Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian
topikal pada kulit atau selaput lendir (FI ed IV). Bahan obatnya larut atau
terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (FI ed III). Salep tidak
boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep
yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10 %. Sedian setengan
padat ini tidak menggunakan tenaga.
Akan tetapi salep harus memiliki kualitas yang baik yaitu stabil,
tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembaban kamar, dan semua zat yang
dalam salep harus halus. Oleh karena itu pada saat pembuatan salep
terkadang mangalami banyak masalah saleb yang harus digerus dengan
homogen, agar semua zat aktifnya dapat masuk ke pori-pori kulit dan
diserab oleh kulit.
Obat bentuk sediaan setengah padat pada umumnya hanya
digunakan sebagai obat luar, dioleskan pada kulit untuk keperluan terapi
atau berfungsi sebagai pelindung kulit. Sediaan setengah padat terdiri dari
salep, pasta, dan krim. Salah satu obat dalam bentuk krim yang digunakan
untuk pemakaian luar adalah Kloramfenikol. Antibiotikum broadspektrum
ini berkhasiat terhadap hampir semua kuman Gram- positif dan sejumlah
Gram-negatif,

juga

terhadap

spirokhaeta,

chlamydia

trachomatis

danMycoplasma. Tidak aktif terhadap suku Psedeomonas, Proteus dan


Enterobacter Khsiatnya bersifat bakteriostatis terhadap Enterobacter dan
staph.

Aureus

Kloramfenikol

berdasarkan pertintangan
bekerja

bakterisid

meningitides dan H. influenzae.

sintesa

terhadap

polipeptida

Str. pneumoniae,

kuman.
Neiss.

Pembuatan sediaan setengah padat atau salep sangat penting


diketahui untuk dapat diterapkan pada pelayanan kefarmasian khususnya di
apotik, puskesmas maupun rumah sakit.
1.2.

PRINSIP PERCOBAAN
Dasar salep yang digunakan adalah dasar salep hidrokarbon yang
dikenal sebagai dasar selep berlemak yaitu vaselin album. Salep dibuat
dengan mencampurkan bahan aktif obat dengan propilenglikol kemudian
ditambahkan adeps lanae, setelah homogen ditambahkan vaselin album dan
digerus hingga homogen. Salep dikemas dalam tube dengan persyaratan
tidak boleh terjadi kebocoran ketika dilakukan uji kebocoran (salep dalam
tube) yang telah dibungkus dengan kertas penyerap dan dimasukkan ke
dalam oven pada suhu 60o 3o selama 8 jam Dan jika dioleskan pada
sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan
susunan yang homogen (Uji homogenitas)

1.3.

TUJUAN PERCOBAAN
Mengetahui bentuk sediaan salep antibiotik
Mengetahui bahan dasar salep antibiotik
Mengetahui persyaratan dan evaluasi salep antibiotik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI SALEP


Salep (unguents) adalah preparat setengah padat untuk pemakaian
luar. Preparat farmasi setengah padat seperti salep, sering memerlukan
penambahan pengawet kimia sebagai antimikroba, pada formulasi untuk
mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang terkontaminasi. Pengawetpengawet ini termasuk hidroksibenzoat, fenol-fenol, asam benzoat, asam
sorbat, garam amonium kuartener, dan campuran-campuran lain. Preparat
setengah padat menggunakan dasar salep yang mengandung atau menahan
air, yang membantu pertumbuhan mikroba supaya lebih luas daripada yang
mengandung sedikit uap air, dan oleh karena itu merupakan masalah yang
lebih besar dari pengawetan (Chaerunnisa, 2009).
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispend
homogen dalam dasar salep yang cocok. Pemerian Tidak boleh berbau
tengik. Kadar kecuali dinyatakan lain dan untuk salap yang mengandung
obat keras atau obat narkotik , kadar bahan obat adalah 10 %. Kecuali
dinyatakan sebagai bahan dasar digunakan Vaselin putih . Tergantung dari
sifat bahan obat dan tujuan pemakaian, dapat dipilih salah satu bahan dasar
berikut: dasar salep senyawa hidrokarbon Vasellin putih, vaselin kuning atau
campurannya dengan malam putih, dengan Malam kuning atau senyawa
hidrokarbon lain yang cocok; dasar salep serap lemak bulu domba dengan
campuran 8 bagian kolesterol 3 bagian stearik alcohol 8 bagian malam putih
dan 8 bagian vaselin putih, campuran 30 bagian Malam kuning dan 70
bagian Minyak Wijen; dasar salap yang dapat dicuci dengan air. Emulsi
minyak dan air; dasar salap yang dapat larut dalam air Polietilenglikola atau
campurannya. Homogenitas jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan

lain

yang

cocok,

harus

menunjukkan

susunan

homogen (Anif, 2000)


2.2 PENGGOLONGAN SALEP
1. Menurut Konsistensinya, salep digolongkan menjadi 5 golongan :

yang

a. Unguenta : adalah salep yang memiliki konsistensi seperti mentega.


Tidak mencair pada suhu biasa tetapi mudah dioleskan tanpa
memakai tenaga.
b. Cream : adalah salep yang banyak mengandung air, mudah diserap
kulit. Suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
c. Pasta : adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat
padat (serbuk). Suatu salep tebal karena merupakan penutup atau
pelindung bagian kulit yang diberi.
d. Cerata : adalah suatu salep berlemak yang mengandung presentase
tinggi lilin (waxes), sehingga konsistensinya lebih keras.
e. Gelones Spumae (Jelly) : adalah suatu salep yang lebih halus.
Umumnya cair dan mengandung sedikit atau tanpa lilin.
2. Menurut Efek Terapinya, salep digolongkan menjadi 3 golongan :
a. Salep Epidermic (Salep Penutup)
Digunakan pada permukaan kulit yang berfungsi hanya untuk
melindung kulit dan menghasilkan efek lokal, karena bahan obat
tidak diabsorbsi. Dasar salep yang terbaik adalah senyawa
hidrokarbon (vaselin).
b. Salep Endodermic
Salep dimana bahan obatnya menembus kedalam tetapi tidak
melalui kulit dan terabsorbsi sebagian. Dasar salep yang baik
adalah minyak lemak.
c. Salep Diadermic (Salep Serap)
Salep dimana bahan obatnya menembus ke dalam melalui
kulit dan mencapai efek yang diinginkan karena diabsorbsi
seluruhnya. Dasar salep yang baik adalah adeps lanae dan oleum
cacao.
3. Menurut Dasar Salepnya, salep digolongkan menjadi 2 golongan :
a. Salep hydrophobic : yaitu salep-salep dengan bahan dasar
berlemak, misanya campuran dari lemak-lemak, minyak lemak,
malam yang tak tercuci dengan air.
b. Salep hydrophilic : yaitu salep yang kuat menarik air, biasanya
dasar salep tipe o/w atau seperti dasar salep hydrophobic tetapi

konsistensinya lebih lembek, kemungkinan juga tipe w/o antara


lain campuran sterol dan petrolatum. (Depkes, 1994).
2.3 KELEBIHAN DAN KEKURANAGN SALEP
a. Kelebihan
Adapun kelebihan menggunakan sediaan salep adalah :
1.

Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit.

2.

Sebagai bahan pelumas pada kulit.

3.

Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan


kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit.

4.

Sebagai obat luar

b. Kekurangan
Di samping kelebihan tersebut, ada kekurangan berdasarkan basis di
antaranya yaitu :
1.

Kekurangan basis hidrokarbon


Sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda pada pakaian
serta sulit tercuci hingga sulit di bersihkan dari permukaan kulit.

2.

