Anda di halaman 1dari 17

Acara V

DAGING
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
PENGETAHUAN BAHAN PANGAN
Disusun oleh:
Nama: Viola Aulia
NIM: 15.I1.0061
Kelompok : A5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2016
1. PENDAHULUAN

16

2. 1.1. Topik
Pada kloter A praktikum Pengetahuan Bahan Pangan dengan topik Daging
dilaksanakan pada hari Selasa, 24 Mei 2016 pada pukul 15.00 sampai 18.00 WIB di
Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan. Asisten dosen yang mengampu topik ini
adalah Rr. Panulu P. M. dan Tjoa, Magdalena Elsa Saputro. Percobaan-percobaan yang
dilakukan antara lain, uji biuret, uji perubahan pigmen daging, dan uji penyerapan air
daging. Uji tekstur daging meliputi uji fisik pada daging mentah dan daging yang diberi
perlakuan serta uji fisik pada daging mentah dan daging rebus.
3.
4. 1.2. Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui karakteristik daging baik
dari tekstur maupun warna melalui uji kuantitatif dan kualitatif, mengetahui pengaruh
perlakuan yang berbeda terhadap tekstur daging, mengetahui pengaruh perebusan
terhadap tekstur dan berat daging serta untuk mengetahui dan membandingkan
kandungan protein pada beberapa jenis daging.

5. HASIL PENGAMATAN
2.1. Uji Fisik pada Daging Mentah dan Daging yang Diberi Perlakuan
Hasil pengamatan uji fisik pada daging mentah dan daging yang diberi perlakuan dapat
diketahui pada Tabel 1.
Tabel 1. Uji Fisik pada Daging Mentah dan Daging yang Diberi Perlakuan
Ke
l
A1
A2
A3
A4
A5
A6

Bahan

Warna

Tingkat
Kebasahan

Elastisitas

Kekerasan

Hardness
(gf)

Daging ayam mentah


Daging ayam + Enzim
papain
Daging ayam + Enzim
bromelin
Daging sapi mentah
Daging sapi + Enzim
papain
Daging sapi + Enzim

++++

++

+++++

3472,6

+++++

+++

++++

+++

7017,4

+++

+++++

+++++

5555,8

++

+++

+++

++++

6884,2

++++

+++++

4440,7

+++

+++++

+++

++

6866,3

16

bromelin
Keterangan:
Warna:
+
: Sangat Gelap
++
: Gelap
+++
: Agak Gelap
+ + + + : Pucat
+ + + + +: Sangat Pucat

Kebasahan:
Sangat Kering
Kering
Agak Kering
Basah
Sangat Basah

Elastisitas:
Sangat Keras
Keras
Agak Keras
Kenyal
Sangat Kenyal

Kekerasan:
Tidak Keras
Kurang Keras
Agak Keras
Keras
Sangat Keras

Berdasarkan hasil pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa warna sangat pucat terdapat pada
daging ayam yang diberi enzim papain. Warna sangat gelap terdapat pada daging sapi
yang ditambah enzim papain. Pada tingkat kebasahan, daging ayam mentah tanpa
perlakuan apapun menjadi sangat kering, sedangkan ayam dan sapi yang ditambah
enzim bromelin menjadi sangat basah. Untuk elastisitas daging ayam mentah tanpa
perlakuan apapun keras, sedangkan daging ayam dengan enzim bromelin dan sapi yang
diberi enzim papain menjadi sangat kenyal. Kekerasan daging ayam dengan enzim
bromelin dan sapi yang diberi enzim papain menjadi tidak keras, sedangkan hasil keras
didapat pada daging ayam mentah tanpa perlakuan apapun. Daging dengan hardness
terbesar adalah pada daging ayam dengan enzim papain dan daging sapi mentah.
Sedangkan hasil hardness terkecil terdapat pada daging ayam dengan enzim bromelin
dan sapi sapi dengan enzim papain.
2.2. Uji Fisik pada Daging Mentah dan Daging Rebus
Hasil pengamatan uji fisik pada daging mentah dan daging rebus ditunjukkan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Uji Fisik Pada Daging Mentah dan Daging Rebus
Ke
l
A1

A2

A3

Bahan
Daging ayam
mentah
Daging ayam
rebus
Daging ayam
mentah
Daging ayam
rebus
Daging sapi
mentah
Daging sapi rebus

