PENELITI:
RESTU MAULANA (41212010084)
PENGESAHAN
: Restu Maulana
2. NIM
: 41212010084
3. Judul Penelitian
Telah menyelesaikan kegiatan dan laporan penelitian sebagai salah satu persyaratan
kelulusan dalam mata kuliah Seminar Arsitektur di Program Studi Arsitektur Universitas
Mercu Buana Jakarta
Jakarta, 11 Agustus 2016
Mengesahkan,
Pembimbing:
PERNYATAAN
Nama
Restu Maulana
2.
NIM
41212010084
3.
Judul Penelitian
Menyatakan bahwa keseluruhan isi dari laporan penelitian ini merupakan hasil karya sendiri
dan bukan merupakan kutipan dari hasil karya orang lain, kecuali telah dicantumkan sumber
referensinya.
Restu Maulana
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
DAFTAR ISI
Daftar Isi.................................................................................................................... 1
Daftar Gambar .......................................................................................................... 3
Daftar tabel ............................................................................................................... 5
Pengantar ................................................................................................................. 6
Bab I: Pendahuluan ................................................................................................... 7
1.1.
Latarbelakang ............................................................................................................ 7
1.2.
1.3.
Tujuan ........................................................................................................................ 8
1.4.
Manfaat ..................................................................................................................... 9
1.5.
SistimatikaPenulisan .................................................................................................. 9
2.2.
2.2.1
Tipologi ............................................................................................................ 12
2.2.1.1
2.2.1.2
2.2.2
Fasad Bangunan............................................................................................... 16
2.2.2.1
2.2.3
2.2.3.1
2.2.3.2
|1
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
3.1.1
3.1.2
3.2.
3.2.1
Pendekatan .............................................................................................................. 29
4.2.
4.3.
4.4.
4.5.
4.6.
5.2
5.3
5.3.1
5.3.2
5.3.3
5.3.4
Kesimpulan .............................................................................................................. 56
1)
2)
6.2
Saran ........................................................................................................................ 57
|2
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
DAFTAR GAMBAR
|3
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
|4
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
DAFTAR TABEL
|5
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
PENGANTAR
|6
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
BAB I: PENDAHULUAN
1.1. Latarbelakang
Setu Babakan adalah suatu permukiman cagar budaya yang terletak di
Srengseng
Sawah,
Kecamatan
Jagakarsa,
Jakarta
Selatan
(Pengelola
Sebagian besar penduduknya adalah orang asli Betawi yang sudah turun temurun
tinggal di daerah tersebut. Sedangkan sebagian kecil lainnya adalah para pendatang,
seperti pendatang dari Jawa Barat, jawa tengah, Kalimantan, dll yang sudah tinggal
lebih dari 30 tahun di daerah ini.
Menurut Rob Krier (1983), fasad adalah elemen paling utama untuk
mengkomunikasikan fungsi dan signifikansi bangunan. Secara arsitektural tipologi
adalah suatu kegiatan untuk mempelajari tipe dari objek-objek arsitektural dan
mengkelompokannya ke dalam suatu klasifikasi tipe berdasarkan kesamaan dalam
Program StudiArsitektur - UniversitasMercuBuana
|7
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
hal-hal tertentu yang dimiliki objek arsitektural tersebut (Faqih, 1997). Raphael Utomo
(2005), menyatakan bahwa tipologi adalah sebuah konsep yang mendeskripsikan
sebuah kelompok objek atas dasar pada kesamaan karakter dan bentuk-bentuk dasar.
Menurut Crowne (1984), ada dua pendekatan didalam studi tipe elemen, yaitu acuity
atau persepsi visual yang menekankan pada pesan yang diterima dari desain, serta
ekspresi visual yang menekankan pada pesan yang akan diberikan. Fasad tersusun
dari elemen tunggal, yaitu suatu kesatuan tersendiri dengan kemampuan untuk
mengekspresikan dirinya sendiri. Namun demikian, komposisi suatu fasad terdiri dari
penstrukturan disatu sisi dan penataan pada sisi yang lainnya (Krier, 2001). Ardiani
(2009), menyatakan bahwa elemen-elemen yang diperhatikan dalam meneliti fasad
bangunan pada antar unit bangunan sebagai berikut : a).Proporsi Fasad, b).Komposisi
massa bangunan, c).Langgam arsitektur dan penataan landscape.
1.3. Tujuan
Adapun tujuan penelitian sebagai berikut:
|8
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
1.4. Manfaat
Berikut Manfaat penelitian ini adalah:
Agar penelitian ini bisa memberikan informasi yang cukup tentang arsitektur
betawi perkampungan Setu Babakan.dari segi tingkat perubahan.
1.5. SistimatikaPenulisan
BAB I. Pendahuluan
Menjelaskan tentang konsep dari penelitian dan alasan kenapa penelitian
penting untuk dilakukan.
BAB II. TinjauanPustaka
Berisi kumpulan teori tentang konsep penelitian, dari jurnal-jurnal yang
berkaitan dengan judul penelitian untuk mempermudah proses penelitian.
BAB III. Gambaran Umum Lokasi Study
Bab ini menjelaskan tentang data lokasi objek penelitian serta deskripsi
tentang ruang lingkup lokasi.
BAB IV. MetedologiPenelitian
Metode penelitian berisi tentang tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam
proses penelitian. Berikut berisi pendekatan, review dari jurnal terkait yang sudah ada.
