan seperti Masagus. Namun ada juga
yang mengatakan bahwa Kemas adalah golongan tukang-tukang yang dulu
mengerjakan sesuatu pekerjaan antara lain Kemasan yang artinya orang
pandai mas.
d. Golongan keempat adalah golongam Kiagus dan Nyayu. Golongan ini
merupakan golongan Kiyai-Kiyai atai golongan alim ulama yang taat pada
agamanya. Mereka dulu merupakan penyebar agama Islam yang patuh dan
setia kepada agama, sehingga golongan Kiagus ini terkenal sebagai golongan
Islam yang Fanatik. Tempat tinggal mereka dulu ditetapkan oleh Sultan dan
umumnya di sekitar kegiatan dan pendidikan agama.
Strata sosial masyarakat tersebut di atas bersifat tertutup sebab anggota
masyarakat dari luar tidak dapat memasuki jenjang-jenjang tersebut. Adapun
sususan pelapisan yang terbuka umumnya sejalan dengan perkembangan
masyarakat dan kemajuan teknologi. Standar pelapisannnya berdasarkan
kapasitasnya berupa tingkat ilmunya, kekayaan, dan pangkatnya. Pelapisan
masyarakat seperti di atas disebut stratifikasi sosial yang bersifat terbuka. karena
setiap anggota masyarakat dapat dan terbuka kesempatan baginya untuk dapat
terpindah dari jenjang yang satu ke jenjang yang lebih tinggi.
Masyarakat Sumatera Selatan sebelum masuk agama Islam, percaya kepada
kekuatan-kekuatan ghaib, mahluk-mahluk halus, kekuatan-kekuatan sakti dan
sebagainya. Mereka masih menganut kepercayaan animisme, dinamisme dan
tetonisme. Mereka percaya bahwa setiap mengawali pekerjaan harus mendapat
restu kepada sesuatu yang dianggap memiliki kekuatan.
Kepercayaan yang unik di OKI adalah tata cara dalam menangkal turun hujan
yang biasa dilakukan pada acara-acara perkawinan. Tata caranya uni yaitu dengan
meletakkan celana dalam para mempelai di atas loteng rumah. Atau supaya jangan
ada gangguan orang jahat maka sandal dipakai terbalik dan sebagainya.
Eratnya kepercayaan dan sistem pengetahuan masyarakat daerah Sumatera
Selatan, melahirkan kepercayaan mitos dan realitas karena kebiasaan yang telah
berulang kali. Dalam wujud sistem pengetahuan yang bercampur mitos tersebut
misalnya dalam cara memilih jodo. Seorang wanita yang mempunyai rambut keriting
sedikit diatas keningnya, menandakan wanita tersebut akan menduakan suaminya,
dan oleh karena itu biasanya orang takut untuk mengambil jodohnya. Tahi lalat
berada di bawah mata kaki, menandakan yang bersangkutan akan mendapat
kesedihan. Oleh karenanya dapat dianggap sebagai orang celaka, maka tidak diambil
sebagai jodoh sebab akan membawa ke jurang kesedihan. Atau kalau ada urat-urat
melintang di telapak tangan maka orang tersebut bisa memimpin. Oleh karenanya
orang seperti ini dicari untuk dijadikan jodohnya. Tetapi mereka yang memiliki tahi
lalat di bawah bibir di sebelah kiri, menandakan yang besangkutan akan bertindak
23
tidak jujur, sehingga perlu dijauhi, lebih-lebih untuk dijadikan sebagai jodohnya.
Namun sebaliknya bila tahi lalat tersebut di bawah bibir di sebelah kanan,
menandahkan yang bersangkutan adalah orang jujur, sifat atau tanda seperti ini
selalu dikehendaki orang banyak, lebih-lebih untuk diambil jodohnya.
Dengan masuknya Islam, semua kepercayaan tahayul tersebut dikikis. Warna
Islam dalam kehidupan semakin menonjol. Pengaruhnya menembus dinding
kehidupan termasuk dalam hal kesenian. Misalnya orkes Rebana pada upacara
perkawinan sebagai pengiring pengantin atau kehormatan menjemput tamu.
Dalam adat perkawinan, masyarakat OKI memiliki adat kawin lari yaitu kawin
yang tidak disetujui orang tuanya. Kawin yang dilakukan di bawah umur dan boleh
bercampur setelah pengantin dewasa disebut kawin gantung, dan perkawinan di
mana seseorang laki-laki atau perempuan, yang istri atau suaminya meninggal dan
kawin lagi dengan saudara perempuan atau laki-laki mendiang istrinya atau
suaminya disebut kawin ganti tikar atau ganti ranjang.
