Anda di halaman 1dari 26

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi Leukemia
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai darah putih

pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan
proliferasi sel induk hematopoetik.18
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada
satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan
tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan
gejala klinis.19 Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang
disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik
sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum
tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik.20
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai
bentuk leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang berlebihan,21 dapat
menyebabkan kegagalan sumsum tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi.22

2.2.

Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih


Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh23, yaitu

berfungsi melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah putih
berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm3.18

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah
putih digolongkan menjadi 2 yaitu : granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan
agranulosit (leukosit mononuklear).24
2.2.1. Granulosit
Granulosit merupakan

leukosit yang memiliki granula sitoplasma.

Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis


granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil.25
a.

Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh

bakteri,26 sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan
terinfeksi untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus atau agen
penyebab infeksi lainnya.25
Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti
terpisah- pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus (granula). Granula
neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna basa dan memberi
warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma yang
berwarna merah muda26 (gambar 2.3. hapusan sumsum tulang dengan
perbesaran 1000x). 27
Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai
60% dari jumlah sel darah putih.25 Neutrofil merupakan sel berumur pendek
dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup antara 1-4 hari
dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati.24

Universitas Sumatera Utara

b.

Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat

saat terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma
yang kasar dan besar.25 Sel granulanya berwarna merah sampai merah jingga18
(gambar 2.4. hapusan sumsum tulang dengan perbesaran 1000x).27
Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10
jam sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat

eosinofil

menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka hidupnya.26 Dalam darah normal,
eosinofil jauh lebih sedikit dari neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah
putih.24
c.

Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang

dari 1% dari jumlah sel darah putih. Basofil memiliki sejumlah granula
sitoplasma yang bentuknya tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai
hitam25 (gambar 2.5. hapusan sumsum tulang dengan perbesaran 1000x).27
Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin
untuk meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk
membantu mencegah pembekuan darah intravaskular.25
2.2.2. Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit terdiri
dari limfosit dan monosit.25

Universitas Sumatera Utara

a.

Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil,

berkisar 20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas.25
Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran
sitoplasma yang sempit berwarna biru18 (gambar 2.6. hapusan sumsum tulang
dengan perbesaran 1000x).27
Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T
bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam timus. Limfosit B tidak
bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel kelenjar getah bening.
Limfosit T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular melalui
pembentukan sel yang reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika dirangsang
dengan semestinya, berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan
imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respons kekebalan
hormonal.18
b.

Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel

darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam darah.24 Intinya
terlipat atau berlekuk dan terlihat berlobus, protoplasmanya melebar, warna
biru keabuan yang mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan18,28 (gambar
2.7. hapusan sumsum tulang dengan perbesaran 1000x).27
Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel
cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, dan mikroorganisme.24, 25

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1. Sel darah putih27

Gambar 2.2. Leukemia27

Granulosit

Gambar 2.3. Neutrofil27

Gambar 2.4. Eosinofil27

Gambar 2.5. Basofil27

Agranulosit

Gambar 2.6. Limfosit27

Gambar 2.7. Monosit27

Universitas Sumatera Utara

2.3.

Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh

terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih
pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel
darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel
darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak
produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel
tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan.29
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat
meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh
kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali),
delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah
bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan
mulainya proliferasi sel abnormal.18
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan
tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan
genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian
normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi
ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat
dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa

Universitas Sumatera Utara

menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal,
dan otak.30

2.4.

Klasifikasi Leukemia
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel

dan tipe sel asal yaitu :31


2.4.1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang
disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain.32 Leukemia akut memiliki perjalanan
klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6
bulan.33
a.

Leukemia Limfositik Akut (LLA)


LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi

dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan


organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.19
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur
dewasa (18%).21 Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7
tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah
terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang19
(gambar 2.8. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran
1000x).27

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.8.

b.

Leukemia Limfositik Akut

Leukemia Mielositik Akut (LMA)


LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang

akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia


nonlimfositik yang paling sering terjadi.31
LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering
ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak (15%).20
Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan
durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6
bulan.18(gambar 2.8. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa
perbesaran 1000x).27

Gambar 2.9. Leukemia Mielositik Akut

Universitas Sumatera Utara

2.4.1. Leukemia Kronik


Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan
hematologi.22
a.

Leukemia Limfositik Kronis (LLK)


LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).

Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang


berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.34(gambar 2.8. a dan
b. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).27
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang
individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk
laki-laki.35

Gambar 2.10. Leukemia Limfositik Kronik

b.

Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)


LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan

produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang.34


LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang
dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang

Universitas Sumatera Utara

dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita


LGK/LMK.36(gambar 2.8. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa
a. perbesaran 200x, b. perbesaran 1000x).27
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki
fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda
leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil,
trombosit dan sel darah merah yang amat kurang.21

a
b
Gambar 2.11. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik

2.5.

Epidemiologi

2.5.1. Distribusi Frekuensi Leukemia


a.

Berdasarkan Orang

a.1. Umur
Berdasarkan data The Leukemia and Lymphoma Society (2009) di
Amerika Serikat, leukemia menyerang semua umur. Pada tahun 2008,
penderita leukemia 44.270 orang dewasa dan 4.220 pada anak-anak. Biasanya
jenis leukemia yang menyerang orang dewasa yaitu LMA dan LLK sedangkan
LLA paling sering dijumpai pada anak-anak.12
Menurut penelitian Kartiningsih L.dkk (2001), melaporkan bahwa di
RSUD Dr. Soetomo LLA menduduki peringkat pertama kanker pada anak

Universitas Sumatera Utara

selama tahun 1991-2000. Ada 524 kasus atau 50% dari seluruh keganasan
pada anak yang tercatat di RSUD Dr. Soetomo, 430 anak (82%) adalah LLA,
50 anak (10%) menderita nonlimfoblastik leukemia, dan 42 kasus merupakan
leukemia mielositik kronik.19
Penelitian Simamora di RSUP H. Adam Malik Medan tahun2004-2007
menunjukkan bahwa leukemia lebih banyak diderita oleh anak-anak usia <15
tahun khususnya LLA yaitu 87%. Pada usia 15-20 tahun 7,4%, usia 20-60
tahun 20,4%, dan pada usia >60 tahun 1,8%.17
a.2. Jenis Kelamin
Insiden rate untuk seluruh jenis leukemia lebih tinggi pada laki-laki
dibanding perempuan. Pada tahun 2009, diperkirakan lebih dari 57% kasus
baru leukemia pada laki-laki.10 Berdasarkan laporan dari Surveillance
Epidemiology And End Result (SEER) di Amerika tahun 2009, kejadian
leukemia lebih besar pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan
57,22%:42,77%.38
Menurut penelitian Simamora (2009) di RSUP H. Adam Malik Medan,
proporsi penderita leukemia berdasarkan jenis kelamin lebih tinggi pada lakilaki dibandingkan dengan perempuan (58%:42%).17
a.3. Ras
IR di negara barat adalah 4 per 100.000 anak-anak di bawah usia 15
tahun. Angka kejadian terendah terdapat di Afrika (1,18-1,61/100.000) dan
tertinggi di antara anak-anak Hispanik (Costa Rica 5,94/100.000 dan Los

Universitas Sumatera Utara

Angeles 5,02/100.000). IR ini lebih umum pada ras kulit putih (42,1 per
100.000 per tahun) daripada ras kulit berwarna (24,3 per 100.000 per tahun).19
Berdasarkan data The Leukemia and Lymphoma Society (2009),
leukemia merupakan salah satu dari 15 penyakit kanker yang sering terjadi
dalam semua ras atau etnis. Insiden leukemia paling tinggi terjadi pada ras
kulit putih (12,8 per 100.000) dan paling rendah pada suku Indian
Amerika/penduduk asli Alaska (7,0 per 100.000).10
b.

Berdasarkan Tempat dan Waktu


Menurut U.S. Cancer Statistics (2005) terdapat 32.616 kasus leukemia

di Amerika Serikat, 18.059 kasus diantaranya pada laki-laki (55,37%) dan


14.557 kasus lainnya pada perempuan (44,63%). Pada tahun yang sama
21.716 orang meninggal karena leukemia (CFR 66,58%).39
Berdasarkan laporan kasus dari F. Tumiwa dan AMC. Kaparang (2008)
menyebutkan bahwa IR tertinggi LMK terdapat di Swiss dan Amerika (2 per
100.000) sedangkan IR terendah berada di Swedia dan Cina (0,7 per
100.000).40
LMK merupakan leukemia kronis yang paling sering dijumpai di
Indonesia yaitu 25-20% dari leukemia. IR LMK di negara barat adalah 1-1,4
per 100.000 per tahun.31
Berdasarkan data dari International Pharmaceutical Manufacturers
Group (IPMG) penderita leukemia pada anak-anak di RSK Dharmais terus
bertambah setiap tahunnya. Pada tahun 2007 terdapat 6 kasus leukemia pada
anak dan pada tahun 2008 bertambah menjadi 16 kasus.15

