Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH PERBEDAAN UKURAN PARTIKEL DARI

AMPAS TEBU DAN KONSENTRASI NATRIUM BISULFIT


(NaHSO3) PADA PROSES PEMBUATAN SURFAKTAN
Trievita Anna Furi, Pamilia Coniwanti*
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662

Abstrak
Surfaktan adalah zat yang ditambahkan pada cairan untuk meningkatkan sifat pembasahan dengan
menurunkan tegangan permukaan air. Banyak industri menggunakan surfaktan antara lain sebagai
detergent, hair conditioner dan corrosion inhibitor. Proses pembuatan surfaktan dilakukan dengan cara
mereaksikan ampas tebu dengan larutan NaHSO3 sehingga terjadi reaksi sulfonasi lignin. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan ukuran partikel dari ampas tebu dan konsentrasi larutan
NaHSO3 terhadap yield surfaktan. Filtrat yang mengandung surfaktan hasil reaksi dianalisa dengan
metode spektrofotometri UV-Visible. Dari penelitian diperoleh bahwa semakin besar konsentrasi larutan
NaHSO3 maka yield surfaktan juga semakin besar dan semakin kecil ukuran partikel ampas tebu,
surfaktan yang dihasilkan akan semakin besar. Kondisi optimum terjadi pada ukuran ampas tebu -0,63
+0,355 mm (lolos pada ayakan 0,63 mm dan tertahan pada ayakan 0,355 mm) dengan konsentrasi pelarut
Natrium Bisulfit (NaHSO3) 25 % menghasilkan yield 2,9313 %.
Kata kunci : lignin, sulfonasi, surfaktan

Abstract
Surfactants is a added substance to the liquid to improve the wetting by lowering the surface tension of
water. Many industries used surfactants such as, detergent, hair conditioner and corrosion inhibitors.
Surfactants manufacturing process done by reacting with a baggase and NaHSO 3 solution so that the
reaction occurs lignin sulfonation. This research aims to determine the influence of differences in particle
size from the baggase and concentration of aqueous solution of surfactants NaHSO 3 yield. Filtrate results
in surfactant-containing reaction analysed by the method of UV-Visible spectrophotometry. Obtained
from research that the greater the concentration of a NaHSO3 solution of surfactants are also then yield
the larger and the smaller the particle size, the baggase produced surfactants will be even greater.
Optimum conditions occur on the size of the baggase is -0.63 + 0.355 mm (undersize in 0.63 mm and
oversize in 0.355 mm) with 25% concentration of solvent Natrium Bisulfit (NaHSO 3) and the yield is
2.9313%.
Keywords : lignin, sulfonation, surfactant

1.

PENDAHULUAN

Tebu merupakan bahan baku yang


digunakan pada pabrik gula. Pada proses
pembuatan gula akan dihasilkan limbah berupa
ampas tebu. Pada umumnya, pabrik gula di
Indonesia hanya memanfaatkan ampas tebu
sebagai bahan bakar bagi pabrik yang
bersangkutan. Disamping untuk bahan bakar,

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

ampas tebu juga banyak digunakan sebagai


pakan ternak atau pupuk organik (Indriani dan
Sumiarsih, 1992)
Ampas tebu atau lazimnya disebut
bagasse, adalah hasil samping dari proses
ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu
pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35 40%
dari berat tebu yang digiling (Indriani dan
Sumiarsih, 1992). Husin (2007) menambahkan,

Page 49

berdasarkan data dari Pusat Penelitian


Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu
yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu
giling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang
diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi)
menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling
oleh 57 pabrik gula di Indonesia mencapai
sekitar 30 juta ton (Anonim, 2007), sehingga
ampas tebu yang dihasilkan diperkirakan
mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak 60%
dari ampas tebu tersebut dimanfaatkan oleh
pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku
untuk kertas, bahan baku industri kanvas rem,
industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu
diperkirakan sebanyak 45 % dari ampas tebu
tersebut belum dimanfaatkan. Saat ini ampas
tebu merupakan bahan baku yang sangat
potensial untuk pembuatan surfaktan karena
kandungan ligninnya yang cukup besar. (Husin,
2007).
Pada penelitian ini akan dilakukan proses
pembuatan surfaktan dengan menggunakan
ampas tebu. Ampas tebu ini dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku surfaktan yang ramah
lingkungan karena dapat terdegradasi oleh
mikroorganisme sehingga pemanfaatannya dapat
dilakukan secara maksimal. Oleh karena itu
dilakukan penelitian dengan melihat pengaruh
konsentrasi larutan perebus dan ukuran partikel
bahan baku terhadap % yield surfaktan yang
dihasilkan dari ampas tebu. Dari penelitian
sebelumnya, dapat diketahui bahwa semakin
besar konsentrasi larutan NaHSO3, maka yield
surfaktan yang dihasilkan semakin besar dan
semakin kecil ukuran partikel ampas tebu,
surfaktan yang dihasilkan juga akan semakin
besar (Hepi Ari P dkk, 2005)
Surfaktan (surface active agent) atau
bahan aktif permukaan merupakan suatu zat yang
ditambahkan pada cairan untuk meningkatkan
sifat penyebaran atau pembasahan dengan
menurunkan tegangan permukaan cairan
khususnya air. Surfaktan banyak digunakan
dalam industri antara lain sebagai corrosion
inhibitor, detergent, emulgator, dan hair
conditioner. Surfaktan mempunyai struktur
molekul yang terdiri dari gugus lyophobic dan
lyophilic. Gugus lyophobic sedikit tertarik pada
pelarut sedangkan gugus lyophilic tertarik kuat
pada pelarut. Struktur molekul ini biasanya
disebut dengan amphiphatic (Othmer,1981).
Saat ini kebutuhan surfaktan di indonesia
semakin
meningkat
seiring
dengan
perkembangan industri deterjen, menurut
seorang peneliti dari Puslit Kimia Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr. Wuryaningsih
data kebutuhan akan penggunaan surfaktan di
Indonesia sekitar 95000 ton per tahun, sedangkan

