Anda di halaman 1dari 15

1

AKIBAT HUKUM PEMBELIAN TANAH HAK MILIK MELALUI


LELANG OLEH WARGA NEGARA ASING

1. Latar Belakang Masalah

Dalam peraturan perundang-undangan pertanahan dinyatakan bahwa hak


atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dapat beralih dan dialihkan
dari pemegang (subjek) haknya kepada pihak lain. Namun demikian, dalam
peraturan perundang-undangan tersebut tidak memberikan pengertian apa yang
dimaksud dengan beralih dan dialihkan. 2 (dua) bentuk peralihan hak atas tanag
atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dapat dijelaskan sebagai berikut :1

a. Beralih
Berpindahnya hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
dari pemegang haknya kepada pihak lain karena pemegang haknya
meninggal dunia atau melalui pewarisan.
Peralihan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun ini
terjadi karena hukum, artinya dengan meninggalnya pemegang hak
(subjek), maka ahli warisnya memperoleh hak atas tanah atau Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun tersebut.
Dalam beralih ini, pihak yang memperoleh hak harus memenuhi syarat
sebagai pemegang (subjek) hak atas tanah atau Hak Milik Atas satuan
Rumah Susun.
b. Dialihkan/pemindahan hak
Berpindahnya hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
dari pemegang (subjek) haknya kepada pihak lain karena suatu perbuatan
hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak lain tersebut
memperoleh hak tersebut.
Perbuatan hukum tersebut dapat berupa jual beli, tukar menukar, hibah,
penyertaan dalam modal perusahaan, pemberian dengan wasiat, lelang.
Dalam dialihkan/pemindahan hak di sini, pihak yang mengalihkan/
memindahkan hak harus berhak dan berwenang memindahkan hak,
sedangkan bagi pihak yang memperoleh hak harus memenuhi syarat

1 Urip Santoso (selanjutnya disebut Urip Santoso I), Pendaftaran Dan Peralihan Hak
Atas Tanah, Prenada Media Grup, Jakarta, 2013, h. 301-302.
2

sebagai pemegang Hak Atas Tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah
Susun.

Salah satu cara peralihan hak atas tanah adalah melalui lelang. Istilah lelang
berasal dari bahasa Belanda, yaitu vendu, sedangkan, dalam bahasa Inggris,
disebut dengan istilah auction. Istilah lainnya merupakan terjemahan dari Bahasa
Belanda openbare verkooping, openbare veiling, atau openbare verkopingen, yang
berarti lelang atau penjualan di muka umum.2

Secara yuridis istilah lelang sebagai penjualan di muka umum dipergunakan


dalam peraturan lelang sebagaimana termuat dalam Vendu Reglement tanggal 28
Februari 1908 Staatsblad 1908 Nomor 189, yang berlaku sejak 1 April 1908.
Ketentuan dalam Pasal 1 Vendu Reglement memberikan batasan pengertian
penjualan di muka umum, yaitu sebagai berikut :

Penjualan umum (openbare verkopingen) adalah pelelangan atau


penjualan barang-barang dilakukan kepada umum dengan penawaran harga yang
meningkat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup,
atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberi tahu mengenai
pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi
kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau
memasukkan harga dalam sampul tertutup.

Sesuai dengan perkembangan, pengertian lelang diatur pula dalam Pasal 1


angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang berlaku sejak 19
Februari 2016, yaitu Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum
dengan penawaran harga secara tertulis dan/ atau lisan yang semakin meningkat
atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan
Pengumuman Lelang.

Berdasarkan peraturan, jenis lelang terdiri dari :

1. Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan


pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/ atau
2 Rachmadi Usman, Hukum Lelang, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, h. 19.
3

melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundangundangan. Lelang


eksekusi terdiri dari :

a. Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN);


b. Lelang Eksekusi pengadilan;
c. Lelang Eksekusi pajak;
d. Lelang Eksekusi harta pailit;
e. Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT);
f. Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP);
g. Lelang Eksekusi barang rampasan;
h. Lelang Eksekusi jaminan fidusia;
i. Lelang Eksekusi barang yang dinyatakan tidak dikuasai atau barang yang
dikuasai negara eks kepabeanan dan cukai;
j. Lelang Eksekusi barang temuan;
k. Lelang Eksekusi gadai;
l. Lelang Eksekusi barang rampasan yang berasal dari benda sitaan Pasal 18
ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang
Nomor 20 Tahun 2001; dan
m. Lelang Eksekusi lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Lelang Noneksekusi Wajib adalah Lelang untuk melaksanakan penjualan


