Anda di halaman 1dari 12

TATALAKSANA HIPERKORTISOLISM (SINDROM CUSHING)

PENDAHULUAN
Hiperkortisolism adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan produksi
kortisol, atau dengan penggunaan berlebihan kortisol, atau hormon steroid lainnya.1
Sindrom cushing (Cushing syndrome) adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis
akibat meningkatnya kadar glukokortikoid (kortisol) dalam darah. 2 Sindrom cushing
muncul sebagai efek metabolik gabungan kadar glukokortikoid dalam darah yang
menetap. Kondisi ini dapat terjadi spontan akibat sekresi berlebih kortisol yang
berlebihan

pada

gangguan

aksis

hipotalamus-hipofisis-adrenal

atau

karena

penggunaan glukokortikoid jangka panjang (iatrogenik) atau karena tumor adrenal.


Kondisi hipersekresi ACTH oleh pituitary karena adanya adenoma disebut sebagai
penyakit Cushing (Cushings disease).2-4
Sindrom Cushing pertama kali diperkenalkan pada tahun 1932 oleh Harvey C.
Segala kondisi yang menyebabkan peningkatan sekresi hormon kortisol merupakan
penyebab terjadinya sindrom Cushing. Penyebab sindrom Cushing ini dapat berasal
dari eksogen dan endogen. Sindrom Cushing iatrogenik akibat pemberian glukortikoid
eksogen jangka panjang merupakan penyebab yang tersering sindrom Cushing.
Sindrom Cushing juga dapat disebabkan oleh penyebab endogen yaitu terjadi kelainan
pada sekresi kortisol dalam tubuh.2-4
Sindrom Cushing merupakan penyakit yang jarang terjadi, terutama pada anak.
Secara keseluruhan insidensinya hanya sekitar 2 hingga 5 kasus baru dalam 1 juta
orang per tahun, dan dari kasus baru tersebut insidensi pada anak hanya sekitar 10%.
Sama halnya pada kasus dewasa, sindrom Cushing lebih sering terjadi pada
perempuan.5
PATOFISIOLOGI
Corticotropin Releasing Hormone (CRH) merupakan hormon yang disintesis di
hipotalamus kemudian dibawa menuju hipofisis anterior dalam sirkulasi portal. CRH
akan menstimulasi pengeluaran ACTH oleh hipofisis anterior yang selanjutnya ACTH
akan menstimulasi korteks adrenal mensekresi kortisol (Hypotalamic-pituitaryadrenal axis (HPA) atau jaras HPA).3,4,6,7

Gambar 1. Mekanisme sistem regulasi hipotalamus-pituitari-adrenal


Sumber: Raff H, Findling J.6

Stress input dan daily rhythm input (siklus sikardian) yang mengawali jaras HPA
akan menuju ke nukleus paraventrikuler di hipotalamus, kemudian neuron
parvoseluler akan teraktivasi menghasilkan corticotrophin relasing hormone (CRH)
dan arginine vasopressin (AVP) yang selanjutnya akan memasuki sirkulasi portal
menuju ke hipofisis anterior. CRH dan AVP ini akan memengaruhi sel-sel
kortikotropik di hipofisis untuk mengeluarkan adrenocorticotrophic hormone
(ACTH). Kemudian hormon ini akan memasuki sirkulasi sistemik dan menstimulasi
korteks adrenal untuk memproduksi kortisol.3,4,6,7
Kortisol mempunyai efek biologis melalui reseptor glukortikoid dan terdeteksi
pada saliva dan urine. Kortisol disebut juga glukortikoid karena hormon ini
distimulasi oleh katabolisme lemak perifer dan protein yang digunakan untuk
pembentukan glukosa di hepar. Kortisol dapat menghambat sintesis dan sekresi CRH
dan ACTH melalui mekanisme umpan balik negatif. Kortisol juga memiliki efek
antiinflamasi dan dapat memodulasi stress input melalui hipokampus. Kortisol
dikeluarkan secara episodik, ritme utamanya adalah sikardian yaitu kadar kortisol

