Anda di halaman 1dari 5

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/286042276

Isu Mutakhir Pangan dan Gizi 2015


Article in Indonesia December 2015

CITATIONS

READS

500

1 author:
Purwiyatno Hariyadi
Bogor Agricultural University
165 PUBLICATIONS 235 CITATIONS
SEE PROFILE

Available from: Purwiyatno Hariyadi


Retrieved on: 02 September 2016

3(563(.7,)

ISU MUTAKHIR
PANGAN DAN GIZI

2015
Oleh Purwiyatno Hariyadi
Industri pangan perlu selalu mengikuti dan menyelaraskan
dirinya dengan perkembangan ilmu pangan dan gizi yang
terus berkembang pesat. Untuk mengantisipasi apa
yang mungkin terjadi pada tahun 2016; makan perlu pula
mereview apa yang telah terjadi pada tahun 2015.

elama tahun 2015 ini, terdapat


berbagai perkembangan
nyata yang patut dipelajari
seksama. Kejadian-kejadian itu
bisa pula digunakan sebagai
bahan untuk mengindera
kondisi industri pangan 2016.
Paling tidak, terdapat 3 peristiwa
penting yang bisa dikategorikan
sebagai isu mutakhir pangan dan
gizi; yang berpotensi mempunyai
dampak besar pada industri
pangan dan kesehatan publik.

Laporan Ilmiah tentang


Kolesterol (Februari 2015)
Pemerintah Amerika
Serikat menerbitkan pedoman
diet bagi penduduknya

20

yang disebut sebagai Dietary


Guidelines. Pedoman tersebut
selalu diperbarui setiap 5 tahun.
Dalam rangka mereview dan
memperbarui pedoman yang lama
(2010) maka dibetuklah Panitia
Penasehat untuk Pedoman Gizi
tahun 2015 (Dietary Guidelines
disry iee/DGAC).
DGAC dibentuk bersama oleh
Menteri Kesehatan dan Pelayanan
Kemanusian dan Menteri
Pertanian Amerika Serikat,
yang diberi tugas mengevaluasi
Pedoman Gizi 2010 untuk
Amerika untuk menentukan
penyesuaian apa yang diperlukan
untuk Pedoman Gizi yang baru;
sesuai dengan perkembangan

FOODREVIEW INDONESIA | VOL. X/NO. 12/Desember 2015

ilmu dan teknologi pangan dan


gizi. Secara lengkap laporan ini
bisa diunduh dari hp//health.gov/
dietaryguidelines/2015-scienticreport/pds/scientic-report-o-the2015-dietary-guidelines-advisorycommiee.pd
Salah satu kesimpulan penting
yang dihasilkan oleh DGAC
adalah kesimpulan mengenai
kolesterol. Dalam analisisnya,
panitia menyimpulkan bahwa
rekomendasi mengenai kolesterol
pada Pedoman Gizi untuk Amerika
2010 [yang membatasi asupan
kolesterol pada 300 mg/hari] tidak lagi
relevan dan disarankan untuk tidak
dilanjutkan karena data yang tersedia
menunjukkan tidak adanya hubungan
yang nyata (no appreciable relationship)
antara konsumsi kolesterol pangan
(dietary cholesterol) dan kolesterol
darah (serum cholesterol). Dinyatakan
pula bahwa hal ini sesuai dengan
kesimpulan yang dilaporkan oleh
AHA/ACC report.
Laporan ilmiah DGAC ini
telah mendapatkan perhatian
luas dari berbagai media, industri
dan kalangan, termasuk kalangan
profesi bdaing pangan, gizi dan
kesehatan. Walaupun sampai sekarang
pedoman gizi yang baru masih
belum dikeluarkan, namun berbagai
kalangan memperkirakan akan
terjadi perubahan dalam kaitannya
dengan kolesterol; sesuai dengan
laporan ilmiah DGAC ini. Yang jelas,
isu mengenai asam lemak jenuh,
kolesterol dan penyakit jantung masih
akan menjadi topik pangan yang
perlu dicermati seksama oleh semua
pihak yang berkaitan dengan pangan.
Selanjutnya, jika memang terjadi
perubahan pada pedoman gizi, maka
mungkin pula akan mendorong proses
reformulasi produk pangan serta
pelabelannya.