Kekurangan basis absorpsi :


Kurang tepat bila di pakai sebagai pendukung bahan bahan
antibiotik dan bahan bahan kurang stabil dengan adanya air
Mempunyai sifat hidrofil atau dapat mengikat air .

2.4 BAHAN PENYUSUN DASAR SALEP


Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak (bebas air) antara
lain vaselin putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat dicampur
ke dalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan
obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar
hidrokarbon dipakai terutama untuk efek emolien. Dasar hidrokarbon ini
juga sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu
lama. Contoh : petrolatum, paraffin, minyak mineral.
Dasar salep absorpsi
Dasar salep absorpsi Dibagi menjadi 2 tipe :

a. Yang

memungkinkan

percampuran

larutan

berair, hasil

dari

pembentukan emulsi air dan minyak. Misalnya petrolatum hidrofilik


dan lanolin anhidrat.
b. Yang sudah menjadi emulsi air minyak (dasar emulsi), memungkinkan
bercampur sedikit penambahan jumlah larutan berair. Misalnya lanolin
dan cold cream.
Dasar salep ini berguna sebagai emolien walaupun tidak menyediakan
derajat penutupan seperti yang dihasilkan dasar salep berlemak. Seperti
dasar salep berlemak dasar salep serap tidak mudah dihilangkan dari kulit
oleh pencucian air. Dasar-dasar salep ini berguna dalam farrnasi untuk
pencampuran larutan berair kedalam larutan berlemak. Contoh : petrolatum
hidrofilik, lanolin, dan lanolin anhidrida, cold cream.
Dasar salep serap dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok pertama
terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi
air dalam minyak (parafin hidrofilik dan lanolin anhidrat) dan kelompok
kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan
sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep serap juga bermanfaat
sebagai emolien.
Dasar salep yang dapat dicuci dengan air
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air antara lain salep
hidofilik yang lebih tepat disebut krim. Dasar salep ini dinyatakan juga
sebagai dapat dicuci dengan air karena mudah dicuci dari kulit atau dilap
basah, sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Beberapa bahan
obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada dasar
salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat
diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi
pada kelainan dermatologik. Bahan obat tertentu dapat diserap lebih baik
oleh kulit jika dasar salep lainnya. Contoh : salep hidrofilik
Dasar salep larut air
Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari
konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan
seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung
bahan tak larut dalam air seperti parafin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar
6

salep ini lebih tepat disebut gel. Dasar salep ini mengandung komponen
yang larut dalam air. Tetapi seperti dasar salep yang dapat dibersihkan
dengan air, basis yang larut dalam air dapat dicuci dengan air. Basis yang
larut dalam air biasanya disebut greaseless karena tidak mengandung bahan
berlemak. Karena dasar salep ini sangat mudah melunak dengan
penambahan air, larutan air tidak efektif dicampurkan dengan bahan tidak
berair atau bahan padat. Contohnya salep polietilen glikol.
Pemilihan dasar salep yang tepat untuk dipakai dalam formulasi
tergantung pada pemikiran yang cermat atas beberapa faktor berikut:
a.
b.
c.
d.
e.

Laju pelepasan yang diinginkan bahan obat dari dasar salep


Keinginan peningkatan oleh dasar salep absorbsi perkutan dari obat
Kelayakan melindungi lembab dari kulit oleh dasar salep
Jangka lama dan pendeknya obat stabil dalam dasar salep
Pengaruh obat bila ada terhadap kekentalan atau hal lainnya dari dasar
salep.
Semua faktor ini dan yang lainnya harus ditimbang satu terhadap

yang lainnya untuk memperoleh dasar salep yang paling baik. Harus
dimengerti bahwa tidak ada dasar salep yang ideal dan juga tidak ada yang
memiliki semua sifat yang diinginkan. Sebagai contoh suatu obat yang cepat
terhidrolisis, dasar salep hidrolisis akan menyediakan stabilitas yang tinggi.
Walaupun dari segi terapeutik dasar salep yang lain dapat lebih disenangi.
Pemilihannya adalah untuk mendapatkan dasar salep yang secara umum
menyediakan segala sifat yang dianggap paling diharapkan.