Page 50

kapasitas produksi dalam negeri sekitar 55000


ton per tahun dan 44500 ton masih diimpor yang
itupun diproduksi dari Petroleum yang tak ramah
lingkungan dan tidak ramah untuk manusia.
Selain itu seperti yang kita ketahui bahwa
cadangan minyak bumi didunia saat ini sudah
mulai menipis. Oleh karena itu untuk memenuhi
kebutuhan surfaktan di Indonesia, perlu
dipelajari pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan
baku pembuatan surfaktan. Pada tahun 2006
telah dilakukan penelitian surfaktan berbahan
baku tempurung kelapa dengan konsentrasi
surfaktan sekitar 2,5%. Untuk pembuatan
surfaktan ini digunakan proses sulfonasi dengan
Natrium Bisulfit sebagai pelarut.
Tebu (Saccharum officinarum)
Tebu (Saccharum officinarum) adalah
tanaman yang ditanam untuk bahan baku pabrik
gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah
beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis
rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam
sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1
tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan
di pulau Jawa dan Sumatra (Anonim, 2012a).
Ampas Tebu
Ampas tebu (bagasse) tebu merupakan
hasil samping dari proses ekstraksi cairan tebu.
Dari suatu pabrik dapat dihasilkan sekitar 3540% dari berat tebu digiling. Tanaman tebu
umumnya menghasilkan 24-36% bagasse
tergantung pada kondisi dan macamnya. Bagasse
mengandung air 48-52%, gula 2,5 6% dan serat
44- 48%.
Lignin adalah senyawa organik polimer
yang banyak dan penting dalam dunia tumbuhan
selain selulosa. Lignin merupakan suatu phenolic
polimer yang menyebabkan kekuatan dan
rigidity pada dinding sel tanaman berkayu.
(Othmer, 1981).

Surfaktan
Surfaktan (Surface Active Agent) adalah
zat seperti deterjen yang ditambahkan pada
cairan untuk meningkatkan sifat penyebaran atau
pembasahan dengan menurunkan tegangan
permukaan cairan khususnya air. Surfaktan
mempunyai struktur molekul yang terdiri dari
gugus lyophobic dan lyophilic. Gugus lyophobic
sedikit tertarik pada solven sedangkan gugus
lyophilic tertarik kuat pada solven. Beberapa
keunggulan surfaktan yang menggunakan bahan
alami (Oleokimia) adalah lebih mudah
terdegradasi, biaya produksi lebih rendah,
kebutuhan energi lebih rendah, dan bebas
kontaminan. (Othmer, 1981).

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

Penggolongan Surfaktan
Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga
golongan, yaitu sebagai bahan pembasah
(wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying
agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent).
Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua
golongan besar, yaitu surfaktan yang larut dalam
minyak dan surfaktan yang larut dalam air.
1. Surfaktan yang larut dalam minyak
2. Surfaktan yang larut dalam pelarut air
Mekanisme Kerja Surfaktan
Surfaktan
menurunkan
tegangan
permukaan air dengan mematahkan ikatan-ikatan
hidrogen pada permukaan. Hal ini dilakukan
dengan menaruh kepala-kepala hidrofiliknya
pada permukaan air dengan ekor-ekor
hidrofobiknya terentang menjauhi permukaan
air. Surfaktan dapat membentuk misel (micelles),
suatu molekul surfaktan mengandung suatu
rantai hidrokarbon panjang plus ujung ion.
Bagian hidrokarbon dari molekul surfaktan
bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non
polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan
larut dalam air. Karena adanya rantai
hidrokarbon, sebuah molekul surfaktan secara
keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air,
tetapi dengan mudah akan tersuspensi di dalam
air.
Sifat Larutan Yang Mengandung Surfaktan
Larutan surfaktan dalam air menunjukkan
perubahan sifat fisik yang mendadak pada daerah
konsentrasi yang tertentu. Perubahan yang
mendadak ini disebabkan oleh pembentukan
agregat atau penggumpalan dari beberapa
molekul surfaktan menjadi satu, yaitu pada
konsentrasi kritik misel (CMC). Dengan
terbentuknya misel sifat larutan akan berubah
secara mendadak, seperti tegangan permukaan,
viskositas, daya hantar listrik dan lain-lain (Ibnu
Hayyan, 2008).
Mekanisme Pembentukan Surfaktan
Mekanisme
terbentuknya
surfaktan
diawali dengan mekanisme terbentuknya
lignosulfonate yang terjadi melalui dua reaksi,
yaitu hidrolisis dan sulfonasi. Hidrolisis
merupakan
reaksi
pemecahan
molekul
lignin/lignosulfonat menjadi molekul yang lebih
kecil. Sulfonasi merupakan reaksi antara ion
bisulfite dengan molekul lignin. Reaksi yang
terjadi pada proses sulfonasi lignin ini termasuk
reaksi ireversibel dan bersifat endotermis. Suhu
dan pH merupakan faktor yang paling
berpengaruh
pada
reaksi
pembentukan
lignosulfonate ini. Semakin tinggi tingkat
keasamannya maka laju hidrolisis akan semakin

