Bukan Martin Suryajaya yang bercerita dalam buku ini, melainkan Anto Labil,
S.Fil. Dengan demikian, untuk mengetahui makna yang dimuatkan Martin dalam
buku ini, pertama-tama hal yang perlu diketahui adalah apa hubungan antara
Anto Labil dengan segala hal yang ada dalam buku ini, apa konsekuensi
pemilihan Anto Labil sebagai penceritanya, dan kenapa orang macam Anto Labil
yang dimunculkan oleh Martin?
Seperti yang telah disebutkan, ucapan, pikiran, dan tindakan Anto Labil
dipengaruhi oleh Tujuh Pendekar Kere. Seperti yang telah disebutkan juga,
mereka menekankan perlunya suatu pendekatan baru dalam mengungkapkan
ketertindasan dan perlunya penggugatan atas estetika yang telah mapan. Nah,
Anto Labil menyadari kecenderungan pembelian buku itu dan menilai
kecenderungan itu sebagai semacam ketertindasan. Bukan hanya para pembeli
buku kiat sukses saja, melainkan orang-orang yang berkecimpung di kancah
sastra, filsafat, sejarah, dst. pun tertindas. Nanti hal ini dijelaskan. Oleh karena
itu, untuk mengungkapkan ketertindasan itu dengan pendekatan yang baru,
pertama-tama Anto Labil membayangkan para pembeli buku kiat sukses sebagai
pendengarnya.
yang berkaitan dengan hal tersebut. Tapi, seringkali hal-hal itu disebutkan dalam
keadaan-keadaan yang tidak lazim, kalau tidak mau dikatakan tidak tepat.
Misalnya, di tengah racauan tentang ilmu mengetik sepuluh jari dia
menyebutkan serangkaian istilah keilmuan, dari ironis, epistemologis, kapitalis,
sampai fiktif (hlm. 100) atau dia menyebutkan nama-nama termahsyur dalam
bidang tersebut, seperti Mary Shelley, Jacques Derrida, dan C.A. van Peursen,
sebagai pakar ilmu manajemen (hlm. 28-29). Yang juga sering muncul adalah
kecenderungan Anto Labil untuk menuliskan kalimat-kalimat yang mengandung
pertentangan intrakalimat. Misalnya, siapakah pencipta lagu yang belum
diciptakan? (hlm. 41) atau Anda mesti belajar mengenali sepuluh kata pertama
dalam kita-kitab yang tak pernah dikarang (hlm. 98). Anto Labil juga punya
kecenderungan untuk menyimpangkan kalimat secara asosiatif. Misalnya, kita
ambil contoh kalimat Apabila kita pikirkan secara setengah matang, etika
sejatinya berurusan dengan hajat hidup orang mules. (hlm. 165). Klausa
pertama kalimat tersebut lazimnya berbunyi apabila kita pikirkan secara
matang. Tapi, justru matang malah diasosiasikan dengan maknanya yang
berkaitan dengan makanan, sehingga jadilah kalimat itu apabila kita pikirkan
secara setengah matang. Klausa kedua kalimat tersebut lazimnya berbunyi
etika sejatinya berurusan dengan hajat hidup orang banyak. Tapi, kata hajat
yang dalam kalimat itu bermakna urusan malah diasosiasikan dengan
maknanya yang lain, yakni tinja. Jadilah kalimat itu berbunyi etika sejatinya
berurusan dengan hajat hidup orang mules.
Terselipnya keakuan Anto Labil di antara kiat-kiat yang disarankannya bukan
saja menunjukkan bahwa dia adalah penceritanya, melainkan juga menjadikan
dia sebagai tokoh, salah satu unsur cerita (dalam hal ini novel) yang lazim kita
pahami. Dengan demikian, hal-hal yang ada dalam buku ini secara langsung
maupun tidak langsung bercerita juga tentang Anto Labil. Oleh karena itu, bisa
dikatakan bahwa Kiat Sukses Hancur Lebur adalah semacam novel yang
dituturkan oleh pencerita orang pertama yang kuat unsur autobiografisnya.
