Anda di halaman 1dari 10

TEORI KOMUNIKASI

(Chapter 17,18,22,23)

Kelompok 4

Meviana Ratnaning
Astria Karismawati
Kevin Arighi
Dita Aprilia
KM13A

Review
Pada tugas kali ini, terdapat 4 teori yang dibawakan oleh para ahli, pertama adalah
Functional Perspective on Group Decision Making yang dikemukakan oleh Randy Hirokawa
dan Dennis Gouran. Dalam teori ini Hirokawa dan Gouran menyarankan untuk fokus pada
empat fungsi yang disebut dengan requisite function on effective decison making apabila
ingin mencapai keputusan yang berkualitas tinggi. Selain itu terdapat teorinya Marshall Scott
Poole yang bernama Adaptive Structuration. Teori ini menjelaskan bagaimana anggota
kelompok secara sadar beradaptasi dengan struktur yang ada dalam kelompok, apabila
struktur kelompo tidak berubah itu pasti karena mereka tidak melakukan apa-apa untuk
merubahnya. Namun, apabila terjadi perubahan struktur dalam kelompok itu pasti
berdasarkan keputusan yang telah disepakati bersama. Jadi didalam kedua teori yang akan
dijelaskan lebih detailnya lagi memiliki kesamaan inti yaitu pembuatan keputusan dalam
kelompok.
Sedangkan kedua teori lainnya yaitu Rhetoric dari Aristotle dan Dramatism dari
Kenneth Burke berbicara tentang kemampuan seseorang untuk berbicara didepan publik dan
menemukan kesempatan untuk mempersuasi audiens untuk mendengarkan pembicaraannya.
Jika Aristotle menekankan pada cara tradisionalnya, maka Burke menghadirkan teori modern
dari The Rhetoric yaitu Dramatism.
***
FUNCTIONAL PERSPECTIVE ON
GROUP DECISON MAKING
(Randy Hirokawa & Dennis Gouran)

Teori ini berangkat dari anggapan bahwa dalam suatu kelompok pastinya memiliki
tujuan utama yang ingin dicapai, namun untuk mencapai tujuan kelompok terdapat beberapa
masalah yang membutuhkan jalan keluar, jalan keluar tersebut harus ditentukan berdasarkan
keputusan yang disetujui oleh seluruh anggota kelompok. Dalam teori ini Randy Hirokawa
dan Dennis Gouran mengasumsikan bahwa untuk membuat keputusan yang efektif dalam
sebuah kelompok adalah komunikasi dan seluruh anggota kelompok peduli terhadap topik
pembicaraan.

Four Functions of Effective Decision Making


Hirokawa dan Gouran mengatakan bahwa untuk menghasilkan solusi atau keputusan
yang high-quality maka kelompok harus memahami dan menganalisa masalah yang ada,
menentukan tujuan yang ingin dicapai kelompok, menghadirkan solusi alternatif, dan
mengevaluasi karakteristik positif dan negatif dari setiap alternatif. Berikut adalah 4 syarat
yang disebutnya sebagai requisite functions dalam pengambilan keputusan yang efektif.
Menganalisa masalah adalah ketika masalah yang ada di analasia sifat-sifatnya,
tingkatan masalah , dan mencari tahu apa yang menjadi penyebab dari masalah itu. Selain
menganalisa masalah, kelompok juga harus menetapkan tujuan yang ingin mereka raih agar
keputusan akhir yang dibuat akan sesuai dengan kriteria tujuan dari kelompok tersebut. Tidak
hanya itu, Hirokawa dan Gouran juga menekankan pentinganya menyusun solusi-solusi
alternatif agar apabila rencana A gagal masih ada rencana B, C, dst. Apabila alternatif yang
ditawarkan relatif sedikit, maka kemungkinan menemukan jawaban yang tepat juga rendah.
Setelah menentukan solusi alternatif untuk masalah tersebut, harus ada anggota kelompok
yang mengevaluasi atau mengetes apakah jalan alternatif tersebut sudah sesuai dengan
kriteria kelompok atau belum, apa positif dan negatifnya dari solusi alternatif yang
ditawarkan.
Prioritizing The Functions
Arti dari kata Prioritzing adalah menentukan mana yang paling penting. Kata
memprioritaskan ini ditujukan pada keempat requisite functions di atas. Dalam rangka
membuat keputusan yang efektif anggota kelompok harus memprioritaskan keempat fungsi
tersebut untuk mencapai hasil atau keputusan yang berkualitas tinggi. Hirokawa dan Gouran
mengatakan bahwa urutan yang digunakan tidak akan mempengaruhi hasil keputusan selama
keempat fungsi tersebut terpenuhi dalam proses pembuatan keputusan.
The Role of Communication in Fulfilling the Function
Komunikasi adalah faktor utama yang menentukan kualitas keputusan kelompok.
Diskusi

