Anda di halaman 1dari 19

FAKTOR RISIKO PADA FASE EKSPOSISI

Dosis
Dosis ditentukan oleh konsentrasi dan lamanya eksposisi zat yang diberikan pada seseorang. Faktor
tertentu seperti ventilasi di tempat kerja, jenis kerja, kegunaan pelindung debu pada mesin yang
menimbulkan debu, memegang peranan penting pada penentuan dosis. Dosis juga dipengaruhi oleh
jumlah jam kerja (termasuk lembur) dan waktu kerja. Konsentrasi zat berbahaya yang ada di lingkungan
seringkali lebih tinggi pada sore hari daripada pagi hari, pada saat pekerjaan baru dimulai. Untuk
membatasi eksposisi sebaiknya istirahat kerja dilakukan di tempat yang tidak tercemar (terkontaminasi).
Juga penting untuk mempersingkat jangka waktu eksposisi dengan melakukan pergantian kerja.
Higiene Kerja Umum
Pakaian kerja yang tercemari (terkontaminasi) setelah berdinas tidak dibawa pulang dan secara teratur
dibersihkan. Hal yang penting juga untuk higiene kerja yaitu menyimpan zat berbahaya secara terpisah,
dengan benar dan aman. Hal ini juga berlaku untuk zat kimia yang digunakan dalam rumah tangga seperti
deterjen, pelarut kosmetika dan obat. Bahan-bahan ini harus disimpan sedemikian rupa sehingga tak
mudah dicapai anak-anak. Terutama anak balita yang secara alamiah akan memasukkan benda yang
dipegangnya ke dalam mulutnya. Kecerobohan yang tak bertanggung jawab yang kadang-kadang
menjurus pada perbuatan kriminal seringkali merupakan penyebab keracunan anak-anak.
Higiene Kerja Perorangan
Higiene perorangan di tempat kerja dapat dicapai antara lain dengan menjelaskan pada pekerja bagaimana
misalnya membatasi pembentukan debu dan sedapat mungkin menghindari kontak antara bahan
berbahaya dengan kulit. Juga menerangkan pemakaian alat-alat kerja, sarung tangan dan lain-lain secara
benar. Peraturan saja tidak cukup, tetapi harus dilaksanakan. Harus diperhatikan bahwa pekerja dapat
mengerti peraturan yang ada. Kurangnya tanggung jawab sosial dan intelegensia pemberi kerja dapat
menyebabkan timbulnya bahaya kerja karena cara yang salah.
Pelaksanaan Pengawasan
Pengawasan yang penting yaitu memeriksa ulang nilai MAC. Sangat penting untuk menentukan
konsentrasi zat berbahaya sewaktu-waktu secara teratur di tempat kerja, untuk memastikan bahwa nilai
MAC tidak terlampaui. Jika digunakan zat radioaktif, harus diperhatikan bahwa pekerja memakai plakat

dengan film yang peka penyinaran, yang menunjukkan dosis penyinaran radioaktif. Dengan suatu sistem
perlindungan lingkungan, pengotoran udara harus secara teratur dijaga dan kemudian diikuti dengan
peringatan jika nilai toleransi sudah terlampaui.
Nilai MAC dapat dibandingkan dengan nilai ADI (Acceptable Daily Intake). Nilai ini penting untuk
menentukan jumlah yang diizinkan dari bahan tambahan pada makanan dan residu (termasuk pestisida).
Nilai ADI ialah dosis (dalam mg/kg BB) atau konsentrasi zat (dalam ppm) yang tidak menunjukkan kerja
biologi (no effect level), dibagi dengan suatu faktor keamanan. Faktor keamanan ini tergantung pada
jumlah data yang ada tentang toksisitas senyawa tersebut. Pada DDT misalnya yang jumlah data
toksikologinya sangat banyak dan sejumlah uji toksisitasnya menunjukkan hasil negatif, maka faktor
keamanannya mempunyai harga 10, sedangkan dieldrin diharuskan memiliki faktor 200 karena pada
mencit menunjukkan kerja karsinogenik.
Peraturan Perundang-undangan
Sampai batas tertentu, pejabat yang berwenang dapat memberikan pedoman berdasarkan perundangundangan tentang pengembangan zat yang kurang berbahaya. Kadang-kadang dapat dihindari secara
menyeluruh pemakaian zat yang berbahaya. Contohnya penggantian fosfor kuning pada kepala korek api
dengan fosfor merah, penukaran bahan anti letup pada bensin yang mengandung timbal dengan bahan anti
letup bebas timbal karena meningkatnya pencemaran lingkungan oleh timbal, penggantian deterjen yang
mencemari lingkungan dengan deterjen lain, dan pelarangan penggunaan DDT. Pada umumnya pejabat
yang berwenang tidak dapat melarang pemakaian zat tertentu secara mutlak tetapi mereka dapat membuat
peraturan yang lebih ketat.
Keadaan Fungsi Organ yang Berkontak
Keadaan fungsi organ yang berkontak dengan suatu zat toksik, akan mempengaruhi kerja eksposisi. Hal
ini terutama berlaku untuk sistem respirasi dan kulit. Pada respirasi dapat dibedakan antara jumlah zat
yang terdapat dalam udara yang dihirup dan jumlah zat yang tertinggal dalam paru-paru. Hal yang
terakhir ini bukan ukuran jumlah zat yang diabsorpsi. Jumlah yang tertinggal dalam paru-paru sebanding
dengan volume pernapasan tiap menit dan perbedaan konsentrasi udara yang dihirup dan udara yang
dikeluarkan. Oleh karena itu, hal ini tergantung pada, antara lain, frekuensi pernapasan, beban kerja dan
usia yang bersangkutan, juga pada suhu dan kelembaban udara relatif.
Absorpsi melalui kulit dipengaruhi oleh kandungan kelembaban, peredaran darah kulit dan keadaan
masing-masing lapisan kulit. Jika permukaan lapisan lemak kulit rusak, maka tidak hanya zat lipofil yang