Menjelaskan tentang bagaimana cara mengumpulkan data. Serta menjelaskan cara
pengolahan data yang sudah terkumpul.
|9
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
BAB V. Kesimpulan
Bab ini membahas tentang ringkasan dari hasil penelitian yang berkaitan dengan
kajian tipologi rumah kayu modern, mulai dari metode penelitian sampai tanggapan
dari hasil penelitian yang sudah dilakukan.
| 10
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
Fasad Bangunan
Tipologi
Arsitektur
Tradisional Betawi
Elemen-Elemen
Sejarah Betawi
Arsitektur
Fasad
Klasifikasi
Tipologi
Bangunan
Tipologi Dalam
Rumah
Sebagai
Tradisional
Metode dan
Betawi
Analisa
Gambar 1 Kerangka Studi
| 11
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
2.2.1.1
tipe
dari
objek-objek
arsitektural,
dan
mengelompokkannya
| 12
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
dengan
suatu
objek
ragawi
dan
selanjutnya
akan
| 13
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
Tiga alasan pentingnya tipologi dalam arsitektur, yaitu antara lain (Aplikawati, 2006
dalam Antariksa, 2010):
1) Membantu proses analisis terhadap objek arsitektur yang sudah ada (dalam
hal ini berfungsi sebagai penggambaran objek).
2) Berfungsi sebagai media komunikasi, dalam hal ini terkait dengan transfer
pengetahuan.
3) Membantu kepentingan proses mendesain (membantu menciptakan produk
baru).
Tipologi arsitektur dibangun dalam bentuk arsip dari given tipes, yaitu bentuk
arsitektural yang disederhanakan menjadi bentuk geometrik. Given tipes dapat
berasal dari sejarah, tetapi dapat juga bersal dari hasil penemuan yang baru (Palasello
dalam Sulistijowati 1991). Menurut Sulistijowati (1991), pengenalan tipologi akan
mengarah
pada
upaya
untuk
mengkelaskan,
mengelompokkan
atau
2.2.1.2
| 14
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
bebas,
bertujuan
klasifikasi
dengan
tipe-tipe
formal,
yang
menyediakan suatu metode untuk analisis dan perbandingan untuk fenomenafenomena seni. Dalam hal ini klasifikasi yang ada disusun berdasarkan kuantitas khas
yang formal dan tertentu. Sebagai metode, tipologi menganalisa suatu objek
arsitektural (dalam hal ini bangunan) dan mencoba mencari karakter-karakter khas
yang ada, yang akhirnya akan menjadi dasar klasifikasi objek tersebut. Dengan kata
lain, karakter khas ini menjadi alat identifikasi objek-objek arsitektural tersebut.
2) Tipologi terapan
Tipologi terapan yang bertujuan klasifikasi dengan tipe-tipe fungsional yang
memberikan metode analisis dari fenomena-fenomena yang membentuk suatu
keseluruhan. Dalam hal ini klasifikasi disusun berdasarkan kuantitas khas dari
struktural, tidak formal seperti tipologi bebas. Dalam kasus ini, tetapan dari fenomena
juga merupakan hasil dari suatu perbandingan kasus-kasus yang konkrit dan itu
dipergunakan sebagai alat untuk menciptakan hubungan di antara keberadaan yang
berbeda-beda. Dalam tipologi terapan, definisi historik pun ikut berperan serta.
Tipologi terapan memungkinkan untuk menciptakan suatu hubungan dengan bentuk
kota pada umumnya sebagai suatu istilah dialektika. Hubungan antara tipe bangunan
dan bentuk kota secara faktual dan prinsipil tidaklah tetap. Jika pada tipologi bebas
karakter-karakter
itu
dihubungkan
dengan
waktu
dan
bentuk
kota
serta
perkembangannya.
| 15
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
2.2.2.1
Menurut Crowe (1984), ada dua pendekatan dalam studi tipe elemen yaitu,
aquity atau persepsi visual yang menekankan pada pesan yang diterima dari desain,
serta ekspresi visual yang menekankan pada pesan yang akan diberikan. Lynch
(1960), mempertegas bahwa kualitas fisik yang diberikan oleh suatu sistem visual
pada suatu kawasan dapat menimbulkan image yang kuat terhadap kawasan. Ardiani
(2009), menyatakan bahwa elemen-elemen yang diperhatikan dalam meneliti fasad
bangunan pada antar unit bangunan sebagai berikut :
1) Proporsi fasade
Proporsi bukaan, lokasi pintu masuk, ukuran pintu, jendela yang mengatur
artikulasi rasio solid void pada dinding.
Warna.
3) Lain-lain
Langgam Arsitektur.
Penataan Landscape.
| 16
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
memainkan
peranan
penting
dan
sangat
menentukan
dalam
menghasilkan arah dan makna yang tepat pada suatu ruang. Ukuran umum
pintu yang biasa digunakan adalah perbandingan proporsi 1:2 atau 1:3. ukuran
pintu selalu memiliki makna yang berbeda, misalnya pintu berukuran pendek,
digunakan sebagai entrance ke dalam ruangan yang lebih privat. Skala
manusia tidak selalu menjadi patokan untuk menentukan ukuran sebuah pintu.
Contohnya pada sebuah bangunan monumental, biasanya ukuran dari pintu
dan bukaan lainnya disesuaikan dengan proporsi kawasan sekitarnya. Posisi
pintu ditentukan oleh fungsi ruangan atau bangunan, bahkan pada batasanbatasan fungsional yang rumit, yang memiliki keharmonisan geometris dengan
ruang tersebut. Proporsi tinggi pintu dan ambang datar pintu terhadap bidangbidang sisa pada sisi-sisi lubang pintu adalah hal yang penting untuk
diperhatikan. Sebagai suatu aturan, pengaplikasian sistem proporsi yang
menentukan denah lantai dasar dan tinggi sebuah bangunan, juga terhadap
elemen-elemen pintu dan jendela. Alternatif lainnya adalah dengan membuat
relung-relung pada dinding atau konsentrasi suatu kelompok bukaan seperti
pintu dan jendela.
