RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG OTONOMI KHUSUS PROVINSI BALI
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG OTONOMI KHUSUS PROVINSI BALI
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Teori perancangan peraturan perundang-undangan (Legislative Drafting
Theory) menekankan bahwa setiap pembuatan peraturan perundang-undangan
harus didahului dengan pembuatan sebuah naskah kademik yang didasarkan pada
laporan hasil penelitian (research report). Fungsi dari sebuah naskah kademik
adalah untuk : pertama, sebagai dasar penilaian akurasi rancangan yang akan
dihasilkan (as a basis of assesing the bill); kedua, sebagai dokumen yang diyakini
memuat data, fakta, dan bukti yang relevan dengan substansi rancangan (ensuring
relevant evidences); ketiga, sebagai dokumen yang memuat dasar-dasar pemikiran
yang logis mengapa perlu dibuat sebuah peraturan perundang-undangan (ensuring
the logic) (Seidman & Seidman, N Abeysekere, 2001 : 87-88).
Terkait dengan fungsi-fungsi itu, berikut ini diupayakan menyajikan sebuah
naskah kademik yang substansinya menitikberatkan pada kekhususan Bali di bidang
adat dan budaya sehingga diharapkan nantinya dapat dijadikan dasar pemikiran
yang logis bagi legitimasi status Bali sebagai daerah yang berotonomi khusus.
Dengan demikian wacana otsus bali tidak sekedar ada dalam tataran ilusi namun
benar-benar dirasakan secara efektif dan nyata manfaatnya dalam kehidupan
masyarakat sebagaimana bunyi sebuah adagium etika pemerintahan yakni :
Judicium non debet illusorium, suum effectum habere debet (A Judgement
ought not to be illusory, it ought to have its proper effect) (Black, 1987 : 763).
Sebagaimana diketahui, Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional
tentang Hak Sipil dan Politik PBB (International Covenant on Civil and Politic Rights
/ ICCPR) melalui Undang-Undang No. 12 tahun 2005 tanggal 28 Oktober 2005. Pasal
27 dari kovenan itu menyatakan bahwa kelompok minoritas agama, etnis, bahasa,
wajib dilindungi oleh negara sehingga anggota kelompok dapat bebas menganut
agama dan menjalankan ibadah agama serta bebas menikmati kebudayaannya
sendiri.
Senada dengan itu, Pasal 15 Kovenan Internasional tentang hak ekonomi,
sosial, budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Right /
ICESCR, 1966) yang juga telah diratifikasi Indonesia tahun 2005, menekankan
bahwa negara wajib melindungi dan mengembangkan kebudayaan lokal tersebut
bila perlu dengan melakukan tindakan konservasi. Lebih jauh berkenaan dengan hal
tersebut, Article 15 Paragraph 2 antara lain menyatakakan : ..to achieve the
full realization of this right shall include those necessary for the conservation
.(DPI United Nations; 1995 : 232). Konservasi dalam konteks Bali dapat diartikan
sebagai suatu upaya untuk melindungi dan melestarikan kebudayaan bali yang
bersifat khusus dan terkenal di mancanegara yang tiada lain kekhususan atau
keunikan itu sesungguhnya merupakan salah satu puncak kebudayaan nasional.
Instrumen internasional lainnya yang secara lebih khusus mengamanatkan
perlunya perlindungan terhadap warisan budaya yang bersifat khusus adalah
Konvensi UNESCO tentang Perlindungan Warisan Budaya Dunia (Convention
Concering the Protection of the World Cultural anD Natural Heritage) 1972, Pasal
4 Konvensi tersebut mengatur tentang kewajiban negara untuk melakukan
perlindungan dan konservasi terhadap warisan budaya yang ada di wilayah negara.
Sementara Pasal 5 huruf (d) menegaskan perlu adanya payung hukum nasional
dalam melakukan perlindungan, konservasi maupun rehabilitasi (..to take
10
11
12
13
14
15
16
17
18
(2) Delik adat yang menyangkut harta benda, seperti : pencurian benda
suci, merusak benda suci, dll.
(3) Delik adat yang berhubungan dengan kepentingan pribadi, seperti :
mengucapkan kata-kata kotor (mamisuh); memfitnah (mapisuna),
menipu atau berbohong (mamauk/mogbog), dll.
