anda bahwa pohon bambu tidak akan menunjukkan pertumbuhan berarti selama 5 tahun pertama.
Walaupun setiap hari disiram & dipupuk, tumbuhnya hanya beberapa puluh centimeter saja.
Namun setelah 5 tahun kemudian, pertumbuhan pohon bambu sangat dahsyat & ukuran nya tidak
lagi dalam hitungan centimeter melainkan meter.
Lantas sebetulnya apa yang terjadi pada sebuah pohon bambu ???
Ternyata selama 5 tahun pertama, ia mengalami pertumbuhan dahsyat pada akar (BUKAN) pada
batang, yang mana daripada itu, pohon bambu sedang mempersiapkan pondasi yang sangat kuat,
agar ia bisa menopang ketinggian nya yang berpuluh puluh meter kelak dikemudian hari.
MORAL
OF
THE
STORY
Jika kita mengalami suatu hambatan & kegagalan, bukan berarti kita tidak mengalami
perkembangan, melainkan justru kita sedang mengalami pertumbuhan yang luar biasa didalam
diri kita.
Ketika kita lelah & hampir menyerah dalam menghadapi kerasnya kehidupan, jangan pernah
terbersit pupus harapan.
Ada pameo yang mengatakan the hardest part of a rocket to reach orbit is to get through the
earths gravity (bagian terberat agar sebuah roket mencapai orbit adalah saat melalui gravitasi
bumi).
Jika kita perhatikan, bagian peralatan pendukung terbesar yang dibawa oleh sebuah roket adalah
jet pendorong untuk melewati atmosphere & gravitasi bumi.
Setelah roket melewati atmosphere, jet pendorong akan dilepas & roket akan terbang dengan
bahan bakar minimum pada ruang angkasa tanpa bobot, melayang ringan, & tanpa usaha keras.
Demikian pula dengan manusia, bagian TERBERAT dari sebuah KESUKSESAN adalah disaat
awal seseorang MEMULAI USAHA dari sebuah perjuangan, karena segala sesuatu terasa begitu
BERAT & PENUH TEKANAN.
Namun bila ia dapat melewati batas tertentu, sesungguhnya seseorang dapat merasakan segala
kemudahan & kebebasan dari tekanan & beban.
Namun sayangnya, banyak orang yang MENYERAH disaat tekanan & beban dirasakan terlalu
berat, bagai sebuah roket yang gagal menembus atmosphere.
Buya Hamka berkata kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup & kalau kerja
sekedar kerja, kera juga bekerja.
Ketika pohon bambu ditiup angin kencang, ia akan merunduk, tetapi setelah angin berlalu, dia
akan tegak kembali, laksana perjalanan hidup seorang manusia yang tak pernah lepas dari cobaan
& rintangan.
Maka jadilah seperti pohon bambu !!!
Fleksibilitas pohon bambu mengajarkan kita sikap hidup yang berpijak pada keteguhan hati
dalam menjalani hidup, walaupun badai & topan menerpa.
Tidak ada kata menyerah untuk terus tumbuh, tidak ada alasan untuk terpendam dalam
keterbatasan, karena bagaimanapun pertumbuhan demi pertumbuhan harus diawali dari
kemampuan untuk mempertahankan diri dalam kondisi yang paling sulit sekalipun.
Pastikan dalam hari hari kedepan, hidup kita akan *MENJULANG TINGGI & menjadi
PEMBAWA BERKAT* bagi sesama, seperti halnya pohon bambu.
menggema
memenuhi
lembah
dan
bukit
di
sekalian
padang.
balas
Umar,
Masuklah
Utsman!
Masuklah!
Demi Allah, hai Amirul Mukminin, kemarilah, Insya Allah unta itu akan kita dapatkan
kembali.
Tidak, ini tanggung jawabku. Masuklah engkau hai Utsman, anginnya makin keras, badai
pasirnya
mengganas!
Angin makin kencang membawa butiran pasir membara. Utsman pun masuk dan menutup pintu
dangaunya.
Dia
bersandar
dibaliknya
&
bergumam,
Demi Allah, benarlah Dia & RasulNya. Engkau memang bagai Musa. Seorang yang kuat lagi
terpercaya.
