Leukemia Mielositik Kronik PDF
Leukemia Mielositik Kronik PDF
RINGKASAN
Leukemia nonlimfobalistik akut (LNLA) merupakan penyakit keganasan
pada sel nonlimfoid, ditandai dengan proliferasi sel blas pada sumsum
tulang dan kegagalan produksi sel darah normal. Meskipun insidennya
rendah pada kelompok anak, akan tetapi karena angka kematiannya masih
sangat tinggi, diperlukan pendekatan diagnosis yang teliti dan pengobatan
yang adekuat. Gejala dan tanda klinik LNLA hampir sama dengan leukemia
limfoblastik akut, yang menunjukkan manisfestasi pucat, demam atau
infeksi dan perdarahan.
Sebagian besar kasus LNLA dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
morfologi sel dari aspirat sumsum tulang dengan pewarnaan WrightGiemsa. Untuk diagnosis yang lebih akurat diperlukan pemeriksaan
sitokimia, sitogenetika, antibodi monoklonal dan biologi molekuler. FrenchAmerican-British Cooperative Group membagi LNLA menjadi 8 subtipe
berdasarkan pemeriksaan morfologi sel, sitokimia dan antibodi monoklonal.
Diagnosis ditegakkan bila dijumpai sel blas (30% pada aspirat sumsum
tulang.
Tujuan pengobatan LNLA adalah untuk mencapai remisi jangka panjang.
Diperlukan penatalaksanaan yang meliputi penatalaksanaan umum, tindakan
terhadap berbagai faktor penyulit seperti demam atau infeksi, perdarahan,
sindrom, tumor lisis dan lekostatis, serta pemberian kemoterapi. Protokol
pemberian kemoterapi masih berbeda pada setiap institusi.
Secara umum, obat pilihan pada fase induksi adalah gabungan sitosin
arabinosid dan daunorubisin. Banyak penelitian dikembangkan untuk
memperpanjang masa remisi komplit dan mengurangi komplikasi yang
timbul pada fase induksi. Sampai saat ini kegagalan pengobatan masih
sangat tinggi, dimana masa bebas penyakit hanya dapat dicapai pada 40%
kasus LNLA.
Pendahuluan
Leukemia nonlimfoblastik akut (LNLA) merupakan penyakit keganasan
yang bersifat klonal pada sistem pembentukan darah, ditandai dengan
gangguan proliferasi sel blas pada sumsum tulang dan kegagalan produksi
sel darah normal1-7. Nonlimfoblastik berarti berasal dari sel nonlimfoid dan
akut menunjukkan lama perjalanan penyakit serta sangat rendahnya harapan
hidup pada kasus yang tidak diobati4,5. Beberapa istilah yang sama
digunakan untuk LNLA, yaitu leukemia mielogenous akut dan leukemia
mieloid akut. French-American-British/FAB Cooperative Group
menggunakan istilah leukemia mieloid akut8,9.
Angka kejadian LNLA kira-kira 15--20% dari leukemia pada anak1,2,47,10-12 dan paling sering pada masa neonatal1,11,12 tanpa ada perbedaan
jenis kelamin1,6,12. Perbandingan insiden LNLA dengan leukemia
limfoblastik akut (LLA) pada anak di bawah usia 15 tahun 1 : 46,12. LLA
lebih sering terjadi pada anak-anak dan sebaliknya kejadian LNLA makin
meningkat pada usia dewasa1,2,4,6,10,13.
Meskipun penyebab pastinya belum diketahui1,2,4-7, beberapa faktor
predisposisi untuk terjadinya LNLA sudah dapat dikenali. Di antaranya
sindrom Down, anemia Fanconi1,2,6,7,11,12, sindrom Kostmann6,11,12,14,
sindrom Bloom2,6,7,11,12, anemia Diamond-Blackfan6,11,12, sindrom
mielodisplastik6, ataksia telangiektasis1,2, anemia aplastik sesudah terapi
imunosupresif6,7, radiasi1,2,4,6,7,10-12, kontak dengan benzen6, dan obatobatan ankylating agent1,2,4-7,11,12, atau epipodofilotoksin6,11,12.
Selama 20 tahun terakhir ini kemampuan hidup anak penderita LNLA
meningkat dari 10% menjadi 40% karena tingkat remisi komplit yang tinggi
dan tingkat relaps yang rendah6,12. Pengetahuan dasar tentang biologi
molekuler pada LNLA juga telah berkembang dan memberi penjelasan
tentang biologi dan patogenesis LNLA3,10,12.