Minyak Terhidrogenasi Parsial


tidak lagi GRAS (Juni 2015)
Sejak November 8, 2013 yang
lalu, USFDA telah mengambil
keputusan sementara untuk menarik

FOODREVIEW INDONESIA | VOL. X/NO. 11/Desember 2015

21

PHO (Partially Hydrogenated Oil)


dari daftar bahan yang masuk
dalam kategori GRAS (Generally
Recognized as Safe); karena
dianggap bahwa PHO merupakan
sumber utama asam lemak
trans (ALTr). Akhirnya, setelah
sekitar 2 tahun mendapatkan
tanggapan dari berbagai pihak,
maka pada bulan Juni 2015, FDA
akhirnya menetapkan melarang
penggunaan PHO pada produk
pangan olahan. Disebutkan
secara jelas bahwa PHO tidak
lagi tergolong GRAS, sehingga
pengunaannya pada makanan
tidak diperkenankan. Dalam
keputusan ini disampaikan bahwa
Industri diberi waktu 3 tahun
untuk memenuhi peraturan baru
tersebut. Namun demikian, saat
ini industri sudah mulai berusaha
untuk mengganti pemakaian
PHO untuk menurunkan kadar
ALTr dalam produknya. FDA
juga menghimbau konsumen
untuk mengurangi asupan ALTr
dengan cara cermat membaca
label, sehingga dapat mengetahui
produk tersebut mengandung
ALTr atau tidak.
Dalam hal ini, Indonesia
sebagai Negara penghasil minyak
sawit mempunyai kepentingan
yang strategis, karena salah
satu pengganti potensial PHO
adalah minyak sawit. Minyak
sawit merupakan minyak alami
yang sangat kaya triasilgliserol,
sehingga melalui proses fraksinasi
dan pencampuran bisa diperoleh
aneka fraksi minyak sawit dengan
karakteristik sesuai dengan
aplikasi tertentu yang diinginkan.
(Baca: Minyak Sawit, Solusi
Ingridien Bebas Asam Lemak
Trans, halaman 44).

Organization/WHO) yang mengkaji


hal-hal yang berhubungan dengan
penyakit kanker. Secara khusus,
IACR membentuk kelompok
kerja yang terdiri dari 22 orang
ahli berasal dari 10 negara, untuk
mengevaluasi karsinogenitas
konsumsi daging dan daging
olahan, dengan mengevaluasi
mengevaluasi berbagai artikel
dan laporan penelitian.Daging
yang dimaksud pada laporan
IACR merujuk pada semua
daging merah yaitu daging
mamalia, termasuk, daging sapi,
babi, domba, kambing, kuda, dan
kambing. Sedangkan daging

Peringatan tentang
Konsumsi Daging Merah
(Oktober 2015)

The International Agency for


Research on Cancer (IARC) suatu
badan di bawah Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health

22

FOODREVIEW INDONESIA | VOL. X/NO. 12/Desember 2015

olahan yang dimaksud pada


laporan IACR merujuk pada
daging yang telah diolah melalui
proses penggaraman, pengeringan,
fermentasi, pengasapan, atau
proses lain untuk keperluan
organoleptik (meningkatkan
cita rasa) dan/atau pengawetan.
Contoh daging olahan antara lain
adalah sosis, ham, kornet, dan
daging kalengan.
Berdasarkan hasil evaluasinya,
pada tanggal 26 Oktober 2015,
IARC mengumumkan dua hal
penting. Pertama; konsumsi
daging merah diklasikasikan
sebagai probably carcinogenic

