a. Beralih
Berpindahnya hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
dari pemegang haknya kepada pihak lain karena pemegang haknya
meninggal dunia atau melalui pewarisan.
Peralihan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun ini
terjadi karena hukum, artinya dengan meninggalnya pemegang hak
(subjek), maka ahli warisnya memperoleh hak atas tanah atau Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun tersebut.
Dalam beralih ini, pihak yang memperoleh hak harus memenuhi syarat
sebagai pemegang (subjek) hak atas tanah atau Hak Milik Atas satuan
Rumah Susun.
b. Dialihkan/pemindahan hak
Berpindahnya hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
dari pemegang (subjek) haknya kepada pihak lain karena suatu perbuatan
hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak lain tersebut
memperoleh hak tersebut.
Perbuatan hukum tersebut dapat berupa jual beli, tukar menukar, hibah,
penyertaan dalam modal perusahaan, pemberian dengan wasiat, lelang.
Dalam dialihkan/pemindahan hak di sini, pihak yang mengalihkan/
memindahkan hak harus berhak dan berwenang memindahkan hak,
sedangkan bagi pihak yang memperoleh hak harus memenuhi syarat
1 Urip Santoso (selanjutnya disebut Urip Santoso I), Pendaftaran Dan Peralihan Hak
Atas Tanah, Prenada Media Grup, Jakarta, 2013, h. 301-302.
2
sebagai pemegang Hak Atas Tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah
Susun.
Salah satu cara peralihan hak atas tanah adalah melalui lelang. Istilah lelang
berasal dari bahasa Belanda, yaitu vendu, sedangkan, dalam bahasa Inggris,
disebut dengan istilah auction. Istilah lainnya merupakan terjemahan dari Bahasa
Belanda openbare verkooping, openbare veiling, atau openbare verkopingen, yang
berarti lelang atau penjualan di muka umum.2
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka salah satu obyek dari lelang adalah
hak atas tanah. Yang dimaksud hak atas tanah adalah hak yang memberi
wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil
manfaat dari tanah yang dihakinya.3 Sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria (selanjutnya disebut UUPA), hak atas tanah terdiri dari :
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan;
d. Hak Pakai;
e. Hak Sewa untuk Bangunan
f. Hak Membuka Tanah;
g. Hak Memungut Hasil Hutan;
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas tanah
yang akan ditetapkan dengan undang-undang, serta hak-hak yang sifatnya
sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.
Hak-hak atas tanah yang bersifat sementara sebagaimana disebutkan dalam Pasal
53 UUPA ialah :
a. Hak Gadai;
b. Hak Usaha Bagi Hasil;
c. Hak Menumpang;
d. Hak Sewa Tanah Pertanian.
Hak milik sebagai salah satu hak atas tanah adalah hak turun menurun, terkuat,
dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan
3 Sudikno Mertokusumo, Hukum Dan Politik Agraria, Karunika-Universitas Terbuka,
Jakarta, 1988, h. 45 dalam buku Urip Santoso, Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas
Tanah, Prenada Media Grup, Jakarta, 2013, h.49.
5
dalam Pasal 6 sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA. Turun-temurun
artinya Hak Milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih
hidup dan bila pemiliknya meningga dunia, maka Hak Miliknya dapat dilanjutkan
oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik. Terkuat
artinya Hak Milik atas tanah lebih kuat bila dibandingkan dengan hak atas tanah
yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari
gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya Hak Milik atas
tanah memberi wewenang kepada pemiliknya paling luas bila dibandungkan
dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang
lain, tidak berinduk pada hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih
luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.4
Berdasarkan Pasal 21 UUPA, yang dapat mempunyai tanah hak milik adalah :
Bagi pemilik tanah yang tidak memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik
atas tanah, diantaranya orang asing yang sesudah berlakunya UUPA memperoleh
hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena
perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik
4 Urip Santoso (selanjutnya disebut Urip Santoso II), Hukum Agraria (Kajian
Komprehensif), Prenada Media Grup, Jakarta, 2013, h. 92-93.
6
2. Rumusan masalah
Apakah akibat hukum pembelian tanah hak milik melalui lelang oleh Warga
Negara Asing?
3. Pembahasan
Pada prinsipnya, setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/ atau
dihadapan Pejabat Lelang. Pejabat Lelang adalah orang yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan
penjualan barang secara lelang. Dalam peraturan lelang, Pejabat Lelang dibagi
menjadi 2 (dua) yaitu Pejabat Lelang Kelas I dan Pejabat Lelang Kelas II. Pejabat
Lelang Kelas I adalah Pejabat Lelang pegawai DJKN yang berwenang
melaksanakan Lelang Eksekusi, Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang
Noneksekusi Sukarela. Sedangkan Pejabat Lelang Kelas II adalah Pejabat Lelang
swasta yang berwenang melaksanakan Lelang Noneksekusi Sukarela.
harga lelang kepada KPKNL atau Balai Lelang. Bea Lelang disetorkan ke Kas
Negara oleh KPKNL atau Balai Lelang. Hasil bersih lelang disetor ke pemohon
lelang atau Pemilik Barang. Dalam hal pemohon lelang atau Pemilik Barang
adalah instansi pemerintah, maka hasil lelag disetorkan ke Kas Negara. Tahap
terakhir, KPKNL atau Balai Lelang menyerahkan dokumen dan petikan Risalah
Lelang sebagai bukti balik nama dan sebagainya. Sebab sebagai bukti pelaksanaan
lelang, Pejabat Lelang wajib membuat berita acara lelang, yang dinamakan
dengan Risalah Lelang.
Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh
Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan
pembuktian sempurna. Risalah lelang itu harus memuat apa, mengapa, dimana,
bila, bagaimana, dan siapa - siapa yang terlibat dalam pelaksanaan lelang. Apa
yang dilelangkan menjelaskan tentang objek atas barang yang dilelangkan.
Mengapa dilakukan pelelangan menjelaskan latar belakang sampai timbulnya
lelang tersebut. Hal ini penting sekali dijelaskan dalam lelang eksekusi. Kemudian
dimana dilelangkan menjelaskan dimana dilaksanakan lelang tersebut dan kapan
lelang dilaksanakan. Bagaimana pelaksanaan lelang menjelaskan proses terjadinya
penawaran sampai dengan ditunjuknya pembeli lelang. Terakhir siapa siapa
yang terlibat dalam lelang, siapa pemohon atau penjual lelang, siapa penawar-
penawar, dan siapa pembeli lelang.6
6 Ibid., h. 155-156
9
Sebagaimana telah disebutkan di atas, Risalah Lelang dapat dipakai oleh Kantor
Pertanahan sebagai dasar peralihan hak atas nama (balik nama). Hal ini sejalan
dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pertanahan, yaitu :8
a. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah
Pasal 16 ayat (4)
Peralihan Hak Guna Usaha karena jual beli, kecuali lelang, tukar menukar,
penyertaan dalam modal, dan hibah dilakukan dengan akta yang dibuat
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
7 Ibid., h.158
Peralihan Hak Guna Bangunan karena jual beli, kecuali lelang, tukar
menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah dilakukan dengan akta yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Artinya Pembeli atau Pemenang Lelang dalam melakukan peralihan hak atas
tanah tidak perlu menggunakan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) sebagai pembuktian, namun cukup menggunakan Risalah Lelang.
Setelah pelaksanaan lelang hak atas tanah dilakukan, maka setelah itu perlu
adanya pendaftaran hak atas tanah yang dilakukan di Kantor Pertanahan
11
1. pemindahan hak
2. pemindahan hak dengan lelang
3. peralihan hak karena pewarisan
4. peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau
koperasi
5. pembebanan hak
6. penolakan pendaftaran peralihan dan pembebanan hak
yuridis berupa subjek hak, status hak, dan peralihan hak atas tanah yang
bersangkutan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
Maka dengan dibuatnya risalah lelang, tanah hak milik tersebut beralih
kepada WNA. Sedangkan dalam Pasal 21 UUPA, diatur bahwa yang dapat
mempunyai tanah hak milik adalah Warga Negara Indonesia. Artinya WNA tidak
memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik atas tanah. Oleh karena itu, akibat
hukumnya dalam waktu 1 (satu) tahun harus melepaskan atau mengalihkan Hak
Milik atas tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Apabila hal ini
tidak dilakukan, maka tanahnya hapus karena hukum dan tanahnya kembali
menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara sebagaimana diatur dalam
Pasal 21 ayat (3) dan ayat (4) UUPA. Hal ini dipertegas pula dalam Pasal 27
UUPA yang mengatur bahwa faktor-faktor penyebab hapusnya Hak Milik atas
tanah dan berakibat tanahnya jatuh kepada negara, yaitu :
Selain itu, sertipikat hak atas tanah tidak dapat dibalik nama atau dicatat
perubahan nama pemilik baru hak atas tanah bersangkutan.
Walaupun pada hakikatnya Hak Milik atas tanah dapat beralih dan
dialihkan sesuai dengan Pasal 20 ayat 2 UUPA, akan tetapi perlu diingat ada
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh subjek hukum supaya dapat memilik Hak
Milik atas tanah sesuai dengan yang sudah diatur di dalam Pasal 21 UUPA yaitu,
Warga Negara Indonesia, badan-badan hukum yang sudah ditetapkan oleh
pemerintah yang kemudian diatur di dalam PP 38 Tahun 1963. Dan hal tersebut
tidak dapat disimpangi dengan berbagai alasan maupun cara, termasuk melalui
lelang.
14
4. Penutup
Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, maka disimpulkan bahwa akibat
hukum pembelian tanah hak milik melalui lelang oleh Warga Negara Asing adalah
Warga Negara Asing tersebut tidak dapat memiliki tanah hak milik tersebut.
Pemerintah memberikan jangka waktu 1 tahun untuk melepaskan atau
mengalihkan Hak Milik atas tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
Apabila hal ini tidak dilakukan, maka tanahnya hapus karena hukum dan tanahnya
kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
15
DAFTAR BACAAN