Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN

PENGEMBANGAN
MODEL BAHAN AJAR
PAKET A TINGKATAN I

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PUSAT KURIKULUM
JAKARTA, 2008

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Permendiknas No. 6 tahun 2007 tentang pelaksanaan Standar Isi dan Standar
Kompetensi Lulusan menyebutkan bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah
dapat mengadopsi dan atau mengadaptasi model kurikulum tingkat satuan
pendidikan dasar dan menengah yang disusun oleh Balitbang bersama unit utama
terkait. Salah satu tugas dan fungsi Pusat Kurikulum adalah mengembangkan modelmodel kurikulum. Berkaitan dengan pengembangan model-model tersebut termasuk
juga pengembangan model bahan ajar untuk bentuk-bentuk satuan pendidikan
nonformal.
Pengembangan model-model kurikulum dan bahan ajar ini dapat menjadi
acuan bagi sekolah untuk memaksimalkan kualitas penerapan kurikulum dan bahan
ajar yang digunakan sehingga diharapkan dapat mendukung renstra Depdiknas
bidang penelitian dan pengembangan pendidikan dalam upaya penjaminan mutu
secara terprogram dengan mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.
Sedangkan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan bahan ajar beserta
sarana pendukung pembelajaran yang disusun oleh satuan pendidikan meliputi
seluruh mata-mata pelajaran jenjang pendidikan dasar dan menengah seperti yang
diatur Standar Isi.
Pada tahun anggaran 2008, Pusat Kurikulum mengembangkan model-model
bahan ajar Pendidikan Nonformal yang meliputi: (1) model bahan ajar Pendidikan
Anak Usia Dini Pendidikan Nonformal, (2) model bahan ajar Kesetaraan Paket A,
khususnya tematik tingkatan 1 setara kelas III, (3) model bahan ajar Kesetaraan
Paket B, khususnya mata pelajaran IPS dan IPA Terpadu, (4) model bahan ajar
Homeschooling, (5) model bahan ajar Keaksaraan, dan (6) model bahan ajar
Kekursusan. Dari keseluruhan rencana pengembangan model di atas, salah satu
diantaranya yang tuntas dikembangkan adalah pengembangan model bahan ajar
Kesetaraan Paket A, khususnya tematik tingkatan 1 setara kelas III.
Pentingnya pengembangan model bahan ajar Keseteraan Paket A didasari
oleh latar belakang akademik yaitu bahwa pendidikan non formal memiliki fungsi
yang sama dengan pendidikan formal. Tugas pokoknya setara yaitu mengembangkan
potensi warga belajar untuk dapat menguasai pengetahuan, keterampilan
fungsional, dan mengembangkan sikap serta kepribadian profesional. Oleh karena
itu kebutuhan pembelajaran akan bahan ajar dan lainnya, hampir sama dengan
pendidikan formal. Bahkan setelah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
14 Tahun 2007 tentang Standar Isi untuk program Paket A, Program Paket B, dan
Program Paket C kedekatan kompetensi lulusan yang akan dihasilkan dari pendidikan
formal maupun nonformal tidak akan jauh berbeda.
Kesamaan Standar Isi pada pendidikan formal dan non formal yang sangat
mencolok adalah pada Satuan Kredit Kompetensi (SKK) untuk tingkatan 1 yang setara
dengan kelas I dan III di Sekolah Dasar (SD). Sebelumnya, program paket A hanya
dimulai dari kesetaraaan kelas IV sampai dengan VI. Warga belajar pada waktu itu

memulai pendidikannya dari kesetaraan kelas IV dan berakhir di kelas VI. Jika lulus
ujian di kelas VI, maka mereka dapat dinyatakan telah setara dengan lulusan SD.
Setelah berlaku Permen Nomor 14 tahun 2007, Program paket A dimulai dari Tingkat
I (Derajat Awal) yang memulai programnya dari tingkatan I (setara kelas I III).
Konsekuensi dari lahirnya Permen Nomor 14 tahun 2007 tersebut cukup
panjang, salah satunya adalah perlu disediakan model bahan ajar untuk mendukung
proses pembelajaran Program Paket A Tingkatan I. Model bahan ajar tersebut tentu
saja sangat berbeda. Jika melihat perbandingan bahan ajar di kelas I III di Sekolah
Dasar, bahan ajar diciptakan agar mudah diajarkan dengan pendekatan tematik.
Nama-nama mata pelajaran di kelas I, II, dan III masih dipertahankan sebagai mata
pelajaran yang mandiri, tetapi proses pembelajaran bersifat tematik. Bahan ajar
yaitu buku-buku paket yang beredar di pasaran juga masih terbagi atas nama-nama
mata pelajarannya (ada buku pelajaran sains, buku pelajaran IPS, dan lain-lain).
Pertanyaannya adalah, apakah pada program Paket A tingkatan 1 (Berdasarkan
Permen 14 tahun 2007) disamakan dengan bahan ajar di SD dalam pendidikan
formal?. Jika disamakan, maka akan lahir bahan-bahan pembelajaran paket A yang
banyak yaitu ada bahan pembelajaran sain, IPS, bahasa, dan lain-lain yang khusus
untuk Paket A Tingkatan I. Sebaliknya, jika istilah tematik dibangun sejak dari
bahan pembelajaran, maka bahan ajar yang disusun harus sudah bersifat tematik. Di
dalamnya tidak membedakan atau memisah-misahkan setiap mata pelajaran, yang
muncul hanya ada tema-tema terkait.
Permasalahan lain yang muncul adalah ketika memilih tema-tema kajian
dalam bahan ajar. Setidaknya ada 3 pendekatan dalam memilih tema yang saat ini
dikembangkan yaitu:
1. pendekatan link and macth. Pendekatan ini memilih tema-tema bahan ajar dari
apa yang ada dengan dunia pekerjaan dan potensi daerah seperti budidaya
peternakan, pertanian, perkebunan, pengolahan bahan makanan, dan lain-lain.
2. pendekatan penanganan masalah di daerah yaitu mensosialisasikan program
penanganan masalah di daerah seperti masalah lingkungan hidup, bencana alam,
penanganan sampah, dan lain-lain
3. pendekatan pembangunan daerah yaitu mengangkat tema-tema pembangunan
yang seharah dengan program pembangunan daerah.
Dengan melihat permasalahan di atas, dipandang perlu suatu studi atau
kajian konsep dan identifikasi kebutuhan dalam penyediaan bahan ajar untuk paket
A tingkatan I setara kelas III.
B. Rumusan Masalah
Masalah penelitian dan pengembangan ini adalah:
1. Bagaimana kebutuhan lapangan terhadap bahan ajar Kesetaraan Paket A
Tingkatan 1?
2. Bagaimana model bahan ajar Paket A Tingkatan 1 yang dapat dijadikan rujukan
oleh semua pihak baik berupa panduan pengembangan bahan ajar, model bahan
ajar, model silabus, maupun model Rencana Pelaksanaan Pembelajaran-nya?

3. Apakah model bahan ajar Paket A Tingkatan 1 yang dikembangkan dapat


diterapkan pada lingkungan pendidikan kesetaraan dan relevan dengan kondisi
sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat setempat?
C. Tujuan Pengembangan
Tujuan pengembangan ini adalah:
1. mengembangkan kajian konsep dan kebutuhan lapangan terhadap bahan ajar
Kesetaraan Paket A Tingkatan 1
2. menyusun kerangka model bahan ajar Paket A Tingkatan 1 yang berupa panduan
pengembangan bahan ajar, model bahan ajar, model silabus, dan model Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran.
3. menelaah model bahan ajar kesetaraan Paket A dan perangkat terkaitnya
sehingga menghasilkan model bahan ajar yang disempurnakan.
4. mendapatkan data, informasi, dan masukan mengenai kelayakan model untuk
pendidikan kesetaraan dan relevan dengan kondisi sosial, budaya, dan ekonomi
masyarakat setempat.
D. Manfaat Pengembangan
Manfaat pengembangan bahan ajar Paket A yang dilakukan melalui proses
Penelitian dan Pengembangan ini adalah:
1. terjaminnya korelasi bahan ajar yang dikembangkan dengan struktur kurikulum
yang berlaku, yaitu memiliki kelengkapan dalam pembahasannya, komprehensif
dan mendukung tujuan dari kurikulum. Selain itu bahan ajar yang dikembangkan
sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia
2. bahan ajar yang dikembangkan fungsional dan bermakna yaitu dapat diterapkan
dalam berbagai kehidupan yang nyata dan dapat dihayati dan direfleksikan
dalam aktivitas interaksi dengan lingkungan sosial peserta didik.
3. bahan ajar yang dikembangkan bermanfaat bagi masyarakat pengguna bahan
ajar karena dikembangkan dengan pendekata yang berbasis pada lingkungan
sekitar, memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar, dan
mendorong anak untuk mencari, mengolah, menemukan, dan memanfaatkan
bahan yang ada di sekitar peserta didik.
4. bahan ajar yang dikembangkan memiliki keunggulan yaitu keterpaduan dalam
mencapai tujuan pembelajaran dan kompetensi setiap mata pelajaran saling
berkaitan (terintegrasi) dalam tema-tema yang akan dipilih.
5. tingkat keterbacaan penyajian bahan ajar akan lebih tinggi karena melalui proses
pengamatan yang teliti baik dalam aspek penulisan yang lebih kaya (tidak kering)
dan efektif, penggunaan bahasa yang komunikatif, penyajian sesuai dengan
tingkat kemampuan anak, mendorong anak mencari pengetahuan dan
keterampilan baru, dilengkapi pula dengan latihan, tugas, dan aktivitas yang
diberikan mengkaitkan tema dengan keterampilan yang dibahas, relevan dengan
kondisi lingkungan anak, dan memperkuat penguasaan kompetensi dan sesuai
dengan tujuan penilaian pada kurikulum.

BAB II
LANDASAN TEORI PENGEMBANGAN

A. Pengembangan Bahan Ajar


1. Konsep Pembelajaran
Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian
yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat
menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman. Pengertian pembelajaran (Fontana, 1981: 147) adalah, proses
perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman,
sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi
nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Dengan
demikian proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa,
sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan
bersifat rekayasa perilaku.
Peristiwa belajar disertai dengan proses pembelajaran akan lebih terarah dan
sistematik daripada belajar yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam
kehidupan sosial di masyarakat. Menurut konsep sosiologi, belajar adalah
jantungnya dari proses sosialisasi, pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologis
untuk memelihara kegiatan belajar tersebut sehingga tiap individu yang belajar akan
belajar secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan dan dapat hidup sebagai
anggota masyarakat yang baik. Dalam arti sempit, proses pembelajaran adalah
proses pendidikan dalam lingkup persekolahan, sehingga arti dari proses
pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah,
seperti pendidik, sumber/fasilitas, dan teman sesama peserta didik.
Menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses komunikasi
fungsional antara peserta didik dengan pendidik dan peserta didik dengan peserta
didik, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan
bagi peserta didik yang bersangkutan. Pendidik berperan sebagai komunikator,
peserta didik sebagai komunikan, dan materi yang dikomunikasikan berisi pesan
berupa ilmu pengetahuan. Dalam komunikasi banyak arah dalam pembelajaran,
peran-peran tersebut bisa berubah, yaitu antara pendidik dengan peserta didik dan
sebaliknya, serta antara peserta didik dengan peserta didik.
Pola interaksi antara pendidik dengan peserta didik pada hakikatnya adalah
hubungan antara dua pihak yang setara, yaitu interaksi antara dua manusia yang
tengah mendewasakan diri, meskipun yang satu telah ada pada tahap yang
seharusnya lebih maju dalam aspek akal, moral, maupun emosional. Dengan kata
lain, pendidik dan peserta didik merupakan subyek, karena masing-masing memiliki
kesadaran dan kebebasan secara aktif. Dengan menyadari pola interaksi tersebut
akan memungkinkan keterlibatan mental peserta didik secara optimal dalam
merealisasikan pengalaman belajar. Pengertian inilah yang dinamakan Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA), yang pada hakikatnya dapat dipulangkan kembali pada tujuan
pendidikan yang hakiki, yaitu untuk peningkatan martabat kemanusiaan (Raka Joni,
1981: 7).
Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses belajar
dikaitkan dengan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam

struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari


peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsepkonsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di
dalam struktur kognitif peserta didik. Proses belajar tidak hanya menghafal konsepkonsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsepkonsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari
akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar
terjadi belajar bermakna maka pendidik harus berusaha mengetahui dan menggali
konsep-konsep yang telah dimiliki peserta didik dan membantu memadukannya
secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan
diajarkan.
Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika peserta didik mengalami
langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada
hanya mendengarkan penjelasan pendidik.
1. Kedudukan Bahan Ajar dalam Pembelajaran
Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis
besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari peserta
didik dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara
terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep,
prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai. Termasuk jenis materi fakta
adalah nama-nama obyek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang,
dsb. Contoh fakta: Ibu kota Negara RI adalah Jakart, Negara RI merdeka pada tanggal
17 Agustus 1945. Termasuk materi konsep adalah pengertian, definisi, ciri khusus,
komponen atau bagian suatu obyek. Contoh konsep: kursi adalah tempat duduk
berkaki empat, ada sandaran dan lengan-lengannya. Termasuk materi prinsip adalah
dalil, rumus, adagium, postulat, teorema, atau hubungan antar konsep yang
menggambarkan jika...maka.. Misalnya Jika logam dipanaskan maka akan
memuai, rumus menghitung luas persegi adalah sisi kali sisi.
Materi jenis prosedur adalah materi yang berkenaan dengan langkah-langkah
secara sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu tugas. Misalnya langkahlangkah mengoperasikan peralatan mikroskop, cara menyetel televisi. Materi jenis
sikap (afektif) adalah materi yang berkenaan dengan sikap atau nilai, misalnya nilai
kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong, semangat dan minat belajar, semangat
bekerja, dan sebagainya.
Ditinjau dari pihak pendidik, materi pembelajaran itu harus diajarkan atau
disampaikan dalam kegiatan pembelajaran. Ditinjau dari pihak peserta didik bahan
ajar itu harus dipelajari dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang akan dinilai dengan menggunakan instrumen penilaian yang disusun
berdasarkan indikator pencapaian belajar.
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar
atau materi pembelajaran. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran
meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan.
Prinsip relevansi artinya keterkaitan. Materi pembelajaran hendaknya
relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian standar

kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai misal, jika kompetensi yang diharapkan
dikuasai peserta didik berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang
diajarkan harus berupa fakta atau bahan hafalan.
Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus
dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus
meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa
adalah pengoperasian bilangan yang meliputi penambahan, pengurangan, perkalian,
dan pembagian, maka materi yang diajarkan juga harus meliputi teknik penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian.
Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai
dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak
boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang
membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika
terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk
mempelajarinya.
2. Bahan Ajar dalam Pembelajaran Paket A
Bahan ajar secara sederhana dapat dimaknai sebagai suatu bahan yang akan
diajarkan. Dalam pengertian ini, suatu bahan dimaksudkan sebagai sekumpulan
materi, pengetahuan atau ilustrasi fakta dengan menggunakan berbagai bentuk atau
pola pengemasan. Dalam pengertian yang lebih luas, bahan ajar dapat dimaknai
sebagai suatu bentuk pengemasan, pemaparan dan penjelasan tentang
pengetahuan, pengalaman dan ilustrasi fakta secara sistematis dan logis yang
dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Pannen (1996) mengungkapkan bahwa bahan ajar adalah bahan-bahan atau
materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan pendidik dan
peserta didik dalam proses pembelajaran. Bahan ajar menurut Pannen bukan hanya
sekedar media tanpa adanya komponen (tujuan, kompetensi, tema) yang jelas dan
langkah-langkah pelaksanaanya. Pengertian tersebut diperkuat dengan pendapat
Abdul Madjid (2005) yang menyatakan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk
bahan yang digunakan untuk membantu pendidik dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar. Adapun bentuk bahan ajar tersebut dapat berupa bahan tertulis
maupun bahan tidak tertulis.
Bahan ajar itu sendiri merupakan alat yang diperlukan pendidik untuk
mencapai tujuan. Dengan bahan ajar, peserta didik diharapkan dapat mencapai
suatu kompetensi dasar secara runtut dan sistematis sehingga dapat menguasai
kompetensi secara utuh dan terpadu.
Namun demikian, pengertian bahan ajar diungkapkan lebih luas lagi oleh
Gerlach dan Ely dalam Wina Sanjaya (2006) yang secara umum bahan ajar meliputi
orang, alat, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan peserta
didik memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pendapat tersebut
memposisikan bahan ajar bukan hanya perantara tetapi juga sumber belajar dan
kegiatan yang dapat menambah wawasan, keterampilan dan mengubah sikap.
Bila ditelaah dari beberapa pengertian bahan ajar di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa penggunaan bahan ajar sangat penting dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Pentingnya peranan bahan ajar tersebut dikemukakan oleh Edgar

Dale dalam Wina Sanjaya (2006) yang menggambarkan peranan bahan ajar dalam
proses pengalaman belajar anak dalam sebuah kerucut. Kerucut itu dinamakan
kerucut pengalaman (Cone of Experience). Kerucut itu mengandung pengertian
bahwa semakin konkrit pengalaman yang dialami peserta didik akan semakin banyak
pengetahuan yang diadapat dibandingkan dengan pengalaman yang didapat secara
abstrak.
Cone of Experience kali pertama dikemukakan oleh Edgar Dale. Menurutnya,
proses belajar dan interaksi mengajar tidak harus dari pengalaman langsung, tetapi
dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan kelompok siswa yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi
belajar. Pengalaman langsung akan memberikan informasi dan gagasan yang
terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena ia melibatkan indera penglihatan,
pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba.

