Reaksi simpang makanan (Adverse food reactions) Istilah umum untuk reaksi yang
tidak diinginkan terhadap makanan yang ditelan. Reaksi ini dapat merupakan reaksi
sekunder terhadap alergi makanan (hipersensitifitas) atau intoleransi makanan.
Allergy makanan (Food Allergy) Alergi makanan adalah reaksi imunologik yang
menyimpang. Sebagian besar reaksi ini melalui reaksi hipersensitifitas tipe 1.
Disamping tanda dan gejala alergi yang berkaitan dengan organ tubuh manusia, terdapat
beberapa tanda umum pada penderita alergi. Menurut Richard Mackarness tahun 1992
berpendapat terdapat 5 gejala kunci pada alergi dewasa adalah :
1. Berat badan yang berlebihan atau sebaliknya berat badan kurang.
2. Kelelahan terus menerus dalam beberapa saat dan tidak lenyap walaupun telah
beristirahat.
3. Terjadi pembengkakan di sekitar mata, tangan, abdomen, pergelangan kaki.
4. Denyut jantung yang cepat dan berdebar-debar, khususnya setelah makan
5. Keringat yang berlebihan walaupun tidak berolahraga.
Kriteria tersebut berlaku bila dokter tidak menemukan penyebab atau gangguan penyakit lain
yang mengakibatkan gejala tersebut.
Adapun manifestasi klinik alergi pada dewasa dapat dilihat pada daftar di bawah. Bila terdapat 3
gejala atau lebih pada beberapa organ, tanpa diketahui penyebab pasti keluhan tersebut maka
kecurigaan mengalami reaksi alergi semakin besar.
ORGAN/SISTEM
TUBUH
Sistem Pernapasan
Sistem Pembuluh Darah dan jantung Palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka ke merahan),
nyeri dada, pingsan, tekanan darah rendah, denyut jantung
meningkat, skipped beats, hot flashes, pallor; tangan
hangat, kedinginan, kesemutan, redness or blueness of
hands; pseudo-heart attack pain (nyeri dada mirip
sertangan jantung); nyeri dada depan, tangan kiri, bahu,
leher, rahang hingga menjalar di pergelangan tangan.
Vaskulitis (sering lebam kebiruan seperti bekas terbentur
padahal bukan terbentur pada daerah lengan atas dan
lengan bawah)
Sistem Pencernaan
Kulit
Sistem Hormonal
11 Mata
References:
Eseverri JL, Cozzo M, Marin AM, Botey J. Epidemiology and chronology of allergic
diseases and their risk factors. Allergol Immunopathol (Madr). 1998;26(3):90-97.
Stubner UP, Gruber D, Berger UE, Toth J, Marks B, Huber J, Horak F.The
influence of female sex hormones on nasal reactivity in seasonal allergic rhinitis.
Joyce DP, Chapman KR, Balter M, Kesten S. Asthma and allergy avoidance
knowledge and behavior in postpartum women. Ann Allergy Asthma Immunol.
1997;79(1):35-42.
Frederick JK. Food intolerance and food allergy. Scweiz Med Wochenschr.
1999;129(24):9280933.
merupakan reaksi alergi murni, tetapi banyak dokter atau masyarakat awam menggunakan istilah
alergi makanan untuk semua reaksi yang tidak diinginkan dari makanan, baik yang imunologik
atau non imunologik. Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy of Allergy and
immunology,The National Institute of Allergy and infections disease yaitu
Reaksi simpang makanan (Adverse food reactions) Istilah umum untuk reaksi yang
tidak diinginkan terhadap makanan yang ditelan. Reaksi ini dapat merupakan reaksi
sekunder terhadap alergi makanan (hipersensitifitas) atau intoleransi makanan.
Allergy makanan (Food Allergy) Alergi makanan adalah reaksi imunologik yang
menyimpang. Sebagian besar reaksi ini melalui reaksi hipersensitifitas tipe 1.
Disamping tanda dan gejala alergi yang berkaitan dengan organ tubuh manusia, terdapat
beberapa tanda umum pada penderita alergi. Menurut Richard Mackarness tahun 1992
berpendapat terdapat 5 gejala kunci pada alergi dewasa adalah :
1. Berat badan yang berlebihan atau sebaliknya berat badan kurang.
2. Kelelahan terus menerus dalam beberapa saat dan tidak lenyap walaupun telah
beristirahat.
3. Terjadi pembengkakan di sekitar mata, tangan, abdomen, pergelangan kaki.
4. Denyut jantung yang cepat dan berdebar-debar, khususnya setelah makan
5. Keringat yang berlebihan walaupun tidak berolahraga.
Kriteria tersebut berlaku bila dokter tidak menemukan penyebab atau gangguan penyakit lain
yang mengakibatkan gejala tersebut.
Adapun manifestasi klinik alergi pada dewasa dapat dilihat pada daftar di bawah. Bila terdapat 3
gejala atau lebih pada beberapa organ, tanpa diketahui penyebab pasti keluhan tersebut maka
kecurigaan mengalami reaksi alergi semakin besar.
ORGAN/SISTEM
TUBUH
1
Sistem Pernapasan
Sistem Pembuluh Darah dan jantung Palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka ke merahan),
nyeri dada, pingsan, tekanan darah rendah, denyut jantung
meningkat, skipped beats, hot flashes, pallor; tangan
hangat, kedinginan, kesemutan, redness or blueness of
hands; pseudo-heart attack pain (nyeri dada mirip
sertangan jantung); nyeri dada depan, tangan kiri, bahu,
leher, rahang hingga menjalar di pergelangan tangan.
Vaskulitis (sering lebam kebiruan seperti bekas terbentur
padahal bukan terbentur pada daerah lengan atas dan
lengan bawah)
Sistem Pencernaan
Kulit
bawah
6
Sistem Hormonal
Mengalami Gizi Ganda : bisa kurus, sulit naik berat badan atau kegemukan. Pada
kesulitan kenaikkan erat badan sering disertai kesulitamn makan dan nafsu makan
kurang. Sebaliknya pada kegemukan sering mengalami nafsu makan berlebihan
Kesulitan Makan dan gangguan Makan : Nafsu makan buruk atau gangguan
mengunyah menelan
Kepala,telapak kaki atau tangan sering teraba hangat. Berkeringat berlebihan meski
dingin (malam atau ac). Keringat berbau.
Daya tahan menurun sering sakit demam, batuk, pilek setiap bulan bahkan
sebulan 2 kali. (normal sakit seharusnya 2-3 bulan sekali). Karena sering sakit
berakibat Tonsilitis kronis (AMANDEL MEMBESAR), atau sinusitis hindari
operasi amandel yang tidak perlu atau mengalami Infeksi Telinga Waspadai dan
hindari efek samping PEMAKAIAN OBAT ANTIBIOTIKA TERLALU SERING.
GANGGUAN TIDUR : Sulit untuk memulai tidur malam atau tidur larut malam ,
Tidur bolak-balik. Berbicara,tertawa,berteriak atau berjalan saat tidur, Mendadak
terbangun duduk saat tidur kemudian tidur lagi, Mimpi buruk, beradu gigi atau
gigi gemeretak atau bruxism
.
.
BERBAGAI GANGGUAN YANG BELUM DIKETAHUI SEBABNYA ATAU
berbagai GANGGUAN AUTO IMUN LAINNYA SERING DIPERBERAT
KARENA MANIFESTASI ALERGI. Menurut berbagai penelitian berbagai gangguan
ini dapat diperberat karena alergi dan hipersensitifitas makanan. Tetapi alergi atau
hipersensitifitas makanan bukan sebagai penyebabnya.
Lupus
Fibromialgia
Multipel Sklerosis
Rematoid Artritis
Psoriasis
Epilepsi
Autism
ADHD
PENANGANAN
Penyebab utama adalah reaksi makanan tertentu tetapi dampaknya ringan. Namun saat
yang ringan tersebut tidak dicermati akan diperberat oleh pemicu paling sering adalah
infeksi virus atau fluyang sering tidak terdeteksi dan diabaikan oleh dokter sekalipun.
Bila hal itu penyebabnya maka setelah 5 hari akan membaik. Tetapi akan timbul lagi bila
terkena infeksi virus lagi bila di rumah ada yang sakit lagi
Bila berbagai gangguan bila disertai manifestasi alergi lainnya sangat mungkin alergi
makanan berperanan sebagai penyebabnya.
