ORGANISASI-ORGANISASI
PERGERAKAN
Boedi
NASIONAL
INDONESIA
Oetomo
bidang
politik.
Dalam kalangan pergerakan nasional di Indonesia, pengaruh PI cukup besar. Beberapa
organisasi pergerakan nasional mulai lahir karena mendapatkan inspirasi dari PI, seperti
Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) tahun 1926, Partai Nasional Indonesia (PNI)
tahun
1927,
dan
Jong
Indonesia
(Pemuda
Indonesia)
tahun
1927.
5.
Partai
Komunis
Indonesia
Ketika Sosial Democratische Arbeiderspartij (SDAP) di Belanda pada tahun 1918
mengumumkan dirinya menjadi Partai Komunis Belanda (CPN), para anggota ISDV dari
golongan Eropa mengusulkan mengikuti jejak itu. Oleh karena itu, pada tanggal 23 Mei 1920
diubah lagi menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Di dalam susunan pengurus baru
terbentuk tertera antara lain Semaun sebagai ketua, Darsono sebagai wakil ketua, Bergsma
sebagai sekretaris, Dekker sebagai bendahara, serta Baars dan Sugono sebagai anggota
pengurus. PKI tumbuh menjadi partai politik dengah jumlah yang sangat besar. Akan tetapi
karena jumlah anggotanya intinya kecil, partai itu kurang dapat mengontrol dan menanamkan
disiplin
kepada
anggotanya.
Setelah berhasil menempatkan dirinya sebagai partai besar, PKI merasa sudah kuat untuk
melakukan pemberontakan pada tahun 1926. Hampir sepuluh tahun kemudian, Komitern
mengirimkan seorang tokoh komunis kembali ke Indonesia. Tokoh tersebut ialah Musso yang
pada bulan April 1935 mendarat di Surabaya. Dengan bantuan Joko Sujono, Pamuji, dan
Achmad Sumadi, ia membentuk yang diberi nama PKI Ilegal. Kegiatan utama kaum komunis
kemudian disalurkan melalui Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) dengan tokoh utamanya
Amir
Syarifudin.
6.
Partai
Nasional
Indonesia
Partai Nasional Indonesia (PNI) dibentuk di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 dengan tokohtokohnya Ir. Soekarno, Iskaq, Budiarto, Cipto Mangunkusumo, Tilaar, Soedjadi, dan
Soenaryo. Dalam pengurus besar PNI, Ir. Soekarno ditunjuk sebagai ketua, Iskaq sebagai
sekretaris/bendahara, dan Dr. Samsi sebagai komisaris. Sementara itu dalam perekrutan
anggota disebutkan bahwa mantan anggota PKI tidak diperkenankan menjadi anggota PNI,
juga pegawai negeri yang memungkinkan berperan sebagai mata-mata pemerintah kolonial.
Ada dua macam cara yang dilakukan oleh PNI untuk memperkuat diri dan pengaruhnya di
dalam
masyarakat,
yaitu:
a. Usaha ke dalam: Usaha-usaha terhadap lingkungan sendiri, antara lain mengadakan
kursus-kursus,
mendirikan
sekolah-sekolah
dan
bank-bank.
b. Usaha ke luar: Dengan memeperkuat opini publik terhadap tujuan PNI, antara lain
melalui rapat-rapat umum dan menerbitkan surat kabar Benteng Priangan di Bandung dan
Persatuan
Indonesia
di
Batavia.
Peningkatan kegiatan rapat-rapat umum di cabang-cabang sejak bulan Mei 1929
menimbulkan suasana yang tegang. Pemerintah kolonial Belanda lebih banyak melakukan
pengawasan secara tegas terhadap kegiata-kegiatan PNI yang dianggap membahayakan
keamanan dan ketertiban. Sering kali polisi menghentikan pidato karena dianggap telah
menghasut
rakyat.
Akhirnya pemerintah Hindia Belanda beranggapan bahwa tiba saatnya untuk melakukan
tindakan terhadap PNI. Bahkan Gubernur Jenderal de Graef telah mendapatkan tekanan dari
konservatif Belanda yang tergabung dalam Vanderlansche Club untuk bertindak tegas karena
mereka berkeyakinan bahwa PNI melanjutkan taktik PKI.
C.
Upaya-Upaya
Menggalang
Persatuan
1. Pembentukan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia
(PPPKI)
Di kalangan pemimpin pergerakan nasional muncul gagasan untuk membentuk gabungan
(fusi) dari partai-partai politik yang ada. Tujuannya untuk memperkuat dan mempersatukan
tindakan-tindakan dalam menghadapi pemerintah kolonial. Usaha itu dirintis oleh Sarekat
Islam, Muhammadiyah, Jong Islamiten Bond, Pasundan, Persatuan Minahasa, Sarekat Ambon
dan Sarekat Madura. Pada bulan September 1926 berhasil dibentuk Komite Persatuan
Indonesia. Akan tetapi, usaha tersebut tidak berhasil dengan baik sehingga tidak satu pun
organisasi
gabungan
(fusi)
yang
dihasilkan.
