Hidrolisis PDF
Hidrolisis PDF
NASRULLOH
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
NASRULLOH
104095003063
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
NASRULLOH
104095003063
Menyetujui :
Pembimbing 1,
Pembimbing 2,
Mengetahui :
Ketua Program Studi
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul Hidrolisis Asam dan Enzimatis Pati Ubi Jalar (Ipomoea Batatas
L) Menjadi Glukosa Sebagai Substrat Fermentasi Etanol yang ditulis oleh
Nasrulloh, NIM 104095003063 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang
Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal .......Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.
Menyetujui
Penguji 1,
Penguji 2,
Pembimbing 1,
Pembimbing 2,
Mengetahui :
Dekan
Fakultas Sains dan Teknologi
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
HIDROLISIS ASAM DAN ENZIMATIS PATI UBI JALAR (Ipomoea batatas
L) MENJADI GLUKOSA SEBAGAI SUBSTRAT FERMENTASI ETANOL
BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta , 2009
Nasrulloh
104095003063
NASRULLOH
Jakarta
2009 M / 1430 H
ABSTRAK
Nasrulloh. Hirolisis Asam dan Enzimatis Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)
Menjadi Glukosa Sebagai Substrat Fermentasi Etanol. Pembimbing : DR.
Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud dan Abdul Haris, M.Si.
Kebutuhan bahan bakar minyak di Indonesia mengalami peningkatan
sementara sumber energi semakin menipis, kondisi ini membuat pemerintah untuk
mencari energi alternatif ramah lingkungan dan dapat terbaharukan sebagai
pengganti sumber energi fosil. Penelitian ini mengkaji tentang pemanfaatan
mikroorganisme amilolitik khususnya kapang untuk hidrolisis asam dan enzim
pada pati ubi jalar menjadi gula reduksi. Hidrolisis asam menggunakan HCl 0,5 N
volume 25 ml dan enzim menggunakan kapang Aspergillus flavus, A. niger dan
kombinasi keduanya. Data dianalisis menggunakan Anova satu arah. Kadar gula
reduksi tertinggi dihasilkan oleh Aspergillus niger yaitu 12,61 % (b/v). Etanol
tertinggi dihasilkan sebesar 46,37 % (v/v) pada waktu fermentasi 72 jam.
Kata kunci : Ubi Jalar (Ipomoea batatas L), Pati, Hidrolisis, Gula Reduksi,
Fermentasi, Etanol
ABSTRACT
Nasrulloh. The Acid and Enzyme Hydrolysis on Starch Sweet Potatoes
(Ipomoea batata s L) to Became Glucose as Substrate Ethanol Fermentation.
Advisor : DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud and Abdul Haris, M.Si.
Necessity of fuel oil in Indonesia was increased meanwhile the energy
resourches was decreased, this condition made government to find the alternative
energy environmentally friendly and renewable thats can change fossil energy.
The studied about utility of amylolitic microorganism especially in mold for
acydic and enzymatic hydrolysis on starch of sweet potatoes to became sugar
reduction. Acydic hydrolysis used HCl 0,5 N with volume 25 ml and enzymatic
hydolysis used mold Aspergillus flavus, A. niger and combination each other.
Data was analyzed by one way Analysis of Varians. The highest rate of sugar
reduction by Aspergillus niger was 12,61 % (b/v). The highest etanol obtained
with value 46,37 % (v/v) on 72 hours fermentation.
Key words : Sweet Potatoes (Ipomoea batatas L), Starch, Hydrolysis, Sugar
Reduction, Fermentation, Ethanol
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah swt. yang telah memberikan berbagai limpahan
nikmat kepada seluruh hamba-Nya. Shalawat dan salam dihaturkan kepada Nabi
Muhammad saw. yang telah memberikan dan membawa risalah Islam untuk
umatnya hingga akhir zaman.
Penulisan skripsi berjudul Produksi bioetanol secara hidrolisis asam dan
enzimatis pada pati ubi jalar (Ipomoea batatas L) menggunakan isolat Aspergillus flavus
UICC 372 dan Aspergillus niger UICC 371 merupakan tahap baru dan penting bagi
penulis. Dalam penyelesaiannya, penulis banyak memperoleh berbagai ilmu,
pengalaman dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. Ayahanda H. Rozin dan Ibunda Hj. Armanih serta kakak dan adik tercinta
yang telah memberikan segala bantuan yang tak ternilai.
2. Pembimbing I Ibu Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud dan pembimbing II
Bapak Abdul Haris, M.Si yang telah memberi bimbingan dan arahan kepada
penulis.
3. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi.
4. Ibu Megga Ratnasari Pikoli, M.Si sebagai penguji I dan Bapak Dede
Sukandar, M.Si sebagai penguji II pada seminar hasil penulis serta Ibu
Nurbayti, M.Si sebagai penguji II seminar proposal penulis.
5. Ibu Dra. Nani Radiastuti, M.Si sebagai penguji I dan Ibu Dasumiati, M.Si
sebagai penguji II pada ujian Munaqasah penulis.
vii
6. Para dosen Program Studi Biologi yang telah banyak memberikan ilmu dan
pengetahuan kepada penulis.
7. Ibu Dra. Sri Astuti, M.Si ketua kelompok bioteknologi Lemigas, Bpk. Firdaus,
S.Si. pembimbing lapangan penulis, Ibu Cut Nanda Sari, M.Si dan para
peneliti serta karyawan gedung bioteknologi proses yang telah memberikan
banyak pengetahuan dan pengalaman.
8. Pimpinan perpustakaan UIN dan pimpinan perpustakaan LIPI dan Bojonegoro
yang telah menyediakan sumber referensi bagi penulis.
9. Para Asisten laboratorium terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan kakak
kelas kimia.
10. Teman-teman mahasiswa Program Studi Biologi angkatan 04, kakak kelas
dan adik kelasku yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis.