Universitas Sumatera Utara

Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2004 terdapat 30 penderita


(18,52%), tahun 2005 terdapat 39 penderita (24,07%), tahun 2006 terdapat 35
penderita (21,61%) dan pada tahun 2007 terdapat 58 penderita (35,8%).17

2.5.2. Determinan Penyakit Leukemia


Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut
hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko
timbulnya penyakit leukemia.
a.

Host

a.1. Umur, jenis kelamin, ras


Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA
merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan puncak
insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada umur 15-39 tahun,
sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK
merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun).36 Insiden
leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden
yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan
kelompok kulit hitam.10
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker. Menyerang
9 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap tahun. Orang dewasa 10
kali kemungkinan terserang leukemia daripada anak-anak. Leukemia terjadi
paling sering pada orang tua. Ketika leukemia terjadi pada anak-anak, hal itu
terjadi paling sering sebelum usia 4 tahun.41

Universitas Sumatera Utara

Penelitian Lee at all (2009) dengan desain kohort di The Los Angeles
County-University of Southern California (LAC+USC) Medical Centre
melaporkan bahwa penderita leukemia menurut etnis terbanyak yaitu hispanik
(60,9%) yang mencerminkan keseluruhan populasi yang dilayani oleh LCA +
USA Medical Center. Dari pasien non-hispanik yang umum berikutnya yaitu
Asia (23,0%), Amerika Afrika (11,5%), dan Kaukasia (4,6%).42
a.2. Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20
kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat
menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada
penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital,
sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi,
sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D.31
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat
dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara
kandung penderita naik 2-4 kali.19 Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada
kembar identik.9
Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case
control menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga positif
leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75 ; CI=1,32-10,99) artinya
orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75 kali memiliki riwayat
keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang yang tidak menderita
leukemia.10

Universitas Sumatera Utara

b.

Agent

b.1. Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada
binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai
salah satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve transcriptase ditemukan
dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di
dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang
menyebabkan leukemia pada binatang.31
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi
terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis
cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel pasien
dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada propinsi
tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di antara Negro
Karibia dan Amerika Serikat.9
b.2. Sinar Radioaktif 21
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali
meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi terhadap sinar
radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita
leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian
tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan bom
atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LGK sampai 20 kali lebih
banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah ledakan tersebut

Universitas Sumatera Utara

terjadi. Begitu juga dengan penderita ankylosing spondylitis yang diobati


dengan sinar lebih dari 2000 rads mempunyai insidens 14 kali lebih banyak.
b.3. Zat Kimia
Zat-zat

kimia (misal

benzene,

arsen,

pestisida,

kloramfenikol,

fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.18 Sebagian


besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia (misalnya Benzene),
pada orang dewasa menjadi leukemia nonlimfoblastik akut.19
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan risiko
terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37) artinya orang
yang menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene
dibandingkan dengan yang tidak menderita leukemia.10
b.4. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya
leukemia. Rokok mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita
leukemia terutama LMA.19
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan
risiko LMA. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
memperlihatkan bahwa merokok lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko
kejadian LMA (OR=3,81; CI=1,37-10,48) artinya orang yang menderita LMA
kemungkinan 3,81 kali merokok lebih dari 10 tahun dibanding dengan orang
yang tidak menderita LMA. Penelitian di Los Angles (2002), menunjukkan
adanya hubungan antara LMA dengan kebiasaan merokok. Penelitian lain di

Universitas Sumatera Utara

Canada oleh Kasim menyebutkan bahwa perokok berat dapat meningkatkan


risiko LMA. Faktor risiko terjadinya leukemia pada orang yang merokok
tergantung pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya merokok.10
c.

Lingkungan (pekerjaan)10
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan

pekerjaan dengan kejadian leukemia. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan


di Jepang, sebagian besar kasus berasal dari rumah tangga dan kelompok
petani. Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control meneliti
hubungan ini, pasien termasuk mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, petani
dan pekerja di bidang lain. Di antara pasien tersebut, 26% adalah mahasiswa,
19% adalah ibu rumah tangga, dan 17% adalah petani. Berdasarkan hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang bekerja di pertanian atau
peternakan mempunyai risiko tinggi leukemia (OR = 2,35, CI = 1,0-5,19),
artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,35 kali bekerja di
pertanian atau peternakan dibanding orang yang tidak menderita leukemia.