Umar memang bukan Utsman. Pun juga sebaliknya. Mereka berbeda, dan masing-masing
menjadi unik dengan watak khas yang dimiliki.
Umar, jagoan yang biasa bergulat di Ukazh, tumbuh di tengah bani Makhzum nan keras & bani
Adi nan jantan, kini memimpin kaum mukminin. Sifat-sifat itu keras, jantan, tegas,
tanggungjawab & ringan tangan turun gelanggang dibawa Umar, menjadi ciri khas
kepemimpinannya.
Utsman, lelaki pemalu, anak tersayang kabilahnya, datang dari keluarga bani Umayyah yang
kaya raya dan terbiasa hidup nyaman sentausa. Umar tahu itu. Maka tak dimintanya Utsman
ikut turun ke sengatan mentari bersamanya mengejar unta zakat yang melarikan diri. Tidak. Itu
bukan kebiasaan Utsman. Rasa malulah yang menjadi akhlaq cantiknya. Kehalusan budi
perhiasannya. Kedermawanan yang jadi jiwanya. Andai Utsman jadi menyuruh sahayanya
mengejar unta zakat itu; sang budak pasti dibebaskan karena Allah & dibekalinya bertimbun
dinar.
Itulah
Umar.
Dan
inilah
Utsman.
Mereka
berbeda.
Bagaimanapun, Anas ibn Malik bersaksi bahwa Utsman berusaha keras meneladani sebagian
perilaku mulia Umar sejauh jangkauan dirinya. Hidup sederhana ketika menjabat sebagai
Khalifah
misalnya.
Suatu hari aku melihat Utsman berkhutbah di mimbar Nabi ShallaLlaahu Alaihi wa Sallam di
Masjid Nabawi, kata Anas . Aku menghitung tambalan di surban dan jubah Utsman, lanjut
Anas,
Dan
kutemukan
tak
kurang
dari
tiga
puluh
dua
jahitan.
Dalam Dekapan ukhuwah, kita punya ukuran-ukuran yang tak serupa. Kita memiliki latar
belakang yang berlainan. Maka tindak utama yang harus kita punya adalah; jangan mengukur
orang
dengan
baju
kita
sendiri,
atau
baju
milik
tokoh
lain
lagi.
Dalam dekapan ukhuwah setiap manusia tetaplah dirinya. Tak ada yang berhak memaksa
sesamanya
untuk
menjadi
sesiapa
yang
ada
dalam
angannya.
Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat tulus pada saudara yang sedang diberi amanah
memimpin umat. Tetapi jangan membebani dengan cara membandingkan dia terus-menerus
kepada
Umar
ibn
Abdul
Aziz.
Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat pada saudara yang tengah diamanahi kekayaan. Tetapi
jangan membebaninya dengan cara menyebut-nyebut selalu kisah berinfaqnya Abdurrahman ibn
Auf.
Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat saudara yang dianugerahi ilmu. Tapi jangan
membuatnya merasa berat dengan menuntutnya agar menjadi Zaid ibn Tsabit yang menguasai
bahawa
Ibrani
dalam
empat
belas
hari.
Sungguh tidak bijak menuntut seseorang untuk menjadi orang lain di zaman yang sama, apalagi
menggugatnya agar tepat seperti tokoh lain pada masa yang berbeda. Ali ibn Abi Thalib yang
pernah
diperlakukan
begitu,
punya
jawaban
yang
telak
dan
lucu.
Dulu di zaman khalifah Abu Bakar dan Umar kata lelaki kepada Ali, Keadaannya begitu
tentram, damai dan penuh berkah. Mengapa di masa kekhalifahanmu, hai Amirul Mukminin,
keadaanya
begini
kacau
dan
rusak?
Sebab, kata Ali sambil tersenyum, Pada zaman Abu Bakar dan Umar, rakyatnya seperti aku.
Adapun
di
zamanku
ini,
rakyatnya
seperti
kamu!
Dalam dekapan ukhuwah, segala kecemerlangan generasi Salaf memang ada untuk kita teladani.
Tetapi caranya bukan menuntut orang lain berperilaku seperti halnya Abu Bakar, Umar,
Utsman
atau
Ali.