11. Teman seperjuanganku, Sdr. Fachruroji dan Sdr. Fahmi Rizaldi yang selalu
berada di samping penulis saat sulit dan senang dalam penelitian serta semua
pihak yang tidak dapat ditulis.
Semoga semua ilmu, doa, pengalaman dan bantuan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan dari-Nya. Penulis berharap semoga skripsi yang
dihasilkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
vii
ix
xi
xii
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................
1.2. Perumusan Masalah .........................................................................
1.3. Hipotesis...........................................................................................
1.4. Tujuan ..............................................................................................
1.5. Manfaat ............................................................................................
1
4
4
4
5
6
9
12
13
14
15
17
19
21
22
24
24
25
25
25
25
26
26
26
27
28
29
29
29
ix
30
30
31
33
33
37
38
39
41
43
43
44
47
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi Kimia Ubi Jalar per 100 gr Bahan ......................................
12
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Umbi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) ................................................
11
11
15
17
18
21
33
Gambar 9. Pengaruh Hidrolisis dan Jenis Isolat Terhadap Kadar Gula Reduksi
34
39
Gambar 11. Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Etanol Berat Jenis ..
40
42
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Diagram Alir Percobaan .................................................................
47
48
49
49
50
51
52
53
Lampiran 9. Tabel Konversi Berat Jenis Etanol Pada Suhu 150 C .....................
54
Lampiran 10. Data Uji Statistik Gula Reduksi Hidrolisis Asam dan Enzimatis
55
56
57
57
57
58
58
Lampiran 17. Data Kromatogram Fermentasi Etanol 24, 48 dan 72 jam ...........
59
61
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
sintesa kimia dengan proses hidrasi zat etilen, sedangkan secara biologi atau
fermentasi dengan merekayasa produk dari biomassa (tanaman). Biomassa yang
dapat digunakan sebagai bahan baku bioetanol antara lain, bahan berpati, bergula
dan berselulosa (Prihandana dkk, 2007).
Salah satu sumber bahan berpati yang cukup potensial untuk pembuatan
bioetanol yaitu ubi jalar. Ubi jalar dapat dibudidayakan pada berbagai tempat,
yaitu di dataran rendah dan di dataran tinggi. Menurut badan penelitian dan
pengembangan Deptan (2008), produktivitas rata-rata ubi jalar nasional sebesar 12
ton/ha (Hasyim dan Yusuf, 2008). Selain produktivitas yang cukup tinggi ubi jalar
mengandung pati yang berpotensi sebagai sumber bahan baku etanol karena
memiliki kandungan pati sebesar 22,4 %. Hal ini memungkinkan untuk dapat
digunakan sebagai bahan baku industri berbasis pati (Damarjati dan Widowati,
1994).
Menurut Judoamidjojo (1990), dalam produksi bioetanol pati akan
dihidrolisis telebih dahulu menjadi molekul yang sederhana atau monomermonomer glukosa, hidrolisis pati dapat dilakukan dengan katalis asam, kombinasi
asam dan enzim serta kombinasi enzim dengan enzim. Hidrolisis dengan katalis
enzim dapat memanfaatkan enzim dari mikroorganisme. Penggunaan enzim dari
mikroorganisme lebih banyak digunakan dibandingkan dengan enzim yang
berasal dari tanaman atau hewan karena mikroorganisme dapat berkembang biak
dengan cepat, pertumbuhannya relatif mudah diatur, enzim yang dihasilkan tinggi
sehingga ekonomis bila digunakan untuk industri. Selain itu, enzim yang berasal
dari mikroorganisme lebih stabil dibandingkan enzim sejenis yang berasal dari
tanaman atau hewan serta produksi enzim mikroorganisme biasanya lebih mudah
dengan prosedur yang lebih sederhana dibandingkan enzim dari tanaman atau
hewan (Judoamidjojo et al., 1989).
Aspergillus flavus dan A. niger merupakan kapang yang dapat
menghidrolisis pati dengan memanfaatkan enzim ekstraseluler yang dimilikinya.
Menurut Sani et al, (1992) Aspergillus flavus merupakan kapang penghasil enzim
amilase pada subsrat pati ubi kayu. Aspergillus niger menghasilkan enzim
ekstraseluler yaitu glukoamilase. Enzim ini merupakan enzim yang dapat
memecah polisakarida seperti pati pada ikatan 1,4 dan 1,6 dengan menghasilkan
glukosa (Darwis dan Sukara, 1990 dalam Kombong 2004).
Pada beberapa penelitian sebelumnya, Azhar dan Hamdy (1981 dalam
Pambayun, 1996) menghidrolisis pati ubi jalar menjadi gula yang dapat
difermentasi menggunakan HCl 0,034 N pada suhu 1540 C selama 24 menit.
Menurut Yusak (2003) HCl 0,5 N volume 25 ml dengan waktu hidrolisis 2 jam
memberikan hasil yang terbaik pada pembuatan sirup glukosa dari pati ubi jalar.
Semakin baik hasil hidrolisis diharapkan semakin besar etanol yang
dihasilkan dari proses fermentasi. Pada fermentasi perlu diketahui waktu terbaik
fermentasinya agar etanol yang dihasilkan dapat optimal.
1.3. Hipotesis
1. Ada perbedaan hasil hidrolisis pati menjadi gula pereduksi dengan
memanfaatkan HCl 0,5 N, HCl 0,5 N dengan isolat Aspergillus flavus,
HCl 0,5 N dengan isolat Aspergillus niger, HCl 0,5 N dengan isolat
Aspergillus flavus dan Aspergillus niger.
2. Waktu fermentasi mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan.
1.4. Tujuan
1. Mengetahui perbedaan hasil hidrolisis pati menjadi gula pereduksi dengan
memanfaatkan HCl 0,5 N, HCl 0,5 N dengan isolat Aspergillus flavus,
HCl 0,5 N dengan isolat Aspergillus niger, HCl 0,5 N dengan isolat
Aspergillus flavus dan Aspergillus niger.