Penanganan terbaik pada penderita alergi makanan dengan gangguan tersebut adalah
adalah dengan menghindari makanan penyebabnya. Pemberian obat anti alergi dan obat
untuk saluran cerna penghilang rasa sakit dalam jangka panjang adalah bukti kegagalan
dalam mengidentifikasi makanan penyebab alergi.
Ikuti langkah-langkah dalam Tes Alergi Makanan : Challenge Tes Eliminasi Provokasi
Makanan Terbuka
Obat-obatan simtomatis seperti anti diare, anti histamine (AH1 dan AH2), ketotifen,
ketotofen, kortikosteroid, serta inhibitor sintesaseprostaglandin hanya dapat mengurangi
gejala sementara bahkan dalam keadaan tertentu seringkali tidak bermanfaat, umumnya
mempunyai efisiensi rendah. Sedangkan penggunaan imunoterapi dan natrium
kromogilat peroral masih menjadi kontroversi hingga sekarang.
References:
Eseverri JL, Cozzo M, Marin AM, Botey J. Epidemiology and chronology of allergic
diseases and their risk factors. Allergol Immunopathol (Madr). 1998;26(3):90-97.
Stubner UP, Gruber D, Berger UE, Toth J, Marks B, Huber J, Horak F.The
influence of female sex hormones on nasal reactivity in seasonal allergic rhinitis.
Joyce DP, Chapman KR, Balter M, Kesten S. Asthma and allergy avoidance
knowledge and behavior in postpartum women. Ann Allergy Asthma Immunol.
1997;79(1):35-42.
Frederick JK. Food intolerance and food allergy. Scweiz Med Wochenschr.
1999;129(24):9280933.
lebih dominan sensitif saluran cerna anak lainnya lebih dominan sensitif kulit sedangkan anak
lainnya lebih dominan sensitif saluran napas. Pada individu tertentu pada satu keluarga atau bayi
kembar, sama sensitif kulitnynya tetapi anak satu kulitnya lebih sensitif tetapi anak lainnya
manifestasinya lebih ringan. Begitu juga dengan gangguan sensitif lainnya , sama-sama
mempunyai sensitif saluran cerna tetapi anak yang satu sulit BAB tetapi anak lainnya sering
muntah. Demikian juga sensitif saluran napas, anak yang satu kalau flu lebih dominan gangguan
hidung sedangkan anak lainnya gangguan batuk atau dahaknya lebih banyak sehingga harus
diinhalasi atau diuap.
Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy of Allergy and immunology,The National
Institute of Allergy and infections disease yaitu
Reaksi simpang makanan (Adverse food reactions) Istilah umum untuk reaksi yang
tidak diinginkan terhadap makanan yang ditelan. Reaksi ini dapat merupakan reaksi
sekunder terhadap alergi makanan (hipersensitifitas) atau intoleransi makanan.
Allergy makanan (Food Allergy) Alergi makanan adalah reaksi imunologik yang
menyimpang. Sebagian besar reaksi ini melalui reaksi hipersensitifitas tipe 1.
Adapun beberapa manifestasi klinis alergi sesuai dengan fenotip tertentu adalah sebagai
berikut
Mudah terkena flu, hidung buntu dan sering bersin. Beresiko terjadi sinusitis
terutama setelah usia 5 tahun.
Sebagaian besar kasus disertai sensitif kulit di lengan atas sering bruntusan kecil-kecil
Sebagian besar kasus disertai gangguan sensitif saluran cerna khusus nyeri perut dan sulit
BAB.
Pada usia 0 6 tahun napas berbunyi grok-grok atau hipersekresi bronkus dan mudah
bersin. Saluran napas khususnya bronkitis alergi dan asma dengan gejala sesak dan
batuk berulang. Bila sakit infeksi saluran napas dahaknya berlebihan sehingga seringkali
memerlukan inbhalasi.
Terdapat dua kelompok besar, Tipikal asmatik pra sekolah dan Tipikal Asmatik murni
Terdapat dua kelompok besar, Tipikal asmatik pra sekolah. Sebagian kelompok terjadi
sesak, timbul wheezing atau mengi sebelum pra sekolah. Pada kasus ini bila batuk sering
dahaknya berlebihan dan sering dilakukan inhalasi saat batuk. Setelah usia 5-7 tahun
sebagian besar kasus sesak membaik, tetapi sebagian kecil kasus menteap tetapi sesak
sangat ringan sekakil tetapi hidung lebih sensitif.
Tipikal Asmatik murni: pada kelompok ini sesak, timbul wheezing atau mengi justru
timbul setelah usia 5 12 tahun. Setelah usia SMP sesak berkurang tetapi mulai terjadi
sensitif hidung atau rinitis alergi
Disertai saluran cerna sensitif : sering muntah, nyeri perut dan gangguan buang air besar ,
bisa konstipasi atau sering BAB. Sensitif kulit sering gatal, merah seperti digigit nyamuk
dan gangguan sensitif kulit lainnya.
Saluran Cerna sensitif : Gastrooesepageal refluks, sering muntah, nyeri perut dan
gangguan buang air besar , bisa konstipasi atau sering BAB.
Sensitif kulit sering gatal, merah seperti digigit nyamuk dan gangguan sensitif kulit
lainnya.
Daya tahan tubuh tidak baik, mudah sakit batuk dan pilek, dan disertai sulit makan dan
gangguan mengunyah menelan.
Sebagioan besar kasus berat badan sangat gemuk dan sebagian terjadi kegemukan.
sebagian kecil terjadi gangguankenaikkan berat badan pada usia sebelum 3-5 tahun.
Beberapa kasus disertai gangguan keterlambatan bicara yang sebagian besar membaik
setelah usia 2 tahun. Tetapi berganti sensitif hidung atau rinitis alergi tetapi terjadi lebih
ringan dibandingkan tipe 2 (rinitis). Sebagian besar kasus mudah mengalami minisan atau
hidung berdarah
Sensitif kulit sering gatal, merah seperti digigit nyamuk dan gangguan sensitif kulit
lainnya. Pada usia 0-9 bulan terjadi dermatitis atopi pada pipi dan daerah popok sering
kemerahan. Pada usia 1-5 tahun kulit sensitif berpindah ke tangan dan kaki seperti digigit
nyamuk dan kulit kering.
Saluran Cerna sedikit sensitif : sering konstipasi atau sulit buang air besar atau sebagian
kecil lainnya sering BAB.
Daya tahan tubuh relatif baik jarang mengalami batuk dan pilek. Tetapi sebagian kecil
kasus daya tahan tubuh tidak baik mudah batuk dan pilek teruitama kelompok anak kulit
sensitif disertai gangguan muntah dan mual. Anak tidak bisa diam , sangat lincah dan
emosi sangat tinggi
Sensitif kulit sering gatal, tangan dan kaki seperti digigit nyamuk dan kulit kering.
Saluran Cerna sedikit sensitif : sering konstipasi atau sulit buang air besar atau sebagian
kecil lainnya sering BAB.
Daya tahan tubuh relatif baik jarang mengalami batuk dan pilek. Tetapi sebagian kecil
kasus daya tahan tubuh tidak baik mudah batuk dan pilek teruitama kelompok anak kulit
sensitif disertai gangguan muntah dan mual. Anak tidak bisa diam , sangat lincah dan
emosi sangat tinggi
Pada kelompok ini biasanya terjadi bukan pada penderita alergi murni tetapi pednerita
hipersenbsitifitas saluran cerna yang tanda dan gejalannya mirip dengan penderita alergi.
Kelompok penderita seperti ini biasanya bila dilakukan pemeriksaan IgE atau petanda
alergi biasanya negatif. Kelompok ini sering terjadi pada penderita selkiak, intoleransi
laktosa atau hipersensitifitas saluran cerna lainnya.
Usia 0-5 tahun : Saluran Cerna sensitif : sering muntah, nyeri perut dan gangguan buang
air besar , bisa konstipasi atau sering BAB. Sensitif kulit sering gatal, merah seperti
digigit nyamuk dan gangguan sensitif kulit lainnya. Pada usia 0 6 tahun napas berbunyi
grok-grok atau hipersekresi bronkus.