Gambar Kerucut Edgar Dale


Lebih lanjut Dale mengatakan bahwa stimulus visual membuahkan hasil
belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat
kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dan konsep. Di lain pihak, stimulus
verbal memberi hasil belajar yang lebih apabila pembelajaran itu melibatkan ingatan
yang berurutan (sekuensial). Hal ini merupakan salah satu bukti dukungan atas
konsep dual coding hypothesis (hipotesis koding ganda). Konsep itu mengatakan
bahwa ada dua sistem ingatan manusia, satu untuk mengolah simbol-simbol verbal
kemudian menyimpannya dalam proposisi image, dan lainnya untuk mengolah
image nonverbal yang kemudian disimpan da;am proposisi verbal.
Perbandingan memperolehan hasil belajar melalui indera pandang dan indera
dengar sangat menonjol perbedaannya. Kurang lebih 75% hasil belajar seseorang
diperoleh melalui indera pandang, dan hanya sekitar 13% diperoleh melalui indera

dengar dan 12% lagi dari indera lainnya (Dale). Sementara Paivio mengatakan 95%
untuk indera lihat dan 5% untuk indera dengar dan 5% untuk indera lainnya.
Bahan ajar peserta didik Paket A Tingkatan I (setara SD kelas I, II, dan III) yang
disusun dan dikembangkan adalah bahan ajar cetak, seperti: buku, lembar kerja
siswa, dan gambar atau alat peraga. Selain bentuk cetak tersebut, bahan ajar lain
dapat berbentuk non cetak seperti Audio, Video, dan komputer serta berbagai
bentuk bahan ajar display seperti Flipchart, Chart atau Wallchart, Foster, Foto, dan
Realia.
1. Buku Teks
Buku teks atau buku pelajaran merupakan salah satu sumber belajar yang paling
banyak digunakan oleh peserta didik dan pendidik dalam pembelajaran. Buku
pelajaran yang layak digunakan di satuan pendidikan (Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat) harus terlebih dahulu telah dilakukan penilaian oleh Departemen
Pendidikan Nasional dalam hal ini Pusat Perbukuan, untuk mendapatkan izin dan
pengesahan.
2. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar kerja siswa adalah lembaran lembaran yang berisi tugas yang harus
dikerjakan peserta didik. Biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk
menyelesaikan suatu tugas. Dalam menyiapkan LKS pendidik harus cermat dan
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai karena sebuah LKS harus
memenuhi paling tidak kriteria yang berkaitan dengan tercapai atau tidaknya
sebuah kompetensi dasar yang dikuasai peserta didik.
3. Wallchart
Wallchart merupakan bahan cetak, biasanya berupa bagan siklus/proses/grafik
yang bermakna menunjukan posisi tertentu. Wallchart masuk ke dalam katagori
alat bantu mengajar untuk mengembangkan aspek bidang pengembangan
kecerdasan matematika, sains dan bahasa. Karena wallchart didesain sebagai
bahan ajar maka harus memenuhi kriteria antara lain memiliki kejelasan tentang
kompetensi dasar dan materi pokok yang harus dikuasai peserta didik, diajarkan
untuk berapa lama dan bagaimana cara menggunakannya.
4. Realia
Realia merupakan bahan ajar berbentuk tiga dimensi berupa benda nyata (real
thing) yang dipamerkan. Contoh bahan ajar realia antara lain mata uang, bendabenda, tanaman dan hewan.
5. Foster
Foster merupakan konsep visual yang berisi kombinasi antara gambar, warna dan
penggunaan kata-kata (teks). Foster pada umumnya dibuat untuk menangkap
dan mempertahankan perhatian audiens agar dapat memahami informasi dan
pesan yang terdapat didalamnya.
Selain pengelompokan bahan ajar diatas, ada juga pengelompokan bahan
ajar menurut Facult de Psychologie et des Sciences de lEducation Universite de
Genve dalam Abdul Madjid (2005) yang membagi bahan ajar menjadi media tulis,
audio visual, elektronik, dan interaktif terintegrasi yang kemudian disebut mediamix.

B. Pendekatan Tematik dalam Pengembangan Bahan Ajar


Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar,
konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi
peserta didik Paket A Tingkatan I sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran tematik.
Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk
mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman
bermakna kepada peserta didik. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok
yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Dengan ditentukan suatu
tema, diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, diantaranya:
1) Peserta didik mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu;
2) Peserta didik mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai
kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
3) Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan
matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik;
5) Peserta didik mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi
disajikan dalam konteks tema yang jelas;
6) Peserta didik lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi
nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran
sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
7) Pendidik dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara
tematik dapat disiapkan sekaligus, waktu selebihnya dapat digunakan untuk
kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Ada sejumlah landasan dalam pembelajaran tematik, yaitu landasan filosofis,
landasan psikologis, dan landasan yuridis.
Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga
aliran filsafat yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme. Aliran
progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada
pembentukan kreativitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah
(natural), dan memperhatikan pengalaman peserta didik. Aliran konstruktivisme
melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam
pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau
bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi
dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat
ditransfer begitu saja dari seorang pendidik kepada peserta didik, tetapi harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing peserta didik. Pengetahuan bukan
sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus.
Keaktifan peserta didik yang diwujudkan oleh rasa ingin tahu sangat berperan dalam
perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat peserta didik dari segi
keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.
Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan
dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi
perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran
tematik yang diberikan kepada peserta didik agar tingkat keluasan dan
kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar
memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik

10

tersebut disampaikan kepada peserta didik dan bagaimana pula peserta didik harus
mempelajarinya.
Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai
kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di
sekolah dasar (setara Paket A Tingkatan I). Landasan yuridis tersebut adalah Undangundang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa
setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya (pasal 9). Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan
pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat,
dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan peserta didik
secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memperoleh
pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai
pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan
memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan
konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori tokoh psikologi
Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna
dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.
Selain itu, pembelajaran tematik menekankan pada penerapan konsep
belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, pendidik
perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi
kebermaknaan belajar peserta didik. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan
unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan
konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga
peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu,
dengan penerapan pembelajaran tematik, akan sangat membantu peserta didik,
karena sesuai dengan tahap perkembangannya yang masih melihat segala sesuatu
sebagai satu keutuhan.
Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: 1) Pengalaman dan
kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak
usia (Paket A Tingkatan I); 2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan peserta didik; 3) Kegiatan
belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi peserta didik sehingga hasil belajar
dapat bertahan lebih lama; 4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir; 5)
Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan
yang sering ditemui dalam lingkungannya; dan 6) Mengembangkan keterampilan
sosial, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan
orang lain.
Pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh
beberapa keuntungan yaitu: 1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar
dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang
tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan, 2) Peserta didik mampu melihat
hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan
sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, 3) Pembelajaran menjadi utuh
sehingga akan mendapatkan pengertian dan materi yang tidak terpecah-pecah. 4)

11

Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan
semakin baik dan meningkat.
Sebagai suatu model pembelajaran di Paket A Tingkatan I, pembelajaran
tematik memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada peserta didik
Pembelajaran tematik berpusat pada peserta didik (student centered), hal ini
sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan
peserta didik sebagai subjek belajar sedangkan pendidik lebih banyak berperan
sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada untuk
melakukan aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada peserta
didik (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, peserta didik
dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami
hal-hal yang lebih abstrak.
3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak
begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema
yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan peserta didik.
4. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran
dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian peserta didik mampu
memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk
membantu peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari.
5. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana pendidik dapat
mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang
lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan peserta didik dan keadaan
lingkungan.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik
Peserta didik diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya
sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
C. Langkah-Langkah Pengembangan Bahan Ajar
Dalam menyusun dan mengembangkan bahan ajar yang baik diperlukan
kecermatan dan ketelitian dalam menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh.
Hal ini dikarenakan bahan ajar itu sendiri merupakan refleksi dari penjelasan struktur
materi pokok atau substansi kajian yang akan dibahas pada suatu proses
pembelajaran. Dengan demikian, bahan ajar yang ditulis dapat dipertanggung jawab
logika isinya, argumentasi penjelasannya serta berbagai ilustrasi fakta yang
dipergunakan. Adapun langkah-langkah yang dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam mengembangkan bahan ajar adalah:
1. Memetakan dan menganalisis silabus secara lengkap. Langkah ini berguna untuk
memberikan dasar dan tujuan pembelajaran. Selain itu, silabus juga memberikan
gambaran umum tentang identitas tema, kompetensi dan materi pokok yang

12

akan dicapai dan dibahas serta proses pembelajaran untuk mencapai hal
tersebut. Silabus akan membantu proses penataan struktur bahan yang akan
disajikan dalam bahan ajar.
2. Merencanakan materi pokok atau substansi kajian.
Berdasarkan struktur kompetensi yang disusun dalam silabus biasanya telah
disusun pula struktur substansi kajian utama dan substansi kajian tambahan
untuk mencapai suatu kompetensi dasar yang diinginkan. Struktur kompetensi
dan substansi kajiannya memberikan gambaran tentang arah dan konten serta
proses pembelajaran yang diinginkan. Struktur ini sekaligus memberikan
gambaran utuh tentang kompetensi yang harus dikuasai dan substansi kajian
yang harus ditelah dan dikuasai.
3. Menulis gagasan pokok dari setiap materi pokok atau substansi kajian.
Berdasarkan struktur kompetensi dan substansi kajian yang terdapat dalam
silabus, pendidik dapat menuliskan garis besar uraian materi inti dari setiap
substansi kajian inti (utama) dan substansi kajian tambahan atau pelengkap.
Uraian materi inti sebagai penjelas dari substansi kajian menjadi awal
pengembangan bahan ajar dari suatu proses pembelajaran yang dilakukan
pendidik.
4. Menelaah ilsutrasi data (contoh) dan referensi pendukung.
Berdasarkan uraian pada langkah ketiga, pengembangan bahan ajar dapat
dilanjutkan dengan menyusun dan menelaah berbagai ilustrasi penjelasan pada
uraian pokok terdahulu. Ilustrasi penjelasan dapat memberikan pemahaman
yang lebih kongkrit, jelas dan mendalam pada pembaca tentang berbagai
konsep, hukum, prinsip atau prosedur tertentu.
5. Menulis dan mengembangkan bahan ajar secara lebih lengkap.
Setiap gagasan pokok yang telah ditulis kemudian diuraikan secara terperinci dan
jelas. Penulisannya dapat dilakukan dalam bentuk tekstual, naratif, ekplanatory,
deskriftif, argumentatif dan perintah.
6. Menguji coba dan mengevaluasi keterbacaan, kecermatan isi dan pewajahan.
Tahap uji coba ini merupakan proses untuk mengetahui efektivitas bahan ajar
yang telah dikembangkan melalui beragam reaksi dari berbagai pihak terhadap
bahan ajar tersebut.
7. Melakukan revisi.
Proses evaluasi di atas diperlukan untuk memperbaiki bahan ajar, sehingga
menjadi bahan ajar yang baik.
Dalam memilih dan mengembangkan bahan ajar pada suatu mata pelajaran
perlu diperhatikan beberapa persyaratan pokok. Beberapa persyaratan yang
dimaksud diantaranya adalah :
1. Kecermatan isi. Suatu bahan ajar harus menunjukkan kecermatan isi dalam
struktur dan pemaparan yang memiliki landasan keilmuan yang dapat
dipertanggung jawabkan. Kecermatan isi merujuk pada validitas (ketepatan)
bahan ajar dalam memberikan bahan secara logis, runtut dan dapat
dipertanggung jawabkan secara konseptual (keilmuan) maupun fakta secara
empiris.
2. Ketepatan cakupan. Ketepatan cakupan berhubungan dengan keluasan dan
kedalaman materi yang dipaparkan sesuai dengan struktur materi pokok atau
substansi kajian yang dikehendaki dari suatu materi perkuliahan secara utuh.

13

3. Ketercernaan bahan (pemaparan, penyajian materi, ilustrasi, alat bantu,


formating, penjelasan relevansi). Pemaparan bahan ajar seharusnya menyajikan
matari dan berbagai ilustrasinya yang mudah dicerna dan dipahami oleh para
pembaca.
4. Penggunaan Bahasa. Bahan ajar yang baik seharusnya menggunakan gaya bahasa
yang komunikatif, ringan dan mudah dipahami orang lain. Namun demikian,
bahasa yang dipergunakan tetap menggunakan kaidah tata bahasa Indonesia
yang baik dan benar.
5. Perwajahan atau Pengemasan. Bagian yang tidak kalah pentingnya dalam
mengembangkan bahan ajar adalah pewajahan atau pengemasan bentuk dan isi.
Pada bagian ini perlu diperhatikan penataan marjin, pemaparan ilustrasi contoh
serta penempatan data (seperti tabel, grafik, dan sebagainya).
Dalam pengembangan bahan ajar tetap mengacu pada bertujuan untuk :
1. Memberikan panduan utama bagi pendidik tentang gagasan, pengetahuan atau
konsep kunci yang harus dikuasai dalam proses pembelajaran.
2. Menuntun pendidik untuk dapat melakukan kegiatan pembelajaran secara
kreatif sesuai dengan lingkungan sekitar dan kebutuhannya.
3. Memberikan kesempatan pada pendidik untuk melakukan elaborasi bahan
pembelajaran secara lebih dalam dan luas serta aplikatif dengan menggunakan
berbagai buku referensi atau bahan ajar lainnya yang melengkapi atau lebih
lengkap.
4. Memberikan pemahaman tentang penyusunan dan pengembangan bahan ajar
yang appropriate.
5. Membantu anak didik untuk menguasai kompetensi dasar dan menambah
wawasan, keterampilan, dan sikap.

14

BAB III
METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu dengan metode
penelitian dan pengembangan (Research and Development). Metode ini dirancang
untuk mengembangkan suatu produk baru dan atau penyempurnaan produk yang
telah ada dengan langkah-langka yang dapat dipertanggungjawabkan (Sukmadinata,
2005). Produk yang akan dikembangkan dalam penelitian adalah suatu model Bahan
Ajar Paket A Tingkatan I.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dan pengembangan berada di lingkungan Dinas Pendidikan Ogan
Komering Ilir, khususnya Sub Dinas Luar Sekolah dan Olah Raga. Jln. Letnan Darna
Jambi, Kelurahan Sukadana Kayu Agung, Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan. Subjek
Penelitian adalah warga belajar PKBM Budi Luhur Jl. Raya Kabupaten Desa Kman
Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir.
C. Langkah Penelitian dan Pengembangan
1. Kajian konsep dan identifikasi kebutuhan lapangan
a. Kajian Konsep
Kajian konsep dalam penelitian ini identik dengan desk study atau kajian
pustaka. Ada tiga sasaran utama dalam kajian konsep yaitu (a)
dimaksudkan untuk mempelajari tentang kajian akademik bahan ajar,
khususnya bahan ajar Paket A Tingkatan 1, (b) bahan untuk penyusunan
kisi-kisi dan pengembangan instrumen, dan (c) kajian kebutuhan.
b. Penyusunan Instrumen
Bentuk instrumen yang digunakan ada dua yaitu wawancara dan daftar
isian. Wawancara dilakukan kepada tutor, warga belajar, orang tua warga
belajar, dan pengelola PKBM. Pemanfaatan daftar isian untuk merekap
data warga belajar yang ada di OKI.
KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Ruang Lingkup
Pengalaman tutor
Ketercukupan jumlah tutor
Jumlah warga belajar
Alasan mengikuti Paket A
Jumlah Tutor
Kualifikasi tutor
Pelatihan Tutor
Visi dan misi lembaga
Ketersediaan pedoman
pembelajaran Paket A

Bentuk Instrumen
Wwcr
tabel
V
V
v
v
v
v
v
v
v

T
V
V
V

Responden
WB OT

P
V
v

V
V
V
V
V
V

15

10
11
12

13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Rekrutmen warga belajar


Penggunaan kurikulum
Kesesuaian dengan Standar
Kompetensi dan Kompetensi
dasar
Keberadaan silabus dan RPP
Ketersediaan bahan ajar
Ketersediaan buku paket
Ketersediaan Alat peraga
kendala dan kesulitan dalam
melaksanakan pembelajaran
Bantuan pemb. warga belajar
Proses pembelajaran yang ada
pada kelompok saudara?
proses penilaian pembelajaran
ketercapaian pencapaian
pembelajaran
Kendala dan saran dalam
pelaksanaan Paket A
Kelanjutan program Paket A

v
V
v

V
V

v
v
v
v
v

V
V
V
V
V

V
V
V
V

v
v

v
v

V
V

v
V
V

V
V
V
V

V
V

V
V

a. Diskusi fokus mengkaji konseptual dan review instrumen


Kegiatan diskusi dilaksanakan pada tanggal 26 Februasi 2008. Peserta
diskusi terbatas yaitu hanya tim lapangan yang ditugaskan ke OKI
ditambah oleh kasi PLS Kabupaten OKI.
b. Menjaring informasi tentang potensi, kondisi, kebutuhan, dan
karakteristik daerah dalam penyediaan bahan ajar Kesetaraan Paket A
Tingkatan I.
Kegiatan penjaringan informasi dilakukan di Kantor Dinas Pendidikan
Kabupaten Ogan Komering Ilir Jln. Letnan Darna Jambi, Kelurahan
Sukadana Kayu Agung, Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan. Penggalian
informasi melalui teknik tanya jawab dan diskusi.