Walaupun masa bebas penyakit dalam jangka panjang masih rendah, dengan
panatalaksanaan yang optimal diharapkan dapat memberikan kesempatan
hidup yang layak pada anak penderita LNLA. Oleh karena itu, penentuan
sangat penting oleh karena dapat merupakan tanda awal dari LNLA1,14,
tetapi kadang-kadang sulit dibedakan dengan small cell sarcoma dan
limfoma14.
Keterlibatan susunan saraf pusat sering terjadi pada LNLA dibanding
LLA2,6,7,11,12,14, dengan frekuensi antara 5--10%7,12,14, dan terutama
pada anak < 1 tahun dengan subtipe monositik14. Gejala biasanya bersifat
asimtomatik7, tetapi kadangkala menimbulkan manifestasi seperti sakit
kepala, muntah, papil edema, dan palsi nervus kranialis7,12,14.
Diagnosis
Pada kebanyakan kasus LNLA, pengaruh faktor genetika sangat kecil1,4,
tetapi perlu ditanyakan mengenai kemungkinan adanya riwayat keganasan
pada keluarga lainnya. Anamnesis juga dilengkapi dengan jenis imunisasi
yang telah didapat, dan apakah ada riwayat penyakit infeksi sebelumnya,
termasuk hepatitis, cacar air, campak, dan lain-lain. Pemeriksaan fisik yang
teliti diarahkan terhadap adanya pembesaran kelenjar, hati, limpa atau
keterlibatan organ lainnya17.
Meskipun diagnosis LNLA tidak dapat didasarkan pada gambaran klinis,
subtipe tertentu menunjukkan manifestasi yang khas. LNLA M3 selalu
berhubungan dengan KID dan perdarahan yang berat1,2,4,7,11, sementara
LNLA M4 dan LNLA M5 sering menunjukkan tanda hipertrofi gusi2,4,7
dan nodul pada kulit2,4,7,12.
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan pada setiap pasien yang diduga
menderita keganasan sel darah, yaitu hemoglobin, laju endap darah, MCH,
MCHC, retikulosit, lekosit dan diferensiasinya, golongan darah, faktor
Rhesus, skrining perdarahan, ureum, kreatinin, asam urat, elektrolit serum,
fungsi hati, glukosa, serta LDH17.
Diagnosis definitif LNLA ditegakkan berdasarkan pemeriksaan sumsum
tulang1,2,6,12-14 dengan kriteria diagnosis apabila dijumpai sel blas 30%
pada sumsum tulang1,2,10,12-14. Sebagian besar kasus dapat didiagnosis
dengan tepat dengan menggunakan pewarnaan Wright-Giemsa6,7,14. Dari
pemeriksaan morfologi sel sumsum tulang, dapat dinilai ukuran sel, bentuk
inti dan kromatin, nukleolus, jumlah dan adanya basofil pada sitoplasma,
vakuolisasi, granulasi, serta rasio inti dan sitoplasma15,18. Mieloblas
berbeda dengan limfoblas di mana kromatin inti lebih jelas, rasio inti dan
sitoplasma kecil, dan dijumpai Auer rod pada 1/3 kasus5,18.
Untuk pengenalan terhadap subtipe tertentu dari LNLA, dipakai reaksi
sitokimia seperti Sudan Black B, mieloperoksidase atau esterase
nonspesifik1-5,15,18. Tetapi, karena kesulitan dalam membedakan LNLA
M6 dengan sindrom mielodisplastik, maka kelompok studi FAB membuat
pendekatan diagnosis berdasarkan perhitungan jumlah eritroblas pada
sumsum tulang8.
Kurang dari 20% kasus LNLA sulit dibedakan dengan LLA hanya dengan
pemeriksaan morfologi sel dan reaksi sitokimia6,12. Diperlukan
pemeriksaan lain, yaitu analisis sitogenetika dan immunophenotyping
dengan menggunakan antibodi monoklonal1,6,10,12,14.
Pada kasus yang disertai infeksi berat, bila hasil pemeriksaan meragukan,
maka penyakit dasarnya (misalnya sepsis) harus diobati lebih dahulu, dan
aspirasi sumsum tulang diulangi 7--10 hari kemudian6,12.
Analisis sitogenetika (karyotyping) menunjukkan adanya hubungan antara
sifat onkogenik dan leukemia. Lebih 80% LNLA mempunyai kelainan
kromosom10,14, dimana dapat bersifat spesifik terhadap subtipe tertentu10.
