Referensi Teh PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 112

ANALISIS PRODUKTIVITAS TEH

(Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI PT. PAGILARAN,


BATANG, JAWA TENGAH

Oleh
DHIAN SARASWATI
A34104066

PROGRAM STUDI AGRONOMI


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

RINGKASAN
DHIAN SARASWATI. Analisis Produkivitas Teh (Camellia sinensis (L.) O.
Kuntze) di PT. Pagilaran, Batang, Jawa Tengah. (Dibimbing oleh
ISKANDAR LUBIS dan SUPIJATNO).
Produktivitas teh Indonesia saat ini masih tergolong rendah yaitu mencapai
sekitar 1 900 2 000 kg teh kering per hektar per tahun pada tahun 2007. Skala
tersebut masih tergolong rendah dibandingkan dengan produktivitas negara
penghasil teh lainnya, seperti Kenya yang mencapai 3 000 kg teh kering per
hektar per tahun. Bahkan pada tahun 2006 produktivitas nasional hanya mencapai
1 478 kg teh kering per hektar (Direktorat Jendral Perkebunan, 2007). Hal inilah
yang menyebabkan menurunnya kinerja ekspor teh Indonesia, sehingga
dibutuhkan analisis faktor yang mempengaruhi produktivitas.
Kegiatan magang ini dilakukan untuk memperluas wawasan mengenai
aspek budidaya tanaman teh khususnya produktivitas, sehingga mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas teh. Kegiatan magang ini
diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan melalui
penerapan ilmu, menjadikan wahana latihan kerja dengan membandingkan ilmu
yang didapat di kampus dengan kenyataan di lapangan.
Kegiatan magang ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu mulai tanggal 11
Februari 2008 sampai 10 Juni 2008. Kegiatan magang telah dilaksanakan di
Perkebunan Pagilaran, Batang, Jawa Tengah.
Metode yang digunakan dalam kegiatan magang adalah dengan bekerja
sebagai karyawan harian lepas (KHL) selama dua bulan, pendamping mandor dan
pendamping asisten afdeling masing-masing satu bulan. Jenis data yang
digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui
pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan staf perusahaan.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang dimiliki perusahaan, seperti
produksi pucuk, jumlah tenaga pemetik, populasi tanaman, ketinggian tempat,
curah hujan, umur tanaman, masing-masing selama sepuluh tahun terakhir
(Januari 1998 sampai dengan Desember 2007).

Pengelolaan Kebun Pagilaran secara keseluruhan sudah cukup baik,


walaupun masih kurang optimal dalam beberapa hal. Seperti dalam pemeliharaan
kebun juga masih kurang intensif. Hal ini dilihat dalam pemberian pupuk yang
masih banyak terdapat kesalahan yang menyebabkan kurang efisien dan efektif
dalam pemberian pupuk. Selain itu kurangnya pelakanaan Standar Operasional
Prosedur (SOP) untuk setiap kepala bagian kebun.
Faktor yang mempengaruhi produktivitas teh adalah ketinggian tempat,
curah hujan, umur tanaman, asal bahan tanam, serta tenaga pemetik. Ketinggian
optimum untuk pertumbuhan tanaman teh adalah 800 1 200, selain itu tanaman
teh tidak membutuhkan curah hujan yang tinggi. Penggunaan bahan tanam stek
dapat meningkatkan produktivitas teh basah. Tanaman yang berumur tua masih
tetap dapat berproduksi dengan baik. Tenaga pemetik laki-laki menghasilkan
produktivitas yang lebih tinggi daripada tenaga perempuan, akan tetapi dalam
kualitas pekerja perempuan lebih tinggi daripada pekerja laki-laki. Selain faktorfaktor tersebut pengelolaan kebun yang baik juga akan meningkatkan
produktivitas tanaman teh.

ANALISIS PRODUKTIVITAS TEH


(Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI PT. PAGILARAN,
BATANG, JAWA TENGAH

Skripsi sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh
Dhian Saraswati
A34104066

PROGRAM STUDI AGRONOMI


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

Judul : ANALISIS PRODUKTIVITAS TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze)


DI PT. PAGILARAN, BATANG, JAWA TENGAH
Nama : DHIAN SARASWATI
NRP

: A34104066

Menyetujui
Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Dr Ir Iskandar Lubis, MS
NIP 131 471 380

Ir Supijatno, MSi
NIP 131 578 789

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr


NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pontianak, Kalimantan Barat pada tanggal 31
Agustus 1985 dari pasangan Bapak Suratno dan Ibu Subiyanti. Penulis merupakan
anak pertama dari tiga bersaudara.
Penulis masuk pendidikan Taman Kanak-kanak Pertiwi Semarang, Jawa
Tengah pada tahun 1990. Sekolah Dasar pada tahun 1992 di SDN Kabluk 03-04
Semarang, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 1998. Lulus dari SMPN 2
Semarang, Jawa Tengah pada tahun 2001. Lulus dari SMA Kesatrian 1 Semarang,
Jawa Tengah pada tahun 2004.
Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Agronomi,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur SPMB. Penulis mengikuti organisasi mahasiswa yaitu Badan
Eksekutif Mahasiswa tingkat Fakultas Pertanian (BEM A) selama dua tahun
berturut-turut yaitu 2005/2006 berada di departemen kesekretariatan dan
2006/2007 berada di departemen pendidikan.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat,
Hidayat, dan Kasih Sayang-Nya yang begitu besar, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik dan lancar yang berjudul
ANALISIS PRODUKTIVITAS TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI PT.
PAGILARAN, BATANG, JAWA TENGAH. Analisis ini didasari adanya
penurunan ekspor teh Indonesia ke negara lain yang semakin menurun tiap
tahunnya. Skripsi merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Program
Studi Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi produktivitas teh di PT Pagilaran, Batang, Jawa Tengah. Akhirnya
penulis hanya dapat bermohon kepada Allah SWT, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi siapapun yang memerlukan.
Bogor, September 2008

Penulis

UCAPAN TERIMAKASIH
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, berkat dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segenap ketulusan dan
kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1.

Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS, dan Ir. Supijatno, MSi sebagai pembimbing I
yang telah memberikan nasehat, perhatian, dan masukan kepada penulis
sehingga memperlancar penyelesaian skripsi ini.

2.

Ani Kurniawati, SP., MSi, sebagai pembimbing akademik.

3.

Ir. Heni Purnamawati, MSc.Agr sebagai dosen penguji.

4.

Bapak, Ibu, Duto, Ira tanpa kalian aku tidak akan sampai disini. Kalian
adalah segalanya.

5.

Direksi PT. PAGILARAN yang telah berkenan memberikan ijin magang


kepada penulis di PT. PAGILARAN, Unit Produksi Pagilaran, Batang, Jawa
Tengah.

6.

Ibu Ketut dan Bapak Harsoyo yang telah memberikan banyak bantuan
kepada penulis.

7.

Ir. H. Tentrem Raharjo, selaku Pimpinan Kebun PT. Pagilaran, Unit


Produksi PT. Pagilaran, Batang, Jawa Tengah.

8.

Bapak Haryoso Setiyo Utomo, Bapak Ujang Mahidi dan Bapak Eko
Purwadi selaku Kepala Bagian Kebun Pagilaran, Andongsili dan
Kayulandak yang dengan sabar selalu memberikan arahan kepada penulis di
kebun.

9.

Supriyono, SP. selaku Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan PT.


PAGILARAN, Batang, Jawa Tengah.

10.

Bapak Subito, Bapak Riyadi, Bapak Purwanto, Bapak Sutunut, Bapak


Wiyanto, Ibu Sri Rahayu dan seluruh staf Bagian Litbang PT Pagilaran yang
sangat membantu penulis dalam melakukan magang.

11.

Pak Nurhan dan keluarga, Ibu Ratmi, Mak surip dan keluarga, Pak
Sungkowo dan keluarga, Pak Girman, Pak Siwit, Pak Santo dan seluruh

warga Pagilaran atas keramahaanya dan kebaikannya penulis selama penulis


tinggal di Pagilaran.
12.

Seluruh karyawan Pagilaran yang telah membantu penulis dalam melakukan


praktek di kebun.

13.

Mbak Restu dan Hendro (Pagilaran-ers) teman seperjuangan selama kita


melakukan magang dalam suka maupun duka.

14.

Indah (UNSOED), Ida (UNSOED), Ixa (UNISRI) dan Risdy (UNISRI)


walaupun sejenak kita kenal, tetapi serasa telah lama kenal.

15.

Indra, Mudi, Diah (UNPAD 2003), Gita, Dhini, Enunk dan Rika (Q-erz)
yang pernah ada dalam empat tahunku.

16.

Sari dan Rika (H4-ers) yang selalu bersama selama tiga tahun terakhir.

17.

Nani, Nandini, Asti, Vv, Q-erz dan H4-ers (D Gandenkz) yang selalu
membuat hari-hariku tertawa.

18.

Agronomi41 yang memberikan arti teman kepada penulis.

19.

Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak
memberikan dukungan kepada penulis.

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang........................................................................................ 1
Tujuan..................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Teh .............................................................................
Syarat Tumbuh ......................................................................................
Budidaya Tanaman Teh .........................................................................
Pengolahan dan Produktivitas Teh .........................................................

4
5
6
8

METODOLOGI
Waktu dan Tempat.................................................................................. 10
Metode Pelaksanaan ............................................................................... 10
KEADAAN UMUM
Sejarah .................................................................................................... 12
Wilayah Administrasi, Tanah dan Iklim................................................. 13
Luas Areal dan Tata Guna Lahan ........................................................... 14
Bidang Usaha.......................................................................................... 15
PELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN
Pembibitan ............................................................................................. 17
Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) ........................... 22
Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM) ......................................... 27
Pemetikan .............................................................................................. 35
Pengolahan ............................................................................................. 38
Pemeriksaan Teh .................................................................................... 46
PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEBUN
Struktur Organisasi ................................................................................. 51
Fasilitas dan Kesejahteraan Karyawan ................................................... 53
Pengelolaan Tenaga Kerja Tingkat Staf ................................................. 54
Pengelolaan Tenaga Kerja Tingkat Non Staf ......................................... 54
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketinggian Tempat ................................................................................. 60
Curah Hujan............................................................................................ 62
Umur Tanaman ....................................................................................... 65
Bahan Tanaman ...................................................................................... 67
Jenis Klon ............................................................................................... 68
Tenaga Kerja .......................................................................................... 68
Populasi Tanaman................................................................................... 71
Produktivitas Antar Bagian Kebun ........................................................ 72

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan ............................................................................................ 77
Saran ...................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 79
LAMPIRAN..................................................................................................... 81

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman
Teks

1.

Pembagian Areal Perkebunan PT Pagilaran dan Pemanfaatannya .....

14

2.

Jumlah dan Fungsi Alat Penggilingan serta Sortasi Basah .................

40

3.

Spesifikasi Produk Teh Hitam PT Pagilaran........................................

44

4.

Densitas Teh Hitam PT Pagilaran........................................................

44

5.

Hasil Rata-Rata Analisis Pucuk Halus dan Kasar


Bulan Februari 2008 PT Pagilaran.......................................................

47

Hasil Rata-Rata Analisis Pucuk, Batang dan


Tingkat Kerusakan Bulan Februari 2008 PT Pagilaran .......................

47

7.

Jumlah Tenaga Kerja Unit Produksi PT. Pagilaran .............................

53

8.

Produktivitas Teh Basah Selama 10 Tahun di PT Pagilaran ...............

59

9.

Perbandingan Produktivitas Teh Kering dan Basah PT Pagilaran.......

60

10. Analisis Deskriptif Produktivitas Teh Basah Selama 10 Tahun


(1998-2007) PT Pagilaran....................................................................

60

11. Hubungan Ketinggian Tempat dengan Produktivitas Teh Basah ........

61

12. Hubungan Curah Hujan (CH), Hari Hujan (HH) dan Produktivitas
Teh Basah per Tahun Selama 10 Tahun Terakhir................................

63

13. Hubungan Curah Hujan (CH), Hari Hujan (HH) dan Produktivitas
Rata-rata Teh Basah per Bulan Selama 10 Tahun Terakhir.................

64

14. Hubungan Umur Tanaman dengan Produktivitas Teh Basah


per Tanaman Teh .................................................................................

65

15. Hubungan Tahun Tanam dan Bahan Tanam dengan Produktivitas


Teh Basah Rata-rata per Tahun Selama 10 Tahun...............................

66

16. Hubungan Tenaga Kerja Pemetik dan Produktivitas Teh Basah


Bagian Kebun Pagilaran Bulan Desember Selama 7 Tahun................

69

17. Hubungan Produktivitas Teh Basah dengan Populasi Tanaman Teh ..

71

18. Produktivitas Teh Basah Antar Bagian Kebun


Selama 10 Tahun Terakhir...................................................................

73

19. Perbedaan Faktor Produktivitas Teh Basah


Tiap Blok Selama 10 Tahun.................................................................

74

20. Perbedaan Faktor Klon dan Tahun Tanam Setiap Bagian Kebun. ......

75

6.

Nomor

Halaman

Lampiran
1.

Jurnal harian Kegiatan Magang di PT Pagilaran .................................

82

2.

Keadaaan Tanaman Teh Dewasa / Tanaman Menghasilkan (TM)


dan Ketinggian Tiap Blok Bagian Kebun Pagilaran ...........................

86

Keadaaan Tanaman Teh Dewasa / Tanaman Menghasilkan (TM)


dan Ketinggian Tiap Blok Bagian Kebun Kayulandak.......................

89

Keadaaan Tanaman Teh Dewasa / Tanaman Menghasilkan (TM)


dan Ketinggian Tiap Blok Bagian Kebun Andongsili ........................

90

5.

Hubungan Klon dengan Rata-rata Produksi Teh Basah per Tahun .....

91

6.

Curah Hujan di Kebun Pagilaran dari Tahun 1997 - 2007 .................

94

3.
4.

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman
Teks

1.

Bekong untuk Bibit Stek .............................................................

18

2.

Naungan dan Sungkup di Pembibitan .........................................

19

3.

Single Node Cutting ....................................................................

19

4.

Penataan Stek pada Bekong ........................................................

20

5.

Stek Berumur 4 Bulan Masa Adaptasi ........................................

20

6.

Jarak Tanam double row .............................................................

25

7.

Pemupukan Daun ........................................................................

30

8.

Lahan yang Telah Dipangkas ......................................................

31

9.

Pangkasan Jambul .......................................................................

33

10. Withering Trough ........................................................................

38

11. PCR (Press Cup Roller) ..............................................................

40

12. OTR (Open Top Roller) ..............................................................

40

13. Skema Alur Penggilingan............................................................

41

14. Contoh PGL-Form-10-01............................................................

50

15. Grafik Hubungan antara Populasi dengan


Produktivitas Teh Basah..............................................................

72

Lampiran
1.

Peta Perkebunan PT Pagilaran ....................................................

95

2.

Struktur Organisasi Unit Produksi PT Pagilaran.........................

96

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman teh termasuk genus Camellia yang memiliki sekitar 82 spesies,
terutama tersebar di kawasan Asia Tenggara pada daerah diantara 30 lintang
utara dan 30 lintang selatan (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 1997). Tanaman teh
(Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) dikonsumsi sebagai minuman penyegar karena
mengandung zat katekin dan kafein seperti halnya kopi. Tanaman teh berasal dari
pegunungan Assam, daerah pegunungan India yang berbatasan dengan Republik
Rakyat Cina dan Burma (Siswoputranto, 1978).
Produktivitas teh di Indonesia mencapai sekitar 1 900 2 000 kg teh
kering per hektar per tahun pada tahun 2007. Hasil produktivitas tersebut masih
tergolong rendah dibandingkan dengan produktivitas negara penghasil teh lainnya,
seperti Kenya yang mencapai 3 000 kg teh kering per hektar per tahun. Bahkan
pada tahun 2006 produktivitas nasional hanya mencapai 1 478 kg teh kering per
hektar (Direktorat Jendral Perkebunan, 2007).
Hal inilah yang menyebabkan menurunnya kinerja ekspor teh Indonesia.
Berdasarkan data Dirjen Perkebunan Indonesia Departemen Pertanian, pada tahun
2001 ekspor teh Indonesia ke mancanegara masih sebesar 107 144 ton, dengan
nilai ekspor mencapai US$ 112.5 juta. Namun pada 2002, volume dan nilai ekspor
tersebut turun masing-masing menjadi 100 184 ton dan US$ 103.4 juta. Begitu
pula yang terjadi ditahun berikutnya, volume ekspor teh nasional hanya mencapai
88 894 ton dengan nilai ekspor US$ 95 juta. Pada tahun 2004 keadaan membaik
dengan kenaikan volume menjadi 98 572 ton dan nilai ekspor US$ 116 juta.
Prestasi serupa juga dialami pada tahun 2005 dengan volume 102 389 ton (US$
121.7). Tetapi pada tahun 2006 ekspor teh mengalami penurunan kembali menjadi
90 000 ton, dengan nilai ekspor dibawah US$ 100 juta (Direktorat Jendral
Perkebunan, 2007).
Rendahnya produktivitas Indonesia disebabkan lambatnya peremajaan
tanaman dan tidak optimalnya pengelolaan perkebunan teh. Akibatnya, mutu
tanaman teh Indonesia kalah bersaing dengan produk teh yang diekspor dari
sejumlah negara kompetitor, dengan demikian itu perlu meningkatkan

produktivitas teh Indonesia melalui pemahaman yang lebih baik terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi produktivitas teh. Agar Indonesia dapat memegang
posisi penting dalam komoditi teh di dunia (Direktorat Jendral Perkebunan, 2007).

Tujuan
Kegiatan magang ini dilakukan untuk memperluas wawasan mengenai
aspek budidaya tanaman teh khususnya produktivitas, sehingga mahasiswa
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas teh. Dengan kegiatan
magang ini mahasiswa agar mampu mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan melalui penerapan ilmu, menjadikan wahana latihan kerja dengan
membandingkan ilmu yang didapat di kampus dengan kenyataan di lapangan.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, pada tahun
1826 tanaman teh berhasil ditanam melengkapi koleksi tanaman Kebun Raya di
Bogor, dan pada tahun 1827 ditanam di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut, Jawa
Barat. Jenis Teh yang masuk ke Indonesia (Jawa) Assam berasal dari Sri Lanka
(Ceylon). Masuknya teh Assam tersebut ke Indonesia, secara berangsur tanaman
teh China diganti dengan teh Assam, dan sejak itu pula perkebunan teh di
Indonesia berkembang semakin luas. Pada tahun 1910 mulai dibangun
perkebunan teh di daerah Simalungan, Sumatra Utara (Pusat Penelitian Pekebunan
Gambung, 1992).
Tanaman teh dapat tumbuh mulai dari pantai sampai pegunungan. Di
Pegunungan Assam, teh ditanam pada ketinggian lebih dari 2 000 m dpl.
Perkebunan teh umumnya dikembangkan di daerah pegunungan yang beriklim
sejuk, meskipun dapat tumbuh subur di dataran rendah, tanaman teh tidak akan
memberikan hasil dengan mutu baik. Semakin tinggi daerah penanaman teh
semakin tinggi mutunya (Siswoputranto, 1978).
Teh diperoleh dari pengolahan daun tanaman teh. Tanaman teh umumnya
dapat dipetik daunnya secara terus menerus setelah umur 5 tahun. Pemeliharaan
yang baik tanaman teh dapat memberi hasil daun teh yang cukup besar selama 40
tahun. Oleh karena itu perkebunan teh selalu memperoleh pemupukan secara
teratur, bebas serangan hama penyakit tanaman, memperoleh pangkasan secara
baik, mendapat curah hujan yang cukup. Perkebunan teh perlu diremajakan
setelah tanaman-tanaman tehnya berumur 40 tahun keatas. Cara pemetikan daun
dapat mempengaruhi jumlah hasil teh dan mutu teh yang dihasilkan
(Siswoputranto, 1978). Faktor-faktor tersebut yang mempengaruhi produktivitas
teh kering yang dihasilkan.
Perolehan hasil daun yang tinggi, perkebunan teh kini mengutamakan
hanya tanaman-tanaman teh klon-klon unggul. Klon merupakan bahan tanaman
vegetatif yang digunakan untuk pembiakan dengan cara stek (Setyamidjaja, 2000).
Klon mampu memberi hasil berlipat dibanding dengan tanaman teh asli yang
berasal dari biji. Pada berbagai negara telah dilakukan usaha untuk menemukan

klon-klon unggul, untuk meningkatkan produktivitas teh. Misalnya di India pada


tahun 1934 1938 hasil yang dicapai sekitar 580 kg/ha. Hasil ini kemudian
ditingkatkan mencapai 960 kg/ha (tahun 1955 1957), dan kini mencapai hasil
rata-rata sekitar 1 125 kg/ha. Di Sri langka hasil dari 460 kg/ha menjadi 760
kg/ha, dan sekarang mencapai 900-950 kg/ha dan masih banyak lagi negara yang
menggunakan penelitian mutakhir (Siswoputranto, 1978).

Botani Tanaman Teh


Tanaman Teh dengan nama latin Camellia sinensis, yang masih termasuk
keluarga Camelia. Tanaman teh merupakan tanaman subtropis yang sejak lama
telah dikenal dalam peradaban manusia. Dalam botani teh termasuk akar, daun,
bunga, dan buah (Puslitbun Gambung, 1992) .
Tanaman teh secara umum berakar dangkal, peka terhadap keadaan fisik
tanah, dan cukup sulit untuk dapat menembus lapisan tanah. Kebanyakan perdu
mempertahankan akar tunggang sedalam 90 cm 150 cm dengan diameter sekitar
7.5 cm. Pertumbuhan akar lateral, penyebarannya dibatasi oleh perdu di dekatnya.
Perdu yang ditanam dengan jarak 120 cm, dipangkas dan dipetik, setelah 4 tahun
ujung akarnya saling bertemu (Setyamidjaja, 2000).
Pertumbuhan daun pada semaian (seedling) atau stek (cutting) dimulai dari
poros utama dan duduk secara filotaksis berselang seling. Ranting dan daun-daun
baru, tumbuh dari tunas pada ketiak daun tua. Daun selalu berwarna hijau,
berbentuk lonjong, ujungnya runcing, tepinya bergerigi. Daun-daun baru yang
mulai tumbuh setelah pemangkasan, lebih besar daripada daun-daun yang
terbentuk sesudahnya. Besarnya daun berkisar antara 2.5 cm-25 cm, tergantung
varietasnya. Pucuk dan ruas daun tanaman teh berambut. Daun tua bertekstur
seperti kulit, permukaan atasnya berkilat dan berwarna hijau kelam (Setyamidjaja,
2000).
Perkembangan bunga mengikuti tahap pertumbuhan daun. Bunga teh
sebagian besar self steril, dan biji yang berasal dari bunga yang menyerbuk sendiri
menghasilkan tanaman yang tumbuh merana. Bunga sempurna mempunyai putik
(calyx) dengan 5-7 mahkota (sepal). Daun bunga (petal) berjumlah sama dengan
mahkota, berwarna putih halus berlilin. Daun bunga berbentuk lonjong cekung.

Tangkai sari panjang dengan benang sari (anthera) kuning bersel kembar,
menonjol 2 mm 3 mm ke atas. Putik mempunyai rambut 3 5 helai. Hanya
sekitar 2 % dari keseluruhan bunga pada sebuah pohon, berhasil membentuk biji.
Penyerbukan buatan (artificial pollination) hanya meningkatkan jumlah buah
sampai 14 % (Setyamidjaja, 2000).
Buah yang masih muda, berwarna hijau, bersel tiga, dan berdinding tebal.
Mula-mula berkilat, tetapi semakin tua bertambah suram dan kasar. Bijinya
berwarna cokelat beruang tiga, berkulit tipis, berbentuk bundar di satu sisi dan
datar di sisi lain. Biji berbelah dua dengan kotiledon (cotyledone) besar, yang jika
dibelah akan secara jelas memperlihatkan embrio akar dan tunas. Biji
mengandung minyak dengan kadar yang tinggi (20 % berat biji) (Setyamidjaja,
2000).

Syarat Tumbuh
Tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) berasal dari daerah
subtropis, karena itu di Indonesia teh lebih cocok ditanam di daerah pegunungan.
Lingkungan fisik yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan teh adalah iklim
dan tanah.
Faktor iklim sangat berkaitan erat dengan tinggi tempat (elevasi). Suhu
udara yang baik bagi tanaman teh ialah suhu harian yang berkisar antara 13 - 25
C yang diikuti oleh cahaya matahari yang cerah dan kelembaban relatif pada
siang hari tidak kurang 70% (Pusat Penelitian Gambung, 1992).
Menurut Setyamidjaja (2000) curah hujan tahunan yang diperlukan untuk
tanaman teh adalah 2 000 mm 2 500 mm, dengan jumlah curah hujan pada
musim kemarau rata-rata tidak kurang dari 100 mm/bulan. Tanaman teh
merupakan tanaman yang tidak tahan pada kekeringan. Sinar matahari
berpengaruh pada pertumbuhan tanaman teh karena sinar matahari mempengaruhi
suhu, makin banyak sinar matahari maka suhu udara makin tinggi. Daerah
pertanaman tanaman teh umumnya pada ketinggian lebih dari 400 meter di atas
permukaan air laut (dpl). Di Indonesia, pertanaman teh dilakukan pada ketinggian
antar 400 m sampai 1 200 m dpl. Perkebunan teh yang terletak pada ketinggian di
atas 1 500 meter dpl, sering mengalami kerusakan karena terjadinya embun beku

(night frost). Berdasarkan ketinggian tempat tanaman teh dibedakan menjadi


dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 800 m dpl, dataran sedang dengan
ketinggian 800-1 200 m dpl dan dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 1 200
m dpl.
Menurut Setyamidjaja (2000) tanah yang baik dan sesuai dengan
kebutuhan tanaman teh adalah tanah yang cukup subur dengan kandungan bahan
organik cukup, tidak bercadas, serta mempunyai derajat keasaman (pH) antara 4.5
6.0. Sifat-sifat fisik tanah yang cocok untuk tanaman teh adalah: solum cukup
dalam, tekstur lempung ringan atau sedang, atau debu, keadaan gembur sedalam
mungkin, mampu menahan air, memiliki kandungan hara yang cukup. Di
Indonesia jenis utama yang digunakan untuk perkebunan teh adalah tanah Andosol
(di pulau Jawa pada ketinggian 800 m dpl.) dan tanah Podsolik (Sumatra).
Pemupukan nitrogen sebaiknya menggunakan pupuk ZA, sehingga tanah tetap
dalam kondisi asam. Unsur hara dalam abu daun teh yang terdapat dalam jumlah
yang besar (makro) adalah: kalium 1.75% - 2.25%, fosfor 0.30% - 0.50%, kapur
0.40% - 0.50%, magnesium 0.20% dan belerang 0.10% - 0.30% dari berat kering.