Warna

Tingkat
Kebasahan

Elastisitas

Kekerasan

Hardness
(gf)

+++

++

++

++++

6603,1

+++++

++

+++

6741,0

+++

+++

++

+++

6602,6

++++

+++

++

6651,0

++++

++

++

6970,3

+++++

++

+++

++++

7017,8

16

A4
A5
A6

Daging sapi
mentah
Daging sapi rebus
Daging sapi
mentah
Daging sapi rebus
Daging sapi
mentah
Daging sapi rebus

Keterangan:
Warna:
+
: Sangat Gelap
++
: Gelap
+++
: Agak Gelap
+ + + + : Pucat
+ + + + +: Sangat Pucat

++++

++++

7258,5

+++++

++

++++

6788,5

++++

++

++

6564,7

+++++

++

+++

+++

6393,3

++++

+++

+++

6205,5

+++++

++

+++

6587,4

Kebasahan:
Sangat Kering
Kering
Agak Kering
Basah
Sangat Basah

Elastisitas:
Sangat Keras
Keras
Agak Keras
Kenyal
Sangat Kenyal

Kekerasan:
Tidak Keras
Kurang Keras
Agak Keras
Keras
Sangat Keras

Berdasarkan Tabel 2 tersebut, dapat diketahui bahwa semua daging ayam baik mentah dan
rebus menghasilkan warna yang pucat hingga sangat pucat, sedangkan semua daging
sapi mentah berwarna sangat gelap maupun rebus menghasilkan warna yang sangat
pucat. Tingkat kebasahan semua daging ayam baik rebus maupun mentah adalah agak
kering hingga kering, daging sapi mentah adalah basah, dan daging sapi rebus adalah
kering. Elastisitas daging mentah dan rebus baik pada ayam maupun sapi adalah keras.
Kekerasan daging ayam dan sapi mentah adalah keras, sedangkan kekerasan
daging ayam dan sapi rebus adalah keras. Hardness pada daging mentah baik sapi dan ayam
lebih kecil daripada daging rebus, kecuali pada kelompok A3 dan A5 hardness pada
daging mentah baik sapi dan ayam lebih besar daripada daging rebus.
2.3. Uji Penyerapan Air
Hasil pengamatan uji penyerapan air pada daging dapat diketahui pada Tabel 3.
Tabel 3. Uji Penyerapan Air
Kel

Bahan

A1
A2
A3
A4
A5
A6

Daging ayam
Daging ayam
Daging ayam
Daging sapi
Daging sapi
Daging sapi

Berat Awal
(gram)
25
25
25
25
25
25

Berat Akhir
(gram)
17,54
18,00
17,23
12,38
12,28
11,50

16

Volume Air
Awal (ml)
200
200
200
200
200
200

Volume Air
Akhir (ml)
168,33
185,00
174,30
176,00
155,30
182,00

Berdasarkan hasil pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa berat akhir daging ayam lebih
besar daripada berat akhir daging sapi. Berat akhir terbesar adalah pada daging ayam
kelompok A2 dengan 18,00 gram. Berat akhir terkecil adalah pada daging sapi
kelompok A6 dengan 11,50 gram. Begitu juga dengan volume akhir air pada daging
ayam lebih besar daripada volume akhir air pada daging sapi. Hal tersebut dapat dilihat
dari volume akhir air terbesar pada daging ayam kelompok A2 dengan 185,00 ml dan
volume akhir air terkecil pada daging sapi kelompok A5 dengan 155,30 ml.
2.4. Uji Biuret
Hasil pengamatan uji biuret pada daging dapat diketahui pada Tabel 4.
Tabel 4. Uji Biuret
Kel

Bahan

Warna
Awal

Keterangan
Akhir

A1

Daging ayam
rebus

Bening Bening keunguan

A2

Daging ayam
rebus

Bening Ungu diatas, bening


dibawah

A3

Daging ayam
rebus

Bening Bening keunguan

16

A4

Daging sapi
rebus

Bening Bening keunguan

A5

Daging sapi
rebus

Bening Bening keunguan

A6

Daging sapi
rebus

Bening Bening keunguan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam Tabel 4, bahan yang digunakan adalah daging
ayam rebus dan daging sapi rebus. Pada uji biuret ini akan menghasilkan perubahan
warna. Cairan awal pada daging ayam maupun daging sapi rebus berwarna bening
dan berubah menjadi ungu muda bening.