2) Jendela
Jendela dapat membuat orang yang berada di luar bangunan dapat
membayangkan
keindahan
ruangan-ruangan
dibaliknya,
begitu
pula
| 17
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
3) Dinding
Keberadaan jendela memang menjadi salah satu unsur penting dalam
pembentukan wajah bangunan bangunan, akan tetapi dinding juga memiliki
peranan yang tidak kalah pentingnya dengan jendela, dalam pembentukan
wajah bangunan. Penataan dinding juga dapat diperlakukan sebagai bagian
dari seni pahat sebuah bangunan, bagian khusus dari bangunan dapat
ditonjolkan dengan pengolahan dinding yang unik, yang bisa didapatkan dari
pemilihan bahan, ataupun cara finishing dari dinding itu sendiri, seperti warna
cat, tekstur, dan juga tekniknya. Permainan kedalaman dinding juga dapat
digunakan sebagai alat untuk menonjolkan wajah bangunan.
4) Atap
Jenis atap ada bermacam-macam. Jenis yang sering dijumpai saat ini adalah
atap datar yang terbuat dari beton cor dan atap miring berbentuk perisai
ataupun pelana. Secara umum, atap adalah ruang yang tidak jelas, yang paling
sering dikorbankan untuk tujuan eksploitasi volume bangunan. Atap
merupakan mahkota bagi bangunan yang disangga oleh kaki dan tubuh
bangunan, bukti dan fungsinya sebagai perwujudan kebanggaan dan martabat
dari bangunan itu sendiri.
Secara visual, atap merupakan sebuah akhiran dari wajah bangunan, yang
seringkali disisipi dengan loteng, sehingga atap bergerak mundur dari
pandangan mata manusia. Perlunya bagian ini diperlakukan dari segi fungsi
| 18
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
dan bentuk, berasal dari kenyataan bangunan memiliki bagian bawah (alas)
yang menyuarakan hubungan dengan bumi, dan bagian atas yang
memberitahu batas bangunan berakhir dalam konteks vertikal.
5) Sun Shading/Luifel
Wajah bangunan memerlukan perlindungan dari cuaca dan iklim, oleh karena
itu perlu adanya penggunaan ornamen atau bentukan-bentukan yang dapat
melindungi wajah bangunan dari kedua faktor tersebut.
Ornamen tersebut dapat berupa sun shading yang biasanya diletakkan di
bagian atas wajah dan bukaan-bukaan yang ada pada wajah bangunan. Sun
shading juga dapat menimbulkan efek berupa bayangan pada wajah bangunan
yang dapat menjadikan wajah bangunan terlihat lebih indah.
Penataan wajah bangunan dapat diwujudkan dengan mengkaji skala massa.
Kemudian Hadipradianto (2004) menegaskan kembali bahwa untuk mendapatkan
kesan menyatu, ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam menyusun bentukan wajah
bangunan, yaitu antara lain:
1) Dominasi.
2) Perulangan.
3) Komposisi.
| 19
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
2.2.3.1
Sejarah Betawi
Sejak zaman dulu kota Jakarta merupakan daerah asal masyarakat betawi
yang merupakan kota pelabuhan dan perdagangan. Dengan demikian, seperti halnya
kota sejenis banyak bangsa maupun suku bangsa dari seluruh Indonesia yang datang
untuk melakukan kegiatan perdagangan dan tidak sedikit diantaranya menetap dan
bermukim di Jakarta. Para pendatang/pemukim tersebut membawa pula adat istiadat
serta seni budaya dari daerah asalnya sehingga penduduk DKI Jakarta merupakan
masyarakat yang heterogen. Pengaruh pula tersebut tampak pula bekas-bekasnya
terhadap adat istiadat, seni budaya, termasuk terhadap arsitektur rumah tinggal
penduduk Betawi. Pada umumnya para pemilik bangunan rumah tinggal Betawi lama
yang ada telah melaksanakan Ibadah Haji; dan jiarah ke Tanah Suci merupakan niat
mereka yang sangat kuat. Bahkan diantara mereka terdapat yang pernah dua atau
tiga kali menunaikan ibadah haji. Hal inilah yang nampaknya mempengaruhi sikap
masyarakat Betawi didalam berkesenian dan didalam hal yang berkaitan dengan
pendirian bangunan. Tetapi, mereka bukan termasuk pemeluk agama yang fanatik,
sebab sikap mereka tetap terbuka dan toleransinya cukup tinggi terhadap agama
lainnya. Nampaknya, keterbukaan ini berkaitan dengan asal-usul masyarakat Betawi
itu sendiri yang tidak saja merupakan hasil pencampuran berbagai latar belakang etnis
di Nusantara, tetapi juga mendapatkan percampuran dari adanya berbagai latar
belakang ras yang pada saat itu melaksanakan kegiatannya di Betawi dan Kepulauan
Nusantara pada umumnya.