verbal

dalam

kelompok

memungkinkan

untuk

menyebarkan

informasi,

mengidentifikasi kesalahan, serta mempengaruhi satu sama lain. Hirokawa dan Gouran
percaya bahwa komunikasi berperan penting dalam membentuk keputusan yang berkualitas
tinggi. Menurut mereka terdapat tiga jenis komunikasi dalam pembuatan keputusan

kelompok yaitu, promotive, disruptive, dan counteractive. Promotive adalah jenis komunikasi
yang ideal, dimana interaksi yang terjalin bergerak pada jalur yang benar menuju arah yang
benar. Disruptive adalah jenis komunikasi

yang kacau, dimana interaksi yang terjadi

menyebabkan konsentrasi kelompok menyimpang dan memperlambat kemampuan anggota


mencapai keempat fungsi tersebut. Counteractive adalah komunikasi pemulihan, dimana
interaksi yang terjalin digunakan untuk menarik kembali anggota yang menyimpang ke jalan
yang benar.
Practical Advice for Amateurs and Professionals
Teori ini dapat digunakan dalam berbagai situasi yang dihadapi suatu kelompok
dalam proses pembuatan keputusan yang terbaik, yang dapat disetujui oleh setiap anggota
kelompok. Berikut adalah saran dalam menggunakan teori functional perspective in
progressing better group decision. Kelompok seringkali mengabaikan pemikiran yang
rasional karena terpusat pada usaha persuasif anggota yang yakin dengan keputusannya
sendiri. Namun, hal tersebut adalah kesalahan yang seharusnya dihindari.
Seperti 6 tahap yang dianjurkan oleh John dewey ketika sekelompok dokter sedang
memikirkan solusi terbaik untuk mengobati pasiennya yaitu, mengenali penyakitnya,
mendiagnosa

penyebab

penyakit,

menetapkan

pilihan

untuk

menyembuhkan,

mempertimbangkan kemungkinan solusi, menguji solusi yang akan digunakan, melaksanakan


solusi terbaik. Keenam proses ini sangat mirip dengan requisite functions yang dianjurkan
oleh Hirokawa dan Gouran dalam pengambilan keputusan dalam kelompok. Hal ini
membuktikan bahwa untuk mengahdirkan keputusan yang berkualitas tinggi maka kelompok
harus menyarankan anggota kelompok untuk menganalisa masalah, menetapkan tujuan,
menghadirkan solusi alternatif, dan mengevaluasi kriteria positif dan negatif dari tiap
alternatif tersebut.
***
ADAPTIVE STRUCTURATION THEORY
(Marshall Scott Poole)
Anggota dari sebuah kelompok menciptakan kelompok tersebut sebagaimana mereka
berinteraksi di dalamnya. Seringkali mereka membuat struktur atau aturan yang membuat
mereka tidak nyaman berada di dalamnya, akan tetapi mereka tidak sadar bahwa mereka
sendiri yang mencipatakan hal tersebut. Tujuan utama teori strukturasi adalah untuk