2.5 KUALITAS DASAR SALEP


a. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada
dalam kamar.
b. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk
menjadi lunak dan homogen. Sebab salep digunakan untuk kulit yang
teriritasi,inflamasi dan ekskloriasi.
c. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit.
d. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika
dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh
7

merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas
obatnya pada daerah yang diobati.
e. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep
padat atau cair pada pengobatan.
2.6 FUNGSI SALEP
fungsi salep antara lain :
a
b
c

Sebagai bahan aktif pembawa sustansi obat untuk pengobatan kulit


Sebagai bahan pelumas pada kulit
Sebagai bahan pelindung kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit
yang dengan larutan berair dan perangsang kulit

2.7 KARAKTERISTIK SALEP


a. Stabil, selama masih dipakai dalam masa pengobatan. Maka salep harus
bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban
yang ada dalam kamar.
b. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk
menjadi lunak dan homogen, sebab salep digunakan untuk kulit yang
teriritasi, inflamasi dan ekskoriasi.
c. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang palintg mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit.
d. Dasar salep yang cocok adalah dasar salep yang kompatibel secara
fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya.
e. Terdistribusi secara merata, obat harus terdistribusi merata melalui
dasar salep padat atau cair pada pengobatan. (Ilmu Resep Teori, hal 42)
Suatu dasar salep yang ideal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Tidak menghambat proses penyembuhan luka/penyakit pada kulit
b. Di dalam sediaan secara fisik cukup halus dan kental.
c. Tidak merangsang kulit.
d. Reaksi netral, pH mendekati pH kulit yaitu sekitar 6-7.
e. Stabil dalam penyimpanan.
f. Tercampur baik dengan bahan berkhasiat.
g. Mudah melepaskan bahan berkhasiat pada bagian yang diobati.
h. Mudah dicuci dengan air.

i. Komponen-komponen dasar salep sesedikit mungkin macamnya.


j. Mudah diformulasikan/diracik
k. Tidak menghambat proses penyembuhan luka/penyakit pada kulit.
l. Di dalam sediaan secara fisik cukup halus dan kental.
m. Tidak merangsang kulit.
n. Reaksi netral, pH mendekati pH kulit yaitu sekitar 6-7.
o. Stabil dalam penyimpanan.
p. Tercampur baik dengan bahan berkhasiat.
q. Mudah melepaskan bahan berkhasiat pada bagian yang diobati.
r. Mudah dicuci dengan air.
s. Komponen-komponen dasar salep sesedikit mungkin macamnya.
t. Mudah diformulasikan/diracik
2.8 PERSYARATAN SALEP MENURUT FI EDISI III
a. pemerian : tidak boleh bau tengik
b. kadar : kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep ( basis salep )
yang digunaakan vaselin putih ( vaselin album ), tergantung dari sifat
bahan obat dan tujuan pemakaian salep, dapat Dipilih beberapa bahan
dasar salep sebagai berikut :
Dasar salep hidrokarbon : vaselin putih, vaselin kunig, malam putih

atau malam kunig atau campurannya.


Dasar salep serap : lemak, bulu domba campuran 3 bagian kolestrol
dan 3 bagian stearil alcohol, campuran 8 bagian malam putih dan 8

bagian vaselin putih.


