Anda di halaman 1dari 32

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Manajemen Keperawatan
1.1

Pengertian Manajemen Keperawatan


Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif, karena

manajemen adalah pengguna waktu yang efektif, keberhasilan rencana perawat


manajer klinis, yang mempunyai teori atau sistematik dari prinsip dan metode
yang berkaitan pada instusi yang besar dan organisasi keperawatan di
dalamnya, termasuk setiap unit. Teori ini meliputi pengetahuan tentang misi
dan tujuan

dari

institusi

tetapi dapat

memerlukan

pengembangan atau

perbaikan termasuk misi atau tujuan devisi keperawatan. Dari pernyataan


pengertian yang jelas perawat manajer mengembangkan tujuan yang jelas dan
realistis untuk pelayanan keperawatan (Swanburg, 2000).
Menurut

Swanburg

(2000),

ketrampilan

manajemen

dapat

diklasifikasikan dalam tiga tingkatan yaitu: 1) Keterampilan intelektual, yang


meliputi

kemampuan

atau penguasaan

teori, keterampilan

berfikir. 2)

Keterampilan teknikal meliputi: metode, prosedur atau teknik. 3) Keterampilan


interpersonal, meliputi kemampuan kepemimpinan dalam berinteraksi dengan
individu atau kelompok.

Universitas Sumatera Utara

1.2

Peran Manajer
Peran Manajer dapat mempengaruhi faktor motivasi dan lingkungan.

Tetapi

faktor

lain yang mungkin mempengaruhi

tergantungnya

tugas,

khususnya bagaimana manajer bekerja dalam suatu organisasi. Secara umum


peran manajer dapat dinilai dari kemampuannya dalam memotivasi dan
meningkatkan

kepuasan

staf. Kepuasan

kerja

staf

dapat

dilihat

dari

terpenuhinya kebutuhan fisik, psikis, dimana kebutuhan psikis tersebut dapat


terpenuhi melalui peran manajer dalam memperlakukan stafnya. Hal ini dapat
ditanamkan kepada manajer

agar diciptakan

suasana

keterbukaan

dan

memberikan kesempatan kepada staf untuk melaksanakan tugas dengan sebaik


baiknya. Manajer

mempunyai lima dampak

terhadap faktor lingkungan

dalam tuga professional sebagaimana dibahas sebelumnya: (1) Komunikasi, (2)


Potensial perkembangan, (3) Kebijaksanaan, (4) Gaji dan Upah, dan (5) Kondisi
kerja (Nursalam, 2002).
Menurut Rewland & Rewland (1997), ada dua belas kunci utama dalam
kepuasan kerja yaitu: input, hubungan
lingkungan tempat

manajer

dengan staf, disiplin kerja,

kerja, istirahat dan makanan yang cukup, diskriminasi,

kepuasan kerja, penghargaan penampilan, klarifikasi kebijaksanaan, prosedur,


dan keuntungan, mendapatkan kesempatan, pengambilan keputusan, dan gaya
manajer.

Universitas Sumatera Utara

1.3 Peran Kepala Ruangan


Adapun tanggung jawab kepala ruangan menurut Gillies (1994) adalah
peran kepala ruangan harus lebih peka terhadap anggaran rumah sakit dan
kualitas

pelayanan keperawatan, bertanggung jawab

terhadap

hasil

dari

pelayanan keperawatan yang berkwalitas, dan menghindari terjadinya kebosanan


perawat serta

menghindari

kemungkinan

terjadinya

saling

melempar

keperawatan, perlu

melakukan

kesalahan.
Kepala

ruangan disebuah

ruangan

kegiatan koordinasi kegiatan unit yang menjadi tanggung jawabnya dan


melakukan kegiatan evaluasi kegiatan penampilan kerja staf dalam upaya
mempertahankan kualitas pelayanan pemberian asuhan keperawatan. Berbagai
metode pemberian asuhan keperawatan dapat dipilih disesuaikan dengan
kondisi dan jumlah pasien, dan kategori pendidikan serta pengalaman staf di
unit yang bersangkutan (Arwani, 2005).

1.4 Fungsi Kepala Ruangan


Adapun fungsi kepala ruangan menurut Marquis dan Houston (2000)
sebagai berikut: 1) Perencanaan : dimulai dengan penerapan filosofi, tujuan,
sasaran, kebijaksanaan, dan

peraturan peraturan : membuat

perencanaan

jangka pendek dan jangka panjang untuk mencapai visi, misi, dan tujuan,
organisasi, menetapkan

biaya biaya

untuk

setiap

kegiatan

serta

merencanakan dan pengelola rencana perubahan. 2) Pengorganisasian: meliputi


pembentukan struktur untuk melaksanakan perencanaan, menetapkan metode

Universitas Sumatera Utara

pemberian

asuhan

keperawatan

kepada

pasien yang paling

tepat,

mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuan unit serta melakukan peran


dan fungsi dalam organisasi dan menggunakan power serta wewengan
dengan tepat. 3) Ketenagaan: pengaturan ketegagaan dimulai dari rekruetmen,
interview, mencari, dan orientasi dari staf baru, penjadwalan, pengembangan
staf, dan sosialisasi staf. 4) Pengarahan : mencangkup tanggung jawab dalam
mengelola sumber daya manusia seperti motivasi untuk semangat, manajemen
konflik, pendelegasian, komunikasi, dan

memfasilitasi

kolaborasi. 5)

Pengawasan meliputi penampilan kerja, pengawasan umum, pengawasan etika


aspek legal, dan pengawasan professional. Seorang manajer dalam mengerjakan
kelima fungsinya tersebut sehari sehari akan bergerak dalam berbagai bidang
penjualan, pembelian, produksi, keuangan, personalia dan lain lain.

1.5 Kepala Ruangan Sebagai Manager Keperawatan


Sebagai manajer keperawatan, uraian tugas kepala ruangan menurut
depkes (1994), adalah sebagai berikut:
a. Melaksanakan fungsi perencanaan, meliputi:
1) Merencanakan jumlah dan kategori tenaga perawatan serta tenaga lain
sesuai kebutuhan.
2) Merencanakan jumlah jenis peralatan perawatan yang diperlukan.
3) Merencanakan dan menentukan jenis kegiatan/ asuhan keperawatan
yang akan diselenggarakan sesuai kebutuhan pasien.

