Referensi Teh PDF
Referensi Teh PDF
Referensi Teh PDF
Oleh
DHIAN SARASWATI
A34104066
RINGKASAN
DHIAN SARASWATI. Analisis Produkivitas Teh (Camellia sinensis (L.) O.
Kuntze) di PT. Pagilaran, Batang, Jawa Tengah. (Dibimbing oleh
ISKANDAR LUBIS dan SUPIJATNO).
Produktivitas teh Indonesia saat ini masih tergolong rendah yaitu mencapai
sekitar 1 900 2 000 kg teh kering per hektar per tahun pada tahun 2007. Skala
tersebut masih tergolong rendah dibandingkan dengan produktivitas negara
penghasil teh lainnya, seperti Kenya yang mencapai 3 000 kg teh kering per
hektar per tahun. Bahkan pada tahun 2006 produktivitas nasional hanya mencapai
1 478 kg teh kering per hektar (Direktorat Jendral Perkebunan, 2007). Hal inilah
yang menyebabkan menurunnya kinerja ekspor teh Indonesia, sehingga
dibutuhkan analisis faktor yang mempengaruhi produktivitas.
Kegiatan magang ini dilakukan untuk memperluas wawasan mengenai
aspek budidaya tanaman teh khususnya produktivitas, sehingga mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas teh. Kegiatan magang ini
diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan melalui
penerapan ilmu, menjadikan wahana latihan kerja dengan membandingkan ilmu
yang didapat di kampus dengan kenyataan di lapangan.
Kegiatan magang ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu mulai tanggal 11
Februari 2008 sampai 10 Juni 2008. Kegiatan magang telah dilaksanakan di
Perkebunan Pagilaran, Batang, Jawa Tengah.
Metode yang digunakan dalam kegiatan magang adalah dengan bekerja
sebagai karyawan harian lepas (KHL) selama dua bulan, pendamping mandor dan
pendamping asisten afdeling masing-masing satu bulan. Jenis data yang
digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui
pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan staf perusahaan.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang dimiliki perusahaan, seperti
produksi pucuk, jumlah tenaga pemetik, populasi tanaman, ketinggian tempat,
curah hujan, umur tanaman, masing-masing selama sepuluh tahun terakhir
(Januari 1998 sampai dengan Desember 2007).
Oleh
Dhian Saraswati
A34104066
: A34104066
Menyetujui
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr Ir Iskandar Lubis, MS
NIP 131 471 380
Ir Supijatno, MSi
NIP 131 578 789
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pontianak, Kalimantan Barat pada tanggal 31
Agustus 1985 dari pasangan Bapak Suratno dan Ibu Subiyanti. Penulis merupakan
anak pertama dari tiga bersaudara.
Penulis masuk pendidikan Taman Kanak-kanak Pertiwi Semarang, Jawa
Tengah pada tahun 1990. Sekolah Dasar pada tahun 1992 di SDN Kabluk 03-04
Semarang, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 1998. Lulus dari SMPN 2
Semarang, Jawa Tengah pada tahun 2001. Lulus dari SMA Kesatrian 1 Semarang,
Jawa Tengah pada tahun 2004.
Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Agronomi,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur SPMB. Penulis mengikuti organisasi mahasiswa yaitu Badan
Eksekutif Mahasiswa tingkat Fakultas Pertanian (BEM A) selama dua tahun
berturut-turut yaitu 2005/2006 berada di departemen kesekretariatan dan
2006/2007 berada di departemen pendidikan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat,
Hidayat, dan Kasih Sayang-Nya yang begitu besar, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik dan lancar yang berjudul
ANALISIS PRODUKTIVITAS TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI PT.
PAGILARAN, BATANG, JAWA TENGAH. Analisis ini didasari adanya
penurunan ekspor teh Indonesia ke negara lain yang semakin menurun tiap
tahunnya. Skripsi merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Program
Studi Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi produktivitas teh di PT Pagilaran, Batang, Jawa Tengah. Akhirnya
penulis hanya dapat bermohon kepada Allah SWT, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi siapapun yang memerlukan.
Bogor, September 2008
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, berkat dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segenap ketulusan dan
kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1.
Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS, dan Ir. Supijatno, MSi sebagai pembimbing I
yang telah memberikan nasehat, perhatian, dan masukan kepada penulis
sehingga memperlancar penyelesaian skripsi ini.
2.
3.
4.
Bapak, Ibu, Duto, Ira tanpa kalian aku tidak akan sampai disini. Kalian
adalah segalanya.
5.
6.
Ibu Ketut dan Bapak Harsoyo yang telah memberikan banyak bantuan
kepada penulis.
7.
8.
Bapak Haryoso Setiyo Utomo, Bapak Ujang Mahidi dan Bapak Eko
Purwadi selaku Kepala Bagian Kebun Pagilaran, Andongsili dan
Kayulandak yang dengan sabar selalu memberikan arahan kepada penulis di
kebun.
9.
10.
11.
Pak Nurhan dan keluarga, Ibu Ratmi, Mak surip dan keluarga, Pak
Sungkowo dan keluarga, Pak Girman, Pak Siwit, Pak Santo dan seluruh
13.
14.
15.
Indra, Mudi, Diah (UNPAD 2003), Gita, Dhini, Enunk dan Rika (Q-erz)
yang pernah ada dalam empat tahunku.
16.
Sari dan Rika (H4-ers) yang selalu bersama selama tiga tahun terakhir.
17.
Nani, Nandini, Asti, Vv, Q-erz dan H4-ers (D Gandenkz) yang selalu
membuat hari-hariku tertawa.
18.
19.
Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak
memberikan dukungan kepada penulis.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang........................................................................................ 1
Tujuan..................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Teh .............................................................................
Syarat Tumbuh ......................................................................................
Budidaya Tanaman Teh .........................................................................
Pengolahan dan Produktivitas Teh .........................................................
4
5
6
8
METODOLOGI
Waktu dan Tempat.................................................................................. 10
Metode Pelaksanaan ............................................................................... 10
KEADAAN UMUM
Sejarah .................................................................................................... 12
Wilayah Administrasi, Tanah dan Iklim................................................. 13
Luas Areal dan Tata Guna Lahan ........................................................... 14
Bidang Usaha.......................................................................................... 15
PELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN
Pembibitan ............................................................................................. 17
Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) ........................... 22
Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM) ......................................... 27
Pemetikan .............................................................................................. 35
Pengolahan ............................................................................................. 38
Pemeriksaan Teh .................................................................................... 46
PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEBUN
Struktur Organisasi ................................................................................. 51
Fasilitas dan Kesejahteraan Karyawan ................................................... 53
Pengelolaan Tenaga Kerja Tingkat Staf ................................................. 54
Pengelolaan Tenaga Kerja Tingkat Non Staf ......................................... 54
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketinggian Tempat ................................................................................. 60
Curah Hujan............................................................................................ 62
Umur Tanaman ....................................................................................... 65
Bahan Tanaman ...................................................................................... 67
Jenis Klon ............................................................................................... 68
Tenaga Kerja .......................................................................................... 68
Populasi Tanaman................................................................................... 71
Produktivitas Antar Bagian Kebun ........................................................ 72
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Teks
1.
14
2.
40
3.
44
4.
44
5.
47
47
7.
53
8.
59
9.
60
60
61
12. Hubungan Curah Hujan (CH), Hari Hujan (HH) dan Produktivitas
Teh Basah per Tahun Selama 10 Tahun Terakhir................................
63
13. Hubungan Curah Hujan (CH), Hari Hujan (HH) dan Produktivitas
Rata-rata Teh Basah per Bulan Selama 10 Tahun Terakhir.................
64
65
66
69
71
73
74
20. Perbedaan Faktor Klon dan Tahun Tanam Setiap Bagian Kebun. ......
75
6.
Nomor
Halaman
Lampiran
1.
82
2.
86
89
90
5.
Hubungan Klon dengan Rata-rata Produksi Teh Basah per Tahun .....
91
6.
94
3.
4.
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Teks
1.
18
2.
19
3.
19
4.
20
5.
20
6.
25
7.
30
8.
31
9.
33
38
40
40
41
50
72
Lampiran
1.
95
2.
96
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman teh termasuk genus Camellia yang memiliki sekitar 82 spesies,
terutama tersebar di kawasan Asia Tenggara pada daerah diantara 30 lintang
utara dan 30 lintang selatan (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 1997). Tanaman teh
(Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) dikonsumsi sebagai minuman penyegar karena
mengandung zat katekin dan kafein seperti halnya kopi. Tanaman teh berasal dari
pegunungan Assam, daerah pegunungan India yang berbatasan dengan Republik
Rakyat Cina dan Burma (Siswoputranto, 1978).
Produktivitas teh di Indonesia mencapai sekitar 1 900 2 000 kg teh
kering per hektar per tahun pada tahun 2007. Hasil produktivitas tersebut masih
tergolong rendah dibandingkan dengan produktivitas negara penghasil teh lainnya,
seperti Kenya yang mencapai 3 000 kg teh kering per hektar per tahun. Bahkan
pada tahun 2006 produktivitas nasional hanya mencapai 1 478 kg teh kering per
hektar (Direktorat Jendral Perkebunan, 2007).
Hal inilah yang menyebabkan menurunnya kinerja ekspor teh Indonesia.
Berdasarkan data Dirjen Perkebunan Indonesia Departemen Pertanian, pada tahun
2001 ekspor teh Indonesia ke mancanegara masih sebesar 107 144 ton, dengan
nilai ekspor mencapai US$ 112.5 juta. Namun pada 2002, volume dan nilai ekspor
tersebut turun masing-masing menjadi 100 184 ton dan US$ 103.4 juta. Begitu
pula yang terjadi ditahun berikutnya, volume ekspor teh nasional hanya mencapai
88 894 ton dengan nilai ekspor US$ 95 juta. Pada tahun 2004 keadaan membaik
dengan kenaikan volume menjadi 98 572 ton dan nilai ekspor US$ 116 juta.
Prestasi serupa juga dialami pada tahun 2005 dengan volume 102 389 ton (US$
121.7). Tetapi pada tahun 2006 ekspor teh mengalami penurunan kembali menjadi
90 000 ton, dengan nilai ekspor dibawah US$ 100 juta (Direktorat Jendral
Perkebunan, 2007).
Rendahnya produktivitas Indonesia disebabkan lambatnya peremajaan
tanaman dan tidak optimalnya pengelolaan perkebunan teh. Akibatnya, mutu
tanaman teh Indonesia kalah bersaing dengan produk teh yang diekspor dari
sejumlah negara kompetitor, dengan demikian itu perlu meningkatkan
produktivitas teh Indonesia melalui pemahaman yang lebih baik terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi produktivitas teh. Agar Indonesia dapat memegang
posisi penting dalam komoditi teh di dunia (Direktorat Jendral Perkebunan, 2007).
Tujuan
Kegiatan magang ini dilakukan untuk memperluas wawasan mengenai
aspek budidaya tanaman teh khususnya produktivitas, sehingga mahasiswa
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas teh. Dengan kegiatan
magang ini mahasiswa agar mampu mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan melalui penerapan ilmu, menjadikan wahana latihan kerja dengan
membandingkan ilmu yang didapat di kampus dengan kenyataan di lapangan.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, pada tahun
1826 tanaman teh berhasil ditanam melengkapi koleksi tanaman Kebun Raya di
Bogor, dan pada tahun 1827 ditanam di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut, Jawa
Barat. Jenis Teh yang masuk ke Indonesia (Jawa) Assam berasal dari Sri Lanka
(Ceylon). Masuknya teh Assam tersebut ke Indonesia, secara berangsur tanaman
teh China diganti dengan teh Assam, dan sejak itu pula perkebunan teh di
Indonesia berkembang semakin luas. Pada tahun 1910 mulai dibangun
perkebunan teh di daerah Simalungan, Sumatra Utara (Pusat Penelitian Pekebunan
Gambung, 1992).
Tanaman teh dapat tumbuh mulai dari pantai sampai pegunungan. Di
Pegunungan Assam, teh ditanam pada ketinggian lebih dari 2 000 m dpl.
Perkebunan teh umumnya dikembangkan di daerah pegunungan yang beriklim
sejuk, meskipun dapat tumbuh subur di dataran rendah, tanaman teh tidak akan
memberikan hasil dengan mutu baik. Semakin tinggi daerah penanaman teh
semakin tinggi mutunya (Siswoputranto, 1978).
Teh diperoleh dari pengolahan daun tanaman teh. Tanaman teh umumnya
dapat dipetik daunnya secara terus menerus setelah umur 5 tahun. Pemeliharaan
yang baik tanaman teh dapat memberi hasil daun teh yang cukup besar selama 40
tahun. Oleh karena itu perkebunan teh selalu memperoleh pemupukan secara
teratur, bebas serangan hama penyakit tanaman, memperoleh pangkasan secara
baik, mendapat curah hujan yang cukup. Perkebunan teh perlu diremajakan
setelah tanaman-tanaman tehnya berumur 40 tahun keatas. Cara pemetikan daun
dapat mempengaruhi jumlah hasil teh dan mutu teh yang dihasilkan
(Siswoputranto, 1978). Faktor-faktor tersebut yang mempengaruhi produktivitas
teh kering yang dihasilkan.
Perolehan hasil daun yang tinggi, perkebunan teh kini mengutamakan
hanya tanaman-tanaman teh klon-klon unggul. Klon merupakan bahan tanaman
vegetatif yang digunakan untuk pembiakan dengan cara stek (Setyamidjaja, 2000).
Klon mampu memberi hasil berlipat dibanding dengan tanaman teh asli yang
berasal dari biji. Pada berbagai negara telah dilakukan usaha untuk menemukan
Tangkai sari panjang dengan benang sari (anthera) kuning bersel kembar,
menonjol 2 mm 3 mm ke atas. Putik mempunyai rambut 3 5 helai. Hanya
sekitar 2 % dari keseluruhan bunga pada sebuah pohon, berhasil membentuk biji.
Penyerbukan buatan (artificial pollination) hanya meningkatkan jumlah buah
sampai 14 % (Setyamidjaja, 2000).
Buah yang masih muda, berwarna hijau, bersel tiga, dan berdinding tebal.
Mula-mula berkilat, tetapi semakin tua bertambah suram dan kasar. Bijinya
berwarna cokelat beruang tiga, berkulit tipis, berbentuk bundar di satu sisi dan
datar di sisi lain. Biji berbelah dua dengan kotiledon (cotyledone) besar, yang jika
dibelah akan secara jelas memperlihatkan embrio akar dan tunas. Biji
mengandung minyak dengan kadar yang tinggi (20 % berat biji) (Setyamidjaja,
2000).
Syarat Tumbuh
Tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) berasal dari daerah
subtropis, karena itu di Indonesia teh lebih cocok ditanam di daerah pegunungan.
Lingkungan fisik yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan teh adalah iklim
dan tanah.
Faktor iklim sangat berkaitan erat dengan tinggi tempat (elevasi). Suhu
udara yang baik bagi tanaman teh ialah suhu harian yang berkisar antara 13 - 25
C yang diikuti oleh cahaya matahari yang cerah dan kelembaban relatif pada
siang hari tidak kurang 70% (Pusat Penelitian Gambung, 1992).
Menurut Setyamidjaja (2000) curah hujan tahunan yang diperlukan untuk
tanaman teh adalah 2 000 mm 2 500 mm, dengan jumlah curah hujan pada
musim kemarau rata-rata tidak kurang dari 100 mm/bulan. Tanaman teh
merupakan tanaman yang tidak tahan pada kekeringan. Sinar matahari
berpengaruh pada pertumbuhan tanaman teh karena sinar matahari mempengaruhi
suhu, makin banyak sinar matahari maka suhu udara makin tinggi. Daerah
pertanaman tanaman teh umumnya pada ketinggian lebih dari 400 meter di atas
permukaan air laut (dpl). Di Indonesia, pertanaman teh dilakukan pada ketinggian
antar 400 m sampai 1 200 m dpl. Perkebunan teh yang terletak pada ketinggian di
atas 1 500 meter dpl, sering mengalami kerusakan karena terjadinya embun beku
Menurut
memungut sebagian dari tunas-tunas teh beserta daunnya yang masih muda, untuk
kemudian diolah menjadi produk teh kering yang merupakan komoditi
perdagangan. Jenis pemetikan diantaranya petikan jendangan, gendesan dan
produksi. Petikan jendangan dilakukan pertama setelah pangkasan sekitar 3-4
bulan setelah pangkas. Tujuan dari petikan jendangan adalah membentuk daun
pemeliharaan. Petikan gendesan dilakukan sebelum tanaman dipangkas sekitar 1-2
minggu. Tujuan dari petikan ini adalah untuk mengurangi kehilangan produksi
akibat pemangkasan. Petikan produksi merupakan pemetikan yang dilakukan
untuk produksi. Petikan ini dilakukan terus menerus dengan daur petik tertentu
dan jenis petikan tertentu sampai tanaman dipangkas kembali.