Unsur
Dinas

Nara Sumber
Fasilitator
Peserta Didik
Orang Tua

PESERTA PENGGALIAN INFORMASI


Jabatan
- Kepala Dinas Dinas Pendidikan
- Panitia (Staf PLS)
- Penilik PLS
- PKBM
- Forum Tutor Paket A
Pendamping lapangan
- Peserta program kesetaraan
Paket A
- Orang Tua dari peserta didik
program Kesetaraan Paket A
Jumlah

Jumlah
1 orang
5 orang
2 orang
6 orang
15 orang
6 orang
5 orang
40 orang

16

c. Observasi lapangan
Lokasi observasi lapangan di PKBM Budi Luhur Jl. Raya Kabupaten Desa
Kman Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Tujuan
observasi adalah untuk melihat kondisi langsung pelaksanaan PKBM dan
jumlah bahan ajar yang tersedia.
2. Penyusunan Kerangka Model dan Pengembangan Model
a. Kerangka Model Bahan Ajar
Penyusunan kerangka model bahan ajar, dilakukan dengan cara
berdiskusi. Dalam diskusi diawali dengan presentasi yang diarahkan pada
pengembangan konsep bahan ajar dan karakteristik bahan ajar pada
pendidikan non-formal.
Kegiatan ini dilaksanakan pada 11 s.d 15 Maret 2008 Tempat di Hotel
Parama, Cisarua, Bogor.
Untuk memenuhi kebutuhan lapangan, pengembangan kerangka model
bahan ajar dipertimbangkan pula kajian kebutuhan. Karena itu, pada
langkah ini dikaji pula laporan Kajian Kebutuhan.
Hasil dari pertemuan ini adalah penyusunan kerangka model bahan ajar
Paket A tingkatan 1.
b. Pengembangan Model Bahan Ajar
Pengebangan model bahan ajar merupakan kegiatan penulisan naskah
bahan ajar Paket A Tingkatan 1 yang memperhatikan kerangka model
bahan ajar hasil diskusi tanggal 11 s.d 15 Maret 2008 Tempat di Hotel
Parama, Cisarua, Bogor.
3. Penelaahan dan Penyempurnaan Model
Tujuan kegiatan ini adalah menelaah model bahan ajar kesetaraan Paket A
dan menyempurnakan model bahan ajar berdasarkan hasil penelaahan.
Ruang lingkup kegiatan ini mencakup :
a. Penelaahan draf model bahan ajar kesetaraan Paket A, yaitu penelaahan
dengan menggunakan kriteria dari berbagai aspek
b. Penyempurnaan draf model bahan ajar kesetaraan Paket A, adalah
perbaikan draf model bahan ajar agar lebih sempurna untuk diujicobakan.
Hasil yang diharapkan adalah penelaahan draf model bahan ajar kesetaraan
Paket A berdasarkan kriteria penelaahan dan penyempurnaan draf model
bahan ajar kesetaraan Paket A.
Kegiatan ini dilaksanaan dengan strategi diskusi kelompok tentang kriteria
penelaahan dan kerja kelompok/individual menelaah draf model bahan ajar
kesetaraan Paket A dan menyempurnakan hasil penelaahan.
Kegiatan ini dilaksanakan pada 27 s.d 30 Mei 2008 dengan mengambil
tempat di Hotel Poencer, Cisarua, Bogor.
Urutan kegiatan penelaahaan adalah:
1. Penelahaan kriteria model

17

Kegiatan ini merupakan diskusi fokus untuk menentukan kriteria


kelayakan model bahan ajar. Diskusi sangat terbatas tetapi efektif dalam
menghasilkan kriteria model terbaik.
2. Diskusi kriteria model
Diskusi dihadiri oleh tim inti pengembangan model. Tujuannya
menentukan rambu-rambu tentang model Paket A yang baik.
3. Penyusunan kriteria model
Dari rambu-rambu yang telah disusun kemudian dibuat kriteria model
sebagai standar penilaian.
4. Penyempurnaan model
Setelah kriteria penilaian tersusun, langkah berikutnya menyempurnakan
model bahan ajar Paket A sesuai kriteria penilaian.
4. Uji coba Model
Kegiatan uji coba model bertujuan untuk mendapatkan data, informasi, dan
masukan mengenai kelayakan model ini dari segi sosial, budaya, ekonomi
masyarakat setempat, dan ciri khas dari pendidikan kesetaraan.
Ruang Lingkup Kegiatan:
a. ujicoba keterbacaan model bahan ajar kesetaraan Paket A, mencakup
aspek korelasi dengan kurikulum, berbasis lingkungan, fungsional dan
bermakna, serta penyajian yang menarik
b. ujicoba keterlaksanaan model bahan ajar Paket A, meliputi kesesuaian
dengan alokasi waktu, langkah-langkah dalam proses pembelajaran, dan
kesesuaian dengan kondisi setempat.
Langkah kegiatan pada tahap ini adalah:
a. Presentasi Model
Presentasi model merupakan penjelasan singkat tentang bahan ajar dan
penjelasan tata cara mengkritisi dan memberi masukan terhadap bahan
ajar yang telah disusun.
b. Diskusi
Setelah presentasi model, selanjutnya para peserta diminta untuk
melakukan diskusi tentang keungulan dan kekurangan bahan ajar. Peserta
diskusi terdiri dari:
- Tim Puskur
- Kepala Dinas Pendidikan
- Kabid PLS
- Kasi PLS
- Staf bidang PLS
- Penilik PLS
- Dosen Perguruan Tinggi
- Pengelola PKBM
- Forum Tutor Paket A
- Peserta program kesetaraan Paket A
Kegiatan ini dilaksanakan pada 30 Juli s.d 3 Agustus 2008 bertempat di
Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Ogan Komering Ilir Jln. Letnan Darna
Jambi, Kelurahan Sukadana Kayu Agung, Ogan Komering Ilir, Sumatra
Selatan.
18

c. Uji Coba Model/Observasi


Uji coba model dilakukan di PKBM Budi Luhur Jl. Raya Kabupaten Desa
Kman Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir.
d. Pengisian kuesioner
Dalam observasi dilakukan pula penyebaran kuesioner kepada para tutor
yang bertujuan untuk menggali kesesuai bahan ajar dengan kondisi
lingkungan setempat dan kebutuhan Paket A.
e. Diskusi/Refleksi
Diskusi diisi dengan kegiatan refleksi yang menghasilkan suatu abstraksi
tentang uji coba bahan ajar dan rekomendasi layak tidaknya bahan ajar.
5. Finalisasi Model
a. Pengolahan data hasil Uji Coba
Setelah melakukan ujicoba lapangan, kegiatan berikutnya adalah
pengolahan hasil uji coba yang menghasilkan berbagai gambaran tentang
kelayakan model.
b. Revisi Model
Revisi model dilakukan kembali setelah melihat dan mengkaji hasil
penelitian ujiboba.
c. Presentasi model
Kegiatan ini dilaksanakan untuk menyempurnakan model bahan ajar
berdasarkan tanggapan atau masukan dari presentasi model.
6. Penyusunan Laporan Akhir
Penyusunan laporan akhir merupakan kegiatan penutup dari rangkaian
kegiatan pengembangan. Untuk tahapan penyusunan laporan akhir melalui
tahapan sebagai berikut:
1. Penyusunan kerangka laporan akhir
2. Penyusunan laporan akhir
3. Desiminasi (penyebarluasan) melalui website: www.puskur.net

19

BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENGEMBANGAN MODEL

A.

Kondisi Geografis
Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) merupakan salah satu kabupaten di
Sumatera Selatan. Kawasan ini sudah banyak dikenal sejak sebelum masa
kemerdekaan. Pada masa kesultanan, daerah ini menjadi salah satu kawasan yang
penting, walaupun belum diketahui secara tepat bagaimana pola hubungan yang
lebih pasti antara keseluruhan daerah-daerah di Ogan Komering Ilir dengan pihak
kesultanan.
Pada masa penjajahan Belanda, Sumatera Selatan merupakan satu wilayah
keresidenan yang dipimpin oleh seorang residen. Menjelang akhir penjajahan,
keresidenan dibagi menjadi afdeeling yang masing-masing dikepalai oleh seorang
Asisten Residen, salah satu afdeeling adalah Daerah Ogan. Pembagian Sumatera
Selatan berdasarkan karesidenan adalah sebagai berikut:
1. Daerah Palembang dan tanah datar dengan ibukota di Palembang, meliputi
Palembang kota, talang Betutu, Komering Ilir, Ogan Ilir, Musi Ilir dan Rawas.
2. Daerah Pegunungan di Palembang, dengan ibukota di Lahat. Daerah ini meliputi
Lematang Ilir, Lematang Ulu, Tanah Pasemah, Tebing Tinggi, dan Musi Ulu.
3. Daerah Ogan dan Komering Ulu, dengan ibukota di Baturaja. Daerah ini meliputi
daerah Komering Ulu, Ogan Ulu, dan Mura Dua.
Ketiga afdeeling di atas masing-masing terbagi lagi kepada onderafdeling.
Pada waktu itu, kawasan sekarang yang dikenal sebagai Ogan Komering Ilir
merupakan dua onder-afdeeling, yaitu onder-afdeeling Ogan Ilir dengan ibukota
Tanjung Raja dan onder afdeeling Komering Ilir dengan ibukota Kayuagung.
Pembagian ini terus berlangsung sampai masuknya Pemerintahan militer Jepang
mengganti kolonial Belanda. Jepang menggunakan istilah Syu untuk diterapkan pada
keresidenan.
Memasuki masa kemerdekaan, wilayah Ogan dan Komering Ilir memasuki
pula masa revolusi fisik. Beberapa tempat di daerah ini menjadi basis-basis tempat
pertahanan para republikein menghadapi pihak sekutu Inggris dan pada akhirnya
berhadapan langsung dengan Belanda yang bermaksud kembali menanamkan
kekuasaannya. Di kawasan Ogan Komering Ilir dibentuk front-front seperti Front
Batun dan Front Muara Kamal-Talang Pangeran. Dalam masa perjuangan fisik itu,
kawasan ini termasuk pula dalam wilayah perjuangan Ogan komering Area.
Pada masa Orde Baru, perubahan yang sangat fundamental dalam segi
kehidupan masyarakat luas di daerah pedesaan ialah peristiwa pembubaran
lembaga marga. Seterusnya, sampai masa sekarang masyarakat pedesaan di Ogan
komering Ilir menemui berbagai pengalaman yang silih berganti. Masing-masing
pengalaman historis itu membawa catatan tersendiri dalam ingatan masyarakat OKI
secara kolektif.
Secara geografis, wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir terletak di antara
104,20 dan 106,00 Bujur Timur dan 2,30 sampai 4,15 Lintang Selatan, dengan
ketinggian rata-rata 10 meter di atas permukaan air laut. Topografis wilayah OKI 75%
rawa-rawa dan 25% daratan. Luas Kabupaten Ogan komering Ilir sebesar 19.023,47
Km2 dengan kepadatan penduduk sekitar 35 jiwa per Km2. Sementara wilayah

20

administrasinya terdiri dari 18 Kecamatan, 271 Desa dan 10 Kelurahan, dengan


ibukota Kayuagung.
Letak dan batas kabupaten OKI di sebelah barat adalah Kota Palembang dan
Kabupaten Musi Banyu Asin. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Ogan
Komering Ulu, Provinsi Lampung, dan Muaraenim. Sebelah timur berbatasan dengan
Selat Bangka dan Laut Jawa.
Kabupaten Ogan Komering Ilir merupakan daerah yang beriklim teropis.
Musim kemarau umumnya berkisar antar bulan Mei sampai dengan bulan Oktober
setiap tahunnya. Sedangkan musim penghujan berkisar antara bulan November
sampai dengan bulan April. Penyimpangan musim biasanya berlangsung lima tahun
sekali, berupa musim kemarau yang lebih panjang dari pada musim penghujan
dengan rata-rata curah hujan 1.096 mm pertahun dan rata-rata hari hujan 66 hari
per tahun.
Daerah pegunungan hampir tidak ada, hanya terdapat daratan sempit dan
daerah yang berbukit-bukit di Kecamatan Pampangan. Daerah yang paling rendah
adalah Kecamatan Tanjung Lubuk dengan ketinggian hanya 6 meter dari permukaan
laut, sedangkan yang tertinggi adalah di Kecamatan Pampangan.
Jenis tanah yang ada terdiri dari tanah aluvial dan podsolik. Tanah aluvial
terdapat di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang tersebar di sebagian wilayah Kabupaten
Ogan Komering ilir. Tanah ini mengandung humus yang bermanfaat untuk tanaman
pertanian. Sedangkan tanah Pidsolik terdapat di daratan yang tidak tergenang air
dengan tingkat kesuburan tanah lebih rendah dibandingkan dengan jenis tanah
aluvial.
Secara hidrologi, di Kabupaten OKI terdapat tiga sungai besar, yaitu :
1. Sungai Ogan, Berhulu di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan bermuara di sungai
Musi;
2. Sungai Komering, yang juga berhulu di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan
bermuara ke sungai Musi;
3. Sungai Mesuji, merupakan batas Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan
Kabupaten Lampung Utara yang bermuara di Laut Jawa
Di samping itu terdapat juga 18 anak sungai dan 2 Danau, kedua danau
tersebut yakni Danau Deling yang terdapat di Kecamatan Pampangan, dan Danau
Teluk Gelam yang terdapat di Kecamatan Teluk Gelam.
Di daerah aliran sungai banyak terdapat lebak yang mana pasang surut airnya
di pengaruhi oleh musim. Pada musim penghujan lebak terendam air, namun
dimusim kemarau airnya surut. Terdapat juga bagian daerah yang airnya tidak
pernah kering karena tidak mengalir ke sungai, dikenal dengan istilah lebak lebung.
Biasanya merupakan sumber pembiakan ikan yang potensial.
Flora dan fauna yang terdapat di daerah ini berupa tanaman dan binatang
tropis. Tanaman hutan yang ada antara lain meranti, merawan, terentang, gelam,
pelawan, dan petanang. Tanaman perkebunan yang terkenal adalah karet, tebu,
kelapa sawait, kelapa, jambu mete, dan kopi. Disamping itu terdapat buah-buahan,
seperti duku, durian, rambutan, nangka, jeruk, semangka, nanas, pepaya dan pisang.
Tanaman pangan yang terdapat di daerah ini adalah padi, palawija serta sayursayuran.
Fauna yang terdapat di daerah ini kebanyakan binatang liar, antara lain
beruang, rusa, kancil, harimau, babi hutan, buaya, ular, kera, dan tenuk. Binatang

21

peliharaan yang ada adalah sapi, kerbau, kambing, domba, ayam, dan itik. Untuk
sector perikanan dengan budidaya berbagai jenis ikan, seperti patin dan tambak
udang.
TABEL PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN OKI
Penggunaan lahan

Luas (ha)

Kampung/Permukiman

31,167.00

Industri

61,781.20

Sawah

169,403.00

Tanah Kering

52,910.00

Kebun Campuran

52,910.00

Perkebunan

165,394.00

Hutan

105,855.00

Semak, Padang Rumput

20,814.00

Lahan Kosong, Rusak

29,909.00

Perairan dan Lainnya

937,226.00
jumlah

1,627,369.20

A.

Nilai budaya setempat


Kabupaten Ogan Komering Ilir terbagi atas beberapa suku yang berbeda adat
istiadatnya. Secara garis besar terbagi atas :
1. Suku Pegagan, meliputi Kecamatan Tanjung Raja dan sekitar Hilir Sungai
Komering seperti Serinanti dan Sugi Waras.
2. Suku Komering, meliputi beberapa daerah Hulu Sungai Komering, seperti
Kecamatan Tanjung Lubuk dan Kecamatan Kota Kayuagung serta
pedalamannya, yakni Kecamatan Lempuing dan sekitarnya.
3. Suku Penesak, meliputi Kecamatan Tanjung Batu dan Kecamatan Pedamaran,
tidak termasuk daerah Sukaraja. Penduduk asli daerah ini pada umumnya
berbahasa melayu Palembang sebab sebagian besar aslinya adalah Bahasa
Melayu, kecuali Suku Komering yang menggunakan Bahasa Komering.
4. Suku Jawa, sebagian suku jawa dulunya adalah transmigrasi yang telah puluhan
tahun menetap di Kabupaten OKI. Sebagian besar meraka berada di Kecamatan
Mesuji, Lempuing dan Air Sugihan. Suku lainnya, meliputi suku Sunda, Bali dan
lainnya umumnya mereka berada di Kecamatan Lempuing dan Mesuji.
Stratifikasi sosial masyarakat Sumatera Selatan secara umum dapat dibagi
dalam dua bagian, yaitu yang bersifat tertutup dan yang bersifat terbuka. Stratifikasi
sosial yang tertutup mirip dengan suatu susunan kasta. Setiap lapisan dipisahkan
hak dan kewajiban yang berlainan dan untuk masing-masing lapisan dibedakan pula
oleh gelar yang dipakai oleh anggota-anggotanya. Setiap gelar yang dipakai
menunjukkan lapisan tertentu pada gelar-gelar tersebut seperti terdapat pada
masyarakat Palembang asli yaitu terdiri dari 4 golongan:

22

a.