Bawaan pada saat meminang, pihak keluarga pemuda membawa sebuah
mukun yang berisi wajik (bawaan ini berlaku pada adat Komering Ulu). adapun di
Palembang pihak pemuda membawa sangkek (keran-jang kecil) dua buah. Sangkek
pertama berisi pisang ambon dan sangkek kedua berisi gula pasir. Di daerah Marga
Kayu Agung berbeda lagi, mereka membawa satu tepak lengkap dengan isinya
bersama satu age tandok berisi beras dan di atasnya 10 butir telur bebek atau satu
age tandok berisi pisang dan satu tandok berisi nenas, jeruk atau buah lainnya.
sedangkan adat di Musi banyuasin membawa tepak berisi sirih, getah gambir,
pinang, tembakau dan uang.
Puncak acara perkawinan adalah akad nikah berdasarkan Islam. Tempat ijab
kobul perkawinan dilakukan ada yang memilih di tempat tinggal laki-laki ada pula di
tempat tinggal perempuan.
Khususnya di daerah Komering, akad nikah dilakukan di rumah perempuan.
Sebelum pernikahan, pengantin laki-laki dan rombongan diarak dari rumah
kediamannya menuju rumah calon istrinya. Rombongan diiringi bunyi-bunyian
kulintang dikawal oleh sepasang prajurit bertombak dan didahului oleh dua orang
penari ngigol yang bersenjatakan pedang. Acara ini melambangkan penghorma-tan
dan per-juangan sang pengantin pria mempersunting mempelai wanita. Sebaliknya
dari pihak wanita juga siap menyambut dan memper-tahankan diri dari serangan
ngigolnya. Perang terjadi diiringi tetabuhan yang membahana. Akhir cerita
menunjukkan penari ngigol pihak wanita kalah dan mempersilakan pengantin pria
untuk masuk.
Usai mendobrak pertahanan pihak wanita, dilangsungkan akan nikah secara
Islam. Mempelai laki-laki duduk menghadap khotib serta berhadapan dengan calon
mertua atau walinya untuk ijab kobul perkawinan disaksikan dua orang saksi dan
dihadiri Ketib/P3NTR. Serah terima mas kawin dilakukan setelah anad nikah.
Selesai upacara akad nikah, kedua mempelai diarak menuju rumah orang tua
laki-laki. Lagu-lagu dilantunkan dan tarian gerak tari kemenangan. Diiringi musik
rebana yang mengumandangkan lagu-lagu pujian kepada Nabi Muhammad SAW.
Kedua mempelai dimasukkan ke dalam jempana atau joli-joli yang dipikul secara
bergiliran oleh anggota rombongan. Dipayungi dengan payung keemasan. Mempelai
wanita menggunakan Mahkota Emas Pijar Bulan dan Cempaka. Berpakaian baju
kurung dan kain songket keemasan lengkap dengan perlengkapannya. Mempelai pria
24
memakai mahkota berlilit emas, kain songket serta senjata keris bertahtakan emas
permata.
Arak-arakan tiba di depan pekarangan rumah kediaman mempelai pria. Beras
kunyit ditaburkan oleh wanita keluarga mempelai pria sebagai perlambang
penyambutan, tanda syukur dan selamat, jauh dari malapetaka dan mudah rezeki.
arak-arakan dengan demikian selesai.
B.
25
kondisi tanah dan iklim Kabupaten Ogan Komering Ilir ini sangat memungkinkan
untuk penanaman komoditas tebu. Di samping pola perkebunan besar negara,
rakyat juga mengusahakan perkebunan tebu tetapi dalam jumlah kecil.
Di sektor industri, industri CPO, industri minyak goreng, industri crumb
rubber, industri pengolahan kopi, industri pengalengan ikan, industri ikan beku,
industri pengalengan nenas, dan industri teh hijau merupakan komoditi unggulan di
Ogan Komering Ilir.
TABEL PRODUKSI UNGGULAN DI KABUPATEN OKI
No
Sektor/Komoditi
Unggulan
/ Tidak
Deskripsi
PrimerUnggulan Budidaya ikan air tawar, keramba air tawar dan air
Perikanan:Perikanan
laut, tambak udang. Dengan komoditi perikanan
Tangkap
tangkap yang banyak dihasilkan di Kab. Ogan
Komering Ilir, sebanyak 119.853 ton pada tahun
2006, perikanan tangkap menjadi unggulan untuk
lahan investasi.