Peninggalan-peninggalan masa lalu dalam suatu lingkungan yang sedang
bergerak dengan menggunakan nilai-nilai yang bersifat lebih universal, dibutuhkan
bagi pendidikan kesejarahan bagi warga lingkungan tersebut. Peninggalan tersebut
merupakan produk suatu kebudayaan. Sehingga keberadaan suatu peninggalan masa
Program StudiArsitektur - UniversitasMercuBuana
| 20
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
lalu dapat menjadi suatu mata rantai bukti perkembangan masyarakat dan
kebudayaannya (Imarwoto, 2014).
2.2.3.2
Rumah Gudang
Rumah Bapang/Kebaya
Rumah Panggung
1) Rumah Gudang
Rumah Gudang merupakan rumah adat Betawi asli yang belum pernah
terpengaruh oleh budayabudaya lain yang ada di Indonesia. Rumah gudang adalah
rumah adat Betawi yang sudah ada dari awal masuknya etnis budaya Betawi di
Indonesia. Rumah gudang tersebut merupakan rumah dari suku Betawi yang letaknya
berada didaerah pedalaman dan bentuknya menyesuaikan terhadap alam
disekitarnya. Rumah tipe gudang pada umumnya memiliki denah berbentuk segi
empat, memanjang kebelakang. Atapnya berbentuk pelana, dan struktur atap rumah
tipe gudang tersebut tersusun dari kerangka kuda-kuda. Dan memiliki perisai yang
ditambahkan oleh satu elemen struktur atap, yaitu jure. Selain itu pula, atap rumah tipe
gudang ini mempunyai sepenggal atap miring yang biasa disebut topi atau dak
ataupun juga markis yang berfungsi sebagai penahan dari cahaya matahari dan
tampias hujan pada ruangan depan rumah yang selalu terbukaDan dak ini ditahan
oleh yang dinamakan sekor.
| 21
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
2) Rumah Bapang/Kebaya
Rumah Bapang adalah rumah adat Betawi yang berada didaerah pedalaman
juga seperti rumah gudang. Rumah adat ini merupakan sebuah bentuk yang
disesuaikan dengan etnis Jawa. Disamping itu juga rumah bapang pada zaman dahulu
merupakan rumah untuk etnis Betawi yang tergolong dalam keturunan orang
terpandang yang pada etnis Jawa disebut Ningrat. Terlihat terhadap luas teras rumah
yang begitu luas, teras tersebut dahulunya digunakan untuk menyambut para tamutamu dari kalangan ningrat yang jumlahnya biasanya banyak sehingga para tamu
dapat nyaman berada dirumah tersebut. Dan juga teras tersebut dapat digunakan
sebagai tempat untuk menyambut tamu-tamu lain dengan budaya Betawi.
Rumah Kebaya, merupakan rumah yang menjejak ke bumi selanjutnya lebih
disukai karena proses pembuatannya yang sederhana namun lantai dibuat lebih tinggi
dari permukaan tanah sehingga bali suji sebagai unsur pendukung masih tetap
dipertahankan.
Rumah tipe bapang/kebaya merupakan rumah yang berbentuk pelana. Tetapi
tidak berbeda dengan atap rumah gudang, bentuk dari pelana rumah tipe bapang
adalah tidak penuh, karena kedua sisi luar dari atap rumah tipe bapang/kebaya ini
sebenarnya terbentuk terusan ( sorondoy ) dari atap pelana tadi yang terletak dibagian
tengah. Oleh karena itu, struktur kuda-kuda adalah bagian atap yang berada ditengahtengah bagian atap tersebut.
| 22
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
Bentuk denah dari rumah bapang ini memiliki denah empat persegi panjang
yang memiliki tiga kelompok ruang yang jelas, yaitu ruang depan ( bisa juga disebut
dengan serambi depan ), ruang tengah dan ruang belakang. Ruang depan berfungsi
sebagai teras sama seperti rumah gudang, ruang tengah berfungsi sebagai ruang
keluarga; ruang makan dan juga ruang tidur. Ruang belakang berfungsi sebagai dapur
atau pula bisa dimanfaatkan untuk kamar mandi / wc.
3) Rumah Joglo
Rumah Joglo adalah rumah yang berasal dari adat etnis Jawa, lain halnya
dengan rumah Joglo dari adat Betawi. Rumah Joglo adat Betawi ini merupakan hasil
pengaruh dari Arsitektur Jawa. Namun tidak seperti rumah tipe joglo yang berada di
daerah Jawa Tengah. Bentuk denah, tiang penopang terhadap atap dan struktur pada
rumah Betawi tidaklah nyata. Pada umumnya, rumah tipe joglo Betawi ini memiliki
denah bujur sangkar, namun dari seluruh bentuk dari bujur sangkar tersebut bagian
yang sebenarnya membentuk rumah joglo adalah suatu dari bagian segi empat yang
pada salah satu garis panjangnya terdapat dari kiri ke kanan pada bagian ruang depan
rumah tersebut.
Rumah Joglo merupakan rumah penduduk suku Betawi yang tinggal didaerah
tengah kota. Pengaruh dari budaya Jawa dalam rumah ini hanya terlihat dari segi
bentuk atapnya saja. Akan tetapi, rumah Joglo adat Betawi ini merupakan rumah yang
memiliki nilai budaya Jawa-nya yang sangat peka. Selain dari penyesuaian bentuk
| 23
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
terhadap bangunan yang berada disekelilingnya, rumah ini dalah penggambaran dari
penduduk Betawi yang termasuk keturunan dari keluarga kerajaan Keraton Jawa.
Dalam budaya Jawa, keluarga dari keturunan raja keraton hanya tinggal dikeraton.