Universitas Sumatera Utara

b. Melaksanakan fungsi pergerakan dan pelaksanaan, meliputi:


1) Mengatur dan mengkoordinasi seluruh kegiatan pelayanan di ruang
rawat.
2) Menyusun dan mengatur daftar dinas tenaga perawatan dan tenaga
lain sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan / peraturan yang berlaku
(bulanan, mingguan, harian).
3) Melaksanakan program orientasi kepada tenaga keperawatan satu atau
tenaga lain yamg bekerja di ruang rawat.
4) Memberi pengarahan dan motivasi kepada tenaga perawatan untuk
melaksanakan asuhan perawatan sesuai standart.
5) Mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang ada dengan cara bekerja
sama dengan sebagai pihak yang terlibat dalam pelayanan ruang rawat.
6) Mengenal jenis dan kegunaan barang peralatan serta mengusahakan
pengadaannya sesuai kebutuhan

pasien agar tercapainya pelayanan

optimal.
7) Menyusun permintaan rutin meliputi kebutuhan alat, obat, dan bahan
lain yang diperlukan di ruang rawat.
8) Mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan peralatan agar selalu
dalam keadaan siap pakai.
9) Mempertanggungjawabkan pelaksanaan inventaris peralatan.
10) Melaksanakan

program

orientasi kepada

pasien

dan keluarganya

meliputi tentang peraturan rumah sakit, tata tertib ruangan, fasilitas


yang ada dan cara penggunaannya.

Universitas Sumatera Utara

11) Mendampingi dokter selama kunjungan keliling untuk memeriksa


pasien dan mencatat program.
12) Mengelompokkan pasien dan mengatur penempatannya di ruang rawat
untuk tingkat

kegawatan, injeksi

dan non injeksi, untuk

memudah

pemberian asuhan keperawatan.


13) Mengadakan pendekatan kepada setiap pasien yang
mengetahui

keadaan

dan

menampung

keluhan

dirawat
serta

untuk

membantu

memecahkan masalah berlangsung.


14) Menjaga perasaan pasien agar merasa aman dan terlindungi selama
pelaksanaan pelayanan berlangsung.
15) Memberikan penyuluhan kesehatan terhadap pasien / keluarga dalam
batas wewenangnya.
16) Menjaga perasaan petugas agar merasa aman dan terlindungi serlama
pelaksanaan pelayanan berlangsung.
17) Memelihara dan mengembangkan sistem pencatatan data pelayanan
asuhan keperawatan dan kegiatan lain yang dilakuakan secara tepat
dan benar.
18) Mengadakan kerja sama yang baik dengan kepala ruang rawat inap
lain, seluruh kepala seksi, kepala bidang, kepala instansi, dan kepala
UPF di Rumah Sakit.
19) Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik antara petugas,
pasien dan keluarganya, sehingga memberi ketenangan.

Universitas Sumatera Utara

20) Memberi motivasi

tenaga

nonkeperawatan

dalam

memelihara

kebersihan ruangan dan lingkungan.


21) Meneliti pengisian formulir sensus harian pasien ruangan.
22) Memeriksa dan meneliti pengisi daftar pemintaan makanan berdasarkan
macam dan jenis makanan pasien kemudian memeriksa / meneliti ulang
saat pengkajiannya.
23) Memelihara buku register dan bekas catatan medis.
24) Membuat

laporan harian mengenai pelaksanaan kegiatan asuhan

keperawatan serta kegiatan lain di ruangan rawat.


c. Melaksanakan fungsi pengawasan, pengendalian dan penelitian, meliputi:
1) Mengawasi dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah
ditentukan, melaksanakan

penilaian

terhadap

uapaya

peningkatan

pengetahuan dan keterampilan di bidang perawatan.


2) Melaksanakan penilaian dan mencantumkan kedalam Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai (D.P.3) bagi pelaksana keperawatan
dan tenaga lain di ruang yang berada di bawah tanggung jawabnya
untuk

berbagai kepentingan (naik pangkat / golongan, melanjutkan

sekolah) mengawasi dan mengendalikan pendayagunaan

peralatan

perawatan serta obat obatan secara efektif dan efisien.


3) Mengawasi

pelaksanaan

system pencatatan dan pelaporan kegiatan

asuhan keperawatan serta mencatat kegiatan lain di ruang rawat.

Universitas Sumatera Utara

2.

Perawat Pelaksana
Dalam asuhan keperawatan sebagai perawat yang profesional salah satu

peran sebagai perawat pelaksana. Perawat sebagai pelaksana secara langsung


maupun tidak langsung memberikan asuhan keperawatan kepada pasien individu,
keluarga, dan masyarakat. Peran perawat sebagai perawat pelaksana perawat
sebagai perawat pelaksana disebut Care Giver yaitu perawat menggunakan
metode pemecahan masalah dalam membantu pasien mengatasi masalah
kesehatan.

Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan xsecara

langsung atau tidak langsung (Praptianingsi, 2006). Dalam melaksanakan peran


sebagai perawat pelaksana bertindak sebagai:
a.

Comferter
Perawat mengupayakan kenyamanan dan rasa aman pasien (Praptianingsi,
2006). Menurut Potter & Perry (2005), peran sebagai pemberi kenyamanan
yaitu memberikan pelayanan keperawatan secara utuh bukan sekedar fisik
saja, maka memberikan kenyamanan dan dukungan emosi sering kali
memberikan kekuatan kepada klien untuk mencapai kesembuhan. Dalam
memberikan kenyamanan kepada klien, perawat dapat mendemonstrasikan
dengan klien.

b.

Protector dan Advocat


Perawat berupaya melindungi pasien, mengupayakan terlaksananya hak dan
kewajiban pasien dalam pelayanan kesehatan (Praptianingsi, 2006). Menurut
Potter

&

Perry

(2005),

sebagai

pelindung

perawat

membantu

mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan

Universitas Sumatera Utara

untuk

mencegah terjadinya kecelakaan dan

melindungi klien dari

kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau
pengobatan. Utnuk menjalankan tugas sebagai advokat, perawat melindungi
hak dan kewajiban klien sebagai manusia secara hukum, serta membantu
klien dalam menyatakan hakhaknya bila dibutuhkan. Perawat juga
melindungi hak hak klien melalui caracara yang umum dengan penolakan
aturan atau tindakan yang mungkin membahayakan kesehatan klien atau
menetang hak hak klien.
c.

