Anda di halaman 1dari 12

CT enteroklisis : sebuah telaah sistematis

Abstrak
CT enteroklisis dilakukan secara rutin untuk evaluasi kecurigaan gangguan usus
halus. Ketersediaan CT scan multidetektor meningkatkan penggunaan enteroklisis.
CT enteroklisis dapat mendeteksi kelainan patologis dinding usus halus, terutama
dengan menggunakan kontras negatif. Kami membahas teknik CT enteroklisis dan
gambaran patologis usus halus yang sering dijumpai.
Kata kunci
Computed Tomography, enteroklisis, Chrons disease, Small bowel obstruction,
Small bowel neoplasm
Pendahuluan
Usus halus merupakan satu satunya bagian sistem gastrointestinal yang tidak dapat
diakses dengan endoskopi. Usus halus yang panjang membuatnya sulit untuk
dilakukan pemeriksaan yang baik dan lengkap. Pada orang dewasa, jarak rata rata
usus halus adalah 600 cm (260-800 cm).
Pada umumnya, barium meal follow through (BMFT) digunakan untuk mengevaluasi
keseluruhan usus halus, tapi kurang nyaman bagi pasien untuk meminum barium
dalam jumlah yang cukup banyak untuk menimbukan opasitas pada seluruh usus
halus. BMFT tidak dapat memberikan informasi ekstaluminal, memakan waktu yang
lama dikarenakan pasien harus menunggu kontras barium sampai di iliocecal
junction. Meski terdapat keterbatasan, BMFT masih banyak dipakai karena mudah
dilakukan, biaya terjangkau dan tidak rumit.
Barium enteroklisis konvensional memiliki keakuratan dan reabilitas yang tinggi
untuk mengevaluasi usus halus, tapi karena bersifat invasif, tingkat kenyamanan
pasien lebih rendah dibandingkan BMFT. Selain itu, dokter pemeriksa dan pasien
akan terpapar dengan dosis radiasi yang tinggi; dan hanya informasi tidak langsung
tentang struktur usus halus yang dappat diperoleh. Pemeriksaan ini masih
menggunakan modalitas dua dimensi dan sangat sulit untuk menilai usus halus
yang saling overlapping.
Penemuan CT scan pada tahun 1980an membawa revolusi dalam pencitraan
abdomen. Tidak hanya usus, namun stuktur ekstralumen dan organ intraabdomen
dapat dievaluasi pada satu pemeriksaan CT. Studi komparative antara BMFT dan CT
scan menunjukkan superioritas CT untuk menunjukkan kelainan usus halus dan
ekstralumen. Namun pada pelaksanaannya, usus yang kurang terdistensi akan
menjadi masalah karena kelainan dinding usus dan perubahan mukosa usus dapat
terlewatkan.
CT enteroklisis adalah sebuah teknik pencitraan yang ditujukan untuk mempelajari
usus halus dengan menggabungkan teknik ekteroklisis dan CT helikal, oleh karena
itu dapat memberikan gambaran kelainan mukosa dan dinding usus dan fistula
maupun permasalahan klinis lainnya.

Bahan dan metode


Persiapan pasien
Pasien sebaiknya mengkonsumsi makanan rendah serat sehari sebelum
pemeriksaan dan tidak mengkonsumsi makanan/minuman pada hari pemeriksaan.
Obat pencahar dapat diberikan sehari sebelum pemeriksaan untuk menghindari
distensi colon oleh fecal material. Sedasi tidak diperlukan, kecuali pada pasien
dengan anxietas, perlu diberikan sedasi (oral diazepam).
Teknik dan protokol pemeriksaan
CT enteroklisis dilakukan dengan menggunakan multislice CT (64 slice) untuk
menghasilkan rekonstruksi multiplanar yang baik. Pada pusat studi kami, CT
enteroklisis dilakukan dengan tegangan puncak 120 kVp da 120 mAs dengan
ketebalan rekonstruksi 3 mm. Kontras media non ionik intravena (65-70 ml)
diberikan dengan kecepatan pemberian 2.5 ml/s. Kami menggunakan 1.5-2.0 liter
metilselulosa sebagai kontras agen oral (enterik). Pengambilan gambar dilakukan
pada fase vena porta (75-90 detik setelah pemberian kontras intravena) untuk
mendapatkan penyangatan dinding usus yang cukup baik. Scan polos dilakukan
setelah pemberian kontras oral untuk melihat adanya pengembangan sistema usus
yang cukup. Jika pengembangan sistema usus dirasa kurang, pasien diberikan
tambahan metilselulosa. Pemeriksaan CT scan polos sangat berguna untuk
mengetahui adanya abormalitas dan sebagai pembanding hasil CT scan setelah
injeksi kontras intravena. Pengembangan usus yang baik adalah suatu keharusan
dalam melakukan CT enteroklisis, pengembangan sistema usus dianggap optimal
apabila diameter jejunum > 3 cm dan ileum > 2,5 cm.
Bahan kontras
Untuk menampilkan opasitas usus, kita dapat menggunakan :