Jadi rumah Joglo merupakan rumah Betawi yang sudah menyesuaikan terhadap
lingkungan sekitarnya. Rumah Joglo memiliki denah berbentuk bujur sangkar yang
terbagi kedalam tiga kelompok ruang sama seperti rumah bapang. Kelompok ruang
pada rumah joglo mempunyai fungsi yang sama dengan rumah bapang.
4) Rumah Panggung
Merupakan rumah adat Betawi yang tinggal didaerah pesisir pantai. Bentuk
rumah panggung semua bahannya menggunakan material kayu, bentuk rumah
panggung tercipta sebagai pengamanan terhadap air pasang. Selain itu pula, pada
awalnya masyarakat Betawi didaerah pesisir hanya menggantungkan hidupnya
dengan mencari ikan di laut saja. Jadi bentuk dari rumah panggung tersebut hanya
mengikuti budaya dari etnis Betawi yang tinggal dipesisir pantai dengan mata
pencaharian sebagai nelayan saja. Dalam sejarahnya, sebagian ibu kota Jakarta juga
dibangun diatas daerah rawa. Rawa ditutup dengan bebagai macam material sesuai
perkembangan zaman, seperti batu dan puing-puing bangunan, dan kemudian
dimanfaatkan sebagai lahan hunian. Akan tetapi, rumah tradisional Betawi bukanlah
berbentuk rumah panggung dikarenakan masyarakat Betawi pada zaman dahulu
sepertinya tidak harus tinggal didaerah rawa.
| 24
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
Ada keuntungan ekologis dari rumah tipe panggung, yaitu tanah dibagian
bawah bangunan akan berfungsi sebgai tempat untuk resapan air. Pada saat air
pasang atau banjir, air akan menggenang di bawah rumah tersebut sampai kemudian
pada akhirnya dapat surut dan terserap kedalam tanah. Dan sementara itu tempat
tinggal keluarga masih akan tetap aman dan para anggota keluarga masih tetap bisa
menjalankan aktifitas mereka masingmasing di dalam rumah tersebut.
| 25
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
| 26
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan terletak pada 1062242 Bujur Timur (BT) s.d. 1065818 BT,
dan 51912 Lintang Selatan (LS). Luas Wilayah sesuai dengan Keputusan Gubernur
DKI Nomor 1815 tahun 1989 adalah 145,37 km2 atau 22,41% dari luas DKI Jakarta.
Terbagi menjadi 10 kecamatan dan 65 kelurahan, berada di belahan selatan banjir
kanal dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara
Sebelah Timur
: Kali Ciliwung
Sebelah Selatan
Sebelah Barat
Administrasi Tangerang
3.1.2
| 27
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
Jagakarsa terdiri dari 6 kelurahan, 54 RW dan 538 RT. Berikut adalah batas wilayah
Kecamatan Jagakarsa, yaitu :
Utara
Timur
: Kali Ciliwung.
Selatan
Barat
: Kali Krukut.
| 28
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
4.1. Pendekatan
Menurut Setyowati (2012), penelitian tipologi fasade bangunan di suatu
kawasan merupakan penelitian kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode fenomenologi. Metode fenomenologi adalah metode yang mempelajari
bagaimana fenomena dapat menjadi pengetahuan. Menurut Schulz (dalam Gunawan,
2012) fenomenologi memberi akses dan kesempatan bagi kehadiran benda-benda
dan ekspresi artistiknya. Fenomenologi berlaku secara temporal, bahwa pengertian
mengenai tempat melibatkan dinamika perubahan pada keberadaan tempat yang
identik. Fenomenologi berlangsung melalui tahapan-tahapan intensionalis yang
dengan sengaja memasukan dan mengecualikan bagian-bagian realita yang tetap dan
berubah-ubah sekaligus. Menurut Faqih (1997, dalam Prijotomo dan Santosa, 1997)
dari hasil analisis tipologi dapat menentukan tipe dari objek dan menempatkannya
secara benar dalam klasifikasi tipe yang sudah ada.
Menurut Bunga (2011), Dalam meneliti tipologi fasad digunakan metode
deskriptif dan eksploratif, serta pemilihan sampelnya menggunakan metode
purpossive sampling, yang kemudian dilanjutkan dengan analisis menggunakan
metode deskriptif-kualitatif. Variabel yang dijadikan bahan antara lain adalah elemen
fasade bangunan, dan komposisi fasade bangunan. Data didapatkan melalui survey
data primer, dan kegiatan observasi langsung ke lapangan. Proses pemilihan sampel
bangunan menggunakan purpossive sampling, sesuai dengan kriteria yang ditentukan
dari x sampel bangunan, sebagai kasus studi. Kriteria pemilhan sampel berdasarkan
aspek keaslian fasade bangunan berkaitan dengan tingkat keaslian fasade bangunan
yang tidak memiliki perubahan pada fasade dan kondisi dalam bangunan yang masih
asli.
Sedangkan menurut Gayatrirahma (2005), studi mencari karakter fasad
bangunan dengan menggunakan pendekatan tipologis berupa deskriptif (analitis)
Program StudiArsitektur - UniversitasMercuBuana
| 29
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
dengan bantuan simulasi grafis, yang didukung oleh penjelasan historis. Metoda
pengumpulan data dilakukan dengan metoda penggunaan bahan dokumen (literature)
dan metode pengamatan (survey lapangan). Penyuntingan hasil dari pengamatan
berupa data yang kemudian di analisa dengan acuan eksplorasi literature yang ada
sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.