Communication
Perawat sebagai mediator antara pasien dan anggota tim kesehatan, hal ini
terkait dengan keberadaan perawatyang mendampingi pasien selama 24 jam
untuk memberikan asuhan keperawatan dalam rangka upaya pelayanan
kesehatan di rumah sakit (Praptianingsi, 2006). Menurut Potter & Perry
(2005), peran sebagai komunikator merupakan pusat dari seluruh peran
perawat pelaksana yang lain. Keperawatan mencakup komunikasi dengan
klien, keluarga, antara sesama perawat san profesi kesehatan lainnya, sumber
informasi dan komunitas. Memberikan perawatan yang efektif, pembuatan
keputusan dengan klien dan keluarga, memberikan perlindungan pada klien
dari ancaman terhadap kesehatannya, mengokordinasi dan mengatur asuhan
keperawatan dan lainlain tidak mungkin dilakukan tanpa komunikasi yang
jelas.

Universitas Sumatera Utara

d.

Rehabilitator
Perawat memberikan asuhan keparawatan adalah mengembalikan fungsi
organ atau bagian tubuh agar sembuh dan berfungsi normal.
Rehabilitas merupakan proses dimana individu kembali ketingkat fungsi
maksimal setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan
ketidakberdayaan lainnya. Rentang aktivitas rehabilitas dan restoratif mulai
dari mangajar klien berjalan dengan menggunakan alat pembantu berjalan
sampai membantu klien mengatasi perubahan gaya hidup yang berkaitan
dengan penyakit kronis (Potter & Perry, 2005)

3.

Kepemimpinan

3.1 Pengertian Kepemimpinan


Kepemimpinan

adalah

kemampuan seseorang untuk

memberikan

pengaruh kepada perubahan perilaku orang lain secara langsung maupun tidak.
Seorang manajer ingin kepemimpinan lebih efektif, ia harus mampu memotivasi
diri sendiri untuk bekerja dan banyak membaca, memiliki kepekaan yang tinggi
terhadap permasalahan organisasi, menggerakkan stafnya agar mereka mampu
melaksanakan tugatugas pokok organisasi sesuai dengan kewenangan yang
diberikan kepadanya dan tanggung jawab yang melekat pada setiap tugas
(Muninjaya, 1999). Menurut Gillies (1994), dalam Arwani (2006), mendefinisikan
kepemimpinan berdasarkan kata kerjanya, yaitu to lead, yang mempunyai arti
beragam, seperti untuk memandu (to guide), untuk menjalankan dalam arah
tertentu (to run in a specific direction), untuk mengarahkan (to direct), berjalan

Universitas Sumatera Utara

didepan (to go at the head of), menjadi yang pertama (to be first), membuka
permainan (to open play), dan cenderung kehasil yang pasti (to tend toward a de).
Pemimpin yang efektif adalah seorang katalisator dalam memudahkan
interaksi yang efektif di antara tenaga kerja, bahan, dan waktu. Seorang pemimpin
yang efektif adalah seorang pembangkit tenaga (sinergis) yang menyatukan usaha
banyak pekerja dengan bermacam macam ketrampilan. Kepemimpinan adalah
sebuah hubungan dimana satu pihak memiliki kemampuan lebih besar untuk
menunjukkan dan mempengaruhi perilaku yang lain dibandingkan dengan dia,
jadi, fungsi pemimpin berdasarkan pada perbedaan kekuasaan antara pihak pihak
yang terlibat. Dalam setiap perusahaan kerja sama memerlukan usaha banyak
orang atau pekerja, pemimpin dibutuhkan untuk meluruskan pegawai dalam
rangka mendukung tujuan organisasional. Untuk memulai usaha kelompok
kepada akhir yang diinginkan, mencampur dan menipang usaha berbagai tenaga
ahli (Gillies, 1989).
Weirich dan Koontz (1993) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah seni
atau proses untuk mempengaruhi orang lain sehingga mereka bersedia dengan
kemampuan sendiri dan secara antusias bekerja untuk mencapai tujuan organisasi.
Sementara itu, Hellriegel dan Slocum (1992) menyatakan bahwa kepemimpinan
adalah kemampuan untuk mempengruhi, memotivasi dan mengarahkan orang lain
uantuk mencapai tujuan.
Menurut McGregor, dikutip dari swanburg (2001), menyatakan ada empat
variabel besar yang diketahui sekarang untuk memahami kepemimpinan: 1)
karakteristik pimpinan, 2) sikap, kebutuhan

dan karakteristik lainnya dari

Universitas Sumatera Utara

bawahan, 3) karakteristik dari organisasi, seperti tujuan, sruktur organisasi,


keadaan asli, keadaan organisasi yang akan dibentuk, dan 4) keadaan sosial,
ekonomi, dan politik lingkungan. McGregor menyatakan bahwa kepemimpinan
merupakan hubungan yang sangat kompleks yang selalu berubah dengan waktu
seperti perubahan yang terjadi pada manajemen, serikat kerja, atau kekuatan dari
luar.
Gardner

(1986),

dikutip

dari

swanburg

(2001)

mendefinisikan

kepemimpinan sebagai suatu proses persuasi dn memberikan contoh sehingga


individu (atau pimpinan kelompok) membujuk kelompoknya untuk mengambil
tindakan

yang sesuai dengan usuan pimpinan atau usulan bersama. Morton

menguraikan kepemimpinan sebagai suatu transakasi masyarakat dimana seorang


anggota

mempengaruhi yang lainnya. Ia menyatakan bahwa seseorang yang

berkuasa, tidak perlu menggunakan kepemimpinan. Lebih baik lagi, seorang


dengan posisi sedang berkuasa akan lebih efektif sebab dapat dikombinasikan
antara kekuasaan dan kepemimpinan untuk membantu suatu orgamisasi untuk
membantu mencapai tujuan. Morton menguraikan ada 4 pemimpin yang efektif
yaitu: 1) Seseorang akan mengerti apabila menerima suatu komunikasi, 2) Orang
ini mempunyai pedoman apa yang harus dilakukan yang diminta oleh komunikasi
tadi, 3) Orang ini percaya bahwa perilaku yang diminta adalah sesuai dengan
kehendak perorangan dengan nilai yang baik, 4) Orang ini percaya bahwa hal itu
sesuai dengan tujuan dan nilai organisasi. Semua definisi kepemimpinan
dipandang

bagai suatu proses

interaksi yang dinamis yang mencakup tiga

Universitas Sumatera Utara

dimensi yaitu pimpnan, bwahan, dan situasi. Masing masing dari dimensi
tersebut saling mempengaruhi.