(4) Pelanggaran adat karena kelalaian atau tidak menjalankan kewajiban
(swadharma), terhadap lembaga tradisional (desa pakraman), seperti :
kelalaian melaksanakan kewajiban (ayahan desa) sebagai warga desa
(krama desa pakraman), kelalaian membayar iuran (papeson atau
pawedalan), dll.
Seperti halnya berbagai jenis pelanggaran pada umumnya, pelanggaran adat
dapat dikenakan sanksi. Sanksi dikalangan masyarakat masyarakat adat, dikenal
dengan sebutan koreksi adat, atau reakasi adat. Untuk di Bali, sanksi adat
itu disebut danda, atau pamidanda. Danda adalah sanksi yang dikenakan oleh
desa pakraman (organisasi tradisional lainnya), kepada seorang atau kelompok
orang dan
atau keluarganya, karena dianggap terbukti telah melakukan
pelanggaran adat atau melanggar norma agama Hindu. Danda dijatuhkan dengan
tujuan untuk mengembalikan keseimbangan sekala (alam nyata) dan niskala (alam
gaib) dalam masyarakat.
Sanksi dalam fungsi seperti tersebut, mempunyai peranan penting di dalam
kehidupan masyarakat adat di Bali. Beberapa jenis sanksi adat yang dikenal, dapat
klasifikasikan menjadi tiga, yang dikenal dengan tri danda (tiga sanksi) yang terdiri
dari : arta danda, jiwa danda dan sangaskara danda. Arta danda (sanksi berupa
harta benda atau benda-benda materiil), seperti denda, pengganti kerugian
materiil, dll. Sangaskara danda (sanksi berupa pelaksanaan upacara tertentu,
sesuai dengan ajaran agama Hindu), seperti pelaksanaan upacara pemarisuda,
prayascita
(upacara pembersihan yang dimaksudkan untuk mengembalikan
keseimbangan magis). Jiwa danda (sanksi berupa penderitaan jasmani dan
rohani/jiwa), seperti minta maaf (ngaksama), dikucilkan di lingkungannya
(kanorayang).
19
20
21
22
23
24
25
26
27
PAD
22.873.719.298,89
9.916.279.620,18
42.403.134.567,23
388.582.725.448,11
55.006.502.325,99
7.692.953.476,66
16.374.120.634,90
23.909.591.197,82
116.302.936.736,60
29
30
31
32
33
34
DAFTAR PUSTAKA
Agung, A.A.G., 1991. Bali in the 19 th Century. Jakarta, Yayasan Obor
Indonesia.
Ann Seidman, Robert B Seidman, Nalin Abeysekere; 2001, Legislative Drafting
for Democratic Social Change, Kluwer Law International, Netherland,
USA, Canada)
Astra, I Gde Semadi, 1982. Prasasti Sibang Kaja di Kabupaten Badung.
Denpasar, Fakultas Sastra, Unud.
Astra, I Gde Semadi, 1997. Birokrasi Pemerintahan Bali Kuno Abad XII XIII.
Sebuah Kajian Epigrafis. Disertasi (belum dipublikasikan) Universits
Gajah Mada, Yogyakarta.
Atmaja, Jiwa, 2002. Otonomi Daerah Bali, Kendala dan Harapan, Ikayana&
Tabloid Taksu, Denpasar.
Baehr, Peter, dkk; 2001, Instrumen Internasional Pokok Hak-Hak Asasi Manusia,
yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Bahar, Safroedin, dkk, 1995, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha- Usaha
Kemerdekaan Republik Indonesia (BPUPKI) Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Sekretariat Negara Republik Indonesia,
Jakarta
Bali Post, 18 September 2005.
Black, H.C.; 1979; Blacks law Dictionary, ST Paul Minn, West Publishing CO
Craig, PP, 1994, Administrative Law, .Sweet & Maxwell, London.
Desentralisasi Gelombang Kedua dari Reformasi Demokratis sebelum
berkuasa rezim otoriter (Abdul Azis, David D Arnold; 2003, Desentralisasi
Pemerintahan, Pengalaman Negara-Negara Asia, Pondok Edukasi, Bantul)
Dherana, Tjok Raka dan Widnyana, I Made. 1976. Agama Hindu dan Hukum
Pidana Nasional (Makalah).
DPJ United Nations , The United Nations and Human Rights, 1995
Goris, R, 1954, Prasasti Bali, diterjemahkan oleh Lembaga Bahasa dan Budaya
(Fakultas Sastra dan Filsafat Universita Indonesia, Jilid I, Bandung: Masa
Nina.