diabsorpsi, tetapi juga zat hidrofil. Pada absorpsi melalui saluran pencernaan pH lokal sangat berperan
(kecuali untuk toksikologi kerja).
Pada keadaan dimana terjadi bioinaktivasi atau bioaktivasi dalam hati, maka cara masuknya zat ke dalam
organisme memegang peranan penting. Zat yang diinaktivasi dengan cepat di hati, akan lebih toksik jika
masuk melalui pernapasan atau melalui kulit dibandingkan dengan pemasukan secara oral. Sebaliknya zat
yang menjadi toksik di hati, maka pemberian secara oral akan lebih toksik daripada cara pemberian lain.
Contohnya, paration yang dalam bentuk aslinya tidak toksik, tetapi dalam hati diubah menjadi paraoksan
yang merupakan racun sesungguhnya dan merupakan inhibitor tak bolak-balik yang sangat kuat dari
asetilkolinesterase.
2.1. PENDAHULUAN
Suatu kerja toksik pada umumnya merupakanhasil dari sederetan proses fisika, biokimia, danbiologik
yang sangat rumit dan komplek. Prosesini umumnya dikelompokkan ke dalam tiga faseyaitu: fase
eksposisi toksokinetik dan fasetoksodinamik. Dalam menelaah interaksixenobiotika/tokson dengan
organisme hidupterdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu:kerja xenobiotika pada organisme dan
pengaruhorganisme terhadap xenobiotika. Yang dimaksuddengan kerja tokson pada organisme
adalahsebagai

suatu

senyawa

kimia

yang

aktif

secarabiologik

pada

organisme

tersebut

(aspektoksodinamik). Sedangkan reaksi organismeterhadap xenobiotika/tokson umumnya dikenaldengan


fase toksokinetik.
Fase eksposisi
merupakan kontak suatuorganisme dengan xenobiotika, pada umumnya,kecuali radioaktif, hanya dapat
terjadi efek toksik/farmakologi setelah xenobiotika terabsorpsi.Umumnya hanya tokson yang berada
dalambentuk terlarut, terdispersi molekular dapatterabsorpsi menuju sistem sistemik. Dalamkonstek
pembahasan efek obat, fase iniumumnya dikenal dengan fase farmaseutika.Fase farmaseutika meliputi
hancurnya bentuksediaan obat, kemudian zat aktif melarut,terdispersi molekular di tempat
kontaknya.Sehingga zat aktif berada dalam keadaan siapterabsorpsi menuju sistem sistemik. Fase
inisangat ditentukan oleh faktor-faktor farmseutikadari sediaan farmasi.
Fase toksikinetik
disebut juga dengan fasefarmakokinetik. Setelah xenobiotika berada dalamketersediaan farmasetika, pada
mana keadaanxenobiotika siap untuk diabsorpsi menuju alirandarah atau pembuluh limfe, maka
xenobiotikatersebut akan bersama aliran darah atau limfedidistribusikan ke seluruh tubuh dan ke
tempatkerja

toksik

(reseptor).

Pada

saat

yangbersamaan

sebagian

molekul

xenobitika

akantermetabolisme, atau tereksresi bersama urinmelalui ginjal, melalui empedu menuju salurancerna,
atau sistem eksresi lainnya.