Budidaya Tanaman Teh


Menurut Ghani (2002) dalam sistem budidaya teh, pengelolaan pembibitan
merupakan titik kritis yang menentukan proses selanjutnya. Sekali salah dalam
menentukan jenis atau klon yang ditanam maka perlu waktu puluhan tahun untuk
menggantinya karena umumnya tanaman teh diremajakan setelah berumur 50
tahun.
Penyediaan bahan tanaman (pembibitan) pada budidaya teh dapat
dilaksanakan dari biji dan stek. Pembibitan asal stek telah demikian populer,
karena merupakan cara yang paling cepat untuk memenuhi kebutuhan bahan
tanam (bibit) dalam jumlah banyak. Bibit dapat dipindahkan ke lapangan setelah
berumur 2 tahun yang mempunyai ukuran batang lebih besar dari pensil (Pusat
Penelitian Gambung). Pada saat di pembibitan dilakukan pemeliharaan intensif
seperti pemupukan pemberantasan hama penyakit, penyiraman dan penyiangan.
Pada pelaksanaan penanaman bibit teh, hal-hal yang harus diperhatikan
adalah penentuan jarak tanam yang tepat, pengajiran, pembuatan lubang tanam,

teknik penanaman dan penanaman tanaman pelindung yang diperlukan. Jarak


tanam antar barisan tanaman 120 cm, dan jarak tanam dalam barisan beragam 60
cm 90 m. Pengajiran adalah memasang ajir pada tempat-tempat yang akan
ditanami bibit teh, sesuai dengan jarak tanam yang telah ditentukan. Ukuran
lubang tanam untuk bibit asal stump biji adalah 30 cm 30 cm 40 cm,
sedangkan untuk bibit stek dalam Polybag adalah 20 cm 20 cm 40 cm.
Tanaman pelindung atau pohon naungan pertanaman teh terdiri atas pohon
pelindung sementara seperti Theprosia sp. atau Crotalaria sp. dan pohon
pelindung tetap seperti Gliricidia maculata (Setyamidjaja, 2000).
Budidaya selanjutnya seperti pemeliharaan diantaranya pemangkasan,
pemupukan, pengelolaan dan pengawetan tanah, pengendalian hama dan penyakit
serta pengendalian gulma. Pemangkasan dilakukan untuk meningkatkan produksi,
memperbaiki bidang petik dan memperbaiki kondisi tanaman yang terserang hama
dan penyakit. Gilir pangkas adalah jangka waktu antara pemangkasan yang
terdahulu dengan pemangkasan berikutnya. Gilir pangkas dibedakan berdasarkan
ketinggian tempat yaitu pada dataran rendah dilakukan 3 tahun sekali sedangkan
dataran tinggi dilakukan 4 tahun sekali. Waktu pangkasan yang baik adalah pada
saat kandungan pati lebih dari 12 %. Waktu terbaik untuk pemangkasan
perkebunan di pulau jawa adalah bulan April-Mei (akhir musim hujan) dan
Sepetember-Oktober (awal musim hujan) (Tobroni dan Adimulya, 1997).
Jenis pangkasan yang sering dilakukan diantaranya pangkasan kepris yaitu
menurunkan dan meratakan bidang petik, pangkasan bersih yaitu menurunkan
bidang petik dan memangkas semua cabang dengan diameter lebih dari 1 cm,
pangkasan jambul merupakan pangkasan yang menyisakan 2 cabang yang
berdaun 50-100 lembar. Selain itu juga jenis pangkasan lainnya yaitu pangkasan
indung merupakan pangkasan pertama, pangkasan bentuk dengan tujuan
membentuk bidang petik agar lebar, pangkasan tengah bersih hampir sama dengan
pangkas bersih tapi hanya bagian tengah saja, pangkasan dalam adalah
memperbaiki dan memperbaharui bidang petik yang kurang baik, pangkasan leher
akar yaitu pangkasan berat yang dilakukan pada leher akar atau disebut dengan
pangkasan rejuvenasi (Tobroni dan Adimulya, 1997).

Ranggas (cabang sisa pangkasan) diletakkan diatas bekas luka pangkasan


untuk mengurangi sengatan matahari secara langsung pada cabang yang terbuka
selama 3-5 hari (Vadumencum Budidaya teh, 1993). Setelah itu ranggas
dibenamkan ke dalam tanah, dan dilakukan gosok lumut agar tidak menghambat
pertumbuhan tunas baru (Tobroni dan Adimulya, 1997).
Pemetikan merupakan ujung tombak produksi, dalam budidaya teh.
Keberhasilan pemetikan merupakan kunci kesuksesan dalam bisnis teh secara
keseluruhan.

Menurut

Setyamidjaja (2000) pemetikan adalah pekerjaan

memungut sebagian dari tunas-tunas teh beserta daunnya yang masih muda, untuk
kemudian diolah menjadi produk teh kering yang merupakan komoditi
perdagangan. Jenis pemetikan diantaranya petikan jendangan, gendesan dan
produksi. Petikan jendangan dilakukan pertama setelah pangkasan sekitar 3-4
bulan setelah pangkas. Tujuan dari petikan jendangan adalah membentuk daun
pemeliharaan. Petikan gendesan dilakukan sebelum tanaman dipangkas sekitar 1-2
minggu. Tujuan dari petikan ini adalah untuk mengurangi kehilangan produksi
akibat pemangkasan. Petikan produksi merupakan pemetikan yang dilakukan
untuk produksi. Petikan ini dilakukan terus menerus dengan daur petik tertentu
dan jenis petikan tertentu sampai tanaman dipangkas kembali.
Menurut Tobroni dan Adimulya (1997) daur petikan merupakan jangka
waktu antara satu pemetikan dengan pemetikan berikutnya, dihitung dalam hari.
Daur petik juga disebut gilir petik dipengaruhi oleh umur pangkas, ketinggian
tempat, iklim dan kesehatan tanaman. Berdasarkan ketinggian gilir petik dibagi
menjadi dua yaitu dataran tinggi dengan gilir petik 10-12 hari dan dataran rendah
dengan gilir petik 9-10 hari.

Pengolahan dan Produktivitas Teh


Pucuk teh adalah bahan baku dalam pengolahan teh. Pengolahan daun teh
dimaksudkan mengubah komposisi kimia daun teh segar secara terkendali,
sehingga menjadi hasil olahan yang dapat memunculkan sifat-sifat yang
dikehendaki pada air seduhannya, seperti warna, rasa dan aroma yang baik dan
disukai. Bahan kimia yang terkandung dalam daun teh terdiri dari tiga kelompok

yaitu substansi bukan fenol (pectin, resin, vitamin dan mineral), substansi
aromatik dan enzim-enzim.
Pengolahan daun teh menghasilkan tiga jenis teh yang berbeda dan tidak
dapat dicampurkan satu dengan lainnya dalam pemasarannya. Tiga jenis teh
tersebut ialah : teh hitam, teh hijau dan teh oolong (Siswoputranto, 1978).
Sistem pengolahan teh hitam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua yaitu
sistem orthodox (orthodox murni dan orthodox rotorvane) serta sistem CTC
(Crushing Tearing Curling). Sistem orthodox yang banyak dilakukan adalah
sistem Orthodox rotorvane yang terdiri dari beberapa tingkat kegiatan yaitu :
penyediaan pucuk daun segar, pelayuan, penggilingan, sortasi basah, fermentasi,
pengeringan, sortasi kering, serta pengemasan. Sedangkan untuk teh hitam sistem
CTC terdiri dari penyediaan bahan baku, pelayuan, ayakan pucuk layu, gilingan
persiapan, gilingan CTC, fermentasi, pengeringan, sortasi kering dan pengemasan
(Setyamidjaja, 2000).
Pengolahan teh hijau lebih sederhana dari teh hitam. Teh hijau merupakan
pucuk daun muda tanaman teh yang diolah tanpa melalui proses fermentasi.
Tahapan-tahapan kegiatan berikut : pelayuan, penggulungan, pengeringan, sortasi
dan pengemasan (Setyamidjaja, 2000).
Teh oolong dapat digolongkan sebagai mutu antara teh hijau dan teh
hitam, karena memperoleh sedikit proses fermentasi. Berbeda dengan proses
pengolahan teh hitam, untuk menghasilkan teh oolong daun-daun teh yang telah
dilayukan kemudian dipanaskan dengan menggunakan panas api atau udara panas,
difermentasikan terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke mesin-mesin pengiling
dan akhirnya dikeringkan (Siswoputranto, 1978).

METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Kegiatan magang ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu mulai tanggal 11
Februari 2008 sampai 10 Juni 2008, di Perkebunan Pagilaran, Batang, Jawa
Tengah.

Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam kegiatan magang adalah dengan bekerja
sebagai karyawan harian lepas (KHL) selama dua bulan, pendamping mandor dan
pendamping asisten afdeling masing-masing satu bulan.
Kegiatan yang dilakukan oleh penulis selama menjadi KHL adalah
pekerjaan

pembibitan,

penanaman,

pemeliharaan,

pengendalian

gulma,

pemupukan, pemanenan dan pekerjaan lain yang ditugaskan oleh pihak


perkebunan. Selain itu selama menjadi KHL juga melaksanakan hal-hal sebagai
berikut : menghitung prestasi kerja, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan bahan,
serta target luasan yang akan dikerjakan oleh pekerja.
Pekerjaan yang dilakukan oleh penulis pada saat berstatus sebagai
pendamping mandor adalah melakukan kegiatan pengelolaan pekerjaan yang
meliputi pengawasan, menghitung prestasi kerja, tenaga kerja yang dibutuhkan
serta mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan.
Pada saat menjadi pendamping asisten afdeling bertugas dan bertanggung
jawab membantu mengelola dan mengawasi tenaga kerja tingkat afdeling,
membuat laporan asisten afdeling, mempelajari pembuatan Rencana Kerja dan
Anggaran Perusahaan (RKAP), mempelajari manajerial tingkat kebun dan
membuat jurnal harian.
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer
dikumpulkan melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan
staf perusahaan. Data sekunder diperoleh dari data yang dimiliki perusahaan,
seperti produksi pucuk, jumlah tenaga pemetik, populasi tanaman, ketinggian
tempat, curah hujan, umur tanaman, masing-masing selama sepuluh tahun terakhir
(Januari 1998 sampai dengan Desember 2007). Tabel data curah hujan disajikan

pada Tabel Lampiran 6. Data sekunder dari perusahaan tersebut kemudian diolah
untuk kemudian dianalisis. Pemilihan faktor-faktor yang dianalisis berdasarkan
kelengkapan data yang tersedia di kebun. Selain dari perusahaan, data sekunder
juga diperoleh dari bahan pustaka baik dari perusahaan maupun instansi yang
terkait, seperti Biro Statistik dan PPTK Gambung.

KEADAAN UMUM
Sejarah
Seorang warga Belanda bernama E. Blink merintis pembukaan hutan di
daerah Pagilaran pada tahun 1840 yang digunakan untuk budidaya kopi dan kina.
Ternyata daerah ini tidak cocok untuk tanaman kopi dan kina menyebabkan kedua
tanaman tersebut mulai diganti dengan tanaman teh pada tahun 1880. Keadaan
iklim dan lingkungan yang cocok menyebabkan teh dapat tumbuh subur dan
menghasilkan produksi yang lebih baik daripada kopi dan kina.
Perkembangan perkebunan ini dikelola oleh sebuah maskapai Belanda
yang berkedudukan di Semarang. Perusahaan ini mulai berkembang sangat pesat
dan perluasan areal pun terus dilakukan. Tahun 1920 terjadi kebakaran besar
yang menghancurkan pabrik sehingga Belanda mengalami bangkrut. Tahun 1922
perkebunan ini dibeli dan dibangun kembali oleh pemerintahan Inggris di bawah
perusahaan yang bernama P & T Land's (Pamanukan and Tjiasements Lands).
Sejak saat itu mulai digunakan sarana kabel untuk mempermudah pengangkutan
pucuk teh dari kebun produksi ke pabrik.
Saat Jepang menguasai Indonesia, pabrik dan sebagian besar perkebunan
teh di Pagilaran dirusak kemudian ditanami dengan tanaman pangan untuk
memenuhi kebutuhan pangan tentara Jepang saat perang Asia Timur Raya. Tahun
1945 Indonesia dapat menguasai perkebunan teh tersebut, tetapi pengelolaan
pabriknya masih dilakukan oleh pemerintahan Inggris sampai berakhirnya Hak
Guna Usaha (HGU) pada tahun 1964 dan kembali diambil alih oleh pemerintahan
Indonesia.
Tanggal 23 Mei 1964 oleh pemerintah Indonesia perkebunan diserahkan
kepada Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada dengan tujuan ikut
melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian dan
Pengabdian) dan statusnya diubah menjadi PN Pagilaran oleh Surat Keputusan
Menteri Pertanian dan Agraria dengan No. SK/II/6/Ka-64 tanggal 8 Februari
1964.
Tanggal 1 Januari 1973 PN Pagilaran diubah statusnya menjadi PT
Pagilaran Perusahaan Perkebunan, Perindustrian dan Perdagangan Pagilaran

dengan seluruh sahamnya dimilki oleh Yayasan Pembina Fakultas Pertanian


UGM Yogyakarta. Tanggal 5 Mei 1977 mendapat tambahan areal Segayung Utara
dengan SK. No. 14/HGU/DA/77. PT Pagilaran sebagai perusahaan swasta yang
bergerak dibidang perkebunan menjadi tempat penelitian ilmiah bagi mahasiswa
dan dosen serta pengemban misi melaksanakan pembangunan subsektor
perkebunan yang ditetapkan pada tanggal 28 Juni 1983 dengan SK No.
15/HGU/DA/83,

selanjutnya

Menteri

Pertanian

dengan

surat

No.

KB.340/97/Mentan/1985, menugaskan kepada PT Pagilaran untuk menjadi


Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Lokal Teh Jawa Tengah pada tanggal 21 Januari
1985.

Wilayah Administrasi, Tanah dan Iklim


PT Pagilaran berlokasi di lereng pegunungan Kemulan, yaitu di sebelah
utara pengunungan Dieng, 36 km tenggara kota Batang, tepatnya di Desa
Keteleng, Kecamatan Blado, Kabupaten Batang, Propinsi Jawa Tengah.
Perkebunan ini terletak pada ketinggian 700-1 600 meter dpl, dengan topografi
berbukit-bukit sehingga untuk meminimalkan terjadinya erosi yang berakibat
terkikisnya lapisan top soil maka di perkebunan ini perlu dilakukan terasering.
PT Pagilaran terletak di Dukuh Pagilaran ini berjarak + 1.5 km dari Desa
Keteleng dan + 10 km dari Kecamatan Blado dan jarak dengan kota Kabupaten +
40 km serta jarak dengan Ibukota Propinsi Jawa Tengah (Semarang) + 100 km.
Perkebunan ini termasuk dalam wilayah Kelurahan Keteleng, Kecamatan Blado,
Kawedanan Bandar, Kabupaten Batang, Karesidenan Pekalongan.
Batas-batas wilayah PT Pagilaran, yaitu: Sebelah utara adalah Desa
Kalisari, Dukuh Njono, Dukuh Prejengan. Sebelah timur yaitu Desa Ngadirejo,
Dukuh Pringombo, Dukuh Wonokerto dan Desa Plecet. Sedangkan sebelah
selatan adalah Desa Sijeruk, Dukuh Kayulandak. Dan sebelah Barat adalah Dukuh
Andongsili, Desa Kembang Langit.
Jenis tanah di kebun pada ketinggian 1 000 meter dpl ke atas didominasi
tanah Andosol, sedangkan pada ketinggian kurang dari 1 000 meter dpl
didominasi tanah latosol. Tanah Andosol berwarna kekuning-kuningan, dengan
tekstur geluh dan berstruktur lemah, lunak atau sangat halus sehingga mempunyai

daya mengikat air yang tinggi, tanah gembur dan ketahanan struktur tinggi, mudah
diolah, permeabilitas (peresapan air) tinggi dan pH tanah yang rendah (4.5 6).
PT Pagilaran mempunyai pos pengamatan curah hujan tapi hanya satu
yaitu di afdeling Pagilaran. Dulu PT Pagilaran juga memiliki stasiun pengamatan
suhu dan kelembaban, akan tetapi stasiun ini hilang karena dicuri warga sekitar.
Data curah hujan selama 10 tahun terakhir (1998-2007) dapat dilihat pada Tabel
Lampiran 6. Curah hujan 3 000-6 000 mm/tahun dengan jumlah hari hujan
sebanyak 280-300 hari/tahun. Suhu udara di sekitar perkebunan berkisar antara
15-28oC, dengan kelembaban udara yang cukup tinggi yaitu 70-98%.
Luas Areal dan Tata Guna Lahan
Luas areal perkebunan unit produksi Pagilaran secara keseluruhan adalah
1 115.038 ha dengan 3 afdeling : Kebun Pagilaran, Kebun Kayulandak dan Kebun
Andongsili. Pemanfaatan lahan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Kebun
pagilaran merupakan kebun paling luas diantara 3 kebun yaitu 534.591 ha.
Tabel 1. Pembagian Areal Perkebunan PT Pagilaran dan Pemanfaatannya.
No
1

2.

3.

Pemanfaatan Lahan
Tanaman Teh
TM
TBM
Kebun Penelitian
Kebun Poliklonal
Jumlah
Aneka Tanaman
Kopi
Cengkeh
Tanaman Percobaan
Kina
Jumlah
Lain Lain
Hutan belukar
Jurang/Alur
Lapangan
Emplasment,
pabrik
dan poliklinik
Emplasement
Bak air
Makam
Jalan Produksi
Jumlah
Jumlah Total

Pagilaran
(ha)

Kayulandak
(ha)

Andongsili
(ha)

428.072
2.170
2,500
432.742

219.263
8.750
228.013

303.594
6.500
310.094

953.099
15.250
2.170
2.500
970.849

7.980
58.060
2.170
68.210

7.250
10.550
17.800

15.230
58.060
2.170
10.550
86.010

8.019
1.174

1.540
1.000

6.290
0.816

14.309
1.540
2.990

18.896

18.896

2.500
3.050
33.639
534.591

3.330
0.100
0.750
3,470
10.190
256.003

2.844
2.000
2.400
14.350
324.444

6.174
0.100
5.250
8.920
61.839
1 115.038

Sumber : Laporan bulanan tiap bagian kebun, April 2008

Jumlah(ha)

Areal konsesi dibagi menjadi 2 yaitu yang pertama adalah areal tanaman
teh dengan luas 970.849 ha dan areal aneka tanaman dengan luas 86.010 ha, selain
itu terdapat areal emplasemen dan lain-lain dengan luas 61.839 ha. Pemanfaatan
areal PT Pagilaran dapat dilihat pada Tabel 1.

Bidang Usaha
PT Pagilaran memilliki beberapa bidang usaha antara lain Perkebunan teh,
coklat, kopi, cengkeh, kina dan kelapa dan perdagangan teh hitam dan teh hijau
ekspor maupun lokal. PT Pagilaran juga bergerak sebagai biro konsultasi dalam
penelitian dan pengembangan perkebunan dan bergerak dalam usaha pengadaan
bibit tanaman perkebunan (teh, kakao dan kopi).
PT Pagilaran berperan serta sebagai kebun inti dalam pelaksanaan proyekproyek pemerintahan dalam pengembangan perkebunan melalui pola PIR. Salah
satunya sebagai kebun inti dalam melaksanakan proyek PIR Lokal Teh Jawa
Tengah yang mencakup areal 3 000 ha. Selain itu juga sebagai kebun inti dalam
pelaksanaan KIK-Plasma-PIR-Kakao-Kelapa Hibrida di Kabupaten Batang yang
meliputi areal 1 000 ha. PT Pagilaran juga berperan sebagai kebun inti dalam
pengembangan perkebunan teh rakyat di Kabupaten Kulon Progo dan
pengembangan perkebunan Kakao rakyat di Kabupaten Wonogiri, pengembangan
perkebunan kopi Arabika di Kabupaten Wonosobo dan pengembangan
perkebunan teh rakyat di Kabupaten Kendal. Terdapat juga sebagai kebun inti
dalam pelaksanaan KIK-Plasma-PIR-Kakao-Banpres di Kabupaten Gunung
Kidul yang meliputi areal 3 000 ha.
Pada tahun 2003 PT Pagilaran memulai Pengembangan Agrowisata yang
meliputi pemandangan dan pesona hamparan kebun teh di ketinggian 700-1 600
meter dpl, melihat proses pembuatan teh, paket kesenian daerah, fasilitas
penginapan dan transportasi keliling kebun, ruang sidang dan ruang pertemuan
dengan kapasitas 400 orang, lapangan olahraga tenis, badminton, sepakbola, bola
volley dan bilyard.
Pengolahan teh hitam dan teh hijau setelah pengolahan hasil kebun
lainnya, di PT Pagilaran mempunyai beberapa pabrik, yaitu: Pabrik Pagilaran,

Pabrik Kaliboja, Pabrik Sidoharjo, Pabrik Jatilawang, Pabrik Samigaluh dan


Segayung Utara.
Pabrik Pagilaran mengolah pucuk teh menjadi teh hitam dan teh hijau.
Pengolahan teh hitam maupun teh hijau untuk keperluan ekspor maupun lokal
dengan kapasitas 2 500 ton teh hitam per tahun dan 500 ton teh hijau per tahun.
Lokasi pabrik berada di Pagilaran, Kecamatan Blado Kabupaten Batang.
Pabrik Kaliboja mengolah pucuk teh segar menjadi teh hitam. Pabrik ini
mengolah pucuk dari kebun plasma dengan kapasitas 2 400 ton teh hitam per
tahun. Lokasi pabrik ini di Kaliboja, Kecamatan Paninggaran Kabupaten
Pekalongan.
Pabrik Sidoharjo mengolah teh hitam. Pabrik ini juga mengambil pucuk
dari kebun plasma Pengolahan pucuk berkapasitas 1 000 ton teh hitam per tahun
dan berlokasi di Sidoharjo, Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang.
Pabrik Jatilawang dengan pengolahan teh hitam. Pengolahan pucuk plasma
dengan kapasitas 1 000 ton teh hitam per tahun dengan lokasi di Jatilawang,
Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara.
Pabrik Samigaluh mengolah pucuk teh menjadi teh hijau ekspor.
Pengolahan pucuk plasma dengan kapasitas 1 000 ton teh hijau per tahun dengan
lokasi di Pagerharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo.
Terakhir adalah pabrik Segayung Utara, yaitu pengeringan biji coklat
dengan kapasitas 150 ton per tahun dengan lokasi di Sumbang jati Kecamatan
Tulis, Kabupaten Batang.

PELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN


Pembibitan
Pembibitan di PT. Pagilaran hanya terdapat di Afdeling Pagilaran. Sedang
di Afdeling Kayulandak dan Andongsili tidak terdapat areal pembibitan. Dengan
demikian seluruh bibit diambil dari Afdeling Pagilaran. Luas areal pembibitan
yaitu 1 000 m. Kegiatan pembibitan dilakukan dengan dua teknik yaitu dengan
menggunakan stek dan menggunakan biji. Pada saat penulis melakukan kerja
praktek, terdapat kegiatan pembibitan. Upah yang diberikan pekerja merupakan
upah harian yaitu 5 jam kerja Rp 13 500.
Kegiatan pertama yang dilakukan pada pembibitan adalah persiapan lahan.
Penentuan lahan pembibitan sesuai dengan syarat lahan layak seperti dekat
dengan sumber air dan lahan induk. Lokasi pembibitan dekat dengan lahan induk
agar pengangkutannya lebih mudah. Selain itu untuk posisi kemiringan lebih baik
miring ke timur agar dapat memperoleh cahaya yang cukup, akan tetapi dapat juga
miring ke segala arah kecuali arah barat. Kegiatan selanjutnya adalah pembuatan
bedengan dengan ukuran (90 cm 100 cm) 120 cm. Ukuran bedengan
sebenarnya rata-rata tiga contoh bedeng 82 cm 817 cm.
Persiapan pohon induk perlu dilakukan untuk memperoleh bahan tanam
yang baik, yaitu pemangkasan dan kerik lumut . Hasil pangkasan dibenamkan di
sekitar tanaman. Selain itu kegiatan selanjutnya adalah membersihkan sekitar
tanaman dengan diameter sekitar 2 m (bokoran). Kemudian tanah di sekitar
tanaman digemburkan dengan menggunakan garpu. Setelah itu bahan stek dapat
diambil 4 5 bulan setelah perlakuan tersebut.
Persiapan media tanam dilakukan untuk menunggu proses tumbuhnya stek
di pohon induk. Media tanam terdiri dari top soil, sub soil, tawas
(KAl(SO4)2.12H2O), KCl, TSP dan Dithane M-45. Komposisi untuk campuran
top soil adalah tawas 600 gr/m, KCl 500 gr/m, TSP 500 gr/m dan Dithane M-45
400 gr/ m. Sedangkan campuran sub soil adalah tawas 800 1 200 gr/m dan
Dithane M-45 300 gr/m. Berdasarkan pengamatan penulis, sebelumnya top soil
dan sub soil diayak dengan menggunakan ayakan ukuran 1 cm. Prestasi kerja

pekerja pengayakan tanah di pembibibitan untuk top soil 2 m/orang dan sub soil
1 m/orang, sedangkan penulis top soil mendapat m dan sub soil 1/8 m.
Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam polibag ukuran 12 15
cm. Akan tetapi berdasarkan pengukuran penulis ukuran sebenarnya polibag
adalah10 16 cm. Takaran top soil 2/3 pada lapisan bawah, dan sub soil 1/3 pada
lapisan atas. Polibag yang berisi komposisi tersebut dinamakan bekong. Bekong
kemudian disusun di bedengan (Gambar 1). Ukuran bekong yang sudah disusun di
bedengan berdiameter 6.4 cm dan tinggi 12.6 cm. Ukuran ini berdasarkan
pengamatan penulis selama melakukan magang. Jarak antar bedengan 60 cm agar
memudahkan pemeliharaan. Setiap bedengan terdapat sekitar 1 820 polibag.
Prestasi kerja Pekerja mendapat 500 polibag/orang, sedangkan penulis mendapat
176 polibag.

Gambar 1. Bekong untuk Bibit


Kegiatan selanjutnya adalah membuat sungkup dari plastik (Gambar 2).
Kerangka dibuat dengan tinggi 40 cm dengan panjang plastik 180 cm. Naungan
dibuat dari ayaman bambu kemudian diikatkan dengan paku andam (Glicinia
liniaris), dengan tinggi naungan 180 cm. Naungan ini menghasilkan intensitas
cahaya sekitar 25 30 %. Paku andam paling baik digunakan untuk naungan
karena memiliki daya tahan terhadap angin, hujan, dan waktu kering dan rontok
cocok untuk bibit menyesuaikan lingkungan.
Tunas-tunas baru yang akan digunakan untuk bahan stek akan tumbuh,
setelah 4 5 bulan pohon induk dipangkas. Pembuangan pucuk dilakukan
sebelumnya, agar menghasilkan batang dan daun yang kuat. Setelah pembuangan

pucuk, pohon induk dibiarkan selama 2 minggu kemudian baru diambil bahan
stek sekitar 10 daun. Pengambilan 10 ruas daun ini harus memenuhi syarat
diantaranya pangkal batang sudah berwarna coklat dan daun menengadah ke atas.
Setelah itu dipotong tiap stek satu daun, jadi terdapat 10 stek dengan bentuk
Single Node Cutting (Stek satu buku) (Gambar 3). Ketika dipotong sudah
disiapkan ember yang berisi air untuk menjaga kelembaban bahan stek. Kemudian
stek direndam dalam larutan Dithane M-45 (bahan aktif Mankozeb 80 %) dengan
dosis 2 gram / liter air selama kurang lebih 1-2 menit. Hal ini dilakukan untuk
menghambat pertumbuhan jamur pada bibit.