Goris, R, 1954. Inscripties voor Anak Wungsu, dalam Prasasti Bali. Jakarta:
N.V Masa Baru.
Grader, C.J. 1979, Persubakan di Kerajaan Jembrana, Penyunting Tjok, Raka
Dherana, Denpasar, Biro Dokumentasi dan Publikasi FH Unud.
Griadhi, I Ketut Wirta, dkk. 1992, Eksistensi Subak sebagai Badan Hukum
Tradisional, Studi Kasus di D1aerah Irigasi Cengcengan , Sukawatin,
Gianyar, Kerjasama Unud dan The Ford Foundation,
Haar, Bzn, B. Ter, 1960, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta:
Pradnyaparamita.
35
Haar, Ter. 1950. Beginselen en Stelsel van het Adatrecht. JB.WoltersGroningen, Djakarta, 4e druk.
Hadjon, Philipus M, tth, Analisis Hukum Tata Negara Atas Beberapa Ketentuan
UU No.22 Tahun 1999 .
Hanna, W.A., 1976. Bali Profile. People Events Circumtances (1001 1976).
New York Amercan Universites Field Staff. Reprint, Banda Nair: Rumah
Budaya 1990.
Hitchcock, Michael, and Lucy Norris, 1995. Bali the Imaginary Museum.
Kualalumpur Oxford University Press, Oxford.
Hobart, Angela, Urs Ramseyers and Albert Leemann, 1996. The Peoples of Bali.
Blackwell Publishers Inc, Oxford OX4 1JF, UK.
Institut Hindu Dharma, 1986. Keputusan Seminar XII Kesatuan Tafsir Terhadap
Aspek-aspek Agama Hindu, Denpasar, Proyek Pemerinath Daerah Tingkat
I Bali.
Korn, V, E. 1932,Het Adatrecht van Bali, Tweede Herzien Druk, Uitgegeven met
Steum Der adatrechtstingting, S. Gravenhage, G. Naeff.
Kristin Samah; 2002, Ryaas Rasyid, Penjaga Hati Nurani Pemerintahan,
PUSKAP&MIPI, Jakarta.
Mahkamah Konstitusi, 2006, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Dan Undang Undang Republik Indonesia Nomer 24 Tahun
2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta.
Manan, H Bagir, 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum
(PSH) UII Jogjakarta.
Osbarne M reynolds, Jr; 1982, handbook of Local Goverment law, St Paul Minn,
West Peblishing Co
Parimartha, I Gede, 2004. Desa Adat, Desa Dinas, dan Desa Pakraman di Bali:
Tinjauan Historis Kritis, dalam I Wayan Ardika dan I Nyoman Darma
Putra, 2004. Politik Kebudayaan dan Identitas Etnik. Fakultas Sastra
Unud.
Picard, Michel, 1999. The Discourse of Kebalian: Transcultural Constructions
of Balinese Identity dalam dalam Raechelle Rubeinstein dan Linda H.
Connor, Staying Local in The Global Village. University of HawaiI Press,
Honolulu.
Powell, H, 1930. The Last Paradise. London: Jonathan Cape (reprinted in 1982,
Kuala Lumpur: Oxford University Press).
Robinson, Geoffrey. 2006. Sisi Gelap Pulau Dewata. Yogyakarta: LKiS.
Terjemahan Arief B. Prasetyo dari judul asli The Dark Side of Paradise.
Political Violence in Bali, 1995. London: Cornel University Press.
Sanderson, Stephen, K, 2000, Makro Sosiologi, Sebuah pendekatan terhadap
Realita Sosial, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sarundjajang, S.H., 2003,
Garfika, Jakarta
36
Soedjito, S,
1986, Transformasi Sosial menuju Masyarakat Industri,
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Soejito, Irawan, 1984, Hubungan Pemerinrtah Pusat Dan Pemerintah Daerah,
Bina Aksara, Jakarta
Sutawan, I Nyoman , dkk, 1989, Laporan akhir pilot proyek Pengembangan
Sisterm Irigasi yang menggabungkan beberpa Empelan/ Subak di
Kabupaten Tabanan dan Buleleng, kerjasama PU Propinsi Bali dengan
Unud.
Syaukani, HR. dkk, 2002. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatan , Pustaka
Pelajar, Jogjakarta,
Varma; S.P. 2001, Teori Politik Modern Terjemahan Tohir Efendi, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Vickers, Adrian, 1996. Bali a Paradise Created. Periplus Editions (HK) Ltd.
Wade, Sir William, 1988, Administrative Law, Clarendon Press, Oxford
Widnyana, Made, 1987, Eksistensi Delik Adat Lokika Sanggraha Dalam
Pembangunan Hukum Pidana Nasional, Orasi Ilmiah dalam rangka
Jubelium Perak Universitas Udayana, 1987
Widnyana, Made, 1993. Kapita Selekta Hukum Pidana Adat. Bandung, Eresco.
Yuwono, Teguh; 2003. Salah kaprah otonomi daerah di Indonesia, UNDIP,
Semarang
37
Lampiran
POKOK-POKOK PENJABARAN
NASKAH AKADEMIK DALAM SISTEMATIKA RUU OTSUS BALI
Konsideran :
A. Bagian Menimbang
Pernyataan Tentang :
a. Tujuan Negara RI untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b. UUD. 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan
daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan
undang-undang.
c. Masyarakat Bali memiliki kekhususan dibidang agama, budaya, adat
istiadat, pariwisata dan luas wilayah.
d. Masyarakat Bali yang cinta damai bertekad mempertahankan keutuhan
Negara Kesatuan RI dengan menjunjung tinggi nilai persatuan dan
kesatuan, kebinekaan, kesetaraan, keadilan, demokrasi, dan hak asasi
manusia.
e. Kekhususan Bali selama ini manfaatnya tidak saja dinikmati oleh
masyarakat Bali sendiri tetapi juga dinikmati oleh masyarakat propinsipropinsi lain dan bahkan oleh masyarakat internasional.
f. Pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan selama
ini di Propinsi bali belum dapat menjamin sepenuhnya keajegan nilai
kekhususan Bali terutama nilai agama, budaya, adat-iatiadat serta belum
terwujudnya keadilan dalam alokasi sumber dana pemerintah yang
berasal dari kegiatan sektor pariwisata Bali.
g. Pemberian otonomi khusus kepada Bali dapat mempertebal tekad dan
semangat masyarakat Bali dalam mempertahankan keutuhan Negara
Kesatuan RI serta dapat mengajegkan nilai-nilai kekhususan Bali sehingga
tetap bermanfaat bagi Bali, bagi bangsa Indonesia dan bagi masyarakat
internasional, diamping dapat terwujudnya keadilan dalam alokasi
sumber dana pemerintah yang berasal dari kegiatan sektor pariwisata
Bali.
B. Bagian Mengingat
Merujuk peraturan perundang-undangan yang ada kaitan dengan otonomi
dan otonomi khusus mulai dari UUD 1945, Tap MPR hingga Undang-Undang.
a. Tingkatan UUD. 1945
Pasal 5 ayat (1), Pasal 18A, Pasal 18 B, Pasal 20 ayat (1) dan ayat (5),
Pasal 21 ayat (1), Pasal 26 dan Pasal 28.
b. Tingkatan Tap MPR
Tap Tap MPR antara lain tentang :
-
38
c. Tingkatan Undang-Undang
- UU. Tentang Pembentukan Propinsi Bali
- UU. Tentang Pembentukan Kabupaten / Kota di Propinsi Bali
- UU. Tentang Pemerinatahan Daerah
- UU. Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
- UU. Tentang Hubungan Luar Negeri
- UU. Tentang Perjanjian Internasional
- UU. Tentang Hak Asasi Manusia
C. Bagian Diktum
- Dengan Persetujuan Bersama DPR dan Presiden RI
- Memutuskan :
Menetapkan : Undang-Undang Tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi
Bali.
D. Bagian Batang Tubuh
Bab I. Ketentuan Umum
Pengertian Pengertian Tentang :
-
Propinsi Bali
Otonomi Khusus
Pemerintahan Pusat
Pemerintahan Daerah Propinsi
Gubernur Propinsi Bali
DPRD Propinsi Bali
Dewan Adat
Lambang Daerah
Peraturan Daerah Khusus (Perdasus)
Peraturan Daerah Propinsi (Perdasi)
Desa Pakraman
Adat
Masyarakat Adat
Hak Ulayat
Pengadilan Adat
Tri Hita Karana
Kahyangan Tiga
Hak Asasi Manusia
39
- Selain itu Propinsi Bali diberi kewenangan khusus berdasarkan UndangUndang ini.