2.5. Uji Perubahan Pigmen Daging


Hasil pengamatan uji perubahan pigmen daging pada daging sapi dan ayam dapat
diketahui pada Tabel 5.
Tabel 5. Uji Perubahan Pigmen Daging
0 menit
Kel
Bahan
L*
a*
b*
A1 Daging sapi
(plastik)
A2
Daging
ayam
(plastik)
A3 Daging sapi
-

16

L*
-

30 menit
a*
-

b*
-

L*
-

60 menit
a*
-

b*
-

A4
A5
A6

(platik)
Daging
ayam
(plastik)
Daging sapi
Daging
ayam

Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa percobaan tidak menghasilkan data karena alat
chromameter yang seharusnya digunakan tidak dapat digunakan atau rusak.
6. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini bahan yang digunakan adalah daging ayam dan daging sapi.
Percobaan yang dilakukan dalam praktikum ini adalah uji fisik pada daging mentah dan
daging yang diberi perlakuan, uji fisik pada daging mentah dan daging rebus, uji
penyerapan air, uji biuret dan uji perubahan pigmen daging.
3.1. Uji Fisik pada Daging Mentah dan Daging yang Diberi Perlakuan
Daging yang digunakan dalam percobaan uji ini adalah daging ayam dan sapi. Masingmasing daging tersebut diberi 3 macam perlakuan. Perlakuan daging mentah, daging
yang diberi enzim papain, dan daging yang diberi enzim bromelin. Daging yang diberi
enzim papain adalah daging yang dilumuri daun pepaya yang sudah dihaluskan dan
dibiarkan selama 30 menit, sedangkan perlakuan daging yang diberi enzim bromelin
adalah daging yang dilumuri buah nanas yang sudah dihancurkan dan dibiarkan juga
selama 30 menit. Kemudian daging diamati teksturnya secara organoleptik dan
kuantitatif dengan kriteria meliputi warna, tingkat kebasahan, elastisitas, kekerasan.
Terakhir, pengukuran tekstur juga dilakukan dengan menggunakan alat texture analyzer
untuk mendapatkan tingkat kekenyalan (springiness) dan kekerasan (hardness). Hal ini
didukung oleh pendapat Bourne (2002) bahwa texture analyzer adalah alat untuk
mengetes tekstur makanan.
Berdasarkan hasil pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa warna sangat pucat terdapat
pada daging ayam yang diberi enzim papain. Warna sangat gelap terdapat pada daging
sapi yang ditambah enzim papain. Pada tingkat kebasahan, daging ayam mentah tanpa

16

perlakuan apapun menjadi sangat kering, sedangkan ayam dan sapi yang ditambah
enzim bromelin menjadi sangat basah. Untuk elastisitas daging ayam mentah tanpa
perlakuan apapun keras, sedangkan daging ayam dengan enzim bromelin dan sapi yang
diberi enzim papain menjadi sangat kenyal. Kekerasan daging ayam dengan enzim
bromelin dan sapi yang diberi enzim papain menjadi tidak keras, sedangkan hasil keras
didapat pada daging ayam mentah tanpa perlakuan apapun. Daging dengan hardness
terbesar adalah pada daging ayam dengan enzim papain dan daging sapi mentah.
Sedangkan hasil hardness terkecil terdapat pada daging ayam dengan enzim bromelin
dan sapi sapi dengan enzim papain.
Berdasarkan hasil warna yang diperoleh, daging sapi memiliki warna agak gelap sampai
sangat gelap. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa warna daging sapi yang masih
segar adalah merah ungu gelap (Astawan, 2007). Sedangkan pada daging ayam warna
yang dihasilkan dari pucat hingga sangat pucat. Hal ini sesuai dengan teori Komariah,
(2005) bahwa warna daging ayam segar adalah putih keabuan, cerah, tidak memar atau
tidak berwarna gelap. Selain itu, warna dari daging ayam merupakan akibat dari
sejumlah pigmen tanaman yang dikonsumsi. Dengan adanya enzim papain dan enzim
bromelin dapat membuat warna daging menjadi lebih cerah. Penambahan enzim akan
memberi keuntungan yaitu memperbaiki warna daging (Anam, 2003). Namun, teori
tersebut berlawanan dengan hasil percobaan yang dilakukan. Karena warna daging
ayam menjadi sangat pucat setelah diberi enzim papain dan menjadi sangat gelap pada
daging sapi yang ditambah enzim papain. Pada awal pemotongan, warna daging
berwarna merah ungu gelap berubah menjadi terang (merah ceri) bila daging dibiarkan
terkena oksigen. Bila terkena udara, pigmen mioglobin akan teroksidasi menjadi
oksimioglobin yang menghasilkan warna merah terang. Oksidasi lebih lanjut dari
oksimioglobin akan menghasilkan pigmen metmioglobin yang berwarna cokelat.
Adanya warna coklat / kegelapan menunjukkan daging sudah terlalu lama terkena
oksigen Astawan (2007).
Pada tingkat kebasahan, daging ayam dan sapi yang ditambah enzim papain menjadi
sangat kering, enzim papain akan menyerap air pada daging dan menyebabkan daging
menjadi lebih kering . Sedangkan hasil agak kering pada daging yang ditambah enzim
bromelin bersifat sangat basah, daging yang diolesi oleh enzim bromelin akan memiliki
tingkat kebasahan yang lebih tinggi. Daging yang tidak basah dapat disebabkan karena