2. Mengetahui waktu fermentasi yang menghasilkan kadar etanol yang
optimal.
1.5. Manfaat
Penelitian
ini
bermanfaat
untuk
mengetahui
jenis
isolat
atau
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
menyerupai terompet, panjang 3-5 cm dan berdiameter 3-4 cm. Warna bunga
putih, kemerahan atau ungu pada bagian pangkal dan putih atau merah jambu
pada bagian ujung (Sarwono, 2005).
Tanaman ubi jalar umumnya tidak berbuah, jika berbuah dan berbiji
biasanya biji sulit tumbuh ketika ditanam karena kulitnya terlalu keras. Waktu
yang diperlukan dari saat penyerbukan sampai berbuah masak sekitar 30 hari.
Buah ubi jalar berbentuk seperti kapsul, bagian dalamnya berkotak tiga berisi biji.
Biji matang berwarna hitam, berbentuk pipih dan berkulit keras. Bijinya tergolong
biji berkeping dua (Sarwono, 2005).
Ubi jalar termasuk tanaman tropis dan dapat tumbuh baik di daerah
subtropis. Ubi jalar dapat tumbuh baik serta memberikan hasil yang tinggi dengan
persyaratan iklim yang sesuai selama pertumbuhannya. Suhu minimum 160 C,
suhu maksimum 400 C dan suhu optimum adalah 21-270 C. Pertumbuhan ubi jalar
akan terhambat apabila tumbuh di luar kisaran suhu optimum pertumbuhannya
(Wargiono, 1980).
Di Indonesia ubi jalar umumnya ditanam di daerah dataran rendah dengan
suhu rata-rata 270 C dan sebagian kecil ditanam di daerah pegunungan dengan
ketinggian sampai 1.700 m. Ubi jalar menghendaki tempat tumbuh yang terbuka
dengan suhu yang tidak banyak berbeda antara siang dan malam. Panjang hari
yang relatif sama, penyinaran 11-12 jam/ha. Ubi jalar termasuk tanaman pangan
tahan kering, sehingga penanamannya sebagian besar dilakukan pada musim
kemarau (Wargiono, 1980). Ubi jalar mengandung karbohidrat yang cukup tinggi,
dan juga mengandung beberapa vitamin.
Komponen
Air (gr)
Serat kasar (gr)
Kalori (kal)
Protein (gr)
Fe (mg)
Ca (mg)
Vitamin A (IU)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin B2 (mg)
Niacin (mg)
Vitamin C (mg)
Jumlah
70
0,3
113
2,3
1
46
7100
0,08
0,05
0,9
20
2.2. Pati
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik.
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya bergantung dari panjang rantai
karbonnya serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari
dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa
dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin (Winarno, 2002).
Pati terdapat dalam sel tanaman dalam bentuk partikel-partikel yang tidak
larut yang disebut granula. Penampakan mikroskopik dari granula pati seperti
bentuk, ukuran, keseragaman dan letak hilum (ditengah atau ditepi) berbeda-beda
untuk setiap jenis tanaman penghasil pati. Menurut Lin Jane et al, (1992 dalam
Ega, 2002) bahwa ukuran granula pati yang berasal dari biji-bijian lebih kecil dari
tanaman sumber pati lainnya, yaitu berkisar antara 3-20 m sedangkan yang
berasal dari umbi-umbian 10-100 m dan yang berasal dari batang 50 m.
Kondisi tersebut salah satunya yang menyebabkan pati yang berasal dari biji-
10
bijian cenderung mempunyai suhu gelatinisasi yang rendah dan lebih mudah
untuk dihidrolisis oleh katalisator asam maupun enzim.
Dalam air dingin pati tidak dapat larut, akan tetapi dalam air panas akan
membentuk larutan yang lebih kental. Butir-butir pati akan mengembang dan
mengabsorbsi air dalam jumlah besar apabila campuran antara pati dan air
dipanaskan. Air yang berdifusi dalam jumlah cukup besar akan mengakibatkan
gelatinasi membentuk gel sehingga akan lebih mudah dihidrolisis (Ega, 2002).
Amilosa terdiri dari 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan 1,4 glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga
terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4
gikosidik dan sebagian lagi ikatan 1,6 glikosidik. Adanya ikatan glikosidik ini
menyebabkan terjadinya percabangan sehingga molekul amilopektin berbentuk
rantai terbuka dan bercabang. Molekul-molekul amilopektin lebih besar daripada
molekul amilosa karena terdiri dari 1000 unit glukosa. Pati dapat dihidrolisis
sempurna menjadi glukosa dengan menggunakan asam dan juga enzim (Poedjiadi
dan Titin, 2006).
Hidrolisis sempurna amilosa hanya menghasilkan D-glukosa sedangkan
hidrolisis parsial amilosa menghasilkan maltosa sebagai satu-satunya disakarida.
Pada hidrolisis sempurna amilopektin hanya akan menghasilkan suatu campuran
disakarida maltosa dan isomaltosa (Fessenden and Fessenden, 1991).
11
Proporsi pati relatif dari amilosa dan amilopektin berbeda-beda dari satu
jenis pati dengan pati lainnya. Pati alami biasanya mengandung amilopektin lebih
banyak dari pada amilosa. Butiran pati mengandung amilosa berkisar antara 15-30
% sedangkan amilopektin berkisar antara 70-80 % (Charley, 1982 dalam Ega
2002). Menurut Damardjati dan Widowati (1994) ubi jalar mengandung pati 22,4
%.