Pada tanggal 17-18 Desember 1927 diadakan sidang di Bandung yang dihadiri oleh wakilwakil dari PNI, Algemeene Studieclub, PSI (Partai sarekat Islam), Boedi Oetomo, Pasundan,
Sarekat Sumatra, Kaum Betawi, dan Indinesische studieclib. Sidang tersebut memutuskan
untuk membentuk (PPPKI) dengan tujuan sebagai berikut.
Sebagai suatu alat organisasi yang tetap dari federasi itu, dibentuklah dewan pertimbangan
yang terdiri atas seorang ketua, sekretaris, bendahara, dan wakil partai-partai yang bergabung.
Dr. Soetomo dari Studieclub sebagai Ketua Majelis Pertimbangan dan Ir. Anwari dari PNI
sebagai
sekretaris.
2.
Gerakan
Pemuda
1.
Gerakan
Pemuda
Kedaerahan
Trikoro Dharmo merupakan organisasi pemuda kedaerahaan pertama di Indonesia. Trikoro
Dharmo didirikan di Gedung Stovia pada tanggal 7 Maret 1915 oleh pemuda-pemuda Jawa,
seperti Satiman, Kadarman, Sumardi, Jaksodipuro (Wongsonegoro), Sarwono, dan Mawardi.
Trikoro Dharmo berarti tiga tujuan mulia, yaitu Sakti, Budi dan Bhakti.
Kenggotaan Trikoro Dharmo pada mulanya hanya terbatas pada kalangan pemuda dari Jawa
dan Madura. Akan tetapi, diperluas dengan semboyannya Jawa Raya yang meliputi Jawa,
Sunda, Bali, dan Lombok. Pada tanggal 9 Desember 1917 di Jakarta berdiri organisasi Jong
Sumatranen Bond. Tokoh-tokoh nasional yang pernah menjadi anggota Jong Sumatranen
Bond, antara lain Moh.Hatta, Moh.Yamin, M. Tasil, Bahder Djohan, dan Abu Hanifah. Jong
Minahasa berdiri pada tanggal 5 Januari 1918 di Manado dengan tokohnya
A.J.H.W.Kawilarang dan V.Adam. Jong Celebes dengan tokoh-tokohnya Arnold Monomutu,
Waworuntu, dan Magdalena Mokoginta. Jong Ambon berdiri pula pada tanggal 1 Juni 1923
di
Jakarta.
Dengan semangat kedaerahaannya itu, pada kongres Trikoro Dharmo di Solo tanggal 12 Juni
1918 nama trikoro Dharmo diubah menjadi Jong Java. Kegiatan Jong Java masih tetap
bergerak dalam bidang sosial budaya. Pada kongres kelima bulan Mei 1922 di Solo dan
kongres luar biasa Desember 1922 ditetapkan bahwa Jong Java tidak akan mencampuri
masalah politik. Anggota Jong Java hanya diperbolehkan terjun dalam dunia politik setelah
mereka
tamat
belajar.
2.
Kongres
Pemuda
Indonesia
1.
Kongres
Pemuda
I
Keinginan untuk bersatu seperti yang didengung-dengungkan oleh Perhimpunan Indonesia
(PI) dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) telah tertanam dalam sanubari
pemuda-pemuda Indonesia. Untuk itu, pada tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta diadakan
kongres
pemuda
Indonesia
yang
pertama.
Dalam kongres itu dilakukan beberapa kali pidato tentang pentingnya Indonesia bersatu.
Disampaikan pula tentang upaya-upaya memperkuat rasa persatuan yang harus tumbuh di
atas kepentingan golongan, bangsa dan agama. Selanjutnya juga dibicarakan tentang
kemungkinan bahasa dan kesusastraan Indonesia kelak dikemudian hari.
Para mahasiswa Jakarta dalam kongres tersebut juga membicarakan tentang upaya
mempersatukan perkumpulan-perkumpulan pemuda menjadi satu badan gabumgan (fusi).
Walaupun pembicaraan mengenai fusi tidak membuahkan hasil yang memuaskan, kongres itu
telah
memperkuat
cita-cita
Indonesia
bersatu.
2.
Kongres
Pemuda
II
Kongres Pemuda II diadakan dua tahun setelah Kongres Pemuda Indonesia pertama, tepatnya
pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Kongres itu dihadiri oleh wakil-wakil dari perkumpulanperkumpulan pemuda ketika itu diantara lain Pemuda Sumatera, Pemuda Indonesia, Jong
Bataksche Bond, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi, Jong Islamiten Bond, Jong Java, Jong
Ambon dan Jong Celebes. PPPI yang memimpin kongres ini sengaja mengarahkan kongres
pada
terjadinya
fusi
organisasi-organisasi
pemuda.
Susunan panitia Kongres Pemuda II yang sudah terbentuk sejak bulan Juni 1928 adalah
sebagai
berikut.
Ketua
:
Sugondo
Joyopuspito
dari
PPPI
Wakil
ketua
:
Joko
Marsaid
dari
Jong
Java
Sekretaris
:
Moh.
Yamin
dari
Jong
Sumatranen
Bond
Bendahara
:
Amir
Syarifuddin
dari
Jong
Bataksche
Bond
Pembantu
I
:
Johan
Moh.
