Anda di halaman 1dari 7

Anto Labil, S.

Fil sebagai Potret Cendekiawan Tragis


Oleh: M. Al Mukhlishiddin

Judul Buku: Kiat Sukses Hancur Lebur


Penulis: Martin Suryajaya
Penerbit: Banana
Tahun Terbit: 2016

Bukan Martin Suryajaya yang bercerita dalam buku ini, melainkan Anto Labil,
S.Fil. Dengan demikian, untuk mengetahui makna yang dimuatkan Martin dalam
buku ini, pertama-tama hal yang perlu diketahui adalah apa hubungan antara
Anto Labil dengan segala hal yang ada dalam buku ini, apa konsekuensi
pemilihan Anto Labil sebagai penceritanya, dan kenapa orang macam Anto Labil
yang dimunculkan oleh Martin?

Selayang Pandang Anto Labil, S.Fil


Anto Labil adalah anggota kelompok Tujuh Pendekar Kere yang, sebagaimana
namanya, beranggotakan orang dari latar belakang ekonomi yang susah.
Kelompok ini aktif pada senjakala Orde Baru. Dalam keadaan ini, mereka
berpandangan bahwa usaha kelompok-kelompok seniman kerakyatan untuk
menghidupkan estetika LEKRA adalah sesuatu yang sia-sia karena kenyataan
yang ada pada masa itu jauh lebih pelik daripada zaman LEKRA-Manikebu. Perlu
ada suatu pendekatan baru dalam mengungkapkan ketertindasan dan perlu ada
suatu gugatan atas estetika yang telah mapan di Indonesia, menurut mereka.
Pandangan umum kelompok ini berpengaruh pada ucapan, pikiran, dan tindakan
Anto Labil.
Anto Labil lulus sarjana filsafat. Dia punya wawasan yang luas tentang filsafat
Greko-Roman, ilmu-ilmu alam dan sosial, dan sejarah sastra Nusantara zaman
Hindu-Buddha. Dia mengaku sebagai seorang Marxis sporadis (hlm. 185). Dia
pernah mengampu mata kuliah logika di dua universitas. Dia adalah satusatunya anggota Tujuh Pendekar Kere yang pernah mengenyam pendidikan
tinggi dan punya kecakapan sastra yang mumpuni. Pada pertemuan
termutakhirnya dengan Thomas Tembong, anggota Tujuh Pendekar Kere, dia
bekerja sebagai guru SD. Berbulan-bulan setelah naskah Kiat Sukses Hancur
Lebur diserahkan pada Thomas Tembong, dia menghilang. Latar belakang
pendidikannya, keterlibatan dengan Tujuh Pendekar Kere, dan kabar terakhir
Anto Labil adalah petunjuk atas isi Kiat Sukses Hancur Lebur yang sepintas
memusingkan.

Konsekuensi Pemilihan Anto Labil sebagai Pencerita


Ada dua pencerita dalam novel ini.
Pencerita pertama dalam buku ini adalah Andi Lukito. Dialah yang bercerita pada
bab Catatan Editor. Selain sebagai editor, dia bekerja juga sebagai kritikus
sastra. Sebagai seorang kritikus sastra, dia menganggap Thomas Tembong, salah
satu anggota Tujuh Pendekar Kere, sebagai mentornya. Profesi dan hubungan
itulah yang memungkinkan Andi mengakses Kiat Sukses Hancur Lebur dan
melancarkan penerbitannya. Kehadiran Andi Lukito memungkinkan Anto Labil
hadir ke hadapan pembaca. Sebagai pembanding, Andi Lukito berfungsi seperti
pencerita Saya dalam bab awal novel Atheis karya Achdiat K. Mihardja.
Selain berisi petunjuk tentang identitas Andi Lukito, bab Catatan Editor berisi
gambaran umum identitas Anto Labil berdasarkan keterangan yang didapatkan
Andi Lukito. Keterangan itu memungkinkan pembaca memandang Anto Labil dari
sudut pandang orang ketiga. Dengan demikian, pembaca lebih mudah
mengidentifikasi sosok Anto Labil sebagai sosok jagoan.
Pencerita kedua tentu saja Anto Labil. Dia adalah pencerita utama dalam Kiat
Sukses Hancur Lebur. Dialah yang bercerita pada bab Menjadi Pribadi Sukses
Berkepala Tiga sampai bab Cara Gampang Memakai Baju. Dia bercerita
dengan sudut pandang orang pertama. Hal ini ditandai oleh penggunaan kata
penulis dan kadang aku saat dia mengacu pada dirinya sendiri. Karena cerita
dituturkan lewat sudut pandang orang pertama, apa-apa yang diceritakan, siapa
yang diajak bicara, dan cara bercerita penceritanya menjadi petunjuk atas
keadaan pencerita itu sendiri.