Agen kontras netral : air, metilselulosa (abnormalitas mukosa dan dinding


usus dapat terlihat baik). Manitol juga dappat dipergunakan. Volume bahan
kontras media dalam jumlah besar akan dieliminasi melalui rectum sebelum
terjadi absorbsi yang cukup. Kelemahan penggunaan air adalah air dapat
diabsorbsi dengan cepat dan kurang menimbulkan distensi usus. Lesi pada
sistema usus akan makin terlihat jelas setelah pemberian kontras intravena
ketika kontras enterik netral diberikan.
Agen kontras negatif : udara (digunakan untuk memvisualisasi gaster,
duodenum dan colon). Tidak dipergunakan secara rutin.
Agen kontras positif : larutan barium sulfat atau bahan kontras oral
(dipergunakan pada kasus perforasi, obstruksi ringan atau saat terdapat
kontraindikasi pemakaian bahan kontras intravena).

Kami menggunakan metilselulosa secara rutin karena metilselulosa memberikan


distensi usus yang baik dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan air.
Glukagon intravena diberikan pada pasien saat pemeriksaan menggunakan air,
karena glukagon dapat mengurangi peristaltik usus. Media kontras non ionik dipakai
saa pemberian injeksi kontras intravena.

Prosedur
1. Fase fluoroskopi : dengan panduan fluoroskopi, ujung kateter nasojejunal
diposisikan pada sisi kiri vertebra (kurang lebih pada fleksura duodenojejunal
atau lebih).
2. Fase CT : setelah kateter nasojejunal terpasang, pasien dipindahkan ke ruang
CT. Bahan kontras enterik dimasukkan baik dengan menggunakan pompa
dengan tekanan terkontrol ataupun injeksi tangan (150-200 ml/menit). Scan
polos dilakukan setelah pemberian kontras oral untuk melihat adanya
pengembangan sistema usus yang cukup. Kontras media non ionik intravena
(65-70 ml) diberikan dengan kecepatan pemberian 2.5 ml/s dan dilakukan
pengambilan gambar pada fase vena porta (75-90 detik setelah pemberian
kontras intravena).
Berbagai macam tipe kateter dapat digunakan, misakan kateter enteroklisis (12F
atau 13F), Bilbao-Dotter tube, Nolan tube dengan kombinasi pompa dan berbagai
macam jenis kateter nasojejunal lainnya.
Terdapat beberapa kesulitan yang sering dijumpai dalam pemasangan kateter
nasojejunal. Dapat terjadi kesulitan saat pemasangan melewati regio fundus dan
pilorus gaster. Pemberian metoclopramide 10 mg per oral 20 menit sebelum
tindakan atau pemberian dengan intravena sesaat sebelum pemasangan kateter
dapat membantu mempermudah proses pemasangan. Kesulitan lain yang ditemui
pada tindakan CT enteroklisis adaah distensi ileum yang tidak adekuat. Ha ini dapat
diatasi dengan memposisikan pasien pronasi atau menggunakan alat kompresi
tertentu.
Indikasi
Indikasi pemeriksaan CT enteroklisis antara lain : penyakit Chron / penyakit
inflamasi, obstruksi/striktur usus letak tinggi, penyakit infeksi, keganasan usus
halus, perdarahan gastrointestinal, adesi (viseral dan parietal) dan kelainan lainnya
Penyakit Crohn
Penyakit Crohn adalah penyakit granulomatosa transmural saluran pencernaan
dengan keterlibatan ekstraintestinal. Penyakit Crohn aktif dan kronik dan beserta
komplikasinya dapat ditampilkan sempurna dengan CT enteroklisis
Gambaran penyakit Crohn aktif antara lain penebalan dinding usus besar,
penyangatan berlebih mukosa (Gambar 1). [Penyangatan berlebih mukosa
didefinisikan sebagai atenuasi berlebih pada dinding usus besar dibandingkan
dengan atenuasi dari dinding usus halus], hyperemia (target appearance) (Gambar
2), proliferasi jaringan fibrous dan lemak (gambar 3) dan vasa recta yang prominen
(Comb sign). Target sign terjadi karena penyangatan lapisan mukosa, muskularis
dan serosa yang disertai adanya atenuasi rendah diantara lapisan yang mengalami
atenuasi karena adanya submucosal edema. Target sign merupakan gambaran dari
adanya inflamasi. Diantara temuan CT enteroklisis, penyangatan mukosa
merupakan temuan dengan sensitivitas tertinggi (80%) ada penyakit aktif.