baranyang oleh peraturan perundanundangan diharuskan dijual secara lelang.
Lelang Noneksekusi Wajib terdiri dari:

a. Lelang Barang Milik Negara/Daerah;


b. Lelang Barang milik Badan Usaha MilikNegara/Daeah;
c. Lelang Barang milik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
d. Lelang Barang Milik Negara yang berasal dari aset eks kepabeanan dan
cukai;
e. Lelang Barang gratifikasi;
f. Lelang aset properti bongkaran Barang Milik Negara karena perbaikan;
g. Lelang aset tetap dan barang jaminan diambil alih eks bank dalam
likuidasi;
h. Lelang aset eks kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset;
i. Lelang aset properti eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional;
j. Lelang Balai Barta Peninggalan atas harta peninggalan tidak terurus dan
harta kekayaan orang yang dinyatakan tidak hadir;
k. Lelang aset Bank Indonesia;
l. Lelang kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama; dan
m. Lelang lainnya sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
4

3. Lelang Noneksekusi Sukarela adalah Lelang atas Barang milik swasta,


perorangan atau badan hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela.
Lelang Noneksekusi Sukarela terdiri dari:
a. Lelang Barang milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah berbentuk
persero;
b. Lelang harta milik bank dalam likuidasi kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan;
c. Lelang Barang milik perwakilan negara asing; dan .
d. Lelang Barang milik perorangan atau badan usaha swasta.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka salah satu obyek dari lelang adalah
hak atas tanah. Yang dimaksud hak atas tanah adalah hak yang memberi
wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil
manfaat dari tanah yang dihakinya.3 Sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria (selanjutnya disebut UUPA), hak atas tanah terdiri dari :
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan;
d. Hak Pakai;
e. Hak Sewa untuk Bangunan
f. Hak Membuka Tanah;
g. Hak Memungut Hasil Hutan;
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas tanah
yang akan ditetapkan dengan undang-undang, serta hak-hak yang sifatnya
sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.

Hak-hak atas tanah yang bersifat sementara sebagaimana disebutkan dalam Pasal
53 UUPA ialah :

a. Hak Gadai;
b. Hak Usaha Bagi Hasil;
c. Hak Menumpang;
d. Hak Sewa Tanah Pertanian.

Hak milik sebagai salah satu hak atas tanah adalah hak turun menurun, terkuat,
dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan
3 Sudikno Mertokusumo, Hukum Dan Politik Agraria, Karunika-Universitas Terbuka,
Jakarta, 1988, h. 45 dalam buku Urip Santoso, Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas
Tanah, Prenada Media Grup, Jakarta, 2013, h.49.
5

dalam Pasal 6 sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA. Turun-temurun
artinya Hak Milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih
hidup dan bila pemiliknya meningga dunia, maka Hak Miliknya dapat dilanjutkan
oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik. Terkuat
artinya Hak Milik atas tanah lebih kuat bila dibandingkan dengan hak atas tanah
yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari
gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya Hak Milik atas
tanah memberi wewenang kepada pemiliknya paling luas bila dibandungkan
dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang
lain, tidak berinduk pada hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih
luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.4

Berdasarkan Pasal 21 UUPA, yang dapat mempunyai tanah hak milik adalah :

a. Warga Negara Indonesia


Hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik (Pasal
21 ayat (2) UUPA)
b. Badan-badan hukum
Pemerintah menetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak
Milik dan syarat-syaratnya (Pasal 21 ayat (2) UUPA).
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1963 tentang
Penunjukan Badan-badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik atas
Tanah, yaitu bank-bank yang didirikan oleh negara (bank negara), koperasi
pertanian, badan keagamaan, dan badan sosial. Sedangkan bedasarkan
Pasal 8 ayat (1) Permen Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang
Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak
Pengelolaan, badan-badan hukum yang dapat mempunyai tanah Hak Milik
adalah bank pemerintah, badan keagamaan, dan badan sosial yang ditunjuk
oleh Pemerintah.

