Anda di halaman 1dari 16

Empowered Deliberative Democracy dalam

Anggaran Partisipatif di Porto Alegre, Brazil

Diajukan sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Pembangunan Politik dan Studi Demokratisasi

Oleh:
Nungky Kusumawardhani
Npm. 1306384454

Program Studi Ilmu Politik


Fakultas Ilmu Ssosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
Depok, 2016
1

Pendahuluan
Dalam konteks mencapai tujuan desentralisasi bukan perkara sederhana bagi sebagian
besar pemerintahan kota di negara-negara di Asia dan Amerika Latin. Hal tersebut diperkuat oleh
fakta empiris yang menunjukkan bahwa banyak kota yang mampu mengatasi tekanan dari proses
yang kompleks tersebut serta mampu menorehkan prestasi yang mengagumkan dalam perbaikan
pelayanan publik.1 Menurut Avritzer dalam Darmawan T2, Porto Alegre merupakan salah satu
dari kota-kota tersebut. Porto Alegre berhasil membangun sebuah sistem kelembagaan alternatif
yang memugkinkan warga untuk terlibat dalam menentukan prioritas dan alokasi anggaran
pelayanan publik pemerintah kota.
Sebelum membahas Anggaran Partisipastif (AP) di Porto Alegre, penting untuk mengetahui
bahwa konteks negara Brazil dengan masyarakat yang kental dengan praktek tradisi politik
otoriter yang cukup panjang. Dominasi sebuah oligarki, patrimonialis dan model dominasi
birokrasi telah menghasilkan pembentukan negara, sistem politik dan budaya yang ditandai
dengan adanya marginalisasi politik dan sosial dari kelas masyarakat, atau integrasi mereka
dengan cara populisme dan klientelisme berupa elitisme dari permainan demokratis dan ideologi
liberal yang menghasilkan perbedaan besar antara legal country dan real country dengan
hambatan besar terkait pembangunan publik, pelaksanaan hak, dan partisipasi otonom.
Brazil juga merupakan masyarakat yang ditandai dengan kesenjangan sosial yang begitu
parah. Pada tahun 1964, sebuah kudeta militer terhadap pemerintah sayap kiri yang terpilih
secara demokratis menyebabkan kediktatoran militer yang berlangsung sampai awal 1980-an.

1 Navarro. Decentralization, Participation and Social Control for Public Resources:


Participatory Budgeting in Porto Alegre (Brazil). Paper for Workshop Citizen Participation
in the Context of Fiscal Decentralization: Best Practices in Municipal Administration (Tokyo
dan Kobe, 2002) dalam Darmawan T Melembagakan Partisipasi dalam Desentralisasi:
Pengalaman Anggaran Partisipatif di Porto Alegre dan Kota-Kota di Brazil, Paper dalam
Menetas Arah Kebijakan Sosial Baru di Indonesia (LP3ES &Prakarsa, 2009)

2 Darmawan T Melembagakan Partisipasi dalam Desentralisasi: Pengalaman Anggaran


Partisipatif di Porto Alegre dan Kota-Kota di Brazil, Paper dalam Menetas Arah Kebijakan
Sosial Baru di Indonesia (LP3ES &Prakarsa, 2009)

Dengan transisi demokrasi, perdebatan politik menjadi berpusat pada bagaimana demokratisasi
dalam kehidupan politik Brazil dan pembangunan publik yang sebenarnya. Penekanan pada hakhak warga negara, desentralisasi politik, dan penguatan kekuasaan lokal mengarahkan Brazil
pada Konstitusi 19883. Konteks politik baru ini menciptakan kondisi untuk kekuatan politik
sayap kiri untuk membuat percobaan inovatif dalam partisipasi rakyat dalam pemerintah kota.
Peluang politik ini difasilitasi oleh fakta bahwa kekuatan politik yang bersangkutan terkait erat
dengan gerakan rakyat yang pada 1960-an dan 1970-an yang telah berjuang untuk pembentukan
dan pengakuan dari subjek kolektif.
Yang paling menarik dari AP adalah kontribusinya bagi pendalaman demokrasi. AP hadir
di tengah-tengah kegelisahan yang ada atas kekurangan yang dimiliki oleh demokrasi perwakilan
representative democracy, dan permasalahan para administratur negara (birokrat). Dalam hal
tersebut, demokrasi diartikan sempit hanya dipahami sebagai bentuk penyelenggaraan negara
dalam melakukan pemilihan umum secara kompetitif untuk memilih eksekutif maupun legislatif.
Namun mekanisme pelaksanaannya masih terlihat tidak efektif sehingga sulit untuk mencapai
cita-cita demokrasi.
Kasus AP tergolong dalam empowered participatory governance yang dikemukakan
oleh Fung dan Wright (2001) dalam konsep deepening democracy. Dimana AP menawarkan
sebuah alternatif untuk melibatkan popular participation sebagai core value dari demokrasi.
Caranya adalah dengan melibatkan elemen deliberatif dengan tujuan seperti; untuk memfasilitasi
keterlibatan warga negara dalam politik aktif, melaksanakan konsensus politik melalui dialog,
merancang dan melaksanakan kebijakan publik terkait produktifitas ekonomi dan kesehatan
masyarakat, serta memastikan bahwa semua warga negara mendapatkan keuntungan dari
kekayaan bangsa.