Usia 6 12 tahun : Saluran napas khususnya bronkitis alergi dan asma dengan gejala
sesak dan batuk berulang. Sudah mulai terjadi sensitif hidung atau rinitis alergi
Usia 13 tahun hingga dewasa: Asma berkurang tetapi berganti hidung lebih sensitif
sering bersin, sinustis. Saluran cerna dan kulit gangguan berkurang
Usia 0-5 tahun : Saluran Cerna sensitif : sering muntah, nyeri perut dan gangguan buang
air besar , bisa konstipasi atau sering BAB. Sensitif kulit sering gatal, merah seperti
digigit nyamuk dan gangguan sensitif kulit lainnya. Daya tahan tubuh tidak baik, mudah
sakit batuk dan pilek, dan disertai sulit makan dan gangguan mengunyah menelan.
Beberapa kasus disertai gangguan keterlambatan bicara yang sebagian besar membaik
setelah usia 2 tahun.
Usia 6 12 tahun : Saluran cerna masih sensitif tetapi sudah jauh membaik, gangguan
muntah jauh membaik tetapi kadangkala masih timbul gangguan nyeri perut dan mual
khususnya pada pagi hari. Keluhan mual akan membaik saat usia 7-8 tahun. Daya tahan
tubuh membaik dan gangguan kesulitan makan dan gangguan mengunyah menelan sudah
semakin membaik. Pada usia ini mulai sering disertai gangguan sakit kepala
dan gangguan konsentrasi sekolah. Tetapi berganti sensitif hidung atau rinitis alergi tetapi
terjadi lebih ringan dibandingkan tipe 2 (rinitis)
Usia 13 tahun hingga dewasa: Gangguan pencernaan sebagian besar kasus menetap
hingga dewasa, Sebagian besar kasus mengalami jerawat ringan saat usia setelah 12
tahun. Jerawat ringan akan menetap pada usia dewasa dan sering terjadi peri oral
dermatitis jerawat atau sensitif kulit khususnya sekitar mulut terutama di bawah bibir
bawah atau dagu. Sebagia kasus hidung sensitif mudah bersin tetapi lebih ringan
dibandingkan tipe 2 (rinitis)
Usia 0-5 tahun : Sensitif kulit sering gatal, merah seperti digigit nyamuk dan gangguan
sensitif kulit lainnya. Pada usia 0-9 bulan terjadi dermatitis atopi pada pipi dan daerah
popok sering kemerahan. Pada usia 1-5 tahun kulit sensitif berpindah ke tangan dan kaki
seperti digigit nyamuk dan kulit kering. Saluran Cerna sedikit sensitif : sering konstipasi
atau sulit buang air besar atau sebagian kecil lainnya sering BAB. Daya tahan tubuh
relatif baik jarang mengalami batuk dan pilek. Tetapi sebagian kecil kasus daya tahan
tubuh tidak baik mudah batuk dan pilek teruitama kelompok anak kulit sensitif disertai
gangguanmuntah dan mual. Anak tidak bisa diam , sangat lincah dan emosi sangat tinggi
Usia 6 12 tahun : Pada usia ini sebagian kasus gangguan kulit berpindah ke paha
bagian belakang, lipatan tangan dan lipatan kaki. Tetapi berganti sensitif hidung atau
rinitis alergi tetapi terjadi lebih ringan dibandingkan tipe 2 (rinitis)
Usia 13 tahun hingga dewasa: Pada usia ini sebagian kasus gangguan kulit berpindah ke
paha bagian belakang, lipatan tangan dan lipatan kaki. Timbul jerawat berlebihan pada
muka di sekitar mulut. Tetapi sebagian besar kasus kulitnya membaik tetapi sebagian
kecil kasus menetap hingga dewasa.
o Usia 6 12 tahun : Sensitif kulit dan saluran cerna berkurang tetapi berganti
lebih dominan sensitif hidung atau rinitis alergi. Mudah terkena flu, hidung buntu
dan sering bersin. Berat badan relatif sedikit membaik, nafsu makan sudah relatifg
jarang terganggu. Pada sebgian anak bertambah gemuk. Sebagian anak tetap sulit
gemuk tetapi sudah semakin membaik.
o Usia 13 tahun hingga dewasa: Pada anak tertentu akan membaik atau gemuik
saat usia-usia tertentu. Hidung sensitif sedikit berkurang tetapi sebagian kelompok
kasus menetap hingga dewasa. Saluran cerna dan kulit gangguan berkurang.
Tetapi sebagian besar kasus mengalami jerawat ringan saat usia setelah 12 tahun
dan sensitif kulit di lengan atas bagian luar sering bruntusan kecil-kecil.
permasalahan tersebut belum banyak terungkap dan diperhatikan. Gangguan tersebut tampaknya
sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak penderita asma yang sudah
banyak mengalami gangguan sistem pernapasan. Selama ini yang diungkapkan tentang asma
mungkin hanya seputar patofisiologi, manifestasi klinis, pengobatan dan pencegahan.
Asma adalah penyakit yang mempunyai banyak faktor penyebab. Yang paling sering karena
faktor atopi atau alergi. Penyakit ini sangat berkaitan dengan penyakit keturunan. Bila salah satu
atau kedua orang tua, kakek atau nenek anak menderita astma bisa diturunkan ke anak. Faktorfaktor penyebab dan pemicu asma antara lain debu rumah dengan tungaunya, bulu binatang, asap
rokok, asap obat nyamuk, dan lain-lain. Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti
susu sapi, ikan laut, buah-buahan, kacang juga dianggap berpernanan penyebab asma. Polusi
lingkungan berupa peningkatan penetrasi ozon, sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksid (NOX),
partikel buangan diesel, partikel asal polusi (PM10) dihasilkan oleh industri dan kendaraan
bermotor. Kondisi lain yang dapat memicu atau memperberat timbulnya asma adalah aktifitas,
penyakit infeksi, emosi atau stres
Ternyata penderita asma mengalami berbagai gangguan penyerta yang sering diabaikan dan
dianggap gangguan yang terpisah. Sehingga penanganan gangguan penyerta tersebut juga
sering dilakukan terpisah. Bila hal ini terjadi sering terjadi kesalahan dalam mengidentifikasi
penyebab dan penanganan gangguan asma dan gangguan penyertanya. Padahal bila
penanganan penyebab asma diidentifikasi dan dihindari dapat memperbaiki berbagai gangguan
penyerta yang ada secara bersamaan
10 Gangguan Penyerta Asma Yang Sering Diabaikan
Reaksi Anafilaksis Penderita asma lebih beresiko mengalami terjadi reaksi anafilaksis
fatal akibat alergi makanan yang dapat mengancam jiwa. Makanan yang terutama sering
mengakibatkan reaksi yang fatal tersebut adalah kacang, ikan laut dan telor. Manifestasi
klinis reaksi makanan yang fatal adalah timbulnya gangguan pernapasan (sesak,
wheezing) dan gangguan vaskular (pingsan, gangguan kesadaran, hipotensi hingga syok).