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

meningkat dan semakin tinggi temperatur laju


reaksi akan semakin besar (Ari, 2008).
Pembentukan surfaktan (lignosulfonate) terjadi
melalui reaksi sulfonasi molekul lignin dengan
bisulfite. (Martin, 2005).
HSO3- + lignin-OH

lignin-SO3- + H2O

Gambar 1. Reaksi lignin dengan bisulfite (Kirk


and Othmer, 1981).
Karakteristik Kulaitas Surfaktan
Kualitas surfaktan yang dihasilkan
memiliki karakteristik tertentu. Beberapa
karakteristik penelitian tersebut adalah sebagai
berikut :
1) pH
2) Warna
3) Bau
4) Kelarutan dalam air
Kegunaan surfaktan
Surfaktan sangat banyak kegunaannya
dalam kehidupan sehari-hari baik dalam rumah
tangga maupun di industri. Surfaktan banyak
digunakan dalam industri antara lain sebagai
emulsifier, corrosion inhibition, foaming,
detergency, dan hair conditioning. Surfaktan
digunakan sebagai bahan pencuci yang bersih
karena mengandung sifat antikuman yang
membuat mereka banyak digunakan di rumah
sakit.
Sulfonasi
Istilah sulfonasi terutama digunakan
untuk
menyatakan
reaksi-reaksi
yang
menggunakan pereaksi sulfonasi yang umum
seperti asam sulfat pekat, oleum, dan pereaksi
lainnya yang mengandung sulfur trioksida.
Sulfonasi adalah reaksi kimia yang melibatkan
penggabungan gugus asam sulfonat, HSO3-, ke
dalam suatu molekul ataupun ion, termasuk
reaksi-reaksi yang melibatkan gugus sulfonil
halida ataupun garam-garam yang berasal dari
gugus asam sulfonat. Reaksi sulfonasi
merupakan reaksi yang melibatkan pemasukan
gugus sulfonat ke dalam lignin. Proses sulfonasi
pada lignin bertujuan untuk mengubah sifat
hidrofilitas dari lignin yang tidak larut dalam air

Page 51

dengan memasukkan gugus sulfonat yang lebih


polar dari gugus hidroksil, sehingga akan
meningkatkan
sifat
hidrofilitasnya
dan
menjadikan lignosulfonat.
Lignosulfonat
Lignosulfonat bisa juga disebut lignin
sulfonat atau sulphite lignin merupakan suatu
surfaktan yang dihasilkan dari proses sulfite
pulping pada kayu. Pada proses sulphite pulping,
lignin dibuat larut dalam dalam solven polar (air)
melalui proses sulfonasi dan hidrolisis. (Kirk
Othmer 1981). Reaksi yang terjadi adalah:
HSO3- + lignin-OH
lignin-SO3- + H2O

Indikator PP, CHCl3 pekat, Alkil Benzen


Sulfonat dan Parafin.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dapat dinyatakan
dalam bentuk diagram percobaan di bawah ini:

Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri merupakan salah satu
metode dalam kimia analisis yang digunakan
untuk menentukan komposisi suatu sampel baik
secara kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan
pada interaksi antara materi dengan cahaya.
Peralatan
yang
digunakan
dalam
spektrofotometri
disebut
spektrofotometer.
Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya
visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi
dapat berupa atom dan molekul namun yang
lebih berperan adalah elektron valensi.

2. METODOLOGI
Tahapan yang dipilih dalam penelitian ini
antara lain :
1. Persiapan sampel Ampas Tebu melalui
proses grinding dan screening
2. Sulfonasi (Mereaksikan ampas tebu dengan
larutan Natrium Bisulfit (NaHSO3)
3. Filtrasi (Penyaringan hasil proses sulfonasi
antara filtrat dan residu)
4. Analisa kadar lignosulfonat dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis
berdasarkan standar SNI M - 45 -1990 03
Alat
Labu leher tiga, Kondenser, Termometer,
Motor Pengaduk, Kertas pH Universal, Penangas
Minyak, Gelas kimia 500ml Gelas ukur 100 mL,
Spatula dan pengaduk, Neraca analitik, Water
Cooler, Kaca arloji, Pipet ukur dan bola karet,
Pipet
tetes,
Vibrating
Screening,
spektrofotometer UV/Vis, Corong pisah 250 ml,
Corong buchner
Bahan
Bahan-bahan terdiri atas ampas tebu, NaHSO3,
Aquadest, H2SO4 1 N, NaOH 1 N, Metilen biru,