Dasar salep yang dapat larut dalam air
Dasar salep yangdapat dicuci dengan air
c. Homogenitas : jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan
lain yang cocok harus menunjukan susunan yang homogen.
d. Penandaan : etiket harus tertera obat luar
2.9 CARA PEMBUATAN SALEP
Aturan umum :
a. Zat yang dapat larut dalam dasar salep, dilarutkan bila perlu dengan
pemanasan rendah
b. Zat yang tidak cukup larutdalam dasar salep, lebih dulu disebut dan
diayak dengan ayakan no 100.
9

c. Zat yang mudah larut dalam air danstabil serta dasarr salep mampu
mendukung/ menyerap air tersebut,dilarutkan didalam air yagn tersedia,
selain itu ditambahkan bagian dasar salep.
d. Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebuut
harus diaduk sampai dingin.
2.10

EVALUASI SALEP

Evaluasi salep biasa dilakukan dengan beberapa pengujian sebagai berikut:


1. DAYA MENYERAP AIR
BA=100.KA100-KA
KA=100.BA100-BA

Daya menyerap air diukur sebagai bilangan air, yang digunakan


untuk mengkarakterisasikan basis absorpsi. Bilangan air dirumuskan
sebagai jumlah air maksimal (g), yang mampu diikat oleh 100 g basis bebas
air pada suhu tertentu (umumnya 15-20o C) secara terus-menerus atau dalam
jangka waktu terbatas (umumnya 24 jam), dimana air tersebut digabungkan
secara manual. Kedua bilangan ukur tersebut dapat dihitung satu ke dalam
yang lain melalui persamaan :
2.

KANDUNGAN AIR
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air

dalam salap.

Penentuan kehilangan akibat pengeringan. Sebagai kandungan air


digunakan ukuran kehilangan massa maksimum (%) yang dihitung
pada saat pengeringan disuhu tertentu (umumnya 100-110oC).

Cara penyulingan. Prinsip metode ini terletak pada penyulingan


menggunakan bahan pelarut menguap yang tidak dapat bercampur
dengan air. Dalam hal ini digunakan trikloretan, toluen, atau silen
yang disuling sebagai campuran azeotrop dengan air.

Cara titrasi menurut Karl Fischer. Penentuannya berdasarkan atas


perubahan Belerang Oksida dan Iod serta air dengan adanya piridin
dan metanol menurut persamaan reaksi berikut:

10

I2 + SO2 + CH3OH + H2O -> 2 HI + CH3HSO4

Adanya

pirin

akan

menangkap

asam

yang

terbentuk

dan

memungkinkan terjadinya reaksi secara kuantitatif.Untuk menghitung


kandungan air digunakan formula berikut :
% Air = f . 100 (a-b) P

f = harga aktif dari larutan standar (mg air/ml),


a = larutan standar yang dibutuhkan (ml),
b = larutan standar yang diperlukan dalam penelitian blanko (ml),
P = penimbangan zat (mg)
3.

KONSISTENSI
Konsistensi merupakan suatu cara menentukan sifat berulang, seperti

sifat lunak dari setiap sejenis salap atau mentega, melalui sebuah angka
ukur. Untuk memperoleh konsistensi dapat digunakan metode sebagai
berikut:

Metode penetrometer.

Penentuan batas mengalir praktis

4.

PENYEBARAN
Penyebaran salap diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada

kulit. Penentuannya dilakukan dengan menggunakan entensometer.


5.

TERMORESISTENSI
Dihasilkan

melalui

tes

berayun.

Dipergunakan

untuk

mempertimbangkan daya simpan salep di daerah dengan perubahan iklim


(tropen) terjadi secara nyata dan terus-menerus.
6.

UKURAN PARTIKEL
Untuk melakukan penelitian orientasi, digunakan grindometer yang

banyak dipakai dalam industri bahan pewarna.

11

Metode tersebut hanya menghasilkan harga pendekatan, yang tidak


sesuai dengan harga yang diperoleh dari cara mikroskopik, akan tetapi
setelah dilakukan peneraan yang tepat, metode tersebut daat menjadi metode
rutin yang baik dan cepat pelaksanaannya.
2.11

CHLORAMFENICOL

Kloramfenikol (Farmakope Indonesia edisi IV halaman 189 ; FI III hal


144).
Rumus molekul

= C11H12Cl2N2O5.

Berat Molekul

= 323,13.

Rumus Struktur :
Pemerian

= Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng


memanjang,putih hingga putih kelabu atau
putih kekuningan.

Kelarutan

= Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etenol,


dalam propilena glikol.

Titik Lebur

= Antara 1490 dan 1530 C.

pH

= Antara 4,5 dan 7,5.

OTT

= Endapan segera terbentuk bila kloramfenikol


500 mg dan eritromisin 250 mg atau tetrasiklin
Hcl 500 mg dan dicampurkan dalam 1 liter
larutan dekstrosa 5%.

Stabilitas

= Salah satu antibiotik yang secara kimiawi


diketahui paling stabil dalam segala pemakaian.
Stabilitas baik pada suhu kamar dan kisaran pH
2-7, suhu 25oC dan pH mempunyai waktu paruh
hampir 3 tahun. Sangat tidak stabil dalam
suasana basa. Kloramfenikol dalam media air
adalah pemecahan hidrofilik pada lingkungan
amida. Stabil dalam basis minyak dalam air,
basis adeps lanae. (Martindale edisi 30 hal 142).

Dosis

= Dalam salep 1 % (DI 2010 hal 223-227).

12

Khasiat

= Antibiotik, antibakteri (gram positif, gram


negatif, riketsia, klamidin), infeksi meningitis
(Martindale edisi 30 hal 141).

Indikasi

= Infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri yang


sensitif terhadap kloramfenikol.

Efek Samping

= Kemerahan kulit angioudem, urtikaria dan


anafilaksis.

Penyimpanan

= Wadah tertutup rapat.

BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 FORMULA
Salep Kloramfenikol (Form. Nas Hal 66)
R / Chloramfenicol
200 mg
Propilen glikol
1
Adeps lane
1
Vaselin Album ad 10
#
Pro : Liana
3.2 ALAT DAN BAHAN
a. Alat
1. Mortir dan stemfer
2. Timbangan dan anak timbangan
3. Pipet Tetes
4. Sudip
5. Etiket dan Perkament
6. Cawan penguap
7. Oven
8. Kertas Saring
9. Objek Glass
10. Tube
11. Kertas Perkamen
b.
1.
2.
3.

Bahan
Chloramfenicol
Propilen Glikol
Adeps Lanae
13

4. Vaselin Album
3.3 PERHITUNGAN BAHAN
1. Chloramfenicol
2. Propilen Glikol
3. Adeps Lanae
1. Vaselin Album

0,200 gram (200 mg)


1,00 gram (1.000 mg)
1,00 gram (1.000 mg)
10 (0,200 + 1,00 + 1,00)
10 2,200
7,8 gram (7.800 mg)

3.4 PROSEDUR
1. ditimbang Chloramfenicol, di kertas perkamen
2. ditimbang Propilen Glikol di kaca arloji yang telah ditara
3. ditimbang Adeps Lanae, di kertas perkamen
4. ditimbang Vaselin Album, di kertas perkamen
5. di dalam lumpang, digerus Chloramfenicol dan Propilen Glikol
6. ditambahkan Adeps Lanae ke dalam lumpang
7. ditambahkan Vaselin Album ke dalam lumpang
8. digerus hingga homogen
9. Masukkan krim ke dalam tube.
10. Diberi etiket dan label berwarna biru
3.5 EVALUASI
Evaluasi Tipe krim dilakukan dengan :
a. Uji Kebocoran (Salep dalam tube)
Alat : Oven dan Kertas Penyerap
1. Ambil 8 tube salep, bersihkan permukaan luar tiap tube dengan
kertas penyerap
2. Letakkan tube diatas loyang posisi horizontal
3. Masukkan ke dalam oven diamkan selama 8 jam, temp 600 30C
4. Tidak boleh terjadi kebocoran (Kertas Penyerap harus tetap kering)
b. Uji Homogenitas (F. Ind. Ed. III, 1979)
Alat : Objek Glass / Kertas Perkamen
1. Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok harus menunjukkan susunan yang homogen
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL
1. Organoleptis
14