Fase toksodinamik
adalah interaksi antaratokson dengan reseptor (tempat kerja toksik) dan juga proses-proses yang terkait
dimana

padaakhirnya

muncul

efek

toksik/farmakologik.Interaksi

tokson-reseptor

umumnya

merupakaninteraksi yang bolak-balik (reversibel). Hal inimengakibatkan perubahan fungsional, yang


lazimhilang, bila xenobiotika tereliminasi dari tempatkerjanya (reseptor).Selain interaksi reversibel,
terkadang terjadi pulainteraksi tak bolak-balik (irreversibel) antaraxenobiotika dengan subtrat biologik.
Interaksi inididasari oleh interaksi kimia antara xenobiotikadengan subtrat biologi dimana terjadi ikatan
kimiakovalen yang bersbersifat irreversibel atauberdasarkan perubahan kimia dari subtrat biologiakibat
dari suatu perubaran kimia dari xenobiotika,seperti pembentukan peroksida. Terbentuknyaperoksida ini
mengakibatkan luka kimia padasubstrat biologi.
Secara keseluruhan deretan proses sampaiterjadinya efek toksik / farmakologi dapatdigambarkan dalam
suatu diagram seperti padagambar 2.1.Dari gambaran singkat di atas dapat digambarkandengan jelas
bahwa efek toksik / farmakologiksuatu xenobiotika tidak hanya ditentukan olehsifat toksokinetik
xenobiotika, tetapi jugatergantung kepada faktor yang lain seperti:
-

bentuk farmasetika dan bahan tambahan yangdigunakan,


jenis dan tempat eksposisi,
keterabsorpsian dan kecepatan absorpsi,
distribusi xenobiotika dalam organisme,
ikatan dan lokalisasi dalam jaringan,
biotransformasi (proses metabolisme), dan
keterekskresian dan kecepatan ekskresi,dimana semua faktor di atas dapat dirangkum kedalam
parameter farmaseutika dan toksokinetika(farmakokinetika).

Gambar 2.1.: Deretan rantai proses pada fase kerja toksik dalam organisme secara biologik
dikelompokkan menjadi: fase eksposisi, toksokinetik farmakokinetik, dan fase toksodinamik
farmakodinamik(disadur dari Mutschler , (1999), Arzneimittelwirkungen: Lehrbuch der Pharmakologie
und Toxikologie; mit einfhrenden Kapiteln in die Anatomie, Phyiologie und Pathophysiologie.
Unter mitarb. von Schfer-Korting. -7vllig neu bearb. und erw. Aufl., Wiss. Verl.-Ges, Stuttgart, hal.6,
dengan modifikasi)
2.2. FASE EKSPOSISI
Dalam fase ini terjadi kotak antara xenobiotikadengan organisme atau dengan lain kata, terjadipaparan
xenobiotika pada organisme. Paparan inidapat terjadi melalui kulit, oral, saluranpernafasan (inhalasi) atau
penyampaianxenobiotika langsung ke dalam tubuh organisme(injeksi).Jika suatu objek biologik terpapar
oleh sesuatuxenobiotika, maka, kecuali senyawa radioaktif,efek biologik atau toksik akan muncul,
jikaxenobiotika tersebut telah terabsorpsi menujusistem sistemik. Umumnya hanya xenobiotikayang
terlarut, terdistribusi molekular, yang dapatdiabsorpsi. Dalam hal ini akan terjadi pelepasanxenobiotika

dari bentuk farmaseutikanya.Misalnya paparan xenobiotika melalui oral (misalsediaan dalam bentuk
padat: tablet, kapsul, atauserbuk), maka terlebih dahulu kapsul/tablet akanterdistegrasi (hancur), sehingga
xenobiotika akantelarut di dalam cairan saluran pencernaan.Xenobiotika yang terlarut akan siap
terabsorpsisecara normal dalam duodenal dari usus halusdan ditranspor melalui pembuluh
kapiler mesenterika menuju vena porta hepatika menujuhati sebelum ke sirkulasi sistemik.Penyerapan
xenobiotika sangat tergantung padakonsentrasi dan lamanya kontak antaraxenobiotika dengan permukaan
organisme yangberkemampuan untuk mengaborpsi xenobiotikatersebut. Dalam hal ini laju absorpsi dan
jumlahxenobitika yang terabsorpsi akan menentukanpotensi efek biologik/toksik. Pada pemakaian
obat,fase ini dikenal dengan fase farmaseutika, yaitusemua proses yang berkaitan dengan
pelepasansenyawa obat dari bentuk farmasetikanya (tablet,kapsul, salep, dll). Bagian dosis dari
senyawaobat, yang tersedia untuk diabsorpsi dikenaldengan
ketersediaan farmaseutika.
Padakenyataannya sering dijumpai, bahwa sediaantablet dengan kandungan zat aktif yang sama dandibuat
oleh fabrik farmasi yang berbeda, dapatmemberikan potensi efek farmakologik yangberbeda. Hal ini
dapat disebabkan olehperbedaan ketersediaan farmaseutikanya.Perbedaan ketersediaan farmaseutika
suatusediaan ditentukan oleh sifat fisiko-kimia,umpamanya ukuran dan bentuk kristal, demikianpula jenis
zat pembantu (tambahan pada tablet)dan metode fabrikasi. Disamping bentukfarmaseutika yang
berpengaruh jelas terhadapabsorpsi dan demikian pula tingkat toksisitas, sifatfisiko-kimia dari
xenobiotika (seperti bentuk danukuran kristal, kelarutan dalam air atau lemak,konstanta disosiasi) tidak
boleh diabaikan dalamhal ini. Laju absorpsi suatu xenobiotika ditentukan juga oleh sifat membran biologi
dan aliran kapiler darah tempat kontak. Suatu xenobiotika, agar dapat diserap/diabsorpsi di tempat
kontak, makaharus melewati membran sel di tempat kontak.Suatu membran sel biasanya terdiri atas
lapisanbiomolekular yang dibentuk oleh molekul lipiddengan molekul protein yang tersebar
diseluruhmembran (lihat gambar 2.2.).Jalur utama bagi penyerapan xenobiotika adalahsaluran cerna,
paru-paru, dan kulit. Namun padakeracunan aksidential, atau penelitian toksikologi,paparan xenobiotika
dapat terjadi melalui jalur injeksi, seperti injeksi intravena, intramuskular,subkutan, intraperitoneal, dan
jalur injeksi lainnya.