Siapa yang Diajak Bicara Anto Labil?


Sepanjang cerita ada sosok yang dibayangkan Anto Labil sebagai pendengarnya.
Mereka adalah sosok yang diacu dengan kata ganti Bapak-Ibu yang blablabla
atau Blablabla, Bapak-Ibu sekalian. Blablabla ini adalah bagian yang
bervariasi dalam tiap kesempatan. Berikut sekadar beberapa contoh: Bapak-Ibu
sekalian yang murung dompetnya (hlm. 103), Mari makan rebun, Bapak-Ibu
sekalian (hlm. 73), dst.. Tapi, tepatnya siapakah Bapak-Ibu itu?
Marilah berapriori sejenak atas keadaan dagangan di toko-toko buku. Yang
membanjiri rak-raknya adalah buku-buku panduan praktis, seperti kiat sukses tes
CPNS, budidaya lele, kiat mahir pemrograman, manajemen, dan akuntansi.
Bukan hanya di rak-rak reguler, melainkan di seksi diskon pun buku-buku ini
menjamur. Bisalah kita anggap bahwa pembeli buku-buku demikian banyak.
Lebih jauh lagi, jumlah pembeli buku kiat praktis itu lebih banyak dari pembeli
buku, misalnya, sastra, filsafat, atau sejarah.

Seperti yang telah disebutkan, ucapan, pikiran, dan tindakan Anto Labil
dipengaruhi oleh Tujuh Pendekar Kere. Seperti yang telah disebutkan juga,
mereka menekankan perlunya suatu pendekatan baru dalam mengungkapkan
ketertindasan dan perlunya penggugatan atas estetika yang telah mapan. Nah,
Anto Labil menyadari kecenderungan pembelian buku itu dan menilai
kecenderungan itu sebagai semacam ketertindasan. Bukan hanya para pembeli
buku kiat sukses saja, melainkan orang-orang yang berkecimpung di kancah
sastra, filsafat, sejarah, dst. pun tertindas. Nanti hal ini dijelaskan. Oleh karena
itu, untuk mengungkapkan ketertindasan itu dengan pendekatan yang baru,
pertama-tama Anto Labil membayangkan para pembeli buku kiat sukses sebagai
pendengarnya.