12
komponen
karbohidrat
lemak
protein
air
abu
Tabel 2. Komposisi kimia tepung ubi jalar (sumber : Widowati dkk, 2001)
13
14
Menurut Kay (1973 dalam Ega, 2002), melaporkan bahwa umbi ubi jalar
mengandung gula pereduksi sebesar 0,5-2,5 %. Monosakarida merupakan gula
pereduksi berbentuk kristal padat yang larut di dalam air tetapi tidak larut di
dalam pelarut non polar. Glukosa merupakan monosakarida yang umum dijumpai
di alam (Winarno, 2002). Fermentasi akan mengubah glukosa menjadi etanol
dengan bantuan mikroorganisme tertentu seperti Saccharomyces cerevisiae secara
anaerob melalui jalur Embden Mayerhof Parnas (Sudarmadji dkk, 1989).
15
16
yang dapat
memecah polisakarida (pati, glikogen, dan lain-lain) pada ikatan 1,4 dan 1,6
dengan menghasilkan glukosa (Darwis dan Sukara 1990 dalam Kombong, 2004).
Penggunaan enzim glukoamilase sebagai katalisator reaksi-reaksi biologi dalam
bidang pangan dan non pangan telah memberikan manfaat dan keuntungan bagi
manusia. Glukoamilase banyak digunakan dalam industri gula cair dan beer
(Frazier dan Westhoff, 1988 dalam Kombong, 2004). Pada penelitian tentang
aktivitas enzim glukoamilase terhadap pati kentang dan jagung diperoleh bahwa
enzim ini memiliki daya hidrolitik yang lebih optimal pada waktu fermentasi lima
hari dibandingkan satu, dua, tiga atau empat hari (Kombong, 2004).
Enzim glukoamilase atau sering disebut amiloglukosidase atau -1,4glukano
glukohidrolase
merupakan
enzim
ekstraseluler
yang
mampu
17
2 Saccharromyces cerrevisiae
2.7.
Sacccharomyces cerevisiae
c
teermasuk fam
mili dari Sacccharomycetaales dengan
g
genus
Sacchharomyces (Alexopouluus et al., 19986). Bentuuk sel kham
mir bundar,
l
lonjong,
m
memanjang
seperti
beenang
dan
menghasiilkan
psedoomiselium.
B
Berkembang
g biak seccara vegetattif dengan cara pengguncupan multilateral.
m
K
Konjugasi
isogami atauu heterogam
mi dapat men
ndahului dann dapat terjadi setelah
p
pembentuka
an askus. Seetiap askus dapat menggandung satuu hingga em
mpat spora
d
dengan
berbbagai bentuk dengan sporra yang dapaat berkonjuggasi (Pelczarr and Chan,
1986). Kham
mir ini dappat tumbuh pada kisaraan pH 3-6 dan memiliiki interval
t
temperatur
u
untuk
metabolismenya cukup lebar. Temperatur maksimum sekitar 405500 C dengan
n temperaturr minimum 00 C (Sudarm
madji dkk, 1989).
Sacccharomyces cerevisiae
c
m
merupakan saalah satu khaamir yang telah dikenal
m
memiliki
daaya konversii gula menjaadi etanol. Khamir
K
ini memiliki
m
enzzim zimase
d
dan
invertase. Enzim invertase berfungsi
b
seebagai pemeecah sukrossa menjadi
m
monosakarid
da (glukosa dan fruktoosa). Enzim zimase akaan mengubaah glukosa
m
menjadi
etan
nol (Judoamidjojo et al.,, 1989).
18
19
20
etanol terjadi pada kondisi anaerob dengan menggunakan khamir tertentu yang
dapat mengubah glukosa menjadi etanol melalui Embden Mayerhof Parnas
Pathway. Dari 1 molekul glukosa akan terbentuk 2 molekul etanol dan CO2,
sehingga berdasarkan bobotnya secara teoritis 1 gram glukosa akan menghasilkan
0,51 gram etanol (Judoamidjojo, 1990).
Reaksi pembentukan etanol :
C12H22O12 + H2O
C6H12O6 + C6H12O6
(sukrosa)
(glukosa) (fruktosa)
C6H12O6
(glukosa)
2 C2H5OH + 2 CO2
(etanol)
21
Salah satu spesies khamir yang telah dikenal mempunyai daya konversi
gula menjadi etanol yang tinggi adalah Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces
cerevisiae menghasilkan enzim invertase dan zimase. Enzim invertase berfungsi
sebagai pemecah sukrosa menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa). Enzim
zimase akan mengubah glukosa menjadi etanol (Judoamidjojo et al., 1989).
2.9. Bioetanol
Menurut Prihandana dkk, (2007) bioetanol adalah etanol yang dibuat dari
biomassa yang mengandung komponen pati atau selulosa melalui proses biologi.
Etanol merupakan kependekan dari etil alkohol (C2H5OH) atau disebut juga
22
sebagai alkohol. Bentuk etanol berupa cairan yang tidak berwarna dan mempunyai
aroma yang khas. Berat jenisnya pada 150 C adalah sebesar 0,7937 dengan titik
didihnya 78,320 C pada tekanan 766 mmHg. Sifatnya yang lain adalah larut dalam
air dan eter serta mempunyai panas pembakaran 328 kkal (Judoamidjojo, 1990).
Bioetanol memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan bensin.
Beberapa kelebihan bioetanol yaitu mengandung 35 % oksigen, memiliki nilai
oktan yang tinggi yaitu sebesar 96-113, bersifat ramah lingkungan karena gas
buangnya rendah terhadap senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai polutan
seperti karbon monoksida, nitrogen oksida dan gas rumah kaca serta bioetanol
dapat diperbaharui (Hambali dkk, 2007).
Menurut Hambali dkk, (2007) berdasarkan kadar alkoholnya, etanol dibagi
menjadi tiga tingkatan, antara lain :
1. Tingkatan industri dengan kadar alkohol 90-94 %.
2. Netral dengan kadar alkohol 96-99,5 %, umumnya digunakan untuk minuman
keras atau bahan baku industri farmasi.