Gambar 2.2.: Diagram sistematis membran biologi.


Bulatan menggambarkan kelompok kepala lipid (fosfatidilkolin), dan baris zig-zag menunjukkan bagian ekornya.Bulatan
hitam, putih, dan berbintil menunjukkan jenis lipid yang berbeda. Benda-benda besar menggabarkan protein,yang sebagian
terletak di permukaan, dan sebagian lain di dalam membran. (Disadur dari Siger dan Nicholson (1972), Science, 175,
720, dalam LU, Toksikologi Dasar; Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Risiko,
Jakarta, UI-Press,1995,
2.2.1. Eksposisi melalui kulit.
Eksposisi (pemejanan) yang palung mudah danpaling lazim terhadap manusia atau hewandengan segala
xenobiotika, seperti misalnyakosmetik, produk rumah tangga, obat topikal,cemaran lingkungan, atau
cemaran industri ditempat kerja, ialah pemejanan sengaja atau tidaksengaja pada kulit.Kulit terdiri atas
epidermis (bagian paling luar)dan dermis, yang terletak di atas jaringansubkutan. Tebal lapisan epidermis
adalah relatif tipis, yaitu rata-rata sekitar 0,1-0,2 mm,sedangkan dermis sekitar 2 mm. Dua lapisan
inidipisahkan oleh suatu membran basal (lihat gambar 2.3). Lapisan epidermis terdiri atas lapisan sel
basal (stratum germinativum), yang memberikan selbaru bagi lapisan yang lebih luar. Sel baru inimenjadi
sel duri (stratum spinosum) dan, natinyamenjadi sel granuler (stratum granulosum). Selain itu sel ini juga
menghasilkan keratohidrin yangnantinya menjadi keratin dalam stratum corneum terluar, yakni lapisan
tanduk. Epidermis jugamengandung melanosit yang mengasilkan pigmen dan juga sel langerhans yang
bertindaksebagai makrofag dan limfosit. Dua sel ini belakangan diketahui yang terlibat dalamberbagai
respon imun.

Gambar 2.3.: Potongan lintang kulit yang menunjuk-kan dua lapisan utama epidermis dandermis.
Dermis terutama terdiri atas kolagen dan elastinyang merupakan struktur penting untukmengokong kulit.
Dalam lapisan ini ada beberapa jenis sel, yang paling banyak adalah fibroblast,yang terlibat dalam
biosintesis protein berserat,dan zat-zat dasar, misalnya asam hialuronat,kondroitin sulfat, dan
mukopolisakarida.Disamping sel-sel tersebut, terdapat juga sellainnya antara lain sel lemak, makrofag,
histosit,dan mastosit. Di bawah dermis terdapat jaringansubkutan. Selain itu, ada beberapa struktur
lainmisalnya folikel rambut, kelenjar keringan,kelenjar sebasea, kapiler pembuluh darah danunsur
syaraf.Pejanan kulit terhadap tokson seringmengakibatkan berbagai lesi (luka), namun tidak jarang tokson
dapat juga terabsorpsi daripermukaan kulit menuju sistem sistemik.
2.2.2. Eksposisi melalui jalur inhalasi.
Pemejanan xenobiotika yang berada di udaradapat terjadi melalui penghirupan xenobiotikatersebut.
Tokson yang terdapat di udara beradadalam bentuk gas, uap, butiran cair, dan partikelpadat dengan
ukuran yang berbeda-beda.Disamping itu perlu diingat, bahwa saluranpernafasan merupakan sistem yang
komplek,yang secara alami dapat menseleksi partikelberdasarkan ukurannya. Oleh sebab itu ambilan dan
efek toksik dari tokson yang dihirup tidak sajatergantung pada sifat toksisitasnya tetapi jugapada sifat
fisiknya.