Dari 3 pernyataan di atas yang terkait dengan studi perubahan tipologi, metode
yang digunakan adalah metode dengan pendekatan kualitatif. Oleh karena itu, judul
penelitian Kajian Tipologi Rumah Kayu Modern Terhadap Kebutuhan Saat Ini, akan
menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan deskriptif yaitu penelitian yang
bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan suatu keadaan, peristiwa, objek,
atau segala sesuatu yang terkait dengan variabel-variebel yang bisa dijelaskan baik
dengan angka-angka maupun kata-kata (tulisan) (Hidayat. 2010).
kondisi
bisa
individual
atau
menggunakan
angka-angka
(Sukmadinata, 2006).
Penelitian kualitatif merupakan sebuah metode penelitian yang menghasilkan
data deskriptif mengenai kata kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat
diamati dari orang orang yang diteliti (Taylor dan Bogdan, 1984:5), dengan
mengandalkan data data dari kunjungan lapangan ke salah satu bangunan yang
menjadi objek penelitian. Metode deskriptif, yaitu mendeskripsikan suatu objek atau
populasi secara sistematis, faktual, dan akurat (Sinulingga, 2011).
| 30
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
No
Variabel
1.
Betawi
2.
Bentuk Pintu
Bentuk Jendela
Bentuk Atap
Ornamen
| 31
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
2) Kajian Literatur
Menjadikannya sebagai bahan acuan dan klarifikasi data hasil
pengamatan. Dokumen dan Kajian Literatur dalam studi tipologi fasad
sangat diperlukan untuk menentukan kategori dimanakah elemenelemen fasad pada hasil temuan yang didapat untuk di kelompokan dan
memperkuat hasil temuan penelitian, sebagai temuan yang valid sesuai
dari beberapa kajian literature yang ada.
3) Tape Recorder
Berfungsi untuk merekam atau mendokumentasikan hasil
wawancara dengan narasumber untuk di analisa di tahap
berikutnya. Rekaman di ambil saat kita sedang mewawancarai
nara sumber untuk menggali informasi yang nantinya akan di
olah.
| 32
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
Atap
Dari bentuk atap, sama sekali tidak ada perbedaan dengan
bentuk atap rumah joglo aslinya. Nantinya observer akan
memfoto bentuk atap rumah untuk diolah dan masuk ke tahap
pengolahan data.
Ornamen
Rumah tinggal yang akan diteliti tidak memakai ornamen.
Observer nantinya akan menanyakan hal tersebut kepada si
pembuat/arsiteknya, hasil wawancara dengan arsitek pembuat
rumah nantinya akan direkam dengan tape recorder, kemudian
masuk ke tahap pengolahan data.
2) Data Sekunder
Adalah data tertulis yang diperoleh dari sumber-sumber berupa jurnaljurnal penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti lain tentang
permasalahan sejenis, serta artikel-artikel yang membahas topik yang
berhubungan dengan materi yang akan dikaji. Data sekunder yang
digunakan antara lain :
| 33
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
1) Pengolahan peta yang antara lain terdiri dari peta wilayah, peta makro-mikro
Kelurahan Jagakarsa sebagai acuan letak area penelitian.
8) Menarik kesimpulan terkait hasil data yang sudah melalui beberapa tahapan
sebelumnya.
| 34
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
5.1
| 35
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
5.2
yang
kebanyakan bergaya arsitektur betawi, tetapi bukan berarti semua penghuni kawasan
tersebut asli betawi, sebagian kecil ada yang pendatang (etnis lain). Hal tersebut
terlihat dari logat atau cara bicaranya. Dari 10 rumah yang dijadikan objek penelitian,
3 diantaranya adalah etnis jawa dan sunda.
Pada desain rumah warga etnis sunda, desainnya mengikuti gaya arsitektur
etnis betawi karena kawasan tempat mereka tinggal masih termasuk kawasan wisata
kampung budaya. Tetapi gaya arsitektur betawinya tidak terlalu spesifik, seperti tidak
disertai dengan ornamen-ornamen, ventilasi, jendela, pintu dan hal lainnya yang
menjadi ciri khas arsitektur betawi.
| 36
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
Untuk warga etnis jawa, beberapa ada yang mengontrak dan ada yang punya
rumah sendiri. Untuk warga yang tinggal dikontrakan, desain bangunannya bergaya
arsitektur betawi karena pemiliknya asli warga betawi kampung Setu Babakan jadi
selera desain si penghuni tidak terlihat. Untuk warga yang punya rumah sendiri, si
pemilik memberi sedikit sentuhan betawi dengan alasan yang sama yaitu karena
tinggal dikawasan kampung wisata Setu Babakan, tetapi si pemilik lebih banyak
mengutarakan seleranya dalam desain rumahnya.
Dari hasil pengamatan, data yang sudah diidentifikasi tersebut peneliti membuat tabel
terkait akan tampak bangunan yang telah kelompokan pada masing-masing etnis
pemilik bangunan sebagai berikut :
| 37
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
No.
Etnis Pemilik
Betawi
Campuran
Tampak Bangunan
(etnis Lain)
Dari tabel diatas dapat terlihat tipologi fasad pada kelompok etnis betawi
terlihat sama dengan etnis campuran (etnis lain), namun apabila dilihat lebih detail,
bangunan etnis betawi memiliki banyak ornamen-ornamen khas betawi. Bentuk
jendela, pintu dan ventilasinya pun asli rumah adat betawi. Sedangkan tipologi
bangunan etnis lain, ornamennya lebih sedikit, hanya terlihat listplank gigi balang saja.