Gambar 2. Naungan dan Sungkup di

Gambar 3. Single Node Cutting

Stek ditanam di polibag dengan satu daun, tetapi apabila daun terlalu besar
dipotong setengahnya agar tidak tumpuk antar daun. Arah daun harus sama agar
tidak berantakan (Gambar 4). Bibit disungkup dengan plastik selama 4 bulan
tanpa perlakuan, kecuali bila kering disiram.

Penyulaman dilakukan apabila

terdapat stek yang mati atau membusuk, dengan mengusahakan pembukaan


sungkup secepat dan sekecil mungkin. Kelembaban dalam sungkup harus dijaga
yaitu sekitar 80 %. Setelah 4 bulan dilakukan adaptasi dengan lingkungan
dilakukan tiap 2 minggu dengan penambahan pembukaan sungkup selama 2 jam.
Misalnya 2 minggu pertama sungkup dibuka selama 2 jam, 2 minggu berikutnya
dibuka selama 4 jam dan seterusnya. Pada minggu ke 10 dibuka selama 12 jam
dan dibuka seterusnya.

Gambar 4. Penataan Stek pada


Pemeliharaan dilakukan pada saat pembukaan bertahap seperti penyiangan
yang dilakukan 3 hari sekali, pemberantasan hama penyakit 2 hari sekali, dan
penyiraman 3 hari sekali. Selain itu juga dilakukan pemupukan tanah dan
pemupukan dengan pupuk daun. Pemupukan tanah menggunakan campuran urea,
KCL, dan TSP dengan dosis masing-masing 0.5 g/polibag. Pupuk tanah ini
diberikan setiap setengah bulan sekali pada bibit yang sudah dibuka dari sungkup.
Cara pemupukan adalah dengan menabur pupuk diatas bekong kemudian
dibersihkan dari daun-daun teh dengan dedaunan atau ranting dan disiram agar
pupuk tidak menempel di daun. Pupuk daun diberikan seminggu sekali dengan
pupuk organik Super Max. Pupuk tersebut merupakan pupuk cair organik
berwarna hitam dengan komposisi 15.2 % N; 6.1 % P; 7.14 % K dan unsur
lainnya dan pupuk dicairkan setiap 10 cc dengan air 15 liter.

Gambar 5. Stek Berumur 4 Bulan Masa Adaptasi


Saat penulis melakukan kegiatan magang terdapat bibit stek yang berumur
4 bulan yang sedang dalam masa pembukaan sungkup. Bibit ini mempunyai daya
pertumbuhan sekitar 80 %. Selain itu juga terdapat bibit stek yang berumur

sebulan yang sedang disungkup. Bibit ini mempunyai daya pertumbuhan 48 %,


karena terdapat yang terkena jamur dan kemudian mati.
Bibit stek dapat dipindahkan ke lapang setelah berumur 8 bulan atau yang
disebut dengan bibit siap salur. Bibit siap salur terdapat kelas bibit yaitu kelas A ,
kelas B dan kelas C. Kelas A merupakan bibit yang mempunyai tinggi lebih dari
30 cm dan mempunyai 6 helai daun, kelas B tinggi 20-30 cm dan kelas C tinggi
kurang dari 20 cm. Kelas bibit yang sudah siap salur adalah kelas A (tinggi 25 cm
dan jumlah daun 6 daun). Bibit yang termasuk dalam kelas B harus dipelihara
kembali dan kelas C harus disungkup kembali.
Perkebunan Pagilaran selain mempunyai lahan pembibitan juga terdapat
kebun poliklonal. Kebun poliklonal merupakan kebun biji yang terdiri dari dua
macam atau lebih klon yang ditanam dalam bentuk kombinasi barisan, segiempat
atau segitiga ganda (double triangle) (Tarlan dan Adimulya, 1997). Luasnya
kebun poliklonal Pagilaran 2.5 ha dan telah berumur 31 tahun. Kebun ini ditanami
tujuh jenis klon teh unggulan, diantaranya Malabar 2, SA 40, PS 1, TRI 2025,
Cinuruan 143, SKM 118, dan Kiara 8. Diantara 7 klon tersebut TRI 2025
merupakan klon paling unggul karena produktivitasnya paling tinggi yaitu 3
ton/ha teh kering atau sekitar 15 ton/ha teh basah, agak tahan terhadap cacar
dibandingkan TRI 2024, dan mudah tumbuh. Jarak tanam di kebun polilonal
adalah 6 m 6 m dengan bentuk segitiga ganda.
Kebun poliklonal juga dilakukan pemeliharaan diantaranya pemupukan,
penyiangan,

pemangkasan

dan

pemberantasan

hama

penyakit

tanaman.

Pemupukan dilakukan satu tahun dua kali dengan dosis 100 gram Urea, 40 gram
TSP dan 40 gram KCl setiap pohonnya. Penyiangan dilakukan 3-4 kali dalam
setahun. Pemangkasan dilakukan hanya sekali selama penanaman yaitu pada
tahun 2001, dengan tinggi pangkasan 3 m dari tanah. Pengandalian hama penyakit
dilakukan apabila pohon poliklonal terserang penyakit dalam skala besar.
Pembibitan dengan menggunakan biji juga dilakukan di perkebunan
Pagilaran. Biji yang digunakan adalah biji yang illegitum yaitu induk betina yang
diketahui dari kebun poliklonal. Terdapat dua cara pembibitan biji di kebun ini
yaitu langsung di tanah (konvesional) dan menggunakan polibag.

Cara konvesional adalah mengambil biji yang sudah masak tapi belum
berkecambah. Biji kemudian dikupas dan segera dimasukan ke dalam air untuk
memisahkan biji yang baik dan yang kurang baik. Biji yang yang digunakan
adalah biji yang tenggelam (biji yang baik). Biji tersebut kemudian disemai
langsung di tanah di sebuah bedengan. Bedengan ini terletak diantara pohonpohon poliklonal. Jarak persemaian antar biji 10 10 cm. Pada pelaksanaannya
tidak dilakukan penyungkupan dan pemberian naungan.
Pembibitan dalam polibag menggunakan biji berasal dari kebun poliklonal
yang jatuh kemudian berkecambah, sehingga sebelumnya dicari biji yang
berkecambah di bawah pohon-pohon teh. Biji berkecambah ditanam di polibag
dengan tanah tanpa pemberian perlakukan sebelumnya. Bibit ini hanya digunakan
untuk menyulam kebun yang berasal dari bibit biji. Setelah bibit dari biji ini
berumur 5 bulan, dipindahkan ke lapangan untuk menyesuaikan lingkungannya.
Selain itu dilakukan seleksi antara bibit yang mati dan sehat. Bibit mati disulam
kembali dan yang sehat dikumpulkan. Setelah 7 bulan bibit sehat tersebut
dikelompokkan berdasarkan klon yang dilihat dari bentuk daun. Klon yang sama
dikumpulkan dan diseleksi kembali kebenaran klon tersebut. Bibit asal biji dapat
dipindahkan ke lapang setelah 2 tahun.

Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)


Unit Produksi Perkebunan Pagilaran mempunyai areal tanaman teh belum
menghasilkan (TBM). TBM merupakan tanaman teh muda dan berumur di bawah
dua tahun serta belum diambil produksinya (Tobroni dan Adimulya, 1997). Areal
ini terdapat pada bagian afdeling Andongsili dan Kayulandak, sedangkan bagian
afdeling pagilaran hanya sedikit areal tanaman belum menghasilkan. Setiap
bagian afdeling berbeda dalam pengelolaan tanaman belum menghasilkan.

Kebun Pagilaran
Tanaman belum menghasilkan (TBM) di Kebun pagilaran merupakan
konversi lahan dari kopi menjadi teh, sehingga luas lahan TBM Pagilaran belum
dicantumkan ke dalam areal Perkebunan PT Pagilaran (Tabel 1). Jenis klon yang
ditanam adalah Pagilaran 4 (PGL 4) dan Pagilaran 11 (PGL 4). Sebelumnya lahan

ini dibuat teras terlebih dahulu dengan tujuan agar tanah lebih tahan lama dan
tidak terjadi erosi. Selain itu dibuat saluran drainase yang buntu untuk
menampung air atau yang disebut got buntu.
Pada Perkebunan Pagilaran TBM yang berumur 3 bulan dilakukan
pemupukan dengan menggunakan pupuk tablet. Pupuk ini merupakan campuran
antara pupuk primer yaitu Urea, SP-36, dan KCl. Pupuk ini diberikan dengan cara
membuat dua lubang dengan tugal di samping tanaman. Dosis pupuk tiap tanaman
adalah 6 gram atau enam tablet karena bobot satu tablet 1 gram. Jadi tiap lubang
diberi

tablet, lalu ditutup kembali dengan tanah. Standar pekerja satu orang

adalah 1 000 m.

Kebun Andongsili
Pada kebun Andongsili luas areal tanaman belum menghasilkan (TBM)
yaitu 6.5 ha. Umur tanaman pada saat ini sekitar 3 tahun, dan masih ada
penyulaman. Klon yang ditanam adalah TRI 2025. Pertumbuhan tanaman tidak
seragam karena waktu penanaman tidak bersamaan. Bibit teh yang ditanam pada
bulan kemarau mengalami kegagalan, sehingga memerlukan penyulaman.
Sedangkan bibit yang ditanam pada akhir kemarau tumbuh dengan subur.
Pemeliharaan yang dilakukan di TBM antara lain pemupukan, penyiangan,
penggemburan, penanaman pohon pelindung sementara dan pembentukan bidang
petik.
Pemupukan yang dilakukan pada awal tanam dan 3 bulan setelah tanam.
Pupuk yang digunakan adalah pupuk majemuk dengan kandungan NPK 5:1:3.
Dosis yang diberikan setiap tanaman adalah 20 gram. Pemeliharaan selanjutnya
adalah pengendalian gulma yang dilakukan secara intensif yaitu dengan cara
manual dan kimiawi. Penyiangan secara manual dilakukan oleh para pekerja
dengan menggunakan sabit. Gulma yang telah disiangi, dikumpulkan di tempat
yang terbuka. Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida dilakukan
apabila tidak hujan. Herbisida yang digunakan adalah Round up dengan bahan
aktif Glyphospate yang dapat aktif apabila tidak terkena air minimal 2 jam. Pada
saat penulis melakukan kegiatan magang, tidak dilakukan pengendalian gulma
dengan herbisisda, karena musim hujan sedang berlangsung.

Penggemburan tanah dilakukan dengan menggunakan cangkul, untuk


meningkatkan kesuburan tanah. Sebelum menanam tidak diberi pupuk kompos
dan tidak dibuat terasiring, sehingga diperlukan penggemburan. Pembuatan rorak
sudah dilakukan akan tetapi karena hujan, rorak menjadi rusak dan hilang.
Penanaman pohon pelindung dilakukan, setelah teh ditanam. Pohon
pelindung yang ditanam adalah Puhli (Theprosia sp.). Tanaman ini hanya
bertahan selama satu tahun, dan akan mati dengan sendirinya. Jarak tanaman tidak
ditentukan, dan ditanam secara acak.
Pembentukan bidang petik dilakukan setelah tanaman berumur 3-4 bulan
setelah bibit ditanam di lapang. Cara yang digunakan antara lain Centering,
Bending atau kombinasi keduanya. Cara yang lebih banyak yang digunakan
adalah Centering, yaitu dengan memotong batang utama setinggi 15 20 cm dari
tanah. Cara ini memiliki beberapa kelebihan yaitu batang samping yang tumbuh
lebih kuat, tahan lama tidak mudah membusuk akan tetapi pertumbuhannya
lambat. Selain cara Centering juga dilakukan dengan cara Bending yaitu dengan
melengkungkan batang samping dengan bantuan ranting. Setelah dua bulan
ranting dilepas dan batang samping tidak tegak lagi, cabang-cabang baru akan
muncul di atas batang samping tersebut. Cara ini lebih cepat menutup serta cepat
tumbuh dan dapat dipetik pada umur tiga tahun. Akan tetapi pertanaman tidak
tahan lama hanya sekitar 15 20 tahun karena pangkal batang mudah membusuk.

Kebun Kayulandak
Bagian Kebun Kayulandak mempunyai kebun TBM dengan luas 8.75 ha,
dan umur tanaman tersebut 4 tahun dengan tahun penanaman 2004. Penanaman
TBM ini dilakukan dalam upaya peremajaan tanaman teh yang sudah tidak
produktif. Klon yang ditanam dalam satu blok ini bermacam-macam antara lain
klon Gambung 7, Gambung 9, MPS dan masih banyak lagi, tetapi yang lebih
didominankan klon Gambung 7. Pemeliharaan di TBM Kayulandak antara lain
penyulaman,

penggemburan,

penyiangan,

pembentukan

bidang

petik,

pemangkasan awal, pemupukan, pembuatan rorak, pembuatan got panjang dan


penanaman pohon pelindung sementara.

Penyulaman hingga saat ini masih dilakukan untuk mengganti tanaman


yang gagal tumbuh. Tanaman banyak yang gagal tumbuh disebabkan oleh lahan
yang berbatu dan serangan hebat hama. Hama yang menyerang adalah hama
penggerek batang (Zeuzela coffeae) yang menyebabkan daun kuning, kemudian
rontok dan mati.
Penyulaman selain dengan menggunakan bahan stek, juga dilakukan
dengan bahan tanam dari hasil cangkok. Bahan tanam dari cangkok ini digunakan
sebagai percobaan. Berdasarkan pengamatan penulis di lapang hasil cangkok tidak
sekuat bahan tanam stek karena batangnya mudah membusuk.
Awal penanaman dilakukan penggemburan dan pembuatan teras. Setiap
teras minimal satu baris tanaman apabila lahan sangat curam. Lebar dari teras juga
harus mengacu pada jarak tanam. Semakin lebar jarak tanam maka semakin lebar
pula teras yang dibuat. Pada tanah datar jarak tanam yang digunakan pada lahan
TBM ini adalah double row seperti Gambar 6.

120

60

Gambar 6. Jarak Tanam double row


Kegiatan rutin yang harus dilakukan pada lahan TBM adalah
penggemburan tanah. Hal ini dilakukan dengan tujuan memperbaiki struktur
tanah. Pengemburan dilakukan setahun 3 kali, dengan menggunakan cangkul dan
garpu.
Pengendalian gulma di kebun Kayulandak menggunakan cara manual,
sedangkan penggunaan herbisida jarang dilakukan. Cara penyiangan dengan
menggunakan cara manual dilakukan 4 kali setahun. Standar penyiangan, pekerja
harus menyelesaikan 2.25 patok per hari. Upah yang diberikan kepada pekerja
penyiangan Rp 6 500.00/patok.

Penanaman tanaman pelindung sementara bertujuan untuk melindungi


tanaman dari cahaya matahari karena tanaman masih belum bisa menyesuaikan
dengan cahaya matahari. Selain itu juga melindungi tanah dari erosi. Tanaman
pelindung sementara yang digunakan pada kebun Kayulandak sama dengan kebun
Andongsili yaitu Theprosia sp. Tanaman ini juga dapat meningkatkan kesuburan
tanah dengan mengikat nitrogen bebas, karena mengandung bintil akar yang
bersimbiosis dengan Rhizobium. Tanaman ini digunakan sebagai tanaman
pelindung hingga tanaman teh dapat menyesuaikan dengan keadaan lingkungan.
Tanaman ini sendiri dapat hidup selama 3 tahun. Apabila tanaman teh sudah dapat
menyesuaikan dengan cahaya matahari kurang dari 3 tahun maka tanaman
pelindung sementara ditebang. Tanaman pelindung sementara ditanam selang
setengah bulan setelah penanaman teh. Setiap empat tanaman teh ditanam satu
tanaman pelindung sementara.
Pembentukan bidang petik banyak digunakan teknik Centering. Teknik ini
dimulai pada saat tanaman teh berumur tiga bulan setelah tanam. Dipotong
setinggi maksimal 20 cm dari tanah, semakin rendah tanaman yang dihasilkan
semakin kuat. Selanjutnya dilakukan selama enam kali hingga teh berumur 18
bulan. Apabila sudah tumbuh tunas dipotong pada batas tunas yang memiliki arah
keluar minimal dua arah telah terisi. Centering lebih efisien dibandingkan dengan
Bending, karena teknik Centering menggunakan alat gunting sehingga satu orang
pekerja dapat mengerjakan 1 ha per hari. Sedangkan Bending membutuhkan kayu
untuk menyangga cabang yang dilekungkan, sehingga pekerjaan kurang efisien.
Pemupukan dilakukan setahun empat kali dengan menggunakan pupuk
NPK. Dosis yang digunakan adalah 8 gram/perdu, dengan perbandingan NPK
yaitu 2 : 2 : 1. Cara aplikasinya dengan membuat bokoran berdiameter 20 cm dari
perdu disekitar tanaman dengan cangkul.
Pembuatan rorak dilakukan pada umur 3 bulan dan dibuat satu tahun
sekali. Rorak ini bertujuan untuk membuang sarasah hasil penyiangan. Serasah
tersebut dimasukan dalam rorak, agar menjadi kompos sehingga menyuburkan
tanah. Rorak ini dibuat dengan ukuran panjang 200 cm, lebar 40 cm dan dalam 60
cm, serta jarak antar rorak 400 cm. Selain untuk menyuburkan tanah rorak juga
untuk menyimpan air dengan mengendapkan air.

Pembuatan got panjang bertujuan untuk pembuangan air agar tidak terjadi
erosi dan pencucian hara. Selain untuk menyimpan air pada saat musim hujan dan
mengalirkannya pada saat musim kemarau. Ukuran got panjang yaitu lebar 60 cm,
dalam 60 cm dan panjang sesuai dengan panjangnya teras. Setiap patok dibuat 2
got panjang. Pembuatan ini dipilih teras yang cukup untuk lebar got panjang.

Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM)


Pemeliharaan kebun yang dilakukan oleh PT. Pagilaran diantaranya adalah
pemangkasan, penyiangan, penyulaman dan pemupukan. Kegiatan lainnya
merupakan kegiatan berurutan setelah pemangkasan adalah kubur ranggas, kerik
lumut, dan penggarpuan. Seharusnya urutan kegiatan setelah pangkas adalah kerik
lumut, kubur ranggas dan penggarpuan. Akan tetapi urutan ini tidak efektif
dilakukan di lapang.

Pengendalian Gulma
Gulma yang dominan di kebun Pagilaran adalah Ageratum conizoides,
Clydemia hirta, Centrocema pubescens, Cromellina diffusa, Cynodon dactilon,
Oplisminus compesitus, Paspalum conjugatum. Penyiangan dilakukan 3-4 bulan
sekali dengan cara manual. Alat yang digunakan adalah sabit atau arit. Standar
yang digunakan tiap pekerja adalah 2 patok, sedangkan penulis mendapat 80 m.
Upah yang diberikan tiap patoknya adalah Rp 7 500 akan tetapi dapat berubah
tergantung kesepakatan dari pekerja dan mandor besar.
Pengendalian gulma juga dilakukan berdasarkan umur pangkas. Tanaman
yang berumur satu tahun setelah pemangkasan dilakukan penyiangan 4 kali dalam
setahun. Tanaman yang berumur dua tahun setelah pangkas dilakukan 3 kali
dalam setahun. Untuk tanaman berumur tiga tahun setelah pangkas dilakukan 2-3
kali setahun. Sedangkan untuk tanaman berumur empat tahun setelah pangkas
atau hampir dipangkas penyiangan dilakukan 2 kali setahun. Pada saat ini terdapat
pengurangan residu penggunaan bahan kimia termasuk herbisida. Untuk itu
Penggunaan herbisida hanya dilakukan setahun sekali untuk tiap blok, dan hanya
dilakukan pada tanaman yang berumur setahun setelah pangkas. Hal ini dilakukan
karena tanaman belum menutup tanah sehingga pertumbuhan gulma yang terlalu

besar, sehingga sulit dilakukan secara manual. Herbisida yang digunakan adalah
Round Up, dengan dosis 3.5 liter/ha. Setelah penggunaan herbisida biasanya
dilakukan kegiatan garpu ekstra.
Herbisida Round Up merupakan herbisida sistemik tidak selektif dengan
bahan aktif Gliphospat. Heribisida ini mempunyai daya berantas yang luas, selain
untuk memberantas jenis-jenis gulma berdaun lebar juga dapat digunakan untuk
jenis gulma berdaun sempit dan teki-tekian. Herbisida ini bekerja secara sistemik,
sehingga dapat mematikan gulma sampai ke perakarannya. Oleh sebab itu baik
digunakan untuk memberantas jenis-jenis gulma berdaun sempit maupun berdaun
lebar tahunan yang berkembang biak secara vegetatif (Pusat Penelitian
Perkebunan Indonesia, 1997).
Pada afdeling Andongsili lebih sulit melakukan penyiangan, karena gulma
yang tumbuh lebih banyak dan lebih lebat. Hal ini dikarenakan kelembaban yang
lebih tinggi dan tenaga kerja yang kurang. Keadaan lahan yang lebih terjal dan
tidak dibuat teras sehingga membuat pekerja sulit melakukan penyiangan. Jadi
untuk menentukan upah pekerja tergantung dari keadaan kebun. Apabila keadaan
sulit maka upah kerja lebih mahal. Upah pekerja bekisar Rp 10 000 Rp 12 000.
Hasil penyiangan secara manual dikumpulkan pada bagian yang sudah
dibersihkan yang nanti akan dibalik pada saat penggarpuan.
Di Kayulandak penyiangan dilakukan 2-3 kali setahun dengan cara
manual. Dibandingkan tanaman TBM, penyiangan pada tanaman dewasa lebih
jarang karena tanah yang sudah tertutup perdu teh sehingga tidak banyak gulma
yang tumbuh. Pemakaian herbisida dilakukan setiap dua tahun sekali dengan
menggunakan Round Up, terutama pada saat akan dilakukan penggarpuan. Setelah
kegiatan penyiangan dilakukan pembuatan rorak (got buntu) dengan ukuran
panjang 200 cm, lebar 60 cm dan tinggi 60 cm, dengan jarak antar rorak 4 m
(400 cm) yang diukur dengan tombak. Peletakan rorak berselang-seling, dengan
jumlah 16 rorak dalam satu patok (400 m3). Pembuatan rorak ini bertujuan untuk
menimbun hasil penyiangan tetapi tidak ditutup. Sehingga gulma yang ditimbun
tersebut akan membusuk dan dapat menambah kesuburan tanah serta mencegah
erosi. Standar pembuatan rorak seorang pekerja adalah satu patok (16 rorak).

Pemupukan
Pemupukan di kebun Pagilaran dilakukan dua kali dalam setahun awal dan
akhir musim hujan, berarti enam bulan sekali. Akan tetapi hanya dilakukan
apabila biaya memadai. Pupuk seharusnya diberikan antar bulan Maret hingga
Mei atau September hingga November. Pada saat ini terjadi keterlambatan dalam
pengiriman pupuk. Pemupukan pada tahun ini hanya dilakukan sekali setahun.
Hal ini dikarenakan kurangnya biaya pemeliharaan. Pemupukan dilakukan apabila
terdapat pengiriman pupuk. Pupuk yang dikirim hanya dapat memupuk sekitar 15
blok untuk masing-masing kebun. Seharusnya yang dipupuk 20-40 blok.
Pupuk yang digunakan pupuk kimia yaitu campuran urea, SP-36, dan KCl.
Dosis yang digunakan 45 gram per perdu, sehingga seharusnya dalam satu karung
dengan berat 25 kg dapat diberikan 555 perdu Kebutuhan pupuk dalam satu hektar
lahan teh adalah 360 kg. Dalam sehari luas areal yang dipupuk sekitar 8 ha dengan
kebutuhan 83 karung atau 2.75 ton. Pupuk yang digunakan dalam bentuk tablet
yang melepaskan hara secara perlahan, sehingga kegiatan pemupukan kembali
dibutuhkan waktu yang lama.
Cara pemberian pupuk dengan membuat lubang di sekitar perdu teh (jarak
dari perdu 15 cm) dengan kedalaman kira-kira 8 cm, kemudian dimasukan pupuk
sesuai takaran yang diberikan. Dalam satu hektar lahan teh membutuhkan tujuh
orang pekerja. Pemupukan dengan bahan organik juga dilakukan, tetapi hanya jika
bahan pupuk tersedia. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang,
dengan kebutuhan 10 ton/ha.
Pembagian kegiatan pemupukan tiap pekerja adalah tiga orang membawa
pupuk dari tempat penurunan pupuk ke pekerja yang akan memberikan pupuk ke
pemupuk, satu orang memberikan pupuk kepada pemupuk, satu orang
mengumpulkan karung, dan sisanya berpasangan sebagai pembuat lubang dan
pemberi pupuk (pemupuk) sekaligus menutup lubang. Standar pekerja pemupukan
adalah 1 250 m/orang, sedangkan penulis mendapat 240 m. Upah yang diberikan
merupakan upah harian 5 jam yaitu Rp 13 500.
Dalam pelaksanaan kegiatan pemupukan memerlukan pengawasan yang
intensif karena banyak terjadi penyimpangan. Pada pengamatan yang dilakukan
penulis dalam pemberian pupuk, seharusnya satu karung (25 kg) untuk 555 perdu

dengan menggunakan takaran yang sudah diperkirakan bahwa berat satu takaran
tersebut 45 gram/perdu. Akan tetapi pada pelaksanaannya satu perdu mendapat 81
gram/perdu atau satu karung pupuk untuk 307 perdu tanaman teh, sehingga
pemberian pupuk ini tidak efisien. Selain itu juga dalam penutupan pupuk terdapat
25 % yang tidak ditutup dan sekitar 35 % perdu yang tterlewat tidak dipupuk.
Pemupukan pada daun juga dilakukan dengan yang menggunakan pupuk
Super Max yang sudah dijelaskan kandungannya dalam pembibitan. Untuk
tanaman menghasilkan dosis yang digunakan satu liter pupuk daun cair untuk
luasan satu hektar. Berdasarkan pengamatan penulis, pupuk sebelumnya
diencerkan dengan air dengan konsentrasi 3 cc per liter air dan dicampur dengan
urea yang dicairkan (konsentrasi 0.1 %). Urea digunakan sebagai bahan perekat
pupuk dengan daun. Campuran pupuk dimasukkan ke dalam alat penyemprot.
Alat yang digunakan adalah Knapsack Sprayer (Gambar 7) dengan kapasitas 15
liter yang digunakan untuk 1.5-2 patok. Dosis pupuk daun yang dilakukan di
lahan hanya 0.75 liter per hektar, karena ada penambahan larutan urea.

