Anda di halaman 1dari 3

Tata Cara Pengajuan Pembebasan Tanah kepada Perusahaan

Tambang Batubara
Saya ingin bertanya, landasan hukum untuk mengajukan pembebasan lahan masyarakat ke
perusahaan tambang batubara seperti apa? Menyangkut lingkungan tempat tinggal yang sudah
tidak sehat. Terima kasih.

Jawaban :
Kami mengasumsikan maksud dari pertanyaan saudara bahwa masyarakat ingin menjual tanah milik
mereka kepada perusahaan tambang batubara yang beroperasi di sekitar wilayah tanah tersebut.
Simak jawaban kami di bawah ini:
A. Hak Asasi Manusia Atas Lingkungan Hidup
1. Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
2. Pasal 65 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
(1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian
dari hak asasi manusia.
(2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses
informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana
usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak
terhadap lingkungan hidup.
(4) Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri
3. Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
B. Jual Beli dan Peralihan Hak Atas Tanah
Menurut Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Perdata (KUHPerdata), yang dimaksud dengan
jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah
dijanjikan. Dengan kata lain, jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan
kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk
penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada
penjual.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) istilah
jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah.
Dalam pasal-pasal lainnya tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai
dialihkan. Sedangkan, definisi jual beli tanah menurut Prof. Boedi Harsono adalah penyerahan
hak atas tanah yang dijual kepada pembeli yang pada saat yang sama membayar penuh kepada
penjual harga yang telah disetujui bersama. Berdasarkan Pasal 5 UUPA maka jual beli tanah
setelah berlakunya UU ini mempergunakan sistem dan asas dalam hukum adat.

Karena pengadaan tanah yang dilakukan oleh perusahaan tambang batubara adalah
diperuntukkan dan bertujuan untuk memperoleh keuntungan dan bukan diperuntukkan untuk
kepentingan umum sehingga tata cara perolehan tanahnya berbeda dengan pengadaan tanah
untuk kepentingan umum. Terkait dengan ketentuan tata cara pengadaan tanah dalam kasus ini
kita bisa melihat Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa
Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh
pemerintah atau pemerintah daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara
lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Menurut hemat penulis, langkah-langkah yang dapat Anda tempuh untuk mengajukan
pembebasan tanah milik warga masyarakat kepada perusahaan tambang batubara, antara lain:
1. Masyarakat pemilik tanah yang ingin melepas tanah mereka membuat suatu surat petisi
kepada pihak Perusahaan tambang batubara yang isinya menyatakan bahwa mereka
ingin menjual tanah miliknya tersebut kepada pihak Perusahaan beserta alasannya.
Dicantumkan juga luas tanah per pemilik beserta harga yang ingin diajukan. Kepala
Desa dan Kepala Padang (apabila ada) juga turut menandatangani petisi tersebut
untuk menguatkannya.
2. Apabila pihak Perusahaan menyetujui surat petisi tersebut, maka proses bisa
dilanjutkan ke proses jual beli tanah antara warga masyarakat dengan pihak
Perusahaan. Pihak perusahaan akan membayar ganti rugi kepada pemilik tanah dan
pemilik tanahmenyerahkan Sertipikat (bagi tanah yang bersertipikat) atau Surat
Keterangan Penguasaan Fisik atau Surat Keterangan Tanah (bagi tanah yang belum
bersertipikat) kepada pihak perusahaan. Apabila pemilik tanah tidak memiliki Surat
Keterangan Penguasaan Fisik atau Surat Keterangan Tanah dan dokumen tanah
sejenis, maka secepatnya warga masyarakat pemilik tanah harus segera
membuatnya.
Catatan: Dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan tambang batubara tentu
memiliki perhitungan yang matang saat memutuskan akan membebaskan suatu
bidang tanah untuk ditambang dan/atau dimanfaatkan. Apakah jumlah air (moisture),
zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan kadar abu (ash), kalori
(calorie) yang terkandung dalam batubara di suatu bidang tanah tersebut sudah sesuai
dengan kebutuhan perusahaan. Maka diharapkan warga masyarakat pemilik tanah
yang telah mengajukan petisi tersebut dapat mengizinkan pihak Perusahaan apabila
pihak Perusahaan berencana untuk melakukan pengecekan kadar kandungan
batubara terlebih dahulu sebelum dilakukan proses jual beli (apabila tanah yang akan
dijual berada di Wilayah Izin Usaha Pertambangan perusahaan tersebut).
3. Surat Keterangan Penguasaan Fisik atau Surat Keterangan Tanah dibuat oleh pemilik
tanah sendiri yang diketahui oleh Kepala Desa setempat dan dihadiri oleh minimal 2
(dua) orang saksi.
4. Pihak perusahaan sebagai pembeli harus melakukan verifikasi terkait dengan kondisi
fisik tanah (luasan dan bentuk tanah), status hukum tanah dan status hukum pemilik
tanah tersebut.
5. Surat dan dokumen yang harus diserahkan oleh warga masyarakat pemilik tanah
antara lain :
5.1. Bukti Kepemilikan.
Berupa sertipikat atau bukan sertipikat (Surat Keterangan Penguasaan Fisik
atau Surat Keterangan Tanah)
5.2. Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) yang masih berlaku
5.3. Surat Persetujuan Pasangan untuk yang telah berkeluarga
5.4. Bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan minimal 3 tahun terakhir
5.5. Surat Pernyataan dari pemilik tanah bahwa tanah miliknya tidak berada dalam
sengketa
5.6. Surat Keterangan Riwayat Tanah dari Kepala Desa setempat yang kemudian
dikuatkan oleh Camat setempat
5.7. Untuk tanah yang telah bersertipikat maka dilampirkan juga Surat Keterangan
Pendaftaran Tanah (SKPT)

6. Proses pelaksanaan jual beli tanah dan pembuatan Akta Jual Beli tanah dilakukan
didepan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun, apabila dalam wilayah Anda
belum banyak terdapat PPAT atau formasi PPAT di wilayah Kabupaten atau
Kotamadya tersebut belum tertutup, maka sesuai dengan Pasal 5 ayat (3) Peraturan
Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah jo. Pasal 2 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 1 Tahun 1998 tentang Pelimpahan Wewenang Pengangkatan dan
Pemberhentian Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, Camat setempat
dapat diangkat menjadi PPAT oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional
Demikian jawaban yang dapat kami berikan. Semoga dapat bermanfaat.
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Kitab Undang-Undang Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria;
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
6. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah;
7. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
8. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pelimpahan Wewenang
Pengangkatan dan Pemberhentian Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Anda mungkin juga menyukai