Cai
dari
Jong
Islamiten
Bond
Pembantu
II
:
Koco
Sungkono
dari
Pemuda
Indonesia
Pembantu
III
:
Senduk
dari
Jong
Cilebes
Pembantu
IV
:
J.
Leimena
dari
Jong
Ambon
Pembantu
V
:
Rohyani
dari
Pemuda
Kaum
Betawi
Kongres Pemuda II dilaksanakan selama dua hari, 27-28 Oktober 1928. persidangan yang
dilaksanakan sebanyak tiga kali di antaranya membahas persatuan dan kebangsaan Indonesia,
pendidikan, serta pergerakan kepanduan. Kongres tersebut berhasil mengambil keputusan
yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda sebagai berikut.
Rumusan tersebut dibuat oleh sekretaris panitia, Moh. Yamin dan dibacakan oleh ketua
kongres, Sugondo Joyopuspito, secara hikmat di depan kongres. Selanjutnya diperdengarkan
lagu Indonesia Raya yang diciptakan dan dibawakan oleh W.R. Supratman dengan gesekan
biola. Peristiwa bersejarah itu merupakan hasil kerja keras para pemuda pelajar Indonesia.
Dengan tiga butir Sumpah Pemuda itu, setiap organisasi pemuda kedaerahan secara
konsekuen meleburkan diri kedalam satu wadah yang telah disepakati bersama, yaitu
Indonesia
Muda.
D. Berkembangnya Taktik Moderat dan Kooperatif dalam Perkembangan Nasional
Berkembangnya taktik moderat dan kooperatif dalam pergerakan nasional Indonesia
disebabkan
oleh
hal-hal
sebagai
berikut:
1. Krisis ekonomi (malaise) yang terjadi sejak tahun 1921 dan berulang pada akhir tahun
1929. Bahkan, pada awal tahun 1930-an krisis ekonomi itu tidak kunjung reda.
2. Kebijakan keras pemerintahan Gubernur Jenderal de Jonge menyebabkan kaum
pergerakan, terutama golongan nonkooperatif, sangat menderita. Setiap gerakan yang radikal
atau revolusioner akan ditindas dengan alasan bahwa pemerintah kolonial bertanggung jawab
atas
keadaan
di
Hindia
Belanda.
3. Pada tahun 1930-an, kaum pergerakan nasional terutama yang berada di Eropa
menyaksikan bahwa perkembangan paham fasisme dan Naziisme mengancam kedudukan
negara-negara demokrasi. Demikian pula Jepang sebagai negara fasis di Asia telah
melakukan ekspansinya ke wilayah Pasifik sehingga ada yang mendekatkan kaum nasionalis
dengan penguasa kolonial, yaitu mempertahankan demokrasi terhadap bahaya fasisme.
Kesadaran itu muncul pertama kali di kalangan Perhimpunan Indoesia yang terlebih dahulu
telah
melakukan
taktik
kooperatif.
a.
Partindo
(1931)
Pada kongres luar biasa PNI di Batavia tanggal 25 April 1931 diambil keputusan untuk
membubarkan PNI. Pembubaran tersebut menimbulkan pertentangan di kalangan pendukung
PNI. Sartono dan pendukungnya membentuk Partai Indonesia (Partindo) pada tanggal 30
April 1931.
Asas dan tujuan serta garis-garis perjuangan PNI masih diteruskan oleh Partindo. Selanjutnya
dilakukan upaya menghimpun kembali anggota-anggota PNI yang tercerai-cerai sehingga
pada tahun 1931 berhasih dibentuk 12 cabang. Kemudian berkembang menjadi 24 cabang
dengan
anggota
sebanyak
7.000
orang.
Penangkapan kembali Ir. Soekarno pada tanggal 1 Agustus 1933 melemahkan Partindo. Bung
Karno diasingkan ke Ende, Flores, pada tahun 1934. karena alasan kesehatan, Bung Karno
kemudihan dipindahkan ke Bengkulu pada tahun 1938 dan pada tahun 1942 dipindahkan
kepadang karena adanya serbuan Jepang ke Indonesia. Tanpa Ir. Soekarno, Partindo
mengalami kemunduran. Partindo keluar dari PPPKI agar PPPKI tidak terhalang geraknya
karena adanya larangan untuk mengadakan rapat. Dalam menghadapi keadaan yang sulit itu,
untuk kedua kalinya Sartono membubarkan Partindo juga tanpa dukungan penuh dari
anggotanya.
b.
PNI
Baru
(1931)
Pada bulan Desember 1931, membentuk Pendidikan Nasional Indonesia(PNI Baru). Mulamula Sutan Syahir dipilih sebagai ketuanya. Moh. Hatta kemudian dipilih sebagai ketua pada
tahun 1932 setelah kembali dari Belanda. Organisasi-organisasi tersebut tetap sama-sama
menggunakan taktik perjuangan non-kooperatif dalam mencapai kemerdekaan politik.