Struktur Buku Ini


Anto Labil meniatkan Kiat Sukses Hancur Lebur sebagai semacam novel. Tapi,
sebagaimana yang disadari juga oleh Andi Lukito (dan pembaca buku ini),
wujudnya tidak seperti lazimnya novel yang dipahami orang-orang. Andi Lukito
sendiri menilai buku ini lebih sebagai kumpulan tips praktis yang dibumbui
dongeng-dongeng kecil. Lantas, kenapa Anto Labil tetap menganggapnya
sebagai novel? Untuk menjawabnya, struktur buku ini bisa diandalkan sebagai
petunjuk.
Mayoritas bab dan subbab dalam buku ini dijuduli berdasarkan topik-topik buku
kiat sukses yang menjamur di toko-toko buku. Misalnya, Dasar-Dasar Akuntansi
Avant-Garde, Resep Sukses Tes Calon Pegawai Negeri Sipil, Arahan Seputar
Budidaya Lele, dst.. Dalam penyajiannya, ada pola yang sama antarbab. Dalam
urutan yang relatif bervariasi, semuanya memiliki unsur-unsur berikut: sejarah
dan beragam definisi topik tiap bab, pembahasan inti, dan dongeng-dongeng.
Selain topiknya, struktur tiap babnya adalah pijakan Andi Lukito saat
menyatakan bahwa Kiat Sukses Hancur Lebur lebih menyerupai buku manual
daripada novel.
Meskipun demikian, terselip keakuan Anto Labil di antara struktur bab yang
berpola demikian.
Secara eksplisit, misalnya, pada beberapa bagian dia mengacu pada dirinya
sendiri dengan kata aku atau penulis. Contoh kasus yang ekstrim, misalnya,
adalah saat dia bertanya tentang nasib seorang polisi yang ditodongnya pada
peristiwa Kudatuli, suatu peristiwa yang dilibatinya saat dia masih aktif
berkegiatan bersama Tujuh Pendekar Kere (hlm. 70). Contoh lain adalah saat dia
mengakui dirinya adalah seorang Marxis sporadis di tengah-tengah dongengnya
tentang Phlebas dan seorang penyair hipotetis (hlm. 185). Keteranganketerangan penting itu disebutkan di sela-sela rangkaian racauan sehingga
sangat mungkin luput.
Lebih banyak lagi adalah keakuan Anto Labil yang implisit. Pengetahuan Anto
Labil atas filsafat Greko-Roman, sastra, dst. ditunjukkan oleh penyebutan hal-hal

yang berkaitan dengan hal tersebut. Tapi, seringkali hal-hal itu disebutkan dalam
keadaan-keadaan yang tidak lazim, kalau tidak mau dikatakan tidak tepat.
Misalnya, di tengah racauan tentang ilmu mengetik sepuluh jari dia
menyebutkan serangkaian istilah keilmuan, dari ironis, epistemologis, kapitalis,
sampai fiktif (hlm. 100) atau dia menyebutkan nama-nama termahsyur dalam
bidang tersebut, seperti Mary Shelley, Jacques Derrida, dan C.A. van Peursen,
sebagai pakar ilmu manajemen (hlm. 28-29). Yang juga sering muncul adalah
kecenderungan Anto Labil untuk menuliskan kalimat-kalimat yang mengandung
pertentangan intrakalimat. Misalnya, siapakah pencipta lagu yang belum
diciptakan? (hlm. 41) atau Anda mesti belajar mengenali sepuluh kata pertama
dalam kita-kitab yang tak pernah dikarang (hlm. 98). Anto Labil juga punya
kecenderungan untuk menyimpangkan kalimat secara asosiatif. Misalnya, kita
ambil contoh kalimat Apabila kita pikirkan secara setengah matang, etika
sejatinya berurusan dengan hajat hidup orang mules. (hlm. 165). Klausa
pertama kalimat tersebut lazimnya berbunyi apabila kita pikirkan secara
matang. Tapi, justru matang malah diasosiasikan dengan maknanya yang
berkaitan dengan makanan, sehingga jadilah kalimat itu apabila kita pikirkan
secara setengah matang. Klausa kedua kalimat tersebut lazimnya berbunyi
etika sejatinya berurusan dengan hajat hidup orang banyak. Tapi, kata hajat
yang dalam kalimat itu bermakna urusan malah diasosiasikan dengan
maknanya yang lain, yakni tinja. Jadilah kalimat itu berbunyi etika sejatinya
berurusan dengan hajat hidup orang mules.
Terselipnya keakuan Anto Labil di antara kiat-kiat yang disarankannya bukan
saja menunjukkan bahwa dia adalah penceritanya, melainkan juga menjadikan
dia sebagai tokoh, salah satu unsur cerita (dalam hal ini novel) yang lazim kita
pahami. Dengan demikian, hal-hal yang ada dalam buku ini secara langsung
maupun tidak langsung bercerita juga tentang Anto Labil. Oleh karena itu, bisa
dikatakan bahwa Kiat Sukses Hancur Lebur adalah semacam novel yang
dituturkan oleh pencerita orang pertama yang kuat unsur autobiografisnya.
Struktur buku ini adalah upaya Anto Labil untuk mewujudkan pandangan Tujuh
Pendekar Kere tentang pendekatan dalam pengungkapan ketertindasan dan
estetika mapan. Dia menggugat estetika novel yang mapan dengan cara
memadukan gaya bercerita sudut pandang orang pertama dengan struktur buku
kiat sukses. Ini adalah konsekuensi dipilihnya para pembeli buku kiat sukses
sebagai pendengar oleh Anto Labil. Untuk berbicara secara efektif dengan
kalangan tertentu dia mesti menyesuaikan cara bicaranya dengan cara bicara
yang biasa ditemui mereka. Ini adalah pendekatan yang dia anggap relevan
untuk mengungkapkan ketertindasan masa kini. Dengan demikian, Anto Labil
tetap menilai Kiat Sukses Hancur Lebur sebagai novel walaupun sepintas
menyimpang dari kelaziman.