Di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 150 anak meninggal karena reaksi alergi makanan
yang fatal ini
Gangguan kualitas hidup Asma yang tidak ditangani dengan baik dapat mengganggu
kualitas hidup anak berupa hambatan aktivitas 30 persen, dibanding 5 persen pada anak
non-asma. Asma menyebabkan kehilangan 16 persen hari sekolah pada anak-anak di
Asia, 34 persen di Eropa, dan 40 persen di Amerika Serikat
Gangguan Gizi Ganda Penderita alergi dan asma sering dikaitkan dengan gangguan gizi
ganda pada anak. Gizi ganda dapat menimbulkan obesitas atau bahkan sebaliknya terjadi
malnutrisi. Penelitian yang dilakukan oleh Erika von Mutius dkk dari University
Childrens Hospital, Munich, Germany menyebutkan bahwa BMI tampaknya merupakan
factor resiko independent pada terjadinya asma. Sebaliknya didapatkan penelitian pada
penderita asma terdapat resiko gangguan pertumbuhan tinggi badan. Sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Baum mengungkapkan penderita asma sering terjadi peningkatan
platelet-activating factor (PAF) yang ternyata dapat menghambat produksi PGE2 dalam
osteoblast. Prostaglandin E2 (PGE2) adalah salah satu faktor lokal yang berperanan
penting untuk pertumbuhan tulang5. Ellul dalam penelitiannya mengungkapkan
keterkaitan asma dan penyakit celiac pada anak. Secara bermakna didapatkan kenaikkan
resiko terjadinya asma pada penderita celiac. Celiac adalah gangguan saluran yang tidak
dapat mencerna kandungan gluten dan sejenisnya. Manifestasi klinis yang timbul adalah
gangguan saluran cerna, dermatitis herpertiformis dan gagal tumbuh
Overdiagnosis dan overtreatment Sering dijumpai bahwa penderita asma pada anak
mendapatkan overdiagnosis atau overtreatment. Tidak jarang ditemui penderita asma
yang didiagnosis dan diobati sebagai tuberkulosis dan saat mengalami infeksi saluran
napas atas sering didiagnosis pnemoni hanya berdasarkan foto rontgen dada. Hasil foto
rontgen asma, brnkitis, pnemoni dan tuberkulosis kadang hampir mirip karena terjadi
peningkatan gambaran infiltrat paru. Bila tidak cermat maka maka sering terjadi
overdiagnosis penyakit lainnya pada kasus asma
Mudah terkena infeksi batuk pilek Pada penderita asma sering mengalami keadaan
daya tahan yang tidak optimal, relatif mudah terkena infeksi. Infeksi yang sering terjadi
adalah infeksi saluran napas berulang berupa flu, faringitis, tonsilitis, sinusitis, dan
infeksi saluran napas akut lainnya. Tetapi yang harus lebih dikawatirkan adalah
meningkatnya resiko untuk terjadinya efek samping akibat pemberian obat. Tak jarang
penderita asma mendapatkan pengobatan yang menyimpang, seperti pemberian
antibiotika, anti alergi atau korticosteroid peroral berlebihan dan dalam jangka waktu
yang lama. Dalam keadaan sakit berulang penderita asma, dapat berakibat terjadinya
tonsilitis kronis (amandel membesar), nyeri telinga (otalgia), sinusitis
Manifestasi Klinis Lain Asma adalah salah satu manifestasi gangguan alergi. Keluhan
alergi sering sangat misterius, sering berulang, berubah-ubah datang dan pergi tidak
menentu. Kadang minggu ini sakit tenggorokan, minggu berikutnya sakit kepala, pekan
depannya sesak selanjutrnya sulit makan hingga berminggu-minggu. Bagaimana
keluhan yang berubah-ubah dan misterius itu terjadi. Ahli alergi modern berpendapat
serangan alergi atas dasar target organ (organ sasaran).Reaksi alergi yang dapat
menggganggu beberapa sistem dan organ tubuh anak dapat menyertai penderita asma.
Organ tubuh atau sistem tubuh tertentu mengalami gangguan atau serangan lebih
banyak dari organ yang lain. Mengapa berbeda, hingga saat ini masih belum banyak
terungkap. Gejala tergantung dari organ atau sistem tubuh, bisa terpengaruh bisa
melemah. Penderita asma juga sering disertai gangguan alergi pada organ tubuh yang
lain seperti sering disertai hay fever, rinitis, sinusitis, dermatitis, conjungtivitis, migrain
dan gangguan hormonal. Pada gangguan saluran kencing didapatkan gejala sering
kencing, sistitis atau bedwetting. Gangguan saluran cerna yang sering didapatkan adalah
mudah mual dan muntah, Gastroesofageal refluk, Irritabel Bowel Syndrome, nyeri perut
berulang, konstipasi dan gangguan saluran cerna lainnya. Pada sistem otot dan tulang
didapatkan keluhan myalgia atau artralgia pada kaki, tangan, atau pada leher dan nyeri
dada (pseudo heart attack). Pada gangguan sistem vaskular didapatkan gejala palpitasi,
mudah pingsan, kolap dan hipotensi.
Gangguan Perilaku Tak terkecuali ternyata otak ataupun susunan saraf pusat ternyata
dapat terganggu oleh reaksi alergi atau asma. Reaksi alergi dengan berbagai manifestasi
klinik ke sistem susunan saraf pusat dapat mengganggu neuroanatomi dan
neurofungsional, Selanjutnya akan mengganggu perkembangan dan perilaku pada anak.
Beberapa gangguan perilaku yang pernah dilaporkan pada penderita alergi juga pernah
dilaporkan pada penderita asma. Banyak penelitian juga menyebutkan gangguan
perilaku seperti gangguan emosi, gangguan konsentrasi, agresif, gangguan tidur dan
gangguan perilaku buruk lainnya sering menyertai penderita asma pada usia anak. Pada
tes kepribadian dapat terlihat bahwa pasien-pasien asma lebih bersifat mengutamakan
tindakan fisik, lebih sulit menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial, dan mempunyai
mekanisme defensif yang kurang baik. Jumlah serangan alergi yang dilaporkan oleh
pasien ternyata berhubungan dengan meningkatnya kecemasan, depresi, kesulitan
berkonsentrasi, dan kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Reichenberg
K mengadakan pengamatan pada anak penderita asma usia 7-9 tahun, didapatkan
gangguan emosi dan gangguan perilaku lainnya. Jill S Halterman, dari the University of
Rochester School of Medicine di Rochester, New York, melaporkan penderita asma di
usia sekolah lebih sering didapatkan perilaku sosial yang negatif seperti mengganggu,
berkelahi atau melukai teman lainnya. Sebaliknya juga didapatkan perilaku pemalu dan
mudah cemas. Bahkan peneliti terbaru lainnya mengungkapkan bahwa penderita asma
berpotensi untuk terjadi gangguan kejiwaan, seperti depresi dan sebagainya.
Didapatkan penelitian yang mengejutkan yang dilakukan Croen. Maternal asma atau
asma saat kehamilan ternyata bisa meningkatkan resiko terjadinya autis pada anak yang
dilahirkan. Penelitian ini dilakukan terhadap 88.000 anak pada tahun 1995 1999 di
North California
Gangguan tidur Banyak laporan penelitian yang juga mengungkapkan bahwa pada
penderita asma juga disertai gangguan tidur. Gangguan biasanya ditandai dengan awal
jam tidur yang larut malam, tidur sering gelisah, sering mengigau, menangis dan
berteriak. Tengah malam sering terjaga tidurnya hingga pagi hari atau mimpi buruk
pada malam hari
Tampaknya banyak fakta dan penelitian yang ternyata mengungkapkan bahwa penderita asma
selain mengalami gangguan pada penyakit di paru-parunya juga mengalami manifestasi lain
pada gangguan beberapa organ tubuh dan gangguan perilaku. Meskipun demikian beberapa
fenomena tersebut masih harus memerlukan penelitian lebih lanjut. Melihat demikian
kompleksnya masalah kesehatan yang mungkin bisa terjadi maka tindakan pencegahan asma
sejak dini bahkan sejak di dalam kandungan harus mulai dilakukan.
Penanganan
Berpindah dokter ahli atau spesialis lainnya. Faktanya gangguan penyerta tersebut
seringkali ditangani secara terpisah oleh banyak dokter dengan keahlian berbeda dan
dianggap sebagai kejadian yang tidak berkaitan dengan gangguan asmanya. Misalnya
seorang asma dengan disertai gangguan migrain, sering sakit kepala, sinusitis, amandel
membesar, gangguan berat badan kurang, gangguan kulit, sering sakit perut, tidak bisa
diam, gangguan konsentrasi secara bersamaan dan gangguan perilaku. Seringkali
gangguan asma ditangani dokter dokter paru, sinusitis dan amandel membesar
diperiksakan dokter THT, gangguan kenaikklan berat badan ditangani dokter gizi,
gangguan pencernaan dikonsultasikan ke ahli gastroentrologi, gangguan kulit dibawa ke
dokter kulit. Gangguan migrain dan sakit kepala dikonsultasikan ke dokter saraf dan
gangguan perilaku ke psikiater atau ke dokter tumbuh kembang. Memang tidak salah bila
melakukan konsultasi ke berbagai dokter ahli tersebut. Tetapi saat berbagai gangguan
tersebut dianggap sebagai gangguan terpisah maka seringkali terjadi kesalahan dalam
diagnosis dan penanganannya.