Golongan pertama yaitu Raden dan Raden Ayu, ini merupakan tingkatan yang
tertinggi dari keempat golongan tersebut. Golongan ini merupakan keturunan
raja-raja yang memerintah di Palembang zaman dahulu.
b. Golongan Masagus dan Masayu, adalah keturunan raja juga, tetapi bukan anak
dari keturunan Permaisuri melainkan anak dari Selir, karena raja-raja dulu
disamping mempuinyai permaisuri juga mempunyai banyak selir. Golongan ini
merupakan anak kesayangan raja dari selir.
c. Golongan ketiga yaitu Kemas dan Nyimas. Kemas adalah anak raja dari Selirnya,
tetapi bukan merupakan anak kesayangan seperti Masagus. Namun ada juga
yang mengatakan bahwa Kemas adalah golongan tukang-tukang yang dulu
mengerjakan sesuatu pekerjaan antara lain Kemasan yang artinya orang
pandai mas.
d. Golongan keempat adalah golongam Kiagus dan Nyayu. Golongan ini
merupakan golongan Kiyai-Kiyai atai golongan alim ulama yang taat pada
agamanya. Mereka dulu merupakan penyebar agama Islam yang patuh dan
setia kepada agama, sehingga golongan Kiagus ini terkenal sebagai golongan
Islam yang Fanatik. Tempat tinggal mereka dulu ditetapkan oleh Sultan dan
umumnya di sekitar kegiatan dan pendidikan agama.
Strata sosial masyarakat tersebut di atas bersifat tertutup sebab anggota
masyarakat dari luar tidak dapat memasuki jenjang-jenjang tersebut. Adapun
sususan pelapisan yang terbuka umumnya sejalan dengan perkembangan
masyarakat dan kemajuan teknologi. Standar pelapisannnya berdasarkan
kapasitasnya berupa tingkat ilmunya, kekayaan, dan pangkatnya. Pelapisan
masyarakat seperti di atas disebut stratifikasi sosial yang bersifat terbuka. karena
setiap anggota masyarakat dapat dan terbuka kesempatan baginya untuk dapat
terpindah dari jenjang yang satu ke jenjang yang lebih tinggi.
Masyarakat Sumatera Selatan sebelum masuk agama Islam, percaya kepada
kekuatan-kekuatan ghaib, mahluk-mahluk halus, kekuatan-kekuatan sakti dan
sebagainya. Mereka masih menganut kepercayaan animisme, dinamisme dan
tetonisme. Mereka percaya bahwa setiap mengawali pekerjaan harus mendapat
restu kepada sesuatu yang dianggap memiliki kekuatan.
Kepercayaan yang unik di OKI adalah tata cara dalam menangkal turun hujan
yang biasa dilakukan pada acara-acara perkawinan. Tata caranya uni yaitu dengan
meletakkan celana dalam para mempelai di atas loteng rumah. Atau supaya jangan
ada gangguan orang jahat maka sandal dipakai terbalik dan sebagainya.
Eratnya kepercayaan dan sistem pengetahuan masyarakat daerah Sumatera
Selatan, melahirkan kepercayaan mitos dan realitas karena kebiasaan yang telah
berulang kali. Dalam wujud sistem pengetahuan yang bercampur mitos tersebut
misalnya dalam cara memilih jodo. Seorang wanita yang mempunyai rambut keriting
sedikit diatas keningnya, menandakan wanita tersebut akan menduakan suaminya,
dan oleh karena itu biasanya orang takut untuk mengambil jodohnya. Tahi lalat
berada di bawah mata kaki, menandakan yang bersangkutan akan mendapat
kesedihan. Oleh karenanya dapat dianggap sebagai orang celaka, maka tidak diambil
sebagai jodoh sebab akan membawa ke jurang kesedihan. Atau kalau ada urat-urat
melintang di telapak tangan maka orang tersebut bisa memimpin. Oleh karenanya
orang seperti ini dicari untuk dijadikan jodohnya. Tetapi mereka yang memiliki tahi
lalat di bawah bibir di sebelah kiri, menandakan yang besangkutan akan bertindak

23

tidak jujur, sehingga perlu dijauhi, lebih-lebih untuk dijadikan sebagai jodohnya.
Namun sebaliknya bila tahi lalat tersebut di bawah bibir di sebelah kanan,
menandahkan yang bersangkutan adalah orang jujur, sifat atau tanda seperti ini
selalu dikehendaki orang banyak, lebih-lebih untuk diambil jodohnya.
Dengan masuknya Islam, semua kepercayaan tahayul tersebut dikikis. Warna
Islam dalam kehidupan semakin menonjol. Pengaruhnya menembus dinding
kehidupan termasuk dalam hal kesenian. Misalnya orkes Rebana pada upacara
perkawinan sebagai pengiring pengantin atau kehormatan menjemput tamu.
Dalam adat perkawinan, masyarakat OKI memiliki adat kawin lari yaitu kawin
yang tidak disetujui orang tuanya. Kawin yang dilakukan di bawah umur dan boleh
bercampur setelah pengantin dewasa disebut kawin gantung, dan perkawinan di
mana seseorang laki-laki atau perempuan, yang istri atau suaminya meninggal dan
kawin lagi dengan saudara perempuan atau laki-laki mendiang istrinya atau
suaminya disebut kawin ganti tikar atau ganti ranjang.
Bawaan pada saat meminang, pihak keluarga pemuda membawa sebuah
mukun yang berisi wajik (bawaan ini berlaku pada adat Komering Ulu). adapun di
Palembang pihak pemuda membawa sangkek (keran-jang kecil) dua buah. Sangkek
pertama berisi pisang ambon dan sangkek kedua berisi gula pasir. Di daerah Marga
Kayu Agung berbeda lagi, mereka membawa satu tepak lengkap dengan isinya
bersama satu age tandok berisi beras dan di atasnya 10 butir telur bebek atau satu
age tandok berisi pisang dan satu tandok berisi nenas, jeruk atau buah lainnya.
sedangkan adat di Musi banyuasin membawa tepak berisi sirih, getah gambir,
pinang, tembakau dan uang.
Puncak acara perkawinan adalah akad nikah berdasarkan Islam. Tempat ijab
kobul perkawinan dilakukan ada yang memilih di tempat tinggal laki-laki ada pula di
tempat tinggal perempuan.
Khususnya di daerah Komering, akad nikah dilakukan di rumah perempuan.
Sebelum pernikahan, pengantin laki-laki dan rombongan diarak dari rumah
kediamannya menuju rumah calon istrinya. Rombongan diiringi bunyi-bunyian
kulintang dikawal oleh sepasang prajurit bertombak dan didahului oleh dua orang
penari ngigol yang bersenjatakan pedang. Acara ini melambangkan penghorma-tan
dan per-juangan sang pengantin pria mempersunting mempelai wanita. Sebaliknya
dari pihak wanita juga siap menyambut dan memper-tahankan diri dari serangan
ngigolnya. Perang terjadi diiringi tetabuhan yang membahana. Akhir cerita
menunjukkan penari ngigol pihak wanita kalah dan mempersilakan pengantin pria
untuk masuk.
Usai mendobrak pertahanan pihak wanita, dilangsungkan akan nikah secara
Islam. Mempelai laki-laki duduk menghadap khotib serta berhadapan dengan calon
mertua atau walinya untuk ijab kobul perkawinan disaksikan dua orang saksi dan
dihadiri Ketib/P3NTR. Serah terima mas kawin dilakukan setelah anad nikah.
Selesai upacara akad nikah, kedua mempelai diarak menuju rumah orang tua
laki-laki. Lagu-lagu dilantunkan dan tarian gerak tari kemenangan. Diiringi musik
rebana yang mengumandangkan lagu-lagu pujian kepada Nabi Muhammad SAW.
Kedua mempelai dimasukkan ke dalam jempana atau joli-joli yang dipikul secara
bergiliran oleh anggota rombongan. Dipayungi dengan payung keemasan. Mempelai
wanita menggunakan Mahkota Emas Pijar Bulan dan Cempaka. Berpakaian baju
kurung dan kain songket keemasan lengkap dengan perlengkapannya. Mempelai pria

24

memakai mahkota berlilit emas, kain songket serta senjata keris bertahtakan emas
permata.
Arak-arakan tiba di depan pekarangan rumah kediaman mempelai pria. Beras
kunyit ditaburkan oleh wanita keluarga mempelai pria sebagai perlambang
penyambutan, tanda syukur dan selamat, jauh dari malapetaka dan mudah rezeki.
arak-arakan dengan demikian selesai.
B.

Keadaan ekonomi masyarakat


Komoditi unggulan Kabupaten OKI datang dari sektor perkebunan, perikanan,
dan industri. Di sektor perkebunan, terdapat kopi, tebu, kelapa sawit, karet, kakao,
nenas, dan teh. Semua hasil perkebunan di atas merupakan komoditi unggulan di
Ogan Komering Ilir. Total produksi kopi mencapai 139.706 ton pada tahun 2006.
Di sektor perikanan, perikanan tangkap menjadi komoditi unggulan. Total produksi
perikanan tangkap mencapai 119.853 ton pada tahun 2006.
1. Perkebunan
Di sektor perkebunan, kopi, tebu, kelapa sawit, karet, kakao, nenas, teh
merupakan komoditi unggulan. Total produksi kopi mencapai 139.706 ton pada
tahun 2006. Total produksi tebu mencapai 55.735 ton pada tahun 2005. Total
produksi kelapa sawit mencapai 1.685.024 ton pada 2006. Total produksi karet
mencapai 59.731 ton pada 2006. Total produksi kakao mencapai 31 ton pada 2006.
Pada tahun 2000, perkebunan karet rakyat di wilayah ini memiliki luas areal
tanam 111.034 hektar dengan produksi hampir 60.000 ton. Nilai ini hampir mencapai
75 persen dari total lahan berdasarkan pola pengusahaannya. Dari tahun ke tahun
luas areal perkebunan karet rakyat pun semakin meningkat. Perkebunan ini tersebar
di seluruh kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Beberapa di antaranya dapat
dijumpai di Kecamatan Lempuing, Mesuji, Pampangan, dan Tulung Selapan.
Komoditas karet ini sangat potensial untuk dikembangkan. Konsumen utama
karet alam yaitu industri ban, mengalami perkembangan sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi. Malaysia, Indonesia, dan Thailand merupakan produsen
utama karet dunia yang dapat menyumbang 80 persen dari total produksi karet
dunia. Karena itu, Indonesia berupaya untuk meningkatkan produksi karet supaya
dapat memenuhi kebutuhan karet alam yang semakin membaik. Kabupaten,
tentunya dapat merespons peluang ini. Pabrik crumb rubber sebagai upaya kerja
sama koperasi dengan perusahaan swasta dibangun di Desa Kampung Baru.
Pembangunan ini diharapkan dapat membantu memperpendek jalur distribusi karet
olahan rakyat.
Selama ini pemasaran karet rakyat tersebut dipasarkan ke pabrik crumb
rubber di Palembang. Jauhnya jarak antara petani sebagai produsen karet dengan
pabrik crumb rubber sebagai konsumen tentu saja memperbesar biaya distribusi.
Biaya ini secara tidak langsung ditanggung oleh petani. Apabila sudah ada pabrik
pengolahan karet di wilayah sendiri, maka petani karet dapat langsung memasarkan
produknya ke pabrik.
Selain karet, komoditas perkebunan lainnya adalah tebu. Tanaman ini
dikelola oleh PTP Nusantara VII (Persero Unit Usaha Pabrik Gula Cinta Manis) yang
terletak di Desa Ketiauw, Kecamatan Tanjung Batu, dengan luas areal produksi berkisar 5.000-12.000 hektar. Dibanding dengan kabupaten lain di Sumatera Selatan,

25

kondisi tanah dan iklim Kabupaten Ogan Komering Ilir ini sangat memungkinkan
untuk penanaman komoditas tebu. Di samping pola perkebunan besar negara,
rakyat juga mengusahakan perkebunan tebu tetapi dalam jumlah kecil.
Di sektor industri, industri CPO, industri minyak goreng, industri crumb
rubber, industri pengolahan kopi, industri pengalengan ikan, industri ikan beku,
industri pengalengan nenas, dan industri teh hijau merupakan komoditi unggulan di
Ogan Komering Ilir.
TABEL PRODUKSI UNGGULAN DI KABUPATEN OKI
No

Sektor/Komoditi

Unggulan
/ Tidak

Deskripsi

PrimerUnggulan Budidaya ikan air tawar, keramba air tawar dan air
Perikanan:Perikanan
laut, tambak udang. Dengan komoditi perikanan
Tangkap
tangkap yang banyak dihasilkan di Kab. Ogan
Komering Ilir, sebanyak 119.853 ton pada tahun
2006, perikanan tangkap menjadi unggulan untuk
lahan investasi.
Produksi Tahun Terakhir (2006) : 119,853 ton

PrimerPerkebunan:Kelapa
Sawit

Unggulan Kelapa sawit adalah komoditi unggulan di Kab.


Ogan Komering Ilir. Dengan produksi yang
mencapai 1.685.024 ton kelapa sawit dapat
menjadi lahan investasi yang potensial.
Produksi Tahun Terakhir (2006) : 44,632 ton

PrimerPerkebunan:Kakao

Unggulan Kakao adalah komoditi unggulan di Kab. Ogan


Komering Ilir. Dengan produksi yang mencapai 31
ton kakao dapat dikembangkan melalui menjadi
lahan investasi yang potensial.
Produksi Tahun Terakhir (2006) : 31 ton

PrimerPerkebunan:Karet

Unggulan Karet adalah komoditi unggulan di Kab. Ogan


Komering Ilir. Dengan produksi yang mencapai
59.731 ton karet dapat menjadi lahan investasi
yang potensial.
Produksi Tahun Terakhir (2006): 59,731 ton

PrimerPerkebunan:Tebu

Unggulan Tebu adalah komoditi unggulan di Kab. Ogan


Komering Ilir. Dengan produksi yang mencapai
55.735 ton kopi dapat menjadi lahan investasi yang
potensial.
Produksi Tahun Terakhir (2005): 55,735 ton

PrimerPerkebunan:Kopi

Unggulan Kopi adalah komoditi unggulan di Kab. Ogan


Komering Ilir. Dengan produksi yang mencapai
139.706 ton kopi dapat menjadi lahan investasi
yang potensial.
Produksi Tahun Terakhir (2006): 139,706 ton

PrimerPerkebunan:Teh

Unggulan Teh berpotensi menjadi komoditi unggulan di Kab.


Ogan Komering Ilir. Salah satu daerah yang banyak
menghasilkan teh adalah Kab. Ogan Komering Ilir

PrimerPertanian:Nenas

Unggulan Nenas berpotensi menjadi komoditi unggulan di


Kab. Ogan Komering Ilir. Salah satu daerah yang

26

No

Sektor/Komoditi

Unggulan
/ Tidak

Deskripsi
banyak menghasilkan nenas adalah Kab. Ogan
Komering Ilir

SekunderIndustri:Industri
Pengalengan Ikan

Unggulan Dengan komoditi perikanan tangkap yang banyak


dihasilkan di Kab. Ogan Komering Ilir, sebanyak
14 .799,2 ton pada tahun 2006, industri
pengalengan ikan menjadi unggulan untuk lahan
investasi.
Bahan baku & Ketersediaan di daerah (Untuk Kom.
Sekunder Tersier) Perikanan Tangkap (14,799.2
ton)

10

SekunderUnggulan Dengan komoditi perikanan tangkap yang banyak


Industri:Industri Ikan
dihasilkan di Kab. Ogan Komering Ilir, sebanyak
Beku
14 .799,20 ton pada tahun 2006, industri ikan beku
menjadi unggulan untuk lahan investasi.
Bahan baku & Ketersediaan di daerah (Untuk Kom.
Sekunder Tersier) Perikanan Tangkap (14,799.20
ton)

Ada sekitar 4 perusahaan yang bergerak di bidang industri yaitu PT AEK


Tarum (PKS 'BELIDA), PT.Mutiara Bunda Jaya, PT Tania Selatan, PT. Sumber Wangi
Alam. Ada sekitar 3 perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan yaitu PT. Tania
Selatan, PTPN VII (PERSERO) U.U CINTA MANIS, PT. Selapan Jaya.