Adapun perbedaan antara PNI Baru dengan Partindo adalah sebagai berikut:
PPPKI oleh PNI Baru dianggap sebagai persatean bukan persatuan karena anggotaanggotanya memiliki ideologi yang berbeda-beda. Sementara itu, Partindo menganggap
PPPKI dapat menjadi wadah persatuan yang kuat daripada mereka berjuang sendiri-sendiri.
Dalam upaya mencapai kemerdekaan, PNI Baru lebih mengutamakan pendidikan politik
dan sosial. Partindo lebih mengandalkan organisasi masa dengan aksi-aksi masa untuk
mencapai
kemerdekaan.
Pada tahun 1933, PNI Baru telah memiliki 65 cabang. Untuk mempersiapkan masyarakat
dalam mencapai kemerdekaan, PNI Baru melakukan kegiatan penerangan untuk rakyat dan
penyuluhan koperasi. Kegiatan-kegiatan PNI Baru tersebut dan ditambah dengan sikapnya
yang non-kooperatif dianggap oleh pemerintah kolonial membahayakan. Oleh karena itu,
pada bulan Februari 1934 Bung Hatta, Sutan Syahir, Maskun, Burhanuddin, Murwoto, dan
Bondan ditangkap pemerintah kolonial. Bung Hatta diasingkan ke hulu Sungai Digul, Papua.
Kemudian dipindahkan ke Banda Neira pada tahun 1936 dan akhirnya ke Sukabumi pada
tahun 1942. Dengan demikian, hanya partai-partai yang bersikap kooperatif saja yang
dibiarkan
hidup
oleh
pemerintah
kolonial
Belanda.
c.
Parindra
(1935)
Pada bulan Desember 1935 di Solo diadakan kongres yang menghasilkan penggabungan
Boedi Oetomo dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dan melahirkan Partai Indonesia
Raya (Parindra). R. Soetomo terpilih sebagai ketua Parindra dengan Surabaya sebagai
pusatnya. Tujuannya adalah mencapai Indonesia raya dan mulia. Tokoh-tokoh terkemuka
Parindra lainnya ialah Moh. Husni Thamrin dan Sukarjo Wiryopranoto.
Parindra berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil dengan cara mendirikan Rukun
Tani, membentuk serikat-serikat pekerja, menganjurkan Swadesi, dan mendirikan Bank
Nasional Indonesia. Perjuangan Parindra dalam Volksraad berlangsung hingga akhir
penjajahan Belanda. Dalam hal ini terkenal kegigihan Moh. Husni Thamrin dengan
membentuk Fraksi Nasional dan GAPI yang berhasil memaksa pemerintah kolonial
melakukan beberapa perubahan, seperti memakai bahasa Indonesia dalam siding Volksraad
dan
mengganti
istilah
Inlander
menjadi
Indonesier.
d.
Gerindo
Setelah Partindo dibubarkan pada tahun 1936, banyak anggotanya kehilangan wadah
perjuangan. Sementara itu, Parindra yang cenderung kooperatif dianggap kurang sesuai. Oleh
karena itu, pada bulan Mei 1937 di Jakarta dibentuk Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo).
Tokoh-tokohnya yang terkenal ialah A.K.Gani, Moh. Yamin, Amir Syarifuddin, Sarino
Mangunsarkoro,
Nyono,
Prawoto,
Sartono,
dan
Wilopo.
Gerindo bertujuan mencapai Indonesia merdeka, tetapi dengan asas-asas yang kooperatif.
Dalam bidang politik, Gerindo menuntut adanya parlemen yang bertanggung jawab kepada
rakyat dalam bidang ekonomi dibentuk Penuntut Ekonomi Rakyat Indonesia (Peri) yang
bertujuan mengumpulkan modal dengan kekuatan kaum buruh dan tani berdasarkan asas
nasional-demokrasi-koperasi. Dalam bidang sosial diperjungkan persamaan hak dan
kewajiban di dalam masyarakat. Oleh karena itu, Gerindo menerima anggota dari kalangan
orang
Indo,
peranakan
Cina,
dan
Arab.
e.
Petisi
Sutardjo
Pada tanggal 15 Juli 1936, Sutardjo Kartohadikusumo selaku Persatuan Pegawai Bestuur
(PPB) dalam Volkstraad mengajukan usul yang kemudian dikenal dengan petisi Sutardjo.
Petisi tersebut berisi permintaan kepada pemerintah kolonial agar diselenggarakan
musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk merencanakan suatu perubahan
dalam waktu 10 tahun mendatang, yaitu pemberian status otonom kepada rakyat Indonesia
meskipun
tetap
dalam
lingkungan
kerajaan
Belanda.
Sebelum Indonesia dapat berdiri sendiri, Sutardjo mengusulkan untuk mengambil langkahlangkah
memperbaiki
keadaan
Indonesia,
antara
lain
sebagai
berikut:
a.
Volksraad
dijadikan
parlemen
yang
sesungguhnya
b.
Direktur
departemen
diberikan
tanggung
jawab
c. Dibentuk Dewan Kerajaan (rijksraad) sebagai badan tertinggi antara Belanda dan
Indonesia yang anggota-anggotanya merupakan wakil-wakil kedua belah pihak
d. Penduduk Indonesia adalah orang-orang yang karena kelahiran, asal-usul dan citacitanya
memihak
Indonesia.