Page 52

Gambar 2. Rangkaian Alat Proses Sulfonasi

Keterangan :
1. Labu leher tiga
2. Motor pengaduk
3. Termometer
4. Kondenser
5. Penangas minyak
6. Saklar
7. Statif
8. Penyangga

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

Pembuatan Surfaktan
1) Memberikan perlakuan awal pada ampas
tebu yaitu penghalusan.
Melakukan pengayakan untuk mengambil
serbuknya yang lolos ayakan dengan
ukuran -1,4 +1 mm (lolos pada ayakan 1,4
mm dan tertahan pada ayakan 1 mm), -1
+0,63 mm (lolos pada ayakan 1 mm dan
tertahan pada ayakan 0,63 mm) dan -0,63
+0,355 mm (lolos pada ayakan 0,63 mm
dan tertahan pada ayakan 0,355 mm)
2) Selanjutnya mereaksikan serbuk ampas
tebu sebanyak 7 gram dengan larutan
Natrium Bisulfit sesuai variabel (pada
konsentrasi 5 %, 10%, 15%, 20%, 25%),
pH diatur 4 menggunakan Asam Sulfat
pekat, kemudian merebusnya pada suhu
105 oC selama 30 menit dalam reaktor labu
leher tiga.
3) Mengulangi langkah diatas untuk setiap
variabel
4) Menyaring larutan hasil reaksi sehingga
didapatkan residu dan filtrat, setelah itu
menganalisis filtrat yang mengandung
Lignosulfonat
dengan
metode
spektrofotometri UV-Visible.

6. Mengulangi ektraksi seperti pada langkah


kedua dan ketiga sebanyak dua kali.
7. Menambahkan 50 mL aquadest kedalam
larutan ekstrak Klorofom gabungan dan
mengocoknya kuat-kuat selama 30 detik.
8. Membiarkan sampai terjadi pemisahan fase
dan
menggoyangkannya
perlahan-lahan
kemudian mengeluarkan lapisan bawah dan
memasukkannya kedalam labu ukur.
9. Menambahkan Klorofom kedalam larutan
tersebut hingga tepat pada tanda tera.

Analisis Kandungan Lignosulfonat dengan


Spektrofotometer UV/Vis
(SNI M-45-1990-03)

Pembuatan Kurva Kalibrasi


1. Mengoptimalkan alat spektrofotometer sesuai
dengan petunjuk pemakaian alat.
2. Memipet larutan baku masing-masing 100
mL kedalam corong pisah 250 mL.
3. Menambahkan larutan Metilen biru sebanyak
25 mL.
4. Menambahkan 10 mL CHCl3, mengocoknya
kuat-kuat selama 30 detik dan membuka
tutup corong sesekali.
5. Membiarkan hingga terjadi pemisahan fase,
menggoyang-goyangkan corong perlahanlahan dan menambahkan sedikit Isopropil
Alkohol bila terjadi pembentukan emulsi, lalu
mengeluarkan
lapisan
bawah
dan
menampungnya dalam corong pemisah yang
lain.
6. Memasukkan larutan ekstrak kedalam labu
ukur 100 mL dan menambahkan Klorofom
tepat pada tanda tera.

Persiapan Sampel
1. Mengukur sampel sebanyak 100 mL dan
memasukkan sampel kedalam corong pisah
250 mL.
2. Menambahkan 3-5 tetes indikator pp dan
larutan NaOH 1 N tetes demi tetes kedalam
sampel sampai timbul warna merah muda,
kemudian menghilangkan warna tersebut
dengan menggunakan H2SO4 1 N tetes demi
tetes.
3. Menambahkan larutan Metilen biru sebanyak
25 mL, jika warna biru menghilang atau
menjadi pucat sekali selama ekstraksi dengan
menggunakan CHCl3, berarti kadar sulfonat
tinggi sekali, maka larutan sampel harus
diganti kemudian menyiapkan sampel baru
4. Menambahkan 10 mL CHCl3, mengocok
kuat-kuat larutan tersebut selama 30 detik
sambil membuka tutup corong pisah sesekali.
5. Membiarkan
terjadi
pemisahan
fase,
menggoyangkan
perlahan-lahan,
menambahkan sedikit Isopropil Alkohol bila
terbentuk emulsi, setelah itu mengeluarkan
lapisan bawah yang mengandung CHCl3 dan
menampungnya dalam corong pisah yang
lain.

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

Pembuatan Larutan Induk


Melarutkan 0,1 gr ABS dengan 50 mL
aquadest kedalam gelas kimia setelah itu
memasukkan larutan tersebut kedalam labu ukur
dan menambahkan aquadest hinggat tanda batas.
Pembuatan Larutan Standar
1. Mengambil 5, 10, 15, 20, 25 mL larutan
induk dengan menggunakan pipet ukur dan
dimasukankedalam masing-masing labu ukur
100 mL.
2. Menambahkan aquadest sampai tepat pada
tanda batas, sehinga diperoleh kadar ABS 10,
15, 20, 25, 30 mg/L.

Analisis Karakteristik Larutan Surfaktan


(Lignosulfonat)
Pencirian Warna dan Bau
Pencirian warna dan bau dari larutan
Lignosulfonat dilakukan secara visual.