No

TABEL PERUSAHAAN DAN JENIS PRODUKSINYA DI KABUPATEN OKI


Jenis Produksi
Nama Perusahaan Alamat Perusahaan Sektor/Komoditi
(Kapasitas)

PT AEK Tarum (PKS Desa sungai Belida


'BELIDA)
Lempuing, Ogan
Komering Ilir 30651
Sumatera Selatan

Industri: Industri
Kelapa Sawit

CPO

PT.Mutiara Bunda Desa Marga Bhakti


Industri: Industri
Jaya
Mesuji, Ogan Komering Kelapa Sawit
Ilir 30681 SumSel

CPO

PTPN VII (PERSERO) Ogan Komering Ilir


U.U CINTA MANIS

PT. Selapan Jaya

PT. Sumber Wangi Kab. Ogan Komering Ilir Industri: Industri


Alam
Kelapa Sawit

CPO

PT Tania Selatan

CPO

Perkebunan:
Tebu

Desa Kerta Mukti,


Perkebunan:
Mesuji, Ogan Kemering Kelapa Sawit
Ilir 30681 Sumatera
Selatan

Desa Bumai Timur,


Pedamaran, Ogan
Komering Ilir 30672

Industri: Industri
Kelapa Sawit

Kakao
CPO

27

SumSel
7

PT. Tania Selatan

Kabupaten Ogan
Komering Ilir, Provinsi
Sumatera Selatan

Perkebunan:
Kelapa Sawit

Kelapa sawit

Gambar: Persebaran komoditas ekonomi di OKI

2. Pertanian
Sentra pertanian padi daerah OKI berada di Air Sugihan, yaitu lokasi
transmigrasi dari Pulau Jawa. Daerah Air Sugihan pernah menjadi buah bibir media
massa lokal maupun nasional. Pada tahun 1991, bekas areal hutan produksi sejak
tahun 1982. Pada 1991 pernah mencuat karena isu penduduk yang tewas akibat
menderita kelaparan. Daerah ini semula disebut-sebut menjadi lahan percontohan
proyek tanaman padi lahan gambut Indonesia. Melalui pola pengembangan padi
pasang surut, lokasi tersebut diharapkan menjadi proyek nasional lahan gambut
sejuta hektar. Proyek ini ternyata gagal karena kurang memperhatikan kondisi
geografis: banjir bila musim hujan tiba karena permukaan daratannya lebih rendah
dari permukaan laut.

28

Kegagalan yang terjadi di Kecamatan Air Sugihan ini tidak berlangsung lama.
Produksi padi dari air sugihan mampu memproduksi kembali dan pada tahun 1997
mencapai produksi 12.461 ton. Setahun kemudian terjadi peningkatan yang
spektakuler yaitu 89.248 ton. Ta-un 1999 mengalami penurunan yang tak kalah
spektakulernya menjadi 4.790 ton dengan luas panen 2.661 hektar. Hujan yang turun
terus-menerus menyebabkan lahan gambut tersebut tergenang air. Penanaman padi
sonor, sejenis padi yang hanya bisa tumbuh di lahan gambut yang kering, tidak dapat
dilakukan.
Sebagai kabupaten, Ogan Komering Ilir masih menjadi lumbung pangan
kedua se-Sumatera Selatan, setelah Kabupaten Musi Banyuasin. Tahun 2000 saja
kabupaten yang memiliki luas panen padi sebesar 124.118 hektar ini dapat
memproduksi padi sebanyak 466.126 ton. Sumbangan paling besar diperoleh dari
padi tadah hujan yang terdapat di Kecamatan Lempuing.
Sungai besar yang mengalir di sepanjang kabupaten ini terutama Sungai
Ogan, Sungai Komering, dan Sungai Mesuji ternyata juga memberi peranan besar
dalam pembentukan lahan sawah. Banjir yang sering terjadi di sepanjang daerah
aliran sungai (DAS) ternyata dapat mendatangkan berkah. Bila musim hujan datang,
DAS ini berubah menjadi rawa-rawa. Akan tetapi, apabila musim kemarau tiba
bermunculanlah sawah-sawah lebak. Di wilayah ini terdapat sekitar 10 kecamatan
yang memanfaatkan lahan ini sebagai sawah lebak. Besarnya produksi padi yang
dihasilkan menunjukkan bahwa Kabupaten Ogan Komering Ilir ikut andil dalam
menyuplai kebutuhan beras Provinsi Sumatera Selatan.
Dilihat dari total kegiatan perekonomian kabupaten (1999) yang mencapai Rp
2,5 trilyun, kontribusi subsektor tanaman bahan makanan ini tergolong kecil.
Dibanding tahun 1998 kegiatan ekonomi di subsektor tanaman bahan makanan
mengalami penurunan. Semula kontribusinya mencapai Rp 278 milyar, tahun 1999
turun menjadi Rp 201 milyar. Banyak faktor yang menyebabkan keadaan ini terjadi.
Banjir, misalnya, dapat menghancurkan sawah lebak maupun sawah pasang surut
mereka. Belum adanya irigasi yang memadai menyebabkan penanaman padi hanya
dapat dilakukan satu kali saja. Irigasi yang sudah dibangun ternyata belum mampu
memenuhi kebutuhan yang ada. Banyaknya lahan sawah yang beralih fungsi menjadi
lokasi perkebunan karet atau kelapa sawit pun turut menyebabkan penurunan ini.
Hal itu terutama terjadi di Kecamatan Mesuji. Beralihnya tenaga kerja yang semula
menggarap sawah ke sektor yang lain misalnya industri dan perkebunan juga dapat
menjadi faktor penyebab.
Kontribusi sektor pertanian dalam kegiatan ekonomi merupakan yang paling
besar nilainya mencapai Rp 1 trilyun, dengan subsektor perkebunan sebagai yang
utama sekitar Rp 468 milyar.
3. Pertambangan
Secara geologis, formasi batuan yang terdapat di daerah penyelidikan berturut-turut
dari tua ke muda sebagai berikut: Batuan Intrusi Granit (Jgr / Gr), Formasi Air Benakat (Tma),
Formasi Muara Enim (Tmpm), Formasi Kasai (Qtk), Pasir Kuarsa (Qak), Endapan Rawa (Qs),
Endapan Aluvium (Qa)
Setelah dilakukan inventarisasi dan evaluasi, baik hasil lapangan serta hasil kajian
pustaka di Kabupaten Ogan Komering Ilir terdapat 18 (delapan belas) lokasi bahan galian
mineral non logam berupa: Granit 2 (dua) lokasi , pasir kuarsa 4 (empat) lokasi, kaolin 2
(dua) lokasi dan lempung 10 ( sepuluh ) lokasi.

29

a. Granit
Di daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir, granit dijumpai pada Satuan Batuan Intrusi
Granit yang merupakan batuan tertua atau batuan dasar. Diketemukan di Bukit Batu
Desa Air Rumbai, Kecamatan Pampangan granit di daerah ini berwarna hijau kehitaman,
tekstur kristal faneritik , bersusunan mikrolin, ortoklas, plagioklas, kuarsa dan biotit.
Granit di daerah ini mempunyai luas sebaran sekitar 50 ha, tebal 25 m berat jenis 2,8
sehingga sumber daya hipotetik diperkirakan mencapai 35.000.000 ton . Granit di
daerah ini telah sebagian ditambang untuk dibuat batu split dipergunakan untuk
perkerasan badan jalan.
Selain itu ditemukan pula di Desa Ujungtanjung, Kecamatan Tulung Selapan, granit di
daerah ni berwarna putih kehijauan sampai hijau kehitaman, tekstur kristal faneritik,
bersusunan mikrolin, ortoklas, plagioklas, kuarsa dan biotit mempunyai luas sebaran 20
ha, tebal 15 m, berat jenis standart (sekunder) 2,8 Sumber daya hipotetik mencapai
8.500.000 ton.
b. Lempung
Lempung terbentuk akibat proses sedimentasi hasil rombakan batuan yang telah ada,
berukuran kurang dari 4 mikron dan memperlihatkan sifat plastis bila dicampur dengan
air.
Ditemukan di Desa Batuampar, kecamatan Sirah Pulau Padang. Lempung di daerah ini
berwarna putih ke abu-abuan, bersifat plastis dan telah diusahakan oleh penduduk
setempat untuk pembuatan batubata dijual dengan harga Rp.350,-/ buah. Sebaran
lempung di daerah ini cukup luas mencapai 50 ha dengan ketebalan 2 m sumber daya
hipotetik 3.000.000 ton.
Ditemukan di Desa Kijang ulu, kecamatan kota Kayu Agung. Mata pencaharian
penduduk desa ini kebanyakan pembuat batubata, lempung didaerah ini berwarna
putih keabu-abuan plastis berbutir halus, dibuat batubata dengan ukuran 10 cm x 20
cm. Luas sebaran lempung di daerah ini mencapai 100 ha dengan ketebalan 2 m
sumber daya hipotetik 6.000.000 ton.
Ditemukan di Desa Talang Pangeran, kecamatan Tanjung Lubuk. Lempung berwarna
coklat keputihan bersifat pasiran, telah diusahakan oleh penduduk setempat untuk
pembuatan batubata luas sebaran 50 ha ketebalan mencapai 3 m sumberdaya
hipotetik 4.500.000 ton.
Ditemukan di Desa Teluk Gelam, kecamatan Tanjung Lubuk. Lempung berwarna abuabu kemerahan bersifat plastis, halus luas sebaran diperkirakan 75 ha , ketebalan 2 m,
sumber daya hipotetik mencapai 4.500.000 ton.
Lempung di daerah ini juga telah diusahakan penduduk setempat untuk pembuatan
batubata untuk keperluan setempat.
Ditemukan di Desa Bunut, Kecamatan Tanjung Lubuk. Lempung berwarna abu-abu
kecoklatan bersifat agak pasiran, sebaran lempung didaerah ini sekitar 25 ha dengan
ketebalan 2 m, sumber daya hipotetik 1.500.000 ton.
Ditemukan di Desa Sepucuk kecamatan Pedamaran. Lempung berwarna putih ke abuabuan bersifat plastis bila kena air. Di daerah ini lempung telah diusahakan oleh
penduduk setempat untuk pembuatan batubata dengan ukuran 10 cm x 20 cm dijual
dengan harga Rp.400,-/ buah mutu batubata di daerah ini cukup bagus dibandingkan
dengan daerah-daerah sekitarnya. Luas Sebaran sekitar 50 ha dengan ketebalan 2 m
dan sumbe daya hipotetik 3.000.000 ton.
Ditemukan di Desa Gading Rejo kecamatan Pedamaran. Lempung berwarna putih ke
abu-abuan bersifat agak pasiran. Di daerah Gading Rejo in lempung telah diusahakan
untuk pembuatan batubata dan genting untuk keperluan setempat. Luas sebaran
diperkirakan 30 ha dengan ketebalan 3 m, sumber daya hipotetik 2.750.000 ton.
Ditemukan di Desa Sidomulyo, kecamatan Sungai Menang. Lempung berwarna abu-

30

abu keputihan, bersifat plastis dan sedikt agak pasiran. Lempung di daerah ini telah
diusahakan oleh penduduk setempat untuk pembuatan batubata dijual dengan harga
Rp.350.-/buah, luas sebaran diperkiranan 25 ha dengan ketebalan 2 m, sumber daya
hipotetik 1.500.000 ton.
Ditemukan di Desa Muara Burnai, kecamatan Lempuing. Lempung berwana abuabu
keputihan bersifat plastis. Luas sebaran mencapai 40 ha dengan ketebalan 2,5 m,
sumber daya hipotetik 2.800.000 ton dan didaerah ini lempung diusahakan untuk
pembuatan batubata.
Ditemukan di Desa Tugu Agung, kecamatan Lempuing. Lempung didaerah ini
berwarna putih keabu-abuan bersifat plastis, lempung didaerah ini teleh diusahakan
penduduk setempat dalam pembuatan batubata. Luas sebaran 30 ha dengan
ketebalan 2 m, sumber daya hipotetik 2.000.000 ton.
c. Kaolin
Kaolin terjadi dari hasil pelapukan yang kuat dari batuan-batuan kristalin, terutama yang
bersifat asam seperti granit, diorit, dasit dan sebagainya. Proses pelapukan ini biasanya
proses pelapukan kimiawi atau alterasi hidrotermal.
Ditemukan di Desa Kota Raya, Kecamatan Kota Kayu Agung. Kaolin berwarna putih,
bersifat plastis, halus ditemukan pada galian sumur penduduk pada kedalaman 5 7
m, sebaran dan sumber daya tidak dapat dihitung secara pasti .
Ditemukan di Desa Sepucuk, Kecamatan Pedamaran. Kaolin di daerah ini berwarna
putih, halus dan bersifat plastis. Kaolin ditemukan pada penggalian sumur dekat lahan
untuk perkebunan kelapa sawit dengan ketebalan 3 m, luas sebaran 10 ha , berat
jenis 2,5 , sumber daya hipotetik 750.000 ton.
d. Pasir Kuarsa
Pasir kuarsa di daerah ini sebagian besar terdapat sebagai endapan pantai dan sebagian
lagi ditemukan pada sungai-sungai yang mengering.
Ditemukan di Desa Penyandingan, Kecamatan Teluk Gelam. Pasir kuarsa di daerah ini
berwarna putih keabu-abuan pada keadaan basah, berbutir halus sampai sedang.
3

Diambil dari sungai Komering perhari mencapai 50 m dengan harga jual Rp.
60.000/truk.
Ditemukan di Lebung Gajah Desa Sungai Pasir, Kecamatan Cengal. Pasir kuarsa
didaerah ini merupakan endapan pantai Berwarna putih dengan kilap terang hingga
agak keabu-abuan berbutir halus hingga kasar. Luas sebaran mencapai 300 ha dengan
ketebalan 6 m diperkirakan sumber daya hipotetik 50.000.000 ton.
Ditemukan di Bukit Tujuh Desa Sungai Pasir, Kecamatan Cengal. Pasir kuarsa didaerah
ini merupakan endapan pantai, berwarna putih hingga agak keabu-abuan berbutir
halus sampai agak kasar. Luas sebaran mencapai 280 ha dengan ketebalan 5 m
sumber daya hipotetik 40.000.000 ton.
Ditemukan di Desa Muara Burnai, Kecamatan Lempuing, pasir kuarsa berwarna putih
kecoklatan, berbutir halus sampai sedang, luas sebaran 40 ha dengan ketebalan 2,5
m, sumber daya hipotetik 2.700.000 ton.

4. Pariwisata
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten OKI mencatat, bahwa di daerah OKI
memiliki sebanyak 12 wisata alam. Setiap wisata alam tersebut menyimpan kekhasan dan
daya tarik tersendiri yang potensial sebagai sumber pendapatan asli daerah. Salah satu
potensi wisata yang akan dikembangkan adalah Wisata Danau Teluk Gelam sebagai objek
yang banyak diminati masyarakat. Selain dijadikan sebagai tempat berekreasi bersama
keluarga, terkadang masyarakat menyebutnya sebagai wisata konferensi. Kebanyakan
pengunjung objekwisata TelukGelam, kata dia, terlihat ramai saat akhir pekan (weekend).
Dalam acara konferensi, khususnya pada malam harinya. Aktivitas yang dilakukan pun

31

bermacam-macam, seperti menggelar musik, diskusi, berkumpul di pelataran dan


sebagainya.

Gambar: Objek wisata Teluk Gelam

5. Perkembangan teknologi
Teknologi yang berkembang di OKI memiliki kesamaan dengan
perkembangan di daerah-daerah lainnya. Alat-alat komunikasi modern seperti
handphone telah menyebar terutama di perkotaan. Begitu pula alat-alat transportasi
secara umum telah menjangkau daerah-daerah terpencil di kabupaten OKI. Namun
demikian, teknologi internet nampaknya masih belum tersambung sehingga masih
dalam jumlah yang terbatas. Sarana telekomunikasi, kapasitas tersedia 7.049 SST
dan tersambung 6.790 SST.
Kemajuan pembangunan daerah OKI antara lain sudah memiliki bandar
udara yang bernama Serdang Gelumbang. Jarak dari Ibukota Provinsi 66 km. Panjang
Landasan 1 km dan jenis pesawat yang bisa mendarat adalah C-212.
Dari sejumlah sarana sosial, yang ada datanya adalah sarana air bersih yaitu
Kapasitas Terpasang 105 liter/detik, produksinya rata-rata 2.386.161 liter/detik dan
terjual 2.386.161 m3 per tahun.

C.

