Anda di halaman 1dari 5

Tinjauan Pustaka

Sindrom Insensitivitas Androgen


Tita Husnitawati Madjid

Subdivisi Endokrinologi Reproduktif-Fertilitas


Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran - RS Hasan Sadikin Bandung, Indonesia
PENDAHULUAN
Sindrom insensitivitas androgen (androgen insensitivity syndrome, AIS) adalah
sekumpulan gangguan perkembangan
seksual akibat mutasi gen penyandi reseptor androgen.1 Pada AIS, seseorang yang
secara genetik laki-laki (karena mempunyai
satu kromosom X dan satu kromosom Y)
mengalami resistensi terhadap hormon
laki-laki sehingga hasil akhirnya secara fisik
berpenampilan wanita.
Sebagian besar AIS berpenampilan undervirilization dengan beragam derajat dan/
atau keadaan infertilitas. Seseorang dengan
complete androgen insensitivity syndrome
(CAIS) berpenampilan laki-laki, kecuali
kariotipe 46XY yang disertai testis andesensus, yaitu keadaan yang disebut testicular feminization. Sejak tahun 1990, terungkap pemahaman mekanisme molekuler AIS
sekaligus pengelolaannya.
Sangatlah penting memberikan perlindungan hukum untuk golongan ini dan interseksual lainnya, juga meningkatkan kesadaran
publik dengan cara memacu pemahaman/
pengertian dan penerimaan dari keragaman
alamiah identitas gender ini. Informasi yang
berharga, akurat, dan ilmiah untuk pasien
sangat diperlukan, demikian pula para dokter tidak lagi serta merta merekomendasikan terapi konvensial melalui pembedahan.
Keputusan memilih intervensi bedah kini
dipandang sebagai hak/kebebasan pasien,
bukan sesuatu yang diharuskan untuk me
ngoreksi keadaan-keadaan yang ambigu,
seperti AIS.
INSIDENS DAN GENETIK
Insidens CAIS adalah 1:20.000. Insidens
derajat yang lebih rendah dari resistensi
androgen tidak diketahui; menurut beberapa peneliti, bisa lebih banyak atau
bahkan lebih sedikit dari insidens CAIS.
Bukti-bukti memperlihatkan bahwa ba-

CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012

nyak kasus infertilitas pada pria yang


tidak dapat diterangkan sebabnya
ternyata merupakan derajat ringan resistensi androgen. AIS pada dasarnya
merupakan kerancuan antara genotip
dan fenotip gender. Secara konvensional,
seseorang dikatakan ber-genotip perempuan bila memiliki kromosom 46XX dan
bergenotip laki-laki bila memiilki kromosom 46XY. Berkaitan dengan kaidah ini,
individu pengidap AIS memiliki fenotip
perempuan dengan kromosom 46XY
(genotip laki-laki). 2
FISIOLOGI
Fungsi Normal Androgen dan Reseptor
Androgen
Untuk dapat memahami sindrom insensitivitas androgen, sebaiknya dimulai dengan menyegarkan kembali ingatan kita
mengenai efek normal testosteron pada
perkembangan pria maupun wanita.3
Androgen mamalia adalah testosteron
beserta metabolitnya yang lebih poten,
dihidrotestosteron (DHT). Reseptor
androgen adalah molekul protein besar
yang terdiri dari 910 asam amino. Setiap
molekul terdiri dari bagian yang terikat androgen, yaitu bagian jari zing yang terikat
pada DNA dalam area sensitif kromatin
dan area yang mengontrol transkripsi. Testosteron pada sirkulasi berdifusi ke dalam
sitoplasma sel sasaran, kemudian dimetabolisme menjadi estradiol, sebagian di
rubah menjadi DHT, dan sisanya tetap sebagai testosteron. Testosteron dan DHT
dapat mengikat reseptor androgen (androgen receptor, AR); DHT lebih poten
dan berefek lebih lama. Kombinasi ARDHT mengalami dimerisasi dengan cara
berikatan dengan AR-DHT kedua, lalu
keduanya mengalami fosforilasi dan seluruh senyawa kompleks tersebut masuk ke
dalam inti sel untuk berikatan dengan elemen androgen pada regio promoter gen
target yang sensitif terhadap androgen.
Transkripsi diamplifikasi atau dihambat
oleh koaktivator atau korepresor.2