Bentuk jendela, pintu dan venlilasi seperti pada bangunan biasa pada umumnya. Dari
sampel yang ada, rumah etnis betawi lebih banyak dari pada etnis campuran, ada 7
dari 10 sampel. Sedangkan rumah etnis lain hanya ada 3 dari 10 sampel.
Dari 10 sampel, 2 diantaranya adalah bangunan yang dikelola oleh Pemerintah
DKI Jakarta, selebihnya adalah rumah milik masyarakat sekitar. Kondisi bangunan
masing-masing rumah berbeda, tergantung dari sipemilik rumah, karena sebagian
kecil pemilik bangunan termasuk kedalam kelompok menengah ke bawah dan
selebihnya berasal dari kelompok menengah. Untuk etnis lain masuk dalam kelompok
menengah, sedangkan untuk etnis betawi, sebagian ada yang mengengah dan ada
yang menengah kebawah.
| 38
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
| 39
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
5.3
No
Bentuk Pintu
Bentuk
Bentuk Reling
Bentuk Atap
Tetap
Tetap
Jendela
1
Tetap
Tetap
| 40
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
Tetap
Tetap
Tetap
Tetap
Berubah
Tetap
Tetap
Berubah
Tetap
Tetap
Berubah
Tetap
Tetap
Tetap
Tetap
| 41
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
Berubah
Tetap
Berubah
Berubah
Berubah
Tetap
Berubah
Tetap
Berubah
Berubah
Berubah
Tetap
Tetap
Berubah
Berubah
| 42
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
10
Berubah
Tetap
Tetap
Tetap
banyak
yang
sudah
mengalami
perubahan
yaitu
sebanyak
pintu/bangunan. Hanya 4 bangunan yang masih memiliki bentuk serta jenis pintu yang
masih asli rumah bapang. Bentuk pintu pada bangunan di Kampung betawi Setu
Babakan terbagi menjadi 2 jenis bentuk pintu, yaitu pintu 2 daun (asli betawi/rumah
bapang) dan bentuk pintu 1 daun yang berfungsi sebagai akses utama. Rumah betawi
jenis bapang dibilang masih asli apabila memiliki pintu 2 daun. seperti gambar berikut.
| 43
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
Kemudian gambar dibawah ini merupakan jenis bentuk pintu yang asli dan
pintu lain yang terdapat pada bangunan.
Bukaan angin (ventilasi) pada fasad pintu menggunakan jenis lubang dengan
pola diagonal. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk pintu asli atau bentuk
pintu lain pada bangunan di Kampung Betawi Setu Babakan tidak dilihat dari bentuk
ventilasi, tetapi dari jumlah daun pintu.
| 44
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
jenis kebaya biasanya menggunakan jendela krepiyak dengan dua daun jendela.
Sedangkan jendela yang sudah berubah, ada yang berdaun jendela 1 dan 2 daun
jendela serta menggunakan kaca pada daun jendelanya dan ada yang tidak menyatu
dengan ventilasi dan juga ada yang tidak menggunakan lubang ventilasi. Berikut ini
merupakan gambar dari beberapa bangunan asli dan bangunan yang jendelanya
sudah berubah. Jumlah bangunan yang memiliki bentuk jendela yang masih asli/tetap
ada 8 dari 10 rumah, sisanya bangunan yang bentuk jendelanya sudah berubah
(bukan asli betawi). Berikut ini merupakan gambar jendela dari beberapa bangunan.
| 45
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
Menurut gambar di atas, jendela krepiyak merupakan jendela asli rumah jenis
kebaya, tidak memakai kaca tetapi dibuat celah angin dengan dua daun jendela yang
bisa dibuka kesamping dan menyatu dengan kusen ventilasi yang berpola diagonal.
Sedangkan jendela yang sudah berubah memakai kaca, dan jumlah daun bisa dua,
tiga atau lebih, ada yang menyatu dengan ventilasi dan ada juga yang tidak.