Struktur buku ini adalah upaya Anto Labil untuk mewujudkan pandangan Tujuh
Pendekar Kere tentang pendekatan dalam pengungkapan ketertindasan dan
estetika mapan. Dia menggugat estetika novel yang mapan dengan cara
memadukan gaya bercerita sudut pandang orang pertama dengan struktur buku
kiat sukses. Ini adalah konsekuensi dipilihnya para pembeli buku kiat sukses
sebagai pendengar oleh Anto Labil. Untuk berbicara secara efektif dengan
kalangan tertentu dia mesti menyesuaikan cara bicaranya dengan cara bicara
yang biasa ditemui mereka. Ini adalah pendekatan yang dia anggap relevan
untuk mengungkapkan ketertindasan masa kini. Dengan demikian, Anto Labil
tetap menilai Kiat Sukses Hancur Lebur sebagai novel walaupun sepintas
menyimpang dari kelaziman.
beberapa bulan setelah menyerahkan naskah Kiat Sukses Hancur Lebur pada
Thomas Tembong. Kedua, apa yang ada dalam benak Anda ketika mendengarkan
orang yang pernyataan-pernyataannya mengandung pertentangan intrakalimat
dan cenderung menuntaskan kalimat secara menyimpang dari kelaziman,
padahal Anda diberi tahu bahwa orang itu adalah seorang ahli filsafat dan
pernah jadi dosen mata kuliah Logika?
Konon, karya secara relatif memberikan gambaran tentang penciptanya. Dalam
kasus Anto Labil, sebagaimana yang tadi sebutkan, Kiat Sukses Hancur Lebur
mengandung unsur autobiografis. Di antara dongeng-dongeng yang tersebar
dalam buku ini dongeng pada bab terakhir, Cara Gampang Memakai Baju,
mengandung unsur autobiografis yang kuat. Pada bab itu Anto Labil menuliskan
sebuah dongeng tentang Dudung. Dia adalah lulusan jurusan biologi yang
menjadi pengusaha warung bubur kacang ijo. Ia merasa ilmu yang didapatkan
dari universitas tidak berguna. Kesia-siaan inilah yang membuatnya tidak waras.
Pada bab yang sama disebutkan kisah tentang Resi Garengpung yang berkelana
untuk mencari kebenaran bibliografis suatu bait dalam Chandogya Upanishad,
suatu kitab Hindu. Tapi, setelah kembali dari pengelanaan yang panjang, dia
diberi tahu bahwa Jawa tidak lagi diduduki kerajan Hindu, melainkan sudah
diganti oleh Islam. Setelah menyadari kesia-siaan itu, dia mati. Dudung dan Resi
Garengpung adalah sosok yang diciptakan Anto Labil untuk menggambarkan
keadaannya sendiri. Mereka sama-sama orang yang terpelajar. Tapi, mereka
merasakan kesia-siaan ilmu mereka. Kiat Sukses Hancur Lebur adalah upaya
putus asa Anto Labil dalam memanfaatkan ilmunya untuk menghadapi
kenyataan.
Jadi sebenarnya orang macam apa sih Anto Labil itu? Percayakah kamu kalau
kubilang Anto Labil adalah orang yang tidak waras?
menuliskan visinya itu dalam bentuk esai. Dia menyebut visinya estetika
partisipatoris[1]. Dalam taraf tertentu, Kiat Sukses Hancur Lebur beserta Anto
Labil adalah pengejawantahan visi tersebut dalam bentuk novel.
Meskipun demikian, ada perbedaan antara Anto Labil dan Martin Suryajaya.
Perbedaan itu adalah kalangan yang ditargetnya. Anto Labil menyasar kalangan
pembaca buku kiat sukses, sedangkan Martin menyasar kalangan cendekiawan
itu sendiri. Kalangan yang disasar Anto Labil kemungkinan akan kesulitan
memahami isi buku ini, sebagaimana beberapa orang di internet yang
menyatakan bahwa Kiat Sukses Hancur Lebur keterlaluan gak jelas sampaisampai mereka tidak melanjutkan membacanya. Sementara itu, kalangan yang
disasar Martin setidaknya bisa menganggap buku ini lucu berdasarkan plesetanplesetan yang ada di dalamnya kalaupun mereka tidak bisa memahami
maksudnya. Martin menulis Kiat Sukses Hancur Lebur agar kalangan
cendekiawan merenungkan kembali kemandulan-kemandulan ilmu dalam
menghadapi kenyataan agar terdorong untuk melakukan percobaan-percobaan
baru yang lebih subur dalam menghadapi kenyataan, bahkan kalau perlu,
mendobrak yang mapan sekalian.
Tentang maksud Martin, ada satu pertanyaan yang mungkin diajukan: Kalau
Martin berniat demikian, kenapa dia mesti menempuh jalan yang merepotkan?