3.2 Teori teori Kepemimpinan


1) Teori Trait (Bakat)
Teori ini menekankan bahwa setiap orang adalah pemimpin (pimpinan
dibawa sejak lahir bukan didapatkan) dan mereka mempunyai karakteristik
tertentu yang membuatmereka lebih baik dari orang lain, teori ini disebut dengan
Great Man Theory. Banyak peneliti tentang riwayat kehidupan Great Man
Theory. Tetapi menurut teori kontemporer, kepemimpinan seseorang dapat
dikembangkan bukan hanya pembawa sejak lahir, dimana teori trait mengabaikan
dampak atau pengaruh dari siapa pengasuh. Situasi, dan lingkungan lainnya
(Marqus dan Huston,1998 dalam Arwani 2006).
Swanburg (2001) menyatakan ciri ciri pemimpin menurut teori bakat
adalah: a) inteligensi : Sifat yang berhubungan dengan inteligensi termasuk
pengetahuan, ketegasan, dan kelancaran berbicara. Menyadari bahwa pengetahuan
dan kompetensi dalam pekerjaan tertentu adalah salah satu faktor terpenting
dalam keefektifan pemimpin. b) Kepribadian : sifat kepribadian seperti
kemampuan beradaptasi, kepercayaan diri, kreativitas dan integritas personal
dihubungkan dengan kepemimpinan yang efektif. Seorang pemimpin adalah orang
yang efektif mengetahui bagaimana memotivasi semangat kerja para pekerja
untuk mencapai tujuan organisasi. c) Kemampuan : Seorang pemimpin
mempunyai cukup kepopuleran, kemasyuran, dan keterampilan interpersonal

Universitas Sumatera Utara

untuk memberikan symbol, memperluas, memperdalam kesatuan kolektif diantara


anggotanya dalam system tersebut.
2) Teori Perilaku
Nursalam (2002) menyatakan bahwa teori perilaku lebih menekankan
kepada apa yang dilakukan pemimpin dan bagaimana seorang manajer
menjalankan fungsinya. Perilaku sering dilihat sebagai suatu rentang dari sebuah
perilaku otoriter ke demokrat atau dari fokus suatu produksi ke fokus pegawai.
Tentang teori prilaku terdapat teori X dan teori Y dari McGregor yang
dihubungkan dengan motivasi dari Moslow yang menyatakan bahwa setiap
manusia merupakan kehidupan individu secara keseluruhan yang mengadakan
interaksi dengan dunia individu lain (Swanburg, 2000).

3.3 Kegiatan Kepemimpinan


Kegiatan kepemimpinan dalam keperawatan mencakup banyak hal.
Kegiatan

tersebut

mencakup

cara

mengarahkan,

menunjukkan

jalan,

mensupervisi, mengawasi tindakan anak buah, mengkoordinasikan kegiatan yang


sedang atau akan dilakukan, dan mempersatukan usaha dari berbagai individu
yang memiliki karakteristik yang berbeda. Dari semua aktivitas, mengarahkan
adalah yang paling sulit. Untuk memimpin bawahan sepanjang jalan tindakan
yang telah ditetapkan, seorang pemimpin harus memiliki pandangan gambaran
akhir yang jelas, harus terbiasa dengan kemampuan dan memotivasi bawahan,
dan harus menghargai pengeluaran waktu dan usaha mengikuti jalan yang telah
ditetapkan. Mengarahkan orang lain adalah transaksi yang rumit karena hal ini

Universitas Sumatera Utara

menempatkan si pemimpin di dalam peran otoriter. Mengawasi merupakan


kegiatan yang termudah karena tanggung jawab supervisor sendiri mendatangkan
keingintahuan dan perhatian mengenai kontribusi bawahan. Akhirnya koordinasi
merupakan kegiatan kepemimpinan yang sangat penting karena kecuali usaha
semua pegawai disatukan dan difokuskan jelas pada tujuan kelembagaan, tenaga
ahli yang bermacammacam bias bekerja pada maksud yang sama satu sama lain
(Gillies, 1989).

3.4 Gaya Kepemimpinan


Gaya adalah sebagai cara penampilan karakteristik atau tersendiri /
khusus. Follet (1940) mendefinisikan gaya sebagai hak istimewa tersendiri
dari si ahli , dengan hasil akhirnya tanpa menimbulkan isu sampingan. Gillies
(1970) dalam Nursalam (2000) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dapat
diidentifikasikan berdasarkan perilaku pimpinan itu sendiri. Perilaku seseorang
dipengaruhi oleh adanya pengalaman bertahun tahun dalam kehidupannya.
Oleh karena itu, kepribadian seseorang akan mempengaruhi gaya kepemimpinan
yang digunakan. Gaya kepemimpinan cenderung sangat bervariasi dan berbeda
beda.
Gaya yang dikembangkan oleh seorang pemimpin dipengaruhi oleh
tiga faktor utama. Ketiganya akan menentukan sejauh mana ia akan melakukan
pengawasan terhadap kelompok yang dipimpin. Faktor kekuatan yang pertama
bersumber pada dirinya sendiri sebagai pemimpin. faktor kedua bersumber pada