Warna
: Putih kekuningan
Bentuk : Semi Padat (Tidak terlalu keras)
Bau
: Tidak berbau
2. Homogenitas : Homogen
3. Uji Kebocoran : Bocor
4.2 PEMBAHASAN
Pada uji organoleptik, sediaan berbentuk setengah padat (salep) tidak
terlalu keras, berwarna putih kekningan dan tidak berbau. Uji ini untuk
melihat terjadinya perubahan fase.
Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui kehomogenan zat
aktif dalam basis, sehingga setiap kali salep tersebut digunakan dosisnya
sama. Selain itu, uji homogenitas ini melihat apakah masih ada partikel obat
yang terlalu kasar yang dapat menimbulkan iritasi pada kulit. Homogenitas
juga dapat dipengaruhi oleh faktor penggerusan yang dilakukan pada saat
pembuatan. Pada uji homogenitas ini, formula salep (Kloramfenikol)
menunjukkan hasil yang homogen di atas kaca objek, tidak terlihat adanya
partikel-partikel kecil yang membuat salep terasa kasar.
Uji Kebocoran dimaksudkan untuk mengetahui kebocoran pada tube.
Pada praktikum ini salep dikemas dalam tube bekas yang telah dibersihkan
melalui bagian bawah tube. Pada uji kebocoran ternyata tube yang
digunakan bocor dimana kertas serap yang digunakan menjadi basah setelah
dilakukan uji kebocoran. hal ini disebabkan karena tidak terampilnya
praktikan dalam membersihkan tube bekas dan tidak terampil dalam melipat
tube.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
a. Salep adalah bentuk sedian setengan padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar.

b. Bahan dasar salep adalah salep hidrokarbon, dimana dasar salep yang
digunakan adalah vaselin album

15

c. Salep Chloramfenicol hasil percobaan kelompok 8 memenuhi persyratan


5.2 SARAN
a. Hendaknya dalam memformulasikan suatu sediaan seorang praktikan
harus benar-banar memperhatikan karakteristik bahan, konsentrasi bahan,
sifat dari masing-masing bahan serta interaksi antar bahan yang besar
kemungkinannnya

sangat bias terjadi. Sehingga dengan demikian

sediaan yang diformulasikan akan menghasilkan suatu sediaan yang


benar-benar layak pakai dan seminimal mungkin dapat mengurangi
kekurangan dari sediaan krim tersebut.
b. Selain itu factor lain yang yang perlu diperhatikan adalah pada proses
pembuatannya,. Dengan mempertimbangkan karakteristik, konsentrasi
dan interaksi dari masig-masing bahan tadi, seorang praktikan harus
mampu merancang dan membuat prosedur kerja yang sebaik mungkin
sesuai ketentuan, agar sediaan yang dibuat dapat memenuhi standar
evaluasi yang ditetapkan.
c. Sebaiknya dilakukan evaluasi dengan menggunakan metode yang lain

DAFTAR PUSTAKA

Ansel C Howard. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI press


Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia edisi Ketiga. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI
Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia edisi Keempat. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI
Soetopo dkk. (2002). Ilmu Resep Teori. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

16

Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi Kelima. Yogyakarta : UGM
Press
Lachman, L, Lieberman, H, A, dkk. (1994). Teori Dan Praktek Farmasi Industri
Edisi Ketiga. Jakarta : UI Press
Departemen Kesehatan RI. (1978). Formularium Nasional edisi Kedua. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI
C.F. Van Duin, Dr., (1947). Ilmu Resep edisi Kedua. Jakarta : Soeroengan
Moh. Anief, Drs. Apoteker. (2006). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM Pres

17

Anda mungkin juga menyukai