PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian
topikal pada kulit atau selaput lendir (FI ed IV). Bahan obatnya larut atau
terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (FI ed III). Salep tidak
boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep
yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10 %. Sedian setengan
padat ini tidak menggunakan tenaga.
Akan tetapi salep harus memiliki kualitas yang baik yaitu stabil,
tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembaban kamar, dan semua zat yang
dalam salep harus halus. Oleh karena itu pada saat pembuatan salep
terkadang mangalami banyak masalah saleb yang harus digerus dengan
homogen, agar semua zat aktifnya dapat masuk ke pori-pori kulit dan
diserab oleh kulit.
Obat bentuk sediaan setengah padat pada umumnya hanya
digunakan sebagai obat luar, dioleskan pada kulit untuk keperluan terapi
atau berfungsi sebagai pelindung kulit. Sediaan setengah padat terdiri dari
salep, pasta, dan krim. Salah satu obat dalam bentuk krim yang digunakan
untuk pemakaian luar adalah Kloramfenikol. Antibiotikum broadspektrum
ini berkhasiat terhadap hampir semua kuman Gram- positif dan sejumlah
Gram-negatif,
juga
terhadap
spirokhaeta,
chlamydia
trachomatis
Aureus
Kloramfenikol
berdasarkan pertintangan
bekerja
bakterisid
sintesa
terhadap
polipeptida
Str. pneumoniae,
kuman.
Neiss.
PRINSIP PERCOBAAN
Dasar salep yang digunakan adalah dasar salep hidrokarbon yang
dikenal sebagai dasar selep berlemak yaitu vaselin album. Salep dibuat
dengan mencampurkan bahan aktif obat dengan propilenglikol kemudian
ditambahkan adeps lanae, setelah homogen ditambahkan vaselin album dan
digerus hingga homogen. Salep dikemas dalam tube dengan persyaratan
tidak boleh terjadi kebocoran ketika dilakukan uji kebocoran (salep dalam
tube) yang telah dibungkus dengan kertas penyerap dan dimasukkan ke
dalam oven pada suhu 60o 3o selama 8 jam Dan jika dioleskan pada
sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan
susunan yang homogen (Uji homogenitas)
1.3.
TUJUAN PERCOBAAN
Mengetahui bentuk sediaan salep antibiotik
Mengetahui bahan dasar salep antibiotik
Mengetahui persyaratan dan evaluasi salep antibiotik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
lain
yang
cocok,
harus
menunjukkan
susunan
yang
2.
3.
4.
b. Kekurangan
Di samping kelebihan tersebut, ada kekurangan berdasarkan basis di
antaranya yaitu :
1.
2.
a. Yang
memungkinkan
percampuran
larutan
berair, hasil
dari
salep ini lebih tepat disebut gel. Dasar salep ini mengandung komponen
yang larut dalam air. Tetapi seperti dasar salep yang dapat dibersihkan
dengan air, basis yang larut dalam air dapat dicuci dengan air. Basis yang
larut dalam air biasanya disebut greaseless karena tidak mengandung bahan
berlemak. Karena dasar salep ini sangat mudah melunak dengan
penambahan air, larutan air tidak efektif dicampurkan dengan bahan tidak
berair atau bahan padat. Contohnya salep polietilen glikol.
Pemilihan dasar salep yang tepat untuk dipakai dalam formulasi
tergantung pada pemikiran yang cermat atas beberapa faktor berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
yang lainnya untuk memperoleh dasar salep yang paling baik. Harus
dimengerti bahwa tidak ada dasar salep yang ideal dan juga tidak ada yang
memiliki semua sifat yang diinginkan. Sebagai contoh suatu obat yang cepat
terhidrolisis, dasar salep hidrolisis akan menyediakan stabilitas yang tinggi.
Walaupun dari segi terapeutik dasar salep yang lain dapat lebih disenangi.
Pemilihannya adalah untuk mendapatkan dasar salep yang secara umum
menyediakan segala sifat yang dianggap paling diharapkan.
merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas
obatnya pada daerah yang diobati.
e. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep
padat atau cair pada pengobatan.
2.6 FUNGSI SALEP
fungsi salep antara lain :
a
b
c
c. Zat yang mudah larut dalam air danstabil serta dasarr salep mampu
mendukung/ menyerap air tersebut,dilarutkan didalam air yagn tersedia,
selain itu ditambahkan bagian dasar salep.
d. Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebuut
harus diaduk sampai dingin.
2.10
EVALUASI SALEP
KANDUNGAN AIR
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air
dalam salap.
10
Adanya
pirin
akan
menangkap
asam
yang
terbentuk
dan
KONSISTENSI
Konsistensi merupakan suatu cara menentukan sifat berulang, seperti
sifat lunak dari setiap sejenis salap atau mentega, melalui sebuah angka
ukur. Untuk memperoleh konsistensi dapat digunakan metode sebagai
berikut:
Metode penetrometer.
4.
PENYEBARAN
Penyebaran salap diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada
TERMORESISTENSI
Dihasilkan
melalui
tes
berayun.