Menurut Tobroni dan Adimulya (1997) daur petikan merupakan jangka
waktu antara satu pemetikan dengan pemetikan berikutnya, dihitung dalam hari.
Daur petik juga disebut gilir petik dipengaruhi oleh umur pangkas, ketinggian
tempat, iklim dan kesehatan tanaman. Berdasarkan ketinggian gilir petik dibagi
menjadi dua yaitu dataran tinggi dengan gilir petik 10-12 hari dan dataran rendah
dengan gilir petik 9-10 hari.
yaitu substansi bukan fenol (pectin, resin, vitamin dan mineral), substansi
aromatik dan enzim-enzim.
Pengolahan daun teh menghasilkan tiga jenis teh yang berbeda dan tidak
dapat dicampurkan satu dengan lainnya dalam pemasarannya. Tiga jenis teh
tersebut ialah : teh hitam, teh hijau dan teh oolong (Siswoputranto, 1978).
Sistem pengolahan teh hitam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua yaitu
sistem orthodox (orthodox murni dan orthodox rotorvane) serta sistem CTC
(Crushing Tearing Curling). Sistem orthodox yang banyak dilakukan adalah
sistem Orthodox rotorvane yang terdiri dari beberapa tingkat kegiatan yaitu :
penyediaan pucuk daun segar, pelayuan, penggilingan, sortasi basah, fermentasi,
pengeringan, sortasi kering, serta pengemasan. Sedangkan untuk teh hitam sistem
CTC terdiri dari penyediaan bahan baku, pelayuan, ayakan pucuk layu, gilingan
persiapan, gilingan CTC, fermentasi, pengeringan, sortasi kering dan pengemasan
(Setyamidjaja, 2000).
Pengolahan teh hijau lebih sederhana dari teh hitam. Teh hijau merupakan
pucuk daun muda tanaman teh yang diolah tanpa melalui proses fermentasi.
Tahapan-tahapan kegiatan berikut : pelayuan, penggulungan, pengeringan, sortasi
dan pengemasan (Setyamidjaja, 2000).
Teh oolong dapat digolongkan sebagai mutu antara teh hijau dan teh
hitam, karena memperoleh sedikit proses fermentasi. Berbeda dengan proses
pengolahan teh hitam, untuk menghasilkan teh oolong daun-daun teh yang telah
dilayukan kemudian dipanaskan dengan menggunakan panas api atau udara panas,
difermentasikan terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke mesin-mesin pengiling
dan akhirnya dikeringkan (Siswoputranto, 1978).
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Kegiatan magang ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu mulai tanggal 11
Februari 2008 sampai 10 Juni 2008, di Perkebunan Pagilaran, Batang, Jawa
Tengah.
Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam kegiatan magang adalah dengan bekerja
sebagai karyawan harian lepas (KHL) selama dua bulan, pendamping mandor dan
pendamping asisten afdeling masing-masing satu bulan.
Kegiatan yang dilakukan oleh penulis selama menjadi KHL adalah
pekerjaan
pembibitan,
penanaman,
pemeliharaan,
pengendalian
gulma,
pada Tabel Lampiran 6. Data sekunder dari perusahaan tersebut kemudian diolah
untuk kemudian dianalisis. Pemilihan faktor-faktor yang dianalisis berdasarkan
kelengkapan data yang tersedia di kebun. Selain dari perusahaan, data sekunder
juga diperoleh dari bahan pustaka baik dari perusahaan maupun instansi yang
terkait, seperti Biro Statistik dan PPTK Gambung.
KEADAAN UMUM
Sejarah
Seorang warga Belanda bernama E. Blink merintis pembukaan hutan di
daerah Pagilaran pada tahun 1840 yang digunakan untuk budidaya kopi dan kina.
Ternyata daerah ini tidak cocok untuk tanaman kopi dan kina menyebabkan kedua
tanaman tersebut mulai diganti dengan tanaman teh pada tahun 1880. Keadaan
iklim dan lingkungan yang cocok menyebabkan teh dapat tumbuh subur dan
menghasilkan produksi yang lebih baik daripada kopi dan kina.
Perkembangan perkebunan ini dikelola oleh sebuah maskapai Belanda
yang berkedudukan di Semarang. Perusahaan ini mulai berkembang sangat pesat
dan perluasan areal pun terus dilakukan. Tahun 1920 terjadi kebakaran besar
yang menghancurkan pabrik sehingga Belanda mengalami bangkrut. Tahun 1922
perkebunan ini dibeli dan dibangun kembali oleh pemerintahan Inggris di bawah
perusahaan yang bernama P & T Land's (Pamanukan and Tjiasements Lands).
Sejak saat itu mulai digunakan sarana kabel untuk mempermudah pengangkutan
pucuk teh dari kebun produksi ke pabrik.
Saat Jepang menguasai Indonesia, pabrik dan sebagian besar perkebunan
teh di Pagilaran dirusak kemudian ditanami dengan tanaman pangan untuk
memenuhi kebutuhan pangan tentara Jepang saat perang Asia Timur Raya. Tahun
1945 Indonesia dapat menguasai perkebunan teh tersebut, tetapi pengelolaan
pabriknya masih dilakukan oleh pemerintahan Inggris sampai berakhirnya Hak
Guna Usaha (HGU) pada tahun 1964 dan kembali diambil alih oleh pemerintahan
Indonesia.
Tanggal 23 Mei 1964 oleh pemerintah Indonesia perkebunan diserahkan
kepada Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada dengan tujuan ikut
melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian dan
Pengabdian) dan statusnya diubah menjadi PN Pagilaran oleh Surat Keputusan
Menteri Pertanian dan Agraria dengan No. SK/II/6/Ka-64 tanggal 8 Februari
1964.
Tanggal 1 Januari 1973 PN Pagilaran diubah statusnya menjadi PT
Pagilaran Perusahaan Perkebunan, Perindustrian dan Perdagangan Pagilaran
selanjutnya
Menteri
Pertanian
dengan
surat
No.
daya mengikat air yang tinggi, tanah gembur dan ketahanan struktur tinggi, mudah
diolah, permeabilitas (peresapan air) tinggi dan pH tanah yang rendah (4.5 6).
PT Pagilaran mempunyai pos pengamatan curah hujan tapi hanya satu
yaitu di afdeling Pagilaran. Dulu PT Pagilaran juga memiliki stasiun pengamatan
suhu dan kelembaban, akan tetapi stasiun ini hilang karena dicuri warga sekitar.
Data curah hujan selama 10 tahun terakhir (1998-2007) dapat dilihat pada Tabel
Lampiran 6. Curah hujan 3 000-6 000 mm/tahun dengan jumlah hari hujan
sebanyak 280-300 hari/tahun. Suhu udara di sekitar perkebunan berkisar antara
15-28oC, dengan kelembaban udara yang cukup tinggi yaitu 70-98%.
Luas Areal dan Tata Guna Lahan
Luas areal perkebunan unit produksi Pagilaran secara keseluruhan adalah
1 115.038 ha dengan 3 afdeling : Kebun Pagilaran, Kebun Kayulandak dan Kebun
Andongsili. Pemanfaatan lahan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Kebun
pagilaran merupakan kebun paling luas diantara 3 kebun yaitu 534.591 ha.
Tabel 1. Pembagian Areal Perkebunan PT Pagilaran dan Pemanfaatannya.
No
1
2.
3.
Pemanfaatan Lahan
Tanaman Teh
TM
TBM
Kebun Penelitian
Kebun Poliklonal
Jumlah
Aneka Tanaman
Kopi
Cengkeh
Tanaman Percobaan
Kina
Jumlah
Lain Lain
Hutan belukar
Jurang/Alur
Lapangan
Emplasment,
pabrik
dan poliklinik
Emplasement
Bak air
Makam
Jalan Produksi
Jumlah
Jumlah Total
Pagilaran
(ha)
Kayulandak
(ha)
Andongsili
(ha)
428.072
2.170
2,500
432.742
219.263
8.750
228.013
303.594
6.500
310.094
953.099
15.250
2.170
2.500
970.849
7.980
58.060
2.170
68.210
7.250
10.550
17.800
15.230
58.060
2.170
10.550
86.010
8.019
1.174
1.540
1.000
6.290
0.816
14.309
1.540
2.990
18.896
18.896
2.500
3.050
33.639
534.591
3.330
0.100
0.750
3,470
10.190
256.003
2.844
2.000
2.400
14.350
324.444
6.174
0.100
5.250
8.920
61.839
1 115.038
Jumlah(ha)
Areal konsesi dibagi menjadi 2 yaitu yang pertama adalah areal tanaman
teh dengan luas 970.849 ha dan areal aneka tanaman dengan luas 86.010 ha, selain
itu terdapat areal emplasemen dan lain-lain dengan luas 61.839 ha. Pemanfaatan
areal PT Pagilaran dapat dilihat pada Tabel 1.
Bidang Usaha
PT Pagilaran memilliki beberapa bidang usaha antara lain Perkebunan teh,
coklat, kopi, cengkeh, kina dan kelapa dan perdagangan teh hitam dan teh hijau
ekspor maupun lokal. PT Pagilaran juga bergerak sebagai biro konsultasi dalam
penelitian dan pengembangan perkebunan dan bergerak dalam usaha pengadaan
bibit tanaman perkebunan (teh, kakao dan kopi).
PT Pagilaran berperan serta sebagai kebun inti dalam pelaksanaan proyekproyek pemerintahan dalam pengembangan perkebunan melalui pola PIR. Salah
satunya sebagai kebun inti dalam melaksanakan proyek PIR Lokal Teh Jawa
Tengah yang mencakup areal 3 000 ha. Selain itu juga sebagai kebun inti dalam
pelaksanaan KIK-Plasma-PIR-Kakao-Kelapa Hibrida di Kabupaten Batang yang
meliputi areal 1 000 ha. PT Pagilaran juga berperan sebagai kebun inti dalam
pengembangan perkebunan teh rakyat di Kabupaten Kulon Progo dan
pengembangan perkebunan Kakao rakyat di Kabupaten Wonogiri, pengembangan
perkebunan kopi Arabika di Kabupaten Wonosobo dan pengembangan
perkebunan teh rakyat di Kabupaten Kendal. Terdapat juga sebagai kebun inti
dalam pelaksanaan KIK-Plasma-PIR-Kakao-Banpres di Kabupaten Gunung
Kidul yang meliputi areal 3 000 ha.
Pada tahun 2003 PT Pagilaran memulai Pengembangan Agrowisata yang
meliputi pemandangan dan pesona hamparan kebun teh di ketinggian 700-1 600
meter dpl, melihat proses pembuatan teh, paket kesenian daerah, fasilitas
penginapan dan transportasi keliling kebun, ruang sidang dan ruang pertemuan
dengan kapasitas 400 orang, lapangan olahraga tenis, badminton, sepakbola, bola
volley dan bilyard.
Pengolahan teh hitam dan teh hijau setelah pengolahan hasil kebun
lainnya, di PT Pagilaran mempunyai beberapa pabrik, yaitu: Pabrik Pagilaran,
pekerja pengayakan tanah di pembibibitan untuk top soil 2 m/orang dan sub soil
1 m/orang, sedangkan penulis top soil mendapat m dan sub soil 1/8 m.
Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam polibag ukuran 12 15
cm. Akan tetapi berdasarkan pengukuran penulis ukuran sebenarnya polibag
adalah10 16 cm. Takaran top soil 2/3 pada lapisan bawah, dan sub soil 1/3 pada
lapisan atas. Polibag yang berisi komposisi tersebut dinamakan bekong. Bekong
kemudian disusun di bedengan (Gambar 1). Ukuran bekong yang sudah disusun di
bedengan berdiameter 6.4 cm dan tinggi 12.6 cm. Ukuran ini berdasarkan
pengamatan penulis selama melakukan magang. Jarak antar bedengan 60 cm agar
memudahkan pemeliharaan. Setiap bedengan terdapat sekitar 1 820 polibag.
Prestasi kerja Pekerja mendapat 500 polibag/orang, sedangkan penulis mendapat
176 polibag.
pucuk, pohon induk dibiarkan selama 2 minggu kemudian baru diambil bahan
stek sekitar 10 daun. Pengambilan 10 ruas daun ini harus memenuhi syarat
diantaranya pangkal batang sudah berwarna coklat dan daun menengadah ke atas.
Setelah itu dipotong tiap stek satu daun, jadi terdapat 10 stek dengan bentuk
Single Node Cutting (Stek satu buku) (Gambar 3). Ketika dipotong sudah
disiapkan ember yang berisi air untuk menjaga kelembaban bahan stek. Kemudian
stek direndam dalam larutan Dithane M-45 (bahan aktif Mankozeb 80 %) dengan
dosis 2 gram / liter air selama kurang lebih 1-2 menit. Hal ini dilakukan untuk
menghambat pertumbuhan jamur pada bibit.
Stek ditanam di polibag dengan satu daun, tetapi apabila daun terlalu besar
dipotong setengahnya agar tidak tumpuk antar daun. Arah daun harus sama agar
tidak berantakan (Gambar 4). Bibit disungkup dengan plastik selama 4 bulan
tanpa perlakuan, kecuali bila kering disiram.
pemangkasan
dan
pemberantasan
hama
penyakit
tanaman.
Pemupukan dilakukan satu tahun dua kali dengan dosis 100 gram Urea, 40 gram
TSP dan 40 gram KCl setiap pohonnya. Penyiangan dilakukan 3-4 kali dalam
setahun. Pemangkasan dilakukan hanya sekali selama penanaman yaitu pada
tahun 2001, dengan tinggi pangkasan 3 m dari tanah. Pengandalian hama penyakit
dilakukan apabila pohon poliklonal terserang penyakit dalam skala besar.
Pembibitan dengan menggunakan biji juga dilakukan di perkebunan
Pagilaran. Biji yang digunakan adalah biji yang illegitum yaitu induk betina yang
diketahui dari kebun poliklonal. Terdapat dua cara pembibitan biji di kebun ini
yaitu langsung di tanah (konvesional) dan menggunakan polibag.
Cara konvesional adalah mengambil biji yang sudah masak tapi belum
berkecambah. Biji kemudian dikupas dan segera dimasukan ke dalam air untuk
memisahkan biji yang baik dan yang kurang baik. Biji yang yang digunakan
adalah biji yang tenggelam (biji yang baik). Biji tersebut kemudian disemai
langsung di tanah di sebuah bedengan. Bedengan ini terletak diantara pohonpohon poliklonal. Jarak persemaian antar biji 10 10 cm. Pada pelaksanaannya
tidak dilakukan penyungkupan dan pemberian naungan.
Pembibitan dalam polibag menggunakan biji berasal dari kebun poliklonal
yang jatuh kemudian berkecambah, sehingga sebelumnya dicari biji yang
berkecambah di bawah pohon-pohon teh. Biji berkecambah ditanam di polibag
dengan tanah tanpa pemberian perlakukan sebelumnya. Bibit ini hanya digunakan
untuk menyulam kebun yang berasal dari bibit biji. Setelah bibit dari biji ini
berumur 5 bulan, dipindahkan ke lapangan untuk menyesuaikan lingkungannya.
Selain itu dilakukan seleksi antara bibit yang mati dan sehat. Bibit mati disulam
kembali dan yang sehat dikumpulkan. Setelah 7 bulan bibit sehat tersebut
dikelompokkan berdasarkan klon yang dilihat dari bentuk daun. Klon yang sama
dikumpulkan dan diseleksi kembali kebenaran klon tersebut. Bibit asal biji dapat
dipindahkan ke lapang setelah 2 tahun.