Produksi Tahun Terakhir (2006) : 119,853 ton
PrimerPerkebunan:Kelapa
Sawit
PrimerPerkebunan:Kakao
PrimerPerkebunan:Karet
PrimerPerkebunan:Tebu
PrimerPerkebunan:Kopi
PrimerPerkebunan:Teh
PrimerPertanian:Nenas
26
No
Sektor/Komoditi
Unggulan
/ Tidak
Deskripsi
banyak menghasilkan nenas adalah Kab. Ogan
Komering Ilir
SekunderIndustri:Industri
Pengalengan Ikan
10
No
Industri: Industri
Kelapa Sawit
CPO
CPO
CPO
PT Tania Selatan
CPO
Perkebunan:
Tebu
Industri: Industri
Kelapa Sawit
Kakao
CPO
27
SumSel
7
Kabupaten Ogan
Komering Ilir, Provinsi
Sumatera Selatan
Perkebunan:
Kelapa Sawit
Kelapa sawit
2. Pertanian
Sentra pertanian padi daerah OKI berada di Air Sugihan, yaitu lokasi
transmigrasi dari Pulau Jawa. Daerah Air Sugihan pernah menjadi buah bibir media
massa lokal maupun nasional. Pada tahun 1991, bekas areal hutan produksi sejak
tahun 1982. Pada 1991 pernah mencuat karena isu penduduk yang tewas akibat
menderita kelaparan. Daerah ini semula disebut-sebut menjadi lahan percontohan
proyek tanaman padi lahan gambut Indonesia. Melalui pola pengembangan padi
pasang surut, lokasi tersebut diharapkan menjadi proyek nasional lahan gambut
sejuta hektar. Proyek ini ternyata gagal karena kurang memperhatikan kondisi
geografis: banjir bila musim hujan tiba karena permukaan daratannya lebih rendah
dari permukaan laut.
28
Kegagalan yang terjadi di Kecamatan Air Sugihan ini tidak berlangsung lama.
Produksi padi dari air sugihan mampu memproduksi kembali dan pada tahun 1997
mencapai produksi 12.461 ton. Setahun kemudian terjadi peningkatan yang
spektakuler yaitu 89.248 ton. Ta-un 1999 mengalami penurunan yang tak kalah
spektakulernya menjadi 4.790 ton dengan luas panen 2.661 hektar. Hujan yang turun
terus-menerus menyebabkan lahan gambut tersebut tergenang air. Penanaman padi
sonor, sejenis padi yang hanya bisa tumbuh di lahan gambut yang kering, tidak dapat
dilakukan.
Sebagai kabupaten, Ogan Komering Ilir masih menjadi lumbung pangan
kedua se-Sumatera Selatan, setelah Kabupaten Musi Banyuasin. Tahun 2000 saja
kabupaten yang memiliki luas panen padi sebesar 124.118 hektar ini dapat
memproduksi padi sebanyak 466.126 ton. Sumbangan paling besar diperoleh dari
padi tadah hujan yang terdapat di Kecamatan Lempuing.
Sungai besar yang mengalir di sepanjang kabupaten ini terutama Sungai
Ogan, Sungai Komering, dan Sungai Mesuji ternyata juga memberi peranan besar
dalam pembentukan lahan sawah. Banjir yang sering terjadi di sepanjang daerah
aliran sungai (DAS) ternyata dapat mendatangkan berkah. Bila musim hujan datang,
DAS ini berubah menjadi rawa-rawa. Akan tetapi, apabila musim kemarau tiba
bermunculanlah sawah-sawah lebak. Di wilayah ini terdapat sekitar 10 kecamatan
yang memanfaatkan lahan ini sebagai sawah lebak. Besarnya produksi padi yang
dihasilkan menunjukkan bahwa Kabupaten Ogan Komering Ilir ikut andil dalam
menyuplai kebutuhan beras Provinsi Sumatera Selatan.
Dilihat dari total kegiatan perekonomian kabupaten (1999) yang mencapai Rp
2,5 trilyun, kontribusi subsektor tanaman bahan makanan ini tergolong kecil.
Dibanding tahun 1998 kegiatan ekonomi di subsektor tanaman bahan makanan
mengalami penurunan. Semula kontribusinya mencapai Rp 278 milyar, tahun 1999
turun menjadi Rp 201 milyar. Banyak faktor yang menyebabkan keadaan ini terjadi.