Gambar 7. Pemupukan Daun


Kegiatan sebelum melakukan pemupukan, terlebih dahulu mempersiapkan
air sehari sebelum pelaksanaan, karena pengangkutan air membutuhkan waktu
yang lama. Pemberikan pupuk ini tidak boleh terkena air hujan minimal 4 jam.
Pupuk ini diberikan pada tanaman yang berumur pendek pada tanaman belum
menghasilkan, seperti klon PS yang berumur 2 tahun sudah dipetik. Pemberian

pupuk daun ini dimaksudkan untuk menambah ketebalan daun. Standar


pemupukan daun setiap pekerja mendapat 0.5 ha.
Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan empat tahun sekali, berarti perkebunan Pagilaran
menggunakan gilir pangkas empat tahun. Sehingga dalam setahun luas lahan yang
dipangkas seperempat dari seluruh luas kebun. Misalnya luas kebun Pagilaran
kira-kira 428.072 ha, sehingga dalam setahun luas lahan yang dipangkas 107.018
ha, dengan target selama 6 bulan sudah dilakukan pemangkasan seluas 60.211 ha
(60 % dari luas yang akan dipangkas). Pemangkasan ini biasanya dimulai bulan
Maret atau April. Luas ini dibagi kembali per blok kebun, dan per blok
pemangkasan dilakukan selama sebulan, yang seharusnya dapat dilakukan selama
setengah bulan. Satu blok kebun terdapat 16 pekerja, yang setiap pekerja
diberikan satu patok dengan luas kira-kira 400 m. Pada kebun Andongsili pekerja
yang ada sekitar 12 orang, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memangkas
satu blok (14.5 ha) adalah 45 hari.
Tinggi pemangkasan dari tanah bertahap dari 40 hingga 70. Apabila tahun
ini pemangkasan 40 cm maka pemangkasan selanjutnya 65 cm, setiap gilir
pangkas naik 5 cm. Apabila sudah sampai 70 cm maka kembali diturunkan 45 cm
dan seterusnya. Semakin tinggi pangkasan semakin cepat pucuk tumbuh.
Presentasi tanaman mati akibat pangkasan hanya kurang dari 5 %.

Gambar 8. Lahan yang Telah Dipangkas

Sebelum pemangkasan dilakukan petikan gendesan, yaitu mengambil


semua pucuk sebelum dipangkas. Akan tetapi sebaiknya sebelum dipangkas
pucuk dibiarkan selama 2 bulan untuk mengumpulkan pati di dalam akar. Kadar
pati ini dapat dilihat dari bekas potongan pada batang yang mengeluarkan cairan.
Para mandor pemangkasan membuat contoh terlebih dahulu, sebelum
pemangkasan dilakukan oleh pekerja. Kemudian dilakukan kesepakatan dengan
pemborong dengan harga yang cocok. Pemangkasan hanya bisa dilakukan oleh
para pekerja yang mahir pemangkasan. Tinggi pohon yang akan dipangkas diukur
terlebih dahulu, misalnya 55 cm menggunakan kayu. Kemudian kayu ini
digunakan untuk menjadi patokan di kebun. Tetapi hanya satu saja yang diukur
kemudian yang lain mengikuti tanaman yang telah diukur tadi. Hal ini agar hasil
pangkasan terlihat rata, sehingga tidak semua tanaman diukur. Hasil pangkasan
yang berupa ranting-ranting (ranggas) diletakkan di atas tanaman teh yang telah
dipangkas, hal ini untuk mengurangi penguapan pada batang teh yang terbuka.
Apabila cuaca baik, hasil pangkasan dapat dipetik lagi pada umur 2.5-3
bulan. Sebaliknya apabila cuaca tidak mendukung, seperti saat ini dimana hujan
terlampau sering, hasil pangkasan dapat dipetik kembali setelah berumur lebih
dari 3 bulan. Pangkasan harus dipotong miring (45) untuk menghindarkan
pembusukan akibat dari masuknya air hujan. Potongan yang miring akan
mengalirkan air ke bawah, apabila potongan datar akan menampung air hujan,
sehingga batang menjadi busuk. Selain itu pisau pangkas harus tajam agar batang
tidak pecah yang mengakibatkan tanaman menjadi busuk.
Pemangkasan di Kayulandak juga terdapat pemangkasan jambul (Gambar
9). Pangkas jambul adalah pangkasan yang meninggalkan daun kurang lebih 100
lembar daun. Hal ini dilakukan karena jenis tanaman teh yang ditanam tidak tahan
terhadap panas sehingga diperlukan pelindung. Klon ini adalah jenis PS yang
tidak tahan panas. Setelah pemetikan jendangan sisa jambul dipotong. Pada kebun
Kayulandak setelah pemangkasan dibuat got panjang dengan ukuran lebar 60 cm,
tinggi 60 cm dan panjang menyesuaikan panjang lahan teras. Pembuatan got
panjang ini bertujuan untuk menyimpan air dan mengalirkan air yang berlebih.

Gambar 9. Pangkasan Jambul


Kubur Ranggas
Kegiatan selanjutnya setelah pemangkasan adalah kubur ranggas atau belet
ranggas. Ranggas merupakan ranting-ranting sisa pemangkasan. Kubur ranggas
berarti membenamkan ranting-ranting sisa pangkasan ke dalam tanah. Hal ini
dilakukan disela-sela tanaman teh. Kubur ranggas dilakukan dengan tujuan untuk
mengembalikan unsur hara ke tanah, kemudian digunakan kembali oleh tanaman
teh. Kegiatan ini dilakukan seminggu setelah pemangkasan, karena untuk
menghilangkan gas beracun yang dikeluarkan dari sisa-sisa ranting tersebut.
Seharusnya sampai ranting benar- benar kering, akan tetapi untuk memberikan
pekerjaan pada pekerja supaya tidak menganggur maka dilakukan seminggu
setelah pemangkasan. Kegiatan ini tidak selalu dilakukan setelah pemangkasan
dapat pula dilakukan setelah kerik lumut seperti pada kebun bagian Andongsili.

Kerik Lumut
Kegiatan ini dilakukan setengah bulan setelah kubur ranggas. Tujuan dari
kerik lumut adalah untuk membersihkan lumut dan tumbuhan yang menempel
pada batang teh. Batang teh terdapat pada kondisi yang lembab akibat dari
ternaungnya daun teh, sehingga banyak lumut dan tumbuhan yang menempel pada
batang teh. Selain itu tujuan dari kerik lumut adalah menghilangkan hama dan
penyakit yang menempel pada lumut di batang teh sehingga pertumbuhan tunas
tidak terhambat. Alat yang digunakan adalah karung bekas tempat teh diangkut,
karung beras, atau alat lain yang mempunyai permukaan kasar. Bahkan rantingranting teh pun dapat digunakan. Tidak terdapat alat khusus dalam kegiatan ini.

Cara kerik lumut tinggal menggosok-gosokan alat ke batang teh. Prestasi pekerja
dalam sehari 400 m (satu patok) dengan upah antara Rp 14 000-Rp 15 500.
Untuk setiap patoknya tergantung kebersihan pohon teh dari lumut, sedangkan
penulis mendapat 100 m.
Pada Kebun Andongsili kerik lumut dilakukan sebelum kubur ranggas. Hal
ini dikarenakan pekerja yang kurang. Keadaan tanaman teh yang mempunyai
lumut yang lebih tebal dan banyak, juga akan memperlambat pekerja dalam
melakukan kegiatan kerik lumut. Hal ini menyebabkan tanaman teh terlalu lama
dibiarkan, sehingga akan segera bertunas. Akan tetapi tunas yang tumbuh akan
terhambat karena adanya lumut dan tumbuhan lain yang menempel pada tanaman
teh.
Proses kegiatan kerik lumut dilakukan setelah menyingkirkan rantingranting (ranggas) yang terdapat di atas tanaman teh. Pada pelaksanaan kerik lumut
bagian bawah tanaman dibersihkan, dan kerik lumut dimulai dari tanaman bagian
bawah terlebih dahulu. Bagian tunas yang akan tumbuh harus bersih dari lumut
agar tunas tumbuh dengan baik. Setelah selesai kerik lumut, ranggas dikembalikan
ke atas tanaman teh atau langsung dilakukan kegiatan kubur ranggas.

Penggarpuan
Penggarpuan

dilakukan

setelah

kerik

lumut.

Sebelum

dilakukan

penggarpuan, dilakukan pembersihan gulma terlebih dahulu. Tujuan dari


penggapuan ini adalah mengemburkan tanah dengan membalik tanah, menjaga
aerasi tanah dan memutuskan sebagian akar teh karena teh merupakan tanaman
yang membutuhkan regenerasi akar. Alat yang digunakan adalah garpu, dan tidak
menggunakan cangkul karena dapat terjadi pemutusan akar yang besar sehingga
dapat merusak akar. Selain itu juga dilakukan garpu ekstra ketika tanaman
berumur satu tahun setelah pangkas. Garpu ekstra ini biasanya dilakukan setelah
pengendalian

gulma

dengan

menggunakan

herbisida.

Prestasi

pekerja

penggarpuan 400 m selama 5 jam kerja, sedangkan penulis mendapat 4 m. Upah


seorang pekerja Rp 14 500/patok.
Penggarpuan di kebun Andongsili lebih sulit dilakukan karena keadaan
kebun yang terjal, gulma yang tinggi, dan tidak terdapat terasering. Selain itu

barisan yang tidak teratur. Penggarpuan di kebun ini sering terlambat, hal ini
dikarenakan gulma yang terlalu banyak dan kurangnya pekerja.

Pemetikan
Pemetikan adalah pemungutan hasil pucuk tanaman teh yang memenuhi
syarat-syarat pengolahan. Pemetikan berfungsi pula sebagai usaha membentuk
kondisi tanaman agar mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan
(Tobroni dan Adimulya, 1997). Pemetikan yang dilakukan di PT Pagilaran adalah
pemetikan jendangan, produksi dan gendesan. Setiap mandor membawahi 40
orang pemetik. Untuk pemetikan tidak ditentukan luasan yang harus dipetik. Akan
tetapi setelah penulis melakukan pengamatan dalam sehari rata-rata seorang
pemetik memetik dengan luas 134.6 m dengan hasil pucuk 60 kg. Pada bagian
kebun Kayulandak penulis memetik selama 5 jam mendapat 14 kg.
Sejak tahun 1975 pemetikan banyak menggunakan gunting, walaupun
sudah diketahui kualitas petikan menggunakan tangan lebih baik, tetapi masih
digunakan gunting. Hasil petikan dengan menggunakan gunting lebih kaku dan
luka yang ditinggalkan lebih lama kering daripada petikan dengan tangan. Akan
tetapi dengan menggunakan gunting hasil produksi lebih besar daripada
menggunakan tangan Tujuan dari pemetikan adalah mengambil pucuk untuk
produksi di pabrik yang berkisenambungan. Untuk itu diperlukan kecermatan
dalam pemetikan agar pada saat gilir petik selanjutnya masih berproduksi tinggi,
serta memperhatikan pucuk yang diambil, dibuang dan dibiarkan..
Pemetikan produksi digunakan gilir petik 10 hari. Rumus petikan yang
digunakan adalah medium dengan daun muda yang masih menggulung yaitu
maksimal p + 3m. Pemetikan disini lebih mementingkan kuantitas yang maksimal,
bukan kualitas.
Cara pemetikan produksi di PT Pagilaran gabungan antar petikan ringan,
sedang dan berat. Petikan ringan dilakukan apabila daun yang ditinggalkan pada
perdu satu atau dua di atas kepel (k + 1 atau k + 2). Petikan sedang yaitu daun
yang ditinggalkan di atas perdu tidak ada (k + 0), tetapi dipinggir perdu
ditinggalkan satu (k + 1). Dan petikan berat adalah pemetikan yang tidak
meninggalkan daun sama sekali di perdu (k + 0).

Pucuk yang diambil sesuai standar yaitu bidang petik. Untuk burung harus
dipetik dengan rumus b + 1m. Apabila tidak dipetik maka akan muncul pucuk
kembali sekitar 100 hari. Sedangkan apabila burung dipetik maka muncul pucuk
kembali 54 hari. Untuk pucuk yang berada di pinggir-pinggir perdu sebaiknya
jangan diambil, agar dapat menyatu dengan tanaman yang ada disebelahnya,
sehingga dapat menutupi tanah. Untuk cakar ayam apabila berada diatas bidang
petik harus dipetik karena dapat mengambat pertumbuhan pucuk, sedangkan yang
berada dibawah bidang petik sebaiknya jangan dibuang terlebih dahulu karena
dapat membuat lubang di perdu.
Pemetikan jendangan adalah pemetikan yang dilakukan pada tahap awal
setelah tanaman dipangkas. Pada Perkebunan Pagilaran pemetikan jedangan
dilakukan setelah 2.5 bulan setelah pemangkasan, dan dilakukan 6-10 kali.
Pemetikan ini dilakukan apabila pucuk memenuhi syarat untuk dipetik yaitu
ketika muncul p + 3, berada diatas bidang petik dan berwarna kuning kehijauan
(manjing). Pemetikan jedangan dilakukan memotong minimal 4 daun diatas daun
kepel, sehingga daun yang ditinggal mempunyai rumus k+0. Tetapi untuk
meratakan bidang petik tidak semua menggunakan rumus k+0, dapat juga k+1.
Pemetik jendangan rata-rata mendapat 35-40 kg/hari, sedangkan penulis mendapat
3 kg.
Tinggi bidang petik jendangan terhadap bidang pangkasan tergantung pada
tinggi rendahnya pangkasan. Apabila tinggi pangkasan 55 cm dari tanah maka
petikan jedangan 10-15 cm dari luka pangkas. Semakin tinggi pangkasan dari
tanah maka semakin pendek petikan jedangan. Petikan ini dilakukan kembali
sesuai dengan gilir petik yaitu sekitar 10 hari. Hasil dari petikan jedangan
sekarang digunakan untuk produksi. Pada bagian Kayulandak pemetikan
jendangan benar-benar diperhatikan. Ketinggian pucuk yang diambil agar
menghasilkan bidang petik yang rata. Selain itu pemetik hanya terdapat 2-4 orang
untuk 1 ha luas kebun. Hal ini dilakukan agar pengawasan lebih mudah. Pada
bagian kebun Kayulandak dalam sehari pemetik jendangan mendapatkan pucuk
90 kg.
Setyamidjaja

(1997)

menyatakan

pemetikan

gendesan

merupakan

pemetikan yang dilakukan pada kebun yang akan dipangkas. Pada Perkebunan

Pagilaran petikan gendesan dilakukan setengah bulan sebelum pemangkasan. Pada


pemetikan ini, semua pucuk yang memenuh syarat untuk diolah akan dipetik
tanpa memperhatikan daun yang tinggalkan. Petikan ini bertujuan untuk
mengurangi hasil produksi akibat pemangkasan.
Harga pucuk teh yang diberikan untuk pemetik adalah Rp 390/kg. Setiap
mandor diberikan target luas lahan yang harus dipetik selama gilir petik. Misalnya
setiap mandor harus memetik pucuk teh 1 blok (18 ha), dan gilir petik 10 hari,
sehingga untuk setiap hari harus memetik seluas 2 ha. Hasil ini diperoleh dari 18
ha dibagi 9 hari, karena pada hari ke 10 sudah pindah ke blok lain. Apabila dalam
9 hari tersebut terdapat hari libur maka harus menambah luasanya misalnya
menjadi 2.5 ha.
Jenis kelamin pemetik mempengaruhi hasil pemetikan. Pemetik wanita
mendapat pucuk lebih halus daripada pemetik pria tetapi berdasarkan kuantitas
pemetik pria lebih banyak daripada pemetik wanita.
Bagian Afdeling Andongsili mempunyai ketinggian tempat lebih dari
Afdeling Pagilaran yaitu 1 200 m dpl, sehingga gilir petiknya lebih lama yaitu 12
hari. Luas kebun Andongsili sekitar 310 ha, dengan 30 blok yang memiliki luasan
yang berbeda-beda. Setiap blok memiliki patok dan untuk luasan 1 ha memiliki 28
patok, sehingga satu patok mempunyai luas sekitar 360 m.
Pemetikan menggunakan tangan akan meninggalkan cakar ayam di bidang
petik. Cakar ayam merupakan bentuk pertumbuhan tunas lebih dari 2 buah dari
ketiak daun. Tunas tersebut berukuran kecil dan biasanya cepat menjadi burung.
Cakar ayam ini harus segera dibuang dan dipetik dengan cara yang benar.
Pemetikan dengan menggunakan gunting dapat mengurangi cakar ayam, selain itu
fermentasi dini pada pucuk dapat terhindar.
Evaluasi analisis pucuk yang didapat oleh para mandor dilakukan setiap
setengah bulan sekali. Analisis pucuk dilakukan oleh pegawai pabrik, sedangkan
analisis petik dilakukan oleh mandor. Selain itu juga dilakukan evaluasi dari perdu
yang telah dipetik. Penilaian yang dilakukan oleh para mandor adalah jumlah
cakar ayam yang ditinggal, daun yang masih ditinggal, bidang petik, pucuk yang
harus ditinggal dan pucuk burung yang masih tertinggal. Kemudian hasil yang
didapat adalah jumlah persentasi dari pengamatan mandor.

Pengolahan
Pengolahan di Unit Produksi Pagilaran adalah pengolahan teh hitam
Orthodox Rotorvane. Rangkaian kegiatan dimulai dari pelayuan, penggilingan dan
sortasi basah, Oksidasi enzimatis (fermentasi), pengeringan, sortasi kering, dan
pengepakan. Pengolahan oleh PT Pagilaran berdasarkan keinginan pelanggan.

Pelayuan
Proses pelayuan terdapat beberapa yang perlu diperhatikan yaitu peralatan,
bahan baku, dan tenaga kerja. Tujuan dari pelayuan adalah memudahkan proses
berikutnya, mengurangi kadar air, dan menciptakan rasa. Peralatan terdiri dari
palung pelayuan/ Withering Trough (22 buah) (Gambar 10) yang berkapasitas 1
500-2 000 kg pucuk/palung, Blower (25 buah) dengan kecepatan 1 460 rpm,
Hitter/kompor yang berbahan baku kayu dan BBM tetapi lebih banyak
menggunakan kayu (2 buah), peti angkut (6 buah) yang berkapasitas 100 kg,
timbangan (4), penyekat, kotak pelayuan, alat pengukur suhu. Bahan bakunya
pucuk teh p + 3. Tenaga kerja dipelayuan terdapat 18 orang dengan pembagian 3
waktu kerja masing-masing 6 orang.

Gambar 10. Withering Trough


Tahap tahap pelayuan dimulai dengan mengalirkan udara segar tiap
palung sebelum pucuk diletakan di palung. Fungsi dari mengalirkan udara ini
adalah membersihkan debu dan kotoran. Pucuk yang sudah ditimbang dan
dianalisis diletakan di palung sesuai dengan kasar dan halusnya. Kemudian diberi
udara segar selama kurang lebih 18 jam sampai layu. Setelah 3 jam pucuk
diletakkan, kemudian diberi udara panas dengan suhu tergantung dari suhu

lingkungan (ruangan). Perbandingan suhu kompor dan suhu ruangan adalah 4 : 3


(Dry/Wet). Kemudian 3 4 jam selanjutnya balik wiwir yaitu pemerataan agar
pucuk tidak menggumpal dan dilakukan 4 5 kali/palung (tempo 3 4 jam). Cara
balik wiwir yaitu pucuk di dalam palung diambil 1 peti angkut kemudian
diletakan paling ujung agar rata. Untuk mengetahui yang sudah balik wiwir atau
belum dengan menggunakan papan penyekat. Proses pelayuan ini dilakukan
bertahap atau yang disebut dengan layu bertahap, karena kapasitas giling teh
hanya 1 000 1 700 kg.
Ciri ciri daun yang telah layu adalah pucuk lentur dan lemas, warna
kuning kehijauan, berbau harum, terjadi penyusutan volume 50 52 %
maksimal 55 %. Pucuk yang lentur dan lemas adalah pucuk yang apabila
digenggam tidak patah dan membentuk gumpalan serta apabila dilepaskan
kembali seperti semula. Hal hal yang mempengaruhi pelayuan adalah pucuk,
kondisi alam, peralatan, dan tenaga kerja. Pucuk yang kasar lebih cepat layu
daripada yang halus. Pucuk yang kering dari kebun lebih cepat layu daripada yang
basah. Dan ketebalan dipalung lebih tipis lebih cepat layunya. Kondisi alam
sangat mempengaruhi pelayuan, musim kemarau pucuk lebih cepat layu walau
tanpa kompor dibandingkan musim hujan dengan kompor. Pada musim hujan sulit
membuat penyusutan volume hingga 52 %.

Penggilingan dan sortasi basah


Alat yang digunakan pada PT Pagilaran adalah OTR (Open Top Roller)
PCR (Press Cup Roller), RRB (Rotary Roll Breaker), RV (Rotor Vane), Kereta
bubuk (bak penampung bubuk), Hygrometer dan Thermometer. Masing-masing
alat mempunyai fungsi dan jumlah yang berbeda. Fungsi-fungsi tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2.
Proses terbentuknya bubuk basah ini dimulai dengan memasukkan pucuk
yang telah layu kedalam OTR (Gambar 12) dengan kapasitas 300-350 kg dan
kecepatan 1 460 rpm. Setelah kurang lebih 40 menit, hasil dari OTR dikeluarkan.
Kemudian hasil bubuk OTR dimasukkan RRB I yang terdapat 5 corong. 4 corong
merupakan tempat lolosnya RRB I yang kemudian menjadi bubuk I dan langsung
menuju ke kamar fermentasi. Untuk corong kelima atau terakhir, bubuk

dimasukkan RV I dan dilanjutkan oleh RRB II. Kegiatan sama seperti RRB I akan
tetapi RRB II akan menghasilkan bubuk II. Selanjutnya RV II dan RRB III yang
menghasilkan bubuk III. Kemudian dilanjutkan oleh RV III dan RRB IV yang
menghasilkan bubuk IV dan badag. Pada corong kelima RRB IV digiling kembali
oleh PCR dan dimasukan kembali ke RV III dan RRB IV. Untuk bubuk yang
tidak lolos RRB IV yang sudah masuk PCR dikategorikan sebagai badag.
Program penggilingan terdapat tiga jenis yaitu program BOP, program Dust, serta
program BOP dan Dust. Skema ketiga program tersebut dapat dilihat pada
Gambar 13.
Tabel 2. Jumlah dan Fungsi Alat Penggilingan serta Sortasi Basah
No
1.
2.

3.

4.
5.

Alat
OTR

Jumlah
6 buah

Fungsi
menggulung, meremas, mememarkan dan
memotong pucuk yang telah dilayukan.
PCR
3 buah mengulung, memotong hasil gulungan dan
mengeluarkan cairan sel semaksimal mungkin,
karena adanya tekanan yang diberikan dari
bobot pucuk dan tekanan yang dikehendaki.
RRB
6 buah Memisahkan bubuk 1,2,3,4 dan badag hasil dari
OTR dan PCR maupun dari Rotor Vane melalui
ayakan pada RRB dan untuk menurunkan suhu
bubuk yang keluar dari mesin serta membantu
proses fermentasi.
RV
4 buah Mengecilkan
ukuran
partikel
dan
menyeragamkan ukuran partikel.
Kereta Bubuk
13 buah Memindahkan bubuk teh hasil penggilingan dari
OTR ke RRB, dari RRB ke PCR, dari RRB ke
RV dan sebaliknya.
Sumber : Bagian Pabrik, 2008

Gambar 11. PCR (Press Cup

Gambar 12. OTR (Open Top Roller)

Program BOP

UK I

UK III

UK IV

FERMEN

Program BOP dan DUST

UK I

PENGE

UK III

UK IV

FERMEN

Program DUST

UK I

DAG
UK IV

DAG
UK IV
PENGE

UK III

UK IV

FERMEN

DAG
UK IV
PENGE

Gambar 13. Skema Alur Penggilingan


Saat ini pengolahan sedang melaksanaan program Dust. Berdasarkan data
yang diambil tiga hari secara acak presentasi bubuk yang dihasilkan adalah 20 %
bubuk I, 36 % bubuk II, 24 % bubuk III, 9 % bubuk IV dan 11 % badag. Selama
proses tersebut terjadi perubahan suhu, yaitu pada saat keluar OTR suhu bubuk
28 C, saat keluar RRB suhu turun menjadi 23 C. Bubuk yang keluar RV suhu
naik menjadi 30 C, dan kembali 23 C ketika keluar RRB. Akan tetapi pada saat
keluar PCR suhu menjadi 27 C. Perubahan suhu ini akan mempengaruhi proses
oksidasi enzimatis (fermentasi). Bubuk sebaiknya jangan lebih dari 30 C atau
optimal 26.5 C, untuk itu dilakukan penguraian yang dilakukan oleh alat
pemecah gumpalan pada tiap alat. Kadar air pada bubuk basah berkisar 50-60%.

Oksidasi enzimatis (Fermentasi)


Oksidasi enzimatis atau fermentasi dilakukan untuk menciptakan warna,
rasa, dan aroma pada teh hitam. Proses ini berlangsung sejak pucuk masuk ke
proses penggilingan hingga masuk ke kamar oksidasi (kamar fermentasi). Untuk
itu pada tempat penggilingan dan sortasi basah dilengkapi dengan Humidifier
yang menghembuskan uap air ke seluruh ruangan. Suhu ruangan penggilingan dan
sortasi basah kurang lebih 22 C - 23 C dan kelembaban 82 % - 92 %.
Setelah proses penggilingan dan sortasi basah selesai, bubuk basah
diletakkan pada baki fermentasi sesuai dengan jenis bubuknya. Baki-baki tersebut
ditempatkan di troli dan kemudian diletakan di ruang fermentasi dengan suhu 21
C dan kelembaban 95 %. Keadaan tersebut dipertahankan dengan maksimal suhu
25 C dan kelembaban diatas 90 %. Lama fermentasi rata-rata 140 menit dengan
ketebalan bubuk dibaki rata-rata 7 cm. Kapasitas troli masing-masing 10 baki,
dengan bobot bubuk setiap baki rata-rata 5 kg, sehingga bobot setiap troli 50 kg.
Suhu masing-masing bubuk pada waktu dimasukan dalam ruang
fermentasi dan setelah keluar ruang fermentasi atau siap untuk dilakukan
pengeringan mengalami penurunan sekitar 1-2 C. Setiap bubuk juga mempunyai
suhu yang berbeda-beda. Bubuk II dan badag mempunyai suhu lebih tinggi sekitar
25 C, dibandingkan bubuk III dan IV dengan suhu sekitar 23 C. Untuk bubuk I
mempunyai suhu paling rendah 21 C. Hal ini dikarenakan perbedaan dalam
proses pada penggilingan.

Pengeringan
Setelah proses oksidasi selesai bubuk dikeringkan dengan alat pengering
atau dilakukan proses penggorengan. Proses pengeringan bertujuan untuk
menghentikan proses oksidasi enzimatis dan menurunkan kadar air sehingga teh
tahan lama disimpan. Mesin pengering yang digunakan adalah Endless Chain
Pressure Dryer (ECP Dryer). Terdapat empat buah mesin ECP di pabrik
Pagilaran akan tetapi pada saat ini hanya dua mesin yang masih dapat bekerja, dua
mesin lainnya mengalami kerusakan. Masing-masing mesin berkapasitas 240
kg/jam. Suhu masuk (inlet) ECP yaitu 95-100 C, sedangkan untuk suhu keluar
(outlet) 45-50 C. Keadaan tersebut harus dipertahankan agar tidak merusak

mutu teh. Bahan bakar mesin menggunakan kayu bakar, hanya satu mesin yang
menggunakan bahan bakar BBM. Hal ini dikarenakan harga BBM yang terlalu
mahal. Penggunaan kayu bakar, panas yang dihasilkan kurang merata sehingga
perlu dilakukan pengecekan setiap saat.
Setiap bubuk dipisah dalam proses pengeringan. Apabila empat mesin
tersebut dapat bekerja seluruhnya maka pembagian berdasarkan bubuk. Masingmasing mesin 1, mesin 2 dan mesin 3 secara berurutan untuk mengeringkan
bubuk 1, bubuk 2, bubuk 3, sedangkan mesin 4 untuk bubuk 4 dan badag. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan dalam proses sortasi kering. Akan tetapi pada saat
ini hanya dua mesin yang beroperasi, maka pembagian kerja untuk mesin 1
mengeringkan bubuk 1, 2 dan 3. Sedangkan mesin 2 untuk mengeringkan bubuk 4
dan badag. Bubuk teh masuk ke dalam alat pengeringkan selama kurang lebih 20
menit atau hingga kadar air 2.5 %-3.5%.