Walaupun testosteron dapat diproduksi


langsung ataupun tidak langsung dari
ovarium dan adrenal pada kehidupan selanjutnya, sumber utama testosteron pada
kehidupan awal fetus adalah testis, yang
berperan besar dalam diferensiasi seksual.
Sebelum kelahiran, testosteron merangsang karakteristik primer seks laki-laki. Saat
pubertas, testosteron berpengaruh terhadap ciri kelamin sekunder laki-laki.2
Efek Prenatal Testosteron pada Fetus
46XY
Pada fetus normal dengan kariotipe 46XY,
keberadaan gen SRY merangsang testis untuk membentuk genital ridges pada
abdomen fetus beberapa minggu setelah
konsepsi. Pada 6 minggu masa gestasi,
anatomi fetus XY atau XX tidak dapat
dibedakan, hanya berupa jaringan yang belum berkembang yang akan menjadi phallus, dan terdapat saluran urogenital yang
terbuka dengan lipatan kulit bakal labia
atau skrotum. Pada kehamilan 7 minggu,
testis mulai memproduksi testosteron. Secara langsung, seperti juga DHT, testosteron beraksi pada kulit dan jaringan area
genital. Ketika memasuki usia kehamilan 12
minggu, terbentuklah penis dengan lubang
uretra di ujungnya, sedangkan perineum
menyatu dan menipis membentuk skrotum
yang siap untuk menerima testis. Buktibukti menunjukkan bahwa remodeling ini
terjadi selama kehidupan fetus, dan jika
tidak lengkap pada usia 13 minggu karena
tidak ada sejumlah testosteron, tidak akan
terjadi penutupan vagina dan perpindahan
lubang uretra. Selanjutnya, testosteron dan
DHT mempengaruhi perkembangan penis
dan derivat saluran Wolffii interna (prostat, epididimis, vesikula seminalis, dan vas
deferens).3
Efek Testosteron Postnatal pada Fetus
46 XY
Saat kelahiran, kadar testosteron rendah,
tetapi kemudian meningkat dalam beberapa minggu. Setelah 2 bulan, tercapai

39

Tinjauan Pustaka
kadar normal pada keadaan pubertas
sebelum pada akhirnya turun ke kadar
yang rendah, dan hampir tidak terdeteksi
pada masa kanak-kanak. Fungsi biologis
kenaikan ini tidak diketahui. Penelitian
pada binatang menunjukkan bahwa hal
tersebut berkontribusi terhadap diferensiasi otak.3
Efek Testosteron Pubertal pada Anak 46
XY
Saat pubertas, banyak perubahan fisik
dini pada kedua jenis seks yang bersifat
androgenik (bau badan dewasa, kulit dan
rambut lebih berminyak, jerawat, rambut
aksila, kumis, dan jambang). Pada masa
ini, perkembangan ciri kelamin sekunder
pada laki-laki seluruhnya karena pengaruh
androgen (pertumbuhan penis, maturasi
jaringan spermatogenik dan fertilitas, janggut, suara berat, rahang dan otot maskulin,
rambut pada tubuh, tulang yang padat).
Pada laki-laki, perubahan utama semasa
pubertas yang dikaitkan dengan estradiol
adalah akselerasi penutupan epifisis (berakhirnya pertumbuhan tinggi badan), dan
(bisa terjadi) ginekomastia.3
ETIOPATOGENESIS
Insensitivitas androgen terjadi akibat mutasi pada gen untuk reseptor androgen
(AR) yang berlokasi pada kromosom Xq
11-12. Hal ini merupakan X-linked recessive
trait yang penyakitnya tidak bergejala, atau
minimal.2