mencapai puncaknya pada jam 7-8 pagi dan mencapai titik nadir pada waktu tengah
malam. Perubahan atau tidak terdapatnya siklus sikardian ini dapat terjadi pada
sindrom Cushing. Pada sindrom Cushing, jaras HPA tersebut tidak dapat meregulasi
kelebihan sekresi ACTH dan kortisol sendiri tidak memiliki kemampuan sebagai
umpan balik negatif.3,4,7
Kortisol memiliki efek metabolik yang kuat pada banyak jaringan. Efek utama
pada hati sebagai hormon anabolik dan efek katabolik pada otot dan lemak, secara
keseluruhan efeknya meningkatkan kadar glukosa darah. Dan seperti halnya hormon
pertumbuhan, epinefrin dan glukagon, kortisol juga bersifat diabetogenik. Kortisol
bekerja kontra insulin pada jaringan perifer dengan menurunkan pengambilan glukosa
dan meningkatkan produksi glukosa dan pelepasannya melalui glukoneogenesis
dengan asam amino sebagai sumber primer.6,8 Sintesis dan pengeluaran kortisol oleh
zona fasikulata dan retikularis korteks adrenal diatur oleh ACTH. Peningkatan sekresi
ACTH akan meningkatkan pula sekresi kortisol melalui mekanisme aktivasi adenilat
siklase, meningkatkan aktivitas c-AMP dan protein kinase.7
KLASIFIKASI
Berdasarkan pengaruh hormon ACTH terhadap terjadinya hipersekresi kortisol maka
sindrom cushing dibagi menjadi dua jenis: (1) tergantung ACTH dan (2) tak
tergantung ACTH. Diantara jenis tergantung ACTH, hiperfungsi korteks adrenal
mungkin dapat disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofisis yang abnormal
berlebihan. Karena tipe ini mula-mula dijelaskan oleh Harvey Cushing pada tahun
1932, maka keadaan ini disebut penyakit Cushing. Pada 80% kasus ditemukan
adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH. Sedangkan 20% sisanya akibat
hiperplasia hipofisis kortikotrop. Pada kedua keadaan ini didapatkan sekresi berlebih
ACTH, hilangnya irama sirkadian normal pelepasan ACTH, dan hilangnya
sensitivitas sistem kontrol umpan balik pada tingkat kortisal dalam darah. ACTH juga
dapat disekresi berlebihan pada pasien-pasien dengan produksi hormon ektopik.
menyebabkan rangsang berlebih sekresi kortisol oleh korteks adrenal, secara sekunder
menekan pelepasan ACTH hipofisis. Sejumlah besar neoplasma dapat menyebabkan
sekresi ektopik ACTH. Neoplasma ini umumnya berkembang dari jaringan lapisan
neuroektodermal embrional (karsinoma sel paru-paru, karsinoid bronkus, timoma, dan
tumor sel-sel pulau di pancreas). Tumor ini mampu mensekresi CRH (corticotrophinreleasing hormone) ektopik, merangsang sekresi ACTH hipofisis, menyebabkan

terjadinya sekresi kortisol secara berlebihan oleh korteks adrenal. Berikut klasifikasi
sindrom cushing dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Sindrom Cushing
Tergantung ACTH
Cushing disease
Sindroma ACTH ektopik
Sindroma CRH ektopik

Tidak tergantung ACTH


Adrenal adenoma
Adrenal karsinoma
Hiperplasia adrenokortikal primer
- Macronodular adrenal hyperplasia
- Micronodular adrenal hyperplasia
- Abberant receptor expression
Penggunaan glukokortikoid eksogen

Sumber: Rajput R.9

DIAGNOSIS
Diagnosis sindrom Cushing, selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisis, umumnya
ditegakkan berdasarkan kadar kortisol yang tinggi dalam plasma dan urin. Beberapa
uji spesifik dapat dipakai menentukan irama sirkadian normal pelepasan kortisol dan
mekanisme pengaturan umpan balik yang sensitif. Tidak adanya irama sirkadian dan
berkurangnya atau hilangnya kepekaan sistem pengaturan umpan balik merupakan
ciri dari sindrom Cushing.10
Tabel 2. Manifestasi klinik Sindrom Cushing
Keluhan
Penambahan berat badan
Gagal tumbuh
Acne
Striae
Hirsutisme
Virilisasi
Letargi, depresi
Emosional (labil)
Nyeri kepala
Mudah lemab
Riwayat pada keluarga
Lentigines / freckles

Gejala
Auxology penurunan TB terkait peningkatan BMI
Perubahan pada wajah
Hipertensi
Purple striae
Hisutisme
Gangguan pubertas
Miopati
Osteoporosis
Timbunan lemak dorsocervical (Buffalo hump)
Lentigines / freckles (carney complex)

Sumber: Chan LF, dkk.10

Manifestasi tersering adalah obesitas tipe sentral (sentripetal), perubahan kulit,


akne, hirsutism, hipertensi, disfungsi gonad, kelemahan otot, dan gangguan sistem
saraf pusat dan psikologis.7-10
Jenis sindrom Cushing dengan sekresi ACTH yang berlebihan hipofisis atau
ektopik sering disertai hiperpigmentasi. Hiperpigmentasi ini disebabkan sekresi
peptida berkaitan dengan ACTH dan pemecahan fragmen-fragmen ACTH yang

mempunyai aktivitas melanotropik. Pigmentasi dijumpai baik pada mukosa maupun


kulit.6,8-11
Adenoma korteks adrenal dapat menimbulkan sindrom Cushing yang berat, tetapi
umumnya berkembang secara lambat, dan baru dapar didiagnosis setelah beberapa
tahun. Sebaliknya karsinoma korteks adrenal berkembang dengan cepat dan dapat
mengakibatkan metastasis dan kematian yang cepat.11
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Saat ini untuk menegakkan diagnosis sindrom Cushing pada anak masih mengikuti
algoritma yang digunakan untuk menegakkan diagnosis sindrom Cushing dewasa
meskipun terdapat perbedaan dalam hal patofisiologi dan epidemiologi sindrom
Cushing pada anak.12 Diagnosis sindrom Cushing memerlukan tiga tahapan yaitu :
kecurigaan berdasarkan pada tanda dan gejala pasien, ditemukan adanya
hiperkortisolemia dan menentukan penyebabnya. Langkah terakhir memerlukan
pengetahuan mengenai patofisiologi dan berbagai tipe sindrom Cushing.5
Untuk menegakkan diagnosis dan menentukan penyebab sindrom Cushing,
diperlukan pemeriksaan klinis serta serangkaian pemeriksaan laboratorium. Langkah
pertama pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk menguji apakah diagnosis
sindrom Cushing sudah benar. Ada beberapa pemeriksaan yang dapat digunakan
yaitu:
Pemeriksaan kadar kortisol plasma
Dalam keadaan normal kadar kortisol plasma sesuai dengan irama sikardian atau
periode diurnal yaitu pada pagi hari kadar kortisol plasma mencapai 5-35 Ug/dL (140160 mmol/L) dan pada malam hari turun menjadi kurang dari 50%. Bila pada malam
hari kadarnya tidak menurun atau menetap berarti irama sikardian sudah tidak ada,
dengan demikian sindrom Cushing sudah dapat ditegakkan. Namun pemeriksaan ini
tidak dapat ditegakkan pada anak yang kurang dari 3 tahun, karena irama sikardian
belum dapat ditentukan pada usia kurang dari 3 tahun. Pemeriksaan laboratorium
yang bisa dilakukan untuk skrining adalah:6-10
1. Pemeriksaan kadar kortisol pada urin 24 jam ditemukan meningkat, normal
kurang dari 135 nmol/24 jam)
2. Serum kortisol tengah malam normal < 193 nmol/L
3. Kortisol saliva normal kurang dari 2,8 nmol/L

Pemeriksan kadar kortisol bebas atau 17-hidroksikortikosteroid urine dalam 24


jam
Kortisol akan ditemukan dalam urine baik sebagai produk metabolit dari hepar
maupun hasil filrasi dari glomerulus. Pada sindrom Cushing kadar kortisol bebas dan
17-hidroksikortikosteroid dalam urine 24 jam meningkat. Pemeriksaan kadar kortisol
bebas ini memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi untuk menegakkan diagnosis
sindrom Cushing.2,6
Tes supresi adrenal (tes supresi deksametason dosis tunggal)
Deksametason 0,3 mg/m2 diberikan per oral pada pukul 23.00, kemudian pada pukul
08.00 esok harinya kadar kortisol plasma diperiksa. Bila kadar kortisol plasma kurang
dari 5 g/dl maka telah terjadi penekanan terhadap sekresi kortisol plasma dan
kesimpulannya normal. Pada sindrom Cushing kadar kortisol plasma lebih dari 5
g/dl.2,6
Pemeriksaan supresi deksametason dosis tinggi
Pemeriksaan ini ditujukan untuk membedakan sindrom Cushing yang disebabkan oleh
kelainan hipofisis atau non hipofisis. Deksametason per oral diberikan dengan dosis
20 mg/kg setiap 6 jam selama 2 hari berturut-turut. Kemudian diperiksa kadar kortisol
plasma, kadar kortisol bebas dan kadar 17-hidroksikortikosteroid dalam urine 24 jam.
Bila kadar kortisol plasma kurang dari 7 g/dL dan kadar kortisol bebas serta kadar
17-hidroksikortikosteroid turun sampai di bawah 50% maka telah terjadi penekanan
dan berarti terdapat kelainan pada hipofisis.2,6
Pemeriksaan kadar ACTH plasma
Pemeriksaan ini menggunakan alat yang dikenal sebagai immunoradiometric assay
(IRMA). Pemeriksaan ini ditujukan untuk membedakan sindrom Cushing tipe ACTHdependent dan ACTH-independent. Bila kadar ACTH kurang dari 5 pg/mL maka
penyebabnya adalah ACTH-independent. Bila kadar ACTH plasma lebih dari 10
pg/mL maka penyebabnya adalah tipe ACTH-dependent.2,6
Pencitraan diagnostik

Pemeriksaan radiografik hipofisis dan adrenal bertujuan untuk menentukan lokasi


penyebab primer. Pemeriksaan dengan sidik nuklir kelenjar adrenal, CT scan resolusi
tinggi pada kelenjar hipofisis dapat menunjukkan daerah penurunan / peningkatan
densitas yang konsisten dengan mikroadenoma pada sekitar 30% dari penderita. MRI
dengan kontras dapat memberikan temuan positif pada mayoritas penderita. CT scan
kelenjar adrenal biasanya menunjukkan pembesaran adrenal pada sindrom Cushing
tergantung ACTH dan massa adrenal pada pasien dengan adenoma atau karsinoma
adrenal.7,12
Sidik nuklir kelenjar adrenal dilakukan dengan pemberian kolesterol radioaktif
secara intravena. Kolesterol diberi label I131 diambil dan dikonsentrasikan oleh korteks
adrenal. Bayangan kelenjar adrenal dapat diperoleh dengan tehnik sidik dalam 3
sampai 7 hari setelah penyunyikan. Dengan teknik photoscanning adrenal dapat
diperoleh kesan pola yang normal, hyperplasia, adenoma atau karsinoma kelenjar
adrenal.7,12 Berikut algoritma penegakan diagnosis sindrom cushing dapat dilihat pada
gambar 2.

Gambar 2. Alur diagnosis sindrom cushing


Sumber: Melmed S, dkk.7

TATALAKSANA
Tatalaksana dari sindrom Cushing bertujuan untuk menghilangkan penyebab dari
produksi berlebih hormon adrenal. Prinsip dasar adalah menghilangkan lesi dasar
sehingga koreksi hipersekresi hormon adrenal tanpa menginduksi kerusakan pituitary
atau kelenjar adrenal, yang memerlukan terapi pengganti untuk defisiensi hormon. 2-4,6
Dengan demikian pada lesi adrenal primer, pilihan pertama adalah pembedahan.
Penyakit Cushing dapat ditatalaksana dengan langsung ditujukan pada pituitari
untuk mengontrol hipersekresi dari ACTH. Dan metoda yang memungkinkan
termasuk bedah mikro, terapi radiasi, dan inhibisi farmakologik sekresi ACTH.2-4,6
Pengobatan sindrom ACTH ektopik biasanya memungkinkan bila tumornya jinak
seperti karsinoid bronkial atau timus, pheocromccytoma. Terapi menjadi sulit bila
adanya metastase keganasan disertai hiperkortisolisme yang berat. Hipokalemi yang
berat memerlukan pengganti kalium dalam dosis tinggi. Obat yang memblokade
sintesis steroid juga bermanfaat namun dapat menyebabkan hipoadrenalisme.4
Pada penyakit Cushing, penggunaan medikamentosa seperti metyrapone dan
ketokonazol dapat diberikan untuk menurunkan kadar serum kortisol. Tetapi perlu
diingat, penggunaannya hanya untuk jangka pendek, tidak direkomendasikan untuk
jangka panjang.10
Adenoma adrenal berhasil diterapi dengan adrenalektomi unilateral. Penderita
diberikan terapi glukokortikoid selama dan sesudah pembedahan sampai kelenjar
adrenal yang tersisa berfungsi normal.4
Karsinoma adrenal memberikan hasil kurang menggembirakan karena biasanya
telah terjadi metastase saat diagnosis ditegakkan. Operasi jarang dilakukan namun
eksisi tumor dapat mereduksi massa tumor dan tingkat hipersekresi. Sekresi steroid
persisten setelah operasi menandakan residual atau metastase. Mitatone merupakan
obat terpilih namun efek samping terjadi pada 80% pasien berupa diare, mual,
muntah. Sekitar 70% pasien mengalami reduksi sekresi steroid namun hanya 35%
mengalami reduksi ukuran tumor.4
Transsphenoidal Surgery (TSS) atau teknik operasi trans-sfenoid dengan mikro
adenektomi selektif merupakan teknik yang kini diterima dalam tatalaksana Cushing.
Tujuan prosedur ini adalah untuk menyingkirkan jaringan mikro-adenoma dengan
tetap mempertahankan jaringan pituitari yang normal. Meski aman dan efektif, pada
anak dilaporkan tetap ditemukan komplikasi hipopituitarisme pasca tindakan.10,13,14

Radioterapi pituitari merupakan tatalaksana lini kedua yang efektif dalam


nenangani penderita dengan penyakit Cushing yang gagal dengan TSS. Dan pada
anak-anak, respon terhadap radioterapi ini jauh lebih baik dibanding dewasa dengan
lama terapi 0,8-1 tahun.10,13,14
Sebagai upaya terakhir bilamana tindakan-tindakan di atas tidak juga memberikan
efikasi yang baik, maka adrenalektomi bilateral dengan TSS ulangan adalah
pilihannya. Dan pilihan ini hampir selalu disetai dengan defisiensi pituitari yang
permanen.10,13,14
Terapi bedah dinilai cukup efektif untuk penyakit Cushing dengan angka
penyembuhan mencapai 80%, akan tetapi pada kasus penyakit Cushing yang persisten
pasca pembedahan ataupun pada pasien dengan komplikasi yang mengancam jiwa
misalnya hipertensi, psikosis, atau infeksi oportunistik, terapi medikamentosa dapat
dijadikan pilihan. Obat-obatan tersebut ada yang bekerja pada hipotalamus-hipofisis,
kelenjar adrenal dan reseptor glukortikoid di perifer.11
Selain tatalaksana etiologi, yang harus diingat pada anak-anak penderita Cushing
adalah adanya gangguan pertumbuhan. Anak dengan penyakit Cushing memiliki
pertumbuhan yang dibawah normal dan cenderung memiliki perawakan pendek,
meski sudah dilakukan tatalaksana etiologi. Hal ini dikarenakan adanya defisiensi dari
Growth Hormon (GH) atau akibat efek hiperkortisol kronik pada lempeng
pertumbuhan. Pendekatan yang dianjurkan adalah dilakukannya pemeriksaan kadar
GH pada 3 bulan pasca TSS atau segera setelah radioterapi selesai. Bila ditemukan
kadar GH <20mU/L, maka disarankan dilakukan terapi GH dengan dosis
0,025mg/kgBB/hari.10 Obat-obatan lain yang saat ini masih diteliti dan digunakan
untuk digunakan pada pengobatan sindrom cushing dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Obat-obatan yang digunakan untuk penyakit Cushing