16

daging sudah tidak segar dan sudah cukup lama teroksidasi dan membuat daging
menjadi kering. Daging ayam mentah lebih kering dibandingkan dengan daging sapi
mentah. Menurut Yanti dkk (2008),bahwa daging yang mempunyai angka susut masak
rendah, memiliki kualitas yang baik karena kemungkinan keluarnya nutrisi selama
pemasakan juga rendah. Susut masak yang rendah menunjukkanbahwa kadar airnya
rendah.
Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai
katalis dan mampu mempercepat terjadinya proses reaksi tanpa habis bereaksi dalam
suatu reaksi kimia. Senyawa ini merupakan biokatalisator organik yang dihasilkan oleh
sel. Enzim papain dan enzim bromelin adalah jenis enzim proteolitik yang dapat
memecah protein sehingga berfungsi untuk proses pengempukan daging. Dalam
percobaan ini dihasilkan daging ayam dan sapi yang diberi enzim papain memiliki
elastisitas kenyal dan tidak keras. Hasil dengan enzim papain sesuai dengan teori,
sedangkan daging ayam dan sapi yang diberi enzim bromelin menjadi kenyal.
Kesesuaian ini menurut pendapat Anam (2003) adalah suatu keuntungan dalam
penggunaan enzim bromelin karena enzim tersbut memperbaiki keempukan
(tenderness) yang secara tidak langsung berhubungan juga dengan elastisitas daging
tersebut. Hal ini juga sesuai dengan teori McGee (2004), bahwa dengan adanya enzim
atau pemanasan akan menyebabkan daging menjadi lebih empuk.
Uji fisik terakhir pada percobaan ini adalah dengan menggunakan texture analyzer.
Keunggulan pengukuran menggunakan alat ini adalah hasilnya akan jauh lebih akurat
karena pengukuran bersifat objektif (Bourne, 2002). Kesesuain dengan alat ini dapat
dilihat dari hasil daging dengan springiness (tingkat kekenyalan) terbesar adalah pada
daging sapi dan ayam yang diberi enzim bromelin. Sedangkan hasil hardness terkecil
terdapat pada daging sapi dengan bromelin.
3.2. Uji Fisik pada Daging Mentah dan Daging Rebus
Daging yang digunakan dalam percobaan ini sama pada percobaan sebelumnya yaitu
daging ayam dan sapi. Perbedaannya, daging yang diuji masing-masing disediakan yang
mentah dan yang telah direbus selama 30 menit. Pengukuran tekstur yang dilakukan
pada percobaan ini juga sama dengan percobaan sebelumnya. Berdasarkan data hasil
percobaan, dapat diketahui bahwa semua daging ayam baik mentah dan rebus