Kerangka Teori

3 Santos,Two Democracies, Two Legalities: Participatory Budgeting in Porto Alegre,


Brazil (2005)
3

Fung dan Wright mengembangkan tiga prinsip umum EDD (Empowered Deliberative
Democracy), yang merupakan variasi dari EPG (Empowered Participatory Governance),
diantaranya4:
1). Prinsip Pertama: Berorientasi Praktis
Mengembangkan struktur pemerintahan yang diarahkan pada permasalahanpermasalahan yang konkret. Meskipun sering dikaitkan dengan gerakan sosial dan partai poltik,
EDD berbeda dari keduanya, karena berfokus pada masalah praktis seperti menyediakan
keamanan publik, pelatihan kerja, merawat ekosistem, atau membangun anggaran kota yang
masuk akal. Fokus praktis ini juga menciptakan situasi di mana aktor yang biasanya bersaing
satu sama lain untuk kekuasaan atau sumber daya mungkin menjadi mulai bekerja sama dan
membangun hubungan yang lebih menyenangkan. Fokus praktis ini, bagaimanapun, dapat
mengalihkan perhatian agen dari yang lebih penting, seperti konflik yang lebih luas (misalnya,
redistribusi pajak atau hak milik) karena berkonsentrasi pada masalah-masalah yang relatif
sempit atau terbatas.
2). Prinsip Kedua: Partisipasi Bottom-Up
Sebuah perubahan yang diharapkan adalah membangun saluran baru bagi mereka yang
paling terkena dampak langsung dari masalah yang ada--biasanya ditargetkan warga biasa dan
pejabat di lapangan (street level bureaucrats)--untuk menerapkan pengetahuan mereka,
kecerdasan, dan minat untuk merumuskan solusi. Fung & Wright menawarkan dua pembenaran
umum untuk melawan komitmen bahwa masalah-masalah teknis yang rumit lebih baik
dipecahkan oleh para ahli yang terlatih. Pertama, solusi efektif untuk beberapa jenis masalah
publik mungkin memerlukan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang dan pikiran yang
relatif terbuka daripada oleh para ahli dengan keterampilan dan keilmuan tertentu saja. Kedua,
partisipasi langsung dari operator akar rumput meningkatkan akuntabilitas dan mengurangi
4 Fung and Wright, 2003. Hlm. 16-18

panjangnya rantai lembaga yang menyertai partai politik dan aparat birokrasi pemerintah. Dalam
mengembangkan daerah seperti Porto Alegre, Brazil, dan Kerala, India, salah satu prestasi utama
adalah partisipasi dalam mengurangi kebocoran fiskal akibat patronase dan melonggarkan diri
dari cengkeraman elit politik tradisional. Namun ini bukan untuk mengatakan bahwa ahli teknis
tidak relevan dengan EDD. Para ahli memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan,
tetapi tidak menikmati kekuasaan eksklusif untuk membuat keputusan penting. Tugas mereka
adalah dengan cara yang berbeda dalam berbagai kasus, adalah untuk memfasilitasi pengambilan
keputusan musyawarah populer dan untuk meningkatkan sinergi antara profesional dan warga
daripada untuk mendahului masukan warga.
3). Prinsip Ketiga: Solusi Deliberatif
Musyawarah adalah nilai khas yang ketiga dari EDD. Dalam pengambilan keputusan
musyawarah, peserta mendengarkan posisi masing-masing dan menghasilkan pilihan setelah
mempertimbangkan informasi dan pendapat yang ada. Peserta harus memberikan argumentasi
dan mempersuasi satu sama lain dengan menawarkan alasan yang dapat diterima oleh orang
lain. Fitur penting dari musyawarah asli adalah bahwa peserta menemukan alasan bahwa mereka
dapat menerima tindakan kolektif, belum tentu mereka benar-benar mendukung tindakan atau
mendapat keuntungan yang maksimal. Salah satu bahaya proses seolah-olah deliberatif adalah
bahwa beberapa peserta akan menggunakan kekuasaan mereka untuk memanipulasi dan
meningkatkan posisi legitimasi yang dimotivasi oleh kepentingan partikularistik. Dalam proses
pengambilan keputusan, sebaliknya, argumen sungguh-sungguh merupakan jenis pusat penalaran
melalui pemecahan masalah yang sebenarnya terjadi. EDD berfokus pada persuasi dan alasan
yang diberikan dalam hampir semua akun musyawarah, fokus praktis berangkat dari banyak
perawatan yang menggambarkan wacana sebagai pengajuan alasan untuk memajukan prinsip
pregiven, proposal, nilai-nilai, atau kebijakan. Dalam EDD musyawarah hampir selalu
melibatkan perencanaan berkelanjutan bersama, pemecahan masalah, dan strategi. Peserta dalam
EDD biasanya memasuki arena diskursif untuk merumuskan bersama-sama sarana dan bahkan
sampai berakhir. Mereka berpartisipasi tidak secara eksklusif untuk menekan agenda sebelum
dibentuk atau visi, melainkan mereka berharap bahwa strategi dan solusi akan diartikulasikan
dan ditempa melalui musyawarah dan perencanaan dengan peserta lain. Meskipun mereka sering
memiliki banyak kesamaan, memang sering memiliki sejarah permusuhan, peserta dalam
5

pengaturan ini disatukan dalam ketidaktahuan mereka untuk memperbaiki situasi umum yang
membawa mereka bersama-sama. Keistimewaan musyawarah di EDD adalah sebagai nilai dan
norma yang memotivasi pihak dan menginformasikan desain institusional karena manfaat yang
khas untuk konteks politik dan kebijakan.

Konteks Anggaran Partisipatif di Porto Alegre

Porto Alegre memiliki populasi 1.320.739 (UNDP Brazil 2000, 1). Porto Alegre memiliki
banyak karakteristik dari kota-kota Brazil yang erat terkait permasalahan sosial. Porto Alegre
memiliki tingkat yang relatif tinggi ketidaksetaraan dengan standar internasional, meskipun tidak
terlalu merata oleh standar Brazil (berdasarkan tabel UNDP Brazil 2000, 1). Selanjutnya, di
masa lalu, tata kota Porto Alegre seperti karakteristik kota-kota lainya di Brazil, juga cenderung
terganggu oleh budaya korupsi dan klientelisme, serta terdominasi, oleh kota-kota dengan elit
ekonomi5. Porto Alegre adalah kota yang kaya, dan lebih berkeadilan. Porto Alegre juga
memiliki skor yang relatif tinggi pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bila dibandingkan
dengan kota-kota lain di Brazil.
Gb. 1. Statistik Sosial dan Ekonomi Porto Alegre

Index
HDI 2000
Per capita income 2000 (PPPU)
Gini Coefficient 2000

Porto Alegre
0.865
710
0.61

Source: UNDP Brazil 2000, 1.

5 Avritzer, L. (1998) Public Deliberation at the Local Level: Participatory Budgeting in Brazil,
Experiments for Deliberative Democracy Conference, Wisconsin.