Sortasi kering
Tujuan dari sortasi kering adalah menghilangkan serat, menyeragamkan
bubuk dan berat jenis. Alat yang digunakan adalah Vibro screen, Chotta, Crusher,
Theewan (Tea Winnower), Cutter, dan Tea Breaker. PT Pagilaran menghasilkan
beberapa jenis teh hitam sesuai dengan gradenya, masing-masing grade memiliki
ciri yang membedakan dengan grade yang lain. Adapun spesifikasi produk akhir
teh hitam yang dihasilkan PT Pagilaran dilihat dari gradenya, dapat dilihat pada
Tabel 3.
Berat jenis teh hitam yang dihasilkan oleh pabrik PT Pagilaran Batang,
berbeda-beda sesuai dengan gradenya. Grade yang memiliki berat jenis terbesar
adalah BOP sedangkan berat jenis paling kecil adalah dust. Densitas masingmasing teh hitam secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.
Secara mendasar kerja sortasi kering dimulai dari Vibro terasan yang
berfungsi menghilangkan serat, Chotta yang berfungsi menyeragamkan ukuran,
Theewan yang betugas memisahkan bubuk teh berdasarkan berat jenis, dan
terakhir Vibro Finishing. Akan tetapi sortasi memisahkan setiap bubuk teh secara
terpisah sehingga alur sortasi menjadi lebih komplek. Setiap alat memiliki 4
corong, dengan masing-masing corong ditentukan gradenya yaitu corong 1 untuk

grade Dust, corong 2 untuk grade PF, corong 3 untuk grade BOPF, corong 4
untuk grade BOP.
Tabel 3. Spesifikasi Produk Teh Hitam PT Pagilaran
Bentuk

Warna

Tip

Tekstur

Bau

Serat

Benda
asing

BOP

Keriting

Kehitaman

Tidak ada

Tidak rapuh

Normal

Tidak ada

Tidak ada

BOPF

Keriting

Kehitaman

Ada sedikit

Tidak rapuh

Normal

Tidak ada

Tidak ada

PF

Butiran

Kehitaman

Jarang ada

Padat berisi

Normal

Tidak ada

Tidak ada

DUST

Butiran

Kehitaman

Tidak ada

Padat berisi

Normal

Tidak ada

Tidak ada

FI

Butiran

Kehitaman

Tidak ada

Padat ringan

Normal

Tidak ada

Tidak ada

BT

Flaky

Kehitaman

Tidak ada

Ringan

Normal

Sedikit

Tidak ada

Choppy

Hitam
kecoklatan

Tidak ada

Berat keras

Normal

Tidak ada

Tidak ada

BOP II

Keriting

Kecoklatan

Tidak ada

Tidak rapuh

Normal

Sedikit

Tidak ada

F II

Butiran

Kecoklatan

Jarang ada

Padat ringan

Normal

Jarang ada

Tidak ada

BT II

Flaky

Kecoklatan

Tidak ada

Ringan

Normal

Ada sedikit

Tidak ada

DUST II

Butiran

Kecoklatan

Tidak ada

Ringan

Normal

Ada sedikit

Tidak ada

BOHEA

Serat
Panjang

Merah

Tidak ada

Ringan

Normal

Banyak

Tidak ada

Mutu

BP

Sumber : Bagian Sortasi Kering Pabrik Teh PT Pagilaran, 2008


Tabel 4. Densitas Teh Hitam PT Pagilaran
Mutu

Densitas/100 gram

BOP

340-350

BOPF

330-335

PF

290-295

DUST

250-255

BT

410-420

BP

245-250

BOP II

340-350

PF II

280-290

BT II

340-350

DUST II

240-245

BP II

250-260

Sumber : Bagian Sortasi Kering Pabrik Teh PT Pagilaran, 2008

Bubuk 1 dan 2 setelah dari pengering, masuk ke Vibro yang mempunyai


corong atas (6 buah) dan corong bawah (6 buah). Corong bawah merupakan
bubuk yang telah lolos Mesh pada Vibro dan hasilnya merupakan First Grade.
Corong 1 4 langsung menuju ke Chota lalu Thewaan kemudian ke Vibro
Finishing dan langsung ke pengepakan. Sedangkan corong 5 dan 6 menuju ke
Crusher untuk dipotong kembali dan alur kembali ke Chotta selanjutnya sama
seperti pada alur corong 1-4. Corong atas merupakan serat dan yang tidak lolos
Mesh Vibro sehingga digunakan sebagai Second Grade yang masuk ke Crusher
terlebih dahulu kemudian menuju Chotta, Theewan dan Vibro Finishing. Hasil
Second Grade ditandai dengan tanda II disetiap grade seperti BOP II, PF II dan
seterusnya.
Bubuk 3 dan 4 sortasi kering hampir sama dengan bubuk 1 dan 2. Setelah
masuk Vibro masuk ke Crusher dan langsung masuk Chotta. Lalu akan diayak
kembali dengan Chotta selanjutnya yang sebelumnya dimasukan kedalam Tea
Breaker untuk memperkecil ukuran. Selajutnya proses sama dengan bubuk 1 dan
2. Untuk badag lebih banyak dimasukkan ke Crusher dan Cutter, untuk
memperhalus bubuk.

Pengepakan
Pengepakan dimaksudkan untuk menjaga agar bubuk teh yang telah
melewati proses sortasi kering dapat meminimalisasi penurunan kualitas. Bubuk
teh bersifat higroskopis sehingga dengan pengemasan dapat mencegah
bertambahnya kadar air. Alat yang digunakan antara lain adalah Tea Bulker, Tea
Packer, mesin penggetar, Tea Bin dan Pallet.
Tea Bulker berfungsi untuk mencampur beberapa bubuk teh yang sama
jenisnya tetapi berbeda waktu pembuatannya. Tea Bulker mempunyai 8 kamar.
Pada bagian bawah berbentuk kerucut dan terdapat empat pintu sebagai tempat
untuk mengeluarkan campuran bubuk. Pintu ini dilengkapi dengan klep untuk
mengatur pengeluaran. Pengisian ke dalam bulker menggunakan conveyor.
Tea Packer berfungsi memasukkan bubuk teh kering ke dalam kemasan
dengan kepadatan yang merata sesuai dengan yang diinginkan. Prinsip Kerja dari
Tea Packer adalah Setelah Tea Bulker penuh, Klep pengeluaran dibuka sehingga

bubuk akan menuju konveyor dan masuk ke dalam Tea Packer. Paper Sack
disiapkan pada corong pengeluaran Tea Packer dan Klepnya dibuka. Setelah
penuh, kemudian teh kering dalam kemasan ditimbang.
Tea Bin (peti miring) berfungsi menyimpan bubuk teh kering hasil sortasi
sebelum pengepakan dilakukan. Peti ini berbentuk miring, dimaksudkan untuk
memudahkan dalam pengambilan (pengeluaran) bubuk dari dalam peti.
Pemasukan bubuk dilakukan lewat pintu atas dan dikeluarkan lewat pintu bawah.
Sedangkan Pallet berfungsi untuk meletakkan teh kering yang sudah dikemas,
baik dalam paper sack maupun karung plastik. Pallet terbuat dari kayu yang
dibuat persegi dengan susunan kayu tidak rapat yang berfungsi untuk sirkulasi
udara selama penyimpanan dan supaya bahan tidak bersentuhan langsung dengan
lantai. Spesifikasi ukuran pallet adalah 112 112 cm dengan tinggi 15 cm, dan
kapasitas per pallet adalah 20 Paper Zack.
Di PT Pagilaran kemasan yang digunakan adalah Paper Zack, karung
plastik dan karton. Paper Zack mempunyai empat lapisan yaitu tiga lapis kertas
dan satu lapis Alumunium Foil. Kapasitas dari Paper Zack adalah 50 55 kg.
Paper Zack ditumpuk di gudang penyimpanan dengan dialasi Paper Zack
ditumpuk maksimal dengan ketinggian 210-220 cm karena tinggi pintu Container
227.4 cm, sehingga dalam satu Pallet ditumpuk 20 Paper Zack. Gudang
penyimpanan dari teh yang sudah dikemas harus dijaga kelembabannya yaitu
sekitar 60 %.

Pemeriksaan Teh
Pemeriksaan pucuk segar di PT Pagilaran dimulai dari pucuk tiba di pabrik
yaitu dengan analisis pucuk, selanjutnya pengujian kadar air bubuk basah dan
kering dan pada akhir pengolahan dilakukan uji organoleptik. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk menjaga kualitas teh.

Analisis Pucuk
Analisis pucuk merupakan pemisahaan pucuk berdasarkan tingkat
mudanya pucuk atau tingkat pemenuhan syarat pengolahan. Di PT Pagilaran
analisis pucuk di kepala seorang mandor analisis pucuk dan enam orang pekerja

yang seluruhnya adalah wanita. Pembagian kerja sebagai berikut : dua orang
mengambil pucuk secara acak dari waring pengangkutan kemudian mengambil
contoh dari tiap mandor, satu orang penimbangan, dua orang melakukan
pemisahan berdasarkan rumus pucuk, dan satu orang menimbang hasil pemisahan
dan mencatat.
Analisis pucuk dilakukan tiap mandor. Dari penerimaan pucuk diambil
100 gram pucuk teh dari tiap-tiap mandor. Setelah itu dipisahkan berdasarkan
rumus petik yaitu p+2, p+3, b+1m, b+2m, b+3m dan lembaran daun muda yang
kemudian dijumlahkan sebagai pucuk halus. Sedangkan b+2t, b+3t, b+4t dan
lembaran tua yang dikelompokan sebagai pucuk kasar. Hasil dari pengelompokan
tersebut di hitung persentasi pucuk halus dan pucuk kasar. Dari analisis yang
didapat pucuk halus lebih dari 50 %, maka mandor telah bekerja dengan baik dan
harus mempertahankan keadaan pucuk tersebut. Apabila pucuk halus kurang dari
50 % atau maksimal 46 % maka mandor tersebut mendapat peringatan dari
mandor besar. Kegiatan ini dilakukan dua kali setiap hari, karena pemetikan
dilakukan dua kali dalam sehari.
Tabel 5. Hasil Rata-Rata Analisis Pucuk Halus dan Kasar Bulan Februari
2008 PT Pagilaran
Afdeling

p+2 p+3

Kayulandak 3.8
Pagilaran
3.9
Andongsilih 4.5

5.6
6.6
6.8

Analisis Halus (gram)


b+1 b+2 b+3
m
m
m
3.3
15
9
3.7
15
9
3.4
15
8

Analisis Kasar (gram)


lm

Jml

b+2t b+3t b+4t

lt

Jml

Jml
Besar

4
4
4

40.7
42.2
41.7

7.3
6.8
7.3

41
41
41

59.3
57.8
58.3

100
100
100

9
8
8

2
2
2

Sumber : Bagian Pabrik, 2008


Tabel 6. Hasil Rata-Rata Presentase Pucuk, Batang dan Tingkat Kerusakan
Bulan Februari 2008 PT Pagilaran
Afdeling

Pucuk

Batang

Kayulandak
86.58
Pagilaran
85.83
Andongsilih
85.94
Sumber : Bagian Pabrik, 2008

13.42
14.17
14.06

Rusak Berat
9.02
8.74
8.94

Rusak
Ringan
9.02
9.05
9.04

Analisis halus yang dihasilkan dari jumlah pucuk p+2, p+3, b+1m, b+2m,
b+3m dan lm (lembaran muda) antara 40 42 gram (Tabel 5). Sedangkan untuk

analisis kasar yang merupakan jumlah pucuk b+2t, b+3t, b+4t dan lt (lembaran
tua) berjumlah antara 58-60 gram. Batang rusak berat dan rusak ringan masih
tergolong rendah yaitu antara 8-9 gram (Tabel 6). Dari hasil Tabel 5 dan 6 kualitas
pucuk yang dipetik belum memenuhi syarat karena pucuk halus yang dihasilkan
hanya 40%-42% kurang dari 50%.

Organoleptik
Organoleptik merupakan pengujian mutu teh dengan menggunakan organ
manusia. Seluruh organ dikerahkan untuk pengujian ini kecuali pendengaran.
Diantaranya penciuman, perasaan dan penglihatan. Kegiatan ini dilakukan dua
kali dalam sehari dan dilakukan setiap grade yang dihasilkan baik teh basah
maupun teh kering. Pengujian ini diantaranya rasa, warna, aroma seduhan dan
penampakan. Tujuan dari pengujian ini selain pengujian mutu juga untuk
mengetahui keadaan alat pengolahan serta waktu dan suhu fermentasi. Syarat
ruangan yang digunakan untuk organoleptik adalah tenang, nyaman, jauh dari bau
yang menyengat dan sinar matahari tidak langsung masuk kedalam ruangan.
Peralatan yang digunakan antara lain :
1. Kompor gas/listrik
2. Mangkok pencoba (bowl) harus berwarna putih dan terbuat dari porselen,
karena porselen tidak menyerap panas
3. Gelas seduhan
4. Neraca
5. Timer
6. Sendok pencicip
7. Tempolong penampung ludah
8. Saringan
9. Kaca bening
Tata cara untuk penampakan seduhan adalah
1. Timbang contoh uji sebanyak 5.68 gram, kemudian masukkan ke dalam gelas
seduhan

2. Didihkan air murni diatas kompor, kemudian tuang air ke dalam gelas seduhan
sebanyak 280 ml
3. Diamkan selama 6 menit, dengan memasang timer
4. Setelah 6 menit saring kemudian hasil seduhan tuang ke dalam mangkuk
pencoba usahakan tidak ada ampas yang tertinggal
5. Lakukan pengamatan warna, rasa dan aroma dari air seduhan
Ampas dari hasil diatas letakkan diatas kaca dengan berdampingan antar
contoh. Kemudian ditutup kembali dengan kaca, lalu diamati penampakan dari
ampas.
Hasil penilaian dari pengujian diatas, penampakan teh kering yang diuji
adalah warna, bentuk , bau, tekstur dan benda asing. Warna dinyatakan dengan
kehitaman, kecoklatan, kemerahan atau keabu-abuan. Bentuk dinyatakan dengan
tergulung, tidak tergulung, keriting atau tidak keriting. Bau dinyatakan dengan
normal, tidak normal atau berbau asing. Tekstur dinyatakan dengan rapuh, tidak
rapuh, padat atau tidak padat. Benda asing dinyatakan dengan ada atau tidak ada.
Penilaian terhadap tip juga dilakukan yaitu meliputi warna, jumlah dan
keadaan tip. Tip adalah bagian dalam pucuk peko yang masih berbentuk tunas.
Warna tip dinyatakan dengan keemasan atau keperakan. Jumlah tip dinyatakan
dengan banyak (Tippy), sedang (Some Tips) dan sedikit (Few Tip). Keadaan tip
dinyatakan sesuai hasil pengamatan seperti cerah, hidup dan berambut rapat.
Rangkuman dari penilaian penampakan teh kering merupakan gabungan
dari kombinasi dari unsur-unsur penilaian antara lain warna, bau, aroma, tekstur,
keragaman ukuran dan benda asing.dengan nilai sebagai berikut:
A = sangat baik (Well Made)
B = baik (Good)
C = sedang (Fair Made)
D = kurang baik (Unsatisfactory)
E = tidak baik (Bad)
Warna seduhan dinyatakan dengan memberikan nilai/score angka dari 2
sampai 5. Nilai 5 apabila air seduhan berwarna merah dan sangat cerah (Very
bright and coloury). Nilai 4 apabila air seduhan merah dan cerah (bright and

coloury). Nilai 3 apabila air seduhan merah dan terang (light and bright). Bila
ditemukan air seduhan teh yang berwarna kusam atau dull, maka dikategorikan
dengan nilai 2.
Penilaian rasa air seduhan meliputi unsur-unsur kesegaran (Briskness),
kekuatan (Strength), aroma (Flavour) dan rasa asing. Kesegaran dapat dilihat
seduhan air teh yang segar, yang didapat dari proses fermentasi dan pengeringan
yang tepat. Kekuatan adalah kombinasi antara kepekatan, rasa sepet yang
mengigit dan segar tetapi tidak pahit. Aroma adalah kombinasi antara rasa dan bau
yang spesifik yang dimiliki oleh kebun teh tertentu. Rasa asing adalah rasa yang
menyimpang dari khas teh seperti Tainted (tercemar).
Penilaian rasa dinyatakan dengan memberikan nilai ganjil dari angka 20
sampai 50. Nilai 21 sampai 29 apabila unsur-unsur penilaian dinyatakan tidak
enak (Bad) sampai kurang enak (Unsatisfactory). Nilai 31 sampai 39 apabila
unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan sedang (Fair Good) sampai enak (Good).
Nilai 41 sampai 49 apabila unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan enak (Good)
sampai sangat enak dan memuaskan (Very Good).
Penilaian kenampakan ampas seduhan dinyatakan dari kerataan warna
ampas seduhan, yang dapat dinyatakan dengan memberikan nilai dengan huruf a,
b, c, d dan e. nilai a apabila ampas seduhan berwarna sangat cerah dan seperti
tembaga (Very Bright and Coppery). Nilai b apabila ampas seduhan berwarna
cerah dan seperti tembaga (Bright and Coppery).
Hasil dari pengujian tersebut dicatat dalam formulir PGL-Form-10-01
(Gambar 14). Kemudian dilaporkan kepada kepala bagian pengolahan. Sebelum
melakukan pengujian di perusahaan, penguji (Tester) melakukan penyeragaman
rasa dengan penguji lainnya.

Gambar 14. Contoh PGL-Form-10-

PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEBUN


Struktur Organisasi
Setiap perusahaan harus memiliki struktur organisasi yang jelas. Struktur
organisasi merupakan kerangka hubungan kerja yang mengatur wewenang dan
kegiatan pengaturan kerja supaya segala sesuatu yang menjadi tujuan organisasi
akan dapat tercapai dengan efisien.
Stuktur organisasi yang digunakan oleh PT. Pagilaran adalah struktur
organisasi garis. Organisasi garis merupakan organisasi sederhana dengan ciri
mata rantai vertikal, antara berbagai tingkatan organisasi menerima perintah
melalui rantai komando.
Struktur organisasi PT. Pagilaran Batang terdiri dari berbagai badan
organisasi. Badan organisasi tertinggi di PT. Pagilaran adalah Dewan Guru tetap
yaitu Yayasan Pembina Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Dewan
Guru Tetap menunjuk Direktur Utama, kemudian Direktur Utama menunjuk
Direktur Umum dan Komersial, Direktur Produksi dan Pimpinan Kebun (Kepala
Unit Perkebunan).
Di PT. Pagilaran, pemegang kekuasaan tertinggi terletak pada Pimpinan
kebun yang bertanggungjawab langsung kepada Direksi yang berdomisili di
Yogyakarta. Pimpinan kebun ini membawahi beberapa bagian PT. Pagilaran
Batang terdiri dari 8 bagian, yaitu : Bagian Pabrik, Bagian Teknik, Bagian
Penelitian dan Pengembangan, Bagian Kantor Induk, Bagian Kebun Pagilaran,
Bagian Kebun Andongsili, Bagian Kebun Kayulandak dan Bagian Agrowisata.
Kepala Unit Produksi bertanggungjawab semua keadaan kebun terutama
mengenai produksi dan pengolahannya, memberi petunjuk kepada bawahannya
dan mengawasi pekerjaan kebun dan bertanggungjawab kepada direksi. Kepala
bagian kantor induk bertugas melayani tata usaha umum, administrasi, produksi
dan keuangan serta membawahi balai pengobatan, gudang persediaan bahan
bakar. Selain itu juga bertanggungjawab kepada kepala unit produksi.
Kepala Bagian Kebun bertugas mengawasi keadaan kebun, mengatur
jalannya produksi dan mengadakan pemeliharaan tanaman dan pemanenan hasil
dan bertanggungjawab kepada Kepala Unit Produksi. Dalam menjalankan

tugasnya kepala bagian kebun dibantu oleh pengawas kebun, mandor besar
pemetikan dan mandor besar pemeliharaan.
Kepala Bagian Pabrik bertanggungjawab terhadap kelancaran pengolahan
dan pengiriman produksi dan bertanggungjawab kepada Kepala Unit Produksi.
Kepala Bagian Teknik bertanggungjawab terhadap transportasi, instalasi listrik
dan mesin-mesin pengolahan dan bertanggungjawab kepada Kepala Unit Produksi
Kepala Bagian Litbang bertugas mengamati perubahan iklim dan cuaca,
melakukan pemuliaan tanaman. Selain itu juga mengadakan pencegahan dan
pemberantasan hama penyakit dan mengadakan penelitian dan memberikan
alternatif-alternatif yang dapat meningkatkan produksi teh. Kepala Bagian
Agrowisata bertanggungjawab terhadap pengelolaan obyek dan paket wisata,
bertanggungjawab terhadap pengelolaan akomodasi dan konsumsi, serta
bertanggungjawab kepada kepala unit produksi.
Status tenaga kerja di perkebunan PT. Pagilaran terbagi atas 4 jenis
golongan yaitu staf, pegawai, karyawan harian tetap dan karyawan harian kontan.
Karyawan staf dan pegawai diangkat oleh pihak direksi dan diberi gaji setiap
bulannya pada tanggal 10 dengan jumlah yang sudah ditetapkan. Karyawan harian
tetap diangkat oleh pimpinan kebun dan diberi gaji berdasarkan jumlah hari kerja
dalam sebulan dan diberikan 2 kali setiap tanggal 10 dan 25. Karyawan harian
kontan merupakan karyawan yang bekerja atas tanggungan mandor besar dengan
pemberian upah setiap tanggal 5 dan 20.
Data karyawan per tanggal 31 Januari 2008 yaitu meliputi: jumlah Kepala
Bagian 8 orang, jumlah pegawai 102 orang, jumlah karyawan harian tetap 215
orang dan jumlah karyawan harian kontan 1 570 orang, sehingga total tenaga kerja
di PT Pagilaran kebun inti Pagilaran Batang berjumlah 1 895 orang. Perincian
jumlah karyawan di PT Pagilaran dapat dilihat pada Tabel 7.
Hari kerja karyawan yaitu selama 6 hari dalam seminggu yaitu dari hari
senin sampai hari sabtu, kecuali karyawan pabrik. Jam kerja karyawan kebun
yaitu 5 jam dan 1 jam istirahat dari pukul 07.00-12.00, sedangkan karyawan
kantor 7 jam dan 1 jam istirahat yaitu dari pukul 07.00-15.00. Pada hari jumat
jam kerja kebun dari pukul 07.00-11.00, sedangkan jam kerja kantor pukul 07.0012.00. Jam kerja pegawai pabrik menggunakan sistem pergantian menurut jam.

Tabel 7. Jumlah Tenaga Kerja Unit Produksi PT. Pagilaran


No.

Bagian

Staff

Pegawai

Harian Tetap

Harian
Kontan
L
P
19
1

Jumlah

1.

Kantor

L
1

P
1

L
5

P
7

L
5

P
1

2.

Pabrik

10

41

18

102

95

154

3.
4.

Teknik
Penelitian
Kebun
Pagilaran
Kebn
Andongsili
Kebun
Kayulandak
Agrowisat
a

1
-

6
5

20
-

36
15

63
20

21

10

26

183

15

10

50

124

14

26

108

16
42
1
24
8
18
9

13

5.
6.
7.
8.

215
150
130

P
10
11
7
17
45
0
30
2
21
8

40
251
63
37
665
452
348

16

19

97
778
0
Sumber : Bagian Kantor Induk Pabrik PT. Pagilaran, 2008

11
17

1895

Jumlah

78

24

93

122

600

L
30

Total

Fasilitas dan Kesejahteraan Karyawan


Pihak perusahaan PT Pagilaran sangat memperhatikan kesejahteraan
karyawan, yaitu dengan memberikan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan karyawan,
yaitu fasilitas kesejahteraan karyawan dan fasilitas umum. Fasilitas kesejahteraan
karyawan antara lain perumahan (emplasmen), pemberian tunjangan hari tua,
pemberian cuti pada karyawan, pemberian tunjangan hari raya, pemberian biaya
kesehatan. Sedangkan fasilitas umum antara lain sarana pendidikan (TK sampai
SLTP), sarana angkutan bagi anak sekolah, sarana peribadatan, sarana olah raga
dan sarana kesehatan.
Demi kesejahteraan karyawan perusahaan memberikan kesempatan bagi
karyawan untuk mengikuti berbagai pelatihan, penataran, studi banding dan
lainnya. Perumahan (emplasmen) yang diberikan dilengkapi listrik dan air secara
terbatas untuk karyawan. Pemberian cuti bagi karyawan harian tetap selama 12
hari dalam setahun dan tetap masih mendapatkan gaji. Pemberian tunjangan hari
tua bagi karyawan yang sudah pensiun dan telah mengabdi selama 55 tahun.
Pemberian kesempatan libur bagi karyawan. Selain itu pemberian THR
(Tunjangan Hari Raya).

PT. Pagilaran Selain menyediakan fasilitas dan kesejahteraan bagi


karyawan, juga menyediakan fasilitas-fasilitas umum yang terdiri dari : Sarana
pendidikan dari TK sampai SLTP, Sarana peribadatan berupa masjid dan gereja,
Sarana angkutan bagi anak sekolah SLTP dan SMU, angkutan belanja dan lelayu.
Sarana kesenian dan olah raga meliputi peralatan musik, lapangan bulutangkis,
bola voli dan bilyard. Pada bagian Agrowisata menyediakan berbagai fasilitas.
Terdapat tempat penitipan anak bagi karyawan dan sarana ekonomi seperti
koperasi dan pasar umum. Sarana keamanan berupa hansip, satpam dan
siskamling kampung.

Pengelolaan Tenaga Kerja Tingkat Staf


Tenaga tingkat staf di PT Pagilaran dimulai Kepala bagian dan jabatan di
atasnya. Kepala kebun terdiri dari kantor induk, penelitian dan pengembangan,
masing-masing bagian kebun, pabrik dan agrowisata. Tugas dan masing-masing
tanggung jawab kepala kebun telah dijelaskan diatas. Secara keseluruhan tugas
kepala bagian adalah melakukan perencanaan, pengaturan dan bertanggungjawab
atas pelakasanaan pekerjaan dibidang tanaman, mulai dari pengolahan tanah
sampai dengan panen, yang hasilnya diantar ke pabrik. Selain itu juga melakukan
monitoring pembinaan dan bimbingan untuk para petani peserta kemitraan.
Kepala bagian juga dapat menyampaikan, mengajukan masukan, pendapat dan
saran kepada Kepala Unit Produksi mengenai peningkatan, perbaikan dan
penyempurnaan pengelolaan tanaman.
Kepala Bagian mempunyai wewenang untuk mengatur pelaksanaan secara
efektif dan efisien, termasuk melakukan koordinasi dengan bagian lain. Kepala
bagian bertanggungjawab kepada Kepala Unit Produksi. Sedangkan yang
bertanggungjawab kepada Kepala Bagian adalah pengawas, mandor besar dan
mandor setiap bagian.

Pengelolaan Tenaga Kerja Tingkat Non-Staf


Tenaga kerja tingkat non-staf adalah pengawas, mandor besar, mandor
pemeliharaan dan karyawan.