Banjir, misalnya, dapat menghancurkan sawah lebak maupun sawah pasang surut
mereka. Belum adanya irigasi yang memadai menyebabkan penanaman padi hanya
dapat dilakukan satu kali saja. Irigasi yang sudah dibangun ternyata belum mampu
memenuhi kebutuhan yang ada. Banyaknya lahan sawah yang beralih fungsi menjadi
lokasi perkebunan karet atau kelapa sawit pun turut menyebabkan penurunan ini.
Hal itu terutama terjadi di Kecamatan Mesuji. Beralihnya tenaga kerja yang semula
menggarap sawah ke sektor yang lain misalnya industri dan perkebunan juga dapat
menjadi faktor penyebab.
Kontribusi sektor pertanian dalam kegiatan ekonomi merupakan yang paling
besar nilainya mencapai Rp 1 trilyun, dengan subsektor perkebunan sebagai yang
utama sekitar Rp 468 milyar.
3. Pertambangan
Secara geologis, formasi batuan yang terdapat di daerah penyelidikan berturut-turut
dari tua ke muda sebagai berikut: Batuan Intrusi Granit (Jgr / Gr), Formasi Air Benakat (Tma),
Formasi Muara Enim (Tmpm), Formasi Kasai (Qtk), Pasir Kuarsa (Qak), Endapan Rawa (Qs),
Endapan Aluvium (Qa)
Setelah dilakukan inventarisasi dan evaluasi, baik hasil lapangan serta hasil kajian
pustaka di Kabupaten Ogan Komering Ilir terdapat 18 (delapan belas) lokasi bahan galian
mineral non logam berupa: Granit 2 (dua) lokasi , pasir kuarsa 4 (empat) lokasi, kaolin 2
(dua) lokasi dan lempung 10 ( sepuluh ) lokasi.
29
a. Granit
Di daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir, granit dijumpai pada Satuan Batuan Intrusi
Granit yang merupakan batuan tertua atau batuan dasar. Diketemukan di Bukit Batu
Desa Air Rumbai, Kecamatan Pampangan granit di daerah ini berwarna hijau kehitaman,
tekstur kristal faneritik , bersusunan mikrolin, ortoklas, plagioklas, kuarsa dan biotit.
Granit di daerah ini mempunyai luas sebaran sekitar 50 ha, tebal 25 m berat jenis 2,8
sehingga sumber daya hipotetik diperkirakan mencapai 35.000.000 ton . Granit di
daerah ini telah sebagian ditambang untuk dibuat batu split dipergunakan untuk
perkerasan badan jalan.
Selain itu ditemukan pula di Desa Ujungtanjung, Kecamatan Tulung Selapan, granit di
daerah ni berwarna putih kehijauan sampai hijau kehitaman, tekstur kristal faneritik,
bersusunan mikrolin, ortoklas, plagioklas, kuarsa dan biotit mempunyai luas sebaran 20
ha, tebal 15 m, berat jenis standart (sekunder) 2,8 Sumber daya hipotetik mencapai
8.500.000 ton.
b. Lempung
Lempung terbentuk akibat proses sedimentasi hasil rombakan batuan yang telah ada,
berukuran kurang dari 4 mikron dan memperlihatkan sifat plastis bila dicampur dengan
air.
Ditemukan di Desa Batuampar, kecamatan Sirah Pulau Padang. Lempung di daerah ini
berwarna putih ke abu-abuan, bersifat plastis dan telah diusahakan oleh penduduk
setempat untuk pembuatan batubata dijual dengan harga Rp.350,-/ buah. Sebaran
lempung di daerah ini cukup luas mencapai 50 ha dengan ketebalan 2 m sumber daya
hipotetik 3.000.000 ton.
Ditemukan di Desa Kijang ulu, kecamatan kota Kayu Agung. Mata pencaharian
penduduk desa ini kebanyakan pembuat batubata, lempung didaerah ini berwarna
putih keabu-abuan plastis berbutir halus, dibuat batubata dengan ukuran 10 cm x 20
cm. Luas sebaran lempung di daerah ini mencapai 100 ha dengan ketebalan 2 m
sumber daya hipotetik 6.000.000 ton.
Ditemukan di Desa Talang Pangeran, kecamatan Tanjung Lubuk. Lempung berwarna
coklat keputihan bersifat pasiran, telah diusahakan oleh penduduk setempat untuk
pembuatan batubata luas sebaran 50 ha ketebalan mencapai 3 m sumberdaya
hipotetik 4.500.000 ton.