Dalam kaitan dengan sejarah budaya politik ataupun politik, meskipun Porto Alegre
termasuk kota yang tidak kebal terhadap klientelisme dan korupsi namun ada yang berbeda dari
kota ini. Hal itu bahwa Porto Alegre, di sisi lain, telah memiliki sejarah aktivitas politik langsung
popular political activism dan adanya beberapa eksistensi kekuatan, seperti kiri, kiri-tengah
dan politisi populis6. Selain itu, pada tingkat lingkungan, Porto Alegre telah memiliki sejarah
yang lebih panjang dari pengorganisasian masyarakat. Sementara, di masa lalu, banyak
organisasi lingkungan di Porto Alegre yang sebelumnya dioperasikan dengan cara klientelistik,
ini mulai berubah selama tahun-tahun kediktatoran ketika generasi baru aktivis sipil agresif
bermunculan7. Di Porto Alegre, PT memenangkan kantor walikota pada tahun 1989 dan
berlangsung hingga 2004. Tidak lama PT kemudian memperkenalkan penganggaran partisipatif
tak lama setelah berkuasa.

Kontribusi PT dalam Anggaran Partisipatif di Porto Alegre

Dalam konteks Porto Alegre, Anggaran Partisipatif (AP) sesungguhnya merupakan


sebuah upaya yang berasal dari peluang untuk menciptakan percobaan inovatif untuk
melembagakan partisipasi langsung dari warga (popular participation) dalam berbagai tatanan
penyusunan dan pelaksanaan anggaran pemerintah kota, khususnya dalam penentuan prioritas
bagi alokasi pengeluaran investasi8. Upaya ini mulai dikembangkan di Porto Alegre sejak koalisi
partai Pekerja (Partido dos TrabahardoresPT) memenangkan pilkada di tingkat kota pada

6 Hagopian 1996, Traditional Politics and Regime Change in Brazil. Cambridge: Cambridge
University Press.

7 Op. Cit.

8 Ibid
7

tahun 19889. Dalam Darmawan T10, emang diakui ide untuk menginisiasi pembuata AP di Porto
Alegre sudah ada sejak sebelum partai PT berkuasa, namun baru ketika partai PT berkuasa AP
dimatangkan kemudian diterapkan.
PT merupakan partai kiri yang sejak awal pembentukannya secara relatif dapat dikatakan
lebih pluralis ketimbang partai-partai kiri yang ada sebelumnya11. Seperti yang dikemukakan
oleh Gret dan Sintomer12 dan Baiocchi dalam Darmawan T13, PT disusun oleh elemen-elemen
gerakan serikat pekerja (labor union movements), aktivis-aktivis yang memiliki basis kristen kiri
(leftist Christian) serta kelompok sayap kiri radikal seperti Trostkyist. Masing-masing basis dari
PT ini bersaing untuk tujuan mempengaruhi garis politik partai, memfasilitasi terakomodasinya
spektrum politik yang luas dalam tubuh PT, serta membuat PT menjadi lebih responsif terhadap
isu demokratisasi. Memang, sudah menjadi ciri khas yang membedakanya dengan AS, bahwa
gerakan ataupun komunitas sosial di Amerika Latin relatif tidak independen dan selalu berafiliasi
dengan partai politik dalam rangka berlomba memengaruhi kebijakan.
Reformasi partisipasi langsung dari warga dalam kaitanya turut andil dalam merumuskan
Anggaran Partisipatif dapat berjalan dengan baik didukung oleh reformasi birokrasi yang
dilakukan oleh pemerintahan PT, Olivio Dutra. Caranya adalah dengan melakukan perombakan
terhadap struktur birokrasi lama dan menciptakan lembaga-lembaga baru yang lebih sesuai
dengan kriteria dari AP. Pemerintah rmembentuk GAPLAN (Gabinete de Planejamento) atau

9 Navarro, loc. cit.

10 Darmawan T, loc. cit.

11 Baiocchi, Inequality and Innovaton: Decentralization as an Opportunity


Structure In Brazil. (2003) dalam Darmawan T, Op, Cit. Hlm. 296.

12 Gret dan Sintomer, op. cit.

13 Darmawan T, op. cit


8

Badan Perencanaan yang bertanggung jawab secara langsung terhadap walikota untuk
mengkoordinasikan aspek-aspek teknik proses penyusunan anggaran, seperti penilaian kelayakan
teknis terhadap proposal investasi serta pengintegrasian proposal-proposal tersebut dalam
anggaran teknis kota, menghubungkan proses AP dengan lembaga-lembaga sektoral di tingkat
kota14.
Reformasi ini turut diikuti dengan pendirian CROPs (Coordinador Regional do OP) dan
CTs (Centro Tematico) serta CARs (Centros Administrativos Regionalis). CROPs dan CTs
terdiri dari staf pemerintah kota yang diberi tugas untuk memberi dukungan politik dan masukan
teknis dalam proses AP di enam belas distrik dan enam forum diskusi tematik. Sedangkan
CARs diberi tugas untuk memberikan dukungan administrasi dasar dalam pelaksanaan AP dan
pelayanan dasar bagi warga kota15. Selain melakukan reformasi lembaga perencanaan dan
pembangunan, pemerintah kota juga melakukan pengendalian terhadap pengeluaran bagi
birokrasi16.