Tiga puluh persen bayi dengan sindrom Down akan menderita LNLA
sebelum usia 3 tahun12. Dengan menggunakan high resolution
chromosomal banding, dapat dideteksi kelainan kromosom yang
tersamar12,13. Teknik sitogenetika terbaru seperti fluorescent in situ
hybridization dapat mendeteksi kelainan kriptik yang tidak bisa ditemukan
pada teknik pemitaan kromosom12.
Teknik antibodi monoklonal (immunophenotyping) untuk mendeteksi
petanda imunologik pada sitoplasma dan permukaan sel sangat membantu
dalam penegakan diagnosis dan penatalaksanaan LNLA1,2,5,6,10,14.
Sebagian kecil LNLA M1, M6, serta semua kasus M0 dan M7 sulit
ditegakkan tanpa pemeriksaan antibodi monoklonal2,12,19. Lebih dari 90%
kasus LNLA menunjukkan minimal satu petanda imunologik sel mieloid
berupa CD 33, CD 13, CD 15, CD 11b, CD 14, atau CD 36. Akan tetapi,
petanda imunologik sel mieloid bisa dijumpai pada beberapa kasus LLA,
dan sebaliknya, sehingga pemeriksaan antibodi monoklonal tidak dapat
dipakai sebagai satu-satunya cara untuk menegakkan diagnosis6.
Pemeriksaan biokimia tertentu dapat mengarahkan diagnosis. Terjadi
peningkatan kadar lisozim atau muramidase pada serum dan urin penderita
LNLA M5. Serum vitamin B12 dan transkobalamin meningkat pada pasien
LNLA M3. Peningkatan Hb-F dan Hb-H terjadi pada LNLA M614. Asam
urat dan LDH sering meningkat terutama pada LNLA M4 dan M51.
Sekarang ini, pemeriksaan rantai polimerase (PCR) sangat berguna untuk
mendiagnosis LNLA dan menilai tingkat remisi setelah pengobatan12.
Diagnosis Banding
LNLA dengan sindrom Down pada bayi harus dibedakan dengan penyakit
mieloproliferatif transien1,7,12. Diagnosis banding lainnya adalah sindrom
mielodisplastik6,7,12, reaksi leukemoid5,7,12, leukemia limfoblastik akut7,
leukemia mielositik kronik11, anemia aplastik5,7, dan purpura
trombositopenia idiopatik5.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk mencapai remisi komplit jangka panjang
dengan mempertahankan kualitas hidup6,13,20.
Penatalaksanaan Umum
Bila pemeriksaan telah lengkap dan diagnosis LNLA ditegakkan, masalah
penyakit tersebut harus dibicarakan dengan orangtua atau keluarga dekat
penderita, sehubungan dengan perjalanan penyakit, rencana pengobatan, dan
efek samping dari pengobatan yang mungkin terjadi1,10. Dukungan
emosional harus diberikan kepada penderita dan orangtuanya1,2,5,10,13.
Perhatian juga ditujukan pada usaha untuk peningkatan status gizi penderita,
kadar elektrolit (khususnya kalium, kalsium, dan fosfor), keluaran urin, serta
kreatin serum2,6,17. Terapi terhadap hiperurisemia dilakukan bila kadar
asam urat > 7 mg/dL dan jumlah blas pada sumsum tulang serta darah tepi
sangat banyak2,17. Allupurinol tidak perlu diberi pada penderita dengan
kadar asam urat < 7 mg/dL dan kadar lekosit < 20.000/L, apabila hidrasi
telah adekuat dan keluaran urin cukup1.
Lekostatis
Anak yang mendeita LNLA lebih rentan terhadap timbulnya efek
penyumbatan aliran darah akibat peninggian kadar lekosit (lekostatis)
dibanding LLA12, karena sifat sel blas yang lebih rapuh dan lebih
banyaknya pelepasan isi sel blas ke dalam darah1. Lekostatis jarang terjadi
bila kadar lekosit tidak melebihi 200.000/L6,12, tetapi pengobatan harus
segera dilakukan bila kadar lekosit > 100.000/L12. Organ yang paling
sering terkena adalah otak dan paru-paru2,5,6,14. Hidroksi urea per-oral dan
lekaferesis atau transfusi tukar sangat efektif dalam menurunkan jumlah sel
blas dalam darah1,12.