Ditemukan di Desa Teluk Gelam, kecamatan Tanjung Lubuk. Lempung berwarna abuabu kemerahan bersifat plastis, halus luas sebaran diperkirakan 75 ha , ketebalan 2 m,
sumber daya hipotetik mencapai 4.500.000 ton.
Lempung di daerah ini juga telah diusahakan penduduk setempat untuk pembuatan
batubata untuk keperluan setempat.
Ditemukan di Desa Bunut, Kecamatan Tanjung Lubuk. Lempung berwarna abu-abu
kecoklatan bersifat agak pasiran, sebaran lempung didaerah ini sekitar 25 ha dengan
ketebalan 2 m, sumber daya hipotetik 1.500.000 ton.
Ditemukan di Desa Sepucuk kecamatan Pedamaran. Lempung berwarna putih ke abuabuan bersifat plastis bila kena air. Di daerah ini lempung telah diusahakan oleh
penduduk setempat untuk pembuatan batubata dengan ukuran 10 cm x 20 cm dijual
dengan harga Rp.400,-/ buah mutu batubata di daerah ini cukup bagus dibandingkan
dengan daerah-daerah sekitarnya. Luas Sebaran sekitar 50 ha dengan ketebalan 2 m
dan sumbe daya hipotetik 3.000.000 ton.
Ditemukan di Desa Gading Rejo kecamatan Pedamaran. Lempung berwarna putih ke
abu-abuan bersifat agak pasiran. Di daerah Gading Rejo in lempung telah diusahakan
untuk pembuatan batubata dan genting untuk keperluan setempat. Luas sebaran
diperkirakan 30 ha dengan ketebalan 3 m, sumber daya hipotetik 2.750.000 ton.
Ditemukan di Desa Sidomulyo, kecamatan Sungai Menang. Lempung berwarna abu-
30
abu keputihan, bersifat plastis dan sedikt agak pasiran. Lempung di daerah ini telah
diusahakan oleh penduduk setempat untuk pembuatan batubata dijual dengan harga
Rp.350.-/buah, luas sebaran diperkiranan 25 ha dengan ketebalan 2 m, sumber daya
hipotetik 1.500.000 ton.
Ditemukan di Desa Muara Burnai, kecamatan Lempuing. Lempung berwana abuabu
keputihan bersifat plastis. Luas sebaran mencapai 40 ha dengan ketebalan 2,5 m,
sumber daya hipotetik 2.800.000 ton dan didaerah ini lempung diusahakan untuk
pembuatan batubata.
Ditemukan di Desa Tugu Agung, kecamatan Lempuing. Lempung didaerah ini
berwarna putih keabu-abuan bersifat plastis, lempung didaerah ini teleh diusahakan
penduduk setempat dalam pembuatan batubata. Luas sebaran 30 ha dengan
ketebalan 2 m, sumber daya hipotetik 2.000.000 ton.
c. Kaolin
Kaolin terjadi dari hasil pelapukan yang kuat dari batuan-batuan kristalin, terutama yang
bersifat asam seperti granit, diorit, dasit dan sebagainya. Proses pelapukan ini biasanya
proses pelapukan kimiawi atau alterasi hidrotermal.
Ditemukan di Desa Kota Raya, Kecamatan Kota Kayu Agung. Kaolin berwarna putih,
bersifat plastis, halus ditemukan pada galian sumur penduduk pada kedalaman 5 7
m, sebaran dan sumber daya tidak dapat dihitung secara pasti .
Ditemukan di Desa Sepucuk, Kecamatan Pedamaran. Kaolin di daerah ini berwarna
putih, halus dan bersifat plastis. Kaolin ditemukan pada penggalian sumur dekat lahan
untuk perkebunan kelapa sawit dengan ketebalan 3 m, luas sebaran 10 ha , berat
jenis 2,5 , sumber daya hipotetik 750.000 ton.
d. Pasir Kuarsa
Pasir kuarsa di daerah ini sebagian besar terdapat sebagai endapan pantai dan sebagian
lagi ditemukan pada sungai-sungai yang mengering.
Ditemukan di Desa Penyandingan, Kecamatan Teluk Gelam. Pasir kuarsa di daerah ini
berwarna putih keabu-abuan pada keadaan basah, berbutir halus sampai sedang.
3
Diambil dari sungai Komering perhari mencapai 50 m dengan harga jual Rp.
60.000/truk.
Ditemukan di Lebung Gajah Desa Sungai Pasir, Kecamatan Cengal. Pasir kuarsa
didaerah ini merupakan endapan pantai Berwarna putih dengan kilap terang hingga
agak keabu-abuan berbutir halus hingga kasar. Luas sebaran mencapai 300 ha dengan
ketebalan 6 m diperkirakan sumber daya hipotetik 50.000.000 ton.