Kromosom X yang diwariskan secara resesif


Wanita dengan mutasi tunggal gen AR dapat merupakan karier AIS. Anak dengan
kromosom 46 XY (secara genetik laki-laki)
akan mempunyai 50% kemungkinan AIS.
Pada kondisi X-linked recessive lainnya, ibu
karier dapat memperlihatkan ciri minor kelainan ini. Karier AIS sering kali mempunyai
sedikit rambut aksila dan pubis serta hanya
berjerawat sedikit semasa remaja.2
Kebanyakan individu yang terlahir dengan
AIS mewarisi kromosom X tunggal dengan
defek gen yang diturunkan dari ibunya dan
bisa mempunyai saudara kandung dengan
kelainan yang sama (tes karier sekarang
tersedia untuk mencari risiko relatif dalam anggota keluarga ketika diagnosis AIS
ditegakkan). Lebih dari 100 mutasi AR dilaporkan menimbulkan beragam fenotip.
Fenotip AIS yang tergolong minimal atau
ringan (sindrom infertilitas pada pria dan
undervirilized fertile male syndrome) terjadi
akibat salah mutasi dengan kodon tunggal
atau asam amino yang berbeda, sedangkan
bentuk komplet dan hampir komplet dihasilkan dari mutasi yang mempunyai efek besar
pada bentuk dan struktur protein. Sekitar 1/3
kasus AIS adalah mutasi baru. Dalam sebuah
kasus CAIS, dilaporkan terdapat abnormalitas koaktivator AF-1 (activating factor-1).2,3
Defek Reseptor Androgen
Penyebab terbanyak AIS adalah mutasi gen
penyandi reseptor androgen, yang mengAndrogen
Receptor

Xq 11-12 Area
XY Person
X Chromosome

Gene
Encoding
Androgen
Receptor

Androgen
Insensitive to
Androgen

Androgen
Receptor
Normal Androgen
Receptor Behavior

Skema mutasi AIS yang mempengaruhi sifat normal reseptor androgen.

40

hasilkan protein reseptor yang tidak mampu


berikatan dengan hormon atau dengan
DNA.4 AIS terjadi akibat berbagai defek genetik pada kromosom X yang membuat tubuh
tidak mampu merespons untuk menampilkan
fenotip pria. AIS terbagi atas 2 kategori:
A. AIS komplet
Bentuk komplet ini terjadi pada satu dari
setiap 20.000 kelahiran hidup.
Ciri-ciri kelainan ini:
- perkembangan penis dan bagian tubuh
pria lainnya terganggu,
- anak lahir sebagai perempuan,
- saat pubertas, tanda-tanda seks sekunder
(seperti payudara) berkembang, tetapi
menstruasi tidak terjadi dan infertil.
- berpenampilan wanita, tetapi tidak memiliki uterus, mempunyai sedikit bulu ketiak
dan rambut pubis.
B. AIS inkomplet
Pengidap AIS inkomplit dapat berpenampilan sebagai laki-laki atau perempuan. Banyak terjadi penutupan sebagian
bibir vagina luar, pembesaran klitoris, dan
vagina dangkal. Kelainan sangat bervariasi,
dapat berupa sindrom Reifensten (disebut
juga sindrom Gilbert-Dreyfus atau sindrom
Lubs), yaitu terjadinya perkembangan
payudara pada pria, kegagalan turunnya
testis ke dalam skrotum setelah kelahiran,
dan hipospadia). AIS inkomplit ini juga
mencakup sekumpulan gejala infertilitas
pada pria.9-11
TANDA DAN GEJALA
Pasien yang datang dengan tanda dan gejala berikut harus dicurigai mengidap AIS:
anak gadis dengan keterlambatan menarke atau amenorea primer,
perempuan yang mencari penjelasan
tentang kesulitan hubungan suami istri,
perempuan yang berobat karena infertilitas,
perempuan dengan perkembangan
payudara yang normal, tetapi tidak ada
serviks atau uterus,
tidak ditemukan testis, uterus, atau ovarium pada seorang pasien,
hernia inguinalis (kurang lebih 1% pasien
yang menjalani operasi hernia inguinalis
ternyata mengidap AIS),
ditemukan massa di inguinal atau di labia,
testis berada di dalam abdomen atau
tempat lain,

CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012

Tinjauan Pustaka
ditemukan kromosom XY pada perempuan yang diperiksa kariotipe-nya untuk
tujuan lain.9-12
Beragam Kelainan akibat Insensitivitas
Androgen
Walaupun banyak mutasi ditemukan, spektrum manifestasi klinis dibagi menjadi 6 fenotip, yang dihubungkan dengan meningkatnya
respons jaringan karena pengaruh androgen.
Sindrom insensitivitas androgen komplet
(complete androgen insensitivity syndrome, CAIS): penampilan wanita komplet, kecuali tidak ada uterus, tuba falopii,
atau ovarium, testis pada abdomen, rambut jarang hingga androgenik.5
Laki-laki dengan mikropenis, hipogonadisme, dan ginekomastia.5
Sindrom Reifeinstein: genitalia ambigu, testis kecil yang terletak di rongga abdomen
atau skrotum, rambut jarang sampai androgenik, ginekomastia semasa pubertas.6
Sindrom infertilitas pada pria: genitalia
interna dan eksterna normal, tubuh pria
normal atau female androgyny, virilisasi
dan rambut androgenik, berkurangnya
produksi sperma dengan fertilitas normal atau infertil.6
Undervirilized fertile male syndrome:
genitalia interna dan eksterna normal
dengan mikropenis, testis di dalam
skrotum, rambut androgenik normal,
jumlah sperma dan fertilitas normal atau
berkurang.6

X-linked spinal and bulbar muscular atrophy: tubuh dan fertilitas normal atau
hampir normal, ginekomastia semasa
remaja yang memberat, degenerasi otot
yang terjadi ketika dewasa.7
Osteoporosis
Wanita CAIS mempunyai risiko osteoporosis lebih tinggi dibandingkan wanita normal
tetapi tampaknya tidak mempunyai kecenderungan terjadinya fraktur tulang. Densitas
tulang yang rendah tidak selalu dihubungkan dengan penggunaan regimen HRT
yang tidak adekuat atau kapan dilakukan
gonadektomi. Diduga kurangnya aktifitas
androgen memberikan kontribusi terhadap
wanita AIS partial (PAIS) untuk bertahan,
tetapi hal ini perlu diteliti lebih lanjut.
PEMERIKSAAN DAN TES DIAGNOSTIK
Kebanyakan kasus CAIS didiagnosis
melalui:

CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012

1. Pada amniosentesis, ditemukan kariotipe laki-laki, tetapi tidak cocok dengan


gambaran USG yang memperlihatkan
genitalia wanita,
2. Benjolan pada kanalis inguinalis ditemukan sebagai testis,
3. Pada pembedahan abdomen untuk
memperbaiki hernia inguinalis, apendisitis, atau alasan lain, ditemukan testis
pada rongga abdomen, tetapi tidak ada
uterus dan ovarium,
4. Pada pemeriksaan kariotipe untuk tujuan lain, ditemukan kariotipe XY,
5. Perempuan, atau keluarganya, yang
memeriksakan diri karena menarke terlambat atau amenorea primer,
6. Perempuan yang mencari penjelasan
mengenai kesulitan hubungan suami
istri,
7. Perempuan yang mencari penjelasan
tentang infertilitas,
8. Diagnosis AIS dapat dikonfirmasi dengan mengidentifikasi fungsi gen penyandi reseptor androgen.7,11
CAIS jarang ditemukan selama kanakkanak, kecuali ditemukannya massa pada
abdomen atau selangkangan yang ternyata
pada eksplorasi pembedahan merupakan
testis. Kebanyakan manusia dengan kondisi
ini tidak didiagnosis hingga terjadinya kegagalan menstruasi atau kesulitan menjadi
hamil. AIS inkomplet lebih sering ditemukan pada masa kanak-kanak karena individu
tersebut mungkin mempunyai ciri-ciri fisik
laki-laki sekaligus perempuan.
Tes untuk mendiagnosis kondisi ini antara
lain adalah pengukuran kadar testosteron,
LH, dan FSH di dalam darah, karyotyping,
serta USG pelvis. Tes darah lainnya dilakukan untuk membedakan antara AIS dan
defisiensi androgen.9,11,12
Isu Diagnostik
Evaluasi ambiguitas neonatal dipaparkan
secara lengkap pada artikel-artikel intersex,
kebanyakan melalui pemeriksaan USG untuk menentukan ada atau tidaknya uterus/
gonad, kariotipe, dan pengukuran kadar
testosteron, DHT, AMH, dan satu atau
lebih steroid adrenal. Pemeriksaan reseptor androgen sekarang sudah tersedia.
AIS merupakan salah satu jenis male undervirilization yang tersering. Walaupun
tidak ada uterus dan kariotipe 46XY telah