Kebun Pagilaran
Tanaman belum menghasilkan (TBM) di Kebun pagilaran merupakan
konversi lahan dari kopi menjadi teh, sehingga luas lahan TBM Pagilaran belum
dicantumkan ke dalam areal Perkebunan PT Pagilaran (Tabel 1). Jenis klon yang
ditanam adalah Pagilaran 4 (PGL 4) dan Pagilaran 11 (PGL 4). Sebelumnya lahan
ini dibuat teras terlebih dahulu dengan tujuan agar tanah lebih tahan lama dan
tidak terjadi erosi. Selain itu dibuat saluran drainase yang buntu untuk
menampung air atau yang disebut got buntu.
Pada Perkebunan Pagilaran TBM yang berumur 3 bulan dilakukan
pemupukan dengan menggunakan pupuk tablet. Pupuk ini merupakan campuran
antara pupuk primer yaitu Urea, SP-36, dan KCl. Pupuk ini diberikan dengan cara
membuat dua lubang dengan tugal di samping tanaman. Dosis pupuk tiap tanaman
adalah 6 gram atau enam tablet karena bobot satu tablet 1 gram. Jadi tiap lubang
diberi
tablet, lalu ditutup kembali dengan tanah. Standar pekerja satu orang
adalah 1 000 m.
Kebun Andongsili
Pada kebun Andongsili luas areal tanaman belum menghasilkan (TBM)
yaitu 6.5 ha. Umur tanaman pada saat ini sekitar 3 tahun, dan masih ada
penyulaman. Klon yang ditanam adalah TRI 2025. Pertumbuhan tanaman tidak
seragam karena waktu penanaman tidak bersamaan. Bibit teh yang ditanam pada
bulan kemarau mengalami kegagalan, sehingga memerlukan penyulaman.
Sedangkan bibit yang ditanam pada akhir kemarau tumbuh dengan subur.
Pemeliharaan yang dilakukan di TBM antara lain pemupukan, penyiangan,
penggemburan, penanaman pohon pelindung sementara dan pembentukan bidang
petik.
Pemupukan yang dilakukan pada awal tanam dan 3 bulan setelah tanam.
Pupuk yang digunakan adalah pupuk majemuk dengan kandungan NPK 5:1:3.
Dosis yang diberikan setiap tanaman adalah 20 gram. Pemeliharaan selanjutnya
adalah pengendalian gulma yang dilakukan secara intensif yaitu dengan cara
manual dan kimiawi. Penyiangan secara manual dilakukan oleh para pekerja
dengan menggunakan sabit. Gulma yang telah disiangi, dikumpulkan di tempat
yang terbuka. Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida dilakukan
apabila tidak hujan. Herbisida yang digunakan adalah Round up dengan bahan
aktif Glyphospate yang dapat aktif apabila tidak terkena air minimal 2 jam. Pada
saat penulis melakukan kegiatan magang, tidak dilakukan pengendalian gulma
dengan herbisisda, karena musim hujan sedang berlangsung.
Kebun Kayulandak
Bagian Kebun Kayulandak mempunyai kebun TBM dengan luas 8.75 ha,
dan umur tanaman tersebut 4 tahun dengan tahun penanaman 2004. Penanaman
TBM ini dilakukan dalam upaya peremajaan tanaman teh yang sudah tidak
produktif. Klon yang ditanam dalam satu blok ini bermacam-macam antara lain
klon Gambung 7, Gambung 9, MPS dan masih banyak lagi, tetapi yang lebih
didominankan klon Gambung 7. Pemeliharaan di TBM Kayulandak antara lain
penyulaman,
penggemburan,
penyiangan,
pembentukan
bidang
petik,
120
60
Pembuatan got panjang bertujuan untuk pembuangan air agar tidak terjadi
erosi dan pencucian hara. Selain untuk menyimpan air pada saat musim hujan dan
mengalirkannya pada saat musim kemarau. Ukuran got panjang yaitu lebar 60 cm,
dalam 60 cm dan panjang sesuai dengan panjangnya teras. Setiap patok dibuat 2
got panjang. Pembuatan ini dipilih teras yang cukup untuk lebar got panjang.
Pengendalian Gulma
Gulma yang dominan di kebun Pagilaran adalah Ageratum conizoides,
Clydemia hirta, Centrocema pubescens, Cromellina diffusa, Cynodon dactilon,
Oplisminus compesitus, Paspalum conjugatum. Penyiangan dilakukan 3-4 bulan
sekali dengan cara manual. Alat yang digunakan adalah sabit atau arit. Standar
yang digunakan tiap pekerja adalah 2 patok, sedangkan penulis mendapat 80 m.
Upah yang diberikan tiap patoknya adalah Rp 7 500 akan tetapi dapat berubah
tergantung kesepakatan dari pekerja dan mandor besar.
Pengendalian gulma juga dilakukan berdasarkan umur pangkas. Tanaman
yang berumur satu tahun setelah pemangkasan dilakukan penyiangan 4 kali dalam
setahun. Tanaman yang berumur dua tahun setelah pangkas dilakukan 3 kali
dalam setahun. Untuk tanaman berumur tiga tahun setelah pangkas dilakukan 2-3
kali setahun. Sedangkan untuk tanaman berumur empat tahun setelah pangkas
atau hampir dipangkas penyiangan dilakukan 2 kali setahun. Pada saat ini terdapat
pengurangan residu penggunaan bahan kimia termasuk herbisida. Untuk itu
Penggunaan herbisida hanya dilakukan setahun sekali untuk tiap blok, dan hanya
dilakukan pada tanaman yang berumur setahun setelah pangkas. Hal ini dilakukan
karena tanaman belum menutup tanah sehingga pertumbuhan gulma yang terlalu
besar, sehingga sulit dilakukan secara manual. Herbisida yang digunakan adalah
Round Up, dengan dosis 3.5 liter/ha. Setelah penggunaan herbisida biasanya
dilakukan kegiatan garpu ekstra.
Herbisida Round Up merupakan herbisida sistemik tidak selektif dengan
bahan aktif Gliphospat. Heribisida ini mempunyai daya berantas yang luas, selain
untuk memberantas jenis-jenis gulma berdaun lebar juga dapat digunakan untuk
jenis gulma berdaun sempit dan teki-tekian. Herbisida ini bekerja secara sistemik,
sehingga dapat mematikan gulma sampai ke perakarannya. Oleh sebab itu baik
digunakan untuk memberantas jenis-jenis gulma berdaun sempit maupun berdaun
lebar tahunan yang berkembang biak secara vegetatif (Pusat Penelitian
Perkebunan Indonesia, 1997).
Pada afdeling Andongsili lebih sulit melakukan penyiangan, karena gulma
yang tumbuh lebih banyak dan lebih lebat. Hal ini dikarenakan kelembaban yang
lebih tinggi dan tenaga kerja yang kurang. Keadaan lahan yang lebih terjal dan
tidak dibuat teras sehingga membuat pekerja sulit melakukan penyiangan. Jadi
untuk menentukan upah pekerja tergantung dari keadaan kebun. Apabila keadaan
sulit maka upah kerja lebih mahal. Upah pekerja bekisar Rp 10 000 Rp 12 000.
Hasil penyiangan secara manual dikumpulkan pada bagian yang sudah
dibersihkan yang nanti akan dibalik pada saat penggarpuan.
Di Kayulandak penyiangan dilakukan 2-3 kali setahun dengan cara
manual. Dibandingkan tanaman TBM, penyiangan pada tanaman dewasa lebih
jarang karena tanah yang sudah tertutup perdu teh sehingga tidak banyak gulma
yang tumbuh. Pemakaian herbisida dilakukan setiap dua tahun sekali dengan
menggunakan Round Up, terutama pada saat akan dilakukan penggarpuan. Setelah
kegiatan penyiangan dilakukan pembuatan rorak (got buntu) dengan ukuran
panjang 200 cm, lebar 60 cm dan tinggi 60 cm, dengan jarak antar rorak 4 m
(400 cm) yang diukur dengan tombak. Peletakan rorak berselang-seling, dengan
jumlah 16 rorak dalam satu patok (400 m3). Pembuatan rorak ini bertujuan untuk
menimbun hasil penyiangan tetapi tidak ditutup. Sehingga gulma yang ditimbun
tersebut akan membusuk dan dapat menambah kesuburan tanah serta mencegah
erosi. Standar pembuatan rorak seorang pekerja adalah satu patok (16 rorak).
Pemupukan
Pemupukan di kebun Pagilaran dilakukan dua kali dalam setahun awal dan
akhir musim hujan, berarti enam bulan sekali. Akan tetapi hanya dilakukan
apabila biaya memadai. Pupuk seharusnya diberikan antar bulan Maret hingga
Mei atau September hingga November. Pada saat ini terjadi keterlambatan dalam
pengiriman pupuk. Pemupukan pada tahun ini hanya dilakukan sekali setahun.
Hal ini dikarenakan kurangnya biaya pemeliharaan. Pemupukan dilakukan apabila
terdapat pengiriman pupuk. Pupuk yang dikirim hanya dapat memupuk sekitar 15
blok untuk masing-masing kebun. Seharusnya yang dipupuk 20-40 blok.
Pupuk yang digunakan pupuk kimia yaitu campuran urea, SP-36, dan KCl.
Dosis yang digunakan 45 gram per perdu, sehingga seharusnya dalam satu karung
dengan berat 25 kg dapat diberikan 555 perdu Kebutuhan pupuk dalam satu hektar
lahan teh adalah 360 kg. Dalam sehari luas areal yang dipupuk sekitar 8 ha dengan
kebutuhan 83 karung atau 2.75 ton. Pupuk yang digunakan dalam bentuk tablet
yang melepaskan hara secara perlahan, sehingga kegiatan pemupukan kembali
dibutuhkan waktu yang lama.
Cara pemberian pupuk dengan membuat lubang di sekitar perdu teh (jarak
dari perdu 15 cm) dengan kedalaman kira-kira 8 cm, kemudian dimasukan pupuk
sesuai takaran yang diberikan. Dalam satu hektar lahan teh membutuhkan tujuh
orang pekerja. Pemupukan dengan bahan organik juga dilakukan, tetapi hanya jika
bahan pupuk tersedia. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang,
dengan kebutuhan 10 ton/ha.
Pembagian kegiatan pemupukan tiap pekerja adalah tiga orang membawa
pupuk dari tempat penurunan pupuk ke pekerja yang akan memberikan pupuk ke
pemupuk, satu orang memberikan pupuk kepada pemupuk, satu orang
mengumpulkan karung, dan sisanya berpasangan sebagai pembuat lubang dan
pemberi pupuk (pemupuk) sekaligus menutup lubang. Standar pekerja pemupukan
adalah 1 250 m/orang, sedangkan penulis mendapat 240 m. Upah yang diberikan
merupakan upah harian 5 jam yaitu Rp 13 500.
Dalam pelaksanaan kegiatan pemupukan memerlukan pengawasan yang
intensif karena banyak terjadi penyimpangan. Pada pengamatan yang dilakukan
penulis dalam pemberian pupuk, seharusnya satu karung (25 kg) untuk 555 perdu
dengan menggunakan takaran yang sudah diperkirakan bahwa berat satu takaran
tersebut 45 gram/perdu. Akan tetapi pada pelaksanaannya satu perdu mendapat 81
gram/perdu atau satu karung pupuk untuk 307 perdu tanaman teh, sehingga
pemberian pupuk ini tidak efisien. Selain itu juga dalam penutupan pupuk terdapat
25 % yang tidak ditutup dan sekitar 35 % perdu yang tterlewat tidak dipupuk.
Pemupukan pada daun juga dilakukan dengan yang menggunakan pupuk
Super Max yang sudah dijelaskan kandungannya dalam pembibitan. Untuk
tanaman menghasilkan dosis yang digunakan satu liter pupuk daun cair untuk
luasan satu hektar. Berdasarkan pengamatan penulis, pupuk sebelumnya
diencerkan dengan air dengan konsentrasi 3 cc per liter air dan dicampur dengan
urea yang dicairkan (konsentrasi 0.1 %). Urea digunakan sebagai bahan perekat
pupuk dengan daun. Campuran pupuk dimasukkan ke dalam alat penyemprot.
Alat yang digunakan adalah Knapsack Sprayer (Gambar 7) dengan kapasitas 15
liter yang digunakan untuk 1.5-2 patok. Dosis pupuk daun yang dilakukan di
lahan hanya 0.75 liter per hektar, karena ada penambahan larutan urea.
Kerik Lumut
Kegiatan ini dilakukan setengah bulan setelah kubur ranggas. Tujuan dari
kerik lumut adalah untuk membersihkan lumut dan tumbuhan yang menempel
pada batang teh. Batang teh terdapat pada kondisi yang lembab akibat dari
ternaungnya daun teh, sehingga banyak lumut dan tumbuhan yang menempel pada
batang teh. Selain itu tujuan dari kerik lumut adalah menghilangkan hama dan
penyakit yang menempel pada lumut di batang teh sehingga pertumbuhan tunas
tidak terhambat. Alat yang digunakan adalah karung bekas tempat teh diangkut,
karung beras, atau alat lain yang mempunyai permukaan kasar. Bahkan rantingranting teh pun dapat digunakan. Tidak terdapat alat khusus dalam kegiatan ini.
Cara kerik lumut tinggal menggosok-gosokan alat ke batang teh. Prestasi pekerja
dalam sehari 400 m (satu patok) dengan upah antara Rp 14 000-Rp 15 500.
Untuk setiap patoknya tergantung kebersihan pohon teh dari lumut, sedangkan
penulis mendapat 100 m.
Pada Kebun Andongsili kerik lumut dilakukan sebelum kubur ranggas. Hal
ini dikarenakan pekerja yang kurang. Keadaan tanaman teh yang mempunyai
lumut yang lebih tebal dan banyak, juga akan memperlambat pekerja dalam
melakukan kegiatan kerik lumut. Hal ini menyebabkan tanaman teh terlalu lama
dibiarkan, sehingga akan segera bertunas. Akan tetapi tunas yang tumbuh akan
terhambat karena adanya lumut dan tumbuhan lain yang menempel pada tanaman
teh.
Proses kegiatan kerik lumut dilakukan setelah menyingkirkan rantingranting (ranggas) yang terdapat di atas tanaman teh. Pada pelaksanaan kerik lumut
bagian bawah tanaman dibersihkan, dan kerik lumut dimulai dari tanaman bagian
bawah terlebih dahulu. Bagian tunas yang akan tumbuh harus bersih dari lumut
agar tunas tumbuh dengan baik. Setelah selesai kerik lumut, ranggas dikembalikan
ke atas tanaman teh atau langsung dilakukan kegiatan kubur ranggas.
Penggarpuan
Penggarpuan
dilakukan
setelah
kerik
lumut.
Sebelum
dilakukan
gulma
dengan
menggunakan
herbisida.
Prestasi
pekerja
barisan yang tidak teratur. Penggarpuan di kebun ini sering terlambat, hal ini
dikarenakan gulma yang terlalu banyak dan kurangnya pekerja.
Pemetikan
Pemetikan adalah pemungutan hasil pucuk tanaman teh yang memenuhi
syarat-syarat pengolahan. Pemetikan berfungsi pula sebagai usaha membentuk
kondisi tanaman agar mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan
(Tobroni dan Adimulya, 1997). Pemetikan yang dilakukan di PT Pagilaran adalah
pemetikan jendangan, produksi dan gendesan. Setiap mandor membawahi 40
orang pemetik. Untuk pemetikan tidak ditentukan luasan yang harus dipetik. Akan
tetapi setelah penulis melakukan pengamatan dalam sehari rata-rata seorang
pemetik memetik dengan luas 134.6 m dengan hasil pucuk 60 kg. Pada bagian
kebun Kayulandak penulis memetik selama 5 jam mendapat 14 kg.
Sejak tahun 1975 pemetikan banyak menggunakan gunting, walaupun
sudah diketahui kualitas petikan menggunakan tangan lebih baik, tetapi masih
digunakan gunting. Hasil petikan dengan menggunakan gunting lebih kaku dan
luka yang ditinggalkan lebih lama kering daripada petikan dengan tangan. Akan
tetapi dengan menggunakan gunting hasil produksi lebih besar daripada
menggunakan tangan Tujuan dari pemetikan adalah mengambil pucuk untuk
produksi di pabrik yang berkisenambungan. Untuk itu diperlukan kecermatan
dalam pemetikan agar pada saat gilir petik selanjutnya masih berproduksi tinggi,
serta memperhatikan pucuk yang diambil, dibuang dan dibiarkan..
Pemetikan produksi digunakan gilir petik 10 hari. Rumus petikan yang
digunakan adalah medium dengan daun muda yang masih menggulung yaitu
maksimal p + 3m. Pemetikan disini lebih mementingkan kuantitas yang maksimal,
bukan kualitas.