2.6.

Gejala Klinis
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia,

neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme.42


2.6.1. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan
sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi,
pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan

Universitas Sumatera Utara

anoreksi, nyeri tulang dan sendi, hipermetabolisme.21 Nyeri tulang bisa dijumpai
terutama pada sternum, tibia dan femur.34
2.6.2. Leukemia Mielositik Akut21
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan
oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk
purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari
100 ribu/mm3) biasanya mengalami gangguan kesadaran, sesak napas, nyeri dada dan
priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia
dan hipoglikemia.
2.6.3. Leukemia Limfositik Kronik21
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang
mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat
badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan dan penurunan
kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi semakin
parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
2.6.4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik21
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas.
Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan
limpa dan lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung
lama. Pada fase akselerasi ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie,
ekimosis dan demam yang disertai infeksi.

Universitas Sumatera Utara

2.7.

Pencegahan

2.7.1. Pencegahan Primer


Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan
kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.43
a.

Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif44


Pencegahan ini ditujukan kepada petugas radiologi dan pasien yang

penatalaksanaan medisnya menggunakan radiasi. Untuk petugas radiologi


dapat dilakukan dengan menggunakan baju khusus anti radiasi, mengurangi
paparan terhadap radiasi, dan pergantian atau rotasi kerja. Untuk pasien dapat
dilakukan dengan memberikan pelayanan diagnostik radiologi serendah
mungkin sesuai kebutuhan klinis.
b.

Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia44


Pencegahan ini dilakukan pada pekerja yang sering terpapar dengan

benzene dan zat aditif serta senyawa lainnya. Dapat dilakukan dengan
memberikan pengetahuan atau informasi mengenai bahan-bahan karsinogen
agar pekerja dapat bekerja dengan hati-hati. Hindari paparan langsung
terhadap zat-zat kimia tersebut.
c.

Mengurangi frekuensi merokok


Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok perokok berat agar dapat

berhenti atau mengurangi merokok. Satu dari empat kasus LMA disebabkan
oleh merokok.45 Dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan tentang
bahaya merokok yang bisa menyebabkan kanker termasuk leukemia (LMA).

Universitas Sumatera Utara

d.

Pemeriksaan Kesehatan Pranikah46


Pencegahan ini lebih ditujukan pada pasangan yang akan menikah.

Pemeriksaan ini memastikan status kesehatan masing-masing calon mempelai.


Apabila masing-masing pasangan atau salah satu dari pasangan tersebut
mempunyai riwayat keluarga yang menderita sindrom Down atau kelainan
gen lainnya, dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli hematologi. Jadi
pasangan tersebut dapat memutuskan untuk tetap menikah atau tidak.
2.7.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit
atau cedera menuju suatu perkembangan ke arah kerusakan atau ketidakmampuan.43
Dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan pengobatan yang
cepat dan tepat.47
a.

Diagnosis dini

a.1. Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik untuk jenis LLA yaitu ditemukan splenomegali
(86%), hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan
perdarahan retina. Pada penderita LMA ditemukan hipertrofi gusi yang mudah
berdarah. Kadang-kadang ada gangguan penglihatan yang disebabkan adanya
perdarahan fundus oculi. Pada penderita leukemia jenis LLK ditemukan
hepatosplenomegali

dan

limfadenopati.

Anemia,

gejala-gejala

hipermetabolisme (penurunan berat badan, berkeringat) menunjukkan


penyakitnya sudah berlanjut. Pada LGK/LMK

hampir selalu ditemukan

splenomegali, yaitu pada 90% kasus. Selain itu Juga didapatkan nyeri tekan

Universitas Sumatera Utara

pada tulang dada dan hepatomegali. Kadang-kadang terdapat purpura,


perdarahan retina, panas, pembesaran kelenjar getah bening dan kadangkadang priapismus.31, 41
a.2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi
dan pemeriksaan sumsum tulang.
a.2.1. Pemeriksaan darah tepi
Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan
kadang-kadang leukopenia (25%).48 Pada penderita LMA ditemukan
penurunan eritrosit dan trombosit.31 Pada penderita LLK ditemukan
limfositosis lebih dari 50.000/mm3,48 sedangkan pada penderita LGK/LMK
ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm3. 18
a.2.2. Pemeriksaan sumsum tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut
ditemukan keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel
leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang
matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel
berinti dalam sumsum tulang.20 Pada penderita LLK ditemukan adanya
infiltrasi merata oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang
berinti. Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh peningkatan limfosit
B.47 Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular
dengan peningkatan jumlah megakariosit dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah
granulosit lebih dari 30.000/mm3.16

Universitas Sumatera Utara

b.