16

menghasilkan warna yang sangat pucat, sedangkan semua daging sapi baik mentah
menghasilkan warna yang agak gelap dan rebus menghasilkan warna yang sangat
pucat. Tingkat kebasahan semua daging ayam baik rebus maupun mentah adalah agak
kering hingga kering, daging sapi mentah adalah basah, dan daging sapi rebus adalah
kering. Elastisitas daging mentah dan rebus baik pada ayam maupun sapi adalah agak
keras hingga sangat keras. Kekerasan daging ayam dan sapi mentah adalah cenderung
keras, sedangkan kekerasan daging ayam dan sapi rebus adalah agak keras. Hardness
pada daging mentah baik sapi dan ayam lebih kecil daripada daging rebus, kecuali pada
kelompok A3 dan A5 hardness pada daging mentah baik sapi dan ayam lebih besar
daripada daging rebus.
Menurut Astawan (2007), pigmen dalam daging sapi ini larut dalam air sehingga warna
daging setelah direbus berwarna putih/agak pucat dan air yang digunakan untuk
merebus menjadi keruh. Hal ini sesuai dengan hasil percobaan yang pada semua daging
ayam baik mentah dan rebus menghasilkan warna yang sangat pucat, sedangkan semua
daging sapi baik mentah maupun rebus menghasilkan warna yang agak gelap. Pada
proses pemanasan dapat membuat protein terdenaturasi dan membuat daging
mengalami perubahan fisik. Daging yang cukup dapat menimbulkan perubahan warna
menjadi putih, abu-abu, coklat. Variasi warna daging setelah pemasakan dapat
dikarenakan adanya hubungan antara faktor pengolahan, unsur kimia mioglobin, dan
waktu perubahan warna.
Tingkat kebasahan semua daging ayam baik rebus maupun mentah adalah agak kering
hingga kering, daging sapi mentah adalah basah, dan daging sapi rebus adalah kering.
Proses perebusan yang bersuhu tinggi akan menyebabkan perubahan daya ikat air
karena adanya solubilitas protein daging yang dapat menyebabkan protein terdenaturasi
dan menurunkan daya ikat air. Perbedaan DMA(Daya Mengikat Air) disebabkan oleh
perbedaan jumlah asam laktat yang dihasilkan, sehingga pH di antara dan di dalam otot
berbeda. Fungsi atau gerakan otot yang berbeda juga ikut mempengaruhi perbedaan
DMA karena perbedaan jumlah glikogen yang menentukan besarnya pembentukan asam
laktat dan penurunan pH bervariasi. Laju penurunan pH otot yang cepat akan
mengakibatkan DMA menjadi rendah (Soeparno, 2005). Oleh karena itu semakin
rendah persentase DMA dari sampel daging maka semakin tinggi kandungan H 2O dari
daging tersebut.

16

Soeparno (2005) berpendapat bahwa daging sapi dan ayam setelah mengalami
perebusan, teksturnya menjadi tidak elastis. Teori tersebut tidak sesuai pada hasil
elastisitas daging rebus baik pada ayam maupun sapi adalah keras. Hardness pada
daging mentah baik sapi dan ayam lebih kecil daripada daging rebus, kecuali pada
kelompok A3 dan A5 hardness pada daging mentah baik sapi dan ayam lebih besar
daripada daging rebus. Hasil ini sesuai dengan hasil hardness dalam penggunaan texture
analyzer, yaitu pada daging mentah baik sapi dan ayam lebih besar daripada daging
rebus. Pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan keempukan daging, dan kedua
pengaruh pemasakan ini tergantung waktu atau temperature.
Salah satu penilaian mutu daging adalah sifat keempukannya yang dipengaruhi oleh
banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging ada hubungannya dengan
komposisi daging itu sendiri, yaitu berupa tenunan pengikat, serabut daging, sel-sel
lemak yang ada diantaraserabut daging serta rigor mortis daging yang terjadi setelah
ternak dipotong. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging digolongkan menjadi
faktor antemortem (sebelum pemotongan) seperti genetik (termasuk bangsa, spesies,
dan status fisiologi), umur, manajemen, jenis kelamin, serta stres, dan faktor
postmortem (setelah pemotongan) yang meliputi metode chilling, refrigerasi,
pelayuan/pemasakan