Anto Labil, Sekali Lagi


Jadi sebenarnya orang macam apa sih Anto Labil itu? Untuk menjawabnya, ada
beberapa hal yang perlu disebutkan lagi. Pertama, Anto Labil hilang begitu saja

beberapa bulan setelah menyerahkan naskah Kiat Sukses Hancur Lebur pada
Thomas Tembong. Kedua, apa yang ada dalam benak Anda ketika mendengarkan
orang yang pernyataan-pernyataannya mengandung pertentangan intrakalimat
dan cenderung menuntaskan kalimat secara menyimpang dari kelaziman,
padahal Anda diberi tahu bahwa orang itu adalah seorang ahli filsafat dan
pernah jadi dosen mata kuliah Logika?
Konon, karya secara relatif memberikan gambaran tentang penciptanya. Dalam
kasus Anto Labil, sebagaimana yang tadi sebutkan, Kiat Sukses Hancur Lebur
mengandung unsur autobiografis. Di antara dongeng-dongeng yang tersebar
dalam buku ini dongeng pada bab terakhir, Cara Gampang Memakai Baju,
mengandung unsur autobiografis yang kuat. Pada bab itu Anto Labil menuliskan
sebuah dongeng tentang Dudung. Dia adalah lulusan jurusan biologi yang
menjadi pengusaha warung bubur kacang ijo. Ia merasa ilmu yang didapatkan
dari universitas tidak berguna. Kesia-siaan inilah yang membuatnya tidak waras.
Pada bab yang sama disebutkan kisah tentang Resi Garengpung yang berkelana
untuk mencari kebenaran bibliografis suatu bait dalam Chandogya Upanishad,
suatu kitab Hindu. Tapi, setelah kembali dari pengelanaan yang panjang, dia
diberi tahu bahwa Jawa tidak lagi diduduki kerajan Hindu, melainkan sudah
diganti oleh Islam. Setelah menyadari kesia-siaan itu, dia mati. Dudung dan Resi
Garengpung adalah sosok yang diciptakan Anto Labil untuk menggambarkan
keadaannya sendiri. Mereka sama-sama orang yang terpelajar. Tapi, mereka
merasakan kesia-siaan ilmu mereka. Kiat Sukses Hancur Lebur adalah upaya
putus asa Anto Labil dalam memanfaatkan ilmunya untuk menghadapi
kenyataan.
Jadi sebenarnya orang macam apa sih Anto Labil itu? Percayakah kamu kalau
kubilang Anto Labil adalah orang yang tidak waras?