menyadarkan merka akan aturan dan sumber daya yang mereka gunakan sehingga mereka
akan mampu memiliki kontrol terhadap apa-apa yang mereka lakukan di dalam kelompok
tersebut.
Phasing Out The Phase Model
Sekelompok peneliti mengatakan bahwa ada suatu pola komunikasi yang digunakan
semua kelompok untuk membuat suatu keputusan. Pola tersebut terdiri dari beberapa fase
yaitu, orentation, conflict, coalescence, development, dan integration. Orientation adalah fase
dimana tujuan dari kelompok tersebut belum jelas, hubungan antar anggota juga belum pasti,
mereka masih saling membutuhkan informasi untuk mengenal satu sama lain. Fase conflict
adalah ketika muncul perbedaan pendapat dalam mengenai pendekatan masalah, saling
berargumentasi tentang pandangan mereka serta saling membenarkan posisi masing-masing.
Coalescence adalah fase ketika ketegangan mulai diredakan melalui negosiasi yang damai,
dan mengadopsi solusi yang diterima semua anggota. Development adalah fase dimana
kelompok berkonsentrasi pada cara pelaksanaan satu solusi, semua anggota terlibat dalam hal
ini. Sedangkan integration adalah fase ketika kelompok mulai fokus pada solidaritas
kelompok, bukan hanya pada tugas tetapi mereka saling menghargai satu sama lain untuk
membentuk kelompok yang kompak.
Namun Poole tidak yakin dengan fase-fase tersebut. Ia beranggapan bahwa para
anggota kelompok dipengaruhi oleh struktur sosial seperti posisi dalam kelompok, jaringan
komunikasi, hierarki status, syarat-syarat kerja, norma kelompok, serta tekanan yang terdapat
dalam kelompok tersebut. Oleh karena itu, Poole melihat teori Giddens yang mengatakan
bahwa manusia di dalam masyarakat sebenarnya adalah active agents yang mampu untuk
bertindak atau bersikap sesuai dengan kehendak dan memiliki kemampuan untuk
menciptakan perbedaan.
Structuration According to Giddens
Dalam teorinya structuration, Giddens berpendapat bahwa manusia adalah aktor yang
aktif terhadap sistem atau struktur yang mengikat mereka. Selain itu, structuration sendiri
diartikan sebagai the production and reproduction of the social systems through members
use of rules and resources in interaction. Rules adalah aturan main yang tersirat bagi
partisipans untuk melanjutkan kehidupan. Sedangkan resource adalah ciri-ciri pribadi seperti
kemampuan, pengetahuan, harta benda, yang biasanya mereka gunakan untuk berinteraksi
dalam kelompok. Apabila individu menggunakan rules dan resources dalam sebuah interaksi,

hal ini dinamakan production. Sedangkan reproduction terjadi ketika individu memperkuat
status quo bagi suatu sistem yang sudah ada sebelumnya.
Teori Poole disebut adaptive structuration karena ia melihat bahwa anggota dalam
kelompok secara sadar beradaptasi dengan rules dan recourses dalam rangka mencapai
tujuan kelompok.
Interaction
Dalam sebuah kelompok, interaksi adalah kegiatan yang paling mempengaruhi
apakah struktur kelompok akan tetap sama atau berubah. Apabila aturan dan sumberdaya
kelompok berubah, itu berarti anggota kelompok melakukan sesuatu untuk merubahnya.
Selain itu interaksi juga dapat menghasilkan kepedulian, moralitas, komunikasi serta
kekuatan bagi kelompok.
The Use and Abuse of Rules and Resources
Rules dalam kelompok biasanya dijadikan ketentuan yang menindikasikan sesutau
yang harus dilakukan atau apa yang baik dan buruk. Meski tidak tertulis namun anggota
kelompok biasanya menggunakan rules yang berlaku dalam kelompok untuk mencapai tujuan
kelompok. Sedangkan resource adalah material, kepemilikan atau perlengkapan yang
digunakan untuk mempengaruhi atau mengontrol tindakan kelompok dan anggotanya.
Dalam proses pengambilan keputusan, setiap kelompok pasti mempunyai aturan dan
sumber dayanya masing-masing. seringkali aturan yang ada dalam kelompok menyesuaikan
dengan aturan kelompok lain pada umumnya. Proses ini disebut dengan appropiation. Meski
sudah mencoba untuk menyesuaikan aturan yang berlaku dengan aturan kelompok pada
umumnya, terkadang masih ada anggota yang menyalahgunakan aturan. Hal demikian terjadi
karena anggota kelompok memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda sehingga
mereka seringkali menggunakan kemampuan, kecerdasan, atau recources personal lainnya
untuk mempengaruhi keputusan kelompok yang akan menyebabkan diskusi didominasi
dengan keputusan merka yang bersifat politis bukan rasional.
Production of Change, Reproduction of Stability
Selain membahas proses penggunaan rules dan resources dalam kelompok, Poole juga
membahas mengenai produk yang di produksi dan direproduksi. Jika kelompok sedang
berdiskusi mengenai pembuatan keputusan, maka keputusan itulah yang akan diproduksi oleh
kelompok. Apabila keputusan yang dibuat berbeda dengan keputusan atau ketentuan yang

sudah ada sebelumnya, maka kelompok memproduksi perubaham (prduction of change).