(aging),

pembekuan

(termasuk

lama

dan

temperatur

penyimpanan), dan metode pengolahan (termasuk metode pemasakan dan penambahan


bahan pengempuk). Keempukan daging dapat diketahui dengan mengukur daya
putusnya, semakin rendah nilai daya putusnya, semakin empuk daging tersebut. Tujuan
dari tinjauan ini adalah memberikan informasi mengenai keempukan daging dan faktorfaktor yang mempengaruhinya (Tambunan, 2009)
3.3. Uji Penyerapan Air
Dalam uji penyerapan air, mula-mula disiapkan 3 buah daging yang masing-masing
beratnya 25 gram, kemudian direbus dalam 200 ml air mendidih sampai matang. Setelah
itu, dihitung berat daging dan volume air rebusan. Pada kelompok A1 sampai A3
menggunakan daging ayam, sedangkan kelompok A4 sampai A6 adalah daging sapi.
Hasilnya dapat diketahui bahwa berat akhir daging ayam lebih besar daripada berat
akhir daging sapi. Terbukti dari berat akhir terbesar adalah pada daging ayam kelompok
adalah pada daging ayam kelompok A2 dengan 18,00 gram. Berat akhir terkecil adalah
pada daging sapi kelompok A6 dengan 11,50 gram. Begitu juga dengan volume akhir air

16

pada daging ayam lebih besar daripada volume akhir air pada daging sapi. Hal tersebut
dapat dilihat dari volume akhir air terbesar pada daging ayam kelompok A2 dengan
185,00 ml dan volume akhir air terkecil pada daging sapi kelompok A5 dengan 155,30
ml. Hasil tersebut menunjukkan juga bahwa berat akhir daging yang telah direbus
menjadi lebih kecil, sedangkan volume akhir air juga menjadi lebih sedikit.
Hasil penyusutan berat daging ini sesuai dengan dasar teori yang mengatakan bahwa
pada proses pemasakan daging, daging mengalami perubahan yaitu protein serat otot
mengalami koagulasi dan daging akan mengkerut. Serta semakin tinggi suhu dan
semakin lama daging dipanaskan, maka koagulasi protein akan semakin intensif dan
berat daging akan semakin kecil (Soeparno, 2005). Hal ini juga didukung oleh teori
bahwa pada proses perebusan akan terjadi perubahan daya ikat air karena adanya
solubilitas protein daging dan suhu tinggi dapat menyebabkan protein terdenaturasi dan
menurunkan daya ikat air. Menurunnya daya ikat akan melepas kandungan air sehingga
keluar dari daging. Dari hal ini seharusnya volume air rebusan daging meningkat,
namun hasilnya tidak demikian. Hal ini terjadi karena banyak air yang menguap selama
proses pemanasan. Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat meningkatkan nilai
susut masak (Jamhari, 2000)
3.4. Uji Biuret
Pada uji biuret, pertama-tama bahan dihaluskan dan ditimbang sebanyak 25 gram,
kemudian dilarutkan dalam 50 ml aquades. Lalu dipanaskan dalam waterbath
selama 10 menit, kemudian daging dalam larutan bahan disaring menggunakan
kertas saring dan ditimbang kembali sebanyak 12,5 gram dan ditambah aquades
sebanyak 25 ml. Setelah itu larutan bahan dipanaskan kembali selama 10 menit
dalam waterbath kemudian disaring menggunakan kertas saring. Lalu, 2 ml cairan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambah 10 tetes NaOH 20% dan
10 tetes CuSO4 0,1% lalu digojok dan diamati warna yang terbentuk.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, cairan awal pada daging ayam baik mentah maupun
rebus berwarna bening dan berubah menjadi ungu muda bening. Warna cairan daging
sapi rebus berubah dari warna kuning muda keruh menjadi ungu bening, sedangkan
warna cairan daging sapi mentah berubah dari kuning bening menjadi ungu muda
bening. Warna ungu yang dihasilkan dalam uji biuret berarti positif mengandung

16

protein. Warna ungu diakibatkan protein banyak mengikat peptida.

Percobaan ini

membuktikan bahwa daging mengandung protein seperti teori bahwa dalam daging
terdapat protein, mineral, vitamin B kompleks, dan senyawa lainnya. Daging sapi hanya
mengandung sedikit protein dibandingkan daging ayam. Komposisi kimia daging terdiri
dari kadar air, protein dan kadar karbohidrat serta mineral yang ditentukan untuk nutrisi
dan umur ternak saat ternak masih hidup. (Soeparno, 2005). Hal ini juga didukung oleh
teori Feiner (2006) bahwa kandungan utama yang terdapat pada daging adalah protein.
7. KESIMPULAN

Warna dari daging sapi yang masih segar berwarna merah ungu gelap.