Universitas Sumatera Utara

kelompok yang dipempin, dan faktor

yang

ketiga

tergantung pada situasi

(Muninjaya, 1999).
Secara mendasar gaya kepemimpinan dibedakan atas empat macam
berdasarkan kekuasaan dan wewenang, yaitu otokratik, demokratik, participation,
dan laisez faire atau free rain. Keempat tipe atau gaya kepemimpinan tersebut
satu sama lain memiliki karakteristik yang berbeda (Gillies, 1986).
a. Gaya

kepemimpinan autokratis : merupakan kepemimpinan yang

berorientasi pada tugas atau pekaryaan. Menggunakan kekuasaan posisi


dan kekuatan dalam memimpin dengan cara otoriter, mempertanggung
jawab untuk semua perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan serta
memotivasi bawahannya dengan menggunakan sanjungan, kesalahan, dan
penghargaan. Pemimpin menetukan semua tujuan

yang akan dicapai

dalam pengambilan keputusan (Gillies, 1986). Seorang pemimpin yang


menggunakan gaya ini biasanya akan menentukan semua keputusan yang
berkaitan dengan seluruh kegiatannya dan memerintah seluruh anggotanya
untuk mematuhi dan melaksanakannya (DepKes, 1990).
b. Gaya

kepemimpinan demokratis : merupakan kepemimpinan yang

menghargai sifat dan kemampuan setiap staf. Menggunakan kekuasaan


posisi dan pribadinya untuk mendorong ideide dari staf, memotivasi
kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat perencanaan,
mengontrol dalam penerapannya, informasi diberikan seluas luasnya dan
terbuka (Nursalam, 2002). Prinsipnya pemimpin melibatkan kelompok

Universitas Sumatera Utara

dalam pengambilan keputusan dan memberikan tanggung jawab pada


karyawannya (La Monica, 1986).
c. Gaya kepemimpinan Partisipatif : merupakan gabungan bersama antara
gaya kepemimpinan otoriter dan demokratis. Dalam pemimpin partisipatif
manajer menyajikan analisa masalah dan mengusulkan tindakan kepada
para anggota kelompok, mengundang kritikan dan komentar mereka.
Dengan

menimbang

jawaban

bawahan

atas

usulannya,

manajer

selanjutnya membuat keputusan final bagi tindakan oleh kelompok


tersebut (Gillies, 1986).
d. Gaya kepemimpinan Laisserz Faire : disebut juga bebas tindak atau
membiarkan. Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri
kegiatan tanpa pangarah, supervisi, dan koordinasi. Staf / bawahan
mengevaluasi pekaryaan sesuai dengan cara sendiri. Pimpinan hanya
sebagai sumber informasi dan pengendali secara minimal atau sebagai
fasilitator (Nursalam. 2002).

4.

Semangat Kerja

4.1 Pengertian Semangat Kerja


Moekijat ( 1997 ) menyatakan bahwa semangat kerja menggambarkan
perasaan berhubungan dengan jiwa semangat kelompok

kegembiraan dan

kegiatan. Apabila pekerjaan tanpa merasa senang optimis mengenai kegiatan


tugas serta ramah satu sama lain maka karyawan itu dinyatakan mempunyai
semangat kerja tinggi. Sebaliknya, apabila karyawan tanpak tidak puas , lekas

Universitas Sumatera Utara

marah, sering sakit, suka membantah, gelisah dan pesimis, maka reaksi itu
dikatakan sebagai bukti semangat kerja rendah. Menurut Gondokusumo
(1995), semangat kerja adalah refleksi dari sikap pribadi atau sikap kelompok
terhadap seluruh lingkungan kerja dan terhadap kerja sama dengan orang lain
untuk mencapai hasil maksimal sesuai dengan kepentingan bersama.
Semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat
dengan jalan memperkecil kekeliruhan dalam pekerjaan, mempertebal rasa
tanggung jawab, serta dapat menyelesaikan tugas tapi waktunya sesuai
dengan rencana yang ditetapkan ( Nitisemito, 2000 )
Semangat (moril) kerja adalah kemampuan sekelompok orang-orang
untuk bekerja sama dengan giat dan konsekuen dalam mengejar tujuan
bersama (Moekijat, 2002 : 130).
Semangat

kerja sangat

penting

bagi organisasi karena (1)

semangat kerja yang tinggi tentu dapat mengurangi angka absensi atau
tidak bekerja karena malas, (2) dengan semangat kerja yang tinggi dari
buruh dan karyawan maka pekerja yang

diberikan atau ditugaskan

kepadanya akan dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih cepat, (3)
dengan semangat kerja yang tinggi pihak organisasi memperoleh keuntungan
dari sudut kecilnya angka kerusakan karena semakin tidak puas dalam
bekerja, semakin tidak

bersemangatdalam bekerja, maka semakin besar

angka kerusakan, (4) semangat kerja yang tinggi otomatis membuat karyawan
akan merasa senang bekerja sehingga kecil kemungkinan karyawan akan
pindah bekerja ketempat lain, (5) semangat

kerja yang tinggi dapat

Universitas Sumatera Utara

mengurangi angka kecelakaan karena karyawan yang mempunyai semangat


kerja yang tinggi ncenderung bekerja dengan hati hati dan teliti sehingga
bekerja sesuai dengan prosedur yang ada (Tohardi, 2002).

4.2 Dimensi Semangat Kerja


Semangat kerja merupakan kesepakatan batiniah yang muncul dari
dalam diri pekerja yang sifatnya abstrak, tetapi sangat esensial dalam dunia
kerja. Semangat kerja dapat dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu semangat
kerja tinggi dan semangat kerja rendah. Semangat kerja karyawan yang tinggi
akan membawa sumbangan positif bagi temapt dia kerja. Pekerja yang
mempunyai

semangat

kerja yang tinggi

karakteristiknya

seperti manusia

dewasa. Ciricirinya adalah bekerja dengan senang hati, menyelesaikan tugas


dengan tepat waktu, interaksinya sangat dinamis, partisipasi maksimal, dapat
bekerja sama dengan teman sejawat dan inovatif. Sebaliknya, pekerja dengan
semangat rendah akan membawa dunia tempat kerjanya kepada kehancuran.
Semangat kerja yang rendah ditandai dengan kegelisaan yaitu perpindahan
bekerja, ketidakhadiran, keterlambatan, ketidakdisiplinan, dan menurunnya hasil
kerja. Selain itu, karakteristiknya tidak jauh berbeda dengan sifat kekanak
kanakan

dengan

ciriciri bekerja

tidak

tenang, menunda

pekerjaan,

menghambat, bersifat menunggu perintah, tidak kreatif, dan bekerja dengan


pola kaca mata kudaang hanya dapat memandang diri sendiri tanpa mau bekerja
sama dengan orang lain. Semangat kerja berada pada satu rentang yang positif
kesuasana batin negatif. Semangat kerja dapat berubah dari semangat kerja

Universitas Sumatera Utara

rendah menjadi semangat kerja tinggi atau sebaliknya sesuai dengan faktor
faktor yang mempengaruhi dan upaya untuk membangun semangat kerja
(Adnyani, 2008).