Page 53

Uji Kelarutan dalam Air


1. Memipet 5 ml larutan Lignosulfonat dengan
menggunakan pipet ukur dan dimasukan ke
dalam gelas ukur 100 mL.
2. Menambahkan aquadest mulai dari 10 mL
sampai 50 mL.
3. Mengamati apakah larutan Lignosulfonat
dapat larut dalam aquadest.

untuk mengetahui perbedaan dari tiap variabel.


Karakteristik Lignosulfonat seperti warna, pH,
Kelarutan dalam air density dan volume dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2. Karakteristik Larutan Lignosulfonat

Uji pH Larutan Lignosulfonat


1. Mengambil 5 mL larutan Lignosulfonat
dengan menggunakan pipet ukur
2. Melarutkannya ke dalam 10 mL di dalam
gelas kimia 100 mL, kemudian menentukan
pH nya menggunakan kertas pH universal.

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian
dilakukan
dengan
menggunakan sampel ampas tebu dengan variasi
ukuran ampas tebu yaitu -1,4 +1 mm; -1 +0,63
mm; -0,63 +0,355 mm dan dengan variasi
konsentrasi pelarut NaHSO3 yaitu 5 %, 10 %, 15
%, 20 %, dan 25%. Hasil dari proses reaksi untuk
sampel ampas tebu memiliki variasi, sesuai
dengan hasil yang didapatkan sebagai pengaruh
perbedaan ukuran partikel ampas tebu dan
konsentrasi pelarut Natrium Bisulfit (NaHSO3)
terhadap kadar lignosulfonat dan % yield yang
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 1. Pengaruh ukuran partikel ampas tebu dan
NaHSO3 terhadap kadar lignosulfonat

Hasil dari proses reaksi ampas tebu tiap variabel


dilakukan analisa karakteristik lignosulfonatnya

Page 54

Perbandingan Surfaktan Lignosulfonat yang


terbuat dari ampas tebu dengan Surfaktan
Sintetis (ABS) yang dijual di pasaran dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 3. Perbandingan Surfaktan Lignosulfonat
dengan surfaktan sintetis (ABS)

Lignosulfonat bisa juga disebut lignin


sulfonat atau sulphite lignin merupakan suatu
surfaktan yang dihasilkan dari proses sulfite
pulping pada kayu. Mekanisme terbentuknya
lignosulfonat ini terjadi melalui proses hidrolisis
dan sulfonasi. Hidrolisis merupakan reaksi
pemecahan
molekul
lignin/lignosulfonat
(polimer) menjadi molekul yang lebih kecil.
Dengan pemecahan molekul ini maka
lignosulfonat dapat larut di dalam air. Sulfonasi
merupakan reaksi antara ion bisulfit dengan
molekul
lignin.
Gugus
sulfonat
pada
lignosulfonat merupakan gugus hidrofilik
sedangkan lignin memiliki gugus hidrophobic

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

(surfaktan).
Berikut
ini
adalah
pembentukan surfaktan lignosulfonat :
lignin-OH

+ HSO3-

reaksi

lignin-SO3- + H2O

ini mengakibatkan perpindahan massa/ difusi ion


SO3- menjadi semakin banyak, sehingga
kadar Lignosulfonat yang dihasilkan juga lebih
besar. Pada penelitian ini juga dapat dilihat
grafik antara ukuran partikel ampas tebu VS
%Yield lignosulfonat adalah sebagai berikut

Pengaruh Ukuran Partikel Ampas Tebu


terhadap Kadar Lignosulfonat

Gambar 4. Pengaruh Ukuran Partikel Ampas


Tebu Terhadap %Yield Lignosulfonat pada
berbagai konsentrasi Natrium Bisulfit

Gambar 3. Pengaruh Ukuran Partikel Ampas


Tebu Terhadap Kadar Lignosulfonat Pada
Berbagai Konsentrasi Natrium Bisulfit
Dari Gambar 3 diketahui bahwa kadar
Lignosulfonat (Surfaktan) pada ukuran -0,63
+0,355 mm (lolos pada ayakan 0,63 mm dan
tertahan pada ayakan 0,355 mm) lebih besar bila
dibandingkan dengan ukuran partikel ampas tebu
-1,4+1 mm (lolos pada ayakan 1,4 mm dan
tertahan pada ayakan 1 mm) dan -1 +0,63 mm
(lolos pada ayakan 1 mm dan tertahan pada
ayakan 0,63 mm. Kadar lignosulfonat yang
dihasilkan pada ukuran partikel -0,63 +0,355 mm
yaitu sebesar 1578,3784 ppm. Hal ini disebabkan
oleh reaksi sulfonasi Lignin yang terjadi anatara
ampas tebu dan larutan natrium bisulfite
(NaHSO3) termasuk reaksi heterogen.Reaksi
Heterogen merupakan reaksi kimia yang
berlangsung anatara dua buah fase yang berbeda.
Lignin yang berasal dari ampas tebu merupakan
padatan/ solid, sedangkan NaHSO3 merupakan
larutan/cairan. Oleh karena itu proses difusi ion
SO3- dari larutan ke padatan juga merupakan
faktor yang berpengaruh. Ukuran partikel yang
lebih kecil menyebabkan luas permukaan kontak
menjadi lebih besar. Luas permukaan yang besar