3. Tingkatan bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99,5 %.
23
kolom gelas non polar metil silikon. Gas pembawa helium kemudian mengangkut
uap bahan tersebut menerobos kolom sehingga komponen-komponennya terpisah
oleh proses kromatografik. Komponen yang terbawa kemudian akan terdeteksi
oleh detektor nyala pengion dan sinyal detektor diolah oleh suatu sistem akuisisi
data elektronik. Komponen-komponen pada cairan terdeteksi dengan waktu
retensinya sedangkan konsentrasi setiap komponen diketahui melalui luas puncak
kromatogram (Prihandana dkk, 2007).
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
25
26
27
1150 C selama 1 jam pada tekanan 1 atm. Larutan diangkat, didinginkan dan
dinetralisasi dengan Na2CO3 10 %. Kadar gula reduksi dan gula total dianalisis
untuk hidrolisis asam.
Pada hidrolisis dengan enzim, masing-masing larutan hasil hidrolisis asam
( 135 ml) ditambahkan 10 % (v/v) isolat Aspergillus flavus, Aspergillus niger
dan kombinasi keduanya. Hidrolisis dilakukan pada suhu ruang selama 72 jam
dengan agitasi 120 rpm. Larutan hasil hidrolisis dianalisis gula reduksinya.
Larutan hidrolisis dengan kadar gula pereduksi tertinggi dianalisis pula kadar gula
totalnya.
28
29
3.3.10. Distilasi
Larutan hasil fermentasi 165 ml dimasukkan ke dalam labu didih dan
didihkan pada rentang suhu 78-1000 C. Cairan hasil distilasi ditampung dan
dianalisis kadar etanolnya dengan metode berat jenis.
30
Berat jenis yang terukur dikonversikan pada tabel konversi berat jenis
etanol pada suhu 150 C.
3.3.12. Dehidrasi
Dehidrasi dilakukan dengan menambahkan CaO pada destilat etanol ( 20
ml) dengan perbandingan 1 : 4 (CaO : etanol). Kemudian didiamkan selama 24
jam. (Prihandana dkk, 2007).
Panjang kolom
: 150 m
Temperatur awal
: 600 C
: 15 menit
Laju program
: 300 C/menit
Temperatur akhir
: 2500 C/menit
: 23 menit
31
Injektor
Temperatur
: 3000 C
Split rasio
: 200 : 1
: 0,1-0,5 l
Detektor
Tipe
: FID
Temperatur
: 3000 C
: hidrogen
Gas pembakar
: udara
Gas penambahan
: nitrogen
Gas pembawa
: helium
: 21-24 cm/s
32
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
34
asam menggunakan HCl 0,5 N sebesar 6,20 % sedangkan kadar gula pereduksi
hasil hidrolisis asam HCl 0,5 N dan enzimatis dengan menggunakan isolat
mengalami peningkatan seperti terlihat pada gambar berikut.
14%
persentase kadar
gula pereduksi
12%
10%
8%
6%
4%
2%
0%
Asam
Asam dan
Aspergillus
flavus
Asam dan
Aspergillus
niger
Asam dan
kombinasi
kedua isolat
hidrolisis
Gambar 9. Pengaruh hidrolisis dan jenis isolat terhadap kadar gula pereduksi
Hidrolisis asam terjadi secara acak sedangkan hidrolisis dengan enzim
reaksi hidrolisis yang terjadi dapat beragam, tingkat konversi lebih tinggi dan
reaksi yang spesifik (Judoamidjojo et al., 1989). Enzim -amilase bekerja
memutus ikatan karbon -1,4 sedangkan enzim glukoamilase memutus ikatan
karbon -1,4 dan -1,6 pada titik percabangan. Peningkatan kadar gula pereduksi
pada hidrolisis enzim disebabkan adanya proses berkelanjutan pemecahan
molekul pati oleh enzim amilolitik dari isolat A. flavus dan A. niger.
Kadar gula pereduksi tertinggi pada hidrolisis asam dan enzimatis
diperoleh pada hidrolisis enzimatis dengan menggunakan isolat A. niger sebesar
12,61 %, kemudian A. flavus sebesar 9,04 % dan terakhir kombinasi kedua isolat
sebesar 8,30 %. Tingginya kadar gula pereduksi yang dihasilkan dengan isolat A.
35
niger dikarenakan produktivitas enzim ekstraseluler dari isolat ini yaitu -amilase
terus mengalami peningkatan selama periode 72 jam pada suhu perlakuan (suhu
ruang). Hal ini sesuai dengan penelitian Nandakumar et al, (1994 dalam
Pambayun, 1996) yang mengemukakan bahwa peningkatan produksi -amilase
dari isolat A. niger yang ditanam dari substrat bekatul gandum secara perlahanlahan terjadi selama periode 72 jam pada suhu ruang.
Selain produktivitas menghasikan enzim -amilase yang cukup tinggi,
isolat ini mungkin pula menghasilkan enzim amilolitik lain yaitu enzim
glukoamilase (Darwis dan Sukara, 1990 dalam Kombong, 2004). Enzim ini dapat
memecah polisakarida seperti pati pada ikatan karbon -1,4 dan -1,6 dengan
menghasilkan glukosa. Menurut Kosaic et al, (1983 dalam Astuty, 1991) A. niger
juga menghasilkan enzim pektin depolimerase. Gabungan antara glukoamilase
dengan pektin depolimerase dapat menurunkan viskositas pati serta meningkatkan
proses sakarifikasi dari pati (Svenby et al., 1981 & Chua et al., 1984 dalam
Astuty, 1991).