Petisi itu juga ditandatangani oleh I.J. Kasimo, Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung dan Kwo
Kwat Tiong. Sebagian besar dari partai-partai dan tokoh-tokoh pergerakan juga mendukung
Petisi Sutardjo. Setelah mendapatkan dukungan mayoritas anggota Volksraad, petisi itu
kemudian disampaikan kepada pemerintah kerajaan dan Parlemen Belanda.
Golongan yang tidak setuju adalah golongan konservatif dan para pengusaha perkebunan,
termasuk kelompok Vanderlandche Club (VC) menganggap petisi itu terlalu prematur dan
menganggap bahwa secara ekonomi dan sosial Hindia Belanda (Indonesia) belum cukup
untuk dapat berdiri sendiri. Selain itu dipermasalahkan pula tentang dapat dipertahankannya
kesatuan wilayah Nusantara dalam lingkungan Pax Nederlandica karena pada kenyataannya
kondisi
politik
Hindia
Belanda
belum
mantap.
Pada tanggal 16 November 1938, pemerintah Belanda memberikan jawaban bahwa petisi itu
ditolak
dengan
alasan-alasan
sebagai
berikut.
Perkembangan politik Indonesia belum cukup matang untuk memerintah sendiri
sehingga
petisi
itu
dipandang
masih
terlalu
prematur.
bertugas meneliti keinginan, cita-cita, serta pendapat yang ada pada berbagai golongan
masyarakat mengenai perbaikan pemerintahan. Hasilnya diumumkan pada bulan Desember
1941 yang menyatakan bahwa penduduk sangat puas dengan pemerintah Belanda.
untuk mendirikan suatu negara yang merdeka. Tujuan pergerakan nasional yang seutuhnya
tidak mungkin akan terwujud sejauh kemerdekaan dalam bidang politik belum dapat dicapai.
Pergerakan nasional dalam sejarah Indonesia merupakan salah satu momentum yang penting.
Memang setiap momentum, dalam sejarah, memiliki karakteristik tertentu yang membedakan
dengan peristiwa sebelum dan sesudahnya. Setiap momentum mengandung nilai-nilai
tertentu, yang jika kita hubungkan dengan sejarah sebagai alat pendidikan tentu mengandung
makna.
Periode pergerakan nasional perlu mendapatkan tempat yang penting dalam kerangka
periodisasi sejarah Indonesia karena ada suatu ciri yang sangat berbeda pada momentum ini
jika dibandingkan dengan babakan sejarah sebelumnya. Ciri yang dimiliki inilah menjadikan
pergerakan nasional memiliki arti penting dalam sejarah Indonesia.
Pergerakan Indonesia meliputi berbagai gerakan atau aksi yang dilakukan dalam bentuk
organisasi secara modern menuju ke arah yang lebih baik terutama dalam kehidupan rakyat
Indonesia. Oleh karena itu dalam perkembangannya gerakan yang terjadi tidak hanya bersifat
radikal akan tetapi juga ada yang bersifat moderat.
Namun demikian bagi suatu organisasi taktik perjuangan dapat berbeda asalkan memiliki
tujuan yang sama. Oleh karena itu koperasi ataupun non koperasi bukan suatu tujuan
melainkan semata-mata sebuah taktik perjuangan. Di samping istilah pergerakan nasional kita
juga mengenal istilah perjuangan nasional.
Akan tetapi kata perjuangan sebenarnya memiliki cakupan waktu yang lebih luas (lama)
karena perjuangan bangsa itu sebenarnya sejak bangsa itu ada sampai mencapai tujuannya,
sedang pergerakan nasional hanyalah meliputi kurun waktu 1908-1945.
Seperti yang dikatakan oleh Susanto Tirtoprodjo, bahwa perjuangan mempunyai arti yang
luas, sehingga yang dilaksanakan oleh pahlawan-pahlawan kita seperti Diponegoro, Teuku
Umar, Imam Bonjol, Hasanudin dan sebagainya merupakan peristiwa-peristiwa dalam
perjuangan nasional Indonesia.
Di atas telah disinggung bahwa pergerakan nasional itu adalah gerakan yang memiliki tujuan
yang pasti, dalam hal ini adalah gerakan tersebut memiliki ciri-ciri tersendiri. Jika suatu
gerakan memiliki tujuan yang pasti, seharusnyalah gerakan itu teratur dalam arti memiliki
suatu perbedaan dengan gerakan yang pernah terjadi sebelumnya.
Perjuangan bangsa Indonesia dalam menentang penjajahan memang dilakukan dengan
berbagai macam cara. Sejak kedatangan bangsa asing ke Indonesia, bangsa Indonesia tidak
tinggal diam. Mereka melakukan perlawanan bahu-membahu. Hal ini dapat kita lihat dalam
sejarah perjuangan bangsa Indonesia seperti dalam perang-perang lokal antara lain serangan
Sultan Agung terhadap VOC, Perang Diponegoro, Perang Padri, Perang Aceh, Perang
Makasar dan lain sebagainya.