Komplikasi penyakit Crohn antara lain abses, fistula / sinus (Gambar 4) dan striktur
(Gambar 5) yang dapat diamati pada CT enteroklisis. Proliferasi fibrofatty
mesenterika merupakan tanda patognomonis penyakit Crohn dan mudah terlihat
pada pemeriksaan CT. Fistula tampak seperti jalur / trek dengan penyangatan
berlebih yang berasal dari usus yang terhubung ke struktur di sekitarnya. Sinus
menyerupai fistula, namun jalur / traknya tidak terhubung dengan struktur di
sekitarnya dan jalur / trak tersebut buntu / membentuk kantong, Abses merupakan
koleksii cairan ekstralumen penyangatan dan dengan batas tegas. Phlegmon
merupakan massa ekstraenterik dengan atenuasi cairan dan jaringan lunak tanpa
batas yang tegas. Striktur tampak sebagai segmen pendek, fokal yang tidak
mengalami distensi dengan atau tanpa dilatasi segmen usus proksimalnya. Seluruh
bagian system gastrointestinal dapat terlibat, bias berupa area multiple dan skip
lession.
Penyakit infeksi
Salah satu infeksi patologis tersering dari usus halus adalah tuberculosis, temuan
CT scan tersering adalah penebalan dinding usus, terutama di ieum terminal,
dengan atau tanpa disertai asites. Striktur dapat terlihat pada usus halus dengan
atau tanpa adanya keterlibatan ileocecal junction (Gambar 6). Striktur dapat soliter
ataupun multiple. Keterlibatan organ organ lain, missal : granuloma hepar dan lien,
nodul omentum / peritoneum, limpadenopathy dapat terlihat (Gambar 7). Proliferasi
fibrofatty mesenterika ang tampak jelas pada penyakit Crohn tidak ditemukan pada
tuberculosis.
Obsruksi usus halus / striktur
Adesi merupakan 60-80% penyebab kasus obstruksi dan dapat terlihat jelas dengan
CT enteroklisis Temuan yang menunjukkan adanya striktur antara lain : fiksasi dan
deformitas loop usus halus dengan mengecilnya ukuran lumen dan penebalan
dinding usus. Informasi mengenai jumlah dan panjang striktur dapat diperoleh
melalui CT enteroklisis (Gambar 5), dan membantu dalam memberikan keputusan
medis yang tepat dalam terapi pasien. CT enteroklisis berguna pada kasus dengan
kecurigaan obstruksi usus halus berulang, pada kasus tersebut perlu dilakukan tes
uji volume untuk menegakkan diagnosis. CT enteroklisis sangat akurat dalam
mendiagnosis obstruksi parsial berat usus halus.
CT enteroklisis berguna ketika mengalami kesulitan dalam menentukan zona
transisional pada pemeriksaan ct scan pada kasus obstruksi berulang hinggal
obstruksi parsial ringan usus halus. Pada pemeriksaan CT enteroklisis perlu
dipertimbangkan tes uji volume pada proksimal bagian yang dicurigai mengalami
obstruksi, uji ini dapat membantu menentukan zona transisional dan membuat
diagnosis. Jika obstruksi bukan merupakan obstruksi berat, pengambilan gambar 3
dan 14 jam setelah pemeriksaan perlu dilakukan.
Neoplasma usus halus
Tumor usus halus relative jarang dan menimbulkan keluhan non spesifik seperti
nyeri, perdarahan, anoreksia, penuruna berat badan dan terkadang obstruksi.