Sinergisme kerja enzim tersebut dari isolat A. niger mengakibatkan
tingginya kadar gula pereduksi hasil hidrolisis asam dan enzim. Sinergisme antara
enzim glukoamilase dan pektin depolimerase kemungkinan terjadi pula antara
enzim -amilase dengan glukoamilase yang dihasilkan dari satu mikroorganisme
yaitu A. niger. Proses sinergisme terjadi mula-mula glukoamilase menghidrolisis
bagian permukaan granula setelah itu bagian dalam dihidrolisis oleh enzim amilase dengan menghasilkan senyawa oligosakarida dan dekstrin. Dua senyawa
terakhir selanjutnya berperan sebagai substrat glukoamilase (Fuji et al., 1988,
36
dalam Pambayun, 1996). Sinergisme kerja enzim ini mungkin hanya terjadi pada
mikroorganisme tunggal sehingga kadar gula pereduksi yang dihasilkannya lebih
tinggi bila dibandingkan dengan mikroorganisme campuran atau kombinasi.
Kadar gula pereduksi hidrolisis asam dan enzimatis terendah diperoleh
pada hidrolisis enzimatis dengan kombinasi kedua isolat yaitu sebesar 8,30 %. Hal
ini terjadi karena adanya persaingan mendapatkan nutrisi pada kedua isolat untuk
tumbuh. Persaingan tersebut mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan dan
metabolisme isolat sehingga hasil gula pereduksi dari kombinasi isolat tersebut
akan menurun.
Pada hidrolisis asam dan enzimatis dengan isolat A. flavus kadar gula
pereduksi yang dihasilkan sebesar 9,04 %. Bila dibandingkan dengan A. niger,
kadar gula pereduksi yang dihasilkan masih rendah. Hal ini mungkin dikarenakan
kemampuan produksi dan aktivitas enzim -amilase untuk merombak pati
menjadi gula dari isolat A. flavus kurang optimal dibandingkan enzim -amilase
dan glukoamilase yang dihasilkan A.niger. Aktivitas enzim glukoamilase dari
isolat A. niger lebih optimal dibandingkan -amilase dari isolat A. niger
dikarenakan enzim glukoamilase tidak hanya dapat memutus ikatan -1,4 tetapi
juga memutus ikatan -1,6 pada titik percabangan pati.
Hasil uji statistik pada perlakuan hidrolisis dengan memanfaatkan asam
dan enzim dari isolat yang berbeda menunjukkan bahwa nilai signifikasi (P<0,05)
atau terdapat perbedaan yang nyata terhadap kadar gula pereduksi yang
dihasilkan. Pada uji lanjut Duncan juga diketahui bahwa setiap perlakuan berbeda
37
nyata dimana perlakuan pada hidrolisis dengan menggunakan isolat dari A. niger
memiliki nilai tertinggi dibandingkan perlakuan yang lainnya.
38
glukohidrolase
merupakan
enzim
ekstraseluler
yang
mampu
39
14
12
logjumlahsel/ml
10
8
6
4
2
0
0
12
16
20
24
28
waktufermentasi(jam)
40
persentase
kadar etanol
18%
15%
12%
9%
6%
3%
0%
24
48
72
Gambar 11. Pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar etanol berat jenis
Kadar etanol yang cukup tinggi pada fermentasi 72 jam karena aktivitas
khamir Saccharomyces cerevisiae dalam memfermentasi sudah berlangsung
sempurna dan baik. Menurut Reed et al, (1982 dalam Jusfah, 1989) bahwa kadar
etanol yang baik akan dihasilkan pada waktu fermentasi 50 jam sampai 72 jam
pada suhu 25-300 C. Kadar gula pereduksi sebesar 12,61 % pada fermentasi dan
suhu ruang bagi khamir cukup optimal untuk menghasilkan etanol, menurut
Frazier dan Westhoff (1978 dalam Sudarmadji dkk, 1989) bahwa kadar gula yang
optimum untuk fermentasi antara 10-18 % dengan suhu optimum antara 25-300 C.
Kadar etanol terendah diperoleh pada waktu fermentasi 48 jam yaitu 3.33
% dan 24 jam sebesar 3,66 %. Kadar etanol rendah dikarenakan khamir
saccharomyces cerevisiae baru mulai memperbanyak diri dengan memanfaatkan
glukosa hasil hidrolisis. Pada waktu fermentasi 48-72 jam proses pembentukan
etanol oleh enzim invertase dan zimase Saccharomyces cerevisiae terus
mengalami peningkatan. Hal ini yang menyebabkan kadar etanol fermentasi 72
jam jauh lebih tinggi dari kadar etanol fermentasi 24 dan 48 jam. Menurut
Presscolt dan Dunns (1959 dalam Jusfah, 1989) bahwa pada awal fermentasi
khamir
akan
terlebih
dahulu
memanfaatkan
gula
untuk
tumbuh
dan
41
memperbanyak diri. Kadar etanol tertinggi pada waktu fermentasi 72 jam juga
dihasilkan dari penelitian Mohamad dan Hasan (2008) dengan menggunakan
substrat kulit ubi kayu sebesar 6,33 %. Begitu pula dengan penelitian Jusfah
(1989) yang memfermentasi batang pisang menjadi etanol memperoleh kadar
etanol tertinggi pada waktu fermentasi 72 jam.