Hanya saja apa yang mereka lakukan belum memperoleh hasil yang optimal, artinya belum
mampu mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Ketidakmampuan ini tidak harus ditafsirkan
kalau para pejuang kita kalah. Belum berhasilnya menembus benteng penjajahan itu banyak
sekali faktor yang mempengaruhi.
Dilihat dari strategi perjuangan, rupanya perang (perang fisik) banyak berbicara. Oleh karena
itu kita perlu mengenang keberanian para pejuang Indonesia dalam menghadapi penjajahan
itu. Mereka bersemboyan ''Merdeka atau Mati''. Hanya saja suatu hal yang kurang mendapat
perhatian adalah koordinasi dalam perjuangan belum dilaksanakan, komunikasi belum
terkoordinir.
Hal itu dapat kita lihat dalam Perang Diponegoro yang waktunya hampir bersamaan dengan
Perang Paderi. Jika saja ada koordinasi antara kedua peristiwa itu, tentulah jalannya sejarah
akan menjadi lain. Tetapi sayang komunikasi tidak ada/belum dapat terjalin sehingga
penghentian perang antara Belanda dengan kaum Paderi di Sumatera Barat justru
menguntungkan pihak Belanda sendiri karena kekuatannya dapat dipusatkan untuk
menghadapi pasukan Pangeran Diponegoro di Jawa.
Setelah pasukan Diponegoro dapat dilokalisir maka kekuatan selanjutnya dipergunakan untuk
menghadapi pasukan Paderi di Sumatera Barat. Kenyataan ini mengingatkan kita pada politik
Belanda yang memecah belah persatuan. Persatuan merupakan unsur vital dalam rangka
menghadapi penjajahan semacam Belanda.
Jika masalah ini ternyata sarana untuk mengkomunikasikan taktik dan strategi dalam
menghadapi Belanda belum terjadi pada periode sejarah Indonesia sebelum abad XX. A.K.
Pringgodigdo dalam bukunya ''Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia'', pada halaman 1
menyebut dengan istilah organisasi ''modern''.
Contoh organisasi yang pertama memiliki ciri-ciri modern ini adalah Budi Utomo, yang
didirikan oleh Dr. Soetomo pada tahun 1908. Berdirinya organisasi yang mempunyai ciri dan
watak berbeda dengan apa yang ada dalam perjuangan bangsa Indonesia sebelum abad XX
oleh bangsa Indonesia diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional.
Peringatan lahirnya Budi Utomo sebagai Hari Kebangkitan Nasional didasarkan atas
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 316, tertanggal 16 Desember 1959. Jadi
peringatan Kebangkitan Nasional bertepatan dengan peringatan lahirnya Budi Utomo 20 Mei
1908, tentu ada hal yang spesifik.
Yang kita maksud spesifik menurut A.K. Pringgodigdo adalah sebagai berikut :
1. Memiliki pengurus yang pasti;
2. Memiliki anggota yang terdaftar;
3. Memiliki tujuan;
4. Memiliki rancangan pekerjaan yang dalam hal ini program kerja;
5. Lain-lain didasarkan atas peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa disamping syarat-syarat yang dikemukakan oleh A.K.
Pringgodigdo di atas, tentu tekanan kita adalah bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah untuk
kepentingan nasional (kemerdekaan bangsa). Pembahasan tentang makna pergerakan
nasional, kita harus mengetahui terlebih dahulu bahwa makna itu apa.
Sidi Gazalba menyebutkan : Makna adalah Azas yang menentukan saling berhubungan antara
bagian-bagian dan antara bagian-bagian dengan keseluruhan. Jika kita telah pembahasan ini
ternyata makna itu dikaitkan dengan suatu pendekatan sistem. Berbicara tentang makna
pergerakan nasional, tentu tidak terlepas dari makna sejarah pada umumnya.
Hal ini karena pergerakan nasional merupakan salah satu bagian dari sejarah Indonesia.
Pentingnya sejarah bagi suatu bangsa, mengingat sejarah memiliki arti penting, karena ada
sesuatu yang dapat diberikan oleh sejarah pada kita. Orang sering mengatakan, kita
hendaknya belajar dari sejarah.
Sekarang, kalau kita berbicara tentang makna pergerakan nasional, tentu tidak dapat
dipisahkan dengan kedudukan pergerakan nasional dalam sejarah perjuangan nasional. Hal
ini karena perjuangan nasional memiliki makna yang luas. Sehubungan dengan hal itu, kita
melihat sampai sejauh mana pergerakan nasional itu menimbulkan dampak terhadap
perjuangan selanjutnya.
Jawaban akan masalah ini memberikan petunjuk pada kita bahwa gebrakan Budi Utomo
sebagai pemula pergerakan nasional menimbulkan suatu kenyataan, dimana banyak partai
politik berdiri mengikutinya, seperti Sarekat Islam, Indische Partij, Partai Nasional Indonesia,
Partindo dan sebagainya, baik yang bersifat politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Dari
kenyataan tersebut di atas, jelaslah bahwa pergerakan nasional yang muncul awal abad XX
memberikan warna baru dalam hubungannya dengan taktik dan strategi perjuangan bangsa
Indonesia.
b. Perkembangan pendidikan di Indonesia
Perkembangan sistem pendidikan pada masa Hindia Belanda tidak dapat dipisahkan dengan
politik etis. Ini berarti bahwa terjadinya perubahan pada negeri jajahannya (Indonesia)
banyak dipengaruhi oleh keadaan yang terjadi di negeri Belanda sendiri.Tekanan datang dari
Partai Sosial Demokrat yang di dalamnya ada Van Deventer yang juga seorang liberal yang
tangguh dengan mencetuskan hutang budi.