Pengawas
PT Pagilaran saat ini hanya mempunyai seorang pengawas, yaitu di bagian
kebun Pagilaran. Sedangkan bagian kebun Andongsili dan Kayulandak belum
mempunyai pengawas karena belum mempunyai pengganti setelah pengawas
sebelumnya pensiun.
Pengawas

mempunyai

tugas

membantu

Kepala

Bagian

dalam

mengkoordinasikan mandor besar. Secara singkat tugas pengawas diantaranya


melakukan perencanaan, mengkoordinir dan bertanggungjawab atas pelaksanaan
dan pengawasan dalam mengelola bagian tugas kewajibannya. Selain itu juga
dapat menyampaikan dan mengajukan masukan, pendapat dan saran kepada
Kepala Bagian mengenai upaya peningkatan, perbaikan atau penyempurnaan
pengelolan bagian.

Mandor Besar
PT Pagilaran mempunyai mandor besar yang terdiri dari dua bagian yaitu
mandor besar pemeliharaan yang mengkoordinasikan para mandor pemeliharaan.
Sedangkan mandor besar pemetikan yang mengkoordinasikan para mandor
pemetikan.
Secara singkat tugas dari mandor besar adalah melakukan perencanaan,
mengkoordinir,

melaksanakan,

mengawasi

dan

bertanggungjawab

dalam

mengelola bagian yang menjadi tugas kewajibannya. Pelaksanaan tugas ini harus
sesuai dengan prosedur, norma, ketentuan (peraturan) yang telah disahkan.
Mandor besar mempunyai wewenang pelaksanaan tugas pekerjaannya secara
efektif

dan

efisien,

termasuk

melaksanakan

koordinasi.

Mandor

besar

bertanggungjawab kepada Kepala Bagian.

Mandor
Setiap bagian terdapat mandor, dan para mandor bertanggungjawab
terhadap mandor besar.

Mandor pemeliharaan
Mandor pemeliharaan terdiri dari mandor pemangkasan, kerik lumut,
penggarpuan, pengendalian gulma dan pemupukan. Tugas mandor pemeliharaan
antara lain pengawasan terhadap pekerja, membuat perencanaan, membuat
laporan bulanan dan mengevaluasi hasil kegiatan. Mandor pemeliharaan dapat
bergantian bertugas dengan mandor pemeliharaan yang lain. Sehingga antar
mandor pemeliharaan dapat merangkap berbagai kegiatan pemeliharaan. Mandor
pemangkasan tidak dapat digantikan dengan mandor pemeliharaan lainnya. Hal
ini dikarenakan mandor pemangkasan memerlukan keahlian khusus akan tetapi
mandor pemangkasan dapat menggantikan tugas mandor pemeliharaan lainnya.
Setiap mandor bertanggungjawab atas pekerjaan yang dilakukan
pekerjanya masing-masing yang terdiri dari pekerja harian dan borongan. Pekerja
harian merupakan pekerja yang mendapat upah per hari atau selama jam kerja.
Pekerja yang melakukan lima jam kerja mendapat upah Rp 13 500, sedangkan
pekerja yang melakukan tujuh jam kerja mendapat Rp 18 000. Pekerja yang
termasuk dalam pekerja harian adalah pemupuk dan tukang penembang kayu.
Pekerja borongan merupakan pekerja yang mendapat upah berdasarkan prestasi
kerjanya. Prestasi kerja ini ditentukan berdasarkan luas lahan yang dikerjakan.
Luas lahan ini ditandai dengan sebuah patok, dengan satu patok mempunyai luas
sekitar 400 m. Satu patok dihargai berkisar Rp 6 500 sampai Rp 12 000
tergantung jenis pekerjaan yang dilakukan dan kesepakatan awal dengan pekerja.
Mandor kerik lumut dan penggarpuan biasanya dilakukan oleh satu
mandor karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang beriringan dan rangkaian
kegiatan dari pemangkasan. Akan tetapi luas kebun yang terlalu besar sehingga
membutuhkan lebih banyak pekerja, maka kegiatan kerik lumut dan penggarpuan
dipimpin masing-masing satu orang mandor. Absensi mandor dilakukan terlebih
dahulu di kantor kebun, sebelum melaksanakan kegiatan di kebun. Mandor juga
melakukan absensi pekerjanya. Kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan
instruksi dari mandor besar pemeliharaan. Mandor pemeliharaan mendapat
perintah dari kepala bagian kebun. Sebelum hari pelaksanaan kegiatan dilakukan
pembuatan rencana berdasarkan instruksi dari mandor besar.

Mandor pengendalian gulma mempunyai tanggung jawab dan pelaksanaan


sama seperti mandor kerik lumut dan penggarpuan. Setelah mendapat perintah
dari mandor besar, mandor pengendalian gulma membuat rencana yang harus
dikerjakan sebelum hari pelaksanaan kegiatan. Mandor pengendalian gulma juga
berasal mandor pemangkasan, jika tidak terdapat kegiatan pemangkasan.
Mandor pemupukan mendapat tugas apabila terdapat pupuk yang telah
dikirim dari direksi. Sebelumnya membuat rencana blok yang harus dipupuk
terlebih dahulu. Pemupukan menggunakan pekerja harian sehingga memerlukan
pengawasan yang ketat agar kegiatan pemupukan dilakukan dengan optimal.
Pekerja pemupukan dapat diambil dari pekerja pengendaian gulma, kerik lumut
atau penggarpuan. Tetapi apabila pekerja hanya sedikit dapat diambil dari luar
yang disebut sebagai pekerja musiman. Pembagian kegiatan tiap pekerja adalah 3
orang membawa pupuk dari tempat penurunan pupuk ke pekerja yang akan
memberikan pupuk ke pemupuk, 1 orang memberikan pupuk kepada pemupuk,
satu orang mengumpulkan karung, dan sisanya berpasangan sebagai pembuat
lubang dan pemberi pupuk (pemupuk) sekaligus menutup lubang.
Mandor pemangkasan tidak dapat digantikan oleh mandor lainnya. Tetapi
dapat menjadi mandor selain pemangkasan. Mandor pemangkasan telah mendapat
pelatihan khusus memangkas, sehingga hanya orang tertentu saja yang menjadi
mandor pemangkasan. Sebelum pekerja melakukan kegiatan pemangkasan,
mandor pemangkasan memberikan contoh terlebih dahulu hasil pangkasan.
Kemudian membuat kesepakatan harga dengan pekerja untuk setiap patoknya.

Mandor Pemetikan
Mandor pemetikan tidak dapat berganti dengan mandor pemeliharaan atau
sebaliknya. Mandor pemetikan bertanggungjawab terhadap mandor besar
pemetikan. Tugas dari mandor pemetikan antara lain mengabsen pemetik,
pengawasan pemetik, membuat rencana, menentukan hanca (areal yang harus
dipetik), membuat laporan bulanan berupa hasil pucuk teh per hari, memperbaiki
bidang petik. Kegiatan perbaikan bidang petik yang dilakukan mandor antara lain
mengambil pucuk burung dan cakar ayam yang tertinggal dan meratakan perdu.

Setiap mandor petik bertanggungjawab dua sampai tiga blok. Setiap harinya ratarata seorang mandor harus memetik seluas 2.25 ha (satu hanca).
Setiap mandor bertanggungjawab atas sekitar 10-20 pemetik dan harus
memenuhi target yang diberikan direksi tiap tahunnya. Selain itu mandor juga
harus meningkatkan analisis pucuk dari pabrik. Apabila analisis kurang dari 45%
mendapat peringatan dari mandor besar dan harus memperbaikinya. Apabila
analisis pucuk lebih dari 50% lebih dari setengah bulan, maka mandor mendapat
premi sebesar Rp 15 000 per bulan.
Pemetik merupakan pekerja borongan yang mendapat upah berdasarkan
prestasi kerjanya. Harga pucuk yang diberikan PT Pagilaran adalah Rp 390/Kg.
Tidak terdapat premi yang diberikan pemetik apabila analisis pucuknya baik,
sehingga pemetik dapat memetik sebanyak-banyaknya.
Karyawan yang bekerja di PT Pagilaran terdapat dua status yaitu karyawan
harian tetap dan karyawan harian kontan (lepas). Keduanya terdapat beberapa
macam perbedaan. Diantaranya jika harian tetap mendapat gaji walaupun tidak
masuk atau hari libur, sedangkan harian kontan apabila tidak masuk dan hari libur
tidak mendapat upah. Selain itu harian tetap mendapat jaminan sosial sedangkan
harian kontan tidak. Apabila telah pensiun karyawan harian tetap mendapat
tunjangan pensiun yang merupakan gaji selama sembilan bulan yang masingmasing bulan mendapat Rp 400 000 sehingga mendapat Rp 3 600 000. Sedangkan
untuk karyawan harian kontan mendapat empat bulan sehingga mendapat
Rp 1 600 000.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Produktivitas berkaitan dengan produksi (kg) pucuk yang dihasilkan per
satuan luas (ha). Produktivitas dapat menggambarkan potensi pucuk di lapangan.
Sedangkan, produktivitas tanaman teh dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut
Perangin-angin (2000) faktor yang mempengaruhi produktivitas komoditas teh
adalah curah hujan, ketinggian tempat, umur pangkas, tanah dan kesehatan
tanaman. Sedangkan menurut Adimulya (2006) selain faktor tersebut jumlah
populasi dan jumlah tenaga pemetik juga berpengaruh terhadap produktivitas teh.
Data

sepuluh

tahun

terakhir

(1998-2007)

menunjukkan

bahwa

produktivitas PT Pagilaran berfluktuasi baik setiap tahun maupun setiap bulan.


Tabel 8 menunjukkan produktivitas teh basah PT Pagilaran secara keseluruhan
selama 10 tahun terakhir. Produktivitas tertinggi tercapai pada tahun 2007 yaitu
10 192 kg/ha, sedangkan produktivitas terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu
8 019 kg/ha.
Tabel 8. Produktivitas Teh Basah Selama 10 Tahun di PT Pagilaran
Tahun

Produktivitas kg/ha/tahun

1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Sumber : Setiap bagian kebun PT Pagilaran, 2008

9 778
7 736
8 068
8 970
9 503
8 019
9 597
9 737
7 280
10 192

Rata-rata perbandingan antara teh kering dan basah selama lima tahun
(2003-2007) PT Pagilaran adalah 22 % (Tabel 9). Hal ini berarti PT Pagilaran
telah memenuhi standar rasio penyusutan bobot kering dan basah yang ditetapkan
yaitu 1 : 5 atau 20 %. Penyusutan bobot teh menjadi sekitar 20 % diduga terjadi
pada saat proses pengolahan. Pada saat proses pelayuan, bobot teh menyusut 50 %
dan pada proses pengeringan kadar air teh kering menjadi 2-3 %.

Tabel 9. Perbandingan Produktivitas Teh Kering dan Basah PT Pagilaran


Tahun
Kering (kg/ha)
Basah (kg/ha)
2003
2 136 265
8 709 304
2004
1 830 224
8 651 184
2005
1 823 709
8 693 087
2006
1 455 461
6 924 759
2007
1 906 165
8 936 738
Rata-rata
1 830 365
8 383.014
Sumber : Direksi PT Pagilaran, 2008

% kering/basah
25
21
21
21
21
22

Hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa tingkat produktivitas ratarata di PT Pagilaran dari 96 blok (N) adalah sekitar 8 701.292 kg/ha (Tabel 9).
Produktivitas PT Pagilaran telah melebihi dari produktivitas nasional yaitu sekitar
7 310 kg/ha. Produktivitas terendah mencapai 4 265 kg/ha, sedangkan
produktivitas tertinggi mencapai 12 838 kg/ha (Tabel 10).
Tabel 10. Analisis Deskriptif Produktivitas Teh Basah Selama 10 Tahun
(1998-2007) PT Pagilaran
Rata-rata produktivitas
Valid N (listwise)

N
96
96

Minimum
4 265.00

Maximum
12 838.00

Mean
8 701.2917

Berdasarkan penjelasan di atas, produktivitas tanaman teh dipengaruhi


oleh beberapa faktor. Faktor produktivitas akan dianalisis berdasarkan data yang
diperoleh penulis dalam kegiatan magang di PT Pagilaran. Faktor-faktor tersebut
antara lain ketinggian tempat setiap blok, curah hujan (1998-2007), umur
tanaman, asal bahan tanam, jenis klon, serta jenis kelamin dan pendidikan tenaga
pemetik.

Ketinggian Tempat
Menurut Setyamidjaja (2000) tanaman teh dibagi menjadi tiga bagian
berdasarkan ketinggian tempatnya yaitu dataran rendah (< 800 meter di atas
permukaan laut (m dpl)), dataran sedang (800-1 200 m dpl) dan dataran tinggi (>
1 200 m dpl). Hal ini yang mendasari pengkatagorian ketinggian tempat, untuk

memudahkan analisis hubungan ketinggian tempat dengan produktivitas teh per


tahun.
Tabel 11 menunjukkan produktivitas teh tidak terlalu berbeda pada ketiga
ketinggian tempat. Akan tetapi produktivitas terbesar berada pada ketinggian
antara 800-1 200 m dpl yaitu 8 811.10 kg/ha/tahun. Produktvitas terendah yaitu
7 690.81 kg/ha/tahun berada pada ketinggian kurang dari 800 m dpl.
Tabel 11. Hubungan Ketinggian Tempat dengan Produktivitas Teh Basah
Rata-rata produktivitas teh basah
(kg/ha/tahun)
< 800
7 690.81
800-1 200
8 811.10
> 1 200
8 578.05
Sumber : Pengamatan dan Setiap Bagian Kebun PT Pagilaran, 2008
Ketinggian (m dpl)

Pada dasarnya ketinggian tempat bukan merupakan faktor pembatas bagi


pertumbuhan tanaman teh, sepanjang iklim dan tanahnya serasi bagi tanaman teh.
Hal ini terlihat pada Tabel 11 bahwa produktivitas teh tidak terlalu berbeda pada
ketiga ketinggian tempat. Akan tetapi perbedaan elevasi berkaitan dengan
perbedaan suhu yang mempengaruhi sifat tumbuh, yang akhirnya berpengaruh
terhadap perbedaan mutu jadi teh (Kartawijaya, 1997).
Menurut Syamsulbahri (1996) ketinggian paling baik pertumbuhan
tanaman teh adalah 900-1 100 m dpl. Bila tanaman teh ditanam pada ketinggian
kurang dari 800 m dpl maka pertumbuhan tanaman akan terganggu
perkembangannya. Pada ketinggian lebih dari 1 200 m dpl, sinar matahari kurang
dan pada malam hari temperatur akan turun yang berakibat buruk terhadap proses
fisiologis tanaman.
Ketinggian tempat berkaitan dengan unsur iklim yaitu suhu udara.
Menurut Eden (1976) suhu yang tinggi akan menyebabkan proses transpirasi yang
berlebihan sehingga menyebabkan turunnya poduksi. Sedangkan suhu yang terlalu
rendah pada tempat yang terlalu tinggi menyebabkan penyakit mudah menyerang
tanaman teh.
Semakin rendah ketinggian tempat maka suhu semakin tinggi. Sehingga
pohon naungan dibutuhkan tanaman teh dataran rendah. Akan tetapi, seluruh

lahan Kebun Pagilaran ditanami pohon naungan yang sangat rapat, baik dataran
rendah maupun dataran tinggi. Naungan pada dataran tinggi akan menyebabkan
kelembaban lebih tinggi dan suhu lebih rendah. Sehingga ini juga akan
menghambat pertumbuhan pucuk teh.
Menurut Siswoputranto (1978) tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah
dengan ketinggian 200-2 000 meter di atas permukaan laut (m dpl). Di daerahdaerah yang rendah umumnya tanaman kurang dapat memberi hasil yang cukup
tinggi dan semakin tinggi letak daerah untuk penanaman teh umumnya dapat
diperoleh hasil yang lebih baik mutunya.
Pada perkebunan Pagilaran semakin meningkatnya ketinggian tempat,
tidak diikuti oleh peningkatan produktivitas. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
dalam pelakasanaan pemeliharaan kebun untuk setiap blok kebun. Pada daerah
dataran tinggi (> 1 200 m dpl) keadaan tanaman lebih tidak terawat dibandingkan
tanaman teh di dataran sedang rendah. Hal ini disebabkan kurangnya
pemeliharaan, sehingga tanaman teh menjadi terlalu tinggi dan pertumbuhan
gulma yang tinggi. Oleh karena itu, pemetik mengalami kesulitan dalam
melakukan pemetikan, dan produksi yang dihasilkan menjadi rendah.

Curah Hujan
Salah satu penentu ketersediaan air bagi tanaman perkebunan yang tidak
menggunakan sistem irigasi adalah curah hujan. Data yang diambil untuk analisis
hubungan produktivitas dengan curah hujan, hanya data bagian kebun Pagilaran
selama sepuluh tahun terakhir. Hal ini dikarenakan pada bagian kebun lainnya,
alat pengukur curah hujan mengalami kerusakan.
Berdasarkan data curah selama 10 tahun terakhir, iklim perkebunan
Pagilaran merupakan tipe A menurut Schmidth-Fergusson (Tabel Lampiran 6).
Iklim tipe A merupakan iklim daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropika.
Sehingga dareah ini cocok untuk tanaman perkebunan seperti teh.
Curah hujan Pagilaran sangat tinggi yaitu berkisar 3 500 - 7 000 mm per
tahun (Tabel 12). Curah hujan tersebut berfluktuasi setiap tahun selama 10 tahun
terakhir. Curah hujan minimum berjumlah 3 527 mm dengan hari hujan 181 hari,
menghasilkan produktivitas 10 192 kg/ha pada tahun 2007. Produktivitas

minimum yaitu 7 280 kg/ha, terdapat pada tahun 2006 dengan curah hujan 4 131
mm dan hari hujan 189 hari.
Tabel 12. Hubungan Curah Hujan (CH), Hari Hujan (HH) dan
Produktivitas Teh Basah per Tahun Selama 10 Tahun
Terakhir
Tahun

CH (mm)

HH (hari)

1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007

6 413
5 751
5 660
6 595
6 546
5 396
4 764
4 669
4 131
3 527

275
246
231
246
205
198
228
255
189
181

Produktivitas kg/ha/tahun
9 778
7 736
8 068
8 970
9 503
8 019
9 597
9 737
7 280
10 192

Sumber : Bagian kebun Pagilaran, 2008


Peningkatan curah hujan belum tentu diikuti dengan meningkatnya
produktivitas. Hal ini terlihat pada tahun 2007 curah hujan yang minimum (3 527
mm) memberikan produktivitas tertinggi (10 192 kg/ha). Sehingga curah hujan
yang melimpah tidak selalu meningkatkan produktivitas. Menurut Iskandar (1988)
tidak hanya jumlah curah yang terpenting, melainkan curah hujan yang harus
merata sepanjang tahun. Hal ini dapat terlihat pada tahun 1998 dan 2007 hujan
hampir merata sepanjang tahun (Tabel Lampiran 6), sehingga produktivitas yang
dihasilkan optimum.
Pengelolaan air dibutuhkan untuk mengatasi kelebihan dan kekurangan air.
Pengelolaan air pada perkebunan teh Pagilaran telah dilakukan dengan membuat
saluran drainase. Saluran drainase digunakan untuk menyimpan air yang berlebih
dan mengalirkan kembali pada saat musim kemarau. Saluran drainase ini berupa
got panjang dengan ukuran lebar 60 cm, dalam 60 cm dan panjang sesuai dengan
panjangnya teras.
Tabel 13 menunjukkan curah hujan dan hari hujan per bulan tertinggi
berada pada bulan Januari dengan curah hujan 741 mm dan hari hujan 25 hari,
bulan Februari dengan curah hujan 716 mm dan hari hujan 25 hari serta bulan
Desember dengan curah hujan 597 dan hari hujan 25 hari. Akan tetapi

produktivitas per bulan tertinggi terjadi pada bulan Mei, Juni dan Oktober yaitu
masing-masing 812.70 kg/ha, 830.07 kg/ha dan 870.88 kg/ha. Pada bulan tersebut
hari hujan sekitar 13 -18 hari dengan curah hujan antara 200-450. Produktivitas
rendah sekitar 600 kg/ha terjadi Januari (801 mm), Februari (710 mm) dan Juli
(180 mm).
Tabel 13. Hubungan Curah Hujan (CH), Hari Hujan (HH) dan
Produktivitas Rata-rata Teh Basah per Bulan Selama 10
Tahun Terakhir
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember

Rata-rata CH
(mm)
741
716
603
618
445
253
197
86
174
359
598
597

Rata-rata HH
(hari)
25
25
25
24
18
13
12
7
11
18
26
25

Rata-rata Produktivitas (kg/ha)


664.91
626.87
701.42
749.39
812.70
830.07
697.69
774.81
702.72
870.88
767.13
773.36

Sumber : Bagian kebun Pagilaran, 2008


Curah hujan rata-rata per bulan juga berpengaruh terhadap produktivitas.
Hal ini berkaitan dengan musim yang terjadi di Indonesia. Produktivitas tinggi
terjadi pada bulan Mei, Juni dan Oktober yang merupakan bulan pergantian
musim. Bulan Mei dan Juni merupakan pergantian musim hujan menjadi
kemarau, sedangkan bulan Oktober merupakan pergantian musim kemarau
menjadi musim hujan. Musim dimana pertumbuhan pucuk yang tinggi pada bulan
Mei, Juni dan Oktober tersebut, disebut dengan musim flush.
Musim kemarau pada bulan Juni menyebabkan persediaan air dalam tanah
menjadi turun. Sehingga akan mengganggu proses fotosintesis tanaman teh. Jumin
(1992) menjelaskan, kekurangan air pada saat proses fotosintesis berakibat pada
kecepatan fotosintesis. Hal tersebut sebagai akibat dari menutupnya stomata,
meningkatkan resistensi mesofil yang akhirnya memperkecil efisiensi fotosintesis.
Sebaliknya ketersediaan air yang cukup akan meningkatkan kecepatan
fotosintesis. Selain itu, menurut Kartawijaya (1997) tanaman teh tidak tahan

terhadap kekeringan dan jumlah hujan tahunan sebaiknya tidak kurang dari 2 000
mm.
Crabe dan Paul B (1996) menjelaskan pada saat musim kemarau pucuk
mengalami masa dorman kemudian dipecahkan oleh butiran air yang datang pada
musim hujan. Sehingga pucuk dapat tumbuh aktif pada saat pergantian musim
kemarau menjadi musim hujan. Hal ini yang menyebabkan produktivitas tinggi
pada saat bulan Oktober.
Curah hujan yang tinggi pada saat musim hujan (bulan Januari dan
Februari) dapat meningkatkan aktivitas cendawan penyebab cacar daun, sehingga
akan mengakibatkan penurunan produksi. Selain itu juga menurunkan intensitas
cahaya sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis dan produksi pucuk
menurun.
Pucuk akan kembali tumbuh dengan baik ketika hujan mulai berkurang,
yaitu saat pergantian musim hujan menjadi musim kemarau. Sehingga produksi
pucuk kembali tinggi pada saat pergantian musim tersebut. Hal ini yang
menyebabkan produktivitas menjadi tinggi pada bulan Mei dan Juni.

Umur Tanaman
Menurut Adimulya (2006) umur tanaman teh dapat mencapai 100 tahun.
Penurunan produksi bisa disebabkan umur tanaman yang sudah tua. Sedangkan
Siswoputranto (1978) menjelaskan dengan pemeliharaan yang baik tanaman teh
dapat memberikan hasil daun teh cukup besar selama 40 tahun. Peremajaan
dilakukan saat kebun teh telah berumur lebih dari 40 tahun.
Tabel 14. Hubungan Umur Tanaman dengan Produktivitas Teh Basah per
Tanaman Teh
Umur (Tahun)
81
82
92
97
102
107
108

Produktivitas (kg/tanaman)
1.471
1.235
1.204
1.310
1.309
1.247
1.214

Sumber : Bagian kebun Andongsili, 2008

Data yang diambil pada Tabel 14, berdasarkan blok yang memiliki
kesamaan klon, ketinggian dan pemeliharaan. Hal ini dilakukan, agar lebih
memperlihatkan hubungan umur dengan produktivitas tanpa pengaruh faktor
lainnya. Sehingga data yang digunakan adalah data bagian kebun Andongsisli.
Tanaman teh di PT Pagilaran mempunyai umur tanaman yang sangat tua.
yaitu sekitar 100 tahun. Bahkan umur tanaman teh paling tua mencapai umur 108
tahun. Produktivitas tinggi terdapat pada umur 81 tahun yaitu 1.471 kg/pohon.
Sedangkan produktivitas rendah terdapat pada umur 92 dan 108 tahun yaitu
masing-masing 1.204 kg/pohon dan 1.214 kg/pohon. Sehingga dari hasil Tabel 14
menunjukkan bahwa umur tanaman semakin muda, maka produktivitas semakin
tinggi. Selain itu, walau tanaman teh sudah tua, tetapi tetap dapat menghaslkan
produksi yang tinggi.
Tabel 15 menunjukkan tahun tanam 1961-1980 mempunyai produktivitas
lebih tinggi dibandingkan tahun 1921-1940. Begitu pula dengan tahun 1921-1940
produtivitas lebih tinggi dibandingkan tahun 1890-1920. Secara keseluruhan hasil
menunjukkan tahun tanam mempengaruhi produktivitas, walaupun pada tahun
1981-2000 mengalami penurunan.
Tabel 15. Hubungan Tahun Tanam dan Bahan Tanam dengan
Produktivitas Teh Basah Rata-rata per Tahun Selama 10
Tahun.
Tahun Tanam
1890-1920
1921-1940
1961-1980
1981-2000

Rata-rata Produktivitas
(kg/ha/Tahun)

8 038.40
8 295.99
9 391.60
9 234.85
Sumber : Setiap bagian kebun PT Pagilaran, 2008

Bahan Tanam
Biji
Stek
77%
23%
99%
1%
73%
27%
2%
98%

Semakin muda tanaman teh, semakin tinggi produktivitasnya. Sebaliknya


semakin tua tanaman teh, maka semakin rendah produktivitasnya. Hal ini
memberikan dugaan bahwa semakin tua tanaman, fungsi jaringan semakin
melemah. Sehingga proses fotosintesis menjadi tidak optimal dan hasilnya
menjadi berkurang. Hal ini yang menyebabkan produksi pucuk menjadi rendah
pada tanaman yang sudah tua.

Usaha peningkatan produksi tanaman teh yang berumur tua perlu


dilakukan. Salah satunya adalah pemeliharaan yang lebih intensif, seperti
pemberian pupuk yang lebih optimal. Selain itu juga perlu dilakukan dengan
peremajaan tanaman, yaitu dengan mengganti tanaman teh yang sudah tua dengan
tanaman teh baru.