Ditemukan di Bukit Tujuh Desa Sungai Pasir, Kecamatan Cengal. Pasir kuarsa didaerah
ini merupakan endapan pantai, berwarna putih hingga agak keabu-abuan berbutir
halus sampai agak kasar. Luas sebaran mencapai 280 ha dengan ketebalan 5 m
sumber daya hipotetik 40.000.000 ton.
Ditemukan di Desa Muara Burnai, Kecamatan Lempuing, pasir kuarsa berwarna putih
kecoklatan, berbutir halus sampai sedang, luas sebaran 40 ha dengan ketebalan 2,5
m, sumber daya hipotetik 2.700.000 ton.
4. Pariwisata
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten OKI mencatat, bahwa di daerah OKI
memiliki sebanyak 12 wisata alam. Setiap wisata alam tersebut menyimpan kekhasan dan
daya tarik tersendiri yang potensial sebagai sumber pendapatan asli daerah. Salah satu
potensi wisata yang akan dikembangkan adalah Wisata Danau Teluk Gelam sebagai objek
yang banyak diminati masyarakat. Selain dijadikan sebagai tempat berekreasi bersama
keluarga, terkadang masyarakat menyebutnya sebagai wisata konferensi. Kebanyakan
pengunjung objekwisata TelukGelam, kata dia, terlihat ramai saat akhir pekan (weekend).
Dalam acara konferensi, khususnya pada malam harinya. Aktivitas yang dilakukan pun
31
5. Perkembangan teknologi
Teknologi yang berkembang di OKI memiliki kesamaan dengan
perkembangan di daerah-daerah lainnya. Alat-alat komunikasi modern seperti
handphone telah menyebar terutama di perkotaan. Begitu pula alat-alat transportasi
secara umum telah menjangkau daerah-daerah terpencil di kabupaten OKI. Namun
demikian, teknologi internet nampaknya masih belum tersambung sehingga masih
dalam jumlah yang terbatas. Sarana telekomunikasi, kapasitas tersedia 7.049 SST
dan tersambung 6.790 SST.
Kemajuan pembangunan daerah OKI antara lain sudah memiliki bandar
udara yang bernama Serdang Gelumbang. Jarak dari Ibukota Provinsi 66 km. Panjang
Landasan 1 km dan jenis pesawat yang bisa mendarat adalah C-212.
Dari sejumlah sarana sosial, yang ada datanya adalah sarana air bersih yaitu
Kapasitas Terpasang 105 liter/detik, produksinya rata-rata 2.386.161 liter/detik dan
terjual 2.386.161 m3 per tahun.
C.
33
di masa depan seolah-olah tidak akan pernah berubah dan tidak terpengaruh
oleh situasi global yang semakin deras bergulir.
Dengan melihat situasi tersebut, dalam diskusi fokus pada saat survey ini
tercetus gagasan agar peserta didik diperkenalkan dengan situasi dan peluang di luar
kampungnya. Dengan informasi yang ada di luar, diharapkan para peserta didik
terbuka motivasinya untuk mengikuti pendidikan.
Kondisi lainnya yang menyangkut tutot. Kemampuan tutor umumnya masih
rendah dan perlu mendapat penataran. Mereka umumnya berlatar belakang
pendidikan SPG, D2 dan S1 dan dengan kualifikasi di atas cukup baik tetapi jika tidak
diberi wawasan yang terus menerus tidak akan terjadi inovasi pembelajaran di
Program Paket A. Masalah di seputar tutor juga terjadi yaitu masih sulit mencari
tutor, sehingga pengadaanya masih bekerjasama dengan Kepala SD yaitu diambil
dari guru SD yang ada di sekitarnya.
Kurikulum yang dikembangkan dalam program paket A di Ogan Komering Ilir
tidak memiliki bentuk yang sesungguhnya. Proses pembelajaran mengalir begitu saja
tanpa ada pembahasan yang mendalam dan menunjukkan ciri khas sebagai
pendidikan nonformal. Saat ini, program pembelajaran masih mengacu pada Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ada di SD karena kebentulan tutor berasal
dari guru SD setempat. Karena tidak ada kurikulum yang khusus, makan mengajar
hanya mengikuti bahan yang ada di modul.