Hasil uji statistik dengan perlakuan waktu fermentasi 24, 48 dan 72 jam
menunjukkan bahwa nilai signifikasi (P<0,05) atau terdapat perbedaan yang nyata
terhadap kadar etanol yang dihasilkan. Pada uji lanjut Duncan diketahui pula
bahwa setiap perlakuan berbeda nyata dimana perlakuan fermentasi 72 jam
memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
42
50
persentase
kadar etanol (%)
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
24
48
72
Gambar 12. Pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar etanol kromatografi gas
Kadar etanol yang dihasilkan pada waktu fermentasi 24 jam hanya sebesar
0,08 %. Pada waktu fermentasi 48 jam sebesar 25,07 % dan fermentasi 72 jam
sebesar 46,17 %. Kadar etanol yang tinggi pada waktu fermentasi 72 jam mungkin
disebabkan proses fermentasi sudah berlangsung sempurna sedangkan waktu
fermentasi 24 dan 48 jam belum sempurna karena pada awal fermentasi tersebut
khamir baru mulai memanfaatkan glukosa hasil hidrolisis untuk tumbuh dan
memperbanyak diri (Presscolt dan Dunns, 1959 dalam Jusfah, 1989). Kadar
etanol hasil kromatografi gas lebih tinggi dan murni dibandingkan kadar etanol
berat jenis dikarenakan proses dehidrasi yang dapat mengikat molekul air.
43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Pada penelitian produksi bioetanol secara hidrolisis asam dan enzimatis
pada pati ubi jalar (Ipomoea batatas L) menggunakan isolat Aspergillus flavus
UICC 372 dan Aspergillus niger UICC 371 dapat disimpulkan :
1. Terdapat perbedaan hasil hidrolisis pati menjadi gula pereduksi dengan
memanfaatkan enzim dari isolat Aspergillus flavus, Aspergillus niger dan
kombinasi kedua isolat. Gula pereduksi tertinggi diperoleh pada hidrolisis
asam dan enzim dengan isolat dari Aspergillus niger sebesar 12,61 %.
2. Waktu fermentasi mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan dengan
kadar etanol tertinggi dihasilkan pada fermentasi 72 jam sebesar 46,17 %.
5.2. Saran
Pada tahap distilasi etanol perlu menggunakan alat distilasi yang lebih baik
agar kadar etanol yang dihasilkan dapat optimal.
43
44
DAFTAR PUSTAKA
45
Hasyim, A dan M. Yusuf. 2008. Diversifikasi Produk Ubi Jalar Sebagai Bahan
Pangan Substitusi Beras. http://www.litbang.deptan.co.id, 18 Agustus
2009, pkl. 16.50 WIB.
Hendayana, S., Maekinnu, S.S. Adji. 2000. Kimia Analitik. Universitas terbuka.
Jakarta.
Holila, D. 2007. Konversi pati ganyong (canna edulis ker.) menjadi bioetanol
melalui hidrolisis asam dan fermentasi. Skripsi : Program Studi Kimia
Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta.
Judoamidjojo, M. 1990. Teknologi Fermentasi. IPB-Press. Bogor.
Judoamidjojo, R.M., E.G. Said & L. Hartanto. 1989. Biokonversi. Departemen
Pendididkan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas Bioteknologi-IPB. Bogor.
Jusfah, J. 1989. Pemanfaatan limbah batang pisang sebagai bahan baku
pembuatan alkohol secara fermentasi. Laporan Penelitian Universitas
Andalas. Padang.
Kombong, H. 2004. Evaluasi daya hidrolitik enzim glukoamilase dari filtrat kultur
Aspergillus niger. FMIPA Unhalu kendari. Jurnal Ilmu Dasar. 5(1):16-20.
Mardoni, dan M.M Yetty Tjandrawati. 2005. Perbandingan metode kromatografi
gas dan berat jenis pada penetapan kadar etanol dalam minuman anggur.
Laporan penelitian. Fakultas farmasi USD.
Melliawati, R., R.S. Suherman, B. Subardjo. 2006. Pengkajian kapang endofit dari
taman nasional gunung halimun sebagai penghasil glukoamilase. Jurnal
Berkala Penelitian Hayati. 12 (2006) : 1925.
Mizokami, K., H. Katsura, Y. Okita, S. Sekitou, H. Takahashi, T. Yamamoto.
1994. Shifts in the optimum pH of Rhizopus glucoamylase depending on
the reaction temperatures. Biosci. Biotech. Biochem., 58 (1) : 183-184.
Mohamad, E dan H. Hasan. 2008. Pemanfaatan kulit ubi kayu untuk pembuatan
alkohol dengan cara fermentasi. Laporan Penelitian. Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan IPA. Universitas Negeri Gorontalo.
Pambayun, R. 1996. Fermentasi etanol pada ubi talas liar (Colocasia esculenta (L)
Schott) tanpa pemanasan oleh S. fibuligera FNCC 3027 & S. cerevisiae
FNCC 3004. Tesis : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada .
Yogyakarta.
46
Pelczar, M.J and E.C.S Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Terj. dari
Elements of Microbiology, R.S. Hadioetomo, T. Imas, S.S. Tjitrosomo,
S.L. Angka. UI-Press. Jakarta.
Poedjiati, A dan T. Supriyanti. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta.
Prihandana, R., K. Noerwijati, P. Gamawati, Adinurani, D. Setyaningsih, S.
Setiadi & R. Handoko. 2007. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa
Depan. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Rukmana, R. 1997. Ubi Jalar Budi Daya dan Pasca Panen. Kanisius.
Yogyakarta.
Sani, A., Awe F.A, and Akinyanju, J.A. 1992. Amylase synthesis in Aspergillus
flavus and Aspergillus niger grown on cassava peel. Journal of Industrial
Microbiology. 10 (1992) : 55-59.
Saroso, H. 1998. Pemanfaatan kulit pisang dengan cara fermentasi untuk
pembuatan alkohol. Laporan penelitian. Universitas Brawijaya Malang.
Sarwono, B. 2005. Ubi Jalar Cara Budidaya Yang Tepat, Efisien dan Ekonomis.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudarmadji, S., R. Kasmidjo, Sardjono, D. Wibowo, S. Margino & E.S Rahayu.
1989. Mikrobiologi Pangan. UGM. Yogyakarta.
Sudarmadji, S., B. Haryono & Suhardi. 1997. Prosedur Analisis Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Wargiono, J. 1980. Ubi Jalar dan Cara Bercocok Tanamnya. Lembaga Pusat
Penelitian Bogor. Bogor.