Bagi pemilik tanah yang tidak memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik
atas tanah, diantaranya orang asing yang sesudah berlakunya UUPA memperoleh
hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena
perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik

4 Urip Santoso (selanjutnya disebut Urip Santoso II), Hukum Agraria (Kajian
Komprehensif), Prenada Media Grup, Jakarta, 2013, h. 92-93.
6

dan setelah berlakunya UUPA ini kehilangan kewarganegaraannya atau selama


seseorang disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan
asing, wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sehak
diperolehnya hak tersebut atau hilang kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka
waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan maka hak tersebut hapus karena
hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak
lain yang membebaninya tetap berlangsung.
Namun ada kalanya, ketika peralihan hak milik tersebut dilakukan melalui
lelang, pemenang lelang adalah Warga Negara Asing. Sebab peserta lelang
dikatakan sebagai pembeli atau pemenang lelang apabila :5
1. Pembeli lelang adalah orang atau badan hukum atau badan usaha yang
mengajukan penawaran tertinggi;
2. Pembeli lelang ditetapkan dan disahkan sebagai pemenang lelang oleh
Pejabat Lelang;
3. Pembeli dilarang mengambil atau menguasai barang yang dibelinya
sebelum memenuhi Kewajiban Pembayaran Lelang dan pajak atau pungutan
sah lainnya sesuai peraturan perundang-undangan;
4. Pembeli harus melunasi Kewajiban Pembayaran Lelang dan pajak atau
pungutan sah lainnya;
5. Pembeli yang bersangkutan tidak melunasi Kewajiban Pembayaran Lelang,
Pejabat Lelang harus membatalkan pegesahannya sebagai pembeli;
6. Pembeli yang tidak memenuhi kewajibannya setelah disahkan sebagai
pembeli lelang, tidak diperbolehkan mengikuti lelang di seluruh wilayah
Indonesia dalam waktu 6 (enam) bulan.
Bukan didasarkan apakah pemenang lelang merupakan subyek hukum yang
berhak atau tidak. Sehingga dimungkinkan Pejabat Lelang menetapkan Warga
Negara Asing tersebut sebagai pembeli atau pemenang lelang sehingga tanah
beralih kepada WNA tersebut. Sedangkan Warga Negara Asing berdasarkan
UUPA, bukan merupakan subyek hukum Hak Milik.
Atas dasar permasalahan tersebut, maka Penulis tertarik meneliti dan hendak
menganalisis apa akibat hukum yang ditimbulkan ketika Warga Negara Asing
ditetapkan sebagai pembeli atau pemenang lelang atas lelang tanah Hak Milik
sedangkan WNA tersebut bukanlah subjek hukum dari tanah Hak Milik yang
diperolehnya berdasarkan lelang.

5 Rachmadi Usman, Op.Cit.,h. 65-66.


7

2. Rumusan masalah
Apakah akibat hukum pembelian tanah hak milik melalui lelang oleh Warga
Negara Asing?

3. Pembahasan
Pada prinsipnya, setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/ atau
dihadapan Pejabat Lelang. Pejabat Lelang adalah orang yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan
penjualan barang secara lelang. Dalam peraturan lelang, Pejabat Lelang dibagi
menjadi 2 (dua) yaitu Pejabat Lelang Kelas I dan Pejabat Lelang Kelas II. Pejabat
Lelang Kelas I adalah Pejabat Lelang pegawai DJKN yang berwenang
melaksanakan Lelang Eksekusi, Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang
Noneksekusi Sukarela. Sedangkan Pejabat Lelang Kelas II adalah Pejabat Lelang
swasta yang berwenang melaksanakan Lelang Noneksekusi Sukarela.

Pejabat Lelang Kelas I berwenang melaksanakan lelang untuk semua jenis


lelang atas permohonan Penjual atau Pemilik Barang. Pejabat Lelang Kelas I
dapat melaksanakan lelang atas permohonan Balai Lelang, meskipun di wilayah
kerjanya terdapat Pejabat Lelang Kelas II dan hanya dapat melaksanakan lelang
setelah mendapat surat tugas dari Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang (KPKNL). Sedangkan Pejabat Lelang Kelas II berwenang melaksanakan
lelang atas permohonan Balai Lelang dan Penjual atau Pemilik Barang, yang
terbatas pada Lelang Non Eksekusi Sukarela.

Pelaksanaan lelang diawali dengan permohonan lelang dari Penjual atau


Pemilik Barang. Kemudian dilakukan penetapan tanggal atau hari dan jam lelang.
Sebelumnya lelang harus dilakukan pengumuman lelang di surat kabar harian.
Peserta lelang kemudian menyetorkan uang jaminan ke rekening KPKNL. Setelah
itu dilaksanakan lelang oleh Pejabat Lelang. Dalam pelaksanaan lelang akan
terjadi penawaran lelang sebab Peserta Lelang yang sudah menyetorkan uang
jaminan penawaran lelang, wajib melakukan penawaran. Pejabat Lelang
kemudian akan menetapkan Pembeli, yaitu orang atau badan hukum atau badan
usaha yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai pemenang
lelang oleh Pejabat Lelang. Pembeli atau Pemenang Lelang tersebut membayar
8

harga lelang kepada KPKNL atau Balai Lelang. Bea Lelang disetorkan ke Kas
Negara oleh KPKNL atau Balai Lelang. Hasil bersih lelang disetor ke pemohon
lelang atau Pemilik Barang. Dalam hal pemohon lelang atau Pemilik Barang
adalah instansi pemerintah, maka hasil lelag disetorkan ke Kas Negara. Tahap
terakhir, KPKNL atau Balai Lelang menyerahkan dokumen dan petikan Risalah
Lelang sebagai bukti balik nama dan sebagainya. Sebab sebagai bukti pelaksanaan
lelang, Pejabat Lelang wajib membuat berita acara lelang, yang dinamakan
dengan Risalah Lelang.

Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh
Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan
pembuktian sempurna. Risalah lelang itu harus memuat apa, mengapa, dimana,
bila, bagaimana, dan siapa - siapa yang terlibat dalam pelaksanaan lelang. Apa
yang dilelangkan menjelaskan tentang objek atas barang yang dilelangkan.
Mengapa dilakukan pelelangan menjelaskan latar belakang sampai timbulnya
lelang tersebut. Hal ini penting sekali dijelaskan dalam lelang eksekusi. Kemudian
dimana dilelangkan menjelaskan dimana dilaksanakan lelang tersebut dan kapan
lelang dilaksanakan. Bagaimana pelaksanaan lelang menjelaskan proses terjadinya
penawaran sampai dengan ditunjuknya pembeli lelang. Terakhir siapa siapa
yang terlibat dalam lelang, siapa pemohon atau penjual lelang, siapa penawar-
penawar, dan siapa pembeli lelang.6

Sebagai akta otentik, risalah lelang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna


tentang apa yang termuat di dalamnya. Dalam hal ini, risalah lelang mempunyai
tiga macam kekuatan pembuktian, yaitu : (1) kekuataan pembuktian lahir, artinya
bahwa apa yang tampak pada lahirnya yaitu risalah lelang yang tampak seperti
akta dianggap seperti akta sepanjang tidak terbukti sebaliknya; (2) kekuataan
pembuktian formal, ialah kepastian bahwa suatu kejadian yang ada dilema risalah
lelang betul-betul dilakukan oleh Pejabat Lelang; (3) kekuataan pembuktian
materiil, bahwa kepastian apa yang tersebut dalam risalah lelang itu benar dan
merupakan pembuktian yang sempurna dan sah terhadap pihak, yaitu penjual,
pembeli lelang, dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya.

6 Ibid., h. 155-156
9

Risalah lelang mempunyai fungsi sebagai bukti adanya perbuatan hukum


seperti tercantum dalam risalah lelang itu. Dengan kekuataan pembuktian risalah
lelang yang demikian ini, risalah lelang dapat digunakan sebagai berikut : 7

1. Untuk kepentingan dinas :


a. Bagi Kantor Pertanahan, sebagai dasar peralihan hak atas tanah (balik
nama);
b. Bagi bendaharawan barang sebagai dasar penghapusan atas barang
yang dilelang dari daftar inventaris;
c. Bagi Kejaksaan atau Pengadilan Negeri sebagai bukti bahwa telah
melaksanakan penjualan sesuai dengan prosedur lelang;
d. Bagi Bank, sebagai dasar untuk meroya atau mencoret Hak
Tanggungan.
2. Bagi pembeli sebagai akta jual beli, yang merupakan bukti sah bahwa ia
telah melakukan pembelian
3. Bagi penjual sebagai bukti bahwa penjual telah melakukan penjualan
sesuai dengan prosedur lelang.
4. Bagi administrasi lelang sebagai dasar perhitungan bea lelang dan uang
miskin.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, Risalah Lelang dapat dipakai oleh Kantor
Pertanahan sebagai dasar peralihan hak atas nama (balik nama). Hal ini sejalan
dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pertanahan, yaitu :8
a. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah
Pasal 16 ayat (4)
Peralihan Hak Guna Usaha karena jual beli, kecuali lelang, tukar menukar,
penyertaan dalam modal, dan hibah dilakukan dengan akta yang dibuat
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Pasal 16 ayat (5)


Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita
Acara Lelang.