Namun, jika kelompok membuat keputusan yang sesuai dengan ketentuan yang sudah ada
sebelumnya, maka stabilitaslah yang diproduksi oleh kelompok atau yang disebut dengan
reproduction of stability.
Dengan konsep Duality of Structure yang dibawakan oleh Giddens, Poole melihat
bahwa rules dan resouces adalah medium dan outcome dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan arti bahwa dalam pengambilan keputusan, rules dan resources tidak hanya
mempengaruhi tetapi juga dipengaruhi. Dalam hal ini, stabilitas dan perubahan adalah produk
dari proses yang sama, apabila anggota kelompok mempertahankan sistem yang ada, maka
struktur dalam kelompok akan stabil. Meskipun demikian, jarang sekali ada kelompok yang
benar-benar stabil karena anggota dalam kelompok selalu menginginkan sedikit perubahan
dengan memproduksi status quo, atau dinamika interkasi yang berbeda.
***
THE RHETORIC
(Aristotle)
Retorika adalah seni berbicara secara lisan yang dilakukan oleh seseorang kepada
sejumlah orang secara langsung atau bertatap muka. Retorika bisa juga diartkan dengan
pembujukan rayuan secara parsuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter
pembicara seorang orator.
RHETORIC : MAKING PERSUASION PROBABLE
Dalam ajaran Aristoteles terdapat 3 teknik persuasi yaitu deliberatif, forensik dan
demostratif. Deliberatif ialah, memfokuskan diri pada apa yang akan terjadi dikemudian bila
diterapkan sebuah kebijakan saat sekarang. Forensik ialah, lebih memfokuskan pada apa yang
terjadi di masalau unruk menunjukkan bersalah atau tidak, penangguang jawab atau
ganjarannya. Lalu deliberatif

ialah memfokuskan pada wacana memuji dengan tujuan

memperkuat sefat buruk atau baik seseorang, lembaga maupun gagasan.


RHETORICAL PROOF : LOGOS, ETHOS, PATHOS
Aristoteles menyebutkan 3 cara untuk mempengaruhi manusia yaitu; Ethos adalah
berkaitan dengan sumber kepercayaan yang ditunjukan oleh seorang orator bahwa ia
memang pakar dalam bidangnya sehingga ia dapat dipercaya. Logos adalah meyakinkan

audiens dengan mengajukan bukti atau yang kelihatan sebagai bukti. Pathos adalah ketika
orator menyentuh hati para audiens.
Logical Proof : Lines of Argument That Make Snese
Aristoteles mengutarakan tentang 2 konsep pembuktian logis yaitu, enthymeme
(yakin) dan example (contoh). Enthymeme adalah semacam silogisme (penarikan
kesimpulan) yang belum sempurna.
Enthymeme digunakan untuk menafsirkan premis yang dimaksudkan oleh orator ke
audience (pendengar). Example (contoh) untuk memperkuat pembuktian -pembuktian
sebelumnya lalu diberikan contoh-contoh itu.
Ethical proof : Perceived Source Credibility
Pembuktian etis menurut Aristoteles seorang pembicara harus memiliki kredibilitas.
Dalam retorika Aristoteles menyebutkan 3 sumber kredibilitas yang baik yaitu; pertama,
Perceived Intelligence ialah kecerdasan dan kemampuan dalam berbagai nilai kepercayaan
antar orator dan khalayak. Kedua, Character ialah karakter/citra, seorang orator harus mampu
memiliki citra yang baik dan jujur. Dan, Goodwill atau niat yang baik, yaitu penilaian positif
yang coba ditularkan oleh khalayak.
THE FIVE CANONS OF RHETORIC
5 konsep tentang bagaimana mengukur kualitas seorang orator agar penyampaian
pidato akan menjadi efektif yaitu;

Penemuan (invention), didefinisikan sebagai konstruksi atau penyusunan dari suatu


argument yang relevan dengan tujuan dari suatu pidato. Dalam hal ini perlu adanya
integrasi cara berfikir dengan argumen dalam pidato. Oleh karena itu, dengan
menggunakan logika dan bukti dalam pidato dapat membuat sebuah pidato menjadi

lebih kuat dan persuasive.