Kenapa Harus Orang Macam Anto Labil, Kenapa Harus Begini?


Anto Labil adalah potret cendekiawan. Dia menyadari kemandulan ilmu-ilmu
dalam mengatasi kenyataan. Dia terpukul oleh kenyataan itu. Dalam
keputusasaannya, dia tetap berupaya untuk membuat ilmu tetap subur dalam
mengatasi kenyataan. Upaya ini dilakukannya bersamaan dengan usahanya
untuk menemukan pendekatan baru dalam pengungkapan ketertindasan
cendekiawan dan orang banyak, dan penggugatan estetika novel yang telah
mapan. Praktiknya, dia menulis tentang topik-topik yang menjamur di toko buku.
Tapi, sebelum sempat menyaksikan upayanya berhasil membuka jalan dalam
pengejawantahan visinya, dia keburu kehilangan kewarasan. Di sinilah letak
tragisnya.
Sebagai tokoh rekaan, Anto Labil memiliki kesamaan dengan penciptanya, Martin
Suryajaya. Mereka sama-sama seorang cendekiawan. Mereka sama-sama
menyadari kemandulan ilmu-ilmu dalam mengatasi kenyataan. Mereka samasama membayangkan pendekatan baru dalam pengungkapan ketertindasan dan
merasa perlu menggugat estetika yang mapan di Indonesia. Martin sudah

menuliskan visinya itu dalam bentuk esai. Dia menyebut visinya estetika
partisipatoris[1]. Dalam taraf tertentu, Kiat Sukses Hancur Lebur beserta Anto
Labil adalah pengejawantahan visi tersebut dalam bentuk novel.
Meskipun demikian, ada perbedaan antara Anto Labil dan Martin Suryajaya.
Perbedaan itu adalah kalangan yang ditargetnya. Anto Labil menyasar kalangan
pembaca buku kiat sukses, sedangkan Martin menyasar kalangan cendekiawan
itu sendiri. Kalangan yang disasar Anto Labil kemungkinan akan kesulitan
memahami isi buku ini, sebagaimana beberapa orang di internet yang
menyatakan bahwa Kiat Sukses Hancur Lebur keterlaluan gak jelas sampaisampai mereka tidak melanjutkan membacanya. Sementara itu, kalangan yang
disasar Martin setidaknya bisa menganggap buku ini lucu berdasarkan plesetanplesetan yang ada di dalamnya kalaupun mereka tidak bisa memahami
maksudnya. Martin menulis Kiat Sukses Hancur Lebur agar kalangan
cendekiawan merenungkan kembali kemandulan-kemandulan ilmu dalam
menghadapi kenyataan agar terdorong untuk melakukan percobaan-percobaan
baru yang lebih subur dalam menghadapi kenyataan, bahkan kalau perlu,
mendobrak yang mapan sekalian.
Tentang maksud Martin, ada satu pertanyaan yang mungkin diajukan: Kalau
Martin berniat demikian, kenapa dia mesti menempuh jalan yang merepotkan?
Kenapa dia tidak menggunakan sarana sastra yang lebih mudah dipahami orang
banyak? Jatuh bangun Anto Labil kan bisa saja dinyatakan lewat sudut pandang
orang ketiga, sudut pandang Andi Lukito, misalnya. Toh, jauh sebelum buku ini
terbit, cuplikan bab Catatan Editor digunakan oleh Yusi Avianto Pareanom,
penyunting buku ini sebagai bahan promosi untuk disebarkan di Facebook. Itu
saja sudah cukup mengait minat orang-orang untuk menantikan penerbitan buku
ini. Bayangkan kalau sarana sastra macam itu digunakan untuk keseluruhan
buku ini. Tapi, kalau buku ini tidak ditulis dengan cara yang merepotkan ini, ada
hal penting yang hilang. Dengan cara inilah potensi teknik sudut pandang orang
pertama dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sebagaimana kalau sedang ngobrol,
kadang di dalamnya seseorang melantur atau curcol. Ditambah secuil informasi
tentang latar belakang pencerita yang dijelaskan pada bab Catatan Editor,
pembaca dituntut untuk mengamati dan menyimpulkan cara kerja pikiran, dan
merasakan kegelisahan dan frustrasi pencerita lewat caranya bercerita. Dalam
kasus ini, kerja pembaca mesti lebih ekstra karena dihadapkan dengan orang
pintar yang gila, tapi sebelumnya tidak diberi tahu bahwa pencerita itu gila.
Wajar kalau ada sebagian pembaca yang bingung atau jengkel karena sulit
memahami cerita Anto Labil. Silakan bayangkan, apa yang bakal Anda rasakan
kalau Anda disuruh untuk mengobrol panjang lebar dengan orang gila?
Satu lagi maksud Martin menunjukkan orang macam Anto Labil: Martin ingin
menunjukkan sebuah model cara kerja kalangan penerbit sehingga sebuah buku
diterbitkan dan, dengan demikian, penyebaran gagasan. Andi Lukito tidak
mungkin menjadi editor Kiat Sukses Hancur Lebur kalau dia tidak menjumpai
naskahnya dulu. Dia tidak mungkin menjumpai naskahnya kalau tidak kenal
dengan Thomas Tembong. Kalau Thomas Tembong bukan orang yang dihormati
Andi Lukito, barangkali Andi tidak akan mempedulikan omongan Thomas