Pasal 34 ayat (4)

7 Ibid., h.158

8 Urip Santoso II, Op. Cit., h. 379-380.


10

Peralihan Hak Guna Bangunan karena jual beli, kecuali lelang, tukar
menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah dilakukan dengan akta yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Pasal 34 ayat (5)


Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita
Acara Lelang.
Pasal 54 ayat (5)
Peralihan Hak Pakai karena jual beli, kecuali lelang, tukar menukar,
penyertaan dalam modal, dan hibah dilakukan dengan akta yang dibuat
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Pasal 54 ayat (6)


Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita
Acara Lelang.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah


Pasal 37 ayat (1)
Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui
jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaaan dan
perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak
melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 41 ayat (1)


Peralihan hak melalui pemindahan hak dengan lelang hanya dapat didaftar
jika dibuktikan dengan Kutipan Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat
Lelang.

Artinya Pembeli atau Pemenang Lelang dalam melakukan peralihan hak atas
tanah tidak perlu menggunakan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) sebagai pembuktian, namun cukup menggunakan Risalah Lelang.
Setelah pelaksanaan lelang hak atas tanah dilakukan, maka setelah itu perlu
adanya pendaftaran hak atas tanah yang dilakukan di Kantor Pertanahan
11

Kabupaten/Kota setempat. Di dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA menetapkan kegiatan


pendaftaran tanah yang diadakan Pemerintah, yaitu :9
a. Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah,
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut,
c. Pemberian surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuat yang
kuat.

Selanjutnya di dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997


menetapkan ada 2 macam pendaftaran tanah, yakni kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali dan kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Terkait
dengan peralihan hak atas tanah melalui jual beli, maka pihak pembeli harus
mendaftarkan tanah tersebut melalui kegiatan pemeliharaan data pendaftaran
tanah. Menurut Pasal 1 angka 12 PP No. 24 Tahun 1997, yang dimaksud
dengan pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftara
tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertipikat dengan perubahan-
perubahan yang terjadi kemudian. Pemeliharaan data pendaftaran tanah
dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik dan atau data yuridis objek
pendaftaran tanah yang telah terdaftar. Pemegang hak yang bersangkutan wajib
mendaftarkan perubahan data fisik dan atau data yuridis tersebut pada
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah.
Pasal 12 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 menetapkan macam kegiatan
pemeliharaan data pendaftaran tanah, yaitu

a. Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak, meliputi :

1. pemindahan hak
2. pemindahan hak dengan lelang
3. peralihan hak karena pewarisan
4. peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau
koperasi
5. pembebanan hak
6. penolakan pendaftaran peralihan dan pembebanan hak

b. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah, meliputi :


9 Urip Santoso (selanjutnya disebut Urip Santoso III), Pejabat Pembuat Akta Tanah
(Perspektif Regulasi, Wewenang, dan Sifat Akta), Prenada Media Grup, Jakarta, 2016,
h.13.
12

1. perpanjangan jangka waktu hak atas tanah


2. pemecahan, pemisahan, dan penggabungan bidang tanah
3. pembagian hak bersama
4. hapusnya hak atas tanah dan Hak Milik atas satuan rumah susun
5. peralihan dan hapusnya Hak Tanggungan
6. perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan atau penetapan
Pengadilan
7. perubahan nama

Jadi, pendaftaran tanah bukan sekedar perbuatan administrasi belaka, akan


tetapi mempunyai arti penting berkenaan dengan hak keperdataan seseorang.
Dengan terdaftarnya peralihan tersebut hak atas tanah sudah menjadi hak
penuh pembeli (pemegang hak baru) dengan segala hak dan konsekuensi
hukumnya, artinya pemegang hak yang baru dapat bebas berbuat apa saja atas
tanah tersebut, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang ada.