Kondisi Pendidikan Non Formal Di Kabupaten Oki


Di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten OKI, pendidikan luar sekolah
dibina oleh Kepala Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah Kepemudaan, dan olah raga
(Sub Dinas Diklusepora). Kondisi Sub Dinas Diklusepora Kabupaten OKI, menurut
hasil pemeriksaan dari Badan Pemerika Keuangan (BPK) tidak diselengarakan dengan
baik dan tertib sesuai denga tugas dan fungsinya. Diketahui bahwa dari 70 indikator
Standar Pelayanan Minimum, sebanyak 51 indikator atau 72,86% tidak tersedia
datanya.Sementara sebanyak 12 indikator tercapai dan 7 indikator tidak tercapai.
Ketiadaktersediaannya data dan informasi mengakibatkan pencapaian kinerja
Pendidikan Non Formal, kepemudaan, dan olah raga tidak dapat dinilai oleh BPK. Hal
tersebut juga berpengaruh kepada pemerintahan Kabupaten OKI yang tidak dapat
merumuskan kebijakan pelayanan pendidikan secara tepat yang mengakibatkan
penyelenggaraan pelayanan pendidikan tidak optimal.
32

Berdasarkan analisis BPK, kegagalan subdin Diklusepora antara lain karena


kepala subdin Diklusepora lalai dalam melaksanakan tugasnya yaitu tidak optimal
dalam memberikan pelayanan teknis bidang pendidikan yang menjadi
tanggungjawabnya dan lalai tidak melakukan koordinasi dengan unit kerja terkait
yang menjadi mitra kerjanya. Di pihak lain, Kepala Dinas Pendidikan Nasional
Kabupaten OKI lalai dalam mengawasi, mengkoordinasikan, membina, menyelia,
menilai dan mengevaluasi tugas Kepala Subdin Diklusepora.
Rendahnya kinerja subdin Diklusepora Kabupaten OKI, mendorong BPK-RI
untuk memberi rekomendasi kepada Bupati Kabupaten OKI untuk menegur secara
tertuulis kepada Kepala Dinas Pendidikan supaya meningkatkan pengawasan dan
pengndalian terhadap penyelenggaraan pelayanan pendidikan luar sekolah,
kepemudaan, dan olah raga serta penyelenggaraan statistik pemuda dan olah raga.
Seterusnya, kepala dinas juga diperintahkan agar menegur secara tertulis kepada
kepala subdin Disklusepora supaya lebih optimal dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya.
Walaupun kinerja Disklusepora relatif rendah, namun hasil penelitian cukup
memberi gambaran awal. Kondisi pendidikan luar sekolah saat ini, khususnya pada
Program Paket A di Kabupaten Ogan Komering Ilir relatif masih berjalan walaupun
jumlah PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sangat terbatas, bahkan
cenderung tidak bertambah. Kenyataan ini menunjukkan bahwa keberadaan PKBM
masih sangat bergantung dari bantuan pemerintah baik yang didukung oleh APBN
maupun APBD. Jumlah kelompok belajar program paket A yang dibina oleh dana
APBN adalah 11 kelompok dengan jumlah warga belajar 220 orang dan yang dibina
oleh APBD berjumlah 3 kelompok dengan jumlah 60 warga belajar.
Bukti yang menunjukkan bahwa program Paket A belum didukung oleh peran
serta masyarakat secara signifikan adalah banyak keluhan yang menyaranan agar
dana penyelenggaraan jangan sampai terlambat. Selai itu, di sejumlah kelompok
belajar terjadi krisis tutor baik jumlah maupun kualifikasinya. Pada aspek kualifikasi,
penyelenggaraan sangat mengharapkan adanya penataran untuk tutor.
Untuk menyediakan peserta didik atau warga belajar masih tergantung
pada peranan kepala desa, RW, dan RT setempat. Inisiatif dari peserta didik sangat
rendah bahkan cenderung tidak mau belajar. Artinya peserta didik memiliki motivasi
yang sangat rendah. Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi motivasi warga
belajar rendah yaitu:
a. calon warga belajar lebih suka memilih mencari uang daripada harus belajar.
Kabupaten Ogan Komering Ilir sebagaimana diketahui merupakan sentra
produksi perkebunan sawit yang cukup kaya. Untuk buruh perkebunan, rata-rata
setiap hari para pekerja kasar memiliki pendapat antara 50.000 rupiah bahkan
lebih. Dengan logika bahwa sekolah adalah upaya untuk mencari pekerjaan dan
mencari uang maka belajar paket A tidak memiliki makna yang signifikan karena
hanya buang-buang waktu saja.
b. dalam kasus yang lain, justru sebaliknya. Para warga belajar menolak untuk
belajar karena kemiskinannya. Mereka tidak mau belajar karena tidak dapat
meninggalkan pekerjaan lainnya yang menghasilkan uang.
c. dari sekeseluruhan faktor penghambat motivasi, pada intinya para peserta didik
masih terkukungkung oleh wawasan setempat. Artinya belum melihat peluang
usaha yang lebih luas di tempat lain. Mereka masih beranggapan bahwa situasi

33

di masa depan seolah-olah tidak akan pernah berubah dan tidak terpengaruh
oleh situasi global yang semakin deras bergulir.
Dengan melihat situasi tersebut, dalam diskusi fokus pada saat survey ini
tercetus gagasan agar peserta didik diperkenalkan dengan situasi dan peluang di luar
kampungnya. Dengan informasi yang ada di luar, diharapkan para peserta didik
terbuka motivasinya untuk mengikuti pendidikan.
Kondisi lainnya yang menyangkut tutot. Kemampuan tutor umumnya masih
rendah dan perlu mendapat penataran. Mereka umumnya berlatar belakang
pendidikan SPG, D2 dan S1 dan dengan kualifikasi di atas cukup baik tetapi jika tidak
diberi wawasan yang terus menerus tidak akan terjadi inovasi pembelajaran di
Program Paket A. Masalah di seputar tutor juga terjadi yaitu masih sulit mencari
tutor, sehingga pengadaanya masih bekerjasama dengan Kepala SD yaitu diambil
dari guru SD yang ada di sekitarnya.
Kurikulum yang dikembangkan dalam program paket A di Ogan Komering Ilir
tidak memiliki bentuk yang sesungguhnya. Proses pembelajaran mengalir begitu saja
tanpa ada pembahasan yang mendalam dan menunjukkan ciri khas sebagai
pendidikan nonformal. Saat ini, program pembelajaran masih mengacu pada Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ada di SD karena kebentulan tutor berasal
dari guru SD setempat. Karena tidak ada kurikulum yang khusus, makan mengajar
hanya mengikuti bahan yang ada di modul.
Sarana yang tersedia untuk penyelenggaraa Program Paket A di Ogan
Komering Ilir sangat terbatas. Buku atau modul yang diperlukan tidak ada, yang ada
hanya terbatas untuk tutor. Tidak ada alat peraga dan tidak ada alat praktek untuk
keterampilan.
Pendanaan untuk terselenggarannya program Paket A masih tergantung dari
APBN dan APBD. Tokoh-tokoh masyarakat belum memiliki inisiatif untuk
mengembangkan PKBM pada khususnya atau menyelenggarakan pendidikan formal
pada umumnya. Dengan kondisi yang demikian, geliat program Paket A sebagai
tumpuan terakhir dalam menntaskan wajib belajar 9 tahun belum tampak. Oleh
karena itu perlu dipikirkan agar dari pihak tokoh masyarakat juga berinisiatif untuk
menyelenggarakan atau membantu pendidikan non formal di daerahnya.
Kendala dan Kebutuhan Lapangan
Berikut adalah sejumlah masalah dan kebutuhan lapangan untuk dapat
terselenggarana program Paket A dengan baik.

No
1

TABEL KENDALA DAN KEBUTUHAN LAPANGAN


Aspek
Masalah dan Kebutuhan Lapangan
Penyelenggaraan
Modul masih serung terlambat datang, karena itu
dibutuhkan koordinasi yang lebih baik
Belum adanya program pelatihan tutor yang
terencana dan karena itu perlu inisiatif dari Dinas
Pendidikan Nasional Kabupaten OKI
Bahan ajar disarankan agar dapat dikembangkan
oleh pengelola Warga Belajar.
Peserta didik
Motivasi belajar rendah, karena bisa mencari
berusaha sendiri/bekerja. Karena itu perlu ada
sinergitas program dengan dinas terkait yang

34

No

Aspek

Tutor

Orang tua WB

Penilik PLS

Sarana

Dana

Kurikulum

Masalah dan Kebutuhan Lapangan


mengembangkan keterampilan ekonomi kerakyatan seperti Dinas Pertanian, kelautan, dan lainnya.
Perekruitmen warga belajar masih bekerja sama
dengan kepala desa, RW dan RT.
Tutor belum mendapat pelatihan. Diharapkan
dapat diselenggarakan pelatihan bagi tutor yaitu
sebagai upaya pembinaan.
Jumlah tutor kurang mencukupi, karena itu perlu
didata secara lebih baik.
Berlatar belakang pendidikan (SPG, D II, D III, S 1)
dan SMA. Karena sangat beragam perlu ada
penyamaan persepsi bahkan karena belum
membuat silabus dan RPP perlu diselenggarakan
kajian tentang penyusunan Silabus dan RPP dan
pengenalan kurikulum (SI) Paket A
Pengadaan tutor bekerja sama dengan kepala SD.
Ke depan perlu ada kerjasama dengan dinas terkait
misalnya dari para penyuluh pertanian, perikanan,
dan lain-lain
Kurangnya perhatian orang tua terhadap belajar,
karena tuntutan ekonomi.
Membiarkan anak-anak bekerja untuk membantu
ekonomi keluarga, sehingga tidak memperhatikan
pendidikan/belajar anaknya.
Pengadaan bahan ajar untuk Paket A sangat
terbatas, karena itu perlu diperhatikan dengan
serius.
diberikan pemahaman tentang kurikulum baru
sesuai Permen 14 Tahun 2007
Modul diserahkan kepada pengelola sehingga
dapat disesuaikan dengan kebutuhan lapangan.
Ada buku-buku yang berisi keterampilan sesui
dengan kondisi ekonomi setempat sehingga dapat
meningkatkan keterampilan warga belajar.
Kurikulum tidak punya.
Modul untuk tingkat awal belum ada.
Alat peraga kurang.
Alat praktek keterampilan kurang.
Tempat belajar belum kepunyaan sendiri (masih
menumpang).
Tempat belajar jauh dari tempat tinggal WB
dana belajar dari APBN dan APBD
belum ada swadaya masyarakat
Visi dan misi lembaga PKBM sudah ada.
belum mempunyai atau menyusun kurikulum.
belum mengetahui SI Kesetaraan
35

No

Aspek

Bahan Ajar

Masalah dan Kebutuhan Lapangan


Menyusun kurikulum pada tingkat satuan yang
sesuai dengan karakteristik WB, potensi dan
kondisi setempat.
Belum pernah ada diskusi antara tutor, penyelenggara dan penanggung jawab PKBM untuk
membahas bahan ajar.
Disesuaikan dengan kondisi, situasi dan potensi
daerah setempat.
Bahan ajar disederhanakan.
Dibuat dalam bentuk tematik. Tema-tema tersebut
antara lain:
Perikanan: budidaya air tawar/tambak
Pertanian: tanaman padi/sawah
Perkebunan: Sawit, karet, singkong.
Peternakan Sapi.
Kerajinan: anyaman, jaring ikan
Pengolahan makanan: kerupuk kemplang, empekempek.

36

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

Hasil Penelitian dan Pengembangan


Ruang lingkup laporan yang akan disampaikan pada bagian ini ada dua hal
yang pokok yaitu hasil penelitian dan hasil pengembangan. Hasil penelitian secara
lengkap dapat ditelusuri pada lampiran laporan ini, namun secara singkat dapat
dirangkum sebagai berikut:
1.

Kajian konsep dan identifikasi kebutuhan lapangan


Sebagaimana telah disampaikan pada bagian lain, kajian konsep dalam
penelitian ini identik dengan desk study atau kajian pustaka. Kajian konsep
terdiri dari tiga sasan utama yaitu untuk mempelajari tentang kajian akademik
bahan ajar, khususnya bahan ajar Paket A Tingkatan 1, bahan untuk
penyusunan kisi-kisi dan pengembangan instrumen, dan kajian kebutuhan.
Hasil kajian akademik pada intinya menemukan bahwa untuk menyusun bahan
ajar diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menentukan langkah-langkah
yang akan ditempuh. Hal ini dikarenakan bahan ajar itu sendiri merupakan
refleksi dari penjelasan struktur materi pokok atau substansi kajian yang akan
dibahas pada suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, bahan ajar yang
ditulis dapat dipertanggung jawab logika isinya, argumentasi penjelasannya
serta berbagai ilustrasi fakta yang dipergunakan.
Adapun langkah-langkah dalam mengembangkan bahan ajar adalah:
1. Memetakan dan menganalisis silabus secara lengkap. Langkah ini berguna
untuk memberikan dasar dan tujuan pembelajaran. Selain itu, silabus juga
memberikan gambaran umum tentang identitas tema, kompetensi dan
materi pokok yang akan dicapai dan dibahas serta proses pembelajaran
untuk mencapai hal tersebut. Silabus akan membantu proses penataan
struktur bahan yang akan disajikan dalam bahan ajar.
2. Merencanakan materi pokok atau substansi kajian.
3. Berdasarkan struktur kompetensi yang disusun dalam silabus biasanya
telah disusun pula struktur substansi kajian utama dan substansi kajian
tambahan untuk mencapai suatu kompetensi dasar yang diinginkan.
Struktur kompetensi dan substansi kajiannya memberikan gambaran
tentang arah dan konten serta proses pembelajaran yang diinginkan.
Struktur ini sekaligus memberikan gambaran utuh tentang kompetensi
yang harus dikuasai dan substansi kajian yang harus ditelah dan dikuasai.
4. Menulis gagasan pokok dari setiap materi pokok atau substansi kajian.
5. Berdasarkan struktur kompetensi dan substansi kajian yang terdapat dalam
silabus, pendidik dapat menuliskan garis besar uraian materi inti dari setiap
substansi kajian inti (utama) dan substansi kajian tambahan atau
pelengkap. Uraian materi inti sebagai penjelas dari substansi kajian
menjadi awal pengembangan bahan ajar dari suatu proses pembelajaran
yang dilakukan pendidik.
6. Menelaah ilsutrasi data (contoh) dan referensi pendukung.

37

Berdasarkan uraian pada langkah ketiga, pengembangan bahan ajar dapat


dilanjutkan dengan sebagai berikut:
1. menyusun dan menelaah berbagai ilustrasi penjelasan pada uraian pokok
terdahulu. Ilustrasi penjelasan dapat memberikan pemahaman yang lebih
kongkrit, jelas dan mendalam pada pembaca tentang berbagai konsep, hukum,
prinsip atau prosedur tertentu.
2. Menulis dan mengembangkan bahan ajar secara lebih lengkap.
3. Setiap gagasan pokok yang telah ditulis kemudian diuraikan secara terperinci dan
jelas. Penulisannya dapat dilakukan dalam bentuk tekstual, naratif, ekplanatory,
deskriftif, argumentatif dan perintah.
4. Menguji coba dan mengevaluasi keterbacaan, kecermatan isi dan pewajahan.
Tahap uji coba ini merupakan proses untuk mengetahui efektivitas bahan ajar
yang telah dikembangkan melalui beragam reaksi dari berbagai pihak terhadap
bahan ajar tersebut.
5. Melakukan revisi.
6. Proses evaluasi di atas diperlukan untuk memperbaiki bahan ajar, sehingga
menjadi bahan ajar yang baik.
Adapun hasil identifikasi kebutuhan bahan ajar diketahui bahwa Program Paket A
Tingkatan I sebagaimana yang diusulkan adalah dalam bentuk tematik. Cara
pengembangannya sekurang-kurangnya mengikuti tiga langkah utama yaitu:
1. telaah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK dan KD) sejumlah
mata pelajaran pada Paket A tingkatan I yang ada sesuai Permen Nomor 14
tahun 2007. Hasil telaahan digambarkan dalam bentuk pemetaan SK dan
KD sehingga tampak kedekatan antar kompetensi yang akan
diakomodasi dalam bahan ajar. Untuk memudahkan telaahan dapat pula
dibantu dengan lembaran SK dan KD Sekolah Dasar. Langkah konkritnya
adalah menampilkan SK dan KD mata pelajaran yang digabung (misalnya
IPS, IPA, bahasa, dan matematika)
2. telaah situasi dan masalah yang dihadapi masyarakat di daerah masingmasing. Hasil telaah ditampilkan dalam bentuk alternatif tema-tema pokok
yang akan diangkat dalam tema bahan ajar. Misalnya dapat mengambil
dari sejumlah tema yang telah disebutkan di atas seperti budidaya sawit,
kakao, tebu, dan lain-lain.
3. menyusun dan mengembangkan bahan ajar yang disesuaikan dengan
prinsip baca, tulis, dan hitung (Calistung) sebagaimana yang digunakan
dalam keaksaraan fungsional.
4. Contoh lahirnya tema bahan ajar untuk Paket A tingkatan I yang setara
dengan kelas III dapat dilihat pada lampiran.
Berdasarkan analisis di atas maka dapat ditetapkan kriteria pengembangan
bahan ajar di OKI, khususnya untuk Paket A Tingkatan I:
i. bahan ajar hendaknya disusun dengan kemasan calistung (baca tulis dan
berhitung). Untuk program Paket A tingkatan I tulis bahan ajar harus
sederhana dengan penggunaan huruf-huruf bukan kapital.
ii. bahan ajar hendaknya mengacu pada kebutuhan masyarakat yaitu keadaan
sosial ekonomi dan atau jenis pekerjaan warga belajar. Berdasarkan kajian
sejumlah tema yang dapat diambil untuk mengembangkan bahana ajar
adalah:

38

- Sanitasi Lingkungan Sehat


- Penjernihan Air
- Bahaya Obat Terlarang
- Pedagang Sukses
- Beternak Sapi
- Beternak ayam kampung
- Tanaman Obat
- Bahaya hutan rusak
- Bertani Sawah Tanah Hujan
- Berkebun kelapa sawit,
- Berkebun kakao,
- Berkebun karet,
- Berkebun tebu,
- Berkebun kopi,
- Berkebun teh,
- Berkebun nenas.
- industri CPO,
- industri minyak goreng,
- industri crumb rubber,
- industri pengolahan kopi,
- industri pengalengan ikan,
- industri ikan beku,
- industri pengalengan nenas,
- industri teh hijau
- kerupuk ikan,
- kemplang,
- empek-empek.
- peternakan sapi.
- Mengenal tambang granit,
- Mengenal lempung,
- Mengenal kaolin,
- Mengenal pasir kuarsa.
iii. Semua jenis pengetahuan yang perlu diketahui warga belajar sebagaimana
yang diuraikan pada bagian (2) dapat diambil sebagai tema-tema bahan
ajar program Paket A Tingkatan I
iv. Dalam pengemasan bahan ajar, setelah menetapkan tema pokok bahasan
selanjutnya mengkonformasikan dengan standar kompetensi sebagaimana
yang tercantum dalam Permen 14 tahun 2007.
b.