Tembong tentang Tujuh Pendekar Kere, dan dengan demikian, Anto Labil. Hal ini
menunjukkan bahwa kalau tidak ada relasi tertentu yang bekerja dalam
penyebaran gagasan, mustahil gagasan itu menyebar, apalagi menjadi ikonik.
Sebagai pembanding, kita bisa menyandingan Soe Hok Gie dengan Anto Labil.
Soe Hok Gie tidak pernah menulis buku. Dia hanya menulis diari, tugas kuliah,
dan esai-esai lepas di koran[2]. Tapi, karena relasi tertentu, kita mengenalnya
sebagai penulis buku Catatan Seorang Demonstran.

Penutup
Kiat Sukses Hancur Lebur adalah novel yang berisi keputusasaan cendekiawan
antahberantah yang menyadari kemandulan ilmu-ilmu dalam menghadapi
kenyataan. Keputusasaan ini dinyatakannya kepada kalangan pembaca
mayoritas lewat sudut pandang orang pertama, cara yang justru menambah
ketragisannya karena membuat keputusasaannya makin tidak bisa dipahami
oleh orang banyak. Meskipun demikian, nasib cendekiawan ini dijadikan pijakan
oleh Martin untuk berseru pada para cendekiawan lain agar mencari
pendekatan-pendekatan baru yang relevan dengan kenyataan masa kini agar
ilmu bisa berguna. Sebagaimana yang pernah dinyatakannya, kesadaran akan
kemubaziran segala sesuatu adalah awal dari perlawanan[3].

*Penulis adalah mahasiswa prodi Sastra Indonesia, Unpad. Menerbitkan ulasan


atas karya sastra di http://al-ulas.blogspot.com

Catatan Kaki
[1] Martin Suryajaya. 17 Februari 2016. Dorongan Ke Arah Estetika
Partisipatoris. Diakses dari indoprogress.com:
http://indoprogress.com/2016/02/dorongan-ke-arah-estetika-partisipatoris/
[2] Adhe. 16 Juni 2016. Koki-Koki Gie (1). Diakses dari teks, konteks, kultur
buku: https://adheoctopus.wordpress.com/2016/06/16/koki-koki-gie-1/
[3] Martin Suryajaya. 21 November 2015. The Very Best of Fluxcup. Diakses
dari http://indoprogress.com/2015/11/the-very-best-of-fluxcup/

Anda mungkin juga menyukai