Kemoterapi
Protokol pengobatan terhadap LNLA terdiri dari fase induksi dan fase
pascaremisi1,2,4,10,14,20.
Fase induksi
Prinsip pengobatan pada fase induksi adalah kombinasi beberapa obat lebih
baik daripada satu obat1,6,13 dan dosis yang diberikan harus cukup tinggi
untuk mencapai aplasia tulang6. Sebanyak 75--85% pasien mengalami
remisi komplit setelah fase induksi4,6,7,12,14,22,23. Kriteria remisi komplit
menurut The National Cancer Institute (NCI) 19889 adalah terdapatnya
faktor-faktor berikut minimal 4 minggu:
Klinis: keadaan umum membaik, tanda keterlibatan ekstramedulla
menghilang.
Laboratorium:
Darah tepi
: netrofil (1500/L, trombosit 100.000/L tidak
dijumpai sel blas.
Sumsum tulang
: selularitas sumsum tulang 20%, sel blas < 5%, tidak
dijumpai Auer rod.
Obat pilihan pada fase induksi adalah kombinasi sitosin arabinosid (ARA-C)
dan daunorubisin (golongan antrasiklin)2,6,10,12,13,20,24. Sitosin
arabinosid 100--200 mg/m2/hari diberikan secara intravena selama 7 hari
dan daunorubisin 45 mg/m2/hari selama 3 hari6,7,13,25. Etoposid dan 6tioguanin tidak menunjukkan tingkat remisi komplit yang nyata7,12,24.
Obat lain yang mempunyai potensi kuat pada fase induksi adalah idarubisin
(golongan antrasiklin), mitosantron, amsakrin, homoharingtoning, 2klorodioksiadenosin, fludarabin, karboplatin, ATRA, Colony stimulating
factor, dan interleukin-224. Bruserud dkk menyebutkan bahwa sitokin
berperan dalam proliferasi sel blas pada LNLA25. IL-2 dapat mengaktifkan
respons seluler anti tumor sumsum tulang atau darah tepi tanpa
mempengaruhi hemetopoesis26. Efek langsung terhadap pemberian IL
(Inter Leukine)-4, IL-10, dan IL-3 ataupun efek tidak langsung dengan
merangsang pelepasan IL-4, IL-10, dan IL-13 endogen berperan pada
peningkatan efek imunologi anti leukemia25.
Penelitian Vogler dkk menunjukkan bahwa idarubisin lebih efektif
dibandingkan daunorubisin27. Tidak terdapat perbedaan tingkat remisi dan
lamanya remisi pada penderita yang diobati dengan daunorubisin dan
doksorubisin22. Penggunaan ATRA digabungkan dengan sitosin arabinosid
dan daunorubisin untuk penderita LNLA M3 dapat meningkatkan masa
bebas penyakit1.
Remisi dapat terjadi 2--3 minggu11, 4--8 minggu7, dan kadang sampai 8-12 minggu11 setelah pengobatan. Enam puluh persen remisi komplit dicapai
setelah 1 siklus dan 40% setelah 2 siklus pengobatan28.
Setelah fase induksi dimana terjadi hipoplasia sumsum tulang risiko
terhadap perdarahan dan infeksi sangat tinggi7,12. Oleh karena itu, harus
diberi pengobatan suportif berupa transfusi darah maupun antibiotika12.
Penggunaan GM-CSF atau G-CSF yang diberikan setelah fase induksi dapat
memperpendek masa terjadinya netropenia, tetapi hasilnya kurang efektif
dalam pencapaian remisi komplit. Di sisi lain dapat merangsang proliferasi
sel blas LMA10,20,23,29,30. Obat pada fase induksi diberhentikan bila
sumsum tulang bebas dari sel blas selama 1 minggu setelah pengobatan13.
Fase pascaremisi
Belum ada kesepakatan mengenai protokol terbaik untuk memperpanjang
masa remisi komplit pada LNLA1,4,12. Setelah remisi tercapai pengobatan
masih harus dilanjutkan1,10,12-14. Ada beberapa tahapan fase pada fase
pascaremisi, yaitu fase konsolidasi dengan menggunakan obat yang sama
pada fase induksi atau dengan melakukan transplantasi sumsum tulang, fase
intensifikasi atau re-induksi, serta fase pemeliharaan1,2,4-7,12-14.