Penatalaksanaan Medis

b.1. Kemoterapi
b.1.1. Kemoterapi pada penderita LLA
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua
fase yang digunakan untuk semua orang.
a.

Tahap 1 (terapi induksi)


Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh

sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang.29


Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit
yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam
proses membunuh sel leukemia.9 Pada tahap ini dengan memberikan
kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan
asparaginase.19
b.

Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)


Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi

yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah


relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini
dilakukan setelah 6 bulan kemudian.21
c.

Tahap 3 ( profilaksis SSP)


Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP.

Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis
yang lebih rendah.29 Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang

Universitas Sumatera Utara

berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk


mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.9
d.

Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)


Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.

Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun.29


Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat
dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60%
menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan
sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai
dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.18
b.2.1. Kemoterapi pada penderita LMA21
a.

Fase induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk

mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi


komplit. Walaupun remisi komplit telah tercapai, masih tersisa sel-sel
leukemia di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi. Bila
dibiarkan, sel-sel ini berpotensi menyebabkan kekambuhan di masa yang
akan datang.
b. Fase konsolidasi
Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi.
Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi
dan menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar
dari dosis yang digunakan pada fase induksi.

Universitas Sumatera Utara

Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75%, tetapi angka ratarata hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya
10%.18
b.3.1. Kemoterapi pada penderita LLK
Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan strategi
terapi dan prognosis. Salah satu sistem penderajatan yang dipakai ialah
klasifikasi Rai:20
a. Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
b. Stadium I : limfositosis dan limfadenopati.
c. Stadium II : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali.
d. Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl).
e. Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia <100.000/mm3
dengan/tanpa gejala pembesaran hati, limpa, kelenjar.21
Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan terapi
bersifat konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala.20 Pengobatan
tidak diberikan kepada penderita tanpa gejala karena tidak memperpanjang
hidup. Pada stadium I atau II, pengamatan atau kemoterapi adalah
pengobatan biasa. Pada stadium III atau IV diberikan kemoterapi intensif.9
Angka ketahanan hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun dan 25%
pasien dapat hidup lebih dari 10 tahun. Pasien dengan sradium 0 atau 1
dapat bertahan hidup rata-rata 10 tahun. Sedangkan pada pasien dengan
stadium III atau IV rata-rata dapat bertahan hidup kurang dari 2 tahun.32

Universitas Sumatera Utara

b.4.1. Kemoterapi pada penderita LGK/LMK


a.

Fase Kronik
Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yag mampu

menahan pasien bebas dari gejala untuk jangka waktu yang lama. Regimen
dengan bermacam obat yang intensif merupakan terapi pilihan fase kronis
LMK yang tidak diarahkan pada tindakan transplantasi sumsum tulang.35
b.

Fase Akselerasi,
Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.

b.2. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh selsel leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian
lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi
gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma.
Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan
karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.21
b.3. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum
tulang yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang
rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain
itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah
yang rusak karena kanker.49 Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-80%
angka keberhasilan) dicapai jika menjalani transplantasi dalam waktu 1 tahun
setelah terdiagnosis dengan donor Human Lymphocytic Antigen (HLA) yang

Universitas Sumatera Utara

sesuai.33 Pada penderita LMA transplantasi bisa dilakukan pada penderita


yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia
muda yang pada awalnya memberikan respon terhadap pengobatan.30
b.4. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan
penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah
untuk penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk
mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.36

2.7.3. Pencegahan Tertier


Pencegahan

tertier

ditujukan

untuk

membatasi

atau

menghalangi

perkembangan kemampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang ke


tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif.43 Untuk penderita leukemia
dilakukan perawatan atau penanganan oleh tenaga medis yang ahli di rumah sakit.
Salah satu perawatan yang diberikan yaitu perawatan paliatif dengan tujuan
mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit.
Selain itu perbaikan di bidang psikologi, sosial dan spiritual. Dukungan moral dari
orang-orang terdekat juga diperlukan.41

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai