Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Terdapat adanya teknologi baru yang dapat mempercepat penyelesaian
pelaksanaan proyek secara tepat dalam penggunaan alat, material dan tenaga
kerja yang dibutuhkan sesuai dengan standart pelaksanaan proyek, dengan
biaya digunakan seekonomis mungkin dan mutu yang dapat diandalkan.
Salah satu teknologi baru tersebut adalah penggunaan steel deck sebagai
bekisting permanen pada struktur pelat.
Pada teknologi baru menggunakan steel deck ini diharapkan dapat
membantu percepatan waktu dalam pelaksanaan pengecoran pelat. Dalam hal
ini dapat menguntungkan para konstruktor dibandingkan memakai bekisting
kayu biasa. Namun teknologi penggunaan steel deck ini tidak dimanfaatkan
pada pembangunan gedung SMKN 6 Surabaya. Sehingga didapat waktu yang
cukup panjang dalam pembangunan gedung tersebut. Padahal proses
pembangunan gedung tersebut diminta waktu yang secepatnya, mengingat
fungsi bangunan adalah sebagai tempat kegiatan belajar mengajar yang akan
segera digunakan.
Dengan mengacu pada permasalahan di atas, maka pada Proyek
Pembangunan Gedung SMKN 6 Surabaya kami jadikan sebagai studi kasus
untuk memperoleh alternatif-alternatif baru. Dengan menggunakan metode

steel deck sebagai bekisting permanen dan menggunakan bantuan alat berat,
diharapkan dapat memperoleh alternatif pelaksanaan pekerjaan yang lebih
efisien ditinjau dari segi waktu dan biaya.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan pokok yang terkait dengan perhitungan waktu dan biaya
pada proyek tersebut, antara lain adalah :
1.

Bagaimana dengan penggunaan steel deck pada pengecoran


pelat sebagai alternatif pengganti bekisting kayu.

2.

Bagaimana dengan penggunaan steel deck tersebut membantu


percepatan waktu dan biaya seminimal mungkin.

1.3. Maksud dan Tujuan


1. Dengan penggunaan steel deck pada pengecoran pelat sebagai alternatif
pengganti bekisting kayu diharapkan dapat menguntungkan para
konstruktor.
2. Diharapkan dengan penggunaan steel deck tersebut membantu percepatan
waktu dan biaya seminimal mungkin.
1.4. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam perhitungan ulang ini adalah :
1. Pengecoran pelat lantai dan pelat atap menggunakan steel deck (papan
baja)
2. Pekerjaan struktur utama meliputi pekerjaan pondasi dan struktur atas
dengan mengasumsikan struktur atap pelat beton.

3. Harga dasar yang digunakan dalam perhitungan material dan upah pekerja
sesuai dengan kontrak proyek tersebut.
1.5. Manfaat
Manfaat dari perhitungan ulang pada skripsi ini adalah sebagai bahan
pertimbangan dalam metode pelaksanaan yang menggunakan steel deck
sebagai bekisting permanen pada struktur pelat lantai.

BAB II
TINJAUAN TEORI

Perhitungan Waktu Dan Biaya Pembangunan Gedung SMKN 6 Surabaya


Dengan Menggunakan Steel Deck Pada Struktur Pelat Lantai.
2.1. Definisi :
2.1.1. Waktu
Waktu untuk merencanakan dan melukiskan secara grafis dari
aktifitas pelaksanaan pekerjaan konstruksi dikenal beberapa metode
antara lain :
2.1.1.1. Diagram Balok (Bar Chart)
Alat ukur ini diciptakan oleh Henry Gannt dan
sering disebut dengan nama Gant Bar Chart. Sumbu x
adalah skala waktu sedangka sumbu y adalah aktivitasaktivitas

yang

direncanakan

untuk

pelaksanaannya yang digambarkan

diukur

dengan

garis

waktu
tebal

secara horizontal. Panjang batang tersebut menyatakan


lamanya

suatu

aktivitas dengan waktu awal dan waktu

selesai.
Suatu

proyek

umumnya

mempunyai

suatu

titik

pendahuluan, batas waktu pelaksanaan dan terdiri dari


4

kumpulan tugas-tugas dan aktivitas-aktivitas yang telah


dibuatkan batasannya secara baik dan akhirnya bila
proyek telah selesai diberikan tanda batas akhirnya.

Tabel 2.1 : Contoh Diagram Balok


a. Keuntungan Diagram Balok
Diagram

balok

mempunyai

sejumlah

manfaat

dibandingkan dengan system penjadwalan lainya. Bentuk


grafiknya sederhana dan mudah dimengerti oleh semua
tingkatan manejemen oleh karena itu dapat diterima
secara luas, Demikian juga penggunaannya didalam
pelaksanaan. Juga

merupakan

alat

perencanaan dan

penjadwalan yang luas yang hanya memerlukan sedikit


penyempurnaan

dan pembaharuan dari pada system

system yang lebih canggih.


b. Kelemahan Diagram Balok
Beberapa kelemahan diagram balok dapat antara lain
adalah :
-

Hubungan antara masing-masing aktivitas tidak

dapat dilihat dengan jelas


-

Diagram balok sulit untuk dipergunakan dalam


pekerjaan pengawasan.

Alternatif untuk memperbaiki jadwal pelaksanaan


yang lain tak dapat dibaca pada diagram balok.

Bila

satu

atau

beberapa

aktivitas

mengalami

keterlambatan maka gambaran situasi keseluruhan


proyek sulit untuk diketahui secara tepat.
Masing-masing metode memiliki ciri-ciri sendiri dan
dipakai secara kombinasi pada proyek-proyek konstruksi.
Dasar pemilihan untuk metode-metode tersebut harus
berorientasi pada maksud penggunaannya. Pada dasarnya
suatu

pekerjaan

konstruksi

dipecah-pecah

menjadi

seperangkat pekerjaan-pekerjaan kecil sehingga dapat


dianggap sebagai satu unit pekerjaan yang dapat berdiri
sendiri dan memiliki suatu perkiraan jadwal yang tertentu
2.1.1.2. Precedence Diagram Methode (PDM)
Diagram precedence merupakan penyempurnaan dari
diagram panah, karena diagram panah pada prinsipnya
hanya memakai

satu

jenis hubungan aktivitas

yaitu

hubungan akhir awal (End Start relationship) pada


diagram precedence dapat digambarkan adanya empat
hubungan awal awal (Start to Start). awal akhir (Start -

End), akhir awal (End to Start) dan akhir akhir (End


End). Diagram precedence dapat dibuat dengan node diagram
atau construction block diagram.
Ciri ciri diagram precedence adalah sebagai berikut :
- Aktivitas aktivitas tidak dinyatakan dengan panah
melainkan dimasukkan node, Lingkaran atau kotak.
- Anak panah/garis penghubung tidak mempunyai duration,
sehingga

pada

diagram precedence tidak

diperlukan

aktivitas dummy lagi sehingga diagram menjadi lebih


bersih.
Presedence Diagram Methode adalah jaringan kerja
yang termasuk klasifikasi AON. Disini kegiatan dituliskan di
dalam node yang umumnya berbentuk segi empat, sedangkan
anak panah hanya sebagai petunjuk hubungan antara
kegiatan-kegiatan bersangkutan. Dengan demikian dummy
yang dalam CPM dan PERT merupakan tanda yang penting
untuk menunjukkan hubungan ketergantungan, di dalam
PDM tidak diperlukan. Precedence Diagram Methode dibagi
berdasarkan :
Kegiatan, Peristiwa, dan Atribut
Ruangan dalam node dibagi menjadi kompartemenkompartemen kecil yang berisi keterangan spesifik dari
kegiatan dan peristiwa yang bersangkutan dan dinamakan

atribut. Pengaturan denah (lay out) kopartemen dan


macam serta jumlah atribut yang hendak dicantumkan
bervariasi sesuai keperluan dan keinginan pemakai.
Beberapa atribut yang sering dicantumkan di antaranya
adalah kurun waktu kegiatan (D), identitas kegiatan
(nomor dan nama), mulai dan selesainya kegiatan (ES, LS,
EF, LF, dan lain-lain). Kadang-kadang di dalamkotak node
dibuat kolom kecil sebagai tempat mencantumkan tanda
persen (%) penyelesaian pekerjaan. Kolom ini akan
membantu mempermudah mengamati dan memonitor
progres pelaksanaan kegiatan.

Kegiatan A

Kegiatan B

Kegiatan C

Gambar 2.1 : Contoh Diagram Metode AOA/CPM


1

A 40%

A 60%

B 40%

3
5

B 60%

Gambar 2.2 : Kegiatan-kegiatan dipecah menjadi 40% dan


C 40%

60% bagian.

C 60%

Gambar
Kegiatan
2.3 : Kegiatan
A
Kegiatan
disajikan
B dengan
Kegiatan
metode
C PDM
Nomor dan Nama Kegiatan

Nomor Urut

(A 40% selesai)

Nama
ES Kegiatan

(B 40% selesai)

Kurun Waktu
EF
(D)

Tgl. mulai : ES/LS Kurun waktu : D


Tgl. selesai : ES/LS Float total : F

LS (tanggal)

(tanggal)

a.

LF

Progres Penyelesaian (%)


b.

Gambar 2.4 : Denah yang lazim pada node PDM


Konstrain, Lead, dan Lag
Telah disinggung bahwa pada PDM, anak panah
hanya sebagai penghubung atau memberikan keterangan
hubungan antar kegiatan, dan bukan menyatakan kurun
waktu kegiatan seperti halnya pada CPM. Karena PDM
tidak terbatas pada aturan dasar jaringan kerja CPM
(kegiatan

boleh

mulai

setelah

kegiatan

yang

mendahuluinya selesai), maka hubungan antar kegiatan


berkembang menjadi beberapa kemungkinan berupa
konstrain.

Konstrain

menunjukkan

hubungan

antar

kegiatan dengan satu garis dari node terdahulu ke node


berikutnya.
Satu konstrain hanya dapat menghubungkan dua
node. Karena setiap node memiliki dua ujung yaitu ujung
awal atau mulai = (S) dan ujung akhir = (F), maka ada 4
macam konstrain yaituawal ke awal (SS), awal ke akhir
(SF), akhir ke akhir (FF), akhir ke awal (FS). Pada garis
konstrain

dibubuhkan

penjelasan

mengenai

waktu

mendahului (lead) atau terlambat tertunda (lag).


Bila kegiatan (i) mendahului (j) dan satuan waktu adalah
hari, maka penjelasan labih lanjut adalah sebagai berikut :
a) Konstrain Selesai ke Mulai (FS)

Konstrain ini memberikan penjelasan hubungan


antara mulainya suatu kegiatan dengan selesainya
kegiatan terdahulu. Dirumuskan sebagai FS(i-j) = a
yang berarti kegiatan (j) mulai a hari, setelah kegiatan
yang mendahuluinya (i) selesai.

Konstrain FS
Gambar 2.5 : Contoh Konstrain FS

Kegiatan (i)

Kegiatan (j)

b) Konstrain Mulai ke Mulai FS


(SS)
(i-j) = a
Konstrain ini memberikan penjelasan hubungan
antara mulainya suatu kegiatan dengan mulainya
kegiatan terdahulu. Dirumuskan sebagai SS(i-j) = b
yang berarti suatu kegiatan (j) mulai setelah b hari
kegiatan terdahulu (i) mulai.

Konstrain SS
Kegiatan
Gambar (i)
2.6 : Contoh Konstrain SS
c) Konstrain Selesai ke Selesai (FF)
Konstrain ini memberikan penjelasan
hubungan
Kegiatan
(j)

SS (i-j) = b

antara selesainya suatu kegiatan dengan selesainya


kegiatan terdahulu. Dirumuskan sebagai FF(i-j) = c
yang berarti suatu kegiatan (j) selesai setelah c hari
kegiatan terdahulu (i) selesai.
Konstrain FF
Kegiatan (i)

FF (i-j) = c

Kegiatan (j)FF
Gambar 2.7 : Contoh Konstrain

10

d) Konstrain Mulai ke Selesai (SF)


Konstrain ini memberikan penjelasan hubungan
antara selesainya suatu kegiatan dengan mulainya
kegiatan terdahulu. Dirumuskan sebagai SF(i-j) = d
yang berarti suatu kegiatan (j) selasai d hari kegiatan (i)
terdahulu mulai.
Konstrain SF
Kegiatan (i)

Gambar 2.8 : Contoh Konstrain SF


SF (i-j) = d

2.1.2. Biaya
Kegiatan (j)

Rencana anggaran biaya suatu bangunan atau proyek adalah


perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah
serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan
bangunan atau proyek tersebut. Pada dasarnya anggaran biaya ini
merupakan bagian terpenting dalam menyelenggarakan pembuatan
bangunan itu. Membuat anggaran biaya berarti menaksir atau
memperkirakan harga dari suatu barang, bangunan atau benda
(Sumber: Ibrahim, 2001).
Dalam menyusun anggaran biaya dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara anggaran biaya teliti. Anggaran biaya teliti ialah
bangunan atau proyek yang dihitung dengan teliti dan cermat, sesuai
dengan ketentuan dan syarat-syarat penyusunan anggaran biaya.
Penyusunan

anggaran

biaya

yang

dihitung

dengan

teliti
11

didasarkan/didukung oleh bestek, gambar bestek dan harga satuan


pekerjaan
2.1.2.1. Perhitungan Anggaran Biaya
Terdiri Dari 5 Hal Pokok, Yaitu :
a. Menghitung banyaknya bahan yang dipakai dan harganya
(Sumber: Lock, 1990)
b. Menghitung jam kerja buruh (jumlah dan harga) yang
diperlukan (Sumber: Austen dan Neale, 1984)
c. Menghitung jenis dan banyaknya peralatan (Sumber:
Austen dan Neale, 1984)
d. Menghitung biaya-biaya yang tidak terduga perlu diadakan
(Sumber: Lock, 1990)
e. Menghitung prosentase keuntungan, waktu, tempat dan
jenis pekerjaan
2.1.2.2. Tahap-Tahap Penyusunan RAB
Dalam penyusunan RAB proyek terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu:
1. Bill of Quantity (BQ)
2. Analisa biaya konstruksi (SNI)
3. Harga Satuan Pekerjaan (HSP)
4. Rencana Anggaran Biaya (RAB)
5. Rekapitulasi

12

2.1.2.3. Harga Satuan Pokok


Pengertiannya adalah jumlah harga bahan dan upah,
tenaga kerja berdasarkan perhitungan analisis. Harga bahan
didapatkan dari harga di pasaran dan dikumpulkan dalam
suatu daftar yang disebut Daftar Harga Satuan Bahan. Untuk
upah tenaga kerja didapatkan dilokasi dikumpulkan dan
dicatat dalam satu daftar yang disebut Daftar Harga Satuan
Upah.
Sebelum menyusun dan menghitung harga satuan
pekerjaan seseorang harus mampu menguasai cara pemakaian
analisa BOW (Burgerlijke Openbare Werken) ialah suatu
ketentuan yang ditetapkan Dir BOW tanggal 23 Pebruari
1921 jaman pemerintahan Belanda. Analisa BOW digunakan
untuk proyek padat karya dengan alat konvensional, karena
sudah tidak relevan dengan kebutuhan pembangunan. Namun
demikian masih dipergunakan sebagai pedoman dalam
penyusunan anggaran biaya.
Harga Analisa = koef BOW x harga satuan upah/material
(Rencana dan estimate real of cost,H. Bahtiar Ibrahim, hal 134)

Untuk perhitungan rancangan anggaran biaya cara secara


umum bisa disimpulkan sebagai berikut:
RAB = ( Volume x Harga Satuan Pekerjaan )

13

(Rencana dan estimate real of cost, H. Bahtiar Ibrahim, hal 165)

Untuk mencari prosentase bobot pekerjaan dengan :


PBP = Volume x Harga satuan x 100 %
Harga Bangunan
(Rencana dan estimate real of cost, H. Bahtiar Ibrahim, hal 169)

2.1.3. Steel Deck


Steel deck merupakan pengganti bekisting kayu yang dipasang
secara permanen pada pelat. Serta metode pemasangannya dianggap
lebih mudah daripada menggunakan bekisting kayu. Penggunaan steel
deck ini diharapkan dapat mempercepat waktu pembuatan pelat lantai
maupun atap secara konvensional.
2.1.3.1. Cara Pemasangan
Lembaran steel deck diletakan diatas balok-balok
pemikul (beam), baik diatas kostruksi beton maupun pada
konstruksi baja, kemudian segera dimatikan/dipakukan atau
di-las, jika perletakan di atas kostruksi baja. Hal tersebut
untuk menghindari dari geseran perletakan lembaran steel
deck pada kedudukannya.
Cara perletakan steel deck pada umumnya minimum 5
cm dari bibir balok pemikul.Untuk sambungan arah
memanjang ,jarak perletakan steel deck satu dengan lainnya
diusahakan

seminimal

mungkin.

Usahakan

perletakan
14

lembaran Steel Deck bisa menutup dua atau tiga bentangan


balok pemikul (continuous span), agar lebih praktis dan
menghemat waktu baik dalam pemasangan maupun dalam
pengangkutan.
Lembaran Steel Deck pada waktu beton masih basah
berfungsi sebagai bekisting dan merupakan lantai kerja paling
aman

bagi

pekerja

lainnya.Tapi

hindarkan

terjadinya

pemusatan beban diatas lembaran steel deck yang belum


berfungsi tersebut. Disarankan, gunakanlah papan balok kayu
untuk lintasan jalan para pekerja.

Gambar 2.9 : Lembaran Steel Deck Dan Detail Potongan


1. IMW STEEL DECK 1000 innovasi dari IMW yang
merupakan penyempurnaan dari Floor Deck yang ada
dipasaran,dengan kelebihan pemakaian beton material
yang lebih ekonomis.
2. IMW STEEL DECK 1000 lebih cepat dan lebih mudah
dalam pemasangan, baik pada konstruksi beton ataupun
pada konstruksi baja.
3. IMW STEEL DECK 1000 lebih efisien dalam waktu
pemasangan dengan material yang lebih lebar.
Spesifikasi Bahan :

15

Bahan Dasar

: Baja High Tensile G550 Tegangan


leleh minimum 5500kg/cm

Lapis Lindung

: Hot Dip Galvanized

Tebal Coating

: Z22 (220gr/m)

Tebal Standart

: 0.75 (TCT/m), (7 kg/m) 1.05


(TCT), (10 kg/m)

Standart Bahan

: ASTM A 653 SNI 070132-95

Tinggi Gelombang

: 50mm

Lebar Efektif

: 1000 mm

16

2.1.4. Pelat Konvensional (Bekisting Kayu)


Pada pekerjaan proyek konstruksi terutama pekerjaan struktur
beton bertulang, kayu diperlukan sebagai bahan utama pembuatan
bekisting untuk membentuk dimensi beton. Bekisting ini akan
membentuk dimensi elemen struktur kolom, balok, plat, dinding,
listplank, dan lain-lain sesuai dengan dimensi rencana. Sejauh ini di
Indonesia, material yang digunakan sebagai bekisting terutama adalah
kayu. Kayu pada bekisting digunakan sebagai konstruksi penahan
beban sementara dan sebagai pembentuk dimensi atau permukaan
elemen struktur beton bertulang.

Gambar 2.10 : Struktur Pelat Menggunakan Bekisting Kayu


2.1.4.1. Syarat Bekisting Kayu
- Kuat
- Kokoh / stabil
- Tidak bocor
- Mudah dibongkar
- Ekonomis
- Bersih

17

2.1.4.2. Bagian-Bagian Konstruksi Bekisting Kayu


Bagian acuan :
a. Cetakan
b. Gelagar balok
c. Gelagar untuk cetakan lantai/pengaku cetakan balok.
d. Papan penjepit cetakan.
2.1.4.3. Bahan Yang Digunakan
a. Kayu
b. Multipleks
c. Paku
d. Benang.
2.1.4.4. Bahan Pelepas Cetakan
Berfungsi untuk mempermudah pelepasan atau mengurangi
daya lekat antara cetakan dan beton.
Bahan-bahan yang digunakan :
a. Minyak Pelumas
b. Meni
c. Air
d. Kapur
e. Plastik
2.1.4.5. Pemakuan

18

- Pemakuan yang berhubungan langsung dengan cetakan


berfungsi sebagai pegangan agar tidak bergeser, shg
pemakuan hanya sedikit saja dan panjang paku tidak
terlalu panjang
- Untuk pemakuan yang lain minimal dua buah paku dan
dibuat tidak segaris
2.1.4.6. Pembongkaran
- Pembongkaran dilakukan bila umur beton telah mencapai
cukup umur ( 28 hari )
- Pada cetakan samping pembongkaran bisa dilakukan lebih
dahulu dari pada cetakan bawah.
2.1.4.7. Type Pekerjaan Bekisting
1. Sistem konvensional / tradisional
- Banyak bahan terbuang
- Tenaga kerja banyak
- Waktu kerja lama
- Pemakaian berulang terbatas
2. Sistem penuh / pabrikan
- Biaya investasi tinggi
- Umur pemakaian lama
- Multiguna dan dilengkapi dengan gambar sistem

BAB III

19

METODOLOGI

3.1. Metode Penulisan Skripsi


Berikut ini diagram alur penelitihan :
LATAR BELAKANG

MAKSUD DAN TUJUAN

PERMASALAHAN

PENGUMPULAN DATA

Data Primer

Data Skunder

1. Obsevarsi (pengumpulan data)


2. Dokumentasi (table)

1. Tinjauan Teori
2. Peraturan2 setempat

METODE PENELITIAN

ANALISA

KESIMPULAN SARAN

Gambar 3.1 : Diagram Penulisan Skripsi


3.2. Tahap Persiapan
20

Tahap persiapan dilakukan survei awal tentang apa dan bagaimana


pelaksanaan konstruksi pembangunan gedung SMKN 6 Surabaya.
3.3. Tahap Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data yang dilakukan sebagai berikut :
a. Data Primer
Data primer yang di ambil dalam pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi : mengumpulkan data tentang steel deck dan bekisting
konvensional (kayu) sebagai perbandingan.
2. Dokumentasi
3. Wawancara
b. Data Sekunder
1. SNI Beton
2. Network Planning / Precedence Diagram Methode (PDM)
3. Analisa BOW (Anggaran Biaya)

21

BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa
Pada pelaksanaan pelat konvensional, jenis item pekerjaan yang
dilakukan

yaitu pekerjaan cor beton

ready

mix

K-225,

pekerjaan

pembesian wiremesh, pekerjaan pembesian balok, pekerjaan pasang dan


bongkar bekisting pelat dan balok, serta pekerjaan pasang dan bongkar
scaffolding balok dan pelat. Peralatan yang digunakan yaitu concrete pump
dan scaffolding. Sebelum perhitungan biaya pelaksanaan pelat, dilakukan
analisa harga satuan masing-masing item pekerjaan, sehingga didapat total
biaya pengerjaan pelat konvensional lantai 1 (satu), 2 (dua) dan atap sebesar
Rp.938.689.833. Perhitungan analisa biaya pekerjaan pelat konvensional
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Pada pelaksanaan pelat metal deck, jenis item pekerjaan yang
dilakukan yaitu pekerjaan pelat smartdek dan end stop, pekerjaan cor
beton read y mix K-225, pekerjaan pembesian wiremesh pelat lantai,
pekerjaan pembesian balok, pekerjaan pasang dan bongkar bekisting
balok, pekerjaan temporary support, serta pekerjaan pasang dan bongkar
scaffolding balok.
Peralatan yang digunakan yaitu concrete pump dan scaffolding.

22

Sebelum analisa biaya pelaksanaan pelat, dilakukan analisa harga satuan


masing-masing item pekerjaan. Didapat total biaya pengerjaan pelat steel
deck sebesar Rp.758.321.069. Perhitungan analisa biaya pekerjaan

pelat

metal deck dapat dilihat pada Tabel 4.4. Dari hasil analisa biaya diperoleh
biaya pelaksanaan pelat lantai 1, 2 dan atap dengan metode konvensional
pada

proyek

pembangunan

gedung

SMKN

Rp.938.689.833. Sedangkan biaya pelaksanaan

Surabaya

adalah

pelat lantai 1, 2 dan atap

menggunakan steel deck adalah Rp.758.321.069.

4.2. Analisa Biaya


Data harga satuan material dan upah beserta analisanya didasarkan pada
kontrak proyek tersebut.
Perbandingan perhitungan volume dan harga antara plat konvensional dan
steel deck.
Pekerjaan pembetonan plat lantai :

No.

Uraian

Bondek

Harga
Satuan

Luas

Konvensional

Perbandingan Harga (Rp)

(m2)

t (m)

V (m3)

t (m)

V (m3)

Rp.

Konv.

Bondek

Plat Lt.1

630

0.12

75.60

0.10

63.00

737.072

55.722.617

46.435.514

Plat Lt. 2

630

0.12

75.60

0.10

63.00

737.072

55.722.617

46.435.514

Plat t.Atap

650

0.10

65.00

0.10

65.00

737.072

47.909.657

47.909.657

159.354.891

140.780.685

Total

216.20

191.00

Tabel 4.1. : Analisa biaya pekerjaan pembetonan plat lantai

Pekerjaan bekisting plat lantai :


23

No.

Uraian

Harga Satuan
Konv.
Bondek
Rp.
Rp.

Luas
(m2)

1
2
3

Plat Lt. 1
Plat Lt. 2
Plat Lt. Atap

630
630
650

124,690
124,690
124,690

Perbandingan Harga
Konv.
Bondek
Rp.
Rp.

295,370
295,370
295,370

Total

78,554,732
78,554,732
81,048,533

186,082,873
186,082,873
191,990,266

238,157,996

564,156,012

Tabel 4.2. : Analisa biaya pekerjaan bekisting plat lantai


Pekerjaan pembesian plat lantai :
No.

Uraian

1
2

Konvensional
Bondex

Luas
m2

Konvensional
Rasio

V (m3)

299,25

216,20
27.949,93

1.910,00

Harga
Satuan
(Rp)

Perbandingan Harga ( Rp)

8.364

541.176.947

Konv.

Bondex

53.384.372

Tabel 4.3. : Analisa biaya pekerjaan pembesian plat lantai


Rekapitulasi
No.

1
2
3

Uraian

Harga (Rp)
Konvensional
Bondex

Deviasi

Beton
Bekisting
Besi

159.354.891
238.157.996
541.176.947

140.780.685
564.156.012
53.384.372

18.574.206
-325.998.017
487.792.575

Total

938.689.833

758.321.069

180.368.764

Tabel 4.4. : Analisa pebandingan biaya pekerjaan plat lantai steel deck
dengan bekisting konvensional

24

4.3. Analisa Waktu


Untuk menganalisa waktu pekerjaan pelat beton bekisting konvensional
dan pelat beton menggunakan steel deck dilakukan kajian atau studi literature
agar diperoleh waktu yang efisien diantara kedua metode pelaksanaan
tersebut.
4.3.1. Analisa Waktu Pelat Beton Bekisting Konvensional
Luas area zona

: 630 m2

Tebal pelat

: 12 cm

Volume beton

: 630 m2 x 0,12 m3/m2

= 75,60 m3

Berat besi beton

: 630 m2 x 13,76 kg/m2

= 8.668,80 kg

Jumlah batang besi

: 8.668,80 kg / 7,4 1 batang = 12 m x


0,617 kg/m = 1.172 batang besi dia.10 mm

Luas Bekisting

: 630 m2 x 0,83

= 522,9 m2

Pekerja yang dipekerjakan adalah :


a. Tukang bekisting
= 24 orang
b. Tukang besi
= 10 orang
c. Tukang cor
= 6 orang
Waktu Yang Digunakan Untuk Melaksanakan Pelat Beton Adalah :
a. Pekerjaan bekisting pelat.
- Produktifitas tenaga kerja menyetel bekisting tiap 10 m2 = 5 jam
(522,90 / 10) x 5 jam= 261,45 jam / 24
= 10,89 jam
- Produktifitas tenaga kerja memasang bekisting tiap 10 m2 = 3 jam
(522,90 / 10) x 3 jam= 156,87 jam / 24
= 6,54 jam
- Produktifitas tenaga kerja membuka dan membersihkan bekisting
tiap 10 m2 = 3 jam
(522,90 / 10) x 3 jam= 156,87 jam / 24
= 6,54 jam
Waktu yang dibutuhkan untuk penyetelan, pemasangan,
pembongkaran dan pembersihan bekisting pelat adalah :

25

(10,89 jam + 6,54 jam + 6,54 jam) = 23,97 jam


b. Fabrikasi dan pasang pembesian pelat lantai :
- Produktifitas tenaga kerja membengkok besi dia.10 mm, 100
bengkokan = 2 jam
(1.172 / 100) x 2 jam
= 23,44 jam / 10
= 2,34 jam
- Produktifitas tenaga kerja membuat kait besi dia.10 mm, 100 kait
= 3 jam
(1.172 / 100) x 3 jam

= 35,16 jam / 10

= 3,52 jam

- Produktifitas tenaga kerja memasang besi dia.10 mm, 100 kait = 7


jam
(1.172 / 100) x 7 jam

= 82,04 jam / 10

= 8,20 jam

Waktu yang dibutuhkan untuk fabrikasi pemasangan pembesian


pelat adalah :
(2,34 jam + 3,52 jam + 8,20 jam) = 14,06 jam
c. Pengecoran pelat lantai
- Produktifitas tenaga kerja memasang beton structural adalah 5,24
jam
(75,60 / 6,59)
= 11,47 jam
Waktu yang dibutuhkan untuk pengecoran pelat adalah 11,47
jam
Jadi Total waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
pelat lantai adala (23,97 jam + 14,06 jam + 11,47 jam) = 49,5 jam
Tabel 4.5. : Bar Cart Pekerjaan Pelat Beton Bekisting Konvensional
No.

Uraian Pekerjaan

10

15

20

Jam ke25 30

35

40

45

26

50

Pekerjaan bekisting pelat

Pekerjaan pembesian pelat

Pekerjaan pengecoran
pelat

Sumber olah data masing masing pekerjaan


Pada proyek pembangunan gedung SMKN 6 Surabaya untuk 1 hari
kerja = 8 jam, jadi untuk penyelesaian 49,5 jam = 6,18 ~ 7 hari

4.3.2. Analisa Waktu Pelat Beton Steel Deck


Luas area zona

: 630 m2

Tebal pelat

: 10 cm

Volume beton

: 630 m2 x 0,10 m3/m2

= 63,00 m3

Berat besi beton

: 630 m2 x 2,01 kg/m2

= 1.266,30 kg

Jumlah batang besi

: 1.266,30 kg/7,4 1 batang = 12 m x


0,617 kg/m

= 172 batang besi dia.10 mm

Luas Bekisting

: 630 m2 x 0,83

= 522,90 m2

Luas Wiremesh M5

: 630 m2 x 1,00 m2

= 630,00 m2

Pekerja yang dipekerjakan adalah :


a. Tukang bekisting
b. Tukang besi
c. Tukang cor

= 24 orang
= 10 orang
= 6 orang

Tabel 4.6. : Upah tukang 1 hari = 5 jam kerja efektif


No.
1

Uraian
Pekerja

Upah / Hari
Rp.
40.000

27

Tukang

50.000

Kepala tukang

50.000

Mandor

60.000

Sumber dari harga kontrak proyek


Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan pelat beton dengan
bekisting steel deck adalah :
a. Pekerjaan pasang pelat steel deck
Untuk mendapatkan waktu penyelesaiannya akan diperhitungkan
nilai manhournya dan produktifitasnya.
Contoh : dari tabel 4.3.2. Indeks upah tukang untuk pekerjaan pelat
steel deck didapat :
- Pekerja 0,050 OH
- Tukang 0,030 OH
- Mandor 0,010 OH
1 hari = 5 jam kerja efektif
Untuk 1 m2 pelat steel deck = (0,05 x (Rp.40.000/Rp.50.000)) +
(0,03) + (0,01 x (Rp.60.000/Rp.50.000)) = 0,082 manday tukang
= 0,082 x 5 jam = 0,41 manhour tukang
1 / 0,082 = 12,19 m2 / manday atau 12,19 / 5 = 2,43 m2/jam
Jadi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaiakan pekerjaan pelat
steel deck adalah :
(522,90 m2 / 2,43 m2/jam) / 24 tukang = 8,96 jam
b. Fabrikasi dan pasang pembesian dia.10 mm pelat lantai.
- Produktifitas tenaga kerja membuat kait besi dia.10 mm, 100 kait
= 1,2 jam.
(172 batang / 100) x 1,2 = 2,064 jam / 10 = 0,21 jam

28

- Produktifitas tenaga kerja memasang besi dia.10 mm, 100 batang


= 3,5 jam.
(172 batang / 100) x 3,5 = 6,02 jam / 10 = 0,60 jam
Waktu

yang

dibutuhkan untuk fabrikasi dan pemasangan

pembesian dia.10 mm pelat adalah (0,21 jam + 0,60 jam) = 1,1 jam
c. Pasang wiremesh M5
Untuk mendapatkan

waktu

untuk

penyelesaiannya

akan

diperhitungkan nilai manhournya dan produktifitasnya.


Contoh : Dari table 4.3.2. Indeks upah tukang untuk 10 kg
pekerjaan wiremesh didapat :
- Pekerja
= 0,025 OH
- Tukang
= 0,025 OH
- Kepala tukang
= 0,002 OH
- Mandor
= 0,001 OH
1 hari = 5 jam kerja efektif
1 m2 wiremesh M5 = 2,13 kg
Untuk 1 kg wiremesh = (0,025 x (Rp.40.000/Rp.50.000)) + (0,025)
+ (0,002) + (0,001 x (Rp.60.000/Rp.50.000)) = 0,048 manday
tukang
= 0,048 x 5 jam = 0,24 manhour tukang
= 10 / 0,048 = 208,33 kg/manday atau 208,33 kg / 5 = 41,67 kg/jam
Jadi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
wiremesh adalah
((630,00 m2 x 2,13 kg) / 41,67 kg/jam) / 10 tukang = 3,22 jam
d. Pengecoran pelat lantai
- Produktifitas tenaga kerja pengecoran beton = 5,24 jam.
(63,00 m3 / 5,24 m3/jam) = 12,03 jam / 6 = 2,01 jam
Jadi Total waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian pekerjaan
pelat beton steel deck adalah :
(8,96 jam + 1,1 jam + 3,22 jam + 2,01 jam) = 15,28 jam / 8 jam
= 1,91 ~ 2 hari

29

Tabel 4.7. : Bar Cart Pekerjaan Pelat Beton Bekisting Steel Deck
No.