Gambar 2.4: Skema saluran pernafasan manusia.terdiri atas nasofaring, saluran trakeadan bronkus, serta
acini paru-paru,yang terdiri atas bronkiol pernafasan,saluran alveolar, dan alveoli.
Saluran pernafasan terdiri atas nasofaring,saluran trakea dan bronkus, serta acini paru-paru,yang terdiri
atas bronkiol pernafasan, saluranalveolar, dan alveoli (lihat gambar 2.4).Nasofaring berfungsi membuang
partikel besar dari udara yang dihirup, menambahkan uap air,dan mengatur suhu. Umumnya partikel
besar (>10 m) tidak memasuki saluran napas, kalau masuk akan diendapkan di hidung dandienyahkan
dengan diusap, dihembuskan danberbangkis. Saluran trakea dan bronkus berfungsisebagai saluran udara
yang menuju alveoli.Trakea dan bronki dibatasi oleh epiel bersilia dandilapisi oleh lapisan tipis lendir
yang disekresi darisel tertentu dalam lapisan epitel. Dengan silia danlendirnya, lapisan ini dapat
mendorong naikpartikel yang mengendap pada permukaanmenuju mulut. Partikel yang mengandung
lendir tersebut kemudian dibuang dari saluranpernafasan dengan diludahkan atau ditelan.Namun, butiran
cairan dan partikel padat yangkecil juga dapat diserap lewat difusi dan fagositosis. Fagosit yang berisi
partikel-partikelakan diserap ke dalam sistem limfatik. Beberapapartikel bebas dapat juga masuk ke
saluranlimfatik. Partikel-partikel yang dapat terlarutmungkin diserap lewat epitel ke dalam darah.Alveoli
merupakan tempat utama terjadinyaabsorpsi xenobiotika yang berbentuk gas, seperticarbon monoksida,
oksida nitrogen, belerangdioksida atau uap cairan, seperti bensen dankarbontetraklorida. Kemudahan
absorpsi iniberkaitan dengan luasnya permukaan alveoli,cepatnya aliran darah, dan dekatnya darah
dengan udara alveoli. Laju absorpsi bergantungpada daya larut gas dalam darah. Semakin mudah larut
akan semakin cepat diabsorpsi.
2.2.3. Eksposisi melalui jalur saluran cerna

.Pemejanan tokson melalui saluran cerna dapat terjadi bersama makanan, minuman, atau secarasendiri
baik sebagai obat maupun zat kimia murni.Pada jalur ini mungkin tokson terserap dari rongga mulut (sub
lingual), dari lambung sampaiusus halus, atau eksposisi tokson dengansengaja melalui jalur rektal.
Kecuali zat yangbersifat basa atau asam kuat , atau zat yangdapat merangsang mukosa, pada umumnya
tidakakan memberikan efek toksik kalau tidak diserap.Cairan getah lambung bersifat sangat
asam,sehingga senyawa asam-asam lemah akan berada dalam bentuk non-ion yang lebih mudahlarut
dalam lipid dan mudah terdifusi, sehinggasenyawa-senyawa tersebut akan mudah terserapdi dalam
lambung. Berbeda dengan senyawabasa lemah, pada cairan getah lambung akanterionkan oleh sebab itu
akan lebih mudah larutdalam cairan lambung. Senyawa basa lemah,karena cairan usus yang bersifat basa,
akanberada dalam bentuk non-ioniknya, sehinggasenyawa basa lemah akan lebih mudah terserapmelalui
usus ketimbang lambung.Pada umumnya tokson melintasi membransaluran pencernaan menuju sistem
sistemikdengan difusi pasif, yaitu transpor denganperbedaan konsentrasi sebagai daya dorongnya.Namun
disamping difusi pasif, juga dalam usus,terdapat juga transpor aktif, seperti tranpor yangtervasilitasi
dengan zat pembawa (carrier), atau pinositosis.

Gambar 2.5. Skema saluran pencernaan manusia


2.3. FASE TOKSOKINETIK
Proses biologik yang terjadi pada fasetoksokinetik umumnya dikelompokkan ke dalam proses invasi dan
evesi. Proses invasi terdiri dariabsorpsi, transpor, dan distribusi, sedangkkan evesi juga dikenal dengan
eleminasi.