Warna daging ayam memiliki warna yang pucat.

Daging yang dibiarkan pada suhu ruang terlalu lama akan mengalami oksidasi
sehingga warna akhir daging menjadi lebih gelap.

Pemberian enzim bromelin dan enzim papain pada daging akan membuat daging
lebih empuk.

Tingkat kekerasan daging mentah lebih tinggi daripada daging rebus.

Perebusan mengakibatkan perubahan warna karena proses pemanasan dapat


membuat protein terdenaturasi dan membuat daging mengalami perubahan fisik.

Tingkat kebasahan daging rebus lebih rendah daripada daging mentah karena terjadi
penuruanan daya ikat air saat perebusan.

Pemanasan dapat menyebabkan koagulasi protein meningkat dan menyebabkan air


keluar dari daging sehingga berat daging menjadi lebih kecil.

Warna ungu pada uji biuret menandakan bahwa bahan positif mengandung protein.

Kandungan protein dalam ayam lebih besar daripada daging sapi.

Plastik dapat menghambat proses oksidasi antara daging dengan oksigen sehingga
dapat mempertahankan warna daging.

16

Semakin lama waktu penyimpanan daging, warna daging akan semakin gelap oleh
karena adanya proses oksidasi.

Semarang, 1 Juni 2016


Praktikan

Asisten Dosen:
-

Rr. Panulu P. M.

Tjoa, Magdalena Elsa Saputro

Viola Aulia
15.I1.0061
8. DAFTAR PUSTAKA
Anam, C., Nunuk Siti Rahayu, & M. Baedowi, & Anis Chamidah. (2003). Aktivitas
Enzim
Bromelin
terhadap
Mutu
Fisik
Daging.
(http://www.myfilehut.com/userfiles/53034/
Jurnal%
20A/012.%20Aktivitas
%20enzim%20bromelin%20terhadap%20mutu%20fisik%20daging.pdf.
Diakses
tanggal 26 Juni 2013)
Astawan, Prof. DR. Made. 2007. Mengapa Kita
(http://www.gizi.net diakses tanggal 29 Mei 2016)

Perlu

Makan

Daging.

Bourne, M.C. (2002). Food Texture and Viscosity Concept and Measurement Second
Edition. Academic Press. London.
Feiner, G. 2006. Meat Products Handbook: Practical Science and Technology.
Woodhead Publishing Limited. Cambridge.
Jamhari. 2000. Perubahan sifat fisik dan organoleptik daging sapi selama penyimpanan
beku. Buletin Peternakan Vol. 24 (1).
Komariah, Hj., MSi, dkk. 2005. Aneka Olahan Daging Sapi. Agromedia Pustaka. Bogor.
McGee, H. 2004. On Food and Cooking. The Science and Lore of The Kitchen.
Scribner. New York.

16

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan keempat. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Tambunan, R. D. 2009. Keempukan daging dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung.
Yanti, H., Hidayati, dan Elfawati. 2008. Kualitas daging sapi dengan kemasan plastik
PE (polyethylen) dan plastik PP (polypropylen) Di pasar arengka kota pekanbaru.
Jurnal Peternakan Vol 5 No 1 Februari 2008 (22 27)

9. LAMPIRAN
9.1.

GAMBAR

9.1.1. Uji Fisik pada Daging Mentah dan Daging yang Diberi Perlakuan

Gambar 1. Daging pada menit ke 0

Gambar 2. Daging pada menit ke 30

9.1.2. Uji Fisik Pada Daging Mentah Dan Daging Rebus

16

Gambar 3. Uji fisik pada daging mentah dan daging rebus

9.1.3. Uji Perubahan Pigmen Daging

16

Gambar 4. Uji perubahan pigmen daging


sapi kelompok A1

ayam kelompok A2

Gambar 6. Uji perubahan pigmen daging

Gambar 7. Uji perubahan pigmen daging


ayam kelompok A4

sapi kelompok A3

9.2.

Gambar 5. Uji perubahan pigmen daging

Gambar 8. Uji perubahan pigmen daging

Gambar 9. Uji perubahan pigmen daging

sapi kelompok A5

ayam kelompok A6

Laporan Sementara

16

Anda mungkin juga menyukai