Tes alergi yang sering mengacaukan. Untuk memastikan penyebab alergi makanan,
Gold Standart atau standar baku emas diagnosis alergi makanan adalah DBPCFC (Double
Blind Placebo Chalenge Food Control). Tetapi karena relatif rumit timbul beberapa
modifikasi Chalenge test atau eliminasi provokasi makanan yang kelihatan mudah tetapi
sulit ini seringkali tidak pernah dilakukan oleh klinisi dan sebagian ahli alergi untuk
memastikan penyebab alergi makanan.Kesalahan tersering dalam melakukan pencarian
penyebab alergi makanan pada asma adalah kesalahan dalam melakukan interpretasi tes
alergi. Tes kulit alergi hanya bisa mendeteksi reaksi alergi tipe cepat seperti debu, tungau
atau mungkin sebagian kecil makanan. Sebagian besar penyebab alergi makanan tidak
bisa terdeteksi dengan tes alergi. Sedangkan tes lainya seperti bioresonansi, tes IgE4
(dikirim ke Amerika), tes bandul, tes mata, tes rambut sampai saat ini tidak
direkomendfasikan oleh berbagai institusi alergi Internasional karena tidak terbukti
manfaat dan kebenarannya secara ilmiah. Karena saat dilakukan tes alergi, makan sering
hasilnya negatif. Maka makanan langsung diabaikan sebagai penyebab. Hal inilah yang
menjadikan bahwa makanan diabaikan sebagai penyebab dalam memperberat
kekambuhan Asma
Alergi Makanan Sering Dibaikan Alergi Makanan sering dilaporkan sebagai penyebab
pada kekambuhan asma. Tetapi faktanya makanan sering diabaikan sebagai penyebab
kekambuhan asma. Bila penderita asma mengalami hipersensitif sdaluran cerna dengan
gejala mudah mual dan muntah, Gastroesofageal refluk, Irritabel Bowel Syndrome, nyeri
perut berulang, konstipasi dan gangguan saluran cerna lainnya maka makanan harus
dicurigai sebagai penyebab utama. Ternyata saat dilakukan intervensi eliminasi provokasi
makanan gangguan asma membaik disertai perbaikan pada gejala penyertanya lainnya.
Kulit sensitif. Sering timbul bintik atau bisul kemerahan terutama di pipi, telinga dan
daerah yang tertutup popok. Kerak di daerah rambut.Timbul bekas hitam seperti tergigit
nyamuk. Mata, telinga dan daerah sekitar rambut sering gatal, disertai pembesaran
kelenjar di kepala belakang. Kotoran telinga berlebihan kadang sedikit berbau.
Kuning Timbul kuning tinggi atau kuning bayi baru lahir berkepanjangan seharusnya
setelah 2 minggu menghilang sering disebut Breastfeeding Jaundice (kuning karena ASI
mengandung hormon pregnandiol). Seringkali jadi pertanyaan mengapa sebagian besar
bayi dengan ASI tidak mengalami kuning berkepanjangan. Setelah usia 6 telapak tangan
dan kaki kadang berwarna kuning, sampai saat ini seringkali dianggap karena terlalu
banyak makan wortel atau kelebihan vitamin A padahal selama ini hipotesa itu hanya
sekedar dugaaan dan belum pernah dibuktikan dengan pemeriksaan darah. Kuning
berkepanjangan meningkat pada bayi bisa sering terjadi pada bayi dengan gangguan
saluran cerna dengan keluhan obstipasi (sering ngeden/mulet) dan konstipasi. Bila
dicermati saat gangguan saluran cerna meningkat kuning semkai terlihat jelas dan
sebaliknya saat saluran cerna membaik kuning menghilang.
Mulut hipersensitif. Lidah sering timbul putih kadang sulit dibedakan dengan jamur
(candidiasis) atau memang kadang juga disertai infeksi jamur. Bibir tampak kering atau
kadang pada beberapa bayi bibir bagian tengah berwarna lebih gelap atau biru. Produksi
air liur meningkat, sehingga sering ngeces (drooling) biasanya disertai bayi sering
menjulurkan lidah keluar atau menyembur-nyemburkan ludah dari mulut.
Sesak Saat Baru lahir. Sesak segera setelah lahir. Sesak bayi baru lahir hingga saat usia
3 hari, biasanya akan membaik paling lama 7-10 hari. Disertai kelenjar thimus membesar
(TRDN (Transient respiratory ditress Syndrome) /TTNB). BILA BERAT SEPERTI
PARU-PARU TIDAK MENGEMBANG (LIKE RDS). Bayi usia cukup bulan (9 bulan)
secara teori tidak mungkin terjadi paru2 yang belum mengembang. Paru tidak
mengembang hanya terjadi pada bayi usia kehamilan < 35 minggu) Bayi seperti ini
menurut penelitian beresiko asma (sering batuk/bila batuk sering dahak berlebihan )
sebelum usia prasekolah. Keluhan ini sering dianggap infeksi paru atau terminum air
ketuban.
Hidung Sensitif. Sering bersin, pilek, kotoran hidung banyak, kepala sering miring ke
salah satu sisi (Sehingga beresiko kepala peyang) karena hidung buntu, atau minum
dominan hanya satu sisi bagian payudara. Karena hidung buntu dan bernapas dengan
mulut waktu minum ASI sering tersedak
Mata Sensitif. Mata sering berair atau sering timbul kotoran mata (belekan) salah satu
sisi atau kedua sisi.
Berat Badan Berlebihan atau kurang. Karena minum yang berlebihan atau sering
minta minum berakibat berat badan lebih dan kegemukan (umur <1tahun). Sebaliknya
terjadi berat badan turun setelah usia 4-6 bulan, karena makan dan minum berkurang
Saluran kencing. Kencing warna merah atau oranye (orange) denagna sedikit bentukan
kristal yang menempel di papok atau diapers . Hal ini sering dianggap inmfeksi saluran
kencing, saat diperiksa urine seringkali normal bukan disebabkan karena darah.
Gangguan Sulit Makan dan Gangguan Kenaikkan Berat Badan. Pada bayi berusia di
atas 6 bulan dengan keluhan sering mual, BAB ngeden atau sulit, BAB > 3 kali seringkali
mengakibatkan kesulitan makan atau makan hanya sedikit yang mengakibatkan gangguan
kenaikkan berat badan dan sering mengalami daya tahan tubuh menurun sejak usia 6
bulan. Pada usia sebelum 6 bulan kenaikkan pesat tetapi setelah usia 6 bulan kenaikkan
relatif datar. Pada penderita hipersensitifitas non alergi (non atopi) biasa nya ghangguan
berat badan dan sulit makan lebih tidak ringan dan timbul sejak usia sebelum 6 bulan
tetapi setelah 6 bulan lebih buruk
PROBLEM MINUM ASI : minum berlebihan, berat berlebihan karena bayi sering
menangis dianggap haus. Haus palsu adalah tampilan bayi sering menangis, mulutnya
sering seperti mau ngempeng atau mencari puting tampak sucking refleks berlebihan
dirangsang pipinya sedikit sudah seperti mencari puting. Hal itu belum tentu karena haus
atau bukan karena ASI kurang. Pada bayi alergi yang sering rewel seringkali saluran
cernanya sedikit sakit sehingga bila ada perasaan tidak nyaman bayi akan sering seperti
ngempeng atau minta digendong. Sering menggigit puting sehingga luka. Minum ASI
sering tersedak, karena hidung buntu dan napas dengan mulut. Minum ASI lebih sebentar
pada satu sisi,`karena satu sisi hidung buntu, jangka panjang bisa berakibat payudara
besar sebelah.
GANGGUAN NEURO ANATOMIS : Mudah kaget bila ada suara yang mengganggu.
Gerakan tangan, kaki dan bibir sering gemetar. Kaki sering dijulurkan lurus dan kaku.
Breath Holding spell : bila menangis napas berhenti beberapa detik kadang disertai sikter
bibir biru dan tangan kaku. Mata sering juling (strabismus). Kejang tanpa disertai
ganggguan EEG (EEG normal)
GERAKAN MOTORIK BERLEBIHAN Usia < 1 bulan sudah bisa miring atau
membalikkan badan. Usia < 6 bulan: mata/kepala bayi sering melihat ke atas. Tangan dan
kaki bergerak berlebihan, tidak bisa diselimuti (dibedong). Kepala sering digerakkan
secara kaku ke belakang, sehingga posisi badan bayi mlengkung ke luar. Bila
digendomg tidak senang dalam posisi tidur, tetapi lebih suka posisi berdiri.Usia > 6 bulan
bila digendong sering minta turun atau sering bergerak/sering menggerakkan kepala dan
badan atas ke belakang, memukul dan membentur benturkan kepala. Kadang timbul
kepala sering bergoyang atau mengeleng-gelengkan kepala. Sering kebentur kepala atau
jatuh dari tempat tidur.
AGRESIF MENINGKAT, pada usia lebih 6 bulan sering memukul muka atau menarik
rambut orang yang menggendong. Sering menarik puting susu ibu dengan gusi atau gigi,
menggigit, menjilat tangan atau punggung orang yang menggendong. Sering menggigit
puting susu ibu bagi bayi yang minum ASI, Setelah usia 4 bulan sering secara berlebihan
memasukkan sesuatu ke mulut. Tampak anak sering memasukkan ke dua tangan atau kaki
ke dalam mulut. Tampak gampang seperti gemes atau menggeram
EMOSI MENINGKAT, sering menangis, berteriak dan bila minta minum susu sering
terburu-buru tidak sabaran. Sering berteriak dibandingkan mengiceh terutama saat usia 6
bulan
Memperberat ADHD dab Autis. Jangka panjang akan memperberat gangguan perilaku
tertentu bila anak mengalami bakat genetik seperti ADHD (hiperaktif) dan AUTIS
(hiperaktif, keterlambatan bicara, gangguan sosialisasi). Tetapi alergi bukan penyebab
Autis tetapi hanya memperberat. Penderita alergi dengan otak yang normal atau tidak
punya bakat Autis tidak akan pernah menjadi Autis.
Gejala alergi pada bayi selain makanan justru paling sering seringkali diperberat saat sakit atau
terjadi oleh infeksi berupa infeksi virus, bakteri atau infeksi lainnya. Paling sering di antaranya
adalah infeksi virus. Pada bayi tanda dan gejala infeksi virus ringan ini lebih sulit dikenali.
Biasanya hanya berupa badan sumer teraba hangat hanya di kepala, telapak tangan dan badan
bila diukur suhu normal. Biasanya disertai bersin, batuk sekali-sekali dan pada anak bayi tertentu
nafas bunyi grok-grok. Flu pada bayi jarang sekali menimbulkan hidung meler biasanya hanya
basah sedikit di sekitar hidung atau batuk sekali-sekali karena refleks batuk pada bayi basih
belum sempurna. Bahkan sebagian dokter menilai gejala infeksi virus tersebut dianggap
sebagai gejala alergi.Pada keadaan sakit seperti itu biasanya ada kontak yang sakit flu, demam,
batuk atau infeksi virus ringan lainnya di dalam di rumah. Sayangnya orangtua juga sering tidak
menyadari bahwa selama ini sering terkena infeksi virus yang gejalanya tidak khas tersebut.
Gejala infeksi virus yang ringan yang dialami oleh penderita dewasa berupa badan ngilu, terasa
pegal,nyeri tenggorokan atau kadang disertai sakit kepala. Gejala ringan, tidak khas dan cepat
membaik ini sering dianggap gejala mau flu tidak jadi, masuk angin, kurang tidur, panas
dalam atau kecapekan
PENYEBAB ALERGI MAKANAN PADA BAYI
dan bakteri masuk ke dalam tubuh. Dengan pertambahan usia, ketidakmatangan saluran cerna
tersebut semakin membaik. Biasanya setelah 2 tahun saluran cerna tersebut berangsur membaik.
Hal ini juga yang mengakibatkan penderita alergi sering sakit pada usia sebelum 2 tahun.
Fenomena tersebut juga menunjukkan bahwa sewaktu bayi atau usia anak mengalami alergi
makanan tetapi dalam pertambahan usia membaik.
Gejala dan tanda karena reaksi alergi pada anak dapat ditimbulkan oleh adanya alergen dari
beberapa makanan tertentu yang dikonsumsi bayi. Penyebab alergi di dalam makanan adalah
protein, glikoprotein atau polipeptida dengan berat molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas
dan tahan ensim proteolitik. Sebagian besar alergen pada makanan adalah glikoprotein dan
berkisar antara 14.000 sampai 40.000 dalton. Molekul-molekul kecil lainnya juga dapat
menimbulkan kepekaan (sensitisasi) baik secara langsung atau melalui mekanisme haptencarrier.
Susu sapi dianggap sebagai penyebab alergi makanan pada bayi yang paling sering. Beberapa
penelitian di beberapa negara di dunia prevalensi alergi susu sapi pada anak dalam tahun pertama
kehidupan sekitar 2%. Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak
organ dan system tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap susu sapi. Reaksi hipersensitif
terhadap protein susu sapi dengan keterlibatan mekanisme sistem imun. Reaksi simpang
makanan yang tidak melibatkan mekanisme sistem imun dikenal sebagai intoleransi susu. Sekitar
1-7% bayi pada umumnya menderita alergi terhadap protein yang terdapat dalam susu sapi.
Sedangkan sekitar 80% susu formula bayi yang beredar di pasaran ternyata menggunakan bahan
dasar susu sapi. Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan
system tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap susu sapi. Reaksi hipersensitif terhadap
protein susu sapi dengan keterlibatan mekanisme sistem imun. Alergi terhadap protein susu sapi
atau alergi terhadap susu formula yang mengandung protein susu sapi merupakan suatu keadaan
dimana seseorang memiliki sistem reaksi kekebalan tubuh yang abnormal terhadap protein yang
terdapat dalam susu sapi. Sistem kekebalan tubuh bayi akan melawan protein yang terdapat
dalam susu sapi sehingga gejala-gejala reaksi alergi pun akan muncul.
Pada bayi yang hanya mendapatkan ASI eksklusif maka diet yang dikonsumsi ibu sangat
berpotensi menimbulkan gangguan alergi. Diet ibu yang sangat berpotensi menimbulkan
gangguan pada bayi yang paling sering adalah ikan laut (terutama yang kecil seperti udang,
kerang, cumi dan sebagainya), kacang tanah dan buah-buahan (tomat, melon, semangka).
Saat pemberian makanan tambahan usia 4-6 bulan, gejala alergi pada bayi sering timbal. Jenis
makanan yang sering diberikan dan menimbulkan gangguan adalah pemberian buah-buahan
(jeruk, dan pisang), bubur susu (kacang hijau), nasi tim (tomat, ayam, telor, ikan laut (udang,
cumi,teri), keju, dan sebagainya. Sehingga penundaan pemberian makanan tertentu dapat
mengurangi resiko gangguan alergi pada anak. Menurut beberapa penelitian pemberian
multivitamin pada bayi beresiko alergi ternyata meningkatkan gangguan penyakit alergi di
kemudian hari.
makanan yang dikonsumsi termasuk susu sapi. Seringkali dokter atau orangtua sulit
membedakan faktor mana yang menjadi penyebab, bahkan seringkali setiap kali timbul
gejala alergi langsung divonis alergi susu sapi dan harus ganti susu khusus padahal belum
tentu alergi susu sapi.
Deteksi dan pencegahan alergi sejak bayi penting karena apat mencegah atau menghilangkan
perjalanan alamiah alergi jangka panjang (allergy March). Perjalanan alamiah alergi jangka
panjang adalah gejala alergi setiap usia dan setiap orang akan berbeda. Pada kelmpok tertentu
usia di bawah 5 tahun akan mengalami sensitif saluran cerna dan kulit, usia 5-12 tahun asma dan
sering pilek pada usia di atas 15 tahun lebih sensitif hidung atau sinusitis. Bayi yang mengalami
suara napas grok2 bila salah satu orang tuanya khususnya yang wajahnya sama dengan
mempunyai riwayat asma maka bayi akan beresiko mengalami asma di kemudian hari. Tetapi
bila salah satu orangtua tersebut tidak ada riwayat asma maka bayi hanya beresiko sensitif
saluran napas dan hidung di masa depan.
Selama ini masyarakat awam menganggap suara napas yang berisik pada bayi itu diakibatkan
karena dokter atau bidan tidak menyedot lendir denganbaik saat bayi baru lahir. Ternyata bukan
seper itun karena kalau karena tidak disedot saat baru lahirpun lendir yang ada di saluran napas
akan dikeluarkan lewat muntah atau ditelan lewat saluran cerna. Suara yang berisik di saluran
napas itu sebenarnya disebabkan karena produksi cairan lendir di saluran napas bagian atas
meningkat. Sebenarnya manifestasi ini juga dialami orang dewasa atau salah satu orang tuanya
yang berwajah sama. Pada orang dewasa ditandai dengan produksi lendir berlebihan yang turun
dari hidung ke tenggorokan atau disebut post nasal drip. Dalam keadaan seperti itu sering diikuti
gejala batuk ringan sekali-sekali tetapi berulang atau sering batuk berdehem. Namun karena
suaran napas bayi diameternya kecil maka suaranya lebih keras. Dengan pertambahan usia di
atas usia 1 tahun suara tersebut hilang bukan karena lendirnya hilang tetapi karena saluran napas
semakin membesar.
Gejala alergi yang menimbulkan gangguan bunyi Grok-grok atau Hipersekresi Bronkus pada
bayi sering dicetuskan dan disebabkan karena banyak faktor. Tetapi yang paling sering terjadi
justru dipicu atau diperberat karena infeksi virus ringan yang tidak terdeteksi. Sedangkan faktor
lainnya dengan manifestasi lebih ringan disebabkan karena diet ibu bila minum ASI dan
makanan yang dikonsumsi termasuk susu sapi. Bila karena alergi makanan biasanya
gangguan bunyi Grok-grok atau Hipersekresi Bronkus lebih ringan. Tetapi bila terkena
infeksi virus saluran napas atas maka gangguan bunyi Grok-grok atau Hipersekresi
Bronkus lebih terdengar keras dan kadang disertai batuk sekali-sekali, bersin dan badan
teraba hangat
Sindrom ekstrapiramidal adalah suatu kondisi yang menimbulkan gerakan otot tak sadar
atau kejang yang biasanya terjadi pada wajah dan leher.
Hal ini terjadi ketika terjadi gangguan pengaturan pelepasan dan re-uptake
neurotransmitter dopamin.
Penyebab:
Seorang individu dapat menderita sindrom ekstrapiramidal sebagai akibat dari cedera
kepala atau penyakit Parkinson,
penyebab lain adalah efek samping obat antipsikotik. Pengobatan diperlukan untuk
mencegah perburukan gejala, dan tindakan pengobatan biasanya diarahkan untuk
mengidentifikasi dan menanggulangi penyebabnya.
Pada penelitian telah dibuktikan bahwa obat obatan seperti reserpin dan fenotiazin
dapat menimbulkan sindrom ekstrapiramidal yang dapat dijelaskan berdasarkan adanya
neurotransmiter.
Neurotransmiter merupakan zat yang disintesis dan disimpan di presinaptik dan dapat
dilepaskan ke dalam sinaptik gap bila mendapatkan stimulus yang adekuat. Pada saat
dilepaskan neurotransmiter tersebut dapat bereaksi dengan reseptor khususnya yang
berada pada neuron postsinaps. Beberapa neurotransmiter tersebut antara lain :
acetylcholine, dopamine, gamma aminobutyric acid, serotonin, dan glutamate.
Asetilkolin disintesis oleh small striatal cells yang mempunyai konsentrasi tertinggi di
striatum dan mempunyai efek eksitasi. Sedangkan dopamin dihasilkan di substansia nigra
pars kompakta dimana konsentrasi tertinggi terdapat di substansia nigra dan memiliki
efek inhibisi.
Pada keadaan normal, kedua neurotransmiter tersebut berada dalam keadaan yang
seimbang jumlahnya antara asetilkolin dan dopamin. Namun, dalam keadaan
ketidakseimbangan kedua neurotransmiter tersebut mengakibatkan berbagai kelainan.
Pada keadaan dimana dopamin berlebih akan menimbulkan gangguan gerakan yang
disebut dengan chorea. Pada keadaan dimana dopamin berkurang dapat menimbulkan
gangguan gerakan y
GABA disintesis di striatum dan globus palidus, memiliki efek inhibisi, kekurangan
GABA berhubungan dengan chorea huntington. Obat obatan dapat mempengaruhi
Produksi dan pelepasan dopamin diperlukan untuk mempertahankan fungsi saraf yang
normal. Obat antipsikotik tertentu, seperti yang umumnya diresepkan untuk skizofrenia
dan depresi, memiliki efek samping negatif terhadap dopamin di jaringan tubuh.
Gangguan saraf yang terjadi, secara kolektif dikenal sebagai sindrom ekstrapiramidal,
meliputi gerakan otot tak sadar dan tak terkendali.
Gangguan ekstrapiramidal (kejang otot tak sadar di wajah dan leher) telah dilaporkan
oleh orang-orang dengan gangguan pencernaan, distensi abdomen, gangguan pencernaan,
skizofrenia, depresi. (Laporan terbaru dari 21.650 pasien gangguan ekstrapiramidal).
Gangguan saluran cerna tersebut sering dialami oleh penderita asma
Manifestasi Klinis
Gangguan gerakan otot yang dapat menyertai sindrom ekstrapiramidal termasuk terusmenerus mengecap-ngecap, lidah bergerak, berkedip, leher berkedut, dan kejang pada
jari. Gejala tersebut mungkin sangat ringan dan bahkan tidak diketahui oleh penderitanya,
tetapi lebih sering gejala ini menimbulkan kesulitan lain.
Banyak orang mengalami kesulitan mengkoordinasikan gerakan tangan dan kaki, dan
keluarnya air liur atau sulit bicara karena kurangnya kontrol dari mulut dan rahang.
Gejala dapat muncul segera setelah dosis pertama dari obat yang baru digunakan atau
setelah beberapa bulan penggunaan.
Akibat gangguan sistem ekstrapiramidal pada pergerakan dapat dianggap terdiri dari
defisit fungsional primer ( gejala negatif ) yang ditimbulkan oleh tidak berfungsinya
sistem dan efek sekunder ( gejala positif ) yang timbul akibat hilangnya pengaruh sistem
itu terhadap bagian lain. Pada gangguan dalam fungsi traktus ekstrapiramidal gejala
positif dan negatif itu menimbulkan dua jenis sindrom, yaitu :
Pada : parkinson
I.Gejala negatif
Gejala negatif terjadi akibat kekurangn jumlah dopamin karena produksinya yang berkurang.
Gejala negatif, terdiri dari :
1. Bradikinesia
Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama sekali. Gejala ini merupakan
gejala utama yang didapatkan pada penyakit parkinson sehingga menimbulkan berkurangnya
ekspresi wajah, berkurangnya kedipan mata dan mengurangi perubahan postur pada saat duduk.
2. Gangguan postural
Merupakan hilangnya refleks postural normal. Paling sering ditemukan pada penyakit parkinson.
Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena penderita tidak dapat mempertahankan
keseimbangan secara cepat. Penderita akan terjatuh bila berputar dan didorong.
II.Gejala Positif
Gejala positif timbul oleh karena terjadi perubahan pelepasan ataupun disinhibisi dari dopamin,
tetapi tidak ditemukan kerusakan struktur. Gejala positif, terdiri dari :
1. Gerakan involunter
Tremor
Athetosis
Chorea
Distonia
Hemiballismus
1. Rigiditas
Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan ekstremitas secara pasif.
Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif tersebut, dan mengenai gerakan fleksi maupun
ekstensi sering disebut sebagai plastic atau lead pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka
disebut dengan tanda Cogwheel. Pada penyakit parkinson terdapat gejala positif dan gejala
negatif seperti tremor dan bradikinesia. Sedangkan pada Chorea huntington lebih didominasi
oleh gejala positif, yaitu : Chorea.
Diagnosis
Dokter dapat mendiagnosis kondisi tersebut dengan melakukan pemeriksaan fisik dan
mengajukan pertanyaan tentang gejala-gejala pasien.
Penanganan
Dokter perlu memantau kondisi mental pasien saat beralih obat untuk memastikan bahwa
obat-obat baru mereka efektif dan tidak menyebabkan gejala ekstrapiramidal yang sama.
Selain itu, pada beberapa pasien dapat diberikan benzodiazepin, relaksan otot, atau obatobatan antikolinergik untuk membantu menekan kejang otot.
Would you have Extrapyramidal disorder when you have Asthma? Summary:
Extrapyramidal disorder is found among people with Asthma, especially people who are
male, 50-59 old, also have Psychotic disorder, and take medication Singulair. We study
12 people who have Extrapyramidal disorder and Asthma from FDA and social media.
Find out below who they are, other conditions they have and drugs they take.
Asthma Asthma can be treated by Singulair, Symbicort, Advair Diskus 250/50, Albuterol
Sulfate, Albuterol, Ventolin. (latest reports from 84,403 Asthma patients)
On Jan, 26, 2015: 12 people who have asthma and Extrapyramidal Disorder are studied.
Male
Extrapyramidal
35.71%
disorder
64.29%
Extrapyramidal
0.00%
disorder
2-9
10-19
20-29
30-39
40-49
50-59
60+
0.00%
54.55%
0.00%
0.00%
0.00%
45.45%
0.00%
Sehingga di masa depan sebenarnya sangat mungkin untuk menghilangkan penyebab peradangan
tanpa menggunakan obat-obatan untuk menekannya. Peradangan sebenarnya disebabkan oleh
sistem kekebalan tubuh. Pertanyaan penting adalah, Mengapa sistem kekebalan tubuh
menciptakan peradangan? Seperti yang Anda sudah tahu, bakteri, virus, dan parasit memicu
respon imun. Tapi apa pun yang memicu respon imun juga memicu peradangan. Ini termasuk
makanan yang salah diidentifikasi oleh sistem kekebalan tubuh tidak termasuk di dalam tubuh.