4.3 Indikator Semangat


Semangat kerja membutuhkan perhatian yang teratur, diagnostik dan
pengobatan yang layak seperti halnya dengan kesehatan. Semangat agak sukar
diukur karena abstrak. Semangat kerja merupakan gabungan dari kondisi fisik,
sikap, perasaan, dan sentiment. Untuk mengetahui semangat kerja yang rendah
dapat

dilihat

dari beberapa

indikasi. Dengan

demikian, perusahaan dapat

mengetahui faktor penyebab dan berusaha untuk mengambil suatu keputusan


yang lebih dini (Nitisemito, 1996).
Indikator turunnya semangat oleh setiap pekerjaan sangat penting
untuk diketahui, dengan adanya pengetahuan tentang indikator tersebut akan
dapat diketahui sebab turunnya semangat dan kegairahan kerja. Dengan
demikian perusahaan akan dapat mengambil tindakan-tindakan pencegahan
atau pemecahan masalah seawal mungkin dengan mengadakan penelitian
terlebih dahulu (Jaya, 2008).
Indikator-indikator turunnya semangat antara lain:
a) Turun/rendahnya produktivitas kerja
Salah satu indikasi turunnya semangat

kerja ditunjukkan dari

turunnya produktivitas kerja, ini dapat terjadi karena karyawan


cenderung malas dalam melaksanakan tugas dan sengaja menunda-

Universitas Sumatera Utara

nunda pekerjaan, dan dapat diukur atau dibandingkan dengan waktu


sebelumnya.
b) Tingkat absensi yang naik/tinggi
Sebenarnya tingkat absensi yang naik juga merupakan salah satu
indikator turunnya kegairahan kerja, maka perlu dilakukan penelitian
bila ada gejala-gejala absensi naik.
Pada umumnya bila kegairahan kerja turun, maka mereka akan malas
untuk setiap hari datang bekerja dan setiap ada kesempatan untuk
tidak bekerja akan mereka pergunakan, apabila waktu yang luang
tersebut dapat digunakan mendapatkan hasil yang lebih tinggi
meskipun untuk sementara ada hal-hal lain yang menyebabkan
kegairahan kerja menurun.
c) Labour turn-over (tingkat perpindahan) yang tinggi
Dalam suatu perusahaan tidak jarang terjadi perubahan dari sumber
daya manusia yang ada, karena ada yang keluar akibat pindah,
meninggal, dipecat, pensiun, pengurangan terpaksa, ketidakpuasan
mereka bekerja di perusahaan tersebut. Tingkat keluar masuknya yang
tinggi selain dapat menurunkan produktivitas kerja juga dapat
menghambat kelangsungan hidup perusahaan.
d) Tingkat kerusakan yang tinggi
Indikator lain yang menunjukkan turunnya kegairahan kerja adalah
naiknya tingkat kerusakan baik terhadap bahan baku, barang jadi
maupun mesin dan peralatan.

Universitas Sumatera Utara

e) Kegelisahan di mana-mana
Sebagai seorang pemimpin harus mengetahui kegelisahan yang timbul
pada

bawahannya.

Kegelisahan

yang

timbul

dapat

berwujud

ketidaktenangan dalam bekerja, perasaan tidak aman menghadapi


masa depan serta hal-hal lainnya. Kegelisahan pada tingkat terbatas
dengan dibiarkan begitu saja pada tingkat tertentu bukanlah tindakan
yang bijaksana karena akan merugikan perusahaan dengan segala
akibatnya.
f) Tuntutan yang sering kali terjadi
Tuntutan yang sering terjadi pada perusahaan merupakan perwujudan
dari ketidakpuasan para karyawannya, di mana semakin seringnya
terjadi tuntutan merupakan indikasi yang kuat adanya kegairahan kerja
yang menurun dari karyawannya.
g) Pemogokan
Pemogokan merupakan perwujudan ketidakpuasan atau kegelisahan
yang juga merupakan tingkat indikasi yang paling kuat tentang turunnya
kegairahan kerja ( Nitisemito, 2002 ).
Dalam hal ini setiap perusahaan selalu berusaha agar timbulnya
pemogokan dapat dicegah karena hal ini bukannya sekedar indikasi turunnya
semangat dan kegairahan kerja tetapi juga akan dapat menimbulkan
kelumpuhan bagi perusahaan dengan segala akibatnya sehingga menyebabkan
jalannya proses produksi menjadi kurang lancar.

Universitas Sumatera Utara

Menurut
menunjukkan
karakteristik

Nitisemito
kecenderungan

semagat

kerja

(1996),

berdasarkan

rendahnya

semangat

dapat diketahui dari tiga

indikasi
kerja,

yang
maka

indikator yaitu

disiplin, kerja sama, dan kepuasan kerja. Disiplin merupakan suatu keadaan
tertip karena orang orang yang bergabung dalam suatu organisasi tunduk
dan taat kepada aturan yang ada serta melaksanakan dengan senang hati.
Dalam disiplin ada 2 faktor yang mendukung yaitu faktor waktu dan
faktor perbuatan. Usaha usaha untuk menciptakan disiplin selain melalui
tata tertib atau peraturan yang jelas juga harus ada pencabaran tugas dan
wewenang yang jelas, tata cara, tata kerjayang sederhana dapat dengan
mudah diketahui oleh pekerja. Disiplin dapat diukur dengan kepatuhan
karyawan dengan kehadiran dalam bekerja, kepatuhan pekerja kepada
jam kerja, kepatuhan pada perintah atasan, taat kepada peraturan dan tata
tertip yang berlaku, berpakaian

yang

baik

dan sopan di tempat kerja,

menggunakan di dentitas atau tanda pengenal.


Kerja sama diartikan sebagai tindakan kolektif seseorang dengan
orang lain yang

dapat

dilihat

dari kesediaan

para

karyawan

untuk

bekerja sama dengan teman teman sekerja dan atasan mereka sehubung
dengan tugas masing masing. Kerja sama adalah refleksi dari semangat
dan akan baik jika semangat tinggi. Proses kerja sama mengandung segi
relasi, interaksi, partisipasi, kontribusu setiap individu, dan masing masing
mereka menyumbangkan ide pikirnya.