Namun sebenarnya beralihnya Hak Milik atas tanah ke tangan pembeli


adalah sejak dibuatnya risalah lelang. Sebab dengan dibuatnya berita acara lelang
atau risalah lelang oleh pejabat dari Kantor Lelang, maka pada saat itu telah
terjadi peralihan hak atas tanah dari pemegang haknya semula sebagai penjual
lelang kepada pihak lain sebagai pembeli lelang. Namun peralihan hak tersebut
hanyalah diketahui oleh kedua belah pihak, pihak ketiga tidak mengetahui adanya
lelang tersebut. Agar pihak ketiga mengetahuinya, maka lelang tersebut harus
didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat karena pendaftaran
tanah mempunyai sifat terbuka.10

Saat dilakukannya pendaftaran tanah maka hubungan hukum pribadi antara


seseorang dengan benda (dalam hal tanah) diumumkan kepada pihak ketiga
dianggap mengetahui adanya hubungan hukum antara orang dengan tanhnya,
sehingga ia menjadi wajib dan terikat menghormati hal tersebut sebagai
kewajiban yang timbul dari keputusan.

Dengan pendaftaran peralihan hak ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota,


maka terpenuhilah asas publisitas dalam pendaftaran tanah, yaitu setiap orang
dapat mengetahui data fisik berupa letak, ukuran, batas-batas tanah, dan data
10 Urip Santoso I, Op. Cit., h. 388.
13

yuridis berupa subjek hak, status hak, dan peralihan hak atas tanah yang
bersangkutan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

Maka dengan dibuatnya risalah lelang, tanah hak milik tersebut beralih
kepada WNA. Sedangkan dalam Pasal 21 UUPA, diatur bahwa yang dapat
mempunyai tanah hak milik adalah Warga Negara Indonesia. Artinya WNA tidak
memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik atas tanah. Oleh karena itu, akibat
hukumnya dalam waktu 1 (satu) tahun harus melepaskan atau mengalihkan Hak
Milik atas tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Apabila hal ini
tidak dilakukan, maka tanahnya hapus karena hukum dan tanahnya kembali
menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara sebagaimana diatur dalam
Pasal 21 ayat (3) dan ayat (4) UUPA. Hal ini dipertegas pula dalam Pasal 27
UUPA yang mengatur bahwa faktor-faktor penyebab hapusnya Hak Milik atas
tanah dan berakibat tanahnya jatuh kepada negara, yaitu :

1. karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18;


2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;
3. karena diterlantarkan;
4. karena subyek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik
atas tanah;
5. karena peralihan hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada
pihak lain tidak memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik atas tanah.
6. Hak Milik atas tanah juga dapat hapus karena tanahnya musnah, misalnya
karena adanya bencana alam.

Selain itu, sertipikat hak atas tanah tidak dapat dibalik nama atau dicatat
perubahan nama pemilik baru hak atas tanah bersangkutan.
Walaupun pada hakikatnya Hak Milik atas tanah dapat beralih dan
dialihkan sesuai dengan Pasal 20 ayat 2 UUPA, akan tetapi perlu diingat ada
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh subjek hukum supaya dapat memilik Hak
Milik atas tanah sesuai dengan yang sudah diatur di dalam Pasal 21 UUPA yaitu,
Warga Negara Indonesia, badan-badan hukum yang sudah ditetapkan oleh
pemerintah yang kemudian diatur di dalam PP 38 Tahun 1963. Dan hal tersebut
tidak dapat disimpangi dengan berbagai alasan maupun cara, termasuk melalui
lelang.
14

4. Penutup
Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, maka disimpulkan bahwa akibat
hukum pembelian tanah hak milik melalui lelang oleh Warga Negara Asing adalah
Warga Negara Asing tersebut tidak dapat memiliki tanah hak milik tersebut.
Pemerintah memberikan jangka waktu 1 tahun untuk melepaskan atau
mengalihkan Hak Milik atas tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
Apabila hal ini tidak dilakukan, maka tanahnya hapus karena hukum dan tanahnya
kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
15

DAFTAR BACAAN

Santoso, Urip, Hukum Agraria (Kajian Komprehensif), Prenada Media Grup,


Jakarta, 2013.

-----------------, Pejabat Pembuat Akta Tanah (Perspektif Regulasi, Wewenang,


dan Sifat Akta), Prenada Media Grup, Jakarta, 2016.

-----------------, Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah, Prenada Media


Grup, Jakarta, 2013.

Usman, Rachmadi, Hukum Lelang, Sinar Grafika, Jakarta, 2016.

Anda mungkin juga menyukai