dibuktikan, sejumlah kondisi lainnya yang


secara anatomi mirip, seperti hipoplasia sel
Leydig, beberapa defek sintesis testosteron (meski tidak sering), dan defisiensi 5
-reduktase, harus disingkirkan. Salah satu
parameter terpenting untuk mengevaluasi
individu yang diduga AIS adalah respons
jaringan yang potensial terhadap testosteron sejak pertumbuhan penis dan ciri
kelamin sekunder laki-laki lainnya yang dipengaruhi oleh hormon itu. Injeksi testosteron pada bayi, pengukuran pertumbuhan penis, dan pengamatan kejadian ereksi
setelah 2 minggu menunjukkan kapasitas
pertumbuhan dan virilisasi selanjutnya saat
pubertas.
TERAPI
Aspek pengelolaan
Tujuan utama pengelolaan adalah menentukan jenis kelamin, apakah seorang bayi
akan menjadi perempuan atau laki-laki.
Penilaian tergantung sebagian dari dugaan
perkembangan pubertas, respons potensial dari phallus terhadap testosteron, dan
hasil pembedahan rekonstruksi. Sindrom
Reifeinstein (salah satu bentuk AIS) merupakan salah satu tantangan terbesar karena sering kali menimbulkan dilema saat
akan mengambil keputusan, baik orang
tua maupun dokter. Beberapa pilihan yang
ada memiliki kelebihan dan kekurangan
tersendiri.
Penetapan menjadi laki-laki selalu diikuti
oleh satu atau lebih operasi pada bayi
oleh urolog anak untuk memperbaiki
hipospadia, tertutupnya kantong skrotum di garis tengah, dan (jika mungkin)
meletakkan testis pada skrotum. Status
gonad dan respons testosteron akan
dinilai kembali pada usia 12 tahun. Jaringan payudara dapat diangkat saat
remaja jika memang berlebihan. Gonad
sebaiknya diangkat jika menempatkan
testis ke dalam skrotum tidak memungkinkan. Pemberian testosteron dengan
dosis tinggi kadang-kadang mengakibatkan virilisasi lebih lanjut. Hal ini sering menjadi pilihan orang tua. Penelitian pada orang dewasa yang menjalani
pengelolaan ini melaporkan bahwa mereka merasa nyaman dengan penilaian
gender saat kelahiran dan fungsi seksual
genitalianya tersebut, tetapi mereka
tidak puas dengan ukurannya.

41

Tinjauan Pustaka
Penetapan menjadi perempuan biasanya
diikuti oleh gonadektomi pada masa
kanak-kanak untuk mencegah maskulinisasi lanjut, terutama pada masa pubertas. Sering kali dilakukan perluasan
vagina dan pengurangan ukuran klitoris.
Estrogen diberikan saat pubertas; hal ini
mempunyai keuntungan, yaitu jaringan
akan lebih sensitif pada masa yang akan
datang terhadap testosteron yang tidak
relevan untuk remaja perempuan. Prosedur pembedahan yang dilakukan lebih
sedikit dibandingkan prosedur penentuan pada laki-laki dan secara kosmetik
hasilnya lebih baik, tetapi perempuan
yang mengalami pembedahan dini ini
banyak yang mengalami gangguan sensasi dan fungsi seksual.

dapat juga dilakukan dengan berbagai


teknik.
Keputusan gonadektomi
Waktu yang tepat untuk mengangkat testis
masih dalam perdebatan. Keuntungan untuk mempertahankan testis (yang biasanya
terdapat di intraabdomen) sampai pubertas membuat perubahan pubertas yang
terjadi akan berlangsung secara alami tanpa terapi sulih hormon hormone replacement therapy). Hal ini bisa terjadi karena
testosteron yang diproduksi oleh testis
akan dikonversi menjadi estrogen (melalui
proses aromatisasi).