Sumber: Praw SS, dkk.15

Kesimpulan
Sindrom Cushing merupakan suatu kondisi yang sulit dan membutuhkan
penatalaksanaan multidisiplin, dengan tim dari unsur dokter endokrinologis anak,
dokter bedah, onkologis, radiologis dan juga patologis. Meski tatalaksananya sulit,
tetapi secara umum, prognosis dari penyakit Cushing masih tergolong baik.
Optimalisasi dari pertumbuhan, pubertas dan kompoksisi tubuh pasca terapi penyakit
Cushing merupakan aspek yang sangat penting pada penderita anak. Diperlukan
penelitian lanjutan jangka panjang untku menentukan ada tidaknya komplikasi dalam
reproduksi dan fungsi neuropsikiatri terkait perjalan penyakit Cushing.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Legend C. Hypercortisolism. Thistle QA. 2009:1-3.


Batubara J. Korteks adrenal. In: Triadjaja B Pulungan AB, editor. Buku Ajar
Endokrinologi: IDAI; 2010. p. 278-84.
White PC. Cushing Syndrome. In: Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme JW, NF.
Schor, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia: Saunders; 2016. p.
2723-25.
Migeon CJ, Lanes R. Adrenal disorders and sexual development abnormalities.
In: F Lifshittz, editor. Pediatric endocrinology. New York: Informa Healthcare;
2007. p. 194-226.
Stratakis C. Cushing Syndrome in Pediatrics. Endocrinol Metab Clin North Am.
2012;41(4):793-803.
Raff H, Findling J. A Physiologic Approach to Diagnosis of the Cushing
Syndrome. Ann Intern Med. 2003;138:980-91.

7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Stewart PM, Newell-Price JD. The Adrenal Cortex. In: Melmed S, Polonsky KS,
Larsen PR, HM. Kronenberg, editors. Williams Textbook of Endocrinology. 13
ed. Philadelphia: Elsevier; 2016. p. 490-524.
Pivonello R. Cushing's syndrome. Endocrinol Metab Clin N Am. 2008;37:13549.
Rajput R. Cushing's syndrome - An update in diagnosis and management.
JIACM. 2013;13(3-4):235-41.
Chen LF, Storr HL, Grossman AB, Savage MO. Pediatric cushing's syndrome:
Clincal feature, diagnosis, and treatment. Arq Bras Endocrinol Metab.
2007;51(8):1261-71.
Keil MF. Quality of life and other outcomes in children treated for cushing
syndrome. J Clin Endocrinol Metab. 2013;98(7):2667-78.
Batista DL, Riar J, Keil M, Stratakis CA. Diagnostic test for children who are
referred for the investigation of cushing syndrome. AAP. 2007;120(3):575-86.
Lonser RR, Wind JJ, Nieman LK, Weil RJ, DeVroom HL, Oldfield EH. Outcome
of surgical treatment of 200 children with cushing's disease. J Clin Endocrinol
Metab. 2013;98:892-901.
Zada G. Diagnosis and multimodality management of cushing's disease: A
practical review. International Journal of Endocrinology. 2013:1-7.
Praw SS, Heaney AP. Medical treatment of cushing's disease: Overview and
recent findings. International Journal of General Medicine. 2009;2:209-17.

Anda mungkin juga menyukai