Cara pemetikan produksi di PT Pagilaran gabungan antar petikan ringan,
sedang dan berat. Petikan ringan dilakukan apabila daun yang ditinggalkan pada
perdu satu atau dua di atas kepel (k + 1 atau k + 2). Petikan sedang yaitu daun
yang ditinggalkan di atas perdu tidak ada (k + 0), tetapi dipinggir perdu
ditinggalkan satu (k + 1). Dan petikan berat adalah pemetikan yang tidak
meninggalkan daun sama sekali di perdu (k + 0).
Pucuk yang diambil sesuai standar yaitu bidang petik. Untuk burung harus
dipetik dengan rumus b + 1m. Apabila tidak dipetik maka akan muncul pucuk
kembali sekitar 100 hari. Sedangkan apabila burung dipetik maka muncul pucuk
kembali 54 hari. Untuk pucuk yang berada di pinggir-pinggir perdu sebaiknya
jangan diambil, agar dapat menyatu dengan tanaman yang ada disebelahnya,
sehingga dapat menutupi tanah. Untuk cakar ayam apabila berada diatas bidang
petik harus dipetik karena dapat mengambat pertumbuhan pucuk, sedangkan yang
berada dibawah bidang petik sebaiknya jangan dibuang terlebih dahulu karena
dapat membuat lubang di perdu.
Pemetikan jendangan adalah pemetikan yang dilakukan pada tahap awal
setelah tanaman dipangkas. Pada Perkebunan Pagilaran pemetikan jedangan
dilakukan setelah 2.5 bulan setelah pemangkasan, dan dilakukan 6-10 kali.
Pemetikan ini dilakukan apabila pucuk memenuhi syarat untuk dipetik yaitu
ketika muncul p + 3, berada diatas bidang petik dan berwarna kuning kehijauan
(manjing). Pemetikan jedangan dilakukan memotong minimal 4 daun diatas daun
kepel, sehingga daun yang ditinggal mempunyai rumus k+0. Tetapi untuk
meratakan bidang petik tidak semua menggunakan rumus k+0, dapat juga k+1.
Pemetik jendangan rata-rata mendapat 35-40 kg/hari, sedangkan penulis mendapat
3 kg.
Tinggi bidang petik jendangan terhadap bidang pangkasan tergantung pada
tinggi rendahnya pangkasan. Apabila tinggi pangkasan 55 cm dari tanah maka
petikan jedangan 10-15 cm dari luka pangkas. Semakin tinggi pangkasan dari
tanah maka semakin pendek petikan jedangan. Petikan ini dilakukan kembali
sesuai dengan gilir petik yaitu sekitar 10 hari. Hasil dari petikan jedangan
sekarang digunakan untuk produksi. Pada bagian Kayulandak pemetikan
jendangan benar-benar diperhatikan. Ketinggian pucuk yang diambil agar
menghasilkan bidang petik yang rata. Selain itu pemetik hanya terdapat 2-4 orang
untuk 1 ha luas kebun. Hal ini dilakukan agar pengawasan lebih mudah. Pada
bagian kebun Kayulandak dalam sehari pemetik jendangan mendapatkan pucuk
90 kg.
Setyamidjaja
(1997)
menyatakan
pemetikan
gendesan
merupakan
pemetikan yang dilakukan pada kebun yang akan dipangkas. Pada Perkebunan
Pengolahan
Pengolahan di Unit Produksi Pagilaran adalah pengolahan teh hitam
Orthodox Rotorvane. Rangkaian kegiatan dimulai dari pelayuan, penggilingan dan
sortasi basah, Oksidasi enzimatis (fermentasi), pengeringan, sortasi kering, dan
pengepakan. Pengolahan oleh PT Pagilaran berdasarkan keinginan pelanggan.
Pelayuan
Proses pelayuan terdapat beberapa yang perlu diperhatikan yaitu peralatan,
bahan baku, dan tenaga kerja. Tujuan dari pelayuan adalah memudahkan proses
berikutnya, mengurangi kadar air, dan menciptakan rasa. Peralatan terdiri dari
palung pelayuan/ Withering Trough (22 buah) (Gambar 10) yang berkapasitas 1
500-2 000 kg pucuk/palung, Blower (25 buah) dengan kecepatan 1 460 rpm,
Hitter/kompor yang berbahan baku kayu dan BBM tetapi lebih banyak
menggunakan kayu (2 buah), peti angkut (6 buah) yang berkapasitas 100 kg,
timbangan (4), penyekat, kotak pelayuan, alat pengukur suhu. Bahan bakunya
pucuk teh p + 3. Tenaga kerja dipelayuan terdapat 18 orang dengan pembagian 3
waktu kerja masing-masing 6 orang.
dimasukkan RV I dan dilanjutkan oleh RRB II. Kegiatan sama seperti RRB I akan
tetapi RRB II akan menghasilkan bubuk II. Selanjutnya RV II dan RRB III yang
menghasilkan bubuk III. Kemudian dilanjutkan oleh RV III dan RRB IV yang
menghasilkan bubuk IV dan badag. Pada corong kelima RRB IV digiling kembali
oleh PCR dan dimasukan kembali ke RV III dan RRB IV. Untuk bubuk yang
tidak lolos RRB IV yang sudah masuk PCR dikategorikan sebagai badag.
Program penggilingan terdapat tiga jenis yaitu program BOP, program Dust, serta
program BOP dan Dust. Skema ketiga program tersebut dapat dilihat pada
Gambar 13.
Tabel 2. Jumlah dan Fungsi Alat Penggilingan serta Sortasi Basah
No
1.
2.
3.
4.
5.
Alat
OTR
Jumlah
6 buah
Fungsi
menggulung, meremas, mememarkan dan
memotong pucuk yang telah dilayukan.
PCR
3 buah mengulung, memotong hasil gulungan dan
mengeluarkan cairan sel semaksimal mungkin,
karena adanya tekanan yang diberikan dari
bobot pucuk dan tekanan yang dikehendaki.
RRB
6 buah Memisahkan bubuk 1,2,3,4 dan badag hasil dari
OTR dan PCR maupun dari Rotor Vane melalui
ayakan pada RRB dan untuk menurunkan suhu
bubuk yang keluar dari mesin serta membantu
proses fermentasi.
RV
4 buah Mengecilkan
ukuran
partikel
dan
menyeragamkan ukuran partikel.
Kereta Bubuk
13 buah Memindahkan bubuk teh hasil penggilingan dari
OTR ke RRB, dari RRB ke PCR, dari RRB ke
RV dan sebaliknya.
Sumber : Bagian Pabrik, 2008
Program BOP
UK I
UK III
UK IV
FERMEN
UK I
PENGE
UK III
UK IV
FERMEN
Program DUST
UK I
DAG
UK IV
DAG
UK IV
PENGE
UK III
UK IV
FERMEN
DAG
UK IV
PENGE
Pengeringan
Setelah proses oksidasi selesai bubuk dikeringkan dengan alat pengering
atau dilakukan proses penggorengan. Proses pengeringan bertujuan untuk
menghentikan proses oksidasi enzimatis dan menurunkan kadar air sehingga teh
tahan lama disimpan. Mesin pengering yang digunakan adalah Endless Chain
Pressure Dryer (ECP Dryer). Terdapat empat buah mesin ECP di pabrik
Pagilaran akan tetapi pada saat ini hanya dua mesin yang masih dapat bekerja, dua
mesin lainnya mengalami kerusakan. Masing-masing mesin berkapasitas 240
kg/jam. Suhu masuk (inlet) ECP yaitu 95-100 C, sedangkan untuk suhu keluar
(outlet) 45-50 C. Keadaan tersebut harus dipertahankan agar tidak merusak
mutu teh. Bahan bakar mesin menggunakan kayu bakar, hanya satu mesin yang
menggunakan bahan bakar BBM. Hal ini dikarenakan harga BBM yang terlalu
mahal. Penggunaan kayu bakar, panas yang dihasilkan kurang merata sehingga
perlu dilakukan pengecekan setiap saat.
Setiap bubuk dipisah dalam proses pengeringan. Apabila empat mesin
tersebut dapat bekerja seluruhnya maka pembagian berdasarkan bubuk. Masingmasing mesin 1, mesin 2 dan mesin 3 secara berurutan untuk mengeringkan
bubuk 1, bubuk 2, bubuk 3, sedangkan mesin 4 untuk bubuk 4 dan badag. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan dalam proses sortasi kering. Akan tetapi pada saat
ini hanya dua mesin yang beroperasi, maka pembagian kerja untuk mesin 1
mengeringkan bubuk 1, 2 dan 3. Sedangkan mesin 2 untuk mengeringkan bubuk 4
dan badag. Bubuk teh masuk ke dalam alat pengeringkan selama kurang lebih 20
menit atau hingga kadar air 2.5 %-3.5%.
Sortasi kering
Tujuan dari sortasi kering adalah menghilangkan serat, menyeragamkan
bubuk dan berat jenis. Alat yang digunakan adalah Vibro screen, Chotta, Crusher,
Theewan (Tea Winnower), Cutter, dan Tea Breaker. PT Pagilaran menghasilkan
beberapa jenis teh hitam sesuai dengan gradenya, masing-masing grade memiliki
ciri yang membedakan dengan grade yang lain. Adapun spesifikasi produk akhir
teh hitam yang dihasilkan PT Pagilaran dilihat dari gradenya, dapat dilihat pada
Tabel 3.
Berat jenis teh hitam yang dihasilkan oleh pabrik PT Pagilaran Batang,
berbeda-beda sesuai dengan gradenya. Grade yang memiliki berat jenis terbesar
adalah BOP sedangkan berat jenis paling kecil adalah dust. Densitas masingmasing teh hitam secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.
Secara mendasar kerja sortasi kering dimulai dari Vibro terasan yang
berfungsi menghilangkan serat, Chotta yang berfungsi menyeragamkan ukuran,
Theewan yang betugas memisahkan bubuk teh berdasarkan berat jenis, dan
terakhir Vibro Finishing. Akan tetapi sortasi memisahkan setiap bubuk teh secara
terpisah sehingga alur sortasi menjadi lebih komplek. Setiap alat memiliki 4
corong, dengan masing-masing corong ditentukan gradenya yaitu corong 1 untuk
grade Dust, corong 2 untuk grade PF, corong 3 untuk grade BOPF, corong 4
untuk grade BOP.
Tabel 3. Spesifikasi Produk Teh Hitam PT Pagilaran
Bentuk
Warna
Tip
Tekstur
Bau
Serat
Benda
asing
BOP
Keriting
Kehitaman
Tidak ada
Tidak rapuh
Normal
Tidak ada
Tidak ada
BOPF
Keriting
Kehitaman
Ada sedikit
Tidak rapuh
Normal
Tidak ada
Tidak ada
PF
Butiran
Kehitaman
Jarang ada
Padat berisi
Normal
Tidak ada
Tidak ada
DUST
Butiran
Kehitaman
Tidak ada
Padat berisi
Normal
Tidak ada
Tidak ada
FI
Butiran
Kehitaman
Tidak ada
Padat ringan
Normal
Tidak ada
Tidak ada
BT
Flaky
Kehitaman
Tidak ada
Ringan
Normal
Sedikit
Tidak ada
Choppy
Hitam
kecoklatan
Tidak ada
Berat keras
Normal
Tidak ada
Tidak ada
BOP II
Keriting
Kecoklatan
Tidak ada
Tidak rapuh
Normal
Sedikit
Tidak ada
F II
Butiran
Kecoklatan
Jarang ada
Padat ringan
Normal
Jarang ada
Tidak ada
BT II
Flaky
Kecoklatan
Tidak ada
Ringan
Normal
Ada sedikit
Tidak ada
DUST II
Butiran
Kecoklatan
Tidak ada
Ringan
Normal
Ada sedikit
Tidak ada
BOHEA
Serat
Panjang
Merah
Tidak ada
Ringan
Normal
Banyak
Tidak ada
Mutu
BP
Densitas/100 gram
BOP
340-350
BOPF
330-335
PF
290-295
DUST
250-255
BT
410-420
BP
245-250
BOP II
340-350
PF II
280-290
BT II
340-350
DUST II
240-245
BP II
250-260
Pengepakan
Pengepakan dimaksudkan untuk menjaga agar bubuk teh yang telah
melewati proses sortasi kering dapat meminimalisasi penurunan kualitas. Bubuk
teh bersifat higroskopis sehingga dengan pengemasan dapat mencegah
bertambahnya kadar air. Alat yang digunakan antara lain adalah Tea Bulker, Tea
Packer, mesin penggetar, Tea Bin dan Pallet.
Tea Bulker berfungsi untuk mencampur beberapa bubuk teh yang sama
jenisnya tetapi berbeda waktu pembuatannya. Tea Bulker mempunyai 8 kamar.
Pada bagian bawah berbentuk kerucut dan terdapat empat pintu sebagai tempat
untuk mengeluarkan campuran bubuk. Pintu ini dilengkapi dengan klep untuk
mengatur pengeluaran. Pengisian ke dalam bulker menggunakan conveyor.
Tea Packer berfungsi memasukkan bubuk teh kering ke dalam kemasan
dengan kepadatan yang merata sesuai dengan yang diinginkan. Prinsip Kerja dari
Tea Packer adalah Setelah Tea Bulker penuh, Klep pengeluaran dibuka sehingga
bubuk akan menuju konveyor dan masuk ke dalam Tea Packer. Paper Sack
disiapkan pada corong pengeluaran Tea Packer dan Klepnya dibuka. Setelah
penuh, kemudian teh kering dalam kemasan ditimbang.
Tea Bin (peti miring) berfungsi menyimpan bubuk teh kering hasil sortasi
sebelum pengepakan dilakukan. Peti ini berbentuk miring, dimaksudkan untuk
memudahkan dalam pengambilan (pengeluaran) bubuk dari dalam peti.
Pemasukan bubuk dilakukan lewat pintu atas dan dikeluarkan lewat pintu bawah.
Sedangkan Pallet berfungsi untuk meletakkan teh kering yang sudah dikemas,
baik dalam paper sack maupun karung plastik. Pallet terbuat dari kayu yang
dibuat persegi dengan susunan kayu tidak rapat yang berfungsi untuk sirkulasi
udara selama penyimpanan dan supaya bahan tidak bersentuhan langsung dengan
lantai. Spesifikasi ukuran pallet adalah 112 112 cm dengan tinggi 15 cm, dan
kapasitas per pallet adalah 20 Paper Zack.
Di PT Pagilaran kemasan yang digunakan adalah Paper Zack, karung
plastik dan karton. Paper Zack mempunyai empat lapisan yaitu tiga lapis kertas
dan satu lapis Alumunium Foil. Kapasitas dari Paper Zack adalah 50 55 kg.
Paper Zack ditumpuk di gudang penyimpanan dengan dialasi Paper Zack
ditumpuk maksimal dengan ketinggian 210-220 cm karena tinggi pintu Container
227.4 cm, sehingga dalam satu Pallet ditumpuk 20 Paper Zack. Gudang
penyimpanan dari teh yang sudah dikemas harus dijaga kelembabannya yaitu
sekitar 60 %.
Pemeriksaan Teh
Pemeriksaan pucuk segar di PT Pagilaran dimulai dari pucuk tiba di pabrik
yaitu dengan analisis pucuk, selanjutnya pengujian kadar air bubuk basah dan
kering dan pada akhir pengolahan dilakukan uji organoleptik. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk menjaga kualitas teh.
Analisis Pucuk
Analisis pucuk merupakan pemisahaan pucuk berdasarkan tingkat
mudanya pucuk atau tingkat pemenuhan syarat pengolahan. Di PT Pagilaran
analisis pucuk di kepala seorang mandor analisis pucuk dan enam orang pekerja
yang seluruhnya adalah wanita. Pembagian kerja sebagai berikut : dua orang
mengambil pucuk secara acak dari waring pengangkutan kemudian mengambil
contoh dari tiap mandor, satu orang penimbangan, dua orang melakukan
pemisahan berdasarkan rumus pucuk, dan satu orang menimbang hasil pemisahan
dan mencatat.