Anggaran Partisipatif Porto Alegre: Mekanisme dan Proses

Mekanisme AP berupaya meningkatkan efisiensi alokasi anggaran bagi investasi anggaran


dengan menetapkan serangkaian kriteria untuk mengidentifikasikan yang menjadi prioritas warga
kota serta mendistribusikan investasi tersebut kepada distrik yang dipandang paling

14 Goldfrank, Making Participation Work in Porto Alegre dalam G Baiocchi (ed.), Radicals
in Power: The Workers Party (T) and experiments in urban democracy in Brazil (New York:
Zed Books, 2003) dalam Darmawan T, op. cit

15 Darmawan T, op. cit. Hlm. 292

16 Op. Cit
9

membutuhkan17. Dalam AP belum tergantikan dengan demokrasi perwakilan konvensional,


dimana anggota dewan kota dan walikota terpilih, melainkan AP ada sebagai proses paralel
dengan sistem pemilihan standar yang melibatkan langsung partisipasi warga negara.
Dalam proses AP melibatkan kombinasi dari demokrasi langsung (dimana proyek atau prioritas
yang dipilih, biasanya pada tingkat lingkungan), demokrasi perwakilan (melalui lingkungan dan
daerah memilih perwakilan untuk bekerja pada finalisasi anggaran) dan konsultasi (yang
berlangsung antara perwakilan anggaran dan warga, dan perwakilan dan staf kota). Di Porto
Alegre komponen demokrasi langsung dari anggaran melibatkan pertemuan di mana peserta
melakukan vote pada prioritas pengeluaran umum, serta melakukan musyawarah dalam
membahas proyek-proyek tertentu. Komponen perwakilan dari proses yang melibatkan peserta
pemilihan Delegasi Anggaran dan Dewan Anggaran yang bekerja sama untuk mengubah aspirasi
menjadi anggaran formal. Bagian konsultasi dari proses yang melibatkan badan-badan ini (para
delegasi dan anggota Dewan Anggaran) liasing dengan staf dewan untuk menyempurnakan
anggaran (membahas kelayakan teknis dari proyek dll)18. Proses di Porto Alegre juga melibatkan
dua pengambilan keputusan dengan streams atau arus yang berjalan bersama satu sama lain,
bertemu dalam penyusunan anggaran kota paling akhir. Proses pertama didasarkan sekitar daerah
geografis (bagian kota); kedua melibatkan berbagai tema, yang dipandang sebagai basis
seluruh kota. Dalam komponen geografis anggaran partisipatif kota ini dipecah menjadi 16
wilayah administratif yang berbeda. Warga daerah ini berpartisipasi dalam memprioritaskan jenis
investasi yang mereka inginkan dalam AP serta menyarankan proyek-proyek tertentu. Dalam
proses tematik, penduduk kota bertemu untuk berkontribusi pada keputusan prioritas
pengeluaran seluruh kota di enam wilayah yang berbeda: transportasi; budaya; pembangunan
ekonomi dan perpajakan; pendidikan, olahraga dan rekreasi; pembangunan perkotaan dan

17 Great dan Sintomer, dalam Santos,Two Democracies, Two


Legalities:Participatory Budgeting in Porto Alegre, Brazil (2005). Diunduh dari:
htp://www.ces.uc.pt/bss/documentos/chapter13.pdf

18Avritzer 2002b, De Sousa Santos 1998, Menegat 2002, Prefeitura de Porto Alegre 2004,
Prefeitura de Porto Alegre 2004b dalam Terence Wood and Warwick E. Murray, Participatory
Democracy in Brazil and Local Geographies: Porto Alegre and Belo Horizonte Compared,
European Review of Latin American and Caribbean Studies 83, October: 2007

10

lingkungan, kesehatan dan bantuan sosial19. Interaksi komponen dan proses AP di Porto Alegre
ditunjukkan pada gambar 2.