Sarana yang tersedia untuk penyelenggaraa Program Paket A di Ogan
Komering Ilir sangat terbatas. Buku atau modul yang diperlukan tidak ada, yang ada
hanya terbatas untuk tutor. Tidak ada alat peraga dan tidak ada alat praktek untuk
keterampilan.
Pendanaan untuk terselenggarannya program Paket A masih tergantung dari
APBN dan APBD. Tokoh-tokoh masyarakat belum memiliki inisiatif untuk
mengembangkan PKBM pada khususnya atau menyelenggarakan pendidikan formal
pada umumnya. Dengan kondisi yang demikian, geliat program Paket A sebagai
tumpuan terakhir dalam menntaskan wajib belajar 9 tahun belum tampak. Oleh
karena itu perlu dipikirkan agar dari pihak tokoh masyarakat juga berinisiatif untuk
menyelenggarakan atau membantu pendidikan non formal di daerahnya.
Kendala dan Kebutuhan Lapangan
Berikut adalah sejumlah masalah dan kebutuhan lapangan untuk dapat
terselenggarana program Paket A dengan baik.
No
1
34
No
Aspek
Tutor
Orang tua WB
Penilik PLS
Sarana
Dana
Kurikulum
No
Aspek
Bahan Ajar
36
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
37
38
39
d.
40
41
42
43
Sebagian warga belajar belum lancar membaca bacaan yang ada. Mereka
rata-rata masih membaca dengan terputus-putus. Kemudian tutor
meminta warga belajar untuk menceritakan isi bacaan tersebut dengan
mendiskusikan dalam kelompok dan melaporkan hasil diskusi secara lisan.
Pada tugas pengamatan kelapa sawit tidak dapat dilakukan karena lokasi
PKBM jauh dari kebun kelapa sawit. Tutor hanya melakukan tanya jawab
tentang kelapa sawit yang dijawab warga belajar berdasar pengalaman
yang kemudian jawaban diperkuat oleh tutor. Kemudian warga belajar
secara individu diminta untuk menjawab pertanyaan sebagai bentuk
evaluasi pemahaman materi yang telah dipelajari. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa untuk masalah penjumlahan, sebagian besar warga
belajar tidak menemui kesulitan dalam menjawab pertanyaan. Untuk
mengurangi kejenuhan, kegiatan diselingi dengan menyanyi sambil
menggerakkan anggota tubuh.
Selanjutnya, kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan Kegiatan 2. Pada
kegiatan ini hanya dilakukan untuk menceritakan gambar. Warga belajar
tidak mengalami kesulitan dalam menceritakan gambar. Kemudian warga
belajar diminta untuk mengerjakan soal yang ada untuk menguji
pemahaman diri. Sebagian besar mereka tidak mengalami kesulitan
dalam menjawab pertanyaan yang ada, namun rata-rata mereka belum
sempurna dalam menulis kata-kata.
44
Pembahasan
Secara prosedural, penelitian dan pengembangan ini telah memenuhi
langkah penelitian dan pengembangan yang dapat dipertangungjawabkan. Produk
pengembangan yang dihasilkan memiliki kemudahan untuk diterapkan. Kemudahan
dalam penyusunan bukan berati mudah diwujudkan. Dalam proses pengembangan
bukan hanya terletak pada faktor objek yang dibuat tetapi juga proses atau
mekanisme dalam mewujudkannya. Model pengembangan bahan ajar yang dibuat
ini tidak menjelakan bagaimana daerah menyediakan dana, penunjukkan tim
pengembang, jumlah bahan ajar yang dibutuhkan, dan tema-tema bahan ajar yang
akan diangkat. Semua persoalan yang disebutkan di atas merupakan kebijakan
daerah yaitu di tingkat Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota masing-masing.
Sebenarnya di mana fungsi atau manfaat dari buku panduan pengembangan
bahan ajar berikut contoh atau modelnya? Dalam kerangka pengembangan suatu
sistem pendidikan, pengadaan bahan ajar merupakan bagian integral dari proses
pendidikan dan merupakan bagian dari penyediaan sumber belajar. Tingkat
kepentingannya sama dengan penyediaan guru atau tutor, kurikulum, alat peraga,
dan alat evaluasi pembelajaran. Dengan demikian sifatnya wajib tersedia. Walaupun
bahan ajar, modul, atau buku bukan satu-satunya sumber belajar tetapi buku adalah
sumber belajar yang paling efektif untuk digunakan di daerah-daerah terpencil.