Bahan Tanam
Bahan tanam di perkebunan Pagilaran sebagian besar berasal dari biji yang
merupakan warisan dari Belanda. Tabel 15 menunjukkan pada bagian tahun 19211940 bahan tanam biji 99 % sedangkan sisanya berasal dari stek (1%), dengan
produktivitas teh mencapai 8 295.99 kg/ha/tahun. Sedangkan pada tahun 19812000 bahan tanam dari stek 98 % dan biji 2 % menghasilkan produktivitas
9 234.85 kg/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa bahan tanam yang sebagian
besar dari stek mempunyai produktivitas lebih besar dari pada bahan tanam biji.
Potensi produksi tanaman asal stek lebih tinggi dibandingkan tanaman asal
biji. Hal ini dikarenakan perbanyakan bahan tanaman secara vegetatif dengan stek
merupakan salah satu cara mempertahankan sifat-sifat baik tanaman induk, karena
dengan perbanyakan secara vegetatif tidak terjadi perubahan sifat genotip.
Sedangkan tanaman asal biji merupakan hasil persilangan yang dapat
menimbulkan perubahan sifat pada keturunannya. Selain itu pembibitan teh
dengan menggunakan stek lebih cepat dibandingkan dengan biji (Setyamidjaja,
2000)
Penggunaan bahan tanam biji di perkebunan Pagilaran masih dilakukan.
Hal ini dikarenakan bahan tanam biji memiliki beberapa kelebihan. Tanaman asal
biji di kebun Pagilaran memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi, hal ini terlihat
dari ketahanan terhadap penyakit lebih baik daripada bahan tanam stek. Hal ini
dikarenakan bahan tanam biji memiliki akar lebih kuat dibandingkan tanaman asal
stek. Tanaman asal biji mempunyai akar tunggang sedangkan pada tanaman asal
stek mempunyai akar serabut, sehingga tanaman teh yang berasal dari stek mudah
dicabut dan mudah roboh dibandingkan tanaman asal biji (Tarlan dan Adimulya,
1997). Oleh karena itu tanaman asal biji lebih tahan lama dibandingkan tanaman
asal stek.

Jenis Klon
Analisis hubungan jenis klon dan produktivitas pada perkebunan Pagilaran
sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan, selain sebagian besar berasal dari biji,
setiap blok juga terdiri bermacam-macam klon. Astika (1997) menyatakan untuk
mendapatkan kualitas yang baik, jumlah klon yang ditanam dalam suatu
perkebunan teh hendaknya berkisar antara 3 5 klon. Di samping itu, setiap klon
hendaknya ditanam dalam blok-blok yang terpisah, untuk memudahkan
pemeliharaan. Hal tersebut belum dilakukan di perkebunan Pagilaran, karena
masih terdapat banyak klon bahkan dalam satu blok ditanam bermacam-macam
klon.
Klon merupakan bahan tanaman vegetatif yang digunakan untuk
pembiakan dengan cara stek (Setyamidjaja, 2000). Hasil data secara keseluruhan
menunjukkan klon TRI 2025 mempunyai produktivitas terbesar (Tabel Lampiran
5). Klon TRI 2025 memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan klon
lainnya, yaitu mempunyai daya adaptasi yang tinggi, sehingga dapat ditanam di
dataran rendah maupun dataran tinggi. Walaupun klon TRI 2025 memiliki
kekurangan seperti peka terhadap serangan hama dan cendawan, tetapi masih
dapat menghasilkan produksi yang tinggi dibandingkan dengan klon lainnya
(Malabar 2, SA 40, PS 1, Cinyiruan 143, SKM 118, dan Kiara 8).

Tenaga Kerja
Data yang diperoleh hanya data berasal dari bagian kebun Pagilaran
selama 7 tahun terakhir. Tabel 16 menunjukkan tenaga pemetik meningkat setiap
tahun hingga tahun 2004. Pada tahun 2005 terjadi penurunan tenaga kerja hingga
tahun 2007. Sebagian besar tenaga pemetik berjenis kelamin perempuan dan
berpendidikan SD. Sedangkan tenaga pemetik perempuan tertinggi yang bekerja
pada tahun 2002 yaitu 521 orang dengan produktivitas 956.55 kg/ha.
Tabel 16 juga memperlihatkan Indeks Tenaga Kerja (ITK) yang
merupakan rasio tenaga kerja dengan luas areal tanaman teh. ITK tertinggi terjadi
pada tahun 2004 yaitu 1.33 dengan produktivitas 1 048.86 kg/ha. Tahun 2007
terlihat ITK terendah dengan produktivitas 927.48 kg/ha. Selain itu kapasitas

pemetik Pagilaran tahun 2007 mencapai 0.89 ha/orang. Kapasitas ini dihitung dari
areal pemetikan per hari dibagi total tenaga pemetik dengan gilir petik 10 hari.
Sebelum tahun 2004 jumlah tenaga kerja terus meningkat setiap tahunnya. Hingga
tahun 2004 merupakan puncak dari jumlah tenaga kerja. Hal ini dikarenakan
adanya pergantian pimpinan kebun, yang menyebabkan kebijakan perkebunan
berubah. Kebijakan tersebut adalah tidak adanya penerimaan tenaga kerja, akan
tetapi dilakukan pengurangan tenaga kerja. Sehingga pada tahun berikutnya
jumlah pekerja menurun, walaupun pada tahun 2007 kembali terjadi peningkatan
jumlah pekerja.
Tabel 16. Hubungan Tenaga Kerja Pemetik dan Produktivitas Teh Basah
Bagian Kebun Pagilaran Bulan Desember Selama 7 Tahun
No Tahun
1
2
3
4
5
6
7

2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007

Jenis
Kelamin
L
P
23 510
24 521
43 517
65 513
65 508
53 464
47 442

Pendidikan
SD SMP SMA
523 10
523 19
3
546 12
2
554 21
3
549 21
3
493 21
3
466 21
2

Jumlah

ITK

533
545
560
578
573
517
489

1.22
1.25
1.29
1.33
1.32
1.19
1.12

Kapasitas
Pemetik
(ha/org)
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.09

Produktivitas
kg/ha
739.40
956.55
1 094.33
1 048.86
1 005.88
762.94
927.48

Sumber : Bagian Kebun Pagilaran, 2008


Jumlah tenaga kerja pemetik semakin tinggi, maka semakin tinggi pula
produktivitas yang dihasilkan. Hal ini dapat terlihat dari ITK tertinggi pada tahun
2004 menghasilkan produktivitas yang tinggi pula. ITK merupakan kebutuhan
tenaga kerja per satuan luas (ha). ITK pada perkebunan Pagilaran (1.12) berarti
dalam 1 ha luas areal petikan membutuhkan pekerja sebanyak 11 12 orang untuk
setiap harinya dengan gilir petik 10 hari.
Kapasitas Pemetik kebun Pagilaran cukup tinggi dengan rata-rata antara
0.08-0.09 ha/orang. Kapasitas ini lebih tinggi dari standar pemetik pekebunan teh
yang hanya mencapai 0.04 ha/orang. Hal ini dikarenakan para pemetik teh di
kebun pagilaran sudah menggunakan alat gunting untuk memetik teh.
Kekurangan tenaga kerja mengakibatkan kesulitan dalam mengalokasikan
tenaga pemetik, terutama pada saat musim flush. Akibatnya banyak kebun dalam

keadaan kaboler (pucuk yang terlalu tinggi). Usaha perkebunan Pagilaran dalam
mencukupi kebutuhan tenaga pemetik dilakukan dengan mendatangkan pemetik
dari blok lain atau dengan lintas antar blok. Upaya lain yang dilakukan adalah
dengan menambah jam kerja.
Tenaga pemetik di PT Pagilaran sebagian besar berjenis kelamin
perempuan. Walau demikian Tabel 16 menunjukkan semakin besar jumlah
pekerja laki-laki, semakin besar pula produktivitas pucuk. Hal ini berarti pekerja
laki-laki lebih baik dalam hal kuantitas dibandingkan pekerja perempuan. Akan
tetapi dalam hal kualitas pekerja perempuan lebih baik daripada pekerja laki-laki.
Pendidikan sebagian besar pekerja pemetik di PT Pagilaran adalah SD.
Tabel 16 menunjukkan pendidikan tidak terlalu berpengaruh pada jumlah
produktivitas pucuk teh. Sehingga, pekerjaan sebagai pemetik teh relatif tidak
membutuhkan tingkat pendidikan formal yang tinggi, tetapi membutuhkan
keterampilan. Selain itu, tingkat pendidikan formal tidak dipermasalahkan oleh
pihak manajemen perkebunan.
Manajemen dalam pengelolaan tenaga kerja mempengaruhi proses tenaga
kerja melakukan kegiatan di kebun. Pengelolaan tenaga pemetik di PT Pagilaran
belum sepenuhnya optimal, hal ini dikarenakan biaya tenaga kerja yang kecil.
Upah yang diberikan sering mengalami keterlambatan dan tanpa ada premi untuk
pemetikan yang melebihi bobot standar pemetik. Hal inilah yang menyebabkan
tenaga kurang bekerja dengan baik. Selain itu pengadaan bahan-bahan
pemeliharaan kebun dari direksi sering mengalami keterlambatan, sehingga
mengganggu proses pengelolaan pemeliharaan di lapang.
Peran Pimpinan Kebun berhubungan dengan manajemen pengelolaan
kebun. Pimpinan kebun dibantu dengan para kepala masing-masing kebun harus
mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapka oleh direksi.
Tapi dalam kenyataannya belum sepenuhnya dilaksanakan oleh setiap kepala
bagian kebun. Hanya bagian Kayulandak yang hampir mendekati pelaksanaan
SOP. Untuk itulah bagian Kayulandak memiliki manajemen yang lebih baik
dibandingkan dengan bagian kebun lainnya.

Populasi Tanaman
Peningkatan populasi diikuti dengan peningkatan produktivitas per hektar
(Tabel 17). Populasi tanaman tertinggi yaitu antara 13 001 pohon/ha 14 000
pohon/ha, dengan produktivitas tertinggi pula yaitu 10 672.68 kg/ha/tahun.
Populasi terendah yaitu antara 4 000-5 000 pohon/ha dengan produktivitas
8 050.38 kg/ha/tahun.
Tabel 17. Hubungan Produktivitas Teh Basah dengan Populasi Tanaman
Teh
Populasi
(pohon/ha)
4 000-5 000
5 001-6 000
6 001-7 000
7 001-8 000
8 001-9 000
9 001-10 000
10 001-11 000
11 001-12 000
12 001-13 000
13 001-14 000

Rata-rata Produktvitas
(kg/ha/tahun)
8 050.38
8 304.51
7 504.92
8 155.57
8 542.57
8 751.83
9 537.66
9 613.26
10 359.20
10 672.68

Rata-rata Produktivitas
(kg/pohon/tahun)
1.723
1.473
1.125
1.094
0.997
0.914
0.943
0.838
0.831
0.791

Sumber : Setiap bagian kebun PT Pagilaran, 2008


Gambar 15 menunjukkan bahwa populasi tanaman mempengaruhi
produktivitas per hektar (garis biru). Semakin tinggi populasi, semakin tinggi pula
produktivitasnya. Wanyoko dan Owour (1995) menjelaskan bahwa kerapatan
tanaman berpengaruh terhadap produksi. Areal tanaman yang kerapatan yang
lebih tinggi maka akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Semakin banyak
pohon teh maka semakin banyak jumlah pucuk yang dapat dipetik dan semakin
tinggi nilai produktivitas yang dapat dicapai.
Gambar 15 juga menunjukkan bahwa produktivitas per pohon berbanding
terbalik dengan jumlah populasi. Semakin tinggi populasi maka semakin rendah
produktivitas per pohon (garis merah). Populasi tertinggi menghasilkan populasi
per pohon terendah yaitu 0.791 kg/pohon. Sedangkan populasi terendah
menghasilkan produktivitas tertinggi untuk setiap pohonnya yaitu 1.723 kg/pohon.

Tidak seperti halnya produktivitas per hektar, populasi yang tinggi dapat
menurunkan produktivitas tanaman teh per pohon. Penurunan ini diduga adanya
persaingan hara, sehingga menyebabkan turunnya produksi setiap individu
tanaman. Akan tetapi jumlah tanaman yang tinggi menyebabkan produktivitas
akan tetap tinggi, walaupun produktivitas per pohon rendah.

Gambar 15. Grafik Hubungan antara Populasi dengan Produktivitas Teh


Jumlah populasi per ha dipengaruhi oleh jarak tanam. Jarak tanam yang
digunakan di kebun Pagilaran tidak dapat diketahui secara jelas. Seperti yang
dikatakan di depan bahwa tanaman teh tersebut merupakan warisan dari
pemerintahan Belanda yang tidak pernah dilakukan peremajaan kecuali dengan
pemangkasan. Sehingga populasi tanaman teh dalam satu hektar sangat kecil.
Apabila jarak tanam standar 120 cm x 60 cm dengan populasi tanaman berjumlah
13 888 pohon/ha. Sedangkan populasi di kebun Pagilaran masih dibawah standar.
Populasi minimal berjumlah 4 404 pohon/ha dan populasi maksimal berjumlah
13 600 pohon/ha (Tabel Lampiran 1, Tabel Lampiran 2 dan Tabel Lampiran 3).

Produktivitas Antar Bagian Kebun


Tabel 18 menunjukkan produktivitas masing-masing bagian kebun
berfluktuasi setiap tahun. Bagian Pagilaran produtivitas tertinggi yaitu 10 191.85
kg/ha/tahun terjadi pada tahun 2007. Produktivitas tertinggi Kayulandak yaitu
11 021.23 kg/ha/tahun pada tahun 2003. Tahun 1998 bagian kebun Andongsili

mencapai produktivitas tertinggi yaitu 9 480.61. Produktivitas rendah di seluruh


bagian kebun terjadi pada tahun yang sama yaitu tahun 2006. Rata-rata
produktivitas tertinggi berada pada bagian kebun Kayulandak yaitu 9 131.84
kg/ha, kemudian diikuti oleh bagian kebun Pagilaran yaitu 9 131.84 kg/ha/tahun.
Rata-rata produktivitas terendah berada pada bagian Andongsili yaitu 7 873.09
kg/ha/tahun.
Tabel 18. Produktivitas Teh Basah Antar Bagian Kebun Selama 10 Tahun
Terakhir
Produktivitas Bagian Kebun (kg/ha)
Tahun
Pagilaran
Kayulandak
Andongsili
1998
9 777.92
10 250.94
9 480.61
1999
7 735.67
8 360.33
7 918.19
2000
8 068.19
8 188.33
6 816.20
2001
8 970.29
9 045.68
7 421.16
2002
9 503.21
10 349.97
7 268.86
2003
8 019.02
11 021.23
8 921.48
2004
9 596.66
9 137.70
7 864.18
2005
9 736.59
9 004.36
7 896.72
2006
7 279.99
7 330.26
6 840.37
2007
10 191.85
8 629.57
8 303.12
Rata-rata
8 887.94
9 131.84
7 873.09
Sumber : Setiap bagian kebun PT Pagilaran, 2008

Produktivitas teh basah yang berfluktuasi setiap tahunnya, disebabkan oleh


adanya faktor yang mempengaruhi produktivitas dan perbedaan teknik
pemeliharaan. Faktor produktivitas tersebut diantaranya ketinggian tempat, curah
hujan, populasi, jenis klon dan tahun tanam. Perbedaan teknik pemeliharaan
disebabkan adanya ketersediaan biaya pemeliharaan setiap tahunnya.
Ketinggian tempat dan populasi tanaman tidak berubah setiap tahun,
sedangkan curah hujan berubah setiap tahun (Tabel 19). Untuk ketinggian,
Kayulandak mempunyai tempat tertinggi yaitu 1 090-1 470 m dpl sedangkan
Andongsili berada pada urutan kedua dengan ketinggian 930-1 300 m dpl.
Pagilaran mempunyai ketinggian tempat terendah yaitu antara 700-1 100 dpl.
Untuk populasi tertinggi terdapat pada kebun Pagilaran yaitu 9 410 pohon/ha,
Sedangkan Kayulandak urutan kedua dengan populasi 8 978 pohon/ha. Populasi
terendah terdapat pada kebun Andongsili yaitu 6 972 pohon/ha. Selanjutnya curah

hujan setiap bagian kebun tidak berbeda, akan tetapi berubah setiap tahunnya.
Curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2001 yaitu 6 595 mm/tahun dan curah hujan
terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu 3 527 mm/tahun.

Tabel 20 menunjukkan perbedaan klon dan tahun tanam setiap bagian


kebun dengan luas lahan. Pagilaran sebagian besar ditanam beberapa jenis klon
dalam satu blok, sehingga merupakan campuran dari berbagai klon. Sedangkan
bagian Kayulandak jenis tanaman teh yang ditanam adalah biji dan klon PS (Pasir
Sarongge). Untuk jenis biji banyak ditanam pada bagian kebun Andongsili.
Tabel 19. Perbedaan Faktor Produktivitas Teh Basah Tiap Blok Selama 10
Tahun
Ketinggian Tempat (m dpl)

Tahun

Populasi (pohon/ha)

Curah Hujan (mm/tahun)

1998

700-1 100 1 090-1 470

930-1 300

9 410

8 978

6 972

6 413

6 413

6 413

1999

700-1 100 1 090-1 470

930-1 300

9 410

8 978

6 972

5 751

5 751

5 751

2000

700-1 100 1 090-1 470

930-1 300

9 410

8 978

6 972

5 660

5 660

5 660

2001

700-1 100 1 090-1 470

930-1 300

9 410

8 978

6 972

6 595

6 595

6 595

2002

700-1 100 1 090-1 470

930-1 300

9 410

8 978

6 972

6 546

6 546

6 546

2003

700-1 100 1 090-1 470

930-1 300

9 410

8 978

6 972

5 396

5 396

5 396

2004

700-1 100 1 090-1 470

930-1 300

9 410

8 978

6 972

4 764

4 764

4 764

2005

700-1 100 1 090-1 470

930-1 300

9 410

8 978

6 972

4 669

4 669

4 669

2006

700-1 100 1 090-1 470

930-1 300

9 410

8 978

6 972

4 131

4 131

4 131

2007

700-1 100 1 090-1 470

930-1 300

9 410

8 978

6 972

3 527

3 527

3 527

Sumber : Setiap bagian kebun PT Pagilaran, 2008


Keterangan :
P : Blok Pagilaran
K : Blok Kayulandak
A : Blok Andongsili

Tahun tanam setiap kebun hampir sama yaitu antara tahun 1894 hingga
1999. Tahun tanaman pada Tabel 20 dibagi menjadi dua yaitu 1899 1950
(tanaman tua) dan 1951 2000 (tanaman muda) dengan luas lahan masing-masing
tahun tanam. Tanaman tua banyak terletak di bagian kebun Andongsili yaitu luas
lahan 305.510 ha dan hanya 12.750 ha yang ditanam tanaman muda. Sedangkan
tanaman muda banyak ditanam di bagian kebun Pagilaran yaitu luas lahan
354.652 ha dan tanaman tua seluas 68.420 ha. Bagian Kayulandak sebagian besar
merupakan tanaman tua dengan luas tanam 160.410 ha dan tanaman muda seluas
58.852 ha.

Tabel 20. Perbedaan Faktor Klon dan Tahun Tanam Setiap Bagian Kebun.
Bagian Kebun

Faktor Produksi
Tahun Tanam
(Luas Lahan )
1899 1950 (68.420 ha)
1951 2000 (354.652 ha)

Pagilaran

Klon
Klon Campuran

Kayulandak

Biji dan PS

1899 1950
1951 2000

(160.410 ha)
(58.852 ha)

Andongsili

Biji

1899 1950
1951 2000

(305.510 ha)
(12.750 ha)

Sumber : Setiap Bagian Kebun PT Pagilaran, 2008


Kayulandak mempunyai rata-rata produktivitas paling tinggi diantara
bagian lainnya, walaupun jenis yang ditanam merupakan jenis campuran antara
biji dan klon PS, serta memiliki tanaman yang tua. Ketinggian tempat tertinggi
terletak pada bagian kebun Kayulandak, dengan curah hujan yang tinggi pula
sehingga dapat mendatangkan cendawan cacar daun. Klon PS merupakan klon
yang mudah beradaptasi dan mempunyai bulu peko yang banyak, sehingga
cendawan penyebab cacar tidak dapat menempel pada peko. Hal inilah yang
memberikan dugaan bahwa tanaman teh tetap berproduksi dengan baik, sehingga
produktivitas tertinggi terletak pada bagian kebun Kayulandak.
Pemeliharaan

kebun

juga

sangat

mempengaruhi

produktivitas.

Berdasarkan pengamatan penulis, pemeliharaan pada kebun Kayulandak sangat


intensif dibandingkan dengan bagian lainnya. Jumlah pekerja juga mencukupi
dalam proses pelaksanaan pemeliharaan kebun. Selain itu peraturan juga sangat
ditegakkan di kebun Kayulandak, sehingga para pekerja bekerja secara disiplin
dalam melaksanakan kegiatan kebun.
Kebun Pagilaran merupakan kebun terluas (428.072 ha) diantara ketiga
kebun. Hampir seluruh bagian telah ditanami tanaman teh yang bahan tanamnya
berasal dari jenis klon dan tanaman muda, sehingga seharusnya kebun pagilaran
mempunyai produktivitas tertinggi. Akan tetapi setiap blok pada bagian kebun
Pagilaran ditanam berbagai macam jenis klon, sehingga menjadi campuran klon
dalam satu blok. Hal inilah yang menyebabkan produktivitas Pagilaran lebih
rendah dari Kayulandak. Selain itu proses pemeliharan kebun di bagian kebun

Pagilaran tidak memiliki disiplin yang tinggi di antara pekerja, sehingga peraturan
yang berlaku tidak dijalankan dengan baik.
Produktivitas tinggi pada bagian kebun Pagilaran tahun 2007 diduga,
disebabkan oleh populasi yang tinggi pada ketinggian yang rendah, sehingga
hanya memerlukan sedikit curah hujan. Populasi yang tinggi menyebabkan
kerapatan yang tinggi pula, sehingga air hilang akibat evaporasi tanah cukup
rendah. Jadi, air dalam tanah dapat disimpan dengan baik dan persediaan air
cukup untuk pertumbuhan tanaman teh. Menurut Jones (1992) evaporasi dapat
menghilangkan air dalam tanah, akan tetapi dapat diatasi dengan adanya penutup
tanah. Tanah pada kebun Pagilaran ditutup dengan kanopi tanaman teh yang
memiliki kerapatan yang tinggi.
Andongsili memiliki produktivitas terendah, karena hampir keseluruhan
kebun ditanami tanaman yang berasal dari biji dengan sebagian besar lahan
merupakan tanaman tua. Hanya 3 blok dari 30 blok yang ditanami jenis klon.
Produksi biji lebih rendah dibandingkan produksi jenis klon. Populasi rendah pada
bagian kebun Andongsili juga menyebabkan produksi menurun.
Andongsili pada tahun 1998 mengalami produktivitas tertinggi. Pada
tahun tersebut curah hujan relatif tinggi dengan populasi terendah dibandingkan
bagian yang lain. Populasi yang rendah menyebabkan tingginya proses evaporasi
dan persediaan air tanah berkurang. Curah hujan yang tinggi dapat
mengembalikan air hilang akibat proses evaporasi, sehingga tanaman teh tetap
berproduksi secara optimal.
Bentuk topografi pada bagian kebun Andongsili sangat terjal dan yang
banyak mengandung batu, sehingga menyulitkan pekerja dalam pengelolaan
kebun. Sehingga mengakibatkan pekerja tidak dapat bekerja secara optimal dan
lambat serta membutuhkan penambahan jumlah pekerja. Hal ini menyebabkan
keadaan kebun Andongsili menjadi sangat tidak kondusif untuk pertumbuhan
tanaman teh, sehingga produktivitas teh Andongsili menjadi rendah.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Kegiatan magang yang dilakukan penulis di PT Pagilaran telah
memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman kerja. Melalui kegiatan
sebagai tenaga kerja, penulis berlatih untuk meningkatkan keterampilan teknis dan
kemampuan manajerial sesuai tingkat deskripsi tugas masing-masing manajer.
Selain itu juga memberi pelajaran kepada penulis untuk bisa bersosialisasi dengan
masyarakat.
Pengelolaan Kebun Pagilaran secara keseluruhan sudah cukup baik,
walaupun masih kurang optimal dalam beberapa hal. Seperti dalam pemeliharaan
kebun juga masih kurang intensif. Hal ini dilihat dalam pemberian pupuk yang
masih banyak terdapat kesalahan yang menyebabkan kurang efisien dan efektif
dalam pemberian pupuk. Selain itu kurangnya pelaksanaan Standar Operasional
Prosedur (SOP) untuk setiap kepala bagian kebun.
Faktor yang mempengaruhi produktivitas teh adalah ketinggian tempat,
curah hujan, umur tanaman, asal bahan tanam, serta tenaga pemetik. Ketinggian
optimum untuk pertumbuhan tanaman teh adalah 800 1 200, selain itu tanaman
teh tidak membutuhkan curah hujan yang tinggi. Penggunaan bahan tanam stek
dapat meningkatkan produktivitas teh basah. Tanaman yang berumur tua masih
tetap dapat berproduksi dengan baik. Tenaga pemetik laki-laki menghasilkan
produktivitas yang lebih tinggi daripada tenaga perempuan, akan tetapi dalam
kualitas pekerja perempuan lebih tinggi daripada pekerja laki-laki. Selain faktorfaktor tersebut pengelolaan kebun yang baik juga akan meningkatkan
produktivitas tanaman teh.

Saran
Untuk mencapai pengelolaan yang lebih optimal perlu dilakukan pelatihan
kepada para mandor secara rutin, agar para mandor lebih memahami tugasnya di
kebun. Dalam hal ini perlu adanya optimalisasi peran serta dari pimpinan kebun
dan kepala masing-masing kebun. Peremajaan tanaman teh yang sudah berumur
terlalu tua, dan pengaturan jarak tanam yang lebih teratur perlu diterapkan

sehingga menghasilkan populasi yang optimal. Penanaman klon yang seragam


dalam satu blok juga akan sangat memudahkan dalam pemeliharaan. Selain
pengelolan kebun diatas, untuk dapat meningkatkan produktivitas perlu lebih
mengoptimalkan faktor-faktor yang mempengaruhi
Pagilaran.

produktivitas di kebun

DAFTAR PUSTAKA
Adimulya, V. 2006. Analisis Produksi Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di
Kebun Jolotigo, PTPN IX, Pekalongan, Jawa Tengah. Skripsi. Sarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 80 hal. (Tidak dipublikasikan)
Adisewojo, R. S. 1992. Bercocok Tanam Teh. Sumur Bandung. Bandung. 224
hal.
Astika I. G. P. W. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2. Pusat
Penelitian Teh dan Kina. Gambung . 151 hal.
Bambang, K. 1994. Petunjuk Kultur Pengolahan Teh. Pusat Penelitian Teh dan
Kina. Gambung. 154 hal.
Crabe, J. and B. Paul. 1996. A New Conceptual Approach to Bud Dormancy in
Woody Plants in Plant Dormancy Physiology Biochemistry and Molecular
Biologi. Editor G. A. Lang. Cab International. Uk. Hal 83-106
Darmawijaya, M. I. 1997. Keserasian Tanah dan Kemampuan Lahan Teh.
Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh . PPTK Gambung. Bandung. 147 hal.
Direktorat Jendral Perkebunan. 2007. Standar Ekspor Teh Indonesia (seri online).
URL http://www.disbun.jabarprov.go.id/. Diakses pada 20 Juli 2008-08-27
Eden, T. 1976. Tea. Third edition. Lowe and Brydone (Printers) Ltd, Thetford,
Norfolk: Great Britain. 215 p.
Ghani, M. A. 2002. Buku Pintar Mandor : Dasar-Dasar Budi Daya Teh. Penebar
Swadaya. Jakarta. 134 hal.
Heru, C.N. 2003 . Dari Belanda ke Kampus. Koran Tempo (seri
online).URL:http://www.korantempo.com/news/2003/2/27/Nasional/62.html
. Diakses pada 2 November 2007.
Iskandar, S. H. 1988. Budidaya Tanaman Teh. Jurusan Budaya Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. 40 hal
Jones, H. 1992. Plant and Microclimate. Second Edition. The Press Sydicate of
The University of Cambidge. Australia. 123 p.
Jumin, H.B. 1992. Ekologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologis. Rajawali Pers.
Jakarta. 162 hal.
Kertawijaya, W. S. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2. Pusat
Penelitian Teh dan Kina. Gambung . 151 hal.