Penyusunan Kerangka Model dan Pengembangan Model


Penyusunan kerangka model bahan ajar, dilakukan dengan cara berdiskusi.
Dalam diskusi diawali dengan presentasi yang diarahkan pada pengembangan
konsep bahan ajar dan karakteristik bahan ajar pada pendidikan non-formal.
Kegiatan ini dilaksanakan pada 11 s.d 15 Maret 2008 Tempat di Hotel Parama,
Cisarua, Bogor.

39

Untuk memenuhi kebutuhan lapangan, pengembangan kerangka model bahan


ajar dipertimbangkan pula kajian kebutuhan. Karena itu, pada langkah ini dikaji
pula laporan Kajian Kebutuhan. Hasil dari pertemuan ini adalah penyusunan
kerangka model bahan ajar Paket A tingkatan 1.
Pengembangan model bahan ajar merupakan kegiatan penulisan naskah bahan
ajar Paket A Tingkatan 1 yang memperhatikan kerangka model bahan ajar hasil
diskusi tanggal 11 s.d 15 Maret 2008 Tempat di Hotel Parama, Cisarua, Bogor.
c.

Penelaahan dan Penyempurnaan Model


Hasil yang diharapkan adalah penelaahan draf model bahan ajar kesetaraan
Paket A berdasarkan kriteria penelaahan dan penyempurnaan draf model
bahan ajar kesetaraan Paket A.
Kegiatan ini dilaksanaan dengan strategi diskusi kelompok tentang kriteria
penelaahan dan kerja kelompok/individual menelaah draf model bahan ajar
kesetaraan Paket A dan menyempurnakan hasil penelaahan. Pelaksanaan
kegiatan pada 27 s.d 30 Mei 2008 dengan mengambil tempat di Hotel Poencer,
Cisarua, Bogor.
Komponen kriteria penelaahan model bahan ajar kesetaraan Paket A, adalah
sebagai berikut:
- Korelasi dengan kurikulum yaitu pembahasannya komprehensif dan
mendukung tujuan dari kurikulum. Selain itu waktunya mencukupi dengan
alokasi waktu yang tersedia
- Fungsional dan bermakna yaitu dapat diterapkan dalam berbagai kehidupan
yang nyata, dan dapat dihayati dan direfleksikan dalam aktivitas interaksi
dengan lingkungan sosial anak.
- Berbasis pada lingkungan sekitar yaitu memanfaatkan sumber belajar yang
ada di lingkungan sekitar, mendorong anak untuk mencari, mengolah,
menemukan, dan memanfaatkan bahan yang ada di sekitar anak.
- Keterpaduan yaitu terpaduan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Tema
dengan kompetensi setiap mata pelajaran saling berkaitan (terintegrasi)
- Keterbacaan penyajian yaitu penulisan kaya (tidak kering) dan efektif,
penggunaan bahasa yang komunikatif, penyajian sesuai dengan tingkat
kemampuan anak, mendorong anak mencari pengetahuan dan
keterampilan baru
- Latihan, tugas, dan aktivitas yaitu latihan yang diberikan mengkaitkan tema
dengan keterampilan yang dibahas, relevan dengan kondisi lingkungan
anak, memperkuat penguasaan kompetensi dan sesuai dengan tujuan
penilaian pada kurikulum.

d.

Uji coba Model


Kegiatan uji coba model bertujuan untuk mendapatkan data, informasi, dan
masukan mengenai kelayakan model ini dari segi sosial, budaya, ekonomi
masyarakat setempat, dan ciri khas dari pendidikan kesetaraan.
Ruang Lingkup Kegiatan:
c. ujicoba keterbacaan model bahan ajar kesetaraan Paket A, mencakup
aspek korelasi dengan kurikulum, berbasis lingkungan, fungsional dan
bermakna, serta penyajian yang menarik

40

d. ujicoba keterlaksanaan model bahan ajar Paket A, meliputi kesesuaian


dengan alokasi waktu, langkah-langkah dalam proses pembelajaran, dan
kesesuaian dengan kondisi setempat.
Hasil uji coba berdasarkan isian kuesioner dapat disimpulkan bahwa
komponen bahan ajar sudah memadai mencakup semua aspek yang
dibutuhkan. Tema kelapa sawit sudah sesuai dengan lingkungan peserta
didik. Mata pelajaran lain yang dapat dipadukan dengan tema kelapa sawit,
misalnya:
- Pendidikan Agama: merawat dan memupuk termasuk menyayangi
makhluk ciptaan Tuhan, hasil disedekahkan di jalan Allah (zakat);
- Keterampilan/Kerajinan: membuat kancing baju batok kelapa sawit;
- PKn: kerja sama dan saling tolong menolong antara karyawan satu
dengan yang lain
- Kesenian: seni rupa, menggambar pohon kelapa sawit
Bahan ajar sudah sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir peserta didik
tingkatan I dan cakupan bahan ajar sesuai dengan kebutuhan.
Kalimat yang belum dimengerti dan ambigu:
- Penggunaan istilah/ kata sebaiknya yang mudah dimengerti
- Halaman 8, soal tidak jelas (No. 2 dan 4) dan tidak obyektif
- Halaman 4, perintah tidak jelas. Saran: Bacalah bacaan ini dengan nyaring
- Halaman 8: Siapa yang mengubah lingkungan alam tersebut?
- Saran perbaikan: Siapa yang mengubah hutan menjadi perkebunan
kelapa sawit?
- Halaman 6: tetapi pohon yang lain tetap dirawat
- Saran perbaikan: tidak perlu pohon lain karena tidak sesuai dengan
keadaan
- Halaman 6: Agar kebunnya tidak gundul
- Saran perbaikan: Agar kebunnya tetap rindang
- Halaman 5: Waktu masih bibit pohonnya pendek.
- Saran perbaikan: Waktu masih bibit pohonya masih dalam polibeg.
Kegiatan dalam bahan ajar yang kurang sesuai dengan tingkat kemampuan
berpikir peserta didik dan perlu diperbaiki:
- Soal No. 4 : Pohon kelapa sawit memiliki akar ..?
- Penulisan jamnya, yang benar 05.00
Tugas yang disajikan dalam bahan ajar yang dianggap tidak sesuai dengan
kompetensi yang hendak dicapai. Contoh:
- Judul Kelapa Sawit seharusnya Perkebunan Kelapa Sawit
- Menceritakan lingkungan alam
- Halaman 10: untuk tugas wawancara anak kelas 3 belum bisa. Saran
perbaikan: sebaiknya pertanyaan yang ada jawabannya dalam bahan ajar.
- Halaman 3: Judulnya kelapa sawit, isi bacaan sebaiknya mendukung untuk
menceritan kelapa sawit.
- Halaman 7 No.1 pada tulisan Anda telah membaca dst ., No. 1 tidak
perlu.
Tugas dalam bahan ajar yang dianggap tidak mampu diselesaikan oleh
peserta didik:

41

Halaman 7: gambar yang dihitung tidak ditentukan


Halaman 10: saran perbaikan: sediakan gambar sawit lalu peserta didik
menyebutkan bagian-bagiannya.
- Halaman 7 soal No.4: saran perbaikan : Jumlah pelepah ada . Tangkai
- Halaman 16 soal No. 5 : karena peserta didik mengenal 3 bilangan (sifat
distributive)
- Halaman 16 soal IPA No. 2 sebaiknya bagaimana merawat kelapa sawit
yang bagus?
Ilustrasi/gambar yang disajikan dalam Bahan Ajar tidak sesuai dengan
konteks materi yang disajikan. Contoh:
- Halaman 13: sebaiknya diberi ilustrasi gambar cara pemetikannya, pabrik
pembuatan minyak, dan bank tempat menyimpan uang.
- Halaman 13 dan 14: sebaiknya disertakan gambar pabrik pengolahan
kelapa sawit, gambar penyetoran uang di bank, dan pengeringan biji
untuk bibit.
- Halaman 9 gambar kurang jelas, pemilihan bibit dan jarak tanam
- Halaman 6 gambar 3 dipindahkan ke halaman 5
- Gambar lebih menarik jika berwarna
- Halaman 5, bibit dibesarkan dalam polibeg
Ilustrasi/gambar yang disajikan dalam bahan ajar ini belum memadai,
- Perlu ditambah pada halaman 9 gambar No. 4, gambar 6 dan 7
- Halaman 5 gambar 2 belum jelas dan jarak tanam belum ditampilkan
- Halaman 9 gambar 6 buah kelapa sawit dan jarak tanam, pabrik
- Halaman 9 gambar 6 satu tandan buah kelapa sawit yang telah dipanen
- Halaman 9, tambahkan gambar cara mengambil buah sawit jadi lengkap
prosesnya dari bibit hingga hasil.
Diskusi fokus pada kegiatan ini melibatkan Kabid PLS, Kasi PLS, Tutor Paket A,
pengelola Program Paket A, dan nara sumber dari Perguruan Tinggi. Dari hasil
diskusi ini diperoleh masukan untuk penyempurnaan model, yaitu :
Sebelum pengembangan model bahan ajar ini disusun, Pusat Kurikulum telah
melakukan identifikasi kebutuhan lapangan. Meskipun demikian, pada saat
kegiatan ujicoba pemahaman mengenai tanaman kelapa sawit yang tertuang
dalam modul masih terlihat kurang tepat, yaitu :
a. Luas lahan satu hektar bisa ditanami 225 batang, dan pada umumnya
minimal warga Ogan Komering Ilir memiliki lahan sebesar sepuluh hektar.
Sedangkan di modul jumlah pohon kelapa sawit di kebun Pak Danu ada
600 batang, jadi luas lahannya hanya sekitar tiga sampai lima hektar.
b. Bacaan di modul terdapat uraian mengenai di kebun kelapa sawit juga
terdapat tanaman lain. Kenyataannya di perkebunan kelapa sawit hanya
terdapat satu tanaman, tidak ditanami pohon lain.
c. Pengelolaan kebun kelapa sawit di Kabupaten Ogan Komering Ilir
biasanya dikelola oleh perusahaan, bukan dikelola oleh individu.
d. Perkebunan kelapa sawit pada umumnya hanya satu macam
penanamannya, tidak ada tanaman lain. Pengetahuan ini yang perlu
diperbaiki pada modul, karena di bacaan modul dijelaskan mengenai ada
tanaman lain selain pohon kelapa sawit di kebun kelapa sawit.

42

e. Modul Paket A sebaiknya juga menjelaskan mengenai cara menanam


pohon kelapa sawit, yaitu dari pembibitan di polibek atau jarak tanam
kelapa sawit sekitar 6 8 meter.
Modul Paket A yang menggunakan pendekatan tematis ini diusulkan oleh
peserta diskusi fokus perlu ditambah kajian dari mata-mata pelajaran lain,
misalnya PKn yang mengajarkan sikap gotong royong pada saat panen kelapa
sawit, Agama yang memberi pengalaman anak untuk bersyukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas tanah yang subur, atau mata pelajaran seni yang
memberi pengalaman anak untuk membuat puisi tentang kelapa sawit.
Pertanyaan pada tugas di halaman 8 nomer 3 modul Paket A merupakan
pertanyaan ambigu. Sebaiknya pertanyaan diperbaiki yang semula: siapa
yang mengubah lingkungan alam menjadi siapa yang mengubah hutan
menjadi kebun kelapa sawit?
Observasi pelaksanaan model bahan ajar program Kesetaraan Paket A
berlangsung di PKBM Budi Luhur, Desa Keman, Kecamatan Pampangan,
Kabupaten Ogan Kemiring Ilir. Lokasi ini berjarak sekitar 30 km dari Dinas
Pendidikan Ogan Kemiring Ilir.
Warga belajar yang mengikuti uji coba model bahan ajar program paket A ini
sebanyak 15 orang. Usia mereka sangat bervariasi yaitu antara 12 tahun usia
yang paling muda sampai yang berusia 30 tahun. Mereka rata-rata drop-out
SD kelas 3. Saat ini mereka duduk di kelas 5. Sebagian besar dari mereka
bekerja sebagai buruh perkebunan karet dan kelapa sawit. Minat mereka
sangat besar untuk mengikuti program paket A karena setelah memiliki ijasah
paket A dapat diterima bekerja di pabrik pengolahan kelapa sawit. Kepala
desa di sekitar tempat tinggal warga belajar mewakafkan tanahnya kepada
pabrik kelapa sawit agar mendirikan pabrik pengolahan sawit. Namun sebagai
gantinya pabrik tersebut harus mempekerjakan warga sekitar di pabrik
tersebut. Agar dapat bekerja di pabrik tersebut Kepala Desa mewajibkan
warganya yang putus sekolah agar melanjutkan sekolahnya minimal program
paket A. Hal itulah yang memotivasi warga belajar untuk melanjutkan
sekolahnya. Selain itu, untuk mengikuti program paket A mereka tidak
dipungut biaya.
Paparan hasil observasi model bahan ajar kesetaraan Paket A, sebagai
berikut:
1. Persiapan Pembelajaran
Tutor yang mengajar pada saat observasi adalah Bapak Ahmad Syarbani,
yang sehari-harinya mengajar di SD Daerah Terpencil. Beliau adalah tutor
yang telah lama mengabdi untuk mengajar di program paket A, B dan C.
Persiapan yang dilakukan oleh Bapak Ahmad adalah mempelajari modul
dari Puskur. Selanjutnya beliau mencoba membuat silabus tematis
mengenai perkebunan kelapa sawit. Silabus tersebut mencakup
komponen mata pelajaran (IPA, IPS, Bahasa Indonesia, dan Matematika),
Kompetensi Dasar dari masing-masing mata pelajaran, Indikator, kegiatan
belajar, sarana/sumber, dan penilaian. Dari silabus dikembangkan
menjadi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang memuat
indikator dari masing-masing mata pelajaran, sarana/sumber belajar,
strategi kegiatan ( pembukaan, inti, penutup), penilaian (tertulis dan

43

pengamatan, serta kriteria penilaian). Selain itu, juga membuat lembaran


kerja untuk mengamati gambar pohon kelapa sawit.
2. Hasil pengamatan Kegiatan Pembelajaran
Tutor memulai kegiatan dengan mengucap salam kepada warga belajar
yang dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan pertemuan. Selanjutnya,
tutor membagikan model bahan ajar (modul)
yang akan akan
diujicobakan. Judul modul: Perkebunan Kelapa Sawit.
Pada kegiatan pertama, warga belajar secara bergantian diminta untuk
membaca nyaring bacaan yang ada di modul dengan judul Kebun Kelapa
Sawit.

Warga belajar sedang membaca nyaring

Tutor sedang membimbing kelompok

Sebagian warga belajar belum lancar membaca bacaan yang ada. Mereka
rata-rata masih membaca dengan terputus-putus. Kemudian tutor
meminta warga belajar untuk menceritakan isi bacaan tersebut dengan
mendiskusikan dalam kelompok dan melaporkan hasil diskusi secara lisan.
Pada tugas pengamatan kelapa sawit tidak dapat dilakukan karena lokasi
PKBM jauh dari kebun kelapa sawit. Tutor hanya melakukan tanya jawab
tentang kelapa sawit yang dijawab warga belajar berdasar pengalaman
yang kemudian jawaban diperkuat oleh tutor. Kemudian warga belajar
secara individu diminta untuk menjawab pertanyaan sebagai bentuk
evaluasi pemahaman materi yang telah dipelajari. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa untuk masalah penjumlahan, sebagian besar warga
belajar tidak menemui kesulitan dalam menjawab pertanyaan. Untuk
mengurangi kejenuhan, kegiatan diselingi dengan menyanyi sambil
menggerakkan anggota tubuh.
Selanjutnya, kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan Kegiatan 2. Pada
kegiatan ini hanya dilakukan untuk menceritakan gambar. Warga belajar
tidak mengalami kesulitan dalam menceritakan gambar. Kemudian warga
belajar diminta untuk mengerjakan soal yang ada untuk menguji
pemahaman diri. Sebagian besar mereka tidak mengalami kesulitan
dalam menjawab pertanyaan yang ada, namun rata-rata mereka belum
sempurna dalam menulis kata-kata.