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

Dari penelitian dan analisa yang telah


dilakukan diketahui bahwa variabel yang
optimum pada proses pembuatan surfaktan
(Lignosulfonat) adalah ukuran partikel ampas
tebu sebesar -0,63 +0,355 mm (lolos pada
ayakan 0,63 mm dan tertahan pada ayakan 0,355
mm) dan kadar NaHSO3 sebesar 25 %. Kadar
lignosulfonat yang diperoleh tiap variabel
diperlihatkan dalam bentuk % yieldnya, dimana
% yield yang meningkat seiring dengan
peningkatan konsentrasi dan semakin kecilnya
ukuran partikel ampas tebu yang direaksikan.
Persentase yield tertinggi adalah sebesar 2,9313
% dengan kadar lignosulfonat sebesar 1578,3784
ppm. Pada ukuran partikel -1,4 +1 mm dan -1,0
+0,63 mm dapat dikatakan bahwa % yieldnya
stabil berkisar pada harga 0,1% - 2, %, namun
pada ukuran partikel ampas tebu -0,63 +0,355
mm terlihat peningkatan yang cukup jauh untuk
setiap kenaikan konsentrasi pelarutnya yaitu
untuk harga 2,4450 % sampai 2,9313 % yang
merupakan % yield tertinggi. Namun % yield
yang dihasilkan sangatlah kecil. Hal ini bisa
dipengaruhi oleh beberapa faktor pada saat
proses reaksi berlangsung Reaksi yang terjadi
pada sulfonasi lignin ini termasuk reaksi
irreversibel dan bersifat endotermis. Senyawa
lignin yang bereaksi dengan natrium bisulfit
sangatlah kecil oleh sebab itu perlu dilakukan
isolasi lignin terlebih dahulu. Selain itu Suhu dan
pH merupakan faktor yang berpengaruh pada
reaksi pembentukan lignosulfonat ini. Semakin

Page 55

tinggi tingkat keasaman nya (pH rendah) maka


laju hidrolisis akan semingkat dan semakin tinggi
temperatur maka laju reaksi juga akan besar.
Namun pada penelitian pembuatan surfaktan
dengan menggunakan ampas tebu memiliki
kadar lignosulfonat 2,9313% yang lebih tinggi
dibandingkan dari penelitian sebelumnya. Hal ini
dapat dilihat pada proses pembuatan surfaktan
dengan menggunakan bahan baku yakni
tempurung kelapa memiliki kandungan surfaktan
(lignosulfonat) yakni sebesar 2,5% (Apris
Kurniawan,2010). Dari penelitian ini maka
ampas tebu memiliki potensi yang cukup besar
untuk dijadikan sebagai bahan baku proses
pembuatan surfaktan (lignosulfonat)

Pengaruh Konsentrasi NaHSO3 terhadap


Kadar Lignosulfonat
Dari penelitian yang telah dilakukan
diketahui bahwa konsentrasi NaHSO3 optimum
pada proses pembuatan surfaktan (Lignosulfonat)
ini adalah sebesar 25 % yang ditunjukkan pada
kurva warna hijau muda yang memiliki kadar
lignosulfonat yang lebih besar dari konsentrasi
NaHSO3 lainnya. Pengaruh konsentrasi pelarut
terhadap kadar Lignosulfonat ditunjukkan pada
Gambar 4.3

Gambar 5. Pengaruh Konsentrasi NaHSO3


Terhadap Kadar Lignosulfonat Pada Berbagai
Ukuran Partikel Ampas Tebu
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa
semakin besar konsentrasi NaHSO3 yang
digunakan maka kadar Lignosulfonat yang
diperoleh juga semakin besar. Pada gambar 5
dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi optimum
pada proses pembuatan surfaktan yaitu pada
konsentrasi 25% dengan kadar lignosulfonat
sebesar 1578,3784 ppm dan dengan % yield
sebesar 2,9313%. Hal ini disebabkan oleh reaksi
antara Lignin dengan Bisulfit bersifat irreversible
(Reaksi kimia yang bersifat searah/ tidak bolak
balik). Oleh karena itu, jika kadar NaHSO3