Adenokarsinoma merupakan tumor tersering pada usus halus, diikuti tumor


karsinoid, limfoma dan GIST. CT scan mampu mendeteksi 90 persen abnormalitas
usus halus yang terkait dengan tumor. CT enteoklisis dengan distensi usus yang
sempurna lebih superior dibandingkan dengan CT konvensional untuk
memperlihatkan lesi mukosa dan dinding usus (Gambar 9). Luasan lesi dan
komponen lesi yang intra maupun extraluminal dapat terlihat jelas dengan CT
enteroklisis.
Distensi usus yang cukup dengan menggunakan kontras media negative dapat
memberikan visualisasi yang baik. Romano et al, menyimpulkan bahwa
multidetektor CT enteroklisis dengan kontras intravena dan kontras enteric netral
sangat reliabel dalam mendiagnsosi keganasan neoplasma.
Perdarahan Saluran cerna yang tidak jelas (Obsecure Gastrointestinal Bleeding)
Didefiniskan sebagai perdarahan yang terjadi pada saluran cerna saat endoskopi
saluran cerna atas dan bawah memberikan hasil negative (tidak menunjukkan
adanya perdarahan). CT enteroklisis bukan merupakan modalitas utama untuk
diagnosis perdarahan gastrointestinal, tapi pada beberapa kasus CT enteroklisisi
dapat memberikan gambaran penyebab perdarahan (Gambar 10). Kebanyakan
radiolog melakukan CT scan pada fase arteri dan vena porta ketika memeriksa
pasien dengan kecurigaan perdarahan gastrointestinal dan selanjutnya diikuti
dengan fase delay juka memungkinkan. Pada fase arteri kita dapat melihat drainase
vena dan pada fase vena porta kita dapat melihat dengan lebih jelas penyangatan
dinding usus dan keganasan.
Beberapa penyebab dari perdarahan saluran cerna adalah angiodysplasia,
keganasan, ulserasi usus halus, divertikel, vasculitis dan diverticulum Meckel.
Angiodisplasia merupakan penyebab umum dari perdarahan GI yang tak jelas. Pada
CT enteroklisis, angiodisplasia dapat muncul sebagai focal nodular atau plak-seperti
daerah kecil tambahan di dinding usus. Sebagian besar lesi menyangat pada fase
vena porta, meskipun beberapa lesi jarang dengan high-flow menyangat di phase
arteri. Tumor usus halus bertanggung jawab untuk 5% -10% dari semua kasus
perdarahan usus halus.
Prosedur CT enteroklisis telah terbukti lebih akurat daripada kapsul endoskopi untuk
mendeteksi lesi submukosa. Korman et al. mempelajari 62 pasien dengan
perdarahan GI tak jelas dan menyimpulkan bahwa CT enteroklisis pasti berguna
dalam kasus perdarahan GI tak jelas. Khalife et al. membandingkan 64-slice CT
enteroklisis dengan endoskopi kapsul video pada 32 pasien dan menyimpulkan,
berdasarkan hasil, multislice CT enteroklisis dan kapsul video endoskopi memiliki
hasil diagnostik serupa pada pasien dengan GI bleed tak jelas.
Ketika CT enteroklisis dilakukan pada pasien dengan penyakit di usus halus, lesi
pada organ lain seperti appendix (Gambar. 11) dan usus besar (Gambar. 12)
kadang-kadang teridentifikasi. Kontras di usus terkadang akan menibulkan opasitas
di colon, sehingga penebalan dinding colon dan penyempitan / striktur dapat
dengan mudah dilihat. Boudiaf et al. menemukan bahwa sensitivitas dan spesifisitas