Gb. 2. Mekanisme AP di Porto Alegre

19 Ibid
11

Sumber: Abers 2000; Prefeitura de Porto Alegre 2004, and Prefeitura de Porto Alegre 2004b; and authors fieldwork
dalam Terence Wood and Warwick E. Murray, 2007

Dalam proses AP, setiap distrik harus memilih empat prioritas investasi sektoral dari tiga
belas pilihan yang ada yakni air bersih, perumahan, infrastruktur jalan, pendidikan, bantuan
sosial, kesehatan, transportasi, area rekreasi, fasilitas olah raga, penerangan jalan, pengembangan
ekonomi, budaya dan peningkatan kualitas hidup. Kemudian melakukan penilaian bobot pada
masing-masing prioritas (nilai 4 untuk prioritas pertama dan nilai 1 untuk prioritas keemapat)
untuk mendapatkan prioritas investasi sektoral distrik tersebut. Kemudian GAPLAN

12

mengolahnya dalam bentuk matriks untuk menentukan alokasi anggaran investasi pemerintah
kota20. Skala prioritas dari hasil mekanisme AP ditunjukkan pada gambar 3.
Langkah selanjutnya yakni menentukan alokasi investasi sektoral bagi tiap-tiap distrik.
Alokasi ini dilakukan oleh COP (Conselho do Oramento ParticipativoDewan Anggaran
Partisipatif) berdasarkan atas perkalian antara nilai (grade) sekelompok criteria tertentu dengan
bobot/posisi (weight) tiap distrik atas tiap kriteria tersebut pembobotan terhadap kriteria-kriteria
tertentu, seperti tingkat ketersediaan/kelangkaan jasa/ pelayanan publik dari sektor-sektor
priotitas dalam matriks dengan skala penilaian (1-3). Kemudian COP memperingkat bobot setiap
distrik untuk setiap criteria dengan skala 1-4 atau 1-5. Semakin tinggi bobot kebutuhan distrik
maka bobot yang diterima semakin besar pula. Proses panjang mekanisme AP ini tidak lain dan
tidak bukan adalah untuk mengintegrasikan percobaan pemerataan keadilan.

Gb.3 Kecendrungan Skala prioritas dari hasil mekanisme AP

Tahun
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992

Prioritas Utama
Penyediaan Perumahan
Pengerasan jalan
Kebijakan perumahan
Sanitasi dasar
Pengerasan jalan
Kebijakan perumahan
Pengerasan jalan
Pengerasan jalan
Peraturan penggunaan lahan
Sanitasi dasar
Sanitasi dasar

Prioritas Kedua
Pendidikan
Perumahan
Pengerasan jalan
Pengerasan jalan
Kebijakan perumahan
Pengerasan jalan
Peraturan penggunaan lahan
Pengerasan jalan
Pengerasan jalan
Pendidikan

Prioritas Ketiga
Pengerasan jalan
Sanitasi dasar
Kesehatan
Kebijakan perumahan
Sanitasi dasar
Sanitasi dasar
Peraturan penggunaan lahan
Sanitasi dasar
Sanitasi dasar
Peraturan penggunaan lahan
Pengerasan jalan

Sumber: IADB (2004)Pemerintah Kota Alegre dalam Darmawan T, (2009)

20 Gret dan Sintomer, dalam Santos Two Democracies, Two Legalities: Participatory
Budgeting in Porto Alegre
13

Dalam proses dan mekanisme pelaksanaan AP melibatkan partisipan yang cukup besar.
Merujuk pada Novy dan Leubolt (2005), dan Navarro 2002, mencatat terjadi peningkatan
partisipan tiap tahunnya, seperti yang ditunjukkan gambar 4. Perlu digaris-bawahi bukan hanya
secara kuantitas meningkat, namun juga secara kualitas dibuktikan dengan kemampuan
membalikkan hierarki sosial dengan keterlibatan yang kuat dari kaum miskin, perembuan serta
populasi usia muda21.