Universitas Sumatera Utara

Kepuasan

mempunyai kontribusi

yang

sangat

besar terhadap

produktivitas kerja. Setiap pekerja mempunyai dorongan untuk bekerja


adalah kerja adalah pusat dari kehidupan dan kerja adalah sejumlah
aktivitas fisik dan mental untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Kepuasan
kerja berhubungan dengan sikap

pekerja

terhadap pekerjaanya, situasi

kerja, serta kerja sama dengan pimpinan dan sesama pekerja. Pekerja yang
tidak memperoleh kepuasan sering melamun, mempunyai semangat kerja
rendah, cepat

lelah dan bosan, emosi

tidak

stabil, sering singgah, dan

melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang


harus dilakukan. Oleh karena itu, pekerja akan merasa puas atas kerja yang
telah dilaksanakan jika yang dikerjakan dianggap memenuhi harapan
sesuai dengan tujuan.

4.4 Faktor faktor Mempengaruhi Semangat Kerja


Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya
semangat kerja karyawan (Jaya, 2008), yaitu antara lain:
a. Gaji yang cukup
Setiap perusahaan seharusnya memberikan gaji yang cukup kepada
karyawan/pegawainya. Pengertian cukup ini adalah sebenarnya
sangat relatif sifatnya. Oleh karena itu cukup di sini adalah jumlah
yang mampu dibayar tanpa menimbulkan kerugian bagi perusahaan
tersebut. Dan dengan sejumlah gaji yang diberikan tersebut akan
mampu memberikan kegairahan kerja atau semangat kerja para

Universitas Sumatera Utara

pegawainya. Dengan gaji yang rendah, para pekerja akan malas


bekerja dan kurang bergairah untuk melakukan tanggung jawabnya
dalam tugas. Akibatnya pekerjaan terjadi terlambat, banyak pekerjaan
yang harus dilakukan tidak dilaksanakan.
Perlu dicatat disini bahwa yang dimaksud gaji bukanlah imbalan jasa
dalam bentuk uang semata, tetapi dalam bentuk yang lain. Misalnya:
jatah beras, perawatan kesehatan, fasilitas perumahan, adanya
penilaian terhadap kerja dan sebagainya.
b. Memperhatikan kebutuhan rohani
Selain kebutuhan materi yang berbentuk gaji yang cukup, mereka juga
membutuhkan kebutuhan rohani. Kebutuhan rohani ini antara lain
adalah menyediakan tempat untuk menjalankan ibadah, rekreasi,
partisipasi dan sebagainya.
Meskipun dengan kebutuhan rohani yang dimaksudkan terutama
adalah menyediakan tempat ibadah, tetapi jauh lebih luas lagi yaitu
kebutuhan untuk dihargai, kebutuhan berpartisipasi, kebutuhan
ketentraman jiwa.
c. Sekali sekali perlu menciptakan suasana santai
Suasana kerja yang rutin sering kali menimbulkan kebosanan dan
ketegangan kerja bagi karyawan. Untuk menghindari hal-hal seperti
itu maka perusahaan perlu sekali kadang-kadang (dalam kurun waktu
tertentu) menciptakan suasana santai.

Universitas Sumatera Utara

Banyak sekali cara-cara yang dapat dijalankan oleh perusahaan,


misalnya dengan jalan mengadakan rekreasi/ piknik bersama-sama,
mengadakan pertandingan olah raga antar karyawan dan sebagainya.
Pengaruh yang diakibatkan karena itu cukup besar, kegairahan kerja
para karyawan akan timbul karenanya. Mereka akan saling merasa
dalam satu kesatuan dan masa satu naungan di bawah nama
perusahaan.
d. Harga diri perlu mendapat perhatian
Institusi yang baik biasanya mempunyai karyawan yang hasil kerjanya
dapat diandalkan. Dengan keadaan seperti itu institusi akan cepat maju
karena cara kerja karyawan cukup baik.
Jika prestasi karyawan itu cukup menonjol apa salahnya bila
pemimpin memberikan penghargaan baik berupa surat penghargaan
maupun dalam bentuk hadiah materi. Setiap orang pasti menghendaki
dirinya dihormati orang lain. Seorang pekerja akan merasa harga
dirinya diperhatikan jika ia sekali sekali diajak berunding dalam
memecahkan masalah atau persoalan. Dengan diajaknya berunding
dalam memecahkan masalah akan tanggung jawabnya akan semakin
besar.
e. Tempatkan para karyawan/pegawai pada posisi yang tepat
Setiap perusahaan harus mampu menempatkan para karyawannya pada
posisi yang tepat. Artinya tempatkan mereka pada posisi yang sesuai
dengan keterampilan masing-masing. Jadi sesungguhnya masalah

Universitas Sumatera Utara

ketepatan menempatkan para karyawan pada posisi yang telah


merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam usaha
membangkitkan kegairahan kerja karyawan.
f. Berikan kesempatan untuk maju
Kegairahan kerja karyawan akan timbul jika mereka mempunyai
harapan untuk maju. Jika hendaknya setiap perusahaan memberikan
kesempatan kepada karyawannya. Berikanlah penghargaan kepada
karyawan yang berprestasi.
Bagi

perusahaan

yang

baik

bukan

saja

hanya

memberikan

penghargaan akan tetapi bahkan pihak perusahaan mengadakan


program pendidikan tambahan bagi karyawannya. Tentu saja para
karyawan akan menyambutnya dengan hati gembira dan kegembiraan
inilah salah satu pendorong kegairahan kerja.
g. Perasaan aman menghadapi masa depan perlu diperhatikan
Kegairahan kerja para karyawan akan terpupuk

jika

mereka

mempunyai perasaan aman terhadap masa depan profesi mereka.


Untuk menciptakan rasa aman menghadapi masa depan, ada sementara
perusahaan yang melaksanakan program pensiun bagi karyawannya.
Kalau sekiranya pemberian tunjangan pensiun dirasakan sebagai suatu
tindakan yang erat bagi perusahaan, maka sebenarnya ada jalan lain
yang

cukup

baik.

Misalnya

dengan

cara

mewajibkan

para

karyawannya untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk


ditabung dalam bentuk polis asuransi.

Universitas Sumatera Utara

h. Usahakan agar para karyawan mempunyai loyalitas


Kesetiaan/loyalitas para karyawan terhadap perusahaan akan dapat
menimbulkan

rasa

tanggungjawab.