multidetector CT enteroklisis untuk mendeteksi patologi usus kecil adalah 100% dan
95%.
Kekurangan
Ada beberapa kelemahan yang terkait dengan CT enteroklisis. Radiasi, biaya,
ketidaknyamanan kepada pasien, perforasi usus (jarang), aspirasi, dan
ketidakmampuan untuk pemasangan tube adalah masalah umum. CT enteroklisis
sering gagal untuk menunjukkan perubahan mukosa, seperti ulserasi linear dan
cobblestone pada penyakit Crohn. Paparan radiasi pengion, terutama dengan
mengulangi CT scan, dapat menyebabkan peningkatan insiden neoplasma. Secara
umum, penurunan arus tabung, tegangan tabung, atau keduanya dan penggunaan
kontrol eksposi otomatis dapat menyebabkan pengurangan dosis raddiasi di CT
scans. Allen et al. mengamati bahwa dengan memakaikontrol pengaturan eksposi
otomatis kekuatan dan mengurangi referensi kualitas mAs, dosis radiasi untuk
pasien berkurang banyak.
Secara umum, kualitas gambar yang lebih baik terkait dengan dosis radiasi yang
lebih tinggi; dan mengurangi radiasi yang diasosiasikan dengan peningkatan noise
pada foto hasil. Oleh karena itu, dosis dan kualitas gambar harus seimbang untuk
mencapai dosis radiasi serendah mungkin dengan kualitas gambar tertinggi dengan
yang diagnosis yang akurat dapat ditegakkan.
Kesimpulan
Computed tomography enteroklisis adalah modalitas diagnostik yang sangat baik
dan terbukti untuk mengevaluasi patologi usus halus. Salah satu kelemahan utama
adalah paparan radiasi yang terlibat, terutama ketika scan ulang dilakukan pada
pasien yang sama.

Gambar 1. Penyakit Crohn. Computed tomography (CT) enteroklisis gambar


potongan koronal dari seorang pria 45 tahun menunjukkan penebalan difus yang

panjang dari dinding dari usus halus dengan dinding hiperemia (panah) dan
proliferasi fibrofatty mesenterika

Gambar 2. Penyakit Crohn. Computed tomography (CT) enteroklisis gambar


potongan koronal dari seorang pria 30 tahun menunjukkan penampilan target
(target appearance) pada dinding usus halus (panah)

Gambar 3. Penyakit Crohn. Computed tomography (CT) enteroklisis gambar


potongan koronal dari seorang pria 52 tahun menunjukkan penebalan difus dinding
usus halus dengan dinding hiperemia, proliferasi fibrofatty mesenterika (panah
pendek), dan "comb sign" (panjang panah)

Gambar 4. Penyakit Crohn. Computed tomography (CT) enteroklisis gambar


potongan sagittal dari seorang pria 38 tahun menunjukkan fistula enteroenteric
(panah)

Gambar 5. Penyakit Crohn. Computed tomography (CT) enteroklisis gambar


potongan koronal pada seorang pria 60 tahun menunjukkan striktur usus halus
dengan dinding menebal (panah).

Gambar 6. TBC ileocecal. Computed tomography (CT) enteroklisis gambar potongan


koronal menunjukkan penebalan dinding dengan hiperemia ringan yang melibatkan
caecum dan ileum terminal (panah)

Gambar 7. TBC abdomen. Computed tomography (CT) enteroklisis gambar


potongan koronal menunjukkan beberapa daerah penebalan usus halus (panah)
dengan asites dan nodul peritoneal (panah)

Gambar 8. Striktur usus halus (ileum). Computed tomography (CT) enteroklisis


gambar potongan koronal menunjukkan striktur ileum (panah tunggal) dengan
dinding menebal, menyebabkan obstruksi proksimal dalam bentuk dilatasi dan
stasis (panah ganda)

Gambar 9. Computed tomography (CT) enteroklisis gambar potongan koronal


menunjukkan lesi submukosa kecil, homogen dengan penyangatan. Lesi tersebut
dioperasi dan diketahui merupakan leiomyoma (panah)

Gambar 10. Arteriovenous Malformation. Computed tomography (CT) enteroklisis


gambar potongan koronal dari seorang pria berusia 45 tahun dengan melena
menunjukkan pembuluh darah berkelok-kelok di dinding jejunum (panah pendek)
dan mesenterium yang berdekatan (panah panjang). Pada operasi itu terbukti
menjadi malformasi arteriovena usus dan mesenterika

Gambar 11, Appendisitis. Computed tomography (CT) enteroklisis gambar potongan


koronal dilakukan pada seorang pria 48 tahun menunjukkan appendix menebal
(panah) dengan perubahan inflamasi usus disekitarnya

Gambar 12. Computed tomography (CT) enteroklisis gambar potongan axial dari
seorang pria 60 tahun menunjukkan adanya striktur pada colon sigmoid (panah)

Anda mungkin juga menyukai