Page 56

diperbesar, maka produk yang dihasilkan juga


semakin besar. Konsentrasi produk yang semakin
besar ini tidak akan menggeser keseimbangan
kearah reaktan karena bersifat searah. Laju reaksi
pada proses sulfonasi lignin sebanding dengan
jumlah ion sulfit (-SO3). Oleh karena itu, pada
konsentrasi NaHSO3 yang tinggi, maka laju
reaksi sulfonasi akan tinggi sehingga kadar
Lignosulfonat yang dihasilkan juga semakin
besar.
Karakteristik Kualitas Surfaktan Yang
Dihasilkan Dari Ampas Tebu Dengan
Surfaktan Yang Terbuat Secara Sintetis
Kualitas surfaktan yang dihasilkan dari
ampas tebu maupun yang terbuat secara sintetis
dari hasil penelitian didapatkan bahwa memiliki
karakteristik yang sama. Beberapa karakteristik
penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
1) pH
Pada proses pembuatan surfaktan pH
merupakan
salah
faktor
yang
dapat
mempengaruhi proses terbentuknya surfaktan
(lignosulfonat). Pada proses pembuatan surfaktan
pH yang diperlukan agar proses pembuatan
surfaktan dapat berjalan baik yakni pada pH 4,
karna pada kondisi pH tersebut lignin akan
bereaksi dengan natrium bisulfit yang akan
membentuk lignosulfonat melalui proses
sulfonasi. Dari hasil analisis karakteristik pH
surfaktan yang dihasilkan baik dari ampas tebu
maupun yang dibuat secara sintetis memiliki pH
5 atau pH asam.
2) Warna
Karakteristik warna juga merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi proses
terbentuknya
lignosulfonat
(surfaktan).
Berdasarkan hasil analisa warna dari larutan
lignosulfonat hasil sulfonasi dapat diketahui
bahwa warna larutan tersebut adalah kuning
kecoklatan dan coklat kehitaman. Hal ini
menunjukkan adanya perubahan warna larutan
yang semula bening menjadi kuning kecoklatan
dan ada juga yang berwarna kehitaman.
Perubahan warna tersebut menunjukkan adanya
penambahan gugus
-SO3- pada struktur
Lignosulfonat berupa ikatan rangkap.
3) Bau
Hasil analisa karakteristik bau larutan
lignosulfonat hasil sulfonasi menunjukkan
adanya bau yang agak asam dan sedikit berbau
sulfur, dimana bau ini disebabkan oleh adanya
pengaruh penambahan Asam Sulfat yang
menyebabkan larutan berbau agak asam dan
karena adanya penambahan gugus -SO3- yang
menyebabkan adanya bau belerang, sehingga bau
ini dapat dijadikan indikasi adanya kandungan
surfaktan di dalam larutan hasil sulfonasi

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

tersebut, sebab larutan standar surfaktan anionik


yang menjadi pembanding dalam penelitian ini
juga memiliki bau yang sama dengan larutan
surfaktan hasil sulfonisasi.
4) Kelarutan dalam air
Kelarutan dalam air merupakan suatu
karakteristik yang harus dimiliki oleh suatu
surfaktan sebab surfaktan biasanya dilarutkan
dengan menggunakan air. Hasil analisa
menunjukkan larutan Lignosulfonat hasil
sulfonasi mampu larut sempurna didalam air
begitu juga dengan surfaktan sintetis yang
digunakan sebagai pembanding. Surfaktan dapat
larut sempurna didalam air dikarenakan senyawa
Lignosulfonat yang terbentuk bersifat polar
karena mengandung gugus SO3- dan juga
adanya gusgu hidrofilik yang terdapat pada
lignosulfonat yang memiliki sifat suka pada air,
sehingga surfaktan yang dihasilkan dapat larut
sempurna didalam air. Hal ini juga menunjukkan
bahwa proses sulfonasi terhadap Lignin menjadi
senyawa Lignosulfonat telah berhasil.
Pada penelitian ini kondisi optimum pada
proses pembuatan surfaktan yakni pada ukuran
partikel -0,63 +0,355 ( lolos pada ayakan 0,63
mm dan tertahan pada ayakan 0,355 mm) dan
pada konsentrasi Natrium Bisulfit yakni 25%
dengan % yield lignosulfonat sebesar 2,9313%.
Kualitas surfaktan yang dihasilkan hampir sama
seperti yang terdapat di pasaran yakni memilki
karakteristik yang sama baik dari pH, Warna,
Bau dan Kelarutan di dalam air. Yang
membedakan surfaktan yang terbuat dari ampas
tebu maupun yang dijual di pasaran yaitu bahan
baku yang digunakan dan dampak terhadap
lingkungan, pada surfaktan sintetis bahan baku
yang digunakan adalah alkil benzen sulfonat
(ABS) yang merupakan salah satu turunan dari
minyak bumi, dimana minyak bumi merupakan
sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui
sehingga lama kelamaan nantinya akan habis,
oleh sebab itu pada penelitian ini menggunakan
bahan baku yang dapat diperbaharui dan mudah
di dapat yakni ampas tebu. Ampas Tebu
memiliki potensi yang cukup besar sebagai
bahan baku pada proses pembuatan surfaktan.
Selain itu yang membedakan surfaktan yang
terbuat dari ampas tebu maupun yang dijual di
pasaran yaitu dampak terhadap lingkungan.
Surfaktan sintetis yang bersifat anorganik sukar
terdegradasi (terurai) di dalam tanah akibatnya
akan
merusak
struktur
tanah
ataupun
mikroorganisme yang hidup di dalam tanah,
sedangkan surfaktan yang terbuat dari ampas
tebu bersifat organik sehingga mudah
terdegradasi (terurai) di dalam tanah dan tidak
merusak kehidupan mikroorganisme di dalam
tanah.