Tanggung

jawab

dapat

menciptakan kegairahan kerja. Untuk dapat menimbulkan loyalitas


para karyawan terhadap perusahaan maka pihak pimpinan harus
mengusahakan agar para karyawan merasa senasib dengan perusahaan.
Dengan merasa senasib seperti ini kemajuan dan kemunduran
perusahaan akan dapat dirasakan juga oleh mereka.
Sebenarnya loyalitas dapat juga ditimbulkan dengan cara pemberian
gaji yang cukup, perhatian terhadap kebutuhan rohani dan hal-hal
positif lain seperti yang dijelaskan dimuka.
i. Sekali-kali para karyawan/pegawai perlu juga diajak berunding
Di dalam perusahaan merencanakan sesuatu yang agak penting
sebaiknya para karyawan diajak berunding. Misalnya kita akan
merencanakan menaikkan penjualan sebanyak 25% untuk tahun
depan. Maka setiap karyawan yang bertugas dibidang penjualan,
produksi, pembelian dan keuangan sebaiknya diajak berunding.
Dengan

mengikut

sertakan

mereka

berunding

maka

perasaan

bertanggungjawab akan timbul sehingga mereka dalam melaksanakan


kebijaksanaan baru tersebut akan lebih baik.

Universitas Sumatera Utara

j. Pemberian insentif yang terarah


Agar perusahaan memperoleh hal secara langsung maka selain caracara yang telah disebutkan di atas, dapat pula ditempuh sistem
pemberian insentif kepada para karyawan.
Perusahaan akan memberikan tambahan penghasilan secara langsung
kepada para karyawan yang menunjukkan kelebihan prestasi kerjanya.
Cara seperti ini sangat efektif untuk mendorong gairah kerja para
karyawan.

Tentu

saja

cara

itu

harus

juga

disertai

dengan

kebijaksanaan yang tepat.


k. Fasilitas yang menyenangkan
Setiap perusahaan bila mana memungkinkan hendaknya menyediakan
fasilitas yang menyenangkan bagi para karyawan. Apabila dengan
fasilitas tersebut ternyata mampu menambah kesenangan pada
karyawannya

maka

berarti

kegairahan

kerjanya

dapat

pula

ditingkatkan.
Fasilitas yang menyenangkan janganlah diartikan secara sempit, sebab
banyak menafsirkan bahwa fasilitas menyenangkan antara lain
rekreasi, cafetaria sampai olah raga dan sebagainya.
Sebenarnya fasilitas yang menyenangkan sangat luas, sehingga
termasuk juga pengobatan, tempat ibadah, kamar kecil yang bersih,
pendidikan untuk anak dan sebagainya. Tempat ibadah akan
menimbulkan ras kesenangan batiniah, sebab dengan penyediaan

Universitas Sumatera Utara

tempat ibadah akan memudahkan mereka yang akan menjalankan


ibadah (Nitisemito, 2002 : 108).
Apabila kegairahan kerja karyawan menurun, akan berdampak negatif
terhadap perkembangan suatu perusahaan. Hal ini disebabkan oleh
menurunnya moral kerja dari karyawan karena adanya perasaan tidak
puas terhadap cara-cara yang dipergunakan oleh pemimpin untuk
menggerakkan bawahannya.
Ketidakpuasan ini dapat dilihat dalam bentuk:
a) Labour turn over (pergantian pegawai) yang tinggi.
b) Sering terjadi pertikaian perburuhan (labaur disputes) yang
dapat

mengakibatkan

showdown

atau

bentuk-bentuk

lainnya.
c) Tingkat kebiasaan absen (abseniesme) yang tinggi, artinya
terlalu banyak jumlah pegawai yang tidak masuk atau
sering datang terlambat
d) Moral yang rendah dalam bentuk kenakalan, perbuatan
yang merugikan nama baik organisasi, dan lain sebagainya.
e) Tidak adanya loyalitas kepada organisasi.
f) Pessimisme
g) Appatisme

Universitas Sumatera Utara

4.5 Upaya Membina Semangat Kerja


Membina semangat kerja perlu dilakukan secara terusmenerus agar
mereka menjadi terbiasa mempunyai semangat kerja yang tinggi. Dengan
kondisi yang demikian, pekerja diharapkan dapat melaksanakan pekerjaan
dengan baik dan kreatif. Pembinaan semangat kerja dalam suatu pekerjaan
tentulah pimpinan sebagai atasan. Pembinaan semangat kerja akan dapat
berhasil jika pimpinan benar benar menempatkan dirinya bersama
sama

dengan

pekerja

dan berusaha

memperbaiki kondisi kerja

agar

kondusif sehingga suasana kerja turut mendukung terbinanya semangat


kerja (Adnyani, 2008).
Menurut Saydam (2000), keberhasilan pembinaan semangat kerja
sangat tergantung pada

supervisi yang

bermutu, kondisi

kerja yang

menyenangkan, adanya kesempatan untuk berparisipasi, hubungan

yang

harmonis, dan adanya aturan mainan yang jelas. Selain itu teknik pengawasan
dan kebijakan menajemen meliputi pengawasan berusaha agar pekerja
mempunyai minat kerja yang besar, memberi pujian.
Menurut Zainun (2004), beberapa
menyelenggarakan motivasi untuk

usaha positif

meningkatkan

dalam rangka

semangat

kerja, yaitu

orientasi, supervisi, partisipasi, komunikasi, rekognasi, delegasi, kompesi,


integrasi, dan motivasi silang. Sastrohadiwiryo (2002), menunjukkan bahwa
cara yang ditempuh untuk meningkatkan semangat kerja adalah memberi
kompensasi

kepada tenaga

kerja dalam porsi yang wajar, tetapi

tidak

memaksakan kemampuan , menciptakan kondisi kerja yang menggirahkan

Universitas Sumatera Utara

semua pihak, memperhatikan kebutuhan yang berhubungan dengan spiritual


tenaga kerja. Untuk meningkatkan semangat kerja dilakukan pemberian
gaji yang cukup, memperhatikan kebutuhan rohani, menciptakan suasana
kerja yang santai, memperhatikan harga diri, menempatkan posisi pekerja
pada tempatnya, dan memberikan fasilitas yang menyenangkan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai