PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Keadaan dingin yang umum namun dipandang sebelah mata oleh manusia,
yaitu keadaan hipotermia. Hipotermia dapat terjadi tidak hanya pada suhu sekitar 0oC
atau di bawahnya tetapi juga dapat terjadi pada suhu di atas 10oC. Hipotermia
didefinisikan
homeothermic, suhu tubuh normal dipertahankan pada kisaran yang jauh lebih besar
daripada suhu lingkungan, yang mengawali terjadinya tingkat metabolisme dasar
untuk mempertahankan suhu tubuh normal. Ketika suhu tubuh menurun, perpindahan
panas akan diturunkan dengan vasokonstriksi dan piloereksi sebagai mekanisme
kontra-regulasi pertama. Secara bersamaan, produksi panas meningkat dengan
menggigil dan terjadi termogenesis kimiawi (Madea B, Tsokos M and Preub J, 2000).
Faktor risiko yang paling penting dan temuan postmortem karena hipotermia
sering dikaji dalam ilmu forensik. Baik faktor risiko eksternal dan internal biasanya
terjadi ketika paparan terhadap dingin yang dapat menyebabkan kematian. Faktor
eksternal antara lain alkohol dan obat-obatan psikis, juga rmenggunakan pakaian
yang ringan dan tipis dalam kondisi tubuh yang basah. Faktor internal yang penting
adalah kerampingan tubuh, kelelahan fisik dan trauma pada orang muda juga
penyakit degenerasi pada usia tua. Gejala yang disebabkan oleh dingin pada tubuh
adalah bervariasi (Hirvonen J,2000).
Diagnosis patologis karena hipotermia mungkin sulit dilakukan, karena suhu
tubuh pada saat kematian biasanya tidak ditemukan saat autopsi. Selain itu, ciri-ciri
morfologi belum dipahami dengan baik. Temuan makro dan mikromorfologi dalam
kasus-kasus kematian akibat hipotermia adalah tanda-tanda diagnostik yang masih
dipertanyakan. Pada tahun 1895 seorang petugas medis berasal dari Rusia, SM
Wischnewski, melaporkan beberapa lesi hemoragik yang dangkal dari mukosa
lambung dalam 91% dari kasus kematian akibat hipotermia. Sehingga penemuan
tersebut yang dikenal sebagai Wischnewsky spot dalam mukosa lambung telah
menjadi tanda kematian akibat hipotermia selama bertahun-tahun (Bright F, Winskog
C, and Byard RW 2013).
Al-Quran menegaskan bahwa manusia adalah mahluk yang mulia. Dengan
kemudian tersebut manusia harus diperlakukan secara terhormat dan adil, baik saat
hidup maupun mati, seperti ditegaskan dalam ayat :
Artinya :
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat (Q.S An-Nisa (4): 58).
1.2
Permasalahan
1. Bagaimanakah terjadinya hipotermia?
2. Bagaimanakah terbentuknya Wischnewski spot?
3. Bagaimanakah peran Wischnewski spot sebagai tanda kematian akibat
dari hipotermia?
4. Bagaimanakah pandangan Islam mengenai Wischnewski spot sebagai
tanda kematian akibat dari hipotermia?
5. Bagaimanakah hukum pengawetan jenazah menggunakan es menurut
ajaran Islam?
1.3
1.3.1
Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui Wischnewski spot sebagai tanda kematian akibat dari
Tujuan Khusus
1. Mengetahui terjadinya hipotermia.
2. Mengetahui terjadinya Wischnewski spot pada postmortem.
3. Mengetahui peran Wischnewski spot sebagai tanda kematian akibat
dari hipotermia ditinjau dari ilmu kedokteran khususnya forensik.
4. Mengetahui Wischnewski spot sebagai tanda kematian akibat dari
hipotermia menurut pandangan Islam.
5. Mengetahui hukum pengawetan jenazah menggunakan es menurut
ajaran Islam.
1.4
1.4.1
Manfaat
Bagi Penulis
Diharapkan skripsi ini dapat menambah pengetahuan penulis mengenai
Wischnewski spot sebagai tanda kematian akibat dari hipotermia ditinjau dari ilmu
Kedokteran dan Islam, juga sebagai pengalaman dalam meningkatkan ketrampilan
dalam menulis, berfikir logis dan aplikatif dalam memecahkan problem ilmiah dan
keIslaman.
1.4.2
Bagi Masyarakat
Penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan masyarakat tentang
Wischnewski spot sebagai tanda kematian akibat dari hipotermia ditinjau dari sudut
Kedokteran dan Islam sehingga dapat menjadi titik acuan minat masyarakat untuk
melakukan penelitian lebih mendalam dari bidang ilmu forensik.
BAB II
WISCHNEWSKIS SPOT SEBAGAI TANDA KEMATIAN AKIBAT
HIPOTERMIA DITINJAU DARI ILMU KEDOKTERAN
2.1
Hipotermia
Hipotermia adalah gangguan medis yang terjadi di dalam tubuh, sehingga
2.1.1
Klasifikasi Hipotermia
Hipotermia sering terjadi pada bayi baru lahir. Klasifikasi Hipotermia pada
bayi antara lain :
1 Hipotermi spintas.
Yaitu penurunan suhu tubuh 1-2oC sesudah lahir. Suhu tubuh akan menjadi
normal kembali setelah bayi berumur 4-8 jam, bila suhu ruang di atur sebaik-baiknya.
Hipotermi sepintas ini terdapat pada bayi dengan BBLR, hipoksia, resusitasi lama,
ruangan tempat bersalin yang dingin, bila bayi segera di bungkus setelah lahir
terlalucepat di mandikan (kurang dari 4 -6 jam sesudah lahir).
2. Hipotermi akut.
Terjadi bila bayi berada di lingkungan yang dingin selama 6-12 jam, terdapat
pada bayi dengan BBLR, diruang tempat bersalin yang dingin, inkubator yang cukup
panas. Terapinya adalah: segeralah masukan bayi segera kedalam inkubataor yang
suhunya sudah menurut kebutuhan bayi dan dalam kaadaan telanjang supaya dapat di
awasi secara teliti. Gejala bayi lemah, gelisah, pernafasan dan bunyi jantung lambat
serta kedua kaki dingin.
3. Hipotermi sekunder
Penurunan suhu tubuh yang tidak di sebabkan oleh suhu lingkungan yang
dingin, tetapi oleh sebab lain seperti sepsis, sindrom gangguan nafas, penyakit
jantung bawaan yang berat, hipoksia dan hipoglikemi, BBLR. Pengobatan dengan
2.1.2
Patofisiologi Hipotermia
Suhu tubuh merupakan besaran yang menyatakan ukuran derajat panas atau
dingin suatu benda. Untuk menentukan suhu tidak dapat menggunakan panca indera
(perabaan tangan), maka diperlukan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur
suhu yaitu termometer. Termometer dibuat berdasarkan prinsip perubahan volume.
Termometer yang berisi air raksa disebut termometer raksa, dan termometer yang
berisi alkohol disebut termometer alkohol (Alty J and Ford H, 2007).
Suhu tubuh dikendalikan oleh hipotalamus. Hipotalmus berusaha agar suhu
tetap hangat (36,5-37,5oC) meskipun lingkungan luar tubuh berubah-ubah.
Hipotalamus mengatur suhu dengan menyeimbangkan produksi panas pada otot dan
hati, kemudian menyalurkan panas pada kulit dan paru-paru. Sistem kekebalan tubuh
akan merespon apabila terjadi infeksi dengan melepaskan zat kimia dalam aliran
darah, dan merangsang hipotalamus untuk menaikan suhu tubuh dan menambah
jumlah sel darah putih yang berguna dalam melawan kuman (Alty J and Ford H,
2007).
Pengaturan temperatur/regulasi adalah suatu pengukuran secara komplek dari
suatu proses dari kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara
konstan.
digolongkan dalam
makhluk
berdarah
panas/homotermal dengan suhu lingkungan yang berubah. Hal ini karena ada
interaksi secara berantai yang aktivitasnya diatur oleh susunan saraf pusat yaitu
hipotalamus (Alty J and Ford H, 2007).
Faktor pencetus hipotermia menurut Depkes RI, 1992 :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
2.2
Faktor lingkungan.
Syok.
Infeksi.
Gangguan endokrin metabolik.
Kurang gizi
Obat-obatan.
Aneka cuaca
2.2.1
Wischnewski Spot
Diagnosis patologis karena hipotermia mungkin sulit dilakukan, karena suhu
tubuh pada saat kematian biasanya tidak ditemukan saat autopsi. Selain itu, ciri-ciri
morfologi belum dipahami dengan baik. Temuan makro dan mikromorfologi dalam
kasus-kasus kematian akibat hipotermia adalah tanda-tanda diagnostik yang masih
dipertanyakan (Kupkova B, 2007).
Gambar 2.1. Wischnewskis Spot dari mukosa lambung yang terlihat pada
kematian akibat hipotermia
(Kupkova B, et al.2007)
Pada tahun 1895 seorang petugas medis yang berasal dari Rusia, SM
Wischnewski, melaporkan beberapa lesi hemoragik yang dangkal dari mukosa
lambung dalam 91% dari kasus kematian akibat hipotermia. Sehingga penemuan
tersebut yang dikenal sebagai Wischnewsky spot. Selama bertahun-tahun
Wischnewski spot dalam mukosa lambung telah menjadi tanda kematian akibat
hipotermia (Bright F, Winskog C, and Byard RW 2013).
Gambaran Wischnewskis spot digambarkan pada membran mukosa perut
pada manusia yang telah meninggal akibat hipotermia, 5-100 perdarahan dapat
muncul. Ukurannya berkisar 0,5-1,0 cm, dengan bentuk bulat hingga oval. Kadangkadang berbentuk punctiform yang muncul 1-2 inci secara terpisah. Perdarahan ini
muncul sedikit di atas permukaan mukosa, bisa sangat mudah dihapus dan tidak
meninggalkan bentuk yang mencolok pada mukosa lambung (Bright F, Winskog C,
and Byard RW 2013).
Pada hipotermia, erosi yang terjadi biasanya dangkal dan sekitar 0,1-0,5 cm,
dalam baris dengan jarak yang sama, sehingga membentuk pola persegi panjang
dengan sudut ditandai dengan ulserasi (Birchmayer, 2000).
2.2.2
sering dikaji dalam ilmu forensik. Baik faktor risiko eksternal dan internal biasanya
terjadi ketika paparan terhadap dingin yang dapat menyebabkan kematian. Faktor
10
eksternal antara lain alkohol dan obat-obatan psikis, juga rmenggunakan pakaian
yang ringan dan tipis dalam kondisi tubuh yang basah. Faktor internal yang penting
adalah kerampingan tubuh, kelelahan fisik dan trauma pada orang muda juga
penyakit degenerasi pada usia tua. Gejala yang disebabkan oleh suhu yang dingin
pada tubuh cukup bervariasi (Hirvonen J,2000).
Patogenesis terjadinya Wischnewski spot sudah diteliti sejak lama. Telah
terbukti
bahwa
perdarahan
di
mukosa
lambung
yang
disebabkan
oleh
pembengkakan/edema dari bagian perut dengan rongga berbentuk baji yang diisi
dengan darah dari kapiler yang erosif sehingga membentuk Wischnewskys spot.
Selain itu dalam kasus hipotermia dipengaruhi oleh peran asidosis intraseluler dan
disintegrasi plasmolemma sel parietal dari lambung (Takada M, et al. 1991).
Terdapat penelitian lain tentang patogenesis terjadinya lesi Wischnewsky spot.
Lesi ini ditemukan pada lambung 15 dari 17 kematian akibat hipotermia. Kematian
terjadi pada berbagai suhu minimum (-2,4-20,4oC); lesi lambung tidak selalu
mencerminkan suhu yang tereksposur. Namun, semua korban yang terpapar suhu
lebih dari 10oC memiliki lesi yang parah. Pada suhu kurang dari 5oC, lesi lambung
yang parah terlihat pada korban yang lebih muda (berusia 43,2 tahun) dibandingkan
dengan lesi ringan (berusia 61,0 tahun). Temuan ini menunjukkan bahwa lesi
lambung dapat disebabkan oleh paparan suhu tersebut, di mana respon tubuh terhadap
stres dingin yang terus-menerus, atau sebagai akibat dari respon yang kuat terhadap
stres jangka pendek. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan temuan karakteristik
11
yaitu dilatasi kistik kapiler, karena reperfusi besar setelah hilangnya fungsional
mikrosirkulasi pada mukosa lambung (Takada M, et al. 1991).
Pada suatu penelitian lain, terdapat 14 laporan kasus kematian akibat
hipotermia dan mempelajari patogenesis terjadinya Wiscnewsky spot. Secara
makromorfologi, lesi pada Wischnewsky spot bervariasi dengan diameter 0,1-0,4 cm,
memiliki warna hitaman-kecoklatan dan muncul sebagian tinggi, terutama pada
puncak lipatan lambung. Secara histologi, tidak ada erosi pada mukosa lambung.
Dalam beberapa kasus, perdarahan dalam hubungannya dengan infark mukosa
diamati dalam kelenjar mukosa. Pemeriksaan imunohistokimia yang dilakukan
dengan menggunakan antibodi spesifik terhadap hemoglobin (Dako, Glostrup,
Denmark), hasilnya Wischnewsky spot immunopositif dengan antihemoglobin.
Mengenai patogenesis dan mekanisme patofisiologis yang mendasari
berkontribusi terhadap pengembangan Wischnewsky spot, terdapat hipotesis bahwa
terjadinya Wischnewskys spot yaitu pendinginan tubuh dalam pengaturan suhu yang
mengakibatkan perdarahan yang terbatas pada kelenjar lambung in vivo. Selanjutnya,
karena autolisis, eritrosit dihancurkan dan hemoglobin dilepaskan. Setelah paparan
dengan asam lambung, hemoglobin terhematinisasi, sehingga terlihat penampilan
kehitaman-coklat khas yang disebut dengan Wischnewskys spot tersebut (Tsokos M,
et al. 2006).
12
BAB III
PANDANGAN ISLAM TENTANG WISCHNEWSKIS SPOT SEBAGAI
TANDA KEMATIAN AKIBAT HIPOTERMIA
3.1
digunakan sebagai pengatur umatnya. Dalam hal ini penegak hukum dengan disertai
kesadaran seluruh warga negara tersebut. Al-Quran menegaskan bahwa manusia
adalah mahluk yang mulia. Dengan kemudian tersebut manusia harus diperlakukan
secara terhormat dan adil, baik saat hidup maupun mati, seperti ditegaskan dalam
ayat:
Artinya :
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat (Q.S An-Nisa (4): 58).
Untuk menyikap dan mengungkapkan kebenaran suatu obyek tertentu,
manusia memerlukan ilmu khusus yang terkait dengan obyek tertentu. Mengingat
keterbatasan manusia untuk dapan menguasai semua cabang ilmu pengetahuan, maka
13
diperlukan orang yang ahli di bidang ilmu tertentu untuk dapat menjawab persoalan
yang dihadapi. Hal ini sejalan dengan penegasan pada ayat Al-Quran :
Artinya
:
"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang
Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahu (Q.S. Al-Nahl (16):
43).
Peralatan modern terkadang sulit untuk membuktikan sebab kematian dan
identitas seseorang dengan hanya penyelidikan dari bagian tubuh manusia. Kesulitan
tersebut menjadi alasan untuk memperbolehkan pembedahan mayat dengan
memeriksa rahang bawah sebagai obyek penyidikan, karena dianggap sangat
dihajatkan dalam menegakkan hukum dan Jika kepentingan tersebut
berkaitan
dengan penegakkan hukum. Pada kaidah hukum Islam yang lain dinyatakan :
Artinya:
Tiada haram (bila) bersama darurat, dan tiada makruh (bila) bersama
dengan hajat (Teori Qawaid Al-fiqhiyah).
Dan juga berpegang pada kaidah hukum Islam yang terdapat pada :
Artinya :
14
15
Artinya:
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik
dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Q.s. Al-Isra (17:70)).
Ayat di atas menyebutkan bahwa dengan berbagai kesempurnaan yang telah
diberikan oleh Allah SWT, manusia adalah makhluk yang dimuliakan. Oleh karena
itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan kemuliaan tersebut manusia harus
diperlakukan secara terhormat dan adil, baik saat hidup maupun mati (Zuhroni,
2011).
Dengan kesempurnaan akal yang dimiliki manusia, untuk mengungkapkan
kebenaran dan ketidakbenaran dalam diri manusia di dunia, diperlukan berbagai
bidang ilmu pengetahuan. Karena adanya keterbatasan kemampuan yang dimiliki
oleh satu orang saja, diperlukan orang yang ahli dalam bidang tertentu untuk
menjawab persoalan yang muncul jika manusia tidak mengetahuinya sebagaimana
firman Allah SWT sebagai berikut (Zuhroni, 2011) :
16
Artinya:
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang
Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (Q.S. Al-Nahl (16:43)
Seperti halnya ilmu pengetahuan apapun yang membutuhkan ahli, maka ilmu
kedokteran forensik juga memiliki ahli dalam bidang tersebut. Sebagai upaya
pencarian kebenaran atau ketidakbenaran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan,
para ahli kedokteran forensik pun melakukan penelitian post mortem dengan
menggunakan mayat (Assegaf, 2004).