Widowati, S, N. Richana, Suarni, P. Raharto, IGP. Sarasutha. 2001. Studi
potensial dan peningkatan dayaguna sumber pangan lokal untuk
penganekaragaman pangan di Sulawesi Selatan. Laporan hasil penelitian
Puslitbangtan. Bogor.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Yusak, Y. 2003. Pengaruh variasi volume HCl 0,5 N dan waktu hidrolisa terhadap
mutu sirup pada pembuatan sirup glukosa dari pati ubi jalar (Ipomoea
batatas L, Sin batatas edulis choisy). FMIPA-USU Medan. Jurnal Sains
Kimia. 7 (2) : 69-73.
.
47
Homopolimer glukosa
hidrolisis enzim
dengan isolat kapang
glukosa
inokulasi khamir
Saccharomyces cerevisiae
fermentasi selama 72 jam
distilasi
48
Absorbansi
0,002
0,002
0,021
0,688
1,471
1,59
1,679
1,688
49
50
Absorbansi
0,096
0,205
0,319
0,500
0,617
0,711
0,8
0,7
Absorbansi(A)
0,6
0,5
0,4
0,3
y=0,0064x+0,0871
0,2
R =0,9925
0,1
0
0
20
40
60
Konsentrasi(ppm)
80
100
120
51
Absorbansi
0,132
0,382
0,774
1,054
1,209
1,275
1,6
1,4
Absorbansi(A)
1,2
1
0,8
0,6
y=0,0061x+0,1989
0,4
2
R =0,9512
0,2
0
0
50
100
150
Konsntrasi(ppm)
200
250
52
Sampel
AF
AN
AC
Absorbansi
Konsentrasi
(ppm)
Kadar gula
pereduksi (b/v)
0,501
0,450
0,506
0,750
0,574
0,680
0,984
0,872
0,836
0,678
0,698
0,486
64464,17
65242,10
56520,25
103249,22
75834,89
92345,79
139697,82
122252,34
116644,86
92034,27
95149,53
62127,73
6,44 %
6,52 %
5,65 %
10,32 %
7,58 %
9,23 %
13,96 %
12,22 %
11,66 %
9,20 %
9,51 %
6,21 %
Rata-rata
kadar gula
pereduksi (b/v)
Keterangan :
A
= hidrolisis asam HCl 0,5 N 25 ml
AF
= hidrolisis asam HCl 0,5 N 25 ml + isolat Aspergilus flavus
AN
= hidrolisis asam HCl 0,5 N 25 ml + isolat Aspergillus niger
AC
= hidrolisis asam HCl 0,5 N 25 ml + kombinasi kedua isolat
6,20 %
9,04 %
12,61 %
8,30 %
53
48
72
Berat cairan
destilat
Kadar etanol
9,9688
9,9664
9,7979
9,8014
9,8067
9,7819
9,7837
9,8738
9,6564
0,99260
0,99236
0,99433
0,99469
0,99523
0,99271
0,97317
0,98314
0,97797
4%
4%
3%
3%
3%
4%
18 %
10 %
14 %
Rata-rata
kadar etanol
3,66 %
3,33 %
14 %
54
Lampiran 9. Tabel Konversi Berat Jenis Etanol Pada Suhu 150 C (sumber : America Institute of Physics Handbook, 1957)
% etanol
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
BJ etanol % etanol
0,99913
24
725
25
542
26
365
27
195
28
032
29
0,98877
30
729
31
584
32
442
33
304
34
171
35
041
36
0,97914
37
790
38
669
39
552
40
433
41
313
42
191
43
068
44
0,96944
45
818
46
689
47
BJ etanol % etanol
0,96558
48
424
49
287
50
144
51
0,95996
52
844
53
686
54
524
55
357
56
186
57
011
58
0,94832
59
650
60
464
61
273
62
079
63
0,93882
64
682
65
478
66
271
67
062
68
0,92852
69
640
70
426
71
BJ etanol % etanol
0,92211
72
0,91995
73
776
74
555
75
333
76
110
77
0,90885
78
659
79
433
80
207
81
0,89980
82
752
83
523
84
293
85
062
86
0,88830
87
597
88
364
89
130
90
0,87895
91
660
92
424
93
187
94
0,86949
95
BJ etanol % etanol
0,86710
96
470
97
229
98
0,85988
99
747
100
505
262
018
0,84772
525
277
028
0,83777
525
271
014
0,82754
492
227
0,81959
688
413
134
0,80852
BJ etanol
0,80566
274
0,79975
670
360
55
Derajat
bebas
64,060
13,788
77,847
Perlakuan
Galat
]Total
Jumlah
kuadrat
3
8
11
Rata
tengah
21,353
1,723
F
12,390
Sig
0,002
Kesimpulan :
P<0,05 : ada perbedaan hasil hidrolisis pati menjadi gula pepereduksidengan
memanfaatkan enzim dari isolat Aspergillus niger, Aspergillus flavus
dan kombinasi keduanya.
Uji lanjut Duncan
hidrolisis
asam
kombinasi
A.flavus
A.niger
Sig.
N
3
3
3
3
1
6,2033a
8,3067a
0,085
Subset
2
8,3067b
9,0433b
0,511
12,6133c
1,000
56
Derajat
bebas
220,667
33,333
254,000
Perlakuan
Galat
]Total
Jumlah
kuadrat
2
6
8
Rata
tengah
110,333
5,556
Sig
19,860
Kesimpulan :
P<0,05 : waktu fermentasi mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan
Uji lanjut Duncan
Waktu
fermentasi
24 jam
48 jam
72 jam
Sig.
N
3
3
3
Subset
1
2
a
3,6667
3,3333a
14,000b
0,868
1,000
0,002
57
58
59
60
61
x 93 %
Luas puncak etanol standar