Absorpsisuatu

xenobiotika

adalah

pengambilanxenobiotika

dari

permukaan

tubuh

(disinitermasuk juga mukosa saluran cerna) atau daritempat-tempat tertentu dalam organ dalaman
kealiran darah atau sistem pembuluh limfe. Apabilaxenobiotika mencapai sistem sirkulasi
sistemik,xenobiotika akan ditranspor bersama aliran darahdalam sistem sirkulasi. WEISS (1990)
membagidistribusi ke dalam konveksi (transpor xenobiotikabersama peredaran darah) dan difusi

(difusixenobiotika di dalam sel atau jaringan).Sedangkan eliminasi (evesi) adalah semuaproses yang
dapat menyebabkan penurunankadar xenobiotika dalam sistem biologi / tubuh organisme, proses tersebut
reaksi biotransformasi dan ekskresi.Sederetan proses tersebut sering disingkat dengan ADME, yaitu:
adsorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi. Proses absorpsi akanmenentukan jumlah xenobiotika
(dalam bentukaktifnya) yang dapat masuk ke sistem sistemikatau mencapai tempat kerjanya.
Jumlahxenobiotika yang dapat masuk ke sistem sistemikdikenal sebagai ketersediaan biologi /
hayati. Keseluruhan proses pada fase toksokinetik iniakan menentukan menentukan
efficacy (kemampuan xenobiotika mengasilkan efek),efektifitas dari xenobiotika, konsentrasixenobiotika
di reseptor, dan durasi dari efekfarmakodinamiknya.Farmakokinetik dapat juga dipandang suatubidang
ilmu, yang mengkaji perubahankonsentrasi (kinetika) dari xenobiotika di dalamtubuh organisme sebagai
fungsi waktu. Secaraumum toksokinetik menelaah tentang lajuabsorpsi xenobiotika dari tempat paparan
kesistem peredaran darah, distribusi di dalam tubuh,bagaimana enzim tubuh memetabolismenya,
darimana dan bagaimana tokson atau metabolitnyadieliminasi dari dalam tubuh.
2.3.1. Absorpsi
Absorpsi ditandai oleh masuknyaxenobiotika/tokson dari tempat kontak (paparan)menuju sirkulasi
sistemik tubuh atau pembuluhlimfe. Absorpsi didefinisikan sebagai jumlahxenobiotika yang mencapai
sistem sirkululasisistemik dalam bentuk tidak berubah. Toksondapat terabsorpsi umumnya apabila
beradadalam bentuk terlarut atau terdispersi molekular.Absorpsi sistemik tokson dari tempatextravaskular
dipengaruhi oleh sifat-sifat anatomikdan fisiologik tempat absorpsi (sifat membranbiologis dan aliran
kapiler darah tempat kontak),serta sifat-sifat fisiko-kimia tokson dan bentuk farmseutik tokson (tablet,
salep, sirop, aerosol,suspensi atau larutan). Jalur utama absorpsitokson adalah saluran cerna, paru-paru,
dan kulit.Pada pemasukan tokson langsung ke sistemsirkulasi sistemik (pemakaian secara injeksi),dapat
dikatakan bahwa tokson tidak mengalamiproses absorpsi.Absorpsi suatu xenobiotika tidak akan
terjaditanpa suatu transpor melalui membran sel,demikian halnya juga pada distribusi dan ekskresi.Oleh
sebab itu membran sel (membran biologi)dalam absorpsi merupakan sawar barier yaitu batas pemisah
antara lingkungan dalam dan luar.Pada awalnya membran biologi dipandangsebagai susunan sel, yang
tersusun dengan carayang sama. Namun hasil penelitian menunjukkan,bahwa terdapat perbedaan yang
jelas dalamstruktur membran pada berbagai jaringan.Pandangan ini pertama kali dikemukakan
olehLEONARD dan SINGER dengan model Fluid-Mosaik-nya (gambar 2.2). Menurut model
inimembran terdiri atas lapisan rangkap lipid danprotein, seperti pulau, terikat di dalamnya atau diatasnya
dan dengan demikian membentukmosaik. Seluruh protein yang mencapai membranmembentuk pori
dalam lapisan rangkap lipid.Dengan demikian telah digambarkan bahwamembran biologik tidak statik
melainkan dinamik,yang diartikan berubah secara terus menerus.
Transpor xenobiotika lewat membran sel.