Acuan dalam Islam mengenai perintah untuk dilakukannya penelitian oleh
ahli kedokteran forensik menggunakan mayat antara lain adalahjanji Allah SWT yang
akan memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya di angkasa (ufuk) dan yang ada di
dalam manusia itu sendiri sebagai berikut (Zuhroni, 2011):
Artinya:
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami
di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi
mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa
sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (Q.S. Fussilat
(41:43))
Pengertian dalam diri manusia pada ayat di atas dan menurut para ulama di
dalam tubuh manusia ada nilai ilmu pengetahuan dan kebenaran untuk diteliti. Ayat
ini dapat dijadikan landasan untuk melakukan penelitian secara mendalam untuk
17
mempelajari lebih mendalam tentang struktur tubuh manusia, baik dari luar tubuh
maupun dalam (Zuhroni, 2011).
Ajaran normatif Islam menekankan perlunya mempelajari ilmu pengetahuan
termasuk ilmu kedokteran yang tujuannya untuk mencapai kemaslahatan hidup
manusia. Penelitian post mortem dengan menggunakan mayat akan memberikan
manfaat untuk masyarakat dalam hal mengenali penyakit, penyebab dan
penanganannya dengan meneliti penyakit yang ada pada mayat tersebut, yang sesuai
dengan firman Allah sebagai berikut (Rispler-Chaim, 1993; Burton et al., 2012):
Artinya:
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada
dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Q.S. Yunus
(10:57)
Dalam dunia kedokteran forensik terutama dewasa ini, para dokter melakukan
penelitian post mortem untuk mengetahui suatu penyakit yang belum diketahui
dengan sempurna selama penderita sakit. Ketika penderita sakit tersebut meninggal,
untuk tujuan penelitian kedokteran dipandang perlu melakukan penyelidikan yang
intensif terhadap mayatnya guna memastikan jenis penyakit tersebut, penyebabnya
dan cara mengatasinya sehingga dapat membantu untuk pencegahan dan pengobatan
dalam masyarakat di kemudian hari (Zuhroni, 2011 ; Assegaf, 2004).
18
3.2
19
mengigat perkembangan ilmu pengetahuan di abad yang serba canggih dan modern
sekarang ini.
Pengawetan adalah segala perlakuan yang dilakukan terhadap sesuatu agar
sesuatu itu menjadi tahan lama dan tidak mudah busuk atau rusak.
Islam menganjurkan umatnya untuk menghargai sesama manusia, karena
Allah sendiri telah memuliakannya, sebagai mana firman Nya yang ada dalam AlQuran yang berbunyi sebagai berikut. Allah SWT berfirman :
Artinya:
Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak Adam dan telah kami telah
menempatkan mereka didarat dan dilaut dan kami berikan kepada mereka
rizki yang baik-baik, kami lebihkan mereka dari kebanyakan makhluk
kelebihan yang sempurna(Al-Isra {17}:70).
Artinya :
..Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu(Al-Baqarah{2}:185).
21
Berdasarkan ayat tersebut jelaslah bahwa hukum Islam itu mudah dan luas,
islam tidak memerintahkan umatnya melakukan suatu kewajiban kecuali menurut
kemampuannya yang ada pada dirinya.
Allah SWT berfirman :
Artinya :
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging
babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.
Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang(AlBaqarah{2}:173).
Ada ayat di atas dijelaskan bahwa Allah tidak memberikan beban kecuali
menurut kemampuan yang ada pada diri kita sendiri, bahkan jika sudah darurat, yang
harampun boleh dilakukan dan hadist riwayat Imam Malik yang berbunyi sebagai
berikut karena kemudharatan itu dapat membolehkan yang haram.
Berarti dapat disimpulkan dalam keadaan terpaksa (darurat) atau karena ada
suatu kepentingan yang tidak boleh tidak dilakukan terhadap mayat tersebut maka
pengawetan mayat seperti dengan menggunakan es itu dibolehkan, sebab tanpa
diawetkan mayat akan membusuk sehingga tidak bisa digunakan untuk penelitian.
Ilmu kesehatan sangat membutuhkan dan memerlukan untuk ilmu urai tubuh dan
praktek-praktek kesehatan lainnya yang tidak mungkin dilakukan pada manusia yang
masih hidup. Salah satu jalan yang mudah pada saat sekarang yang modern dan serba
22
canggih dan dianggap sangat mutakhir adalah melakukan pengawetan mayat terutama
dengan menggunakan es, lalu digunakan untuk keperluan yang dimaksud.
Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda:
Memecahkan tulang (merusak) mayat itu dosanya itu sama dengan merusak
(memecahkan)nya di waktu hidup. (H.R. Muslim)
Sabda Rasulullah tidak boleh menganiaya dan tidak boleh juga di aniaya (H.R.
Imam Malik).
Pendapat Ulama Tentang Pengawetan Jenazah
Dr Muslim Ibrahim, MA Berpendapat: Sebenarnya pengawetan
mayat itu tidak dibenarkan oleh syariat Islam karena bertentangan
dengan zhahir nash dan bertentangan pula dengan ketentuanketentuan syariat, yaitu di jadikan untuk di selesikannya dengan cara
yang patut. Tetapi tujuan pengawetan mayat untuk penelitian ilmiyah
maka syaramembolehkannya, ini dipandang dari segi masalah
mursalah, serta mengingat pentingnya ilmu pengetahuan bagi
manusia.
23
25
BAB IV
KAITAN PANDANGAN ILMU KEDOKTERAN DAN ISLAM TENTANG
WISCHNEWSKIS SPOT SEBAGAI TANDA KEMATIAN AKIBAT
HIPOTERMIA
26
27
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1) Hipotermia terjadi akibat penurunan suhu karena tubuh tidak mampu
memproduksi panas untuk menggantikan panas tubuh yang hilang dengan
cepat. Kehilangan panas karena pengaruh dari luar seperti air, angin, dan
pengaruh dari dalam seperti kondisi fisik.
2) Terjadinya Wischnewskys spot yaitu pendinginan tubuh dalam pengaturan
suhu mengakibatkan perdarahan yang terbatas pada kelenjar lambung in vivo
Selanjutnya, karena autolisis, eritrosit dihancurkan dan hemoglobin
dilepaskan.
Setelah
paparan
dengan
asam
lambung,
hemoglobin
28
Saran
1) Peneliti agar dapat melakukan penelitian lain tentang postmortem terutama
pakibat hipotermia.
2) Sebaiknya pemerintah melakukan pengawetan mayat terutama menggunakan
es guna penelitian ilmiah tetap dilakukan demi kemajuan ilmu pengetahuan
ilmu urai tubuh (anatomi) karena Islam juga menganjurkan umatnya untuk
menuntut ilmu, akan tetapi menimbang dalam Islam mengharuskan kita
menghormati mayat dan tidak menganiayanya maka pengawetan mayat guna
penelitian Ilmah harus dilakukan dengan cara yang baik dan sesuai hukum
Islam atau syariat Islam yang ada.
29
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Terjemahnya (2004). Departemen Agama Republik Indonesia. Jakarta.
Assegaf, Toha. Ketika Nabi Sakit. 2004. Jakarta : Sabilli Publishing
Birchmeyer MS, Mitchell EK (2000). Wischnewski revisited The diagnostic value of
gastric mucosal ulcers in hypothermic deaths.
Bright F, Winskog C, and Byard RW (2013). Wischnewski spots and hypothermia:
sensitive, specific, or serendipitous? Forensic Sci Med Pathol. p.9:8890.
Hirvonen J (2000). Some Aspects on Death In The Cold And The Concomitant
Frostbites. Int J Circumpolar Health. p.59(2):131-6.
Hottmar P, Hejna P (2005). Death due to fatal hypothermia in victims dissected in
Department of Forensic Medicine in Hradec Krlov between 1992-2003.
Soud Lek. ;50(3):38-41.
Idries AM, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Binarupa Aksara, Jakarta, 2011.
Jackson, Andrew R.W. et al. 2008. Forensic Science Second Edition. England:
Pearson Education.
Kupkova, B, et al (2007). Involvement due to severe stomach
hypothermia in avalanche victims. Folia Gastroenterol Hepatol. P. 5; 2 .
Madea B, Tsokos M and Preub J (2000). Death due to Hypothermia. Institute of
Forensic Medicine.
Preuss J, Thierauf A, Dettmeyer R, Madea B (2007). Wischnewskis Spot In An
Ectopic Stomach. Forensic Sci Int. p 169(2-3):220-2.
Sampurna, Budi. 2003. Kedokteran Forensik, Ilmu dan Profesi. Di:
http://staff.ui.ac.id/internal/130810266/material/INTRODUKSIKEDOKTER
ANFORENSIK.pdf
Takada M, Kusano I, Yamamoto H, Shiraishi T, Yatani R, Haba K (1991).
Wischnevsky's gastric lesions in accidental hypothermia. Am J Forensic Med
Pathol. 12(4):300-5.
30
Tsokos
31