| 46
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
| 47
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
Keterangan :
O
: Tetap
: Berubah
: Netral
Tabel 4 Keterangan Rincian Presentase Per Bangunan
Komponen
Simbol
Sub Komponen
Presentase
A.1
Bentuk Ventilasi
9,09%
A.2
Jumlah Daun
9,09%
B.1
Bentuk Ventilasi
9,09%
B.2
Jumlah Daun
9,09%
B.3
Jenis Jendela
9,09%
C.1
Bentuk Atap
9,09%
C.2
Serondoyan
9,09%
C.3
Gigi Balang
9,09%
C.4
Motif Bunga
9,09%
D.1
Motif Reling
9,09%
D.2
Motif Tiang
9,09%
Pintu
Jendela
100%
Atap
Reling
| 48
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
0%
: Tetap
0 - 20%
: Sangat Kecil
20 - 40%
: Kecil
40 - 60%
: Sedang
60 - 80%
: Besar
80 - 100%
: Sangat Besar
100%
: Berubah Total
| 49
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
Pintu
Jendela
Atap
Reling
A.1
A.2
B.1
B.2
B.3
C.1
C.2
C.3
C.4
D.1
D.2
Presentase
Tingkat
Perubahan
0%
Tetap
0%
Tetap
A.1
A.2
B.1
B.2
B.3
C.1
C.2
C.3
C.4
D.1
D.2
| 50
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
A.1
A.2
B.1
B.2
B.3
C.1
C.2
C.3
C.4
D.1
D.2
9,09
9,09
9,09
9,09
36,4%
Kecil
27,3%
Kecil
A.1
A.2
9,09
B.1
B.2
B.3
C.1
9,09
C.2
C.3
C.4
9,09
D.1
D.2
| 51
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
A.1
A.2
B.1
B.2
B.3
C.1
C.2
C.3
C.4
D.1
D.2
0%
Tetap
36,4%
Kecil
A.1
A.2
B.1
B.2
B.3
C.1
C.2
C.3
C.4
D.1
D.2
9,09
9,09
9,09
9,09
| 52
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
A.1
A.2
B.1
B.2
B.3
C.1
C.2
C.3
C.4
D.1
D.2
9,09
9,09
9,09
9,09
9,09
9,09
9,09
9,09
9,09
9,09
91%
Sangat Besar
45,5%
Sedang
A.1
A.2
B.1
B.2
B.3
C.1
C.2
C.3
C.4
D.1
D.2
9,09
9,09
9,09
9,09
9,09
| 53
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
A.1
A.2
B.1
B.2
B.3
C.1
C.2
C.3
C.4
D.1
D.2
9,09
9,09
9,09
9,09
9,09
9,09
9,09
9,09
9,09
81,8%
Sangat Besar
9,09%
Sangat Kecil
10
A.1
A.2
B.1
B.2
B.3
C.1
C.2
C.3
C.4
D.1
D.2
9,09
| 54
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
Tetap
: 3 dari 10 bangunan
Netral
: 6 dari 10 bangunan
Berubah
: 1 dari 10 bangunan
Jendela
Tetap
: 8 dari 10 bangunan
Netral
:0
Berubah
: 2 dari 10 bangunan
Atap
Tetap
: 6 dari 10 bangunan
Netral
: 2 dari 10 bangunan
Berubah
: 2 dari 10 bangunan
Reling
Tetap
: 5 dari 10 bangunan
Netral
:0
Berubah
: 5 dari 10 bangunan
| 55
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
6.1
Kesimpulan
| 56
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
6.2
Saran
tidak
pilih-pilih
dalam
menentukan
model
unsur
fasad
| 57
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
DAFTAR PUSTAKA
Ardiani, Yanita Mila. 2009. Insertion Menambah Tanpa Merobohkan. Surabaya: Wastu
Lanas Grafika.
Fajarwati, Nur Annisa. 2011. Pelestarian Bangunan Utama Eks Rumah Dinas Residen
Kediri. Arsitektur e-Journal, Vol.4(2):85-105
Frick, H., 1997, Pola Struktur Dan Teknik Bangunan Di Indonesia,Kanisius,
Yogyakarta
Habraken, N.J., 1982, Tranformation of the Site, Combridge, Massachusetts Summer
Handayani, Titi (2011), Identifikasi Karakteristik Facade Bangunan Untuk Pelestarian
Kawasan Pusaka di Ketandan Yogyakarta, Jurnal Arsitektur Komposisi, Volume 9,
Nomor 1, April 2011. Akademi Teknik YKPN, Yogyakarta.
Juhana. 2000. Arsitektur dalam Kehidupan Masyarakat. Semarang : Bendera
Krier, Rob. 1988. Komposisi Arsitektur.Terjemahan Effendi Setiadharma. Jakarta:
Erlangga.
Krier, Rob. 2001. Komposisi Arsitektur.Terjemahan Effendi Setiadharma. Jakarta:
Erlangga.
Musthofa, Bisri. (2008). Kamus Kependudukan.Yogyakarta : Panji Pustaka.
Purnamasari, WW dan Irina Wildawani. (2008), Kajian Tipologi Fasad Bangunan
Rumah Tinggal Bergaya Arsitektur Jengki (Studi Kasus : Kebayoran Baru Jakarta
Selatan). Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, Universitas Gunadarma.
Rapoport, A., and Altman, Irwin, 1980, Human Behavior and Environment, Plenum
Press, New York.
Rapopot, A., 1974, Hause Form and Culture, P. Hall Inc, New Jersey.
| 58
Laporan Penelitian
Identifikasi Tingkat Perubahan Pada Bangunan Tradisional Betawi di Perkampungan Setu Babakan,
Jakarta Selatan
Sastra,
Suparno.
Perumahan.Sebuah
Marlina.
Konsep,
2006.
Pedoman
Perencanaan
dan
Strategi
dan
Pengembangan
Perencanaan
dan
| 59
LAMPIRAN
Hasil Wawancara Dengan Narasumber
Peneliti
Narasumber
: Rumah adat betawi biasanya memiliki teras yang luas karena orang betawi
juga sering beraktifitas diluar rumah, misalnya saja seperti bersantai, bercerita
bersama keluarga, dan sebagai tempat untuk menerima tamu juga.
Peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
: Ornamen pada bagian atap bangunan tidak hanya sekedar sebagai hiasan,
tetapi sebagai simbol rumah adat betawi.
Peneliti
Narasumber
: Tidak, selain sebagai hiasan tetapi juga sebagai simbol penyambutan atau
ucapan selamat datang yang ditujukan untuk tamu.
Peneliti
Narasumber
: Apabila ada orang luar yang ingin membangun rumah di kampung ini, pasti
diberi masukan atau saran agar membangun rumah dengan memberikan
sentuhan arsitektur betawi, tidak memaksa, hanya menganjurkan, apabila
orang baru tersebut tidak mau ya tidak apa-apa.
Keterangan :
Bangunan no.1
Bangunan no.2
Bangunan no.3
Bangunan no.4
Bangunan no.5
Bangunan no.6
Bangunan no.7
Bangunan no.8
Bangunan no.9
Bangunan no.10