Penetrasi xenobiotika melewati membran dapatberlangsung melalui:


(a) difusi pasif,
(b) filtrasilewat pori-pori membran poren,
(c) transpor dengan perantara molekul pengemban carrier ,
(d) pencaplokan oleh sel pinositosis
(a) Difusi pasif.
Difusi pasif merupakan bagianterbesar dari proses transmembran bagiumumnya xenobiotika. Tenaga
pendorong untukdifusi ini adalah perbedaan konsentrasixenobiotika pada kedua sisi membran sel dan
daya larutnya dalam lipid. Menurut hukum difusi Fick , molekul xenobiotika berdifusi dari daerah dengan
konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasiyang lebih rendah:

dQ
dt

DAK
h

(C)

Jadi berdasarkan hukum Fick, transpor suatuxenobiotika berbanding langsung dengan perbedaan
konsentrasi (C ), luas permukaan membran A, koefisien distribusi (partisi) xenobiotika bersangkutan
K, serta koefisien difusinya D, dan berbanding terbalik dengan tebal membran h.Oleh karena
xenobiotika akan didistribusikan secara cepat ke dalam suatu volume yang besar sesudah masuk ke sistem
sirkulasi sistemik,maka konsentrasi xenobiotika di dalam sistem sirkulasi akan menjadi sangat
rendahdibandingkan terhadap konsentrasi xenobiotika ditempat eksposisi. Sebagai contoh, dosis
obatbiasanya dalam miligram, sedangkan konsentrasidalam plasma seringkali menjadi mikrogram
per mililiter atau nanogram per mililiter. Apabila obatdiberikan per-oral, maka konsentrasi obat disaluran
cerna akan jauh lebih besar dibandingkandalam plasma, perbedaan konsentrasi yang besar ini yang
berperan sebagai daya penggerakselama absorpsi.Bila D, A, K, dan h tetap di bawah keadaan yang
umum untuk absorpsi, diperoleh suatu tetapan gabungan P atau koefisien permeabilitas( P = DAK/ h).
Jadi secara umum koefisien permeabilitas membran sel ditentukan oleh: sifat pisiologi membran (luar
permukaan membran,tebal membran, koefisien difusi membran), dan sifat fisiko-kimia xenobiotika
(koefiesen partisi/distribusi dari xenobiotika). Koefisien partisi K menyatakan partisi xenobiotika dalam
minyak/air.Peningkatan kelarutan dalam lemak (lipofilitas) suatu xenobiotika akan diikuti dengan
peningkatan harga K -nya, dan dengan demikian juga terjadi meningkatkan laju difusi xenobiotika
tersebut melalui membran sel. Jika harga K dari suatu xenobiotika sangat tinggi, maka pada awalnya
xenobiotika tersebut akan sangat cepat terlarut dalam lapisan lipid bagian luar membran.Namun karena
membran biologi tersusun atas lapisan ganda lemak, yang disisipi oleh lapisan berair, maka xenobiotika
tersebut akan terakumulasi pada lapisan luar lipid membran seldan sangat kecil akan melewati lapisan
berair dari membran sel, sehingga sangat kecil kemungkinan xenobiotika ini akan menembus membran

sel. Oleh karena itu laju absorpsi akan meningkat sebanding dengan peningkatan lipofilitas xenobiotika
sampai batas maksimum, dan kemudian laju absorpsi akan kembali menurun. Hal itu dapat terlihat dari
hubungan jumlah atom C dengan aktivitas anti-bakteri seri homolog n-alifatis alkohol (R-OH). Pada
gambar 2.6 menggambarkan peningkatan aktivitas anti-bakteri sebanding dengan bertambahnya
jumlahatom C pada homolg n-alifatis alkohol, namun sampai pada jumlah atom C tertentu tercapai
aktivitas maksimum dan dengan perpanjangan jumlah atom C selanjutnya justru menurunkan aktivitas
anti-baktrinya.

Gambar 2.6.: Hubungan jumlah atom C dengan aktivitas anti-bakteri seri homolog n-alifatis alkohol
(R-OH) (Disadur dari Siswandono, (2006), Peran KimiaMedisinal bagi apoteker sebagai drugs informer,
Seminar sehari HUT ISFI ke 51, 17 Juni 2006, denganmodifikasi)
Namun dengan demikian bukan berarti senyawa yang sangat lipofil tidak akan terserap ke dalam
tubuh. Senyawa seperti ini, misal Vitamin A atauinsektisida DTT yang praktis tidak larut dalam air,
terlebih dahulu harus diperlarutkan atau disolubilisasikan. Solubilisasi senyawa seperti ini dapat
berlangsung di usus halus, terutamadengan bantuan garam empedu. Xenobiotikayang luar biasa lipofil
dapat diabsorpsi bersamalemak (seperti kolesterin) sebagai kilomikron kedalam sistem limfe. Dalam hal
ini juga ikutmengambil bagian garam asam empedu yangbersifat aktif permukaan. Bagian lipofil dari
asamempedu akan berikatan dengan xenobiotika lipofildan membukusnya selanjutnya membentuk
misel(lihat Gambar 2.7) Permukaan ion dari garamempedu akan mengarah ke larutan hidrofil
air.Dengan demikian xenobiotika ini dapattersolubilisasi dalam lapisan air, sehinggaabsorpsi pun dapat
berlangsung.