Martosupono, M. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2. Pusat


Penelitian Teh dan Kina. Gambung . 151 hal.
Nazaruddin. 1993. Pembudidayaan dan Pengolahan Teh. Penebar Swadaya.
Jakarta. 198 hal.
Perangin-angin, M. D. 2000. Pengelolaan Pemetikan Pucuk Teh (Camellia
sinensis (L.) O. Kuntze) di PTP Nusantara VIII, Kebun Ciater, Subang,
Jawa Barat. Skripsi. Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.73 hal. (Tidak
dipublikasikan)
PT Perkebunan XI. 1993. Vademecum Budidaya Teh. PT Perkebunan XI. Jakarta.
140 hal.
Pusat Penelitian Perkebunan Gambung. 1992. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman
Teh Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia (Eds 1).
Gambung. 136 hal.
Rachmiati, Y. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2. Pusat
Penelitian Teh dan Kina. Gambung. 151 hal.
Sanusi, M dan S. Adimulya. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2.
Pusat Penelitian Teh dan Kina.Gambung . 151 hal.
Setyamidjaja, D. 2000. Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen Tanaman Teh.
Kanisius. Yogkarta. 154 hal.
Siswoputranto, P.S. 1978. Perkembangan Teh Kopi Cokelat Internasional. PT
Gramedia.. Jakarta. 125 hal.
Suhargyanto, K. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2. Pusat
Penelitian Teh dan Kina. Gambung. 151 hal.
Suryatmo, F. A. 1994. Petunjuk Kultur Pengolahan Teh. Pusat Penelitian Teh dan
Kina.Gambung. 154 hal.
Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta. 318 hal
Tarlan, S dan S. Adimulya. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2.
Pusat Penelitian Teh dan Kina. Gambung . 151 hal.
Tobroni, M dan S. Adimulya. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi
2. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Gambung . 151 hal.
Wanyoko, J. K. and P. O. Owour. 1995. Effect of Plantensities and Nitrogen
Fertilize Rates on The Yield of Mature Seedling Kenya Tea. Tea, 16 (1) :
14-20

LAMPIRAN

Tabel Lampiran 1. Jurnal harian Kegiatan Magang di PT Pagilaran


No

Status

Umum

Tanggal
12-Feb-08
13-Feb-08
14-Feb-08
15-Feb-08
16-Feb-08

KHL

18-Feb-08
19-Feb-08
20-Feb-08
21-Feb-08
22-Feb-08
23-Feb-08
25-Feb-08
26-Feb-08
27-Feb-08
28-Feb-08
29-Feb-08
01-Mar08
03-Mar08
04-Mar08
05-Mar08
06-Mar08
07-Mar08
10-Mar08
11-Mar08

Uraian kegiatan
Orientasi
pembibitan
Orientasi kantor
induk
Pengukuran
Curah hujan dan
Orientasi Pabrik
Orientasi teknik
Orientasi kebun
pagilaran
Pembibitan
membuat bekong
membuat bekong
mengayak tanah
melubangi
polibag
mencampur
tanah dengan
pupuk dan
dithane M-45
mengayak sub
soil
mengangkut dan
memasukkan top
soil
menyiapkan
polibag
memasukkan top
soil ke polibag
mengangkut dan
memasukkan sub
soil ke polibag
memasukkan sub
soil
menyeleksi bibit
praktek
pemangkasan
awal
praktek
pemangkasan

Lokasi

Prestasi kerja (satuan/


HOK)
Standar
Penulis

Pembibitan

kantor induk

Kebun dan
Pabrik

Bag Teknik

Kantor Kebun

50
Bekong

10
Bekong

Kebun bibit

5 jam
kerja

5 jam kerja

Kebun bibit

Kebun bibit

0.5 m

0.125 m

Kebun bibit

500

168

Kebun bibit

500

70

Kebun bibit

500

205

Kebun bibit

5 jam
kerja

5 jam kerja

Kebun bibit
Kebun bibit
Kebun bibit

Kebun bibit
Kebun bibit
Kebun
Pagilaran

5 jam
kerja
5 jam
kerja

5 jam kerja
5 jam kerja

Blok Kebun
Jati

400 m

18 pohon

kerik lumut

Blok Beji II

400 m

6 m

penggarpuan dan
penyiangan

Blok Beji II

400 m

kubur ranggas

Blok Beji II

400 m

pemangkasan

Blok Kebun
jati

400 m

Pengenalan
pemetikan

Blok Garjito II

Tabel Lampiran 1. (Lanjutan)


No

Status

Tanggal
12-Mar08
13-Mar08
14-Mar08
15-Mar08
16-Mar08
17-Mar08
18-Mar08
19-Mar08
20-Mar08
24-Mar08
25-Mar08
26-Mar08
27-Mar08
29-Mar08
30-Mar08
31-Mar08

Uraian kegiatan

Lokasi

Prestasi kerja (satuan/


HOK)
Standar
Penulis

pemetikan

Blok Garjito II

35-40 kg

1.8 kg

pemetikan

Blok Garjito II

40 kg

3 kg

pemupukan
TBM

Pagilaran

1 ha

Pemetikan

Blok Garjito II

35-40 kg

3 kg

Blok Garjito II

Blok Gondang

5 jam
kerja

5 jam kerja

Blok Jrakah II

Blok Jrakah II

pemetikan

Blok
Kayulandak II

pemetikan

Blok kemulan

Pemupukan TM

Blok Sirebut II

Pemupukan TM

Blok Sirebut II

Pemupukan daun

Blok Sirebut II

01-Apr-08

Analisa pucuk

Pabrik

02-Apr-08

Analisa pucuk

Pabrik

03-Apr-08

Supervisi

Pabrik

5 jam
kerja
5 jam
kerja
-

04-Apr-08

Pabrik

Pabrik

Kebun bibit

Pabrik

Pabrik

10-Apr-08

pelayuan
pelayuan
(pengamatan)
Pembibitan.
penanaman stek
Penggilingan
dan sortasi basah
Penggilingan
dan sortasi basah
Pengeringan

Pabrik

11-Apr-08

Pengeringan

Pabrik

12-Apr-08

sortasi kering

Pabrik

14-Apr-08

sortasi kering

Pabrik

05-Apr-08
07-Apr-08
08-Apr-08
09-Apr-08

penyiangan
gulma
Penggarpuan dan
pemetikan
Penyiangan dan
TBM
kerik lumut
pemetikan
pemeliharaan
TBM
pemeliharaan
TBM

Blok karang
sari I
Blok karang
sari I
Blok gondang
IA

5 jam kerja
5 jam kerja
-

Tabel Lampiran 1. (Lanjutan)


No

Status

Tanggal

Pendamping
Mandor

sortasi kering

Pabrik

16-Apr-08

pengepakan
uji organoleptik
teh
pembibitan
pengamatan
HPG
pengamatan
HPG
Pengamatan
Pucuk Klon
pengukuran
ketinggian

Pabrik

Pabrik

23-Apr-08

29-Apr-08

pemetikan

30-Apr-08
01-Mei08
02-Mei08
05-Mei08
06-Mei08

Pemupukan
Pengukuran
Ketinggian
pengukuran
ketinggian
Prosedur
Gudang

Kebun bibit
Kebun
Pagilaran
Kebun
Pagilaran
Blok Sanderan
II
Kebun
Pagilaran
blok pagilaran
II
Blok Beji II
Kebun
Pagilaran
Kebun
Pagilaran
Kantor
Gudang

Pemetikan

Gondang III

24-Apr-08
25-Apr-08
26-Apr-08
28-Apr-08

Pendamping
Kepala
Afdeling

Lokasi

15-Apr-08
17-Apr-08
3

Uraian kegiatan

Prestasi kerja (satuan/


HOK)
Standar
Penulis

07-Mei08

Pemupukan

08-Mei08
09-Mei08
10-Mei08
12-Mei08
13-Mei08
14-Mei08

pengukuran
ketinggian
pengukuran
ketinggian
Penggarpuan dan
Babat
pengukuran
ketinggian
pengukuran
ketinggian
Pemetikan
Jendangan

15-Mei08

Pemetikan

16-Mei08
17-Mei08
19-Mei08
20-Mei08
21-Mei08

Pemeliharaan
Pembukaan
Lahan
Pembibitan
Kontrol Kebun
Proses RKT
kepala bagian

Blok
Pekandangan
IB
Kebun
Andongsili
Kebun
Andongsili
Blok Dawuhan
II
Kebun
Kayulandak
Kebun
Kayulandak
Blok Sirebut
IA
Blok
Pagergunung
IA
Blok
Kayulandak
Blok
Kayulandak
Penelitian dan
Pengembangan
Kebun
Pagilaran
Kebun
Pagilaran

Tabel Lampiran 1. (Lanjutan)


No

Status

Tanggal

Uraian kegiatan

22-Mei08
26-Mei08

Pengumpulan
data
Tugas Kepala
Bagian
Pengambilan
Contoh Tanah
dan daun
Pengambilan
Contoh Tanah
dan daun
Pengambilan
Contoh Tanah
dan daun
Penanaman
perdana
Prosedur Tugas
Pengawas
Pembuatan
Laporan
Sementara

27-Mei08
28-Mei08
29-Mei08
30-Mei08
31-Mei08
1-10 Juni
08

Lokasi
Kantor
Pagilaran
Kebun
Andongsili

Prestasi kerja (satuan/


HOK)
Standar
Penulis
-

Kebun
Andongsili

Kebun
Andongsili

Kebun
Kayulandak

Kebun
Kayulandak
Kebun
Kayulandak
Bagian
Penelitian

Tabel Lampiran 2. Keadaaan Tanaman Teh Dewasa / Tanaman Menghasilkan


(TM) dan Ketinggian Tiap Blok Bagian Kebun Pagilaran
I.
Kebun Produksi
Blok Kebun

No

Luas
(ha)
18.79

Tahun
Tanam

Populasi/
ha

469.75

1978/
1998

9 908

Patok

Klon
Campur
(biji. Kiara
8, TRI, PSI)
TRI

Ketinggian
m dpl

Garito II

Garito IIIB

3.180

79.75

1987

9 900

Gamblok I

7.270

181.75

1976

7 922

257.00

1976

7 422

133.00

1972

10 000

Biji/Kloon

820

266.50

1973/
1990

6 858

Biji

820

246.50

1974

8 717

780

463.25

1973/
1990

9 257

Biji
Campur
(Biji. TRI,
Kiara 8,
PSI)

129.25

1987/
1999

9 697

290.75

1976/
1977

8 324

1977

9 800

10.28
4

Gamblok II

Pecundukan
IIIA

Pecundukan
IV

Kebunjati I

Pulosari III

Pulosari I

0
5.320
10.66
0
9.860
18.52
6
5.170
11.63

10

Gamblok III

11

Sijanggel

8.500

212.50

12

Karangdadi I /
II

9.093

254.75

13

Karangdadi
III

7.500

187.50

1962/
1977
1975/
1976/
1998

Pecundukan I

15

Kebunjati II

16

Pulosari II

17

Pecundukan II

18

Pecundukan
IIIB

7.833

Campur
(Biji. TRI,
Kiara 8,
PSI)
Campur
(Biji. TRI,
Kiara 8,
PSI)

880
860

730
780
880

875

Biji

890

8 772

Biji, Klon
Campuran

880

TRI, PSI,
Biji
Tanaman
lama 1 ha
Campur
(Biji.
TRI2024,
2025,
PSI.Kiara)

860

310.00

1987

7 375

307.50

1974

8 739

196.00

1974/
1975

8 550

Biji, Kiara

700

285.50

1925

7 000

Biji

840

115.75

1972

10 000

Biji

840

12.30
0

TRI

875

8 325

12.40
14

Biji
Campur
(biji. Kiara
8, TRI, PSI)

850

730

11.42
0
4.630

Tabel Lampiran 2. (Lanjutan)


No

Blok Kebun

19

Drejeg

20

Sanderan IV

Luas
(ha)

Patok

6.210

155.25

12.190

304.75

Tahun
Tanam
1980/
1990
1961/
1985/
1988

21

Garjito I

4.520

113.00

1989/
1999

22

Sanderan II

3.360

84.00

1999

23

Beji I

4.142

116.00

24

Beji II

15.205

425.75

25

Kejawen IA

11.870

27

Keteleng

28

Populasi/
ha

Klon

Ketinggian
m dpl

10 045

TRI

860

8 767

TRI

900

8 836
1 1008

296.75

1899/
1912
1899/
1912
1992

13.151

368.25

1925

5 476

Sanderan III

7.000

175.00

10 005

29

Sukowero

8.010

200.25

1984
1977/
1978

30

Kwarasan I

13.000

325.00

1978

9 477

31

Kwarasan II

15.666

391.75

1979

12 000

32

Jemanen II

15.314

383.00

1979

13 300

33

Garjito IIIA

4.070

101.75

1980

9 392

34

Pagilaran III

4.440

111.00

1988

35

Depok IA

11.580

289.50

860
870

7 322

Biji

1 055

5 884

Biji

1 045

8 316

1 000

9 418

TRI
Biji, TRI 2
ha
TRI
Biji. TRI 2
ha
Campur
(biji. Kiara
8, TRI, PSI)
Campur
(TRI,PSI,
Kiara 8)
TRI, SKM
Kiara 8,
PSI, Kiara
TRI

1991

11 500

TRI

1 050

156.25

1992

11 500

TRI

920

1993
1980/
1998
1979/
1980
1979/
1980
1980
1899/
1953
1899/
1953/1
999

12 525

TRI

1 100

8 995

TRI, Biji

985

13 600

Biji, SKM

1 000

13 600

TRI, Biji

1 030

9 300

TRI

1 075

7 400

Biji

940

11 015

Biji, MPS 7,
GPPS, PS

915

36

Sanderan IA

6.250

37

Depok IIA
Karangnong
ko

11.070

276.75

13.182

329.75

39

Kejawen II

10.000

250.00

40

Giyanti IA

9.000

225.00

41

Sirebut IIIA

14.268

356.75

42

Pagilaran I

12.690

355.50

43

Pagilaran II

11.812

330.75

Jumlah

428.07
2

10901.
50

38

Campur
(biji 0.43ha.
TRI 3.23
ha)
Gambung 7.
8 GPPS 1

9 887

1 050
920
955
955
955
990
860
900

Tabel Lampiran 2. (Lanjutan)


II.

Kebun Penelitian
Luas
ha

Tahun
Tanam

Populasi/ha

29.25

1925

7.00

1.000

25.00

1999

11.08

2.170

54.25

430.242

10 955.75

No

Blok Kebun

Pecundukan II

1.170

Sanderan II
Jumlah
Jumlah Total

Patok

Sumber : Bagian Kebun Pagilaran, 2008

Klon
Aneka
Kloon
Gambung 7,
8, GGPS I

Ketinggian
m dpl
840
885

Tabel Lampiran 3. Keadaaan Tanaman Teh Dewasa / Tanaman Menghasilkan (TM)


dan Ketinggian Tiap Blok Bagian Kebun Kayulandak
I. Kebun Dewasa

Pagergunung IA

Luas
(ha)
15.715

Pagergunung IB

No

Blok Kebun

Tahun
Tanam

Populasi/
ha

Klon

8 630

Biji

16.143

1905/1923
1905/1923

8 586

Biji/PS

Pager pelah IA

7.000

1894/1914

9 240

Biji

Pager pelah II

9.143

1894/1914

9 144

Biji

Pager pelah IB

13.000

1894/1915

9 240

Biji/PS

Kemulan IA

15.179

1903/1991

8 059

Biji/PS

Kemulan IB

12.750

1903/1991

10 064

Biji/PS

Jrakah I

14.392

1903/1914

7 457

Biji/PS

Jrakah III

3.538

1990

11 281

Klon

10

Jrakah II

3.678

1990

11 231

Klon/PS

11

Kayulandak I

4.893

1904/1915

10 013

Biji

12

Kayulandak II

14.500

1904/1915

8 960

Biji/RB

13

Sirebut IA

12.766

1901/1912

7 730

Biji

14

Depok IIB

8.786

1900/1909

8 195

Biji

15

Keteleng II

6.000

1925

8 160

Biji

16

Depok IB

3.250

1900/1909

7 180

Biji

17

Plantongan IA/I

7.950

1991

10 429

TRI

18

Plantongan IB

11.822

1906/1910

7 978

Biji

19

Plantongan IA

9.000

1906/1909

7.180

Biji

20

Sirebut III

13.287

1981

12 427

TRI

21

Sirebut II

2.750

1901/1912

4 404

Biji

22

Sirebut IB

11.250

1901/1912

9 720

Biji/PS

23

Giyanti II

2.470

1991

11 189

JUMLAH

219.263

II.

Kebun Belum Menghasilkan

No

Blok Kebun

Jrakah II
Jumlah total

Luas
(ha)
8.75

Ketinggian m dpl
1 240
1 240
1 205
1 260
1 270
1 470
1 390
1 460
1 340
1 285
1 270
1 260
1 160
1 190
1 170
1 200
1 140
1 170
1 170
1 200
1 205
1 185
1 090

TRI

Tahun
Tanam

Populasi
/ha

Klon

Ketinggian m dpl

2003/2004

13 059

Gambung
7, 9, 11

1 290

228.013

Sumber : Bagian Kebun Kayulandak, 2008

Tabel Lampiran 4. Keadaaan Tanaman Teh Dewasa / Tanaman Menghasilkan (TM)


dan Ketinggian Tiap Blok Bagian Kebun Andongsili
No

Blok Kebun

1 Dawuhan IA
2 Dawuhan IB
3 Dawuhan II A

Kebun Belum Menghasilkan

Luas(ha) Populasi/ha
8.50
12.00
7.00

5 568
5 620
5 560

Tahun
Tanam
1925
1925
1925

Ketinggian m dpl
1 060
1 050
1 070

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Dawuhan II B
Andong Silih
Karang Sari I
Karang Sari IIA
Karang Sari II B
Cikalong
Gondang Ia
Gondang Ib
Gondang IIA
Gondang IIB
Gondang III
Gondang IV
Tenggung
Karangmego IA
Karangmego IB
Karangmego II
Pekandangan IA
Pekandangan
IA/1
Pekandangan IB
Pekandangan
IB/1
Pekandangan II
Sitogog
Bismo IA
Bismo II
Karangsari III
Bismo III
Bismo IB
Jumlah

12.00
12.25
14.50
10.25
11.00
15.25
8.50
8.00
9.50
7.834
4.76
7.25
14.00
10.75
6.75
15.00
16.50

5 986
7 340
6 564
6 000
5 320
5 612
5 912
6 592
5 560
5 560
4 772
5 864
7 200
6 380
6 432
7 436
8 700

1925
1915
1915
1915
1915
1905
1926
1926
1926
1926
1926
1926
1900
1905
1905
1905
1899

1 125
1 160
1 070
1 020
1 010
1 300
1 120
1 030
1 080
1 040
1 020
1 050
1 105
1 220
1 210
1 290
1 280

11.50
8.00

9 560
8 850

1899
1899

1 300
1 215

13.00
8.50
6.00
6.25
8.25
11.75
11.25
11.75
303.594

9 196
5 200
7 800
7 040
4 940
11 500
11 500
11 500

1899
1899
1900
1910
1910
1915
1900
1990

1 195
1 115
1 250
1 145
1 020
1 000
930
1 135

Sumber : Bagian Kebun Andongsili. 2008


Kebun Belum Menghasilkan
No

Blok Kebun

1 Gondang III
Jumlah total

Tahun
Luas
Populasi/ha
Tanam
(ha)
6.25
11 500 2004
310.094

Sumber : Bagian Kebun Andongsili. 2008

Ketinggian m dpl
1 020

Tabel Lampiran 5. Hubungan Klon dengan Rata-rata Produktivitas Teh Basah per
Tahun
Klon
TRI 2025, TRI 2024
Biji/Kloon
TRI
TRI. Biji
TRI
TRI
TRI
TRI 2025
TRI
TRI
TRI
TRI. SKM
Campur (biji. Kiara 8. TRI. PSI)
Biji. TRI 2 Ha
Biji
Campur (Biji. TRI2024.2025. PSI.Kiara)
Campur (Biji. TRI. Kiara 8. PSI)
biji
Campur (TRI. PSI. Kiara 8)
Klon/PS
Biji. TRI 2 Ha
Biji. SKM
Biji
Biji
Biji
Biji
TRI
Biji
Campur (Biji. TRI. Kiara 8. PSI)
TRI
Biji
Biji
TRI
Biji
biji
Biji/RB
Campur (biji. Kiara 8. TRI. PSI)
Biji
Biji
Klon

Rata-rata produktivitas
(kg/ha)
12 838.68
12 245.78
12 084.24
11 779.48
11 542.19
11 290.34
11 199.95
10 940.24
10 799.76
10 649.39
10 564.15
10 545.34
10 448.30
10 437.05
10 268.57
10 102.02
10 089.17
10 026.92
9 990.47
9 837.38
9 824.90
9 693.22
9 689.41
9 602.51
9 563.50
9 548.48
9 518.44
9 499.60
9 408.01
9 392.95
9 350.42
9 334.69
9 304.97
9 273.59
9 183.59
9 169.65
9 137.83
9 096.22
9 079.22
9 016.68

Tabel Lampiran 5. (Lanjutan)


Klon
Biji
Biji
Biji/PS
Biji
Biji
Biji
Biji. Kloon Campuran
TRI. Biji
Biji
Biji
Kiara 8. PSI. Kiara
Campur (biji. Kiara 8. TRI. PSI)
TRI
TRI
Biji/PS
Biji
Biji
Biji
Biji/PS
Biji
Biji/PS
Biji
Biji
Biji
Biji
Biji
Biji/PS
Biji
Biji
Biji
Biji
Biji
Biji
Campur (biji 0.43 Ha. TRI 3.23 Ha)
Biji
TRI
TRI. PSI. Biji Tanaman lama 1 Ha
Biji/PS
Biji
Biji
Biji. MPS 7. GPPS. PS
TRI

Rata-rata produktivitas (kg/ha)


8 976.83
8 921.02
8 878.08
8 861.08
8 827.73
8 794.58
8 757.26
8 687.06
8 677.81
8 663.15
8 648.95
8 645.66
8 597.63
8 582.64
8 526.25
8 520.49
8 466.64
8 458.86
8 391.31
8 373.88
8 362.00
8 357.82
8 328.17
8 308.04
8 269.13
8 200.82
8 129.37
8 089.85
8 004.42
7 995.53
7 978.94
7 924.13
7 885.07
7 829.32
7 726.38
7 641.09
7 571.01
7 545.63
7 378.88
6 900.88
6 854.41
6 727.68

Tabel Lampiran 5. (Lanjutan)


Klon
Campur (Biji. TRI. Kiara 8. PSI)
Biji
Biji. Kiara
Biji
Biji
Biji
Biji
Biji
Gambung 7. 8 GPPS 1
Biji
Biji
Biji
TRI
TRI 2025. TRI 2024

Sumber : Setiap Bagian Kebun, 2008

Rata-rata produktivitas (kg/ha)


6 686.85
6 492.71
6 324.87
6 185.15
6 174.75
6 097.66
6 050.00
5 835.61
5 721.40
5 589.48
5 192.40
5 188.28
5 071.76
2 687.23

Tabel Lampiran 6. Curah Hujan di Kebun Pagilaran dari Tahun 1998 - 2007
1998

Bulan
Januari

CH
681

Februari

1999

HH

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

Rata-rata

28

CH
794

HH
30

CH
1146

HH
29

CH
741

HH
27

CH
1018

HH
27

CH
407

HH
17

CH
536

HH
25

CH
385

HH
21

CH
1208

HH
28

CH
496

HH
18

CH
741

HH
25

538

27

843

26

227

17

688

28

1419

26

1167

24

736

25

465

26

556

26

524

26

716

25

Maret

655

29

492

23

475

25

637

22

1004

28

840

27

480

22

586

24

225

20

632

26

603

25

April

576

25

472

25

703

27

667

24

1068

23

260

20

699

23

699

23

490

26

548

21

618

24

Mei

613

17

386

14

496

21

545

12

261

16

348

16

685

24

332

16

413

21

370

26

445

18

Juni

453

19

340

17

230

298

19

117

266

107

10

292

23

108

323

12

253

13

Juli

504

25

211

14

224

11

357

14

118.5

12

19

305

17

193

14

27

197

12

Agustus

260

17

119

10

157

72

50

92

54

11

86

September

399

13

90

218

18

323

14

50

179

14

105

16

352

19

53

174

11

Oktober

524

25

569

24

598

27

916

27

50

231

159

15

378

23

43

12

21

359

18

November

640

26

856

30

976

29

831

28

454

26

837

25

326

22

393

24

252

20

120

14

598

26

Desember

570

24

579

28

210

10

520

26

938

26

752

30

626

29

540

31

823

20

413

25

597

25

6413

275

5751

246

5660

231

6595

246

6546

205

5396

198

4764

228

4669

255

4131

189

3527

181

5345

225

Jumlah
BB

12

11

12

11

10

11

11

10.3

BK

1.4

BL

0.3

Sumber : Bagian Penelitian dan Pengembangan PT Pagilaran. Februari 2008


Keterangan :
BB
BK
BL

: Bulan Basah ( 100 mm)


: Bulan Kering ( 60 mm)
: Bulan Lembab (60 100 mm)

: Rata-rata Bulan Kering 100 %


Rata-rata Bulan Basah
: (1.4/10.6) 100%
:13.6 % (termasuk iklim sangat basah tipe A menurut
Schmidth-Fergusson)

Gambar Lampiran 1. Peta Perkebunan PT Pagilaran

Mandor Besar Pengolahan

Kepala Bagian
Pabrik

Pengawas

Kepala TU
MandorBesar
BesarMesin
Sortasi+ dan
Mandor
Pengepakan
Kendaraan
Kepala TU

Kepala Bagian
Teknik

Pengawas
Mandor Besar Kontruksi & Listrik
Mandor Besar Penelitian

Kepala Bagian
Penelitian dan Antan

Pengawas

Kepala TU
Mandor Besar Antan

Korkam

Kepala
Unit
Pagilaran
(Pimpinan
Kebun)

Kepala Bagian
Kantor Induk

Pengawas

Sie Kesehatan

Mandor Besar Pemeliharaan

Kepala Bagian
Kebun Kayulandak

Pengawas

Kepala TU
Mandor Besar Petik
Mandor Besar Pemeliharaan

Kepala Bagian
Kebun Pagilaran

Pengawas

Kepala TU
Mandor Besar Petik

Mandor Besar Pemeliharaan

Kepala Bagian
Andongsili

Pengawas

Kepala TU
Mandor Besar Petik

Kepala Bagian
Agrowisata

Sumber : Kantor Induk PT Pagilaran. 2008

Gambar Lampiran 2. Struktur Organisasi Unit Produksi PT Pagilaran

Anda mungkin juga menyukai