44

Pada kegiatan 3 warga belajar diminta untuk membaca bacaan dengan


nyaring. Kemudian mereka diminta menjawab pertanyaan untuk menguji
diri sendiri. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa untuk soal tentang
pengurangan dirasa terlalu mudah oleh warga belajar. Namun, mereka
menemui kesulitan dalam memahami kalimat yang agak panjang. Warga
belajar nampaknya belum dapat membedakan antara kata dan
kalimat.
Kegiatan diakhiri dengan evaluasi untuk mengetahui pemahaman warga
belajar terhadap materi yang diajarkan. Soal ditulis oleh tutor di papan
tulis. Kemudian hasil evaluasi dibahas bersama-sama dengan warga
belajar.
B.

Pembahasan
Secara prosedural, penelitian dan pengembangan ini telah memenuhi
langkah penelitian dan pengembangan yang dapat dipertangungjawabkan. Produk
pengembangan yang dihasilkan memiliki kemudahan untuk diterapkan. Kemudahan
dalam penyusunan bukan berati mudah diwujudkan. Dalam proses pengembangan
bukan hanya terletak pada faktor objek yang dibuat tetapi juga proses atau
mekanisme dalam mewujudkannya. Model pengembangan bahan ajar yang dibuat
ini tidak menjelakan bagaimana daerah menyediakan dana, penunjukkan tim
pengembang, jumlah bahan ajar yang dibutuhkan, dan tema-tema bahan ajar yang
akan diangkat. Semua persoalan yang disebutkan di atas merupakan kebijakan
daerah yaitu di tingkat Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota masing-masing.
Sebenarnya di mana fungsi atau manfaat dari buku panduan pengembangan
bahan ajar berikut contoh atau modelnya? Dalam kerangka pengembangan suatu
sistem pendidikan, pengadaan bahan ajar merupakan bagian integral dari proses
pendidikan dan merupakan bagian dari penyediaan sumber belajar. Tingkat
kepentingannya sama dengan penyediaan guru atau tutor, kurikulum, alat peraga,
dan alat evaluasi pembelajaran. Dengan demikian sifatnya wajib tersedia. Walaupun
bahan ajar, modul, atau buku bukan satu-satunya sumber belajar tetapi buku adalah
sumber belajar yang paling efektif untuk digunakan di daerah-daerah terpencil.
Penyediaan sumber belajar (bahan ajar) di daerah dapat diduga akan
mengalami hambatan, bukan terletak pada bagaimana menyusun bahan ajar tetapi
lebih karena faktor teknis seperti tidak ada anggaran yang cukup, tidak memiliki
sumberdaya manusia, dan belum ada payung hukum. Bahkan, bisa saja ketika bahan
ajar telah disusun, para tutor belum mampu memanfaatkan secara optimal.
Dengan banyaknya hambatan di atas, kiranya perlu ada upaya yang lebih luas
artinya memandang permasalahan di setiap daerah yang lebih menyeluruh dan tidak
sebagian-bagian. Sekedar usulan, kiranya setiap daerah memiliki pola pikir sebagai
berikut:
1. Penyediaan bahan ajar merupakan investasi yang relatif lama, biasanya masih
layak digunakan sampai lima tahun ke depan. Bagi daerah yang memiliki
anggaran pendidikan yang mencukupi alangkah baiknya jika dinas pendidikan
menganggarakan secara khusus sejumlah naskah bahan ajar. Idealnya biaya
pencekatan disediakan oleh dinas pendidikan. Jika tidak mampu, dinas pendidian
dapat melakukan MoU dengan pihak stakeholder dalam pencetakan. Hal yang
perl dipersiapkan adalah sistem regulasi penjualan bahan ajar yang berlaku lokal.

45

2. Sumberdaya manusia untuk penyusunan bahan ajar, termasuk pekerjaan mudah


tapi sulit atau sulit tapi mudah. Tidak setiap daerah memiliki sejumlah
sumberdaya manusia pengembang bahan ajar yang dapat diandalkan. Karena itu
disarankan, Dinas Pendidikan bekerjasama dengan PT setempat untuk
mengembangkan bahan ajar. Jika dinas pendidikan belum memiliki anggaran,
dapat pula melakukan MoU tripartit antara dinas pendidikan, PT, dan penerbit.
Penerbit penyandang modal untuk menyediakan honor penulis yang berasal dari
PT dan perbanyakan. Pihak Dinas Pendidikan ikut memasarkan buku tersebut ke
sejumlah sekolah.
3. Konsekuensi dari kebijakan yang akan diambil oleh dinas pendidikan, perlu
dibuat payung hukum yang lebih kuat. Sekurang-kurangnya ada Peraturan Bupati
(PERBUB) dan atau aturan lainnya yang melindungi kebijakan distribusi buku.
PERBUB yang disusun melingkupi bentuk kerjasama semua pihak untuk
menyediakan sumber belajar dan salah satunya bahan ajar (buku atau modul).
4. Perlu juga ditegaskan, dari buku yang telah tersedia terkadang para tutor belum
mampu memanfaatkan secara optimal. Hambatan ini terjadi di mana-mana.
Faktor utamanya adalah kurannya kompetensi tutor untuk memanfaatkan bahan
ajar agar tetap aktual di mata siswa atau warga belajar. Hambatan yang kedua
adalah keberanian para tutor untuk mengembangkan inovasi pembelajaran di
masing-masing kelas.
Untuk hal yang terakhir, seharusnya menjadi perhatian khusus di lingkungan
pendidikan non-formal. Dari sejumlah penelitian saat ini masih banyak guru yang
gamang dalam melaksanakan tugasnya secara all-out, penuh eskpresi, tidak takut
salah, dan penuh imajinatif. Rendahnya apresiasi terhadap inovasi (termasuk inovasi
KTSP) adalah karena para tutor terjebak oleh budaya birokratik. Kedua hambatan ini
menimbulkan kurangnya keberanian guru dalam mengembangkan berbagai inovasi.
Gaya birokratik yang telah tertanamkan pada Jaman Orde Baru telah sangat
mencengkram kebebasan apresiasi guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai
pendidik. Selama tiga dekade sejak diberlakukannya kurikulum 1975, 1984, dan 1994
guru secara rinci didikte dalam melaksanakan tugas. Sehingga ketika kurikulum 2004
dan atau KTSP digulirkan dengan perangkat yang berbeda dan memberi keleluasaan
tutor untuk melakukan apresiasi dan inovasi pembelajaran, mereka ragu dan
kebingungan. Keraguannya terletak pada saat menentukan rincian kompetensi dari
standar nasional, cara penilaian kompetensi, membedakan antara kompetensi yang
bersifat kognitif dan aspek sikap, dan pada saat merumuskan silabus serta skenario
pembelajaran. Apa yang menjadi kebingungan bukan terletak pada bagaimana cara
mengerjakan tugas itu tetapi justru mereka bingung karena merasa diambangkan
oleh pihak pemerintah pusat dengan tidak ada petunjuk yang lebih rinci. Langkah
penyusunan pedoman pengembangan bahan ajar yang sekarang disusun adalah
untuk mengurangi kebingungan para tutor.
KTSP pada dasarnya tidak lagi menonjolkan isi atau materi pelajaran, akan
tetapi menempatkan pengalaman belajar untuk membentuk kemampuan sebagai
arah pengembangan kurikulum, maka dalam implementasinya kurikulum lebih
menekankan kepada proses belajar. Pengelolaan pembelajaran tidak lagi didesain
untuk memberikan sejumlah informasi kepada peserta didik untuk dicatat dan
dihapal, akan tetapi pengelolaan pembelajaran didesain bagaimana para peserta
didik dapat menemukan informasi yang dibutuhkan.

46

Untuk mengatasi masalah sebagaimana telah dijelaskan di atas agar para


tutor tidak terjebak dalam kegamangan budaya birokratik, jalan yang dianggap
efektif antara lain:
1. Memberi penguatan kepada para tutor melalui pendidikan atau pelatihan untuk
memberi pemahaman yang benar tentang KTSP, khususnya pada pendidikan non
formal dan cara-cara pengembangannya.
2. Di setiap pusat kegiatan belajar dan dinas pendidikan kabupaten/kota harus
memiliki komunitas pengembang kurikulum
3. Memberi pengharagaan kepada para tutor yang melahirkan inovasi-inovasi dan
atau apresiasi yang unggul dari upayanya mengembangkan KTSP yang berlaku di
masing-masih pusat belajar.
Demikianlah usulan skenario pengadaan bahan ajar pada lingkungan dinas
pendidikan, khususnya subdin Pendidikan Luar Sekolah (PLS).

47

BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
a. Kebutuhan lapangan terhadap bahan ajar Kesetaraan Paket A Tingkatan 1
sebenarnya cukup mendesak. Di daerah belum tersedia panduan
pengembangan bahan ajar yang dilahirkan melalui studi komprehensif. Dari
hasil penelitian, bahan ajar yang dibutuhkan adalah yang sesuai kondisi
sosial, ekonomi dan budaya daerah setempat. Di daerah penelitian
(Kabupaten OKI) yang merupakan daerah pengembangan kelapa sawit sangat
cocok jika bahan ajar memiliki tema Kelapa Sawit. Selain kelapa sawit, ada
lagi sekurang-kurangnya 31 tema bahan ajar yang dapat diangkat yaitu
tentang Sanitasi Lingkungan Sehat, Penjernihan Air, Bahaya Obat Terlarang,
Pedagang Sukses, Beternak Sapi, Beternak ayam kampung, Tanaman Obat,
Bahaya hutan rusak, Bertani Sawah Tanah Hujan, Berkebun kakao, Berkebun
karet, Berkebun tebu, Berkebun kopi, Berkebun teh, Berkebun nenas, industri
CPO, industri minyak goreng, industri crumb rubber, industri pengolahan
kopi, industri pengalengan ikan, industri ikan beku, industri pengalengan
nenas, industri teh hijau, kerupuk ikan, kemplang,
empek-empek,
peternakan sapi, Mengenal tambang granit, Mengenal lempung, mengenal
kaolin, dan mengenal pasir kuarsa.
2. Model bahan ajar Paket A Tingkatan 1 yang dapat dijadikan rujukan oleh
semua pihak adalah berupa panduan pengembangan bahan ajar, model
bahan ajar, model silabus, maupun model Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran-nya. Khususnya dalam pengembangan bahan ajar disarankan
mengikuti langkah sebagai berikut:
a. telaah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK dan KD) sejumlah
mata pelajaran pada Paket A tingkatan I yang ada sesuai Permen Nomor
14 tahun 2007. Hasil telaahan digambarkan dalam bentuk pemetaan SK
dan KD sehingga tampak kedekatan antar kompetensi yang akan
diakomodasi dalam bahan ajar. Untuk memudahkan telaahan dapat pula
dibantu dengan lembaran SK dan KD Sekolah Dasar. Langkah konkritnya
adalah menampilkan SK dan KD mata pelajaran yang digabung (misalnya
IPS, IPA, bahasa, dan matematika)
b. telaah situasi dan masalah yang dihadapi masyarakat di daerah masingmasing. Hasil telaah ditampilkan dalam bentuk alternatif tema-tema pokok
yang akan diangkat dalam tema bahan ajar. Misalnya dapat mengambil
dari sejumlah tema yang telah disebutkan di atas seperti budidaya sawit,
kakao, tebu, dan lain-lain.
c. menyusun dan mengembangkan bahan ajar dengan pendekatan tematik.
3.Model bahan ajar Paket A Tingkatan 1 yang dikembangkan untuk kabupaten
OKI (sebagai lokasi uji coba) dapat diterapkan pada lingkungan pendidikan
kesetaraan dan relevan dengan kondisi sosial, budaya, dan ekonomi

48

masyarakat setempat. Hal-hal yang dianggap kurang telah diadaptasi untuk


perbaikan model.
B. Rekomendasi
1. Penyediaan bahan ajar merupakan investasi dalam peningkatan mutu
pendidikan. Bagi daerah yang memiliki anggaran pendidikan yang mencukupi
sebaiknya menganggarkan secara khusus sejumlah naskah bahan ajar dan
memperbanyaknya untuk didisribusikan ke pusat-pusat belajar masyarakat.
Jika tidak mampu, dinas pendidian dapat melakukan MoU dengan pihak
stakeholder dalam pencetakan. Hal yang perl dipersiapkan adalah sistem
regulasi penjualan bahan ajar yang berlaku lokal.
ii. Tidak setiap daerah memiliki sejumlah sumberdaya manusia pengembang
bahan ajar yang dapat diandalkan. Karena itu disarankan, Dinas Pendidikan
bekerjasama dengan PT setempat untuk mengembangkan bahan ajar. Jika
dinas pendidikan belum memiliki anggaran, dapat pula melakukan MoU
tripartit antara dinas pendidikan, PT, dan penerbit. Penerbit penyandang
modal untuk menyediakan honor penulis yang berasal dari PT dan
perbanyakan. Pihak Dinas Pendidikan ikut memasarkan buku tersebut ke
sejumlah sekolah.
3. Dinas pendidikan perlu membuat payung hukum, sekurang-kurangnya dalam
bentuk Peraturan Bupati (PERBUB) dan atau aturan lainnya yang melindungi
kebijakan distribusi bahan ajar yang berlaku secara lokal. PERBUB yang
disusun melingkupi bentuk kerjasama semua pihak untuk menyediakan
sumber belajar dan salah satunya bahan ajar (buku atau modul).
4. Perlu pemberdayaan para tutor untuk dilibatkan dalam penyusunan bahan
ajar. Selain itu perlu ada pelatihan para tutor agar mereka mampu
memanfaatkan bahan ajar secara optimal dan tumbuh dalam jiwa tutor untuk
melakukan proses pendidikan secara all-out, penuh eskpresi, tidak takut
salah, dan penuh imajinatif. Dengan cara ini maka dikemudian hari akan lahir
tutor yang kreatif dan berdaya guna.

49

DAFTAR PUSTAKA

Belawati, Tian. (2003). Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta:Pusat penerbitan


Universitas Terbuka.
Colburn.

2002. How to Make Lab Activities More Open-ended.


www.exploratorium.edu/IFI/resources/workshop/labactivities.html.

Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Kurikulum 2004. Standar Kompetensi Mata


Peklajaran Pengetahuan Sosial. Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah.
Jakarta: Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan
Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Komptensi. Handout. Jakarta. Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas.
DePorter, B dan Hernacki, M. 1999. Quantum Leraning. Kaifa. Bandung.
Dewey, J. 2004. Experience and Education Pendidikan Berbasis Pengalaman
(terjemahan). Bandung. Penerbit Teraju.
Dick, Walter. (2005). The Systematic Design of Instruction. Boston: Pearson
Education.
Ellis, A.K. 1998. Teaching and Learning Elementary Social Studies. Sixth Edition.
Boston, London, Toronto, Sydney, Tokyo, Singapore. Allyn and Bacon..
Fenton, Edwin, 1984/1985. The New Social Studies, New York: Holt, Rinehart &
Winsten.
Gall, M.D., Gall, J.P., Borg, W.R. 2003. Educational Research An Introduction. Boston,
New York, San Francisco, Mexico City, Montreal, Toronto, London, Madrid,
Munich, Paris, Hong Kong, Singapore, Tokyo, Cape Town, Sydney.
Ablongman.
Gallup, H.F. 1997. "Fred Keller and PSI" Easton, Pennsylvania. Lafayette College.
Harlen, W. 1992. The Teaching of Science. London: David Fulton Publishers.
Hernowo. 2005. Buka Pikiran dengan Mind Mapping. Artikel. Pikiran Rakyat, edisi 17
Februari 2005.
Herr, Judy. (2000). Creative Resouces for The Early Childhood Classroom. Stamford:
Delmar Thomson Learning.
Karli & Yuliariatiningsih. 2002. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Bandung: Bina Media Informasi.

50

Krathwohl, D.R. 1998. Methods of Educational & Social Science Research An


Integrated Approach. New York; Reading Massachusetts; Menlo Park,
California; Harlow, England; Don Mills, Ontario; Sydney; Mexico City;
Madrid; Amsterdam. Longman.
Madjid, Abdul. (2005). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Miller, Regina. (1996). The Developmentaly Appropriate Inclusive Classroom in Early
Education. StamFord: Delmar Thomson Learning.
Nurani, Y. 2003. Strategi Pembelajaran. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Jakarta.
Paul Suparno, 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta. Kanisius.
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah
Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Sagala, S. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung. Penerbit Alfabeta.
Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada media.
Semiawan, Cony. 1988. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia.
Shambaugh, Neal. (2006). Instructional Design. Boston: Pearson Education.
Sudjana, N dan Rivai, A. 2002. Media Pengajaran. Bandung. Sinar Baru Algesindo.
Sudjana, N. 1989. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru.
Sukmadinata, N.S. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung. Kesuma
Karya.
Sukmadinata, N.S. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Usman. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yulaelawati, E. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran, Filosofi Teori dan Aplikasi.
Bandung. Pakar Raya.

51

Anda mungkin juga menyukai