Karena reaksi alergi terhadap makanan dapat menyebabkan peradangan pada sendi.
Sementara kita biasanya berpikir tentang alergi yang menyebabkan gejala seperti gatal-gatal,
batuk dan bersin, mereka juga dapat menyebabkan semua jenis, gejala lain yang kurang terkenal.
Salah satunya adalah rheumatoid arthritis (RA), atau peradangan, pembengkakan dan nyeri pada
sendi. Meskipun biasanya terjadi di tangan, RA dapat mempengaruhi salah satu sendi dalam
tubuh, dan dapat mempengaruhi anak-anak maupun orang dewasa. RA adalah kondisi autoimun
dan umumnya diobati dengan obat antiinflamasi, yang menawarkan bantuan sementara tetapi
tidak menyembuhkan kondisi. Alergi makanan adalah reaksi dari sistem kekebalan tubuh, yang
salah mengidentifikasi makanan sebagai berbahaya bagi tubuh dan mencoba untuk melawan
mereka. Jika reaksi alergi menyebabkan RA, kemudian mengeluarkan alergen dan mengobati
alergi harus menyembuhkan RA. Ini berlaku untuk nyeri sendi terdefinisi juga, bahkan jika
mereka tidak diklasifikasikan sebagai RA. Ternyata bukan hanya sendi alergi juga dilaporkan
membuat keluhan nyeri pada otot atau yang sering disebut growing pain. Sampai saat ini masih
belum diketahui pasti mekanisme p[enyebab alergi mengakibatkan nyeri. Beberapa laporan kasus
menyebutkan bahwa mediator kimia dalam tubuh saat terjadinya alergi dapat merangsang
inflamasi serabuut saraf sehingga mengakibatkan nyeri kepala atau neyeri otot dan nyeri sendi.
Jika Anda melihat bahwa nyeri sendi dimulai dalam satu hari makan makanan tertentu dan
kemudian hilang sampai waktu berikutnya Anda makan makanan, Anda mungkin memiliki alergi
makanan. Lainnya, lebih umum gejala alergi makanan termasuk pembengkakan, gatal-gatal,
sesak napas, nyeri perut, mual, muntah dan diare. Jika Anda curiga Anda memiliki alergi
makanan, melihat alergi untuk diagnosis. Dokter Anda mungkin melakukan tes tusuk kulit,
menerapkan sejumlah kecil alergen ke goresan pada kulit lengan atau punggung dan mengamati
reaksi. Dia juga dapat melakukan E (IgE) uji Immunoglobulin untuk memeriksa antibodi dalam
darah Anda. Dokter mungkin meresepkan obat untuk mengobati gejala Anda, tetapi pengobatan
terbaik untuk alergi adalah untuk mencegah gejala dengan tinggal jauh dari makanan yang Anda
alergi. Jika Anda memiliki alergi parah yang dapat menyebabkan anafilaksis (reaksi mengancam
jiwa), dokter mungkin memberikan Anda epinefrin untuk menjaga dengan Anda setiap saat.
Rematoid Artritis dan Alergi
Radang sendi atau artritis reumatoid (Rheumatoid Arthritis, RA) merupakan penyakit autoimun
(penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang
mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang persendian,
biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan
struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang. Berdasarkan studi, RA lebih banyak
terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan rasio kejadian 3 : 1.
Umumnya penyakit ini menyerang pada sendi-sendi bagian jari, pergelangan tangan, bahu, lutut,
dan kaki. Pada penderita stadium lanjut akan membuat si penderita tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari dan kualitas hidupnya menurun. Gejala yang lain yaitu berupa demam, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, lemah dan kurang darah. Namun kadang kala si penderita
tidak merasakan gejalanya. Diperkirakan kasus Rheumatoid Arthritis diderita pada usia di atas 18
tahun dan berkisar 0,1% sampai dengan 0,3% dari jumlah penduduk Indonesia.
Penyebab pasti dari rheumatoid arthritis, belum diketahui pasti, tetapi diduga penyakit ini
disebabkan oleh kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, dan hormonal. Pada rheumatoid
arthritis, ada suatu hal yang memicu sistem kekebalan tubuh untuk menyerang sendi dan
kadang-kadang organ lainnya. Beberapa teori menyarankan bahwa ada virus atau bakteri yang
mungkin mengubah sistem kekebalan tubuh, sehingga menyebabkan sistem kekebalan tersebut
menyerang sendi. Teori lain menyarankan bahwa merokok dapat menyebabkan terkena
rheumatoid arthritis. Penelitian belum sepenuhnya menentukan secara pasti apa peran genetika
bermain dalam rheumatoid arthritis. Namun, beberapa orang tampaknya memiliki faktor genetik
atau turunan yang meningkatkan kemungkinan mereka terkena rheumatoid arthritis.
Setelah sistem kekebalan tubuh dipicu, sel-sel kekebalan bermigrasi dari darah ke dalam sendi
dan sendi-lapisan jaringan, disebut sinovium. Di tempat tersebut, sel-sel kekebalan tubuh
menghasilkan zat inflamasi yang menyebabkan iritasi, mengikis tulang rawan (bahan bantalan
pada bagian akhir tulang), serta pembengkakan dan peradangan pada lapisan sendi. Seiring
tulang rawan terkikis, ruang antara tulang-tulang menyempit. Jika kondisi tersebut memburuk,
maka tulang bisa bergesekan satu dengan yang lain. Radang lapisan sendi menimbulkan cairan
berlebih terhadap sendi. Seiring lapisan mengembang, maka hal ini mungkin mengikis tulang
yang berdekatan, sehingga mengakibatkan kerusakan pengikat antara tulang. Semua hal diatas
menyebabkan sendi menjadi sangat sakit, bengkak, dan terasa hangat saat disentuh.
Beberapa penelitian menyebutkan Eliminasi Diet meredakan IgG antiIgE autoantibodi yang
tinggi pada pasien dengan arthralgia dalam serum dan cairan sinovial dibandingkan dengan
orang normal dan mayoritas pasien dengan rheumatoid arthritis, arthralgia traumatis, dan
osteoarthritis digunakan sebagai kontrol. Dalam tiga pasien alergi makanan IgG antiIgE yang
terdeteksi dalam bentuk terkompleks dalam sampel serum diperiksa sebelum dan sesudah
eliminasi makanan. Temuan IgG antiIgE autoantibodi dalam kelompok pasien alergi dengan
arthralgia cukup menarik. Hal ini menimbulkan kemungkinan membedakan subkelompok pasien
arthralgic tidak memiliki rheumatoid arthritis klasik, yang mungkin memiliki penyebab
didefinisikan memperburuk eksternal untuk gejala mereka. Sebuah survei rinci yang lebih besar
sekarang sedang dilakukan.
Penelitian klinis dan laboratorium lain yang dilakukan Parker dkk pada pasien rheumatoid
arthritis yang tampaknya diperburuk oleh produk susu menunjukkan bahwa pemberian susu dan
keju menghasilkan peningkatan diproduksi di sinovitis dan perubahan kompleks imun, antibodi
IgE, dan tingkat clearance sel darah merah panas rusak. Eliminasi produk susu dari diet
menghasilkan perbaikan yang cukup besar dalam penyakit yang sebelumnya agresif nya.
Salah satu jalur yang paling menjanjikan dalam penelitian tentang etiologi dan patogenesis
rheumatoid arthritis (RA) adalah hubungannya dengan genetik ditentukan MHC kelas II antigen.
Fungsi makromolekul ini, presentasi antigen ke sel T-helper, mendukung kemungkinan bahwa
antigen eksternal mempengaruhi RA. Beberapa literatur yang tersedia menyatakan hubungan
antara RA dan makanan. Bukti menunjukkan bahwa beberapa makanan atau komponen makanan
dapat mempengaruhi sub kelompok pasien RA, meskipun banyak publikasi tentang bagian ini
tidak memenuhi standar penelitian medis modern.
Van De Laar mengadakan penelitian terhadap enam pasien dengan arthritis rheumatoid arthritis
faktor positif yang menunjukkan perbaikan gejala selama melakukan diet hypoallergic. Tiga dari
pasien biopsi dari kedua membran sinