Eisenmenger Syndrome
Eisenmenger Syndrome
Oleh:
Robby Martin Simangunsong (120100313)
Nadiah Masyab (120100464)
Divieya Tharisini Krisnan (120100467)
Pembimbing: dr. Andre Pasha Ketaren, SpJP
MEDAN
2016
LEMBAR PENGESAHAN
Penguji
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul Eisenmenger Syndrome (ES).
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. Andre Pasha Ketaren, SpJP yang telah meluangkan waktunya
dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Jantung merupakan organ yang terpenting dalam system sirkulasi. Pekerjaan
resistensi dari pembuluh darah paru meningkat menyebabkan shunt kiri ke kanan
asli menurun.5
1.2.
Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis mengenai Eisenmenger Syndrome
(ES).
2. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit Atrial Septal Defect (ASD).
Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami
dan
memperdalam secara
teoritis
tentang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Eisenmenger Syndrome (ES)
2.1.1 Definisi
Dyspnea on exertion
Fatique
Syncope dikarenakan rendahnya systemic cardiac output
berdinding tipis
Perdarahan dikarenakan abnormalitas koagulasi atau thrombositopenia
Perdarahan cerebrovascular dikarenakan hiperviskositas
Paradoxical embolism
Abses serebri9
2.1.5Diagnosis
Pada pemeriksaan, pasien dengan ES dapat menunjukkan tanda tanda sianotik
dan jari tabuh. Gelombang yang menonjol pada pulsasi vena jugularis
menunjukkan peningkatan tekanan pada jantung kanan ketika kontraksi atrium.
Gelombang P2 yang kuat adalah lazim. Murmur yang memicu shunt kiri-ke-kanan
biasanya tidak ada , karena tekanan gradien asli di lesi dinegasikan oleh tekanan
jantung kanan yang tinggi.
Chest radiography pada ES adalah penting untuk menentukan dilatasi arteri
pulmonalis proksimal dengan lancip perifer. Kalsifikasi pembuluh darah pulmonal
dapat dilihat . EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan dan pembesaran atrium
kanan. Echocardiography dengan studi Doppler biasanya dapat mengidentifikasi
defek jantung yang mendasari dan memperhitungkan tekanan sistolik arteri
pulmonalis.5
2.1.6 Tatalaksana
Manajemen
Tabel 1.
Masalah
Polisitemia
Anemia relative
Abses SSS
Stroke tromboemboli SSS
DIC
tingkat
trombositopenia
ringan,
Komplikasi kehamilan
Infeksi
Gagal tumbuh
Penyesuaian psikologis
Etiologi
Hipoksia menetap
Defisiensi nutrisi
Shunt dari kanan ke kiri
Shunt dari kanan ke kiri atau
polisitemia
Polisitemia
Perfusi
plasenta
jelek,
kemampuan
menaikkan
curah jantung jelek
Pneumonia, endokarditis
Konsumsi
oksigen
bertambah,
pemasukan
nutrisi kurang
Aktivitas terbatas, tampak
sianosis, sering rawat inap
Terapi
Flebotomi
Pergantian besi
Antibiotik, Drainase
Flebotomi
Tidak ada untuk DIC kecuali
kalau
ada
perdarahan,
kemudian flebotomi
Tirah
baring,
edukasi
pencegahan kehamilan
Antibiotik, Ribavirin
Obat gagal jantung, perbaiki
defek awal, tambah masukan
kalori
Edukasi8
Informasikan pasien bahwa diet dan kontrol berat badan sangat penting
Mendidik pasien untuk menghindari merokok
50%)
Kontrasepsi dengan cara ligasi tuba (dengan endokarditis bakteri subakut
hiperviskositas
Informasikan pasien tentang pentingnya kesehatan gigi 17
2.1.8 Prognosis
Eisenmenger syndrome berakibat fatal; Namun, beberapa pasien bertahan
hidup dalam dekade keenam kehidupan. Harapan hidup biasa dari pasien dengan
Eisenmenger syndrome adalah 20-50 tahun jika sindrom ini didiagnosis segera dan
diperlakukan dengan kewaspadaan. Timbulnya perdarahan paru biasanya ciri khas
dari perkembangan yang cepat dari penyakit.
Komplikasi penyakit jantung sianotik kronis mempengaruhi sistem organ
multipel, termasuk hematologi, tulang, ginjal, dan sistem saraf, menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang signifikan.Kualitas hidup buruk pada pasien dengan
Eisenmenger syndrome karena toleransi aktivitas sangat terbatas (karena penyerapan
oksigen yang terbatas yang dihasilkan dari ketidakmampuan untuk meningkatkan
aliran darah paru) dan komplikasi yang mendalam. Prognosis buruk sekiranya pasien
dengan sinkop, peningkatan tekanan sisi kanan, dan hipoksemia.
Sebuah studi oleh Salehian et al melaporkan bahwa disfungsi ventrikel kiri
(didefinisikan sebagai ventrikel kiri ejeksi fraksi [LVEF] <50%), hipertrofi ventrikel
kanan, dan tanda-tanda dan gejala gagal jantung memprediksi kematian pada pasien
dengan Eisenmenger syndrome. Skor hasil ekokardiografi pada keadaan ventrikel
10
kanan dan karakteristik atrium kanan ditemukan untuk memprediksi hasil pada
pasien dengan Eisenmenger syndrome yang tidak terkait dengan penyakit jantung
bawaan yang kompleks. Penyakit jantung bawaan yang tidak dikoreksi dengan
Eisenmenger syndrome boleh menyebabkan diabilitas fisik total. 18
2.2 Atrial Septal Defect (ASD)
2.2.1 Definisi
Pembukaan abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan kiri.
ASD dikelompokkan sebagai penyakit jantung bawaan asianotik.2 ASD adalah
pembukaan abnormal yang persisten pada septum interatrial yang memhubungkan
atrium kanan dan kiri. 5
2.2.2 Epedemiologi
Penelitian menunjukkan penyakit jantung bawaan ditemukan pasa 0.8% bayi
lahir hidup. ASD merupakan defek kongenital kedua tersering dan memiliki insidens
0,67 2.1 tiap 1000 kelahiran hidup. ASD lebih sering ditemukan pasa perempuan
disbanding laki laki dengan rasio 2:1. 2
2.2.3 Patologi
ASD dapat terjadi di tiga lokasi utama: region fossa ovalis (ASD ostium
sekundum), bagian superior septum atrium dekat dengan vena kava superior (ASD
sinus venosus) dan bagian inferior septum atrium dekat annulus katup tricuspid (ASD
ostium primum). ASD ostium primum dikategorikan dalam spectrum defek septum
atrioventrikuler. ASD ostium sekundum merupakan yang paling sering deitemukan.
Defek diasosiasikan dengan ASD adalah prolapse katup mitral, defek sinus venosus,
dan anomalous pulmonary venous return. Kedekatan nodus sinoatrial ke ASD dapat
menyebabkan disfungsi nodus SA dan aritmia atrial. 2
2.2.4 Manifestasi Klinis
11
Kebanyakan pasien dengan ASD ostium sekundum atau ASD sinus venosus
tidak memiliki gejala hingga dewasa muda. Saat pasien mendekati paruh baya,
compliance ventrikel kiri dapat menurun, sehingga meningkatkan besar shunt kiri-kekanan. Dilatasi atrium jangkatkan panjang dapat menyebabkan berbagai aritmia
atrial, diantaranya kontraksi atrial prematur (premature atrial contaractions),
takikardia supraventricular, dan fibrilasi atrial. Sejumlah pasien parun baya mengeluh
sesak napas, terutama saat beraktivitas, walaupun tidak memiliki hipertensi
pulmonal. 2
Sekitar 10% pasien ASD ostium sekundum akan berprogresi menjadi
hipertensi pulmonal yang diasosiasikan dengan penyakit obstruktif vaskuler paru
(Sindroma Eisenmenger). Seiring peningkatan tekanan pulmonal, shunt kiri-ke-kanan
akan berkurang dan akhirnya digantikan shunt kanan-ke-kiri dengan manifestasi
sianosis dan hipertensi pulmonal. Tanda klinis utama ASD adalah wide and fixed
splitting bunyi jantung II. Bising ejeksi sistolik (akibat peningkatan aliran pulmonal)
umum ditemukan, dan jika terdapat shunt kiri-ke-kanan yang besar, aliran tambahan
dari katup tricuspid dapat menyebabkan diastolic rumble seperti pada stenosis
trikuspid. 2
2.2.5 Diagnosis
ASD ditegakkan dengan ekokardiografi. Semua pasien yang dicurigai ASD
harus dijalan EKG, foto toraks dan ekokardiografi. EKG menunjukkan aksis yang
normal atau sedikit deviasi ke kanan dan pola rsR umum ditemukan pada sadapan
prikordial kanan. Irama atrial ektopik atau bukti lain disfungsi nodus SA dapat
ditemukan. Foto toraks dapat menunjukkan pembesaran atrium kanan, ventrikel
kanan, dan arteri pulmonalis. Terdapat juga pembesaran difus pembuluh darah
pulmonal akibat peningkatan aliran darah ke paru.
Pasien yang memiliki hipertensi pulmonal sebaiknya menjalani kateterisasi
jantung kanan untuk menentukan tekanan dan resistensi arteri pulmonal.
12
Ekokardiografi
mengkonfirmasi
kehadiran
ASD
menentukan
ukurannya,
Klasifikasi
Berdasarkan
New
York
Heart
Association
(NYHA),
CHF
dapat
13
Stadium A: Memiliki resiko tinggi gagal jantung tetapi tidak terdapat kelainan
jantung
Stadium C: Terdapat kelainan struktural jantung dan gejala gagal jantung
StadiumD: Terjadi gagal jantung refrakter yang membutuhkan pengobatan
khusus.11
Patofisiologi CHF
14
sistem
RAA
menyebabkan
peningkatan
konsentrasi
renin,
15
16
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung yaitu
dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:
Kriteria Mayor :
o Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe
o Penurunan berat badan 4,5 kg dalam 5 hari dalam respon
o
o
o
o
o
o
o
o
pengobatan
Distensi vena leher
Ronki basah
Edema paru akut
Refluks hepatojugular
Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis
Kardiomegali
Edema pulmonal atau kardiomegali pada otopsi
Kriteria Minor:
o Batuk malam hari
o Edema ekstremitas
o Hepatomegali
o Dispnea deffort
o Efusi pleura
o Takikardia (> 120 x/menit)
o Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal.11
Pada pemeriksaan fisik pada pasien gagal jantung kongestif dapat ditemui
beberapa hal, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
17
1. Ekokardiogram
Untuk membedakan disfungsi sistolik dan disfungsi diastolic dengan
mengukur ejection fraction, untuk menentukan penyakit katup jantung.
2. B-type Natriuretic Peptide (BNP)
Disekresi oleh ventrikel dalam jantung sebagai reaksi terhadap peregangan sel
otot-otot jantung. Membedakan penyebab sesak akibat kegagalan jantung dan
penyebab sesak yang lain.
3. Chest X-rays
Mampu menggambarkan pembesaran jantung (kardiomegali).
4. EKG
Menentukan aritmia, penyakit jantung iskemik, hipertrofi ventrikular kanan
dan kiri serta kejadian conduction delay atau gejala yang abnormal.14
5. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah
darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju
filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan
tambahan lain dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau
elektrolit yang bermakna jarang dijumpi pada pasien dengan gejala ringan sampai
sedang yang belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hyperkalemia
dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi
menggunakan diuretic dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor),
ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.15
2.3.7. Penatalaksanaan
2.3.7.1.
Penatalaksanaan Farmakologi
1. ACE Inhibitor
ACE Inhibitor merupakan obat pilihan untuk gagal jantung kongestif.Obat ini
bekerja dengan menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I membentuk
vasokonstriktor yang kuat angiotensin II.Penghambat ACE mengurangi volume dan
18
tekanan pengisian ventrikel kiri, dan meningkatkan curah jantung. Konsep dasar
pemakaian inhibitor ACE sebagai vasodilator dalam pengobatan gagal jantung adalah
karena kemampuannya untuk:
a. Menurunkan retensi vascular perifer yang tinggi akibat tingginya tonus
arteriol dan venul (peripheral vascular resistance)
b. Menurunkan beban tekanan pengisian ventrikel yang tinggi (ventricular
filling pressure)
Pada pemakaian ACE Inhibitor harus diwaspadai terjadinya hyperkalemia,
karena itu pemakaiannya dengan diuretik hemat K+ atau pemberian K+ harus dengan
hati-hati demikian juga pasien hipotensi (baik akibat pemberian diuretik berlebihan
maupun karena hipotensi sistemik) serta pada gagal ginjal.
2. Antagonis Aldosteron
Antagonis aldosteron termasuk spironolakton dan inhibitor konduktan
natrium duktus kolektifus (triamterene dan amirolid). Obat-obat ini sangat kurang
efektif bila digunakan sendiri tanpa kombinasi dengan obat lain untuk
penatalaksanaan gagal jantung. Meskipun demikian, bila digunakan dalam kombinasi
dengan tiazid atau diuretika Ansa Henle, obat-obat golongan ini efektif dalam
mempertahankan kadar kalium yang normal dalam serum. Spironolakton merupakan
inhibitor spesifik aldosteron yang sering meningkat pada gagal jantung kongestif dan
mempunyai efek penting pada retensi potassium.Efek samping akibat pemakaian
spironolakton adalah gangguan saluran cerna, impotensi, ginekomastia, menstruasi
tidak teratur, letargi, sakit kepala, ruam kulit, hyperkalemia, hepatotoksisitas, dan
osteomalasia.Spironolakton kontraindikasi pada pasien insufisiensi ginjal akut,
anuria, hiperkalemia, hipermagnesia dan gagal ginjal berat.
3. Beta Blocker
Pemberian beta blocker pada gagal jantung sistolik akan mengurangi kejadian
iskemik miokard, mengurangi stimulasi sel-sel automatik jantung dan efek
antiaritmia lainnya, sehingga mengurangi resiko terjadinya aritmia jantung, dan
19
berguna
untuk
adalah
volume
mengatasi
darah
preload
yang
dan
mengisi
afterload
ventrikel
yang
selama
20
adalah tekanan yang harus di atasi jantung ketika memompa darah ke sistem
arterial.Dilatasi vena mengurangi preload jantung dengan meningkatkan kapasitas
vena, dilator arterial menurunkan afterload. Contoh obat yang berfungsi sebagai
arteriodilator adalah hidralazin, fentolamin, sedangkan venodilator adalah nitrat
organik penghambat Angiotensin Converting Enzyme, alpha blocker, dan Nanitropusid bekerja sebagai dilator arteri dan vena.
Vasodilator lain yang dapat digunakan untuk gagal jantung adalah hidralazin
dan prazosin selain golongan nitrat yang efek kerjanya pendek serta sering
menimbulkan toleransi. Hidralazin oral merupakan dilator oral poten dan
meningkatkan cardiac output secara nyata pada pasien dengan gagal jantung
kongestif.Tetapi sebagai obat tunggal, selama pemakaian jangka panjang, ternyata
obat ini tidak dapat memperbaiki gejala atau toleransi terhadap latihan.Kombinasi
nitrat dengan hidralazin dapat menghasilkan hemodinamik dan efek klinis yang lebih
baik. Efek samping dari hidralazin adalah distress gastrointestinal, tetapi yang juga
sering muncul adalah nyeri kepala, takikardia, hipotensi dan sindrom lupus akibat
obat.16
2.3.7.2.
1. Diet
Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus diberi
diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah, dan berat
badannya.Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari, atau < 2 g/hari untuk
gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2 L/hari hanya untuk
gagal jantung berat.
2. Istirahat
Dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.
3. Berpergian
21