Penyediaan sumber belajar (bahan ajar) di daerah dapat diduga akan
mengalami hambatan, bukan terletak pada bagaimana menyusun bahan ajar tetapi
lebih karena faktor teknis seperti tidak ada anggaran yang cukup, tidak memiliki
sumberdaya manusia, dan belum ada payung hukum. Bahkan, bisa saja ketika bahan
ajar telah disusun, para tutor belum mampu memanfaatkan secara optimal.
Dengan banyaknya hambatan di atas, kiranya perlu ada upaya yang lebih luas
artinya memandang permasalahan di setiap daerah yang lebih menyeluruh dan tidak
sebagian-bagian. Sekedar usulan, kiranya setiap daerah memiliki pola pikir sebagai
berikut:
1. Penyediaan bahan ajar merupakan investasi yang relatif lama, biasanya masih
layak digunakan sampai lima tahun ke depan. Bagi daerah yang memiliki
anggaran pendidikan yang mencukupi alangkah baiknya jika dinas pendidikan
menganggarakan secara khusus sejumlah naskah bahan ajar. Idealnya biaya
pencekatan disediakan oleh dinas pendidikan. Jika tidak mampu, dinas pendidian
dapat melakukan MoU dengan pihak stakeholder dalam pencetakan. Hal yang
perl dipersiapkan adalah sistem regulasi penjualan bahan ajar yang berlaku lokal.
45
46
47
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
a. Kebutuhan lapangan terhadap bahan ajar Kesetaraan Paket A Tingkatan 1
sebenarnya cukup mendesak. Di daerah belum tersedia panduan
pengembangan bahan ajar yang dilahirkan melalui studi komprehensif. Dari
hasil penelitian, bahan ajar yang dibutuhkan adalah yang sesuai kondisi
sosial, ekonomi dan budaya daerah setempat. Di daerah penelitian
(Kabupaten OKI) yang merupakan daerah pengembangan kelapa sawit sangat
cocok jika bahan ajar memiliki tema Kelapa Sawit. Selain kelapa sawit, ada
lagi sekurang-kurangnya 31 tema bahan ajar yang dapat diangkat yaitu
tentang Sanitasi Lingkungan Sehat, Penjernihan Air, Bahaya Obat Terlarang,
Pedagang Sukses, Beternak Sapi, Beternak ayam kampung, Tanaman Obat,
Bahaya hutan rusak, Bertani Sawah Tanah Hujan, Berkebun kakao, Berkebun
karet, Berkebun tebu, Berkebun kopi, Berkebun teh, Berkebun nenas, industri
CPO, industri minyak goreng, industri crumb rubber, industri pengolahan
kopi, industri pengalengan ikan, industri ikan beku, industri pengalengan
nenas, industri teh hijau, kerupuk ikan, kemplang,
empek-empek,
peternakan sapi, Mengenal tambang granit, Mengenal lempung, mengenal
kaolin, dan mengenal pasir kuarsa.
2. Model bahan ajar Paket A Tingkatan 1 yang dapat dijadikan rujukan oleh
semua pihak adalah berupa panduan pengembangan bahan ajar, model
bahan ajar, model silabus, maupun model Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran-nya. Khususnya dalam pengembangan bahan ajar disarankan
mengikuti langkah sebagai berikut:
a. telaah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK dan KD) sejumlah
mata pelajaran pada Paket A tingkatan I yang ada sesuai Permen Nomor
14 tahun 2007. Hasil telaahan digambarkan dalam bentuk pemetaan SK
dan KD sehingga tampak kedekatan antar kompetensi yang akan
diakomodasi dalam bahan ajar. Untuk memudahkan telaahan dapat pula
dibantu dengan lembaran SK dan KD Sekolah Dasar. Langkah konkritnya
adalah menampilkan SK dan KD mata pelajaran yang digabung (misalnya
IPS, IPA, bahasa, dan matematika)
b. telaah situasi dan masalah yang dihadapi masyarakat di daerah masingmasing. Hasil telaah ditampilkan dalam bentuk alternatif tema-tema pokok
yang akan diangkat dalam tema bahan ajar. Misalnya dapat mengambil
dari sejumlah tema yang telah disebutkan di atas seperti budidaya sawit,
kakao, tebu, dan lain-lain.
c. menyusun dan mengembangkan bahan ajar dengan pendekatan tematik.
3.Model bahan ajar Paket A Tingkatan 1 yang dikembangkan untuk kabupaten
OKI (sebagai lokasi uji coba) dapat diterapkan pada lingkungan pendidikan
kesetaraan dan relevan dengan kondisi sosial, budaya, dan ekonomi
48
49
DAFTAR PUSTAKA
50
51