Pengaturan (arrangement), berhubungan dengan kemampuan pembicara untuk
mengorganisasikan pidatonya. Pidato secara umum harus mengikuti pendekatan yang
terdiri atas tiga hal: pengantar (introduction), batang tubuh (body), dan kesimpulan
(conclusion). Pengantar merupakan bagian dari strategi organisasi dalam suatu pidato
yang cukup menarik perhatian khalayak, menunjukkan hubungan topic dengan
khalayak, dan memberikan bahasan singkat mengenai tujuan pembicara. Batang tubuh
merupakan bagian dari strategi organisasi dari pidato yang mencakup argument,

contoh dan detail penting untuk menyampaikan suatu pemikiran. Kesimpulan atau
epilog merupakan bagian dari strategi organisasi dalam pidato yang ditujukan untuk
merangkum poin-poin penting yang telah disampaikan pembicara dan untuk

menggugah emosi di dalam khalayak.


Gaya (style), merupakan kanon retorika yang mencakup penggunaan bahasa untuk

menyampaikan ide-ide didalam sebuah pidato.


Penyampaian (delivery), adalah kanon retorika yang merujuk pada presentasi
nonverbal dari ide-ide pembicara. Penyampaian biasanya mencakup beberapa
perilaku seperti kontak mata, tanda vocal, ejaan, kejelasan pengucapan, dialek, gerak
tubuh, dan penampilan fisik. Penyampaian yang efektif mendukung kata-kata

pembicara dan membantu mengurangi ketegangan pembicara.


Ingatan (memory) adalah kanon retorika yang merujuk pada usaha-usaha pembicara
untuk menyimpan informasi untuk sebuah pidato. Dengan ingatan, seseorang
pembicara dapat mengetahui apa saja yang akan dikatakan dan kapan mengatakannya,
meredakan ketegangan pembicara dan memungkinkan pembicara untuk merespons
hal-hal yang tidak terduga.
***
DRAMATISM
(Kenneth Burke)
Pada teori ini Burke mengatakan bahwa kehidupan adalah drama dimana penulis atau

pembicara seringkali menyeleksi kata-kata yang pas dan sesuai dengan konteks pesan yang
ingin disampaikan. Dramatism adalah istilah yang tepat yang digunakan oleh Burke untuk
mendeskripsikan setiap kali seseorang membuka mulutnya untuk berkomunikasi.
Indentification
Burke menyebutnya dengan substance yang diibaratkan sebagai an umbrella,
substance ini adalah pengetahuan mengenai karakter fisik, bakat, pekerjaan, latar belakang,
kepribadian, kepercayaan serta kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. Hal ini sangat
penting untuk dimiliki para pembicara dan pendengar agar mereka saling memiliki
pengetahuan tentang satu sama lain sehingga pada saat speaker berbicara, para audiens
memiliki rasa kesamaan atau koneksi dengan pembicara, begitu juga sebaliknya. Apabila
tingkat identifikasinya rendah maka akan semakin besar pemisah antara pembicara dalam arti
bahwa audiens tidak akan tertarik dengan topik pembicaraan yang akan disampaikan
sehingga tidak akan ada proses persuasi , hal yang sama juga terjadi dengan sebaliknya.

The Dramatistic Pentad


Menurut Burke, Dramatistic pentad adalah alat yang menganalisa bagaimana speaker
melakukan persuasi sehingga audiens menerima ide dari pesan yang akan disampaikan.
Dalam hal ini, Burke memusatkan pada 5 elemen yang sangat penting dalam human drama
yaitu, Act, Scene, Agent, Agency, dan Purpose. Act adalah sesuatu yang dilakukan oleh
seseorang, scene adalah konteks yang mencakup act, agent adalah orang yang melakukan
tindakan, agency adalah cara/teknik yang digunakan untuk melakukan act, dan yang terakhir
adalah purpose yaitu tujuan akhir yang dimiliki agent.
Guilt-Redemption cycle
Dalam teorinya, Burke menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang
perfeksionis, maka manusia seringkali menginginkan sesuatu berjalan sesuai dengan maunya.
Oleh karena itu Burke sangat percaya bahwa motivasi terakhir dari semua pembicara adalah
membersihkan diri dari rasa guilt yang pernah dialami. Guilt adalah segala rasa tertekan,
kemarahan, rasa malu, serta jijik yang membuatnya tidak percaya diri.
Untuk menghilangkan guilt, Burke berpendapat ada 2 cara yang dapat dilakukan. Pertama
adalah self-blame (menyalahkan diri sendiri) dalam agama disebut dengan mortification yaitu
pengakuan dosa dan permohonan ampun atas hal yang telah dilakukan. Kedua adalah
redemption through victimage atau dengan menghadirkan orang lain sebagai pihak yang
bertanggung jawab atas guilt yang dimilikinya, dalam arti lain adalah menyalahkan orang
lain.

Anda mungkin juga menyukai