to humans (Group 2A). Hal ini


berarti bahwa berdasarkan
pada bukti-bukti yang terbatas
(limited evidence) konsumsi
daging merah menyebabkan
kanker pada manusia, disertai
dengan bukti mekanistik kuat
yang mendukung pengaruh
karsinogentitasnya. Hubungan ini
teramati utamanya untuk kanker
kolorektal. Kedua, konsumsi
daging olahan diklasikasikan
sebagai carcinogenic to humans
(Group 1), yang berarti bahwa
berdasarkan pada bukti-bukti
yang cukup (sucient evidence)
bahwa konsumsi daging olahan
menyebabkan kanker kolorektal
pada manusia.
Dalam hal ini, IACR
menyimpulkan bahwa konsumsi
50 gram porsi daging olahan setiap
hari akan meningkatkan risiko
terkena kanker kolorektal sebesar
18%. Namun demikian, Dr Kurt
Straif, kepala kelompok kerja pada
website WHO menekankan bahwa
risiko setiap individu untuk
mengalami kanker kolorektal
karena konsumsi daging olahan
tetap kecil, tetapi risiko ini akan
meningkat dengan semakin
meningkatnya konsumsi daging.
Lepas dari itu, laporan IACR
ini mendapatkan respon luas
dari berbagai pihak. Mengingat
bahwa daging dan daging olahan
manjadi bagian penting diet bagi
kebanyakan penduduk dunia,
maka banyak pihak langsung
meminta klarikasi dari WHO atas
publikasi laporan tersebut. Atas
permintaan klarikasi ini, melalui
websitenya, WHO menyatakan
laporan IARC tersebut sebetulnya
mengkonrmasi rekomendasi
yang sebelumnya telah pernah
dikeluarkan oleh WHO pada
tahun 2002 berjudul Diet, nutrition
and the prevention of chronic
diseases yang merekomendasikan
supaya kepada semua orang untuk
mengkonsumsi olahan daging
secara tidak berlebih-lebihan
(moderate consumption) untuk

mengurangi risiko terkena kanker.


Ditekankan pula oleh WHO bahwa
laporan IARC (Oktober 2015)
tersebut tidak merekomendasikan
kepada orang untuk berhenti
mengkonsumsi daging olahan,
tetapi mengindikasikan bahwa
mengurangi tingkat konsumsi
daging olahan dapat mengurangi
risiko terkena kanker kolorektal.
Dalam hal ini WHO akan segara
melakukan review untuk melihat
peranan daging dan daging
olahan dalam konteks diet, dan
hubungannya dengan kesehatan
publik.
Industri pangan khususnya
industri berbasis daging, jelas
perlu secara cermat memantau
perkembangan ilmu pengatahuan
dan gizi seputar daging.
Perkembangan ini jelas juga sangat
relavan untuk dipelajari dengan
seksama oleh Indoneisa, yang
mempunyai permasalahan daging
yang cukup unik. Keunikan
ini terjadi karena (i) konsumsi
daging rata-rata penduduk yang

relatif masih rendah, (ii) status


gizi masyarakat yang juga masih
memprihatinkan; antara lain
ditengarai dengan tingginya
anak-anak kurang gizi dan pendek
(stunted), serta (iii) masih tinggi
ketergantungan pada daging
impor. Jelas semua faktor ini akan
berpangaruh pada industri pangan
di Indonesia.

Penutup

Perlu pula diantisipasi


bahwa antar isu mutakhir yang
satu dengan yang lainnya; atau
ketiga-ketiganya bisa saling
berkaitan; khususnya mengenai
kolestrol, lemak (sama lemak),
minyak dan daging . Karena itu,
sekali lagi, berbagai pihak yang
berkiprah di bidang pangan dan
gizi, baik di sektor pemerintah,
industri, peneliti/akademisi dan
masyarakat, perlu mengikuti
perkembangan isu mutakhir
tersebut dengan seksama.

FOODREVIEW INDONESIA | VOL. X/NO. 11/Desember 2015

23

Anda mungkin juga menyukai