Transplantasi otologus dianjurkan pada pasien yang telah mengalami remisi
pertama. Bila pasien tidak mengalami remisi atau terjadinya relaps maka
donor harus berasal dari orang lain12,31,32. Transplantasi sumsum tulang
tidak dapat merangsang remisi kedua31. Penelitian Lin dkk menunjukkan
bahwa angka harapan hidup pada anak penderita LMA adalah 67% setelah
dilakukan transplantasi sumsum tulang. Masa remisi rata-rata penderita yang
mendapat transplantasi alogenus lebih lama dibanding transplantasi
otologus33.
Pengobatan pada fase pemeliharaan menggunakan kemoterapi dosis rendah
selama 1--2 tahun setelah remisi12,20. Penelitian Cassileth dkk
membandingkan efektivitas terap fase konsolidasi dan pemeliharaan
mendapatkan bahwa masa hidup bebas penyakit 4 tahun pada kelompok
yang mendapat terapi konsolidasi lebih baik secara bermakna dibanding
yang hanya mendapat terapi pemeliharaan (27 : 16)28.
Terapi pascaremisi bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang
tersisa4,28. Tanpa pengobatan pada fase pascaremisi, lebih dari 90%
penderita akan mengalami relaps dalam 7--8 bulan20. Pada kasus relaps
dilakukan pengobatan berupa re-induksi dengan sitosin arabinosid dosis
tinggi, atau transplantasi sumsum tulang6,12. Radiasi intrakranial pada
LNLA masih dalam perdebatan12,22 meskipun Bruseud menyimpulkan
radiasi sinar gama dapat mencegah perkembangan sel leukemia pada LNLA
secara in vitro34. Juga belum terbukti apakah masa hidup bebas penyakit
penderita LNLA yang mendapat terapi profilaksis SSP lebih panjang
daripada yang tidak mendapat terapi profilaksis SSP6,12. Dengan
penatalaksanaan yang adekuat, masa bebas penyakit hanya dapat dicapai
pada 30--40% penderita LNLA12,20.
Komplikasi
Masalah metabolik jarang terjadi pada LNLA dibanding LLA1,2,12.
Kematian penderita biasanya disebabkan oleh infeksi, yang terjadi dalam
masa 10 minggu pertama pengobatan17,13. Perdarahan hebat sering terjadi
pada LNLA M31,2,4,5,7,14.
Faktor Prognostik
Beberapa faktor yang dapat memperburuk prognosis LNLA adalah
monosomi-7, sebelumnya merupakan sindroma mielodisplastik, lekosit >
100.000/L, leukemia ekstramedulla, dan lama mencapai remisi
komplit2,11,14. Pemeriksaan morfologi dan immunophenotyping pada
LNLA tidak mempunyai korelasi dengan prognostik1,10,14. Prediktor yang
paling kuat untuk menentukan masa hidup bebas penyakit pada LNLA
adalah pemeriksaan analisis sitogenetika14.
Kelangsungan Hidup
Dengan meningkatnya jumlah anak yang menderita LNLA dengan masa
bebas penyakit yang lama, perhatian ditujukan pada pengaruh jangka
panjang akibat leukemia dan pengobatannya. Pertumbuhan, perkembangan,
serta kematangan seks biasanya normal pada anak laki-laki atau perempuan
yang mendapat kemoterapi komplit untuk LNLA. Walaupun demikian,
harus tetap dipantau. Kegagalan gonad, keganasan sekunder, dan perawakan
pendek sering tampak setelah mendapat transplantasi sumsum tulang.
Penelitian mulai menitikberatkan pada masalah peningkataan kualitas hidup
sehingga akan mempengaruhi dasar-dasar pemilihan pengobatan1,2,12.
Kesimpulan
Kasus LNLA jarang terjadi pada anak dimana angka harapan hidupnya
relatif rendah. Diagnosis harus ditegakkan secepat dan seakurat mungkin,
untuk segera diberikan penanganan yang tepat. Sebagian kasus dapat
didiagnosis dengan pewarnaan sederhana dari aspirat sumsum tulang.
Diagnosis penunjang lain adalah sitokimia, antibodi monoklonal, dan
sitogenetika. Penatalaksanaan LNLA meliputi penatalaksanaan umum,
penatalaksanaan terhadap faktor penyulit seperti demam dan infeksi,
perdarahan, sindrom tumor lisis, dan lekostasis, serta pemberian kemoterapi.
Tujuan pengobatan adalah melenyapkan seluruh sel leukemia untuk
mencapai remisi terus-menerus dan mencegah relaps. Sampai saat ini, angka
kematian LNLA pada anak masih tinggi.