Kenapa dia tidak menggunakan sarana sastra yang lebih mudah dipahami orang
banyak? Jatuh bangun Anto Labil kan bisa saja dinyatakan lewat sudut pandang
orang ketiga, sudut pandang Andi Lukito, misalnya. Toh, jauh sebelum buku ini
terbit, cuplikan bab Catatan Editor digunakan oleh Yusi Avianto Pareanom,
penyunting buku ini sebagai bahan promosi untuk disebarkan di Facebook. Itu
saja sudah cukup mengait minat orang-orang untuk menantikan penerbitan buku
ini. Bayangkan kalau sarana sastra macam itu digunakan untuk keseluruhan
buku ini. Tapi, kalau buku ini tidak ditulis dengan cara yang merepotkan ini, ada
hal penting yang hilang. Dengan cara inilah potensi teknik sudut pandang orang
pertama dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sebagaimana kalau sedang ngobrol,
kadang di dalamnya seseorang melantur atau curcol. Ditambah secuil informasi
tentang latar belakang pencerita yang dijelaskan pada bab Catatan Editor,
pembaca dituntut untuk mengamati dan menyimpulkan cara kerja pikiran, dan
merasakan kegelisahan dan frustrasi pencerita lewat caranya bercerita. Dalam
kasus ini, kerja pembaca mesti lebih ekstra karena dihadapkan dengan orang
pintar yang gila, tapi sebelumnya tidak diberi tahu bahwa pencerita itu gila.
Wajar kalau ada sebagian pembaca yang bingung atau jengkel karena sulit
memahami cerita Anto Labil. Silakan bayangkan, apa yang bakal Anda rasakan
kalau Anda disuruh untuk mengobrol panjang lebar dengan orang gila?
Satu lagi maksud Martin menunjukkan orang macam Anto Labil: Martin ingin
menunjukkan sebuah model cara kerja kalangan penerbit sehingga sebuah buku
diterbitkan dan, dengan demikian, penyebaran gagasan. Andi Lukito tidak
mungkin menjadi editor Kiat Sukses Hancur Lebur kalau dia tidak menjumpai
naskahnya dulu. Dia tidak mungkin menjumpai naskahnya kalau tidak kenal
dengan Thomas Tembong. Kalau Thomas Tembong bukan orang yang dihormati
Andi Lukito, barangkali Andi tidak akan mempedulikan omongan Thomas
Tembong tentang Tujuh Pendekar Kere, dan dengan demikian, Anto Labil. Hal ini
menunjukkan bahwa kalau tidak ada relasi tertentu yang bekerja dalam
penyebaran gagasan, mustahil gagasan itu menyebar, apalagi menjadi ikonik.
Sebagai pembanding, kita bisa menyandingan Soe Hok Gie dengan Anto Labil.
Soe Hok Gie tidak pernah menulis buku. Dia hanya menulis diari, tugas kuliah,
dan esai-esai lepas di koran[2]. Tapi, karena relasi tertentu, kita mengenalnya
sebagai penulis buku Catatan Seorang Demonstran.
Penutup
Kiat Sukses Hancur Lebur adalah novel yang berisi keputusasaan cendekiawan
antahberantah yang menyadari kemandulan ilmu-ilmu dalam menghadapi
kenyataan. Keputusasaan ini dinyatakannya kepada kalangan pembaca
mayoritas lewat sudut pandang orang pertama, cara yang justru menambah
ketragisannya karena membuat keputusasaannya makin tidak bisa dipahami
oleh orang banyak. Meskipun demikian, nasib cendekiawan ini dijadikan pijakan
oleh Martin untuk berseru pada para cendekiawan lain agar mencari
pendekatan-pendekatan baru yang relevan dengan kenyataan masa kini agar
ilmu bisa berguna. Sebagaimana yang pernah dinyatakannya, kesadaran akan
kemubaziran segala sesuatu adalah awal dari perlawanan[3].
Catatan Kaki
[1] Martin Suryajaya. 17 Februari 2016. Dorongan Ke Arah Estetika
Partisipatoris. Diakses dari indoprogress.com:
http://indoprogress.com/2016/02/dorongan-ke-arah-estetika-partisipatoris/
[2] Adhe. 16 Juni 2016. Koki-Koki Gie (1). Diakses dari teks, konteks, kultur
buku: https://adheoctopus.wordpress.com/2016/06/16/koki-koki-gie-1/
[3] Martin Suryajaya. 21 November 2015. The Very Best of Fluxcup. Diakses
dari http://indoprogress.com/2015/11/the-very-best-of-fluxcup/