Gb. 4 Perkembangan Jumlah Partisipan dalam AP

Tahun
1990
1991
1993
1995
1997
2001
2002

Jumlah
97, 6
3.694
10.735
14.267
16.016
21.805
28.907

Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa AP memenuhi ketiga prinsip umum EDD (Empowered


Deliberative Democracy). Pertama, AP telah berorientasi praktis dengan mengembangkan
struktur pemerintahan yang diarahkan pada permasalahan-permasalahan yang konkret terutama
investasi sektoral dan pelayanan publik lewat reformasi birokrasi perencanaan pembangunan
oleh pemerintahan kota dengan mendirikan lembaga-lembaga baru (GAPLAN, CROPs, CTs,
CARs) yang sesuai dengan kriteria AP. Kedua, dalam pelaksanaan AP melibatkan partisipasi
yang bersifat bottom up, yang mana dalam mekanisme dan proses AP benar-benar melibatkan

21 Novy dan Leubolt, Partcipatory Budgeting in Porto Alegre: Social Innovation an


the Dialectical Relationship of State and Civil Socety. Dalam Darmawan T, op. cit
14

partisipasi warga negara untuk turut andil dalam perumusan anggaran yang hasil akhirnya akan
disahkan oleh pemerintah kota. Dalam hal ini juga pemerintah kota melibatkan tenaga ahli untuk
memberi dukungan politik dan masukan teknis sebagaimana prinsip kedua EDD, hanya untuk
memfasilitasi pengambilan keputusan musyawarah populer dan untuk meningkatkan sinergi
antara profesional dan warga. Ketiga, dalam solusi deliberatif, AP menggunakan fitur
musyawarah untuk proses perumusan anggaran dan pengambilan keputusan yang berjalan dalam
dua arus, yakni demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan.
Signifikasi AP bagi pendalaman demokrasi memperlihatkan bahwa popular participation
yang bersifat bottom up dengan mengedepankan elemen deliberatif seperti musyawarah dimana
menghasilkan kombinasi yang sempurna sebagai pelaksanaan demokrasi yang ideal nyatanya
dapat berhasil karena adanya dukungan yang kuat dari pemerintah kota (mayor support). Praktek
pendalaman demokrasi di Porto Alegre juga tidak terlepas dari eksekutor, dalam hal ini PT yang
dengan tegas menjalankan AP sebagai komitmen menghadapai permasalahan sosial yang sedang
terjadi. Terakhir, yang paling menarik adalah kekuatan kiri di Amerika Latin dalam konteks
Brazil ternyata mampu menjalankan praktek demokrasi yang ideal dan mendorong demokratisasi
bahkan menjadi memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi pendalaman demokrasi.

Daftar Pustaka
Triwibowo, DarmawanMelembagakan Partisipasi dalam Desentralisasi: Pengalaman
Anggaran Partisipatif di Porto Alegre dan Kota-Kota di Brazil, Paper dalam Menetas Arah
Kebijakan Sosial Baru di Indonesia (LP3ES &Prakarsa, 2009)
Navarro. Decentralization, Participation and Social Control for Public Resources:
Participatory Budgeting in Porto Alegre (Brazil). Paper for Workshop Citizen
Participation in the Context of Fiscal Decentralization: Best Practices in Municipal
Administration (Tokyo dan Kobe, 2002)
Santos,Two Democracies, Two Legalities: Participatory Budgeting in Porto Alegre, Brazil
(2005). Diunduh dari: htp://www.ces.uc.pt/bss/documentos/chapter13.pdf

15

Great dan Sintomer, dalam Santos,Two Democracies, Two Legalities:Participatory Budgeting


in Porto Alegre, Brazil (2005).
Diunduh dari:http://www.ces.uc.pt/bss/documentos/chapter13.pdf
Wood, Terence and Murray, Warwick E., Participatory Democracy in Brazil and Local
Geographies: Porto Alegre and Belo Horizonte Compared, European Review of Latin
American and Caribbean Studies 83, October: 2007
Diunduh dari: http://www.cedla.uva.nl/50_publications/pdf/revista/83RevistaEuropea/83Wood&Murray-ISSN-0924-0608.pdf
Fung, Archon & Wright, Erik Olin, Deepening Democracy: Innovations in Empowered
Participatory Governance, Politics Society, Vol. 29, No. 1, March 2001, pp. 5-41, Sage
Publications, Inc.

16

Anda mungkin juga menyukai