- Otonomi berada pada Propinsi
- Kabupaten / Kota dapat diberi otonomi oleh Propinsi berdasarkan usul
Kabupaten / Kota
- Pelaksanaan kewenangan Propinsi sebagai Daerah otonom dan sebagai
Daerah Otonom Khusus diatur lebih lanjut dengan Perdasi dan Perdasus
- Perjanjian internasional yang terkait kepentingan bali dilaksanakan
setelah mendapat pertimbangan Gubernur. Dalam memberi
pertimbangan itu Gubernur wajib mendengar pandangan DPRD dan
pandangan Majelis Pakraman Agung Propinsi Bali. Tata cara pemberian
pertimbangan diatur lebih lanjut dengan Perdasus.
- Propinsi Bali dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan
dengan badan luar negeri dengan keputusan bersama sesuai peraturan
perundang-undangan. Relevansi kerjasama itu diatur lebih lanjut
dengan Perdasus.
Bab IV. Susunan Pemerintahan Daerah
-
Pemerintahan Propinsi Bali terdiri dari DPRD dan Dewan Adat sebagai
badan legislatif dan Pemerintah Propinsi sebagai badan eksekutif
Dewan Adat (DA) Propinsi Bali adalah merupakan perwakilan kultural,
DA berfungsi melindungi agama Hindu, budaya dan adat istiadat
masyarakat Bali dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus.
Bab V. DPRD
DPRD dibentuk melalui Pemilihan Umum sesuai peraturan perundangundangan
- Tugas dan wewenang :
- Mengusulkan Pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih
kepada Presiden Republik Indonesia.
- Menyususn dan menetapkan arah kebijakan pembangunan daerah
bersama Gubernur dan DA sesuai peraturan perundang-undangan.
- Membahas dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah bersama-sama dengan Gubernur dan DA.
- Menetapkan Perdasus dan Perdasi
- Memberi pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah
Propinsi terhadap rencana kerjasama internasional yang menyangkut
kepentingan daerah.
- Mengawasi pelaksanaan Perdasi, Perdasus, Peraturan dan Keputusan
Gubernur; pelaksanaan urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah
Propinsi Bali; pelaksanaan APBD;
pelaksanaan kerjasama
internasional.
- Memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima keluhan dan
pengaduan penduduk Propinsi Bali.
- Pelaksanaan tugas dan wewenang lebih jauh diatur dalam tata tertib
sesuai peraturan perundang-undangan.
Hak DPRD :
-
40
- Masa jabatan anggota selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk
satu kali masa jabatan berikutnya.
- Susunan keanggotaan, persyaratan dan tata cara pembentukannya
diatur dengan Perdasus.
- Tugas dan Wewenang
Mengajukan rancangan Perdasus
Memberi persetujuan rancangan Perdasus yang berasal dari usul
Gubernur dan atau DPRD.
Memberi pertimbangan terhadap rancangan kerjasama
internasional yang diadakan oleh Pemerintah Propinsi atau
Pemerintah .
Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Bali yang
berkaitan dengan agama Hindu, budaya dan adat.
Memberi
pertimbangan
kepada
Gubernur,
DPRD,
Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan agama Hindu, budaya
dan adat Bali.
Mengadakan penyelidikan
Pernyataan pendapat
Meminta keterangan kepada Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota terkait perlindungan talenta kekhususan Bali.
Talenta kekhususan Bali lebih jauh diatur dengan Perdasus.
Meminta peninjauan kembali Perdasi, Perdasus, Peraturan
Gubernur, Keputusan Gubernur dan kebijakan lainnya yang
dinilai merugikan kepentingan masyarakat adat Bali.
Mengajukan RAB kepada Gubernur.
- Hak Anggota DA
Mengajukan pertanyaan
Mengajukan usul inisiatif Perdasus
Kekebalan
Keuangan
Protokoler
- Kewajiban DA :
Mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
41
42
PBB 90%
Bea perolehan hak atas tanah / bangunan 80%
Kehutanan 80%
Perikanan 80%
Pertambangan umum 80%
Pertambangan panas bumi 80%
Pajak Hotel, restaurant, kendaraan bermotor, dll 100%
DAU
DAK
Bantuan luar negeri dengan memberitahukan pemerintah
Pinjaman luar negeri atas persetujuan DPRD, DA dan Pemerintah.
Pinjaman dalam negeri atas persetujuan DPRD dan DA
Lain-lain yang syah
43
Bab XII.
-
44
45