Analisis pucuk dilakukan tiap mandor. Dari penerimaan pucuk diambil
100 gram pucuk teh dari tiap-tiap mandor. Setelah itu dipisahkan berdasarkan
rumus petik yaitu p+2, p+3, b+1m, b+2m, b+3m dan lembaran daun muda yang
kemudian dijumlahkan sebagai pucuk halus. Sedangkan b+2t, b+3t, b+4t dan
lembaran tua yang dikelompokan sebagai pucuk kasar. Hasil dari pengelompokan
tersebut di hitung persentasi pucuk halus dan pucuk kasar. Dari analisis yang
didapat pucuk halus lebih dari 50 %, maka mandor telah bekerja dengan baik dan
harus mempertahankan keadaan pucuk tersebut. Apabila pucuk halus kurang dari
50 % atau maksimal 46 % maka mandor tersebut mendapat peringatan dari
mandor besar. Kegiatan ini dilakukan dua kali setiap hari, karena pemetikan
dilakukan dua kali dalam sehari.
Tabel 5. Hasil Rata-Rata Analisis Pucuk Halus dan Kasar Bulan Februari
2008 PT Pagilaran
Afdeling
p+2 p+3
Kayulandak 3.8
Pagilaran
3.9
Andongsilih 4.5
5.6
6.6
6.8
Jml
lt
Jml
Jml
Besar
4
4
4
40.7
42.2
41.7
7.3
6.8
7.3
41
41
41
59.3
57.8
58.3
100
100
100
9
8
8
2
2
2
Pucuk
Batang
Kayulandak
86.58
Pagilaran
85.83
Andongsilih
85.94
Sumber : Bagian Pabrik, 2008
13.42
14.17
14.06
Rusak Berat
9.02
8.74
8.94
Rusak
Ringan
9.02
9.05
9.04
Analisis halus yang dihasilkan dari jumlah pucuk p+2, p+3, b+1m, b+2m,
b+3m dan lm (lembaran muda) antara 40 42 gram (Tabel 5). Sedangkan untuk
analisis kasar yang merupakan jumlah pucuk b+2t, b+3t, b+4t dan lt (lembaran
tua) berjumlah antara 58-60 gram. Batang rusak berat dan rusak ringan masih
tergolong rendah yaitu antara 8-9 gram (Tabel 6). Dari hasil Tabel 5 dan 6 kualitas
pucuk yang dipetik belum memenuhi syarat karena pucuk halus yang dihasilkan
hanya 40%-42% kurang dari 50%.
Organoleptik
Organoleptik merupakan pengujian mutu teh dengan menggunakan organ
manusia. Seluruh organ dikerahkan untuk pengujian ini kecuali pendengaran.
Diantaranya penciuman, perasaan dan penglihatan. Kegiatan ini dilakukan dua
kali dalam sehari dan dilakukan setiap grade yang dihasilkan baik teh basah
maupun teh kering. Pengujian ini diantaranya rasa, warna, aroma seduhan dan
penampakan. Tujuan dari pengujian ini selain pengujian mutu juga untuk
mengetahui keadaan alat pengolahan serta waktu dan suhu fermentasi. Syarat
ruangan yang digunakan untuk organoleptik adalah tenang, nyaman, jauh dari bau
yang menyengat dan sinar matahari tidak langsung masuk kedalam ruangan.
Peralatan yang digunakan antara lain :
1. Kompor gas/listrik
2. Mangkok pencoba (bowl) harus berwarna putih dan terbuat dari porselen,
karena porselen tidak menyerap panas
3. Gelas seduhan
4. Neraca
5. Timer
6. Sendok pencicip
7. Tempolong penampung ludah
8. Saringan
9. Kaca bening
Tata cara untuk penampakan seduhan adalah
1. Timbang contoh uji sebanyak 5.68 gram, kemudian masukkan ke dalam gelas
seduhan
2. Didihkan air murni diatas kompor, kemudian tuang air ke dalam gelas seduhan
sebanyak 280 ml
3. Diamkan selama 6 menit, dengan memasang timer
4. Setelah 6 menit saring kemudian hasil seduhan tuang ke dalam mangkuk
pencoba usahakan tidak ada ampas yang tertinggal
5. Lakukan pengamatan warna, rasa dan aroma dari air seduhan
Ampas dari hasil diatas letakkan diatas kaca dengan berdampingan antar
contoh. Kemudian ditutup kembali dengan kaca, lalu diamati penampakan dari
ampas.
Hasil penilaian dari pengujian diatas, penampakan teh kering yang diuji
adalah warna, bentuk , bau, tekstur dan benda asing. Warna dinyatakan dengan
kehitaman, kecoklatan, kemerahan atau keabu-abuan. Bentuk dinyatakan dengan
tergulung, tidak tergulung, keriting atau tidak keriting. Bau dinyatakan dengan
normal, tidak normal atau berbau asing. Tekstur dinyatakan dengan rapuh, tidak
rapuh, padat atau tidak padat. Benda asing dinyatakan dengan ada atau tidak ada.
Penilaian terhadap tip juga dilakukan yaitu meliputi warna, jumlah dan
keadaan tip. Tip adalah bagian dalam pucuk peko yang masih berbentuk tunas.
Warna tip dinyatakan dengan keemasan atau keperakan. Jumlah tip dinyatakan
dengan banyak (Tippy), sedang (Some Tips) dan sedikit (Few Tip). Keadaan tip
dinyatakan sesuai hasil pengamatan seperti cerah, hidup dan berambut rapat.
Rangkuman dari penilaian penampakan teh kering merupakan gabungan
dari kombinasi dari unsur-unsur penilaian antara lain warna, bau, aroma, tekstur,
keragaman ukuran dan benda asing.dengan nilai sebagai berikut:
A = sangat baik (Well Made)
B = baik (Good)
C = sedang (Fair Made)
D = kurang baik (Unsatisfactory)
E = tidak baik (Bad)
Warna seduhan dinyatakan dengan memberikan nilai/score angka dari 2
sampai 5. Nilai 5 apabila air seduhan berwarna merah dan sangat cerah (Very
bright and coloury). Nilai 4 apabila air seduhan merah dan cerah (bright and
coloury). Nilai 3 apabila air seduhan merah dan terang (light and bright). Bila
ditemukan air seduhan teh yang berwarna kusam atau dull, maka dikategorikan
dengan nilai 2.
Penilaian rasa air seduhan meliputi unsur-unsur kesegaran (Briskness),
kekuatan (Strength), aroma (Flavour) dan rasa asing. Kesegaran dapat dilihat
seduhan air teh yang segar, yang didapat dari proses fermentasi dan pengeringan
yang tepat. Kekuatan adalah kombinasi antara kepekatan, rasa sepet yang
mengigit dan segar tetapi tidak pahit. Aroma adalah kombinasi antara rasa dan bau
yang spesifik yang dimiliki oleh kebun teh tertentu. Rasa asing adalah rasa yang
menyimpang dari khas teh seperti Tainted (tercemar).
Penilaian rasa dinyatakan dengan memberikan nilai ganjil dari angka 20
sampai 50. Nilai 21 sampai 29 apabila unsur-unsur penilaian dinyatakan tidak
enak (Bad) sampai kurang enak (Unsatisfactory). Nilai 31 sampai 39 apabila
unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan sedang (Fair Good) sampai enak (Good).
Nilai 41 sampai 49 apabila unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan enak (Good)
sampai sangat enak dan memuaskan (Very Good).
Penilaian kenampakan ampas seduhan dinyatakan dari kerataan warna
ampas seduhan, yang dapat dinyatakan dengan memberikan nilai dengan huruf a,
b, c, d dan e. nilai a apabila ampas seduhan berwarna sangat cerah dan seperti
tembaga (Very Bright and Coppery). Nilai b apabila ampas seduhan berwarna
cerah dan seperti tembaga (Bright and Coppery).
Hasil dari pengujian tersebut dicatat dalam formulir PGL-Form-10-01
(Gambar 14). Kemudian dilaporkan kepada kepala bagian pengolahan. Sebelum
melakukan pengujian di perusahaan, penguji (Tester) melakukan penyeragaman
rasa dengan penguji lainnya.
tugasnya kepala bagian kebun dibantu oleh pengawas kebun, mandor besar
pemetikan dan mandor besar pemeliharaan.
Kepala Bagian Pabrik bertanggungjawab terhadap kelancaran pengolahan
dan pengiriman produksi dan bertanggungjawab kepada Kepala Unit Produksi.
Kepala Bagian Teknik bertanggungjawab terhadap transportasi, instalasi listrik
dan mesin-mesin pengolahan dan bertanggungjawab kepada Kepala Unit Produksi
Kepala Bagian Litbang bertugas mengamati perubahan iklim dan cuaca,
melakukan pemuliaan tanaman. Selain itu juga mengadakan pencegahan dan
pemberantasan hama penyakit dan mengadakan penelitian dan memberikan
alternatif-alternatif yang dapat meningkatkan produksi teh. Kepala Bagian
Agrowisata bertanggungjawab terhadap pengelolaan obyek dan paket wisata,
bertanggungjawab terhadap pengelolaan akomodasi dan konsumsi, serta
bertanggungjawab kepada kepala unit produksi.
Status tenaga kerja di perkebunan PT. Pagilaran terbagi atas 4 jenis
golongan yaitu staf, pegawai, karyawan harian tetap dan karyawan harian kontan.
Karyawan staf dan pegawai diangkat oleh pihak direksi dan diberi gaji setiap
bulannya pada tanggal 10 dengan jumlah yang sudah ditetapkan. Karyawan harian
tetap diangkat oleh pimpinan kebun dan diberi gaji berdasarkan jumlah hari kerja
dalam sebulan dan diberikan 2 kali setiap tanggal 10 dan 25. Karyawan harian
kontan merupakan karyawan yang bekerja atas tanggungan mandor besar dengan
pemberian upah setiap tanggal 5 dan 20.
Data karyawan per tanggal 31 Januari 2008 yaitu meliputi: jumlah Kepala
Bagian 8 orang, jumlah pegawai 102 orang, jumlah karyawan harian tetap 215
orang dan jumlah karyawan harian kontan 1 570 orang, sehingga total tenaga kerja
di PT Pagilaran kebun inti Pagilaran Batang berjumlah 1 895 orang. Perincian
jumlah karyawan di PT Pagilaran dapat dilihat pada Tabel 7.
Hari kerja karyawan yaitu selama 6 hari dalam seminggu yaitu dari hari
senin sampai hari sabtu, kecuali karyawan pabrik. Jam kerja karyawan kebun
yaitu 5 jam dan 1 jam istirahat dari pukul 07.00-12.00, sedangkan karyawan
kantor 7 jam dan 1 jam istirahat yaitu dari pukul 07.00-15.00. Pada hari jumat
jam kerja kebun dari pukul 07.00-11.00, sedangkan jam kerja kantor pukul 07.0012.00. Jam kerja pegawai pabrik menggunakan sistem pergantian menurut jam.
Bagian
Staff
Pegawai
Harian Tetap
Harian
Kontan
L
P
19
1
Jumlah
1.
Kantor
L
1
P
1
L
5
P
7
L
5
P
1
2.
Pabrik
10
41
18
102
95
154
3.
4.
Teknik
Penelitian
Kebun
Pagilaran
Kebn
Andongsili
Kebun
Kayulandak
Agrowisat
a
1
-
6
5
20
-
36
15
63
20
21
10
26
183
15
10
50
124
14
26
108
16
42
1
24
8
18
9
13
5.
6.
7.
8.
215
150
130
P
10
11
7
17
45
0
30
2
21
8
40
251
63
37
665
452
348
16
19
97
778
0
Sumber : Bagian Kantor Induk Pabrik PT. Pagilaran, 2008
11
17
1895
Jumlah
78
24
93
122
600
L
30
Total
Pengawas
PT Pagilaran saat ini hanya mempunyai seorang pengawas, yaitu di bagian
kebun Pagilaran. Sedangkan bagian kebun Andongsili dan Kayulandak belum
mempunyai pengawas karena belum mempunyai pengganti setelah pengawas
sebelumnya pensiun.
Pengawas
mempunyai
tugas
membantu
Kepala
Bagian
dalam
Mandor Besar
PT Pagilaran mempunyai mandor besar yang terdiri dari dua bagian yaitu
mandor besar pemeliharaan yang mengkoordinasikan para mandor pemeliharaan.
Sedangkan mandor besar pemetikan yang mengkoordinasikan para mandor
pemetikan.
Secara singkat tugas dari mandor besar adalah melakukan perencanaan,
mengkoordinir,
melaksanakan,
mengawasi
dan
bertanggungjawab
dalam
mengelola bagian yang menjadi tugas kewajibannya. Pelaksanaan tugas ini harus
sesuai dengan prosedur, norma, ketentuan (peraturan) yang telah disahkan.
Mandor besar mempunyai wewenang pelaksanaan tugas pekerjaannya secara
efektif
dan
efisien,
termasuk
melaksanakan
koordinasi.
Mandor
besar
Mandor
Setiap bagian terdapat mandor, dan para mandor bertanggungjawab
terhadap mandor besar.
Mandor pemeliharaan
Mandor pemeliharaan terdiri dari mandor pemangkasan, kerik lumut,
penggarpuan, pengendalian gulma dan pemupukan. Tugas mandor pemeliharaan
antara lain pengawasan terhadap pekerja, membuat perencanaan, membuat
laporan bulanan dan mengevaluasi hasil kegiatan. Mandor pemeliharaan dapat
bergantian bertugas dengan mandor pemeliharaan yang lain. Sehingga antar
mandor pemeliharaan dapat merangkap berbagai kegiatan pemeliharaan. Mandor
pemangkasan tidak dapat digantikan dengan mandor pemeliharaan lainnya. Hal
ini dikarenakan mandor pemangkasan memerlukan keahlian khusus akan tetapi
mandor pemangkasan dapat menggantikan tugas mandor pemeliharaan lainnya.
Setiap mandor bertanggungjawab atas pekerjaan yang dilakukan
pekerjanya masing-masing yang terdiri dari pekerja harian dan borongan. Pekerja
harian merupakan pekerja yang mendapat upah per hari atau selama jam kerja.
Pekerja yang melakukan lima jam kerja mendapat upah Rp 13 500, sedangkan
pekerja yang melakukan tujuh jam kerja mendapat Rp 18 000. Pekerja yang
termasuk dalam pekerja harian adalah pemupuk dan tukang penembang kayu.
Pekerja borongan merupakan pekerja yang mendapat upah berdasarkan prestasi
kerjanya. Prestasi kerja ini ditentukan berdasarkan luas lahan yang dikerjakan.
Luas lahan ini ditandai dengan sebuah patok, dengan satu patok mempunyai luas
sekitar 400 m. Satu patok dihargai berkisar Rp 6 500 sampai Rp 12 000
tergantung jenis pekerjaan yang dilakukan dan kesepakatan awal dengan pekerja.
Mandor kerik lumut dan penggarpuan biasanya dilakukan oleh satu
mandor karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang beriringan dan rangkaian
kegiatan dari pemangkasan. Akan tetapi luas kebun yang terlalu besar sehingga
membutuhkan lebih banyak pekerja, maka kegiatan kerik lumut dan penggarpuan
dipimpin masing-masing satu orang mandor. Absensi mandor dilakukan terlebih
dahulu di kantor kebun, sebelum melaksanakan kegiatan di kebun. Mandor juga
melakukan absensi pekerjanya. Kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan
instruksi dari mandor besar pemeliharaan. Mandor pemeliharaan mendapat
perintah dari kepala bagian kebun. Sebelum hari pelaksanaan kegiatan dilakukan
pembuatan rencana berdasarkan instruksi dari mandor besar.
Mandor Pemetikan
Mandor pemetikan tidak dapat berganti dengan mandor pemeliharaan atau
sebaliknya. Mandor pemetikan bertanggungjawab terhadap mandor besar
pemetikan. Tugas dari mandor pemetikan antara lain mengabsen pemetik,
pengawasan pemetik, membuat rencana, menentukan hanca (areal yang harus
dipetik), membuat laporan bulanan berupa hasil pucuk teh per hari, memperbaiki
bidang petik. Kegiatan perbaikan bidang petik yang dilakukan mandor antara lain
mengambil pucuk burung dan cakar ayam yang tertinggal dan meratakan perdu.
Setiap mandor petik bertanggungjawab dua sampai tiga blok. Setiap harinya ratarata seorang mandor harus memetik seluas 2.25 ha (satu hanca).