Dipergunakan
untuk
UKURAN PARTIKEL
Untuk melakukan penelitian orientasi, digunakan grindometer yang
11
CHLORAMFENICOL
= C11H12Cl2N2O5.
Berat Molekul
= 323,13.
Rumus Struktur :
Pemerian
Kelarutan
Titik Lebur
pH
OTT
Stabilitas
Dosis
12
Khasiat
Indikasi
Efek Samping
Penyimpanan
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 FORMULA
Salep Kloramfenikol (Form. Nas Hal 66)
R / Chloramfenicol
200 mg
Propilen glikol
1
Adeps lane
1
Vaselin Album ad 10
#
Pro : Liana
3.2 ALAT DAN BAHAN
a. Alat
1. Mortir dan stemfer
2. Timbangan dan anak timbangan
3. Pipet Tetes
4. Sudip
5. Etiket dan Perkament
6. Cawan penguap
7. Oven
8. Kertas Saring
9. Objek Glass
10. Tube
11. Kertas Perkamen
b.
1.
2.
3.
Bahan
Chloramfenicol
Propilen Glikol
Adeps Lanae
13
4. Vaselin Album
3.3 PERHITUNGAN BAHAN
1. Chloramfenicol
2. Propilen Glikol
3. Adeps Lanae
1. Vaselin Album
3.4 PROSEDUR
1. ditimbang Chloramfenicol, di kertas perkamen
2. ditimbang Propilen Glikol di kaca arloji yang telah ditara
3. ditimbang Adeps Lanae, di kertas perkamen
4. ditimbang Vaselin Album, di kertas perkamen
5. di dalam lumpang, digerus Chloramfenicol dan Propilen Glikol
6. ditambahkan Adeps Lanae ke dalam lumpang
7. ditambahkan Vaselin Album ke dalam lumpang
8. digerus hingga homogen
9. Masukkan krim ke dalam tube.
10. Diberi etiket dan label berwarna biru
3.5 EVALUASI
Evaluasi Tipe krim dilakukan dengan :
a. Uji Kebocoran (Salep dalam tube)
Alat : Oven dan Kertas Penyerap
1. Ambil 8 tube salep, bersihkan permukaan luar tiap tube dengan
kertas penyerap
2. Letakkan tube diatas loyang posisi horizontal
3. Masukkan ke dalam oven diamkan selama 8 jam, temp 600 30C
4. Tidak boleh terjadi kebocoran (Kertas Penyerap harus tetap kering)
b. Uji Homogenitas (F. Ind. Ed. III, 1979)
Alat : Objek Glass / Kertas Perkamen
1. Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok harus menunjukkan susunan yang homogen
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
1. Organoleptis
14
Warna
: Putih kekuningan
Bentuk : Semi Padat (Tidak terlalu keras)
Bau
: Tidak berbau
2. Homogenitas : Homogen
3. Uji Kebocoran : Bocor
4.2 PEMBAHASAN
Pada uji organoleptik, sediaan berbentuk setengah padat (salep) tidak
terlalu keras, berwarna putih kekningan dan tidak berbau. Uji ini untuk
melihat terjadinya perubahan fase.
Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui kehomogenan zat
aktif dalam basis, sehingga setiap kali salep tersebut digunakan dosisnya
sama. Selain itu, uji homogenitas ini melihat apakah masih ada partikel obat
yang terlalu kasar yang dapat menimbulkan iritasi pada kulit. Homogenitas
juga dapat dipengaruhi oleh faktor penggerusan yang dilakukan pada saat
pembuatan. Pada uji homogenitas ini, formula salep (Kloramfenikol)
menunjukkan hasil yang homogen di atas kaca objek, tidak terlihat adanya
partikel-partikel kecil yang membuat salep terasa kasar.
Uji Kebocoran dimaksudkan untuk mengetahui kebocoran pada tube.
Pada praktikum ini salep dikemas dalam tube bekas yang telah dibersihkan
melalui bagian bawah tube. Pada uji kebocoran ternyata tube yang
digunakan bocor dimana kertas serap yang digunakan menjadi basah setelah
dilakukan uji kebocoran. hal ini disebabkan karena tidak terampilnya
praktikan dalam membersihkan tube bekas dan tidak terampil dalam melipat
tube.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
a. Salep adalah bentuk sedian setengan padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar.
b. Bahan dasar salep adalah salep hidrokarbon, dimana dasar salep yang
digunakan adalah vaselin album
15
DAFTAR PUSTAKA
16
Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi Kelima. Yogyakarta : UGM
Press
Lachman, L, Lieberman, H, A, dkk. (1994). Teori Dan Praktek Farmasi Industri
Edisi Ketiga. Jakarta : UI Press
Departemen Kesehatan RI. (1978). Formularium Nasional edisi Kedua. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI
C.F. Van Duin, Dr., (1947). Ilmu Resep edisi Kedua. Jakarta : Soeroengan
Moh. Anief, Drs. Apoteker. (2006). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM Pres
17