Apa yang diinginkan Van Deventer ternyata menjadi kenyataan ketika dalam bulan
September 1902 A.W.F. Indenburg mulai menduduki pos Menteri Urusan Jajahan. Dalam
salah satu pidatonya Indenburg mengatakan :
''Selama dua puluh lima tahun terakhir ini penduduk (pulau Jawa) telah bertambah empat
puluh lima persen, sedangkan tanah sawah hanya bertambah dua puluh tiga persen
(produktivitas dua puluh delapan persen). Jadi penghasilan rata-rata perorangpun menurun.
Jumlah petani yang tidak memiliki tanah bertambah. Jumlah penduduk yang mencari
lapangan usaha lain bertambah, tetapi pendapatan rata-rata mereka menurun. Semua
kenyataan ini membenarkan kesimpulan bahwa Jawa berada dalam keadaan transisi. Dari
suatu masyarakat yang benar-benar agrasi ke suatu masyarakat dimana industri maju ke
depan berdampingan dengan pertanian. Dan apabila seseorang memandang kenyataankenyataan ini sebagai sebab umum, maka sudah jelas arah yang dituju adalah untuk suatu
perbaikan''.
Kutipan di atas memberikan petunjuk bahwa sistem tanam paksa yang dilakukan oleh
Belanda ternyata membawa kesegaran yang luar biasa bagi rakyat Indonesia. Pelaksanaan
sistem tanam paksa telah mengakibatkan rakyat Indonesia yang amat mendalam.
Ternyata politik yang diterapkan tersebut menghasilkan batig slot dan politik drainage.
Setelah mendapat kecaman dari berbagai pihak, maka Belanda mulai menghapus pelaksanaan
tanam paksa secara berangsur-angsur. Berkat dorongan kaum liberal, serta kaum humanis di
Indonesia mulai dilaksanakan sistem usaha swasta dan penanaman bebas.
Sistem ini kenyataannya tidak dapat mengentas rakyat dari kemiskinan. Banyak kritikan
dilakukan oleh tokoh di negeri Belanda seperti de Wall, Fransen van den Pute dan juga oleh
Brosstchooft (seorang jurnalis dan redaktur majalah De Locomotif, sebuah harian yang ada di
Semarang) yang mengatakan bahwa selama satu abad lebih kekayaan dan keuntungan yang
mestinya menjadi milik rakyat Indonesia telah diambil alih oleh pemerintah Belanda.
Pada tahun 1905 adalah saat di mana akan dilaksanakan pemilihan umum, dan ternyata ven
Deventer terpilih sebagai anggota Parlemen dari kelompok Demokrat Radikal. Namun
sebelum itu sebenarnya tokoh ini telah banyak memberikan kritikan terhadap pemerintah
penjajahan Belanda.
Hal ini tercermin dalam tulisan yang dimuat dalam majalah de Gids dengan judul Een
Ereschuld yang berarti hutang budi atau hutang kehormatan. Dalam tulisan tersebut, ia
menjelaskan bahwa kekosongan kas negeri Belanda sebagai akibat perang Diponegoro dan
perang kemerdekaan Belgia telah dapat diisi kembali berkat pengorbanan orang-orang
Indonesia.
Kemakmuran dan kemajuan negeri Belanda diperoleh dari kerja dan jasa orang koloni
Indonesia. Karena itu Belanda telah berhutang budi kepada rakyat Indonesia. Untuk itu harus
dibayar dengan peningkatan kesejahteraan melalui gagasannya yang dikenal dengan ''Tri Logi
van Deventer'' yang di dalamnya terdiri dari emigrasi, irigasi, dan edukasi.
Politik yang diperjuangkan dalam rangka mengadakan desentralisasi, kesejahteraan rakyat
serta efisiensi yang kemudian dikenal dengan politik etis. Kritik dan saran yang disampaikan
van Deventer mendapat tanggapan positif dari pemerintah Belanda. Hal ini dapat dilihat
dalam pidato Ratu Wilhelmina pada tahun 1901.
Dalam pidatonya, Ratu mengemukakan gagasan pembaharuan politik yang diberi judul
''Etische Richting'' (Haluan Etika) yang lebih dikenal dengan politik etis. Dalam pidato
tersebut Ratu Wilhelmina antara lain menyatakan adanya kewajiban bagi pemerintah Belanda
untuk memperbaiki kesejahteraan dan kedudukan orang pribumi.