Sebagaimana Nabi tidak meminta Sad ibn Abi Waqqash melakukan peran Abu Bakar, fahamilah
dalam-dalam tiap pribadi. Selebihnya jadikanlah diri kita sebagai orang paling berhak
meneladani mereka. Tuntutlah diri untuk berperilaku sebagaimana para salafush shalih dan
sesudah
itu
tak
perlu
sakit
hati
jika
kawan-kawan
lain
tak
mengikuti.
Sebab teladan yang masih menuntut sesama untuk juga menjadi teladan, akan kehilangan makna
keteladanan itu sendiri. Maka jadilah kita teladan yang sunyi dalam dekapan ukhuwah.
Ialah teladan yang memahami bahwa masing-masing hati memiliki kecenderungannya, masingmasing badan memiliki pakaiannya dan masing-masing kaki mempunyai sepatunya. Teladan
yang tak bersyarat dan sunyi akan membawa damai. Dalam damai pula keteladannya akan
menjadi
ikutan
sepanjang
masa.
Selanjutnya, kita harus belajar untuk menerima bahwa sudut pandang orang lain adalah juga
sudut pandang yang absah. Sebagai sesama mukmin, perbedaan dalam hal-hal bukan asasi
tak lagi terpisah sebagai haq dan bathil. Istilah yang tepat adalah shawab dan khatha.
Tempaan pengalaman yang tak serupa akan membuatnya lebih berlainan lagi antara satu dengan
yang
lain.
Seyakin-yakinnya kita dengan apa yang kita pahami, itu tidak seharusnya membuat kita
terbutakan
dari
kebenaran
yang
lebih
bercahaya.
Imam Asy Syafii pernah menyatakan hal ini dengan indah. Pendapatku ini benar, ujar
beliau,Tetapi mungkin mengandung kesalahan. Adapun pendapat orang lain itu salah, namun
bisa
sepenuhcinta,
Salim A. Fillah
jadi
mengandung
kebenaran.
Saya ingin mengawali renungan kita kali ini dengan mengingatkan pada
salah satu kisah kehidupan yang mungkin banyak tercecer di depan mata
kita. Cerita ini tentang seorang kakek yang sederhana, hidup sebagai orang
kampung yang bersahaja. Suatu sore, ia mendapati pohon pepaya di depan
rumahnya telah berbuah. Walaupun hanya dua buah namun telah menguning
dan siap dipanen. Ia berencana memetik buah itu di keesokan hari. Namun,
tatkala pagi tiba, ia mendapati satu buah pepayanya hilang dicuri orang.
Kakek itu begitu bersedih, hingga istrinya merasa heran. masak hanya
karena sebuah pepaya saja engkau demikian murung ujar sang istri.
bukan itu yang aku sedihkan jawab sang kakek, aku kepikiran, betapa
sulitnya orang itu mengambil pepaya kita. Ia harus sembunyi-sembunyi di
tengah malam agar tidak ketahuan orang. Belum lagi mesti memanjatnya
dengan
susah
payah
untuk
bisa
memetiknya..
dari itu Bune lanjut sang kakek, saya akan pinjam tangga dan saya taruh di
bawah pohon pepaya kita, mudah-mudahan ia datang kembali malam ini dan
tidak
akan
kesulitan
lagi
mengambil
yang
satunya.
Namun saat pagi kembali hadir, ia mendapati pepaya yang tinggal sebuah itu
tetap ada beserta tangganya tanpa bergeser sedikitpun. Ia mencoba
bersabar, dan berharap pencuri itu akan muncul lagi di malam ini. Namun di
pagi berikutnya, tetap saja buah pepaya itu masih di tempatnya.
Di sore harinya, sang kakek kedatangan seorang tamu yang menenteng duah
pepaya
yang
baru
saya
beli
di
pasar
untuk
Anda.
Hikmah yang bisa diambil dari kisah inspirasi diatas, adalah tentang
keikhlasan, kesabaran, kebajikan dan cara pandang positif terhadap
kehidupan.
Mampukah kita tetap bersikap positif saat kita kehilangan sesuatu yang kita
cintai dengan ikhlas mencari sisi baiknya serta melupakan sakitnya suatu
musibah?
"Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada
Tuhannya,
dan
sesungguhnya
manusia
itu
menyaksikan
(sendiri)