Gambar 2.7. Pembentukan emulsi oleh senyawaaktif permukaan surfaktan (a) emulsiminyak dalam air
dengan perantarasurfaktan, zat lipofil (misal Vit A /lingkaran hitam) larut dalam bagianlipofil dari
surfaktan, dengan cara inizat yang mudah disolubilisasi didalam air; (b) Emulsi air-minyaktetesan air
terperangkap dalamemulgator surfaktan dan terdispersi-kan di dalam minyak (dikutif dariAriens et al.,
1985, hal 41, dengan modifikasi)
Disamping lipofilitas dari xenobiotika, menuruthukum Ficks, konstanta permiabilitas juga ditentukan oleh
koefisien difusi dan tebalmembran difusi. Pada umumnya koefesien difusidari xenobiotika melalui
membran biologi sangatkecil pengaruhnya pada laju absorpsi. Ketebalanmembran sel umumnya sangat
bervariasi,bergantung pada tempat absorpsi. Namun padaumumnya tebal membran biologi berkisar
hanyabeberapa mikron saja, sehingga ketebalanmembran sel dapat diabaikan.Kebanyakan obat bersifat
asam atau basa lemah,dimana umumnya dalam larutan berair akanberada dalam bentuk ion dan nonoinnya. Bentukion sering tidak dapat menembus membran selkarena daya larut dalam lipidnya yang
rendah.Sebaliknya, bentuk non-ion cukup larut dalamlipid sehingga dapat menembus membran
denganlaju penetrasi yang bergantung padalipofililitasnya. Tingkat ionisasi asam dan basaorganik lemah
bergantung pada pH medium, dankonstanta disosiasi asam-basanya (pKa).Perbandingan bentuk ion dan
non-iondigambarkan oleh persamaan Henderson-Hasselbalch:untuk asam (HA) berlaku:

HA

Ka

H+ + A-

Rasio =

[ HA ]
[ A ]

= 10 (pKa pH)

untuk basa (BH+) berlaku:

BH+
+
B H

Rasio =
[B ]

B + H+
= 10 (pKa pH)

Sebagai contoh senyawa obat warfarin adalahasam lemah dengan pKa = 4.8, pada pH cairanbiologis yang
sama dengan pKa, maka 50%warfarin akan berada dalam bentuk ionnya. JikapH lingkungan meningkat
satu tingkat menjadi 5,8,maka hanya sekitar 10% dari warfarin yangberada dalam bentun non-ionnya.
Apabilawarfarin diberikan melalui jalur oral, maka dapatdiperkirakan warfarin akan lebih mudah diserap
dilambung ketimbang di usus halus, karena pHlambung umumnya bersifat asam berkisar 1,5 -7,0. Pada
pH 3,8 hampir sekitar 90 % warfarinberada dalam bentuk tidak terionkan, dalam halini warfarin berada
dalam kadaan siap untukdiabsorpsi. Akan belawanan, jika warfarin beradadi usus halus, dimana pH usus
halus lebih bersifatbasa ketimbang lambung berkisar antara 7-8.Dalam pH ini hampir lebih dari 99%
warfarinberada dalam bentuk ionnya, sehingga dapatdipastikan warfarin akan susah terabsorpsimelalui
usus halus. Hal yang sebaliknya akanterjadi pada senyawa obat yang bersifat basa lemah.Pada gambar 2.8
menggambarkan ilustrasi difusisenyawa asam dan basa melintasi membrandipengaruhi oleh ionisasi di
kedua daerahmembran. Disamping faktor-faktor diatas, lajualiran darah di pembuluh-pembuluh kapiler
ditempat absorpsi juga merupakan salah satu faktor berpengaruh pada laju absorpsi suatu
xenobiotika.Laju aliran darah akan berpengaruh padaperbedaan konsentrasi xenobiotika di kedua
sisimembran. Pada awal absorpsi umumnyakonsentrasi xenobiotika di tempat absorpsi jauhlebih tinggi
ketimbang di sisi dalam membran(sebut saja dalam kapiler darah periper). Apabilalaju aliran pada
pembuluh darah kapiler tersebutrelatif cepat, maka xenobiotika akan dengancepat terbawa menuju
seluruh tubuh, sehinggapada tempat absorpsi, sehingga kesetimbangankonsentrasi antara tempat absorpsi
dan kapiler darah akan lebih lama tercapai dan terdapatperbedaan konsentrasi antar dua sisi yang
relatif besar. Difusi akan tetap berlangsung selama terdapat berbedaan konsentrasi antara kedua
sisimembran.

Anda mungkin juga menyukai