Hal ini tercermin dari usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka menindaklanjuti pidato Ratu
Wilhelmina seperti :
1. Pembentukan panitia kemunduran kesejahteraan untuk menyelidiki sebab-sebab
kemunduran itu;
2. Menghidupkan kembali perusahaan pribumi;
3. Diadakan pinjaman tak berbunga 30 juta gulden dan pemberian berbagai hadiah 40 juta
gulden;
4. Penyelidikan mengenai keadaan ekonomis yang tercantum dalam laporan van Deventer.
Sebagai akibat dari semua itu ternyata terdapat kemajuan serta suatu perubahan yang dapat
dilihat dalam hal desentralisasi, perubahan-perubahan pemerintahan, perbaikan kesehatan
rakyat, emigrasi, perbaikan pertanian dan peternakan, pembangunan irigasi dan lalu lintas.
Pertama-tama pemerintah Belanda mengusahakan desentralisasi, yang mendasarkan pada tiga
prinsip, yaitu pengalihan pemerintah dari Negeri Belanda ke Hindia Belanda, Batavia ke
daerah lain, Bangsa Eropa ke penduduk pribumi. Pada kenyataan peralihan pemerintahan dari
Pada tahun 1617 di Jakarta telah didirikan sekolah Betawi (Batavische School). Pada masa
pemerintahan Gubernur Jenderal Van Imhoff di Jakarta juga didirikan Seminarium
Theologicum. Pada tahun 1743 juga berdiri Akademi Pelayaran (Academie der Marine).
Dengan adanya perbedaan perlakuan sebagai akibat dari sistem sosial yang berlaku dalam
masyarakat kolonial khususnya terhadap golongan Timur Asing, maka pada tahun 1737
didirikan sekolah khusus untuk orang Tionghoa.
Munculnya sistem pendidikan kolonial ketika itu, tidaklah berbanding lurus dengan
kepentingan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini karena secara idiil sistem
pendidikan lebih banyak pada upaya untuk seberapa jauh pendidikan yang dirancang itu telah
memenuhi kebutuhan akan tenaga bagi Hindia Belanda.
Setelah dilaksanakannya Politik Etis sebagai salah satu kebijakan pemerintah Hindia
Belanda, banyak lembaga pendidikan mulai berdiri. Namun demikian ternyata perbedaan
warna kulit (color line division), ternyata menjadi salah satu hambatan masuk sekolah. Sistem
pendidikan ternyata juga dikembangkan disesuaikan dengan status sosial masyarakat (Eropa,
Timur Asing dan Bumiputra).
Untuk kelompok bumiputra masih diwarnai oleh status keturunan yang terdiri dari kelompok
bangsawan kaum priyayi dan rakyat jelata. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka
struktur pendidikan terdiri dari pendidikan dasar yang di dalamnya ada ELS (Europese
Legerschool) dan HIS (Holandsch Inlandschool) untuk keturunan Indonesia asli yang berada
pada golongan atas, sedangkan untuk golongan Indonesia asli dari kelas bawah disediakan
Sekolah Kelas Dua.
Dalam pendidikan tingkat menengah ada HBS (Hogere Burger School) MULO (Meer
Uitegbreit Ondewijs), AMS (Algemene Middelbarea Aschool). Di samping itu juga ada
beberapa sekolah kejuruan seperti Kweek School, Normaal School.
Untuk pendidikan tinggi, ada Pendidikan Tinggi Teknik (Koninklijk Institut voor Hoger
Technisch Ondewijs in Nederlandsch Indie), Sekolah Tinggi Hukum (Rechschool), dan
Sekolah Tinggi Kedokteran yang berkembang sejak dari SekolahDokter Jawa, STOVIA,
NIAS dan GHS (Geneeskundige Hogeschool).
Pendidikan kesehatan (kedokteran tersebut di atas) yang sejak 2 Januari 1849 semula lahir
sebagai Sekolah Dokter Jawa, kemudian pada tahun 1875 diubah menjadi Ahli Kesehatan
Bumiputra (Inlandsch Geneeskundige). Dalam perkembangannya pada tahun 1902 menjadi
dokter Bumiputra.
Sekolah ini di beri nama STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) yang kemudian
pada tahun 1913 diubah menjadi NIAS (Nederlandsch Indische Artsenschool). Jika kita
kaitkan dengan lahirnya pergerakan nasional, peranan para lulusan sekolah kedokteran ini
memiliki posisi yang sangat signifikan.
Hal ini terbukti dari kehadiran mereka ternyata menjadi pelopor dalam pergerakan nasional
dengan mendirikan organisasi seperti Studie Fond maupun Budi Utomo. Oleh karena itu
dalam kaitannya dengan lahirnya pergerakan nasional kita mengenal nama dr. Wahidin
Sudirohusodo, dr. Sutomo yang notabene sebagai bapak pergerakan nasional.
sebagai kebutuhan yang tidak bisa ditunda dan diabaikan lagi, kesadaran ini semakin hari
semakin meluas di Indonesia.
Keinginan mengejar dan mencapai kemajuan dengan menuntut pelajaran serta pendidikan
dengan semakin banyaknya anak-anak sekolah untuk menuntut ilmu. Mereka sadar bahwa
penguasaan ilmu pengetahuan (bebas dari kebodohan) merupakan bekal awal untuk mampu
menghadapi bangsa Barat.