Uraian Pekerjaan

Pekerjaan pasang plat steel


deck
Pekerjaan pembesian pelat
dia.10 mm
Pekerjaan pembesian
wiremesh M5
Pekerjaan pengecoran
pelat

2
3
4

10

15

20

Jam ke25 30

35

40

45

50

Dari total waktu masing-masing metode pekerjaan tersebut didapat


selisih waktu antara keduanya yaitu sebagai berikut:
A. Waktu pelat beton konvensional
: 6,18 hari
B. Waktu pelat beton steel deck
: 1,91 hari
Selisih waktu pekerjaan
4,27 hari
Selisih prosentase waktu pelat beton steel deck dengan pelat beton
konvensional adalah :
=

x 100% = 69,09 %

Jadi untuk waktu pelaksanaan pengerjaan pelat beton dengan


menggunakan steel deck lebih cepat 69,09% daripada menggunakan
metode bekisting konvensional.

30

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dalam pengerjaan proyek ini dianalisa perbandingan biaya dan waktu
dari pekerjaan bekisting dengan menggunakan metode konvensional/kayu
dan dengan metode hard slab yaitu steel deck. Dapat kita ketahui bahwa
dengan menggunakan metode bekisting steel deck biayanya lebih murah
sebesar

Rp.758.321.069

daripada

menggunakan

metode

bekisting

konvensional yaitu sebesar Rp.938.683.833


Untuk waktu pengerjaan pun dengan tenaga yang sama jumlahnya
yaitu 24 orang tukang bekisting, 10 orang tukang besi dan 6 orang tukang cor
maka durasi penyelesaian pekerjaan lebih cepat dengan menggunakan steel
deck yaitu 2 hari daripada bekisting konvensional selama 7 hari.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan diantarannya yaitu :
1. Untuk hasil yang ekonomis , penentuan dimensi ditentukan dari tegangan
suatu dimensi profil yang mendekati tegangan ijin dan dinilai aman.
2. Penentuan dimensi rencana untuk konstruksi harus memperhatikan
ketentuan minimum yang boleh digunakan, karena berpengaruh pada
faktor keamanan dalam penggunaan bangunan tersebut.
3. Dalam memilih metode bekisting, selain perhitungan dan analisa tersebut
di atas, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan seperti lokasi dan

31

lingkungan. Sehingga dalam pemilihannya diharapkan kita diharapkan


tepat.

32

DAFTAR PUSTAKA

Hardi, Santoso Ir, Tabel Profil Konstruksi Baja.


Departemen Pekerjaan Umum, Pedoman Perencanaan Bangunan Baja Untuk
Gedung, Yayasan LPMB, Bandung, 1984
Departemen Pekerjaan Umum, Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk
Gedung,

Ditjen Cipta Karya Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan,

Bandung, 1983.
V. Sunggono, KH, Buku Teknik Sipil, Nove, Bandung, 1995
Bustranan, Z.Lambri, Daftar Untuk Konstruksi Baja, Cetakan keenambelas,
PT.Pradnya Paramita, Jakarta, 1992.
Ibrahim H, Bachtiar, Rencana dan Estimate Real of Cost, Cetakan 3, Bumi
aksara, 2001.
Ervianto, Wulfram I, Teori Aplikasi Manajemen Proyek Konstruksi, Edisi I,
Andi, Jogjakarta, 2004.
Mukomoko J.A Ir, Dasar Penyusunan Anggaran Biaya Bangunan, Cetakan ke
enambelas, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2007.

33

Departemen Pekerjaan Umum, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk


Bangunan Gedung/ SK SNI T-15-1991-03, Cetakan pertama, Yayasan Lembaga
Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung, 1991.
Kusuma Giodeon H. Ir. Vis W.C.Ir. Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang,
Jakarta Erlangga, 1993
Soedrajat S, A, Ir, 1994. Analisa (cara modern) Anggaran Biaya Pelaksanaan
lanjutan. Bandung : Nova.
R Sutjipto, Nugraha Paulus dan Natan Ishak. 1985. Manajemen Proyek
Konstruksi 1. Surabaya : Kartika Yudha.
R Sutjipto, Nugraha Paulus dan Natan Ishak. 1985. Manajemen Proyek
Konstruksi 2. Surabaya : Kartika Yudha.

34

Anda mungkin juga menyukai