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

4.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah


dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1.Dari segi ukuran partikel : Semakin kecil
ukuran partikel ampas tebu, maka kadar
lignosulfonat yang dihasilkan akan semakin
besar dan % yield
juga akan semakin
meningkat.
2.Dari segi konsentrasi pelarut : Semakin besar
konsentrasi NaHSO3 yang digunakan maka
kadar Lignosulfonat yang diperoleh juga
semakin besar.
3.Kualitas surfaktan lignosulfonat dari ampas
tebu hampir sama dengan kualitas Surfaktan
Sintetis (ABS), yang membedakannya hanya
pada ketersediaan bahan baku pembuatan
maupun dampak terhadap lingkungan.
4.Kondisi optimum untuk menghasilkan kadar
lignosulfonat yang tinggi yaitu pada ukuran
partikel ampas tebu -0,63 +0,355 mm ( lolos
pada ayakan 0,63 mm dan tertahan pada
ayakan 0,355 mm), dengan konsentrasi pelarut
Natrium Bisulfit (NaHSO3) sebesar 25 % yang
menghasilkan % yield sebesar 2,9313%.

DAFTAR PUSTAKA
Adamsons, Arthur W. 1982. Physical Chemistry
of
Surface.
A
wiley-Interscience
Publication, United State of America.
Anonim.2012a. tebu. http://www wikipedia.com/
tebu (diakses 12 Januari 2012)
Anonim.2012b. Hasil Giling 57 Pabrik Gula
Capai 1,43 Juta Ton. http://suaramerdeka.
com/cybernews/ harian/ 0709/17/ nas22
.htm. Diakses Tanggal 10 januari 2012.
Anonim.2012c. lignin . http://www.lignin.org
(diakses 15 Januari 2012)
Anonim.2012d.
lignosulfonat.
lignosulfonat.org (diakses
2012)

http://www.
15 Januari

Anonim.2012e. surfaktan anionik. http://www.


surfaktan anionik.com (diakses 20
februari 2012)
Apris Kurniawan dkk. (2006). Kajian awal
pembuatan surfaktan dari tempurung
kelapa.
Universitas
Diponegoro:
Semarang. (diakses 30 Januari 2012)

Page 57

Ari P, Heri dkk. (2008). Studi Awal Mengenai


Pembuatan Surfaktan dari Ampas Tebu.
Universitas
Diponegoro:
Semarang.
(www.research (FORMAT_BARU).Pdf)
di akses Januari 2012
Fengel,D.(1995).Kayu:Kimia,
Ultrastruktur,
Reaksi-reaksi.UGM Press.Yogyakarta

Indriani, Y. H. dan E. Sumiarsih. (1992).


Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah
dan Tegalan. Penebar Swadaya. Jakarta
Kirk, R.E., and Othmer, D.P. 1981. Encyclopedia
of Chemical Technology. Fourth Edition,
Volume 15. (diakses 9 Januari 2012)
Rosen,

Fengel, D. and G. Wegener. (1995). Wood:


Chemistry, ultrastructure, reactions.
Walter de Gruyter & Co: Berlin.
Fessenden, R.J., and Fessenden, J.S. (1982).
Kimia Organik jilid 2. Jakarta : Erlangga
Gervasio GC. (1996). Detergency. Di dalam:
Baileys Industrial Oil and Fat Products.
New York: J Wiley.
Othmer, D.P. (1981). Encyclopedia of Chemical
Technology. Fourth Edition, Volume 15.
New York (diakses 9 Januari 2012)
Hayyan,
Ibnu.
(2008).
Pengertian
Surfaktan/Emulsi.
Diakses
dari
http://ibnuhayyan.wordpress.com
(20
Januari 2012).
Hulupi, Mentik dkk. (1996). Petunjuk praktikum
Kimia Fisika untuk Mahasiswa Teknik
Kimia: Pusat pengembangan pendidikan
politeknik.Bandung
Husin, A. A. (2007). Pemanfaatan Limbah Untuk
Bahan
Bangunan.
http://www.
kimpraswil.
go.id/balitbang/
puskim/Homepage% 20Modul%202003/
modulc1/
MAKALAH%20C1_3.pdf
(diakses pada tanggal 10 januari 2012)

Milton J.(2004). Surfactants and


Interfacial phenomena. Third edition,
John
Willey
and
Sons,
Inc.,Publication:New York

Rusdianasari. (2009). Petunjuk Praktikum Kimia


Analitik Instrumen. Politeknik Negeri
Sriwijaya : Palembang.
Sjostrom,E.(1995). Kimia Kayu Dasar Dasar
dan Penggunaan. UGM Press.Yogyakarta
Slamet.(2004).Tebu (saccharum Officanarum)
http://warintek.progresio.or.id/tebu/perke
bunan/warintek/merintisbisnis/progreso.ht
m (diakses pada tanggal 20 januari 2012)
SNI.(1990). Analisis kandungan lignosulfonat
dengan spektrofotometer Uv-Vis SNI-M45-1990-03. Balai riset dan standarisasi
industri : Palembang
Tim Penulis .(2000). Pembudidayaan Tebu di
Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar
Swadaya : Jakarta
Widodo HS. (2004). Permintaan surfaktan
Indonesia Sebesar 11,82 Juta Ton Per
Tahun dan pertumbuhan permintaan
surfaktan rata-rata 3 persen per tahun.
Media Indonesia.
Wuryaningsih.2006.
Kebutuhan
akan
penggunaan surfaktan di Indonesia. Puslit
Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Jakarta

Page 58

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

Anda mungkin juga menyukai