Setiap mandor bertanggungjawab atas sekitar 10-20 pemetik dan harus
memenuhi target yang diberikan direksi tiap tahunnya. Selain itu mandor juga
harus meningkatkan analisis pucuk dari pabrik. Apabila analisis kurang dari 45%
mendapat peringatan dari mandor besar dan harus memperbaikinya. Apabila
analisis pucuk lebih dari 50% lebih dari setengah bulan, maka mandor mendapat
premi sebesar Rp 15 000 per bulan.
Pemetik merupakan pekerja borongan yang mendapat upah berdasarkan
prestasi kerjanya. Harga pucuk yang diberikan PT Pagilaran adalah Rp 390/Kg.
Tidak terdapat premi yang diberikan pemetik apabila analisis pucuknya baik,
sehingga pemetik dapat memetik sebanyak-banyaknya.
Karyawan yang bekerja di PT Pagilaran terdapat dua status yaitu karyawan
harian tetap dan karyawan harian kontan (lepas). Keduanya terdapat beberapa
macam perbedaan. Diantaranya jika harian tetap mendapat gaji walaupun tidak
masuk atau hari libur, sedangkan harian kontan apabila tidak masuk dan hari libur
tidak mendapat upah. Selain itu harian tetap mendapat jaminan sosial sedangkan
harian kontan tidak. Apabila telah pensiun karyawan harian tetap mendapat
tunjangan pensiun yang merupakan gaji selama sembilan bulan yang masingmasing bulan mendapat Rp 400 000 sehingga mendapat Rp 3 600 000. Sedangkan
untuk karyawan harian kontan mendapat empat bulan sehingga mendapat
Rp 1 600 000.
sepuluh
tahun
terakhir
(1998-2007)
menunjukkan
bahwa
Produktivitas kg/ha/tahun
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Sumber : Setiap bagian kebun PT Pagilaran, 2008
9 778
7 736
8 068
8 970
9 503
8 019
9 597
9 737
7 280
10 192
Rata-rata perbandingan antara teh kering dan basah selama lima tahun
(2003-2007) PT Pagilaran adalah 22 % (Tabel 9). Hal ini berarti PT Pagilaran
telah memenuhi standar rasio penyusutan bobot kering dan basah yang ditetapkan
yaitu 1 : 5 atau 20 %. Penyusutan bobot teh menjadi sekitar 20 % diduga terjadi
pada saat proses pengolahan. Pada saat proses pelayuan, bobot teh menyusut 50 %
dan pada proses pengeringan kadar air teh kering menjadi 2-3 %.
% kering/basah
25
21
21
21
21
22
Hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa tingkat produktivitas ratarata di PT Pagilaran dari 96 blok (N) adalah sekitar 8 701.292 kg/ha (Tabel 9).
Produktivitas PT Pagilaran telah melebihi dari produktivitas nasional yaitu sekitar
7 310 kg/ha. Produktivitas terendah mencapai 4 265 kg/ha, sedangkan
produktivitas tertinggi mencapai 12 838 kg/ha (Tabel 10).
Tabel 10. Analisis Deskriptif Produktivitas Teh Basah Selama 10 Tahun
(1998-2007) PT Pagilaran
Rata-rata produktivitas
Valid N (listwise)
N
96
96
Minimum
4 265.00
Maximum
12 838.00
Mean
8 701.2917
Ketinggian Tempat
Menurut Setyamidjaja (2000) tanaman teh dibagi menjadi tiga bagian
berdasarkan ketinggian tempatnya yaitu dataran rendah (< 800 meter di atas
permukaan laut (m dpl)), dataran sedang (800-1 200 m dpl) dan dataran tinggi (>
1 200 m dpl). Hal ini yang mendasari pengkatagorian ketinggian tempat, untuk
lahan Kebun Pagilaran ditanami pohon naungan yang sangat rapat, baik dataran
rendah maupun dataran tinggi. Naungan pada dataran tinggi akan menyebabkan
kelembaban lebih tinggi dan suhu lebih rendah. Sehingga ini juga akan
menghambat pertumbuhan pucuk teh.
Menurut Siswoputranto (1978) tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah
dengan ketinggian 200-2 000 meter di atas permukaan laut (m dpl). Di daerahdaerah yang rendah umumnya tanaman kurang dapat memberi hasil yang cukup
tinggi dan semakin tinggi letak daerah untuk penanaman teh umumnya dapat
diperoleh hasil yang lebih baik mutunya.
Pada perkebunan Pagilaran semakin meningkatnya ketinggian tempat,
tidak diikuti oleh peningkatan produktivitas. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
dalam pelakasanaan pemeliharaan kebun untuk setiap blok kebun. Pada daerah
dataran tinggi (> 1 200 m dpl) keadaan tanaman lebih tidak terawat dibandingkan
tanaman teh di dataran sedang rendah. Hal ini disebabkan kurangnya
pemeliharaan, sehingga tanaman teh menjadi terlalu tinggi dan pertumbuhan
gulma yang tinggi. Oleh karena itu, pemetik mengalami kesulitan dalam
melakukan pemetikan, dan produksi yang dihasilkan menjadi rendah.
Curah Hujan
Salah satu penentu ketersediaan air bagi tanaman perkebunan yang tidak
menggunakan sistem irigasi adalah curah hujan. Data yang diambil untuk analisis
hubungan produktivitas dengan curah hujan, hanya data bagian kebun Pagilaran
selama sepuluh tahun terakhir. Hal ini dikarenakan pada bagian kebun lainnya,
alat pengukur curah hujan mengalami kerusakan.
Berdasarkan data curah selama 10 tahun terakhir, iklim perkebunan
Pagilaran merupakan tipe A menurut Schmidth-Fergusson (Tabel Lampiran 6).
Iklim tipe A merupakan iklim daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropika.
Sehingga dareah ini cocok untuk tanaman perkebunan seperti teh.
Curah hujan Pagilaran sangat tinggi yaitu berkisar 3 500 - 7 000 mm per
tahun (Tabel 12). Curah hujan tersebut berfluktuasi setiap tahun selama 10 tahun
terakhir. Curah hujan minimum berjumlah 3 527 mm dengan hari hujan 181 hari,
menghasilkan produktivitas 10 192 kg/ha pada tahun 2007. Produktivitas
minimum yaitu 7 280 kg/ha, terdapat pada tahun 2006 dengan curah hujan 4 131
mm dan hari hujan 189 hari.
Tabel 12. Hubungan Curah Hujan (CH), Hari Hujan (HH) dan
Produktivitas Teh Basah per Tahun Selama 10 Tahun
Terakhir
Tahun
CH (mm)
HH (hari)
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
6 413
5 751
5 660
6 595
6 546
5 396
4 764
4 669
4 131
3 527
275
246
231
246
205
198
228
255
189
181
Produktivitas kg/ha/tahun
9 778
7 736
8 068
8 970
9 503
8 019
9 597
9 737
7 280
10 192
produktivitas per bulan tertinggi terjadi pada bulan Mei, Juni dan Oktober yaitu
masing-masing 812.70 kg/ha, 830.07 kg/ha dan 870.88 kg/ha. Pada bulan tersebut
hari hujan sekitar 13 -18 hari dengan curah hujan antara 200-450. Produktivitas
rendah sekitar 600 kg/ha terjadi Januari (801 mm), Februari (710 mm) dan Juli
(180 mm).
Tabel 13. Hubungan Curah Hujan (CH), Hari Hujan (HH) dan
Produktivitas Rata-rata Teh Basah per Bulan Selama 10
Tahun Terakhir
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Rata-rata CH
(mm)
741
716
603
618
445
253
197
86
174
359
598
597
Rata-rata HH
(hari)
25
25
25
24
18
13
12
7
11
18
26
25
terhadap kekeringan dan jumlah hujan tahunan sebaiknya tidak kurang dari 2 000
mm.
Crabe dan Paul B (1996) menjelaskan pada saat musim kemarau pucuk
mengalami masa dorman kemudian dipecahkan oleh butiran air yang datang pada
musim hujan. Sehingga pucuk dapat tumbuh aktif pada saat pergantian musim
kemarau menjadi musim hujan. Hal ini yang menyebabkan produktivitas tinggi
pada saat bulan Oktober.
Curah hujan yang tinggi pada saat musim hujan (bulan Januari dan
Februari) dapat meningkatkan aktivitas cendawan penyebab cacar daun, sehingga
akan mengakibatkan penurunan produksi. Selain itu juga menurunkan intensitas
cahaya sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis dan produksi pucuk
menurun.
Pucuk akan kembali tumbuh dengan baik ketika hujan mulai berkurang,
yaitu saat pergantian musim hujan menjadi musim kemarau. Sehingga produksi
pucuk kembali tinggi pada saat pergantian musim tersebut. Hal ini yang
menyebabkan produktivitas menjadi tinggi pada bulan Mei dan Juni.
Umur Tanaman
Menurut Adimulya (2006) umur tanaman teh dapat mencapai 100 tahun.
Penurunan produksi bisa disebabkan umur tanaman yang sudah tua. Sedangkan
Siswoputranto (1978) menjelaskan dengan pemeliharaan yang baik tanaman teh
dapat memberikan hasil daun teh cukup besar selama 40 tahun. Peremajaan
dilakukan saat kebun teh telah berumur lebih dari 40 tahun.
Tabel 14. Hubungan Umur Tanaman dengan Produktivitas Teh Basah per
Tanaman Teh
Umur (Tahun)
81
82
92
97
102
107
108
Produktivitas (kg/tanaman)
1.471
1.235
1.204
1.310
1.309
1.247
1.214
Data yang diambil pada Tabel 14, berdasarkan blok yang memiliki
kesamaan klon, ketinggian dan pemeliharaan. Hal ini dilakukan, agar lebih
memperlihatkan hubungan umur dengan produktivitas tanpa pengaruh faktor
lainnya. Sehingga data yang digunakan adalah data bagian kebun Andongsisli.
Tanaman teh di PT Pagilaran mempunyai umur tanaman yang sangat tua.
yaitu sekitar 100 tahun. Bahkan umur tanaman teh paling tua mencapai umur 108
tahun. Produktivitas tinggi terdapat pada umur 81 tahun yaitu 1.471 kg/pohon.
Sedangkan produktivitas rendah terdapat pada umur 92 dan 108 tahun yaitu
masing-masing 1.204 kg/pohon dan 1.214 kg/pohon. Sehingga dari hasil Tabel 14
menunjukkan bahwa umur tanaman semakin muda, maka produktivitas semakin
tinggi. Selain itu, walau tanaman teh sudah tua, tetapi tetap dapat menghaslkan
produksi yang tinggi.
Tabel 15 menunjukkan tahun tanam 1961-1980 mempunyai produktivitas
lebih tinggi dibandingkan tahun 1921-1940. Begitu pula dengan tahun 1921-1940
produtivitas lebih tinggi dibandingkan tahun 1890-1920. Secara keseluruhan hasil
menunjukkan tahun tanam mempengaruhi produktivitas, walaupun pada tahun
1981-2000 mengalami penurunan.
Tabel 15. Hubungan Tahun Tanam dan Bahan Tanam dengan
Produktivitas Teh Basah Rata-rata per Tahun Selama 10
Tahun.
Tahun Tanam
1890-1920
1921-1940
1961-1980
1981-2000
Rata-rata Produktivitas
(kg/ha/Tahun)
8 038.40
8 295.99
9 391.60
9 234.85
Sumber : Setiap bagian kebun PT Pagilaran, 2008
Bahan Tanam
Biji
Stek
77%
23%
99%
1%
73%
27%
2%
98%
Bahan Tanam
Bahan tanam di perkebunan Pagilaran sebagian besar berasal dari biji yang
merupakan warisan dari Belanda. Tabel 15 menunjukkan pada bagian tahun 19211940 bahan tanam biji 99 % sedangkan sisanya berasal dari stek (1%), dengan
produktivitas teh mencapai 8 295.99 kg/ha/tahun. Sedangkan pada tahun 19812000 bahan tanam dari stek 98 % dan biji 2 % menghasilkan produktivitas
9 234.85 kg/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa bahan tanam yang sebagian
besar dari stek mempunyai produktivitas lebih besar dari pada bahan tanam biji.
Potensi produksi tanaman asal stek lebih tinggi dibandingkan tanaman asal
biji. Hal ini dikarenakan perbanyakan bahan tanaman secara vegetatif dengan stek
merupakan salah satu cara mempertahankan sifat-sifat baik tanaman induk, karena
dengan perbanyakan secara vegetatif tidak terjadi perubahan sifat genotip.
Sedangkan tanaman asal biji merupakan hasil persilangan yang dapat
menimbulkan perubahan sifat pada keturunannya. Selain itu pembibitan teh
dengan menggunakan stek lebih cepat dibandingkan dengan biji (Setyamidjaja,
2000)
Penggunaan bahan tanam biji di perkebunan Pagilaran masih dilakukan.
Hal ini dikarenakan bahan tanam biji memiliki beberapa kelebihan. Tanaman asal
biji di kebun Pagilaran memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi, hal ini terlihat
dari ketahanan terhadap penyakit lebih baik daripada bahan tanam stek. Hal ini
dikarenakan bahan tanam biji memiliki akar lebih kuat dibandingkan tanaman asal
stek. Tanaman asal biji mempunyai akar tunggang sedangkan pada tanaman asal
stek mempunyai akar serabut, sehingga tanaman teh yang berasal dari stek mudah
dicabut dan mudah roboh dibandingkan tanaman asal biji (Tarlan dan Adimulya,
1997). Oleh karena itu tanaman asal biji lebih tahan lama dibandingkan tanaman
asal stek.
Jenis Klon
Analisis hubungan jenis klon dan produktivitas pada perkebunan Pagilaran
sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan, selain sebagian besar berasal dari biji,
setiap blok juga terdiri bermacam-macam klon. Astika (1997) menyatakan untuk
mendapatkan kualitas yang baik, jumlah klon yang ditanam dalam suatu
perkebunan teh hendaknya berkisar antara 3 5 klon. Di samping itu, setiap klon
hendaknya ditanam dalam blok-blok yang terpisah, untuk memudahkan
pemeliharaan. Hal tersebut belum dilakukan di perkebunan Pagilaran, karena
masih terdapat banyak klon bahkan dalam satu blok ditanam bermacam-macam
klon.
Klon merupakan bahan tanaman vegetatif yang digunakan untuk
pembiakan dengan cara stek (Setyamidjaja, 2000). Hasil data secara keseluruhan
menunjukkan klon TRI 2025 mempunyai produktivitas terbesar (Tabel Lampiran
5). Klon TRI 2025 memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan klon
lainnya, yaitu mempunyai daya adaptasi yang tinggi, sehingga dapat ditanam di
dataran rendah maupun dataran tinggi. Walaupun klon TRI 2025 memiliki
kekurangan seperti peka terhadap serangan hama dan cendawan, tetapi masih
dapat menghasilkan produksi yang tinggi dibandingkan dengan klon lainnya
(Malabar 2, SA 40, PS 1, Cinyiruan 143, SKM 118, dan Kiara 8).
Tenaga Kerja
Data yang diperoleh hanya data berasal dari bagian kebun Pagilaran
selama 7 tahun terakhir. Tabel 16 menunjukkan tenaga pemetik meningkat setiap
tahun hingga tahun 2004. Pada tahun 2005 terjadi penurunan tenaga kerja hingga
tahun 2007. Sebagian besar tenaga pemetik berjenis kelamin perempuan dan
berpendidikan SD. Sedangkan tenaga pemetik perempuan tertinggi yang bekerja
pada tahun 2002 yaitu 521 orang dengan produktivitas 956.55 kg/ha.
Tabel 16 juga memperlihatkan Indeks Tenaga Kerja (ITK) yang
merupakan rasio tenaga kerja dengan luas areal tanaman teh. ITK tertinggi terjadi
pada tahun 2004 yaitu 1.33 dengan produktivitas 1 048.86 kg/ha. Tahun 2007
terlihat ITK terendah dengan produktivitas 927.48 kg/ha. Selain itu kapasitas
pemetik Pagilaran tahun 2007 mencapai 0.89 ha/orang. Kapasitas ini dihitung dari
areal pemetikan per hari dibagi total tenaga pemetik dengan gilir petik 10 hari.
Sebelum tahun 2004 jumlah tenaga kerja terus meningkat setiap tahunnya. Hingga
tahun 2004 merupakan puncak dari jumlah tenaga kerja. Hal ini dikarenakan
adanya pergantian pimpinan kebun, yang menyebabkan kebijakan perkebunan
berubah. Kebijakan tersebut adalah tidak adanya penerimaan tenaga kerja, akan
tetapi dilakukan pengurangan tenaga kerja. Sehingga pada tahun berikutnya
jumlah pekerja menurun, walaupun pada tahun 2007 kembali terjadi peningkatan
jumlah pekerja.
Tabel 16. Hubungan Tenaga Kerja Pemetik dan Produktivitas Teh Basah
Bagian Kebun Pagilaran Bulan Desember Selama 7 Tahun
No Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jenis
Kelamin
L
P
23 510
24 521
43 517
65 513
65 508
53 464
47 442
Pendidikan
SD SMP SMA
523 10
523 19
3
546 12
2
554 21
3
549 21
3
493 21
3
466 21
2
Jumlah
ITK
533
545
560
578
573
517
489
1.22
1.25
1.29
1.33
1.32
1.19
1.12
Kapasitas
Pemetik
(ha/org)
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.09
Produktivitas
kg/ha
739.40
956.55
1 094.33
1 048.86
1 005.88
762.94
927.48
keadaan kaboler (pucuk yang terlalu tinggi). Usaha perkebunan Pagilaran dalam
mencukupi kebutuhan tenaga pemetik dilakukan dengan mendatangkan pemetik
dari blok lain atau dengan lintas antar blok. Upaya lain yang dilakukan adalah
dengan menambah jam kerja.
Tenaga pemetik di PT Pagilaran sebagian besar berjenis kelamin
perempuan. Walau demikian Tabel 16 menunjukkan semakin besar jumlah
pekerja laki-laki, semakin besar pula produktivitas pucuk. Hal ini berarti pekerja
laki-laki lebih baik dalam hal kuantitas dibandingkan pekerja perempuan. Akan
tetapi dalam hal kualitas pekerja perempuan lebih baik daripada pekerja laki-laki.
Pendidikan sebagian besar pekerja pemetik di PT Pagilaran adalah SD.
Tabel 16 menunjukkan pendidikan tidak terlalu berpengaruh pada jumlah
produktivitas pucuk teh. Sehingga, pekerjaan sebagai pemetik teh relatif tidak
membutuhkan tingkat pendidikan formal yang tinggi, tetapi membutuhkan
keterampilan. Selain itu, tingkat pendidikan formal tidak dipermasalahkan oleh
pihak manajemen perkebunan.
Manajemen dalam pengelolaan tenaga kerja mempengaruhi proses tenaga
kerja melakukan kegiatan di kebun. Pengelolaan tenaga pemetik di PT Pagilaran
belum sepenuhnya optimal, hal ini dikarenakan biaya tenaga kerja yang kecil.
Upah yang diberikan sering mengalami keterlambatan dan tanpa ada premi untuk
pemetikan yang melebihi bobot standar pemetik. Hal inilah yang menyebabkan
tenaga kurang bekerja dengan baik. Selain itu pengadaan bahan-bahan
pemeliharaan kebun dari direksi sering mengalami keterlambatan, sehingga
mengganggu proses pengelolaan pemeliharaan di lapang.
Peran Pimpinan Kebun berhubungan dengan manajemen pengelolaan
kebun. Pimpinan kebun dibantu dengan para kepala masing-masing kebun harus
mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapka oleh direksi.
Tapi dalam kenyataannya belum sepenuhnya dilaksanakan oleh setiap kepala
bagian kebun. Hanya bagian Kayulandak yang hampir mendekati pelaksanaan
SOP. Untuk itulah bagian Kayulandak memiliki manajemen yang lebih baik
dibandingkan dengan bagian kebun lainnya.
Populasi Tanaman
Peningkatan populasi diikuti dengan peningkatan produktivitas per hektar
(Tabel 17). Populasi tanaman tertinggi yaitu antara 13 001 pohon/ha 14 000
pohon/ha, dengan produktivitas tertinggi pula yaitu 10 672.68 kg/ha/tahun.
Populasi terendah yaitu antara 4 000-5 000 pohon/ha dengan produktivitas
8 050.38 kg/ha/tahun.
Tabel 17. Hubungan Produktivitas Teh Basah dengan Populasi Tanaman
Teh
Populasi
(pohon/ha)
4 000-5 000
5 001-6 000
6 001-7 000
7 001-8 000
8 001-9 000
9 001-10 000
10 001-11 000
11 001-12 000
12 001-13 000
13 001-14 000
Rata-rata Produktvitas
(kg/ha/tahun)
8 050.38
8 304.51
7 504.92
8 155.57
8 542.57
8 751.83
9 537.66
9 613.26
10 359.20
10 672.68
Rata-rata Produktivitas
(kg/pohon/tahun)
1.723
1.473
1.125
1.094
0.997
0.914
0.943
0.838
0.831
0.791
Tidak seperti halnya produktivitas per hektar, populasi yang tinggi dapat
menurunkan produktivitas tanaman teh per pohon. Penurunan ini diduga adanya
persaingan hara, sehingga menyebabkan turunnya produksi setiap individu
tanaman. Akan tetapi jumlah tanaman yang tinggi menyebabkan produktivitas
akan tetap tinggi, walaupun produktivitas per pohon rendah.
hujan setiap bagian kebun tidak berbeda, akan tetapi berubah setiap tahunnya.
Curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2001 yaitu 6 595 mm/tahun dan curah hujan
terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu 3 527 mm/tahun.
Tahun
Populasi (pohon/ha)
1998
930-1 300
9 410
8 978
6 972
6 413
6 413
6 413
1999
930-1 300
9 410
8 978
6 972
5 751
5 751
5 751
2000
930-1 300
9 410
8 978
6 972
5 660
5 660
5 660
2001
930-1 300
9 410
8 978
6 972
6 595
6 595
6 595
2002
930-1 300
9 410
8 978
6 972
6 546
6 546
6 546
2003
930-1 300
9 410
8 978
6 972
5 396
5 396
5 396
2004
930-1 300
9 410
8 978
6 972
4 764
4 764
4 764
2005
930-1 300
9 410
8 978
6 972
4 669
4 669
4 669
2006
930-1 300
9 410
8 978
6 972
4 131
4 131
4 131
2007
930-1 300
9 410
8 978
6 972
3 527
3 527
3 527
Tahun tanam setiap kebun hampir sama yaitu antara tahun 1894 hingga
1999. Tahun tanaman pada Tabel 20 dibagi menjadi dua yaitu 1899 1950
(tanaman tua) dan 1951 2000 (tanaman muda) dengan luas lahan masing-masing
tahun tanam. Tanaman tua banyak terletak di bagian kebun Andongsili yaitu luas
lahan 305.510 ha dan hanya 12.750 ha yang ditanam tanaman muda. Sedangkan
tanaman muda banyak ditanam di bagian kebun Pagilaran yaitu luas lahan
354.652 ha dan tanaman tua seluas 68.420 ha. Bagian Kayulandak sebagian besar
merupakan tanaman tua dengan luas tanam 160.410 ha dan tanaman muda seluas
58.852 ha.
Tabel 20. Perbedaan Faktor Klon dan Tahun Tanam Setiap Bagian Kebun.
Bagian Kebun
Faktor Produksi
Tahun Tanam
(Luas Lahan )
1899 1950 (68.420 ha)
1951 2000 (354.652 ha)
Pagilaran
Klon
Klon Campuran
Kayulandak
Biji dan PS
1899 1950
1951 2000
(160.410 ha)
(58.852 ha)
Andongsili
Biji
1899 1950
1951 2000
(305.510 ha)
(12.750 ha)
kebun
juga
sangat
mempengaruhi
produktivitas.
Pagilaran tidak memiliki disiplin yang tinggi di antara pekerja, sehingga peraturan
yang berlaku tidak dijalankan dengan baik.
Produktivitas tinggi pada bagian kebun Pagilaran tahun 2007 diduga,
disebabkan oleh populasi yang tinggi pada ketinggian yang rendah, sehingga
hanya memerlukan sedikit curah hujan. Populasi yang tinggi menyebabkan
kerapatan yang tinggi pula, sehingga air hilang akibat evaporasi tanah cukup
rendah. Jadi, air dalam tanah dapat disimpan dengan baik dan persediaan air
cukup untuk pertumbuhan tanaman teh. Menurut Jones (1992) evaporasi dapat
menghilangkan air dalam tanah, akan tetapi dapat diatasi dengan adanya penutup
tanah. Tanah pada kebun Pagilaran ditutup dengan kanopi tanaman teh yang
memiliki kerapatan yang tinggi.
Andongsili memiliki produktivitas terendah, karena hampir keseluruhan
kebun ditanami tanaman yang berasal dari biji dengan sebagian besar lahan
merupakan tanaman tua. Hanya 3 blok dari 30 blok yang ditanami jenis klon.
Produksi biji lebih rendah dibandingkan produksi jenis klon. Populasi rendah pada
bagian kebun Andongsili juga menyebabkan produksi menurun.
Andongsili pada tahun 1998 mengalami produktivitas tertinggi. Pada
tahun tersebut curah hujan relatif tinggi dengan populasi terendah dibandingkan
bagian yang lain. Populasi yang rendah menyebabkan tingginya proses evaporasi
dan persediaan air tanah berkurang. Curah hujan yang tinggi dapat
mengembalikan air hilang akibat proses evaporasi, sehingga tanaman teh tetap
berproduksi secara optimal.
Bentuk topografi pada bagian kebun Andongsili sangat terjal dan yang
banyak mengandung batu, sehingga menyulitkan pekerja dalam pengelolaan
kebun. Sehingga mengakibatkan pekerja tidak dapat bekerja secara optimal dan
lambat serta membutuhkan penambahan jumlah pekerja. Hal ini menyebabkan
keadaan kebun Andongsili menjadi sangat tidak kondusif untuk pertumbuhan
tanaman teh, sehingga produktivitas teh Andongsili menjadi rendah.
Saran
Untuk mencapai pengelolaan yang lebih optimal perlu dilakukan pelatihan
kepada para mandor secara rutin, agar para mandor lebih memahami tugasnya di
kebun. Dalam hal ini perlu adanya optimalisasi peran serta dari pimpinan kebun
dan kepala masing-masing kebun. Peremajaan tanaman teh yang sudah berumur
terlalu tua, dan pengaturan jarak tanam yang lebih teratur perlu diterapkan
produktivitas di kebun
DAFTAR PUSTAKA
Adimulya, V. 2006. Analisis Produksi Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di
Kebun Jolotigo, PTPN IX, Pekalongan, Jawa Tengah. Skripsi. Sarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 80 hal. (Tidak dipublikasikan)
Adisewojo, R. S. 1992. Bercocok Tanam Teh. Sumur Bandung. Bandung. 224
hal.
Astika I. G. P. W. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2. Pusat
Penelitian Teh dan Kina. Gambung . 151 hal.
Bambang, K. 1994. Petunjuk Kultur Pengolahan Teh. Pusat Penelitian Teh dan
Kina. Gambung. 154 hal.
Crabe, J. and B. Paul. 1996. A New Conceptual Approach to Bud Dormancy in
Woody Plants in Plant Dormancy Physiology Biochemistry and Molecular
Biologi. Editor G. A. Lang. Cab International. Uk. Hal 83-106
Darmawijaya, M. I. 1997. Keserasian Tanah dan Kemampuan Lahan Teh.
Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh . PPTK Gambung. Bandung. 147 hal.
Direktorat Jendral Perkebunan. 2007. Standar Ekspor Teh Indonesia (seri online).
URL http://www.disbun.jabarprov.go.id/. Diakses pada 20 Juli 2008-08-27
Eden, T. 1976. Tea. Third edition. Lowe and Brydone (Printers) Ltd, Thetford,
Norfolk: Great Britain. 215 p.
Ghani, M. A. 2002. Buku Pintar Mandor : Dasar-Dasar Budi Daya Teh. Penebar
Swadaya. Jakarta. 134 hal.
Heru, C.N. 2003 . Dari Belanda ke Kampus. Koran Tempo (seri
online).URL:http://www.korantempo.com/news/2003/2/27/Nasional/62.html
. Diakses pada 2 November 2007.
Iskandar, S. H. 1988. Budidaya Tanaman Teh. Jurusan Budaya Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. 40 hal
Jones, H. 1992. Plant and Microclimate. Second Edition. The Press Sydicate of
The University of Cambidge. Australia. 123 p.
Jumin, H.B. 1992. Ekologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologis. Rajawali Pers.
Jakarta. 162 hal.
Kertawijaya, W. S. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2. Pusat
Penelitian Teh dan Kina. Gambung . 151 hal.
LAMPIRAN
Status
Umum
Tanggal
12-Feb-08
13-Feb-08
14-Feb-08
15-Feb-08
16-Feb-08
KHL
18-Feb-08
19-Feb-08
20-Feb-08
21-Feb-08
22-Feb-08
23-Feb-08
25-Feb-08
26-Feb-08
27-Feb-08
28-Feb-08
29-Feb-08
01-Mar08
03-Mar08
04-Mar08
05-Mar08
06-Mar08
07-Mar08
10-Mar08
11-Mar08
Uraian kegiatan
Orientasi
pembibitan
Orientasi kantor
induk
Pengukuran
Curah hujan dan
Orientasi Pabrik
Orientasi teknik
Orientasi kebun
pagilaran
Pembibitan
membuat bekong
membuat bekong
mengayak tanah
melubangi
polibag
mencampur
tanah dengan
pupuk dan
dithane M-45
mengayak sub
soil
mengangkut dan
memasukkan top
soil
menyiapkan
polibag
memasukkan top
soil ke polibag
mengangkut dan
memasukkan sub
soil ke polibag
memasukkan sub
soil
menyeleksi bibit
praktek
pemangkasan
awal
praktek
pemangkasan
Lokasi
Pembibitan
kantor induk
Kebun dan
Pabrik
Bag Teknik
Kantor Kebun
50
Bekong
10
Bekong
Kebun bibit
5 jam
kerja
5 jam kerja
Kebun bibit
Kebun bibit
0.5 m
0.125 m
Kebun bibit
500
168
Kebun bibit
500
70
Kebun bibit
500
205
Kebun bibit
5 jam
kerja
5 jam kerja
Kebun bibit
Kebun bibit
Kebun bibit
Kebun bibit
Kebun bibit
Kebun
Pagilaran
5 jam
kerja
5 jam
kerja
5 jam kerja
5 jam kerja
Blok Kebun
Jati
400 m
18 pohon
kerik lumut
Blok Beji II
400 m
6 m
penggarpuan dan
penyiangan
Blok Beji II
400 m
kubur ranggas
Blok Beji II
400 m
pemangkasan
Blok Kebun
jati
400 m
Pengenalan
pemetikan
Blok Garjito II
Status
Tanggal
12-Mar08
13-Mar08
14-Mar08
15-Mar08
16-Mar08
17-Mar08
18-Mar08
19-Mar08
20-Mar08
24-Mar08
25-Mar08
26-Mar08
27-Mar08
29-Mar08
30-Mar08
31-Mar08
Uraian kegiatan
Lokasi
pemetikan
Blok Garjito II
35-40 kg
1.8 kg
pemetikan
Blok Garjito II
40 kg
3 kg
pemupukan
TBM
Pagilaran
1 ha
Pemetikan
Blok Garjito II
35-40 kg
3 kg
Blok Garjito II
Blok Gondang
5 jam
kerja
5 jam kerja
Blok Jrakah II
Blok Jrakah II
pemetikan
Blok
Kayulandak II
pemetikan
Blok kemulan
Pemupukan TM
Blok Sirebut II
Pemupukan TM
Blok Sirebut II
Pemupukan daun
Blok Sirebut II
01-Apr-08
Analisa pucuk
Pabrik
02-Apr-08
Analisa pucuk
Pabrik
03-Apr-08
Supervisi
Pabrik
5 jam
kerja
5 jam
kerja
-
04-Apr-08
Pabrik
Pabrik
Kebun bibit
Pabrik
Pabrik
10-Apr-08
pelayuan
pelayuan
(pengamatan)
Pembibitan.
penanaman stek
Penggilingan
dan sortasi basah
Penggilingan
dan sortasi basah
Pengeringan
Pabrik
11-Apr-08
Pengeringan
Pabrik
12-Apr-08
sortasi kering
Pabrik
14-Apr-08
sortasi kering
Pabrik
05-Apr-08
07-Apr-08
08-Apr-08
09-Apr-08
penyiangan
gulma
Penggarpuan dan
pemetikan
Penyiangan dan
TBM
kerik lumut
pemetikan
pemeliharaan
TBM
pemeliharaan
TBM
Blok karang
sari I
Blok karang
sari I
Blok gondang
IA
5 jam kerja
5 jam kerja
-
Status
Tanggal
Pendamping
Mandor
sortasi kering
Pabrik
16-Apr-08
pengepakan
uji organoleptik
teh
pembibitan
pengamatan
HPG
pengamatan
HPG
Pengamatan
Pucuk Klon
pengukuran
ketinggian
Pabrik
Pabrik
23-Apr-08
29-Apr-08
pemetikan
30-Apr-08
01-Mei08
02-Mei08
05-Mei08
06-Mei08
Pemupukan
Pengukuran
Ketinggian
pengukuran
ketinggian
Prosedur
Gudang
Kebun bibit
Kebun
Pagilaran
Kebun
Pagilaran
Blok Sanderan
II
Kebun
Pagilaran
blok pagilaran
II
Blok Beji II
Kebun
Pagilaran
Kebun
Pagilaran
Kantor
Gudang
Pemetikan
Gondang III
24-Apr-08
25-Apr-08
26-Apr-08
28-Apr-08
Pendamping
Kepala
Afdeling
Lokasi
15-Apr-08
17-Apr-08
3
Uraian kegiatan
07-Mei08
Pemupukan
08-Mei08
09-Mei08
10-Mei08
12-Mei08
13-Mei08
14-Mei08
pengukuran
ketinggian
pengukuran
ketinggian
Penggarpuan dan
Babat
pengukuran
ketinggian
pengukuran
ketinggian
Pemetikan
Jendangan
15-Mei08
Pemetikan
16-Mei08
17-Mei08
19-Mei08
20-Mei08
21-Mei08
Pemeliharaan
Pembukaan
Lahan
Pembibitan
Kontrol Kebun
Proses RKT
kepala bagian
Blok
Pekandangan
IB
Kebun
Andongsili
Kebun
Andongsili
Blok Dawuhan
II
Kebun
Kayulandak
Kebun
Kayulandak
Blok Sirebut
IA
Blok
Pagergunung
IA
Blok
Kayulandak
Blok
Kayulandak
Penelitian dan
Pengembangan
Kebun
Pagilaran
Kebun
Pagilaran
Status
Tanggal
Uraian kegiatan
22-Mei08
26-Mei08
Pengumpulan
data
Tugas Kepala
Bagian
Pengambilan
Contoh Tanah
dan daun
Pengambilan
Contoh Tanah
dan daun
Pengambilan
Contoh Tanah
dan daun
Penanaman
perdana
Prosedur Tugas
Pengawas
Pembuatan
Laporan
Sementara
27-Mei08
28-Mei08
29-Mei08
30-Mei08
31-Mei08
1-10 Juni
08
Lokasi
Kantor
Pagilaran
Kebun
Andongsili
Kebun
Andongsili
Kebun
Andongsili
Kebun
Kayulandak
Kebun
Kayulandak
Kebun
Kayulandak
Bagian
Penelitian
No
Luas
(ha)
18.79
Tahun
Tanam
Populasi/
ha
469.75
1978/
1998
9 908
Patok
Klon
Campur
(biji. Kiara
8, TRI, PSI)
TRI
Ketinggian
m dpl
Garito II
Garito IIIB
3.180
79.75
1987
9 900
Gamblok I
7.270
181.75
1976
7 922
257.00
1976
7 422
133.00
1972
10 000
Biji/Kloon
820
266.50
1973/
1990
6 858
Biji
820
246.50
1974
8 717
780
463.25
1973/
1990
9 257
Biji
Campur
(Biji. TRI,
Kiara 8,
PSI)
129.25
1987/
1999
9 697
290.75
1976/
1977
8 324
1977
9 800
10.28
4
Gamblok II
Pecundukan
IIIA
Pecundukan
IV
Kebunjati I
Pulosari III
Pulosari I
0
5.320
10.66
0
9.860
18.52
6
5.170
11.63
10
Gamblok III
11
Sijanggel
8.500
212.50
12
Karangdadi I /
II
9.093
254.75
13
Karangdadi
III
7.500
187.50
1962/
1977
1975/
1976/
1998
Pecundukan I
15
Kebunjati II
16
Pulosari II
17
Pecundukan II
18
Pecundukan
IIIB
7.833
Campur
(Biji. TRI,
Kiara 8,
PSI)
Campur
(Biji. TRI,
Kiara 8,
PSI)
880
860
730
780
880
875
Biji
890
8 772
Biji, Klon
Campuran
880
TRI, PSI,
Biji
Tanaman
lama 1 ha
Campur
(Biji.
TRI2024,
2025,
PSI.Kiara)
860
310.00
1987
7 375
307.50
1974
8 739
196.00
1974/
1975
8 550
Biji, Kiara
700
285.50
1925
7 000
Biji
840
115.75
1972
10 000
Biji
840
12.30
0
TRI
875
8 325
12.40
14
Biji
Campur
(biji. Kiara
8, TRI, PSI)
850
730
11.42
0
4.630
Blok Kebun
19
Drejeg
20
Sanderan IV
Luas
(ha)
Patok
6.210
155.25
12.190
304.75
Tahun
Tanam
1980/
1990
1961/
1985/
1988
21
Garjito I
4.520
113.00
1989/
1999
22
Sanderan II
3.360
84.00
1999
23
Beji I
4.142
116.00
24
Beji II
15.205
425.75
25
Kejawen IA
11.870
27
Keteleng
28
Populasi/
ha
Klon
Ketinggian
m dpl
10 045
TRI
860
8 767
TRI
900
8 836
1 1008
296.75
1899/
1912
1899/
1912
1992
13.151
368.25
1925
5 476
Sanderan III
7.000
175.00
10 005
29
Sukowero
8.010
200.25
1984
1977/
1978
30
Kwarasan I
13.000
325.00
1978
9 477
31
Kwarasan II
15.666
391.75
1979
12 000
32
Jemanen II
15.314
383.00
1979
13 300
33
Garjito IIIA
4.070
101.75
1980
9 392
34
Pagilaran III
4.440
111.00
1988
35
Depok IA
11.580
289.50
860
870
7 322
Biji
1 055
5 884
Biji
1 045
8 316
1 000
9 418
TRI
Biji, TRI 2
ha
TRI
Biji. TRI 2
ha
Campur
(biji. Kiara
8, TRI, PSI)
Campur
(TRI,PSI,
Kiara 8)
TRI, SKM
Kiara 8,
PSI, Kiara
TRI
1991
11 500
TRI
1 050
156.25
1992
11 500
TRI
920
1993
1980/
1998
1979/
1980
1979/
1980
1980
1899/
1953
1899/
1953/1
999
12 525
TRI
1 100
8 995
TRI, Biji
985
13 600
Biji, SKM
1 000
13 600
TRI, Biji
1 030
9 300
TRI
1 075
7 400
Biji
940
11 015
Biji, MPS 7,
GPPS, PS
915
36
Sanderan IA
6.250
37
Depok IIA
Karangnong
ko
11.070
276.75
13.182
329.75
39
Kejawen II
10.000
250.00
40
Giyanti IA
9.000
225.00
41
Sirebut IIIA
14.268
356.75
42
Pagilaran I
12.690
355.50
43
Pagilaran II
11.812
330.75
Jumlah
428.07
2
10901.
50
38
Campur
(biji 0.43ha.
TRI 3.23
ha)
Gambung 7.
8 GPPS 1
9 887
1 050
920
955
955
955
990
860
900
Kebun Penelitian
Luas
ha
Tahun
Tanam
Populasi/ha
29.25
1925
7.00
1.000
25.00
1999
11.08
2.170
54.25
430.242
10 955.75
No
Blok Kebun
Pecundukan II
1.170
Sanderan II
Jumlah
Jumlah Total
Patok
Klon
Aneka
Kloon
Gambung 7,
8, GGPS I
Ketinggian
m dpl
840
885
Pagergunung IA
Luas
(ha)
15.715
Pagergunung IB
No
Blok Kebun
Tahun
Tanam
Populasi/
ha
Klon
8 630
Biji
16.143
1905/1923
1905/1923
8 586
Biji/PS
Pager pelah IA
7.000
1894/1914
9 240
Biji
Pager pelah II
9.143
1894/1914
9 144
Biji
Pager pelah IB
13.000
1894/1915
9 240
Biji/PS
Kemulan IA
15.179
1903/1991
8 059
Biji/PS
Kemulan IB
12.750
1903/1991
10 064
Biji/PS
Jrakah I
14.392
1903/1914
7 457
Biji/PS
Jrakah III
3.538
1990
11 281
Klon
10
Jrakah II
3.678
1990
11 231
Klon/PS
11
Kayulandak I
4.893
1904/1915
10 013
Biji
12
Kayulandak II
14.500
1904/1915
8 960
Biji/RB
13
Sirebut IA
12.766
1901/1912
7 730
Biji
14
Depok IIB
8.786
1900/1909
8 195
Biji
15
Keteleng II
6.000
1925
8 160
Biji
16
Depok IB
3.250
1900/1909
7 180
Biji
17
Plantongan IA/I
7.950
1991
10 429
TRI
18
Plantongan IB
11.822
1906/1910
7 978
Biji
19
Plantongan IA
9.000
1906/1909
7.180
Biji
20
Sirebut III
13.287
1981
12 427
TRI
21
Sirebut II
2.750
1901/1912
4 404
Biji
22
Sirebut IB
11.250
1901/1912
9 720
Biji/PS
23
Giyanti II
2.470
1991
11 189
JUMLAH
219.263
II.
No
Blok Kebun
Jrakah II
Jumlah total
Luas
(ha)
8.75
Ketinggian m dpl
1 240
1 240
1 205
1 260
1 270
1 470
1 390
1 460
1 340
1 285
1 270
1 260
1 160
1 190
1 170
1 200
1 140
1 170
1 170
1 200
1 205
1 185
1 090
TRI
Tahun
Tanam
Populasi
/ha
Klon
Ketinggian m dpl
2003/2004
13 059
Gambung
7, 9, 11
1 290
228.013
Blok Kebun
1 Dawuhan IA
2 Dawuhan IB
3 Dawuhan II A
Luas(ha) Populasi/ha
8.50
12.00
7.00
5 568
5 620
5 560
Tahun
Tanam
1925
1925
1925
Ketinggian m dpl
1 060
1 050
1 070
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Dawuhan II B
Andong Silih
Karang Sari I
Karang Sari IIA
Karang Sari II B
Cikalong
Gondang Ia
Gondang Ib
Gondang IIA
Gondang IIB
Gondang III
Gondang IV
Tenggung
Karangmego IA
Karangmego IB
Karangmego II
Pekandangan IA
Pekandangan
IA/1
Pekandangan IB
Pekandangan
IB/1
Pekandangan II
Sitogog
Bismo IA
Bismo II
Karangsari III
Bismo III
Bismo IB
Jumlah
12.00
12.25
14.50
10.25
11.00
15.25
8.50
8.00
9.50
7.834
4.76
7.25
14.00
10.75
6.75
15.00
16.50
5 986
7 340
6 564
6 000
5 320
5 612
5 912
6 592
5 560
5 560
4 772
5 864
7 200
6 380
6 432
7 436
8 700
1925
1915
1915
1915
1915
1905
1926
1926
1926
1926
1926
1926
1900
1905
1905
1905
1899
1 125
1 160
1 070
1 020
1 010
1 300
1 120
1 030
1 080
1 040
1 020
1 050
1 105
1 220
1 210
1 290
1 280
11.50
8.00
9 560
8 850
1899
1899
1 300
1 215
13.00
8.50
6.00
6.25
8.25
11.75
11.25
11.75
303.594
9 196
5 200
7 800
7 040
4 940
11 500
11 500
11 500
1899
1899
1900
1910
1910
1915
1900
1990
1 195
1 115
1 250
1 145
1 020
1 000
930
1 135
Blok Kebun
1 Gondang III
Jumlah total
Tahun
Luas
Populasi/ha
Tanam
(ha)
6.25
11 500 2004
310.094
Ketinggian m dpl
1 020
Tabel Lampiran 5. Hubungan Klon dengan Rata-rata Produktivitas Teh Basah per
Tahun
Klon
TRI 2025, TRI 2024
Biji/Kloon
TRI
TRI. Biji
TRI
TRI
TRI
TRI 2025
TRI
TRI
TRI
TRI. SKM
Campur (biji. Kiara 8. TRI. PSI)
Biji. TRI 2 Ha
Biji
Campur (Biji. TRI2024.2025. PSI.Kiara)
Campur (Biji. TRI. Kiara 8. PSI)
biji
Campur (TRI. PSI. Kiara 8)
Klon/PS
Biji. TRI 2 Ha
Biji. SKM
Biji
Biji
Biji
Biji
TRI
Biji
Campur (Biji. TRI. Kiara 8. PSI)
TRI
Biji
Biji
TRI
Biji
biji
Biji/RB
Campur (biji. Kiara 8. TRI. PSI)
Biji
Biji
Klon
Rata-rata produktivitas
(kg/ha)
12 838.68
12 245.78
12 084.24
11 779.48
11 542.19
11 290.34
11 199.95
10 940.24
10 799.76
10 649.39
10 564.15
10 545.34
10 448.30
10 437.05
10 268.57
10 102.02
10 089.17
10 026.92
9 990.47
9 837.38
9 824.90
9 693.22
9 689.41
9 602.51
9 563.50
9 548.48
9 518.44
9 499.60
9 408.01
9 392.95
9 350.42
9 334.69
9 304.97
9 273.59
9 183.59
9 169.65
9 137.83
9 096.22
9 079.22
9 016.68
Tabel Lampiran 6. Curah Hujan di Kebun Pagilaran dari Tahun 1998 - 2007
1998
Bulan
Januari
CH
681
Februari
1999
HH
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Rata-rata
28
CH
794
HH
30
CH
1146
HH
29
CH
741
HH
27
CH
1018
HH
27
CH
407
HH
17
CH
536
HH
25
CH
385
HH
21
CH
1208
HH
28
CH
496
HH
18
CH
741
HH
25
538
27
843
26
227
17
688
28
1419
26
1167
24
736
25
465
26
556
26
524
26
716
25
Maret
655
29
492
23
475
25
637
22
1004
28
840
27
480
22
586
24
225
20
632
26
603
25
April
576
25
472
25
703
27
667
24
1068
23
260
20
699
23
699
23
490
26
548
21
618
24
Mei
613
17
386
14
496
21
545
12
261
16
348
16
685
24
332
16
413
21
370
26
445
18
Juni
453
19
340
17
230
298
19
117
266
107
10
292
23
108
323
12
253
13
Juli
504
25
211
14
224
11
357
14
118.5
12
19
305
17
193
14
27
197
12
Agustus
260
17
119
10
157
72
50
92
54
11
86
September
399
13
90
218
18
323
14
50
179
14
105
16
352
19
53
174
11
Oktober
524
25
569
24
598
27
916
27
50
231
159
15
378
23
43
12
21
359
18
November
640
26
856
30
976
29
831
28
454
26
837
25
326
22
393
24
252
20
120
14
598
26
Desember
570
24
579
28
210
10
520
26
938
26
752
30
626
29
540
31
823
20
413
25
597
25
6413
275
5751
246
5660
231
6595
246
6546
205
5396
198
4764
228
4669
255
4131
189
3527
181
5345
225
Jumlah
BB
12
11
12
11
10
11
11
10.3
BK
1.4
BL
0.3
Kepala Bagian
Pabrik
Pengawas
Kepala TU
MandorBesar
BesarMesin
Sortasi+ dan
Mandor
Pengepakan
Kendaraan
Kepala TU
Kepala Bagian
Teknik
Pengawas
Mandor Besar Kontruksi & Listrik
Mandor Besar Penelitian
Kepala Bagian
Penelitian dan Antan
Pengawas
Kepala TU
Mandor Besar Antan
Korkam
Kepala
Unit
Pagilaran
(Pimpinan
Kebun)
Kepala Bagian
Kantor Induk
Pengawas
Sie Kesehatan
Kepala Bagian
Kebun Kayulandak
Pengawas
Kepala TU
Mandor Besar Petik
Mandor Besar Pemeliharaan
Kepala Bagian
Kebun Pagilaran
Pengawas
Kepala TU
Mandor Besar Petik
Kepala Bagian
Andongsili
Pengawas
Kepala TU
Mandor Besar Petik
Kepala Bagian
Agrowisata