Selama lebih dari 50 tahun, penentuan gender dengan bedah rekonstruktif pada bayi banyak dilakukan
sebagai pilihan orang tua dan dokter.
Hal ini ternyata banyak menimbulkan
masalah. 8,11

Beberapa peneliti berpendapat bahwa


testis yang dibiarkan di dalam abdomen
selama hidupnya dapat mengakibatkan
perkembangan menjadi tumor jinak ataupun ganas. Risiko keganasan dalam kasus
CAIS lebih tinggi pada laki-laki yang testisnya berada di dalam abdomen, tetapi
jarang terjadi pada remaja. Menurut penelitian, wanita dengan CAIS dan PAIS
(partial androgen insensitivity syndrome)
yang testisnya dipertahankan sampai pubertas memiliki insidens 25% berkembang
menjadi tumor jinak dan 4-9% menjadi
ganas. Terdapat isu tentang apakah testis
pada penderita AIS dapat digunakan untuk menghasilkan keturunan dengan donor telur melalui IVF. Kenyataannya, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa
undescensus testis sering kali tidak dapat
memproduksi spermatozoa yang viabel
karena sel Sertoli yang memproduksi sel
spermatozoa tidak dapat bertahan pada
temperatur yang tinggi, seperti di dalam abdomen. Terlepas dari hal tersebut,
beberapa wanita pengidap CAIS mengeluhkan kehilangan libido setelah gonadektomi. Keuntungan lain dari upaya
mempertahankan testis pada CAIS adalah estradiol akan dihasilkan dari testosteron. Meskipun estrogen diberikan setelah gonadektomi, tetapi wanita dengan
CAIS merasa sulit untuk menerima terapi
sulih hormon dan merasa menyesal bila
harus kehilangan sumber estrogen yang
alami.

Perluasan dan pemanjangan vagina


Pada wanita dengan vagina yang dangkal, dapat dilakukan dilatasi non-operatif. Konstruksi vagina secara operatif

Terapi sulih estrogen


Begitu testis diangkat, estrogen diperlukan
untuk mendukung perkembangan pubertas, pertumbuhan tulang, dan menyempur-

Pilihan ketiga yang dianjurkan pada


10 tahun terakhir ini adalah penentuan laki-laki atau perempuan dengan
menunda semua jenis pembedahan
sampai anak tersebut dapat diajak untuk berkomunikasi tentang identitas
seksnya. Pendekatan ini bertujuan
membuat anak lebih mudah untuk
menolak atau menerima penentuan
gender; sebelumnya, penentuan gender ditentukan semasa bayi oleh orang
tua dan dokter. Selain itu, anak juga dapat memilih atau menolak pembedahan
rekonstruksi yang ditawarkan. Begitu
anak dapat berkomunikasi dengan jelas
tentang identitas seksnya, kita harus
menghormati hak anak tersebut. Semua langkah sebaiknya memperhatikan
perasaan dan keinginan anak. Hal ini semestinya menjadi bahan pertimbangan
utama karena diyakini dapat mencegah
trauma selama dan setelah pubertas
terkait keganjilan identitas gendernya
dan lebih siap menghadapi tindakan
pembedahan.

42

nakan pertumbuhan tubuh.


Aspek etik terapi medis AIS
Aspek etik untuk menyingkap keadaan
sebenarnya meliputi 1) adanya informasi
dari pasien tentang variasi perkembangan organ reproduksi berdasarkan asumsi
bahwa dokter dianggap lebih mampu untuk menentukan apa yang terbaik untuk
pasien, 2) prinsip menyetujui informed
consent untuk menyingkap beberapa
hal, antara lain diagnosis pasien, dan
partisipasi untuk membuat keputusan
yang dipandu oleh konsep persetujuan
yang sepadan dengan kapasitas perkembangan, serta 3) meluasnya tanggung
jawag dokter, karena selain membantu
kerahasiaan penderita juga harus memberi informasi kepada anggota keluarganya bahwa kondisi ini berisiko pada
keturunannya.
KONSELING
Konseling, rujukan, dan jaringan pendukung
Dalam konseling, sebaiknya juga dijelaskan
tentang rekomendasi CAIS yang dipublikasikan. Banyak wanita dengan CAIS juga
mendapatkan pengalaman yang bernilai
setelah mereka saling berhubungan lewat
internet. Internet menyediakan metode
informasi sederhana melalui organisasiorganisasi pendukung, seperti AIS Support
Group (AISSG)), (Bodies Like Ours, Intersex Community Support Forum, AIS support
sub-forum.8
Konseling genetik
Ketika wanita terdiagnosis CAIS atau PAIS,
konsultasi dengan konselor genetik dibutuhkan untuk menjelaskan mengenai turunan resesif terkait X.
Ibu dari wanita dengan AIS mungkin mengandung gen pembawa (karier) pada
salah satu kromosom X-nya.
Pada ibu karier, kelainan akan diturunkan
pada sekitar 50% keturunan, baik itu XX
atau XY. Turunan XX tampaknya akan
tidak terpengaruh, sedangkan turunan
XY dapat memiliki kondisi yang sama
(menjadi infertil).
Dalam keluarga besar, dapat ditemukan
anggota keluarga lain yang merupakan
penderita atau karier AIS.
Deteksi karier oleh tes genetik sekarang
ini memungkinkan.

CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012

Tinjauan Pustaka
PROGNOSIS
Untuk CAIS, pengangkatan jaringan testis sebaiknya dilakukan. Prognosis untuk
IAIS tergantung dari keadaan dan berat
tidaknya ambiguitas genitalia.10

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah kanker
testis, infertilitas, dan gangguan psikologis.10
KESIMPULAN
Penderita AIS dan CAIS perlu mendapat perhatian dari orang tua dan dokter

s eawal mungkin demi kelangsungan kehidupan seksual dan psikososialnya. Diagnosis sedini mungkin dapat diupayakan dengan menggali riwayat keluarga
dan penapisan (screening) medis. Penyuluhan kepada masyarakat, termasuk
tokoh masyrakat, harus diintensifkan.

Daftar Pustaka
McPhaul MJ. Androgen receptor mutations and androgen insensitivity. Molecular and Cellular Endocrinology 2002; 198(1-2):617.
Lee HJ, Chang C. Recent advances in androgen receptor action. Cellular and Molecular Life Sciences 2003; 60(8):161322.
Nitsche EM, Hiort O. The molecular basis of androgen insensitivity. Hormone Research 2000; 54(5-6):32733.
Androgen insensitivity syndrome. Online mendelian inheritance in man. Johns Hopkins University. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/dispomim.
cgi?id=300068 (retrieved July 15, 2009)
5. Partial androgen insensitivity. Online mendelian inheritance in man. Johns Hopkins University. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/dispomim.
cgi?id=312300 (retrieved July 15, 2009)
6. Wisniewski AB, Migeon CJ, Meyer-Bahlburg HF, et al. Complete androgen insensitivity syndrome: long-term medical, surgical, and psychosexual outcome. The
Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism 2000; 85(8):26649.
7. Androgen insensitivity syndrome ethical and legal implications of genetic testing. Available from: http://www.gghjournal.com/volume23/3/ab03.cfm
8. Official Positions. Available from: http://www.intersexualite.org/English-Offical-Position.html
9. Wysolmerski JJ, Insogna KL. The parathyroid glands, hypercalcemia, and hypocalcemia. In: Kronenberg HM, Schlomo M, Polansky KS, Larsen PR (Eds). Williams
Textbook of Endocrinology. 11th ed. St. Louis, Mo: WB Saunders, 2008; chap. 266.
10. Bringhurst FR, Demay MB, Kronenberg HM. Disorders of Mineral Metabolism. In: Kronenberg HM, Schlomo M, Polansky KS, Larsen PR (Eds). Williams Textbook
of Endocrinology. 11th ed. St. Louis, Mo: WB Saunders, 2008; chap. 27.
11. Speroff L, Fritz MA. Normal and abnormal growth and pubertal development. In: Clinical gynecologic endocrinology and infertility. 8th ed. Washington: Lippincott
William and Wilkins, 2011; pp.391-434.
12. Speroff L, Fritz MA. Amenorrhea. In: Clinical gynecologic endocrinology and infertility. 8th ed. Washington: Lippincott William and Wilkins, 2011; pp.435-93.
1.
2.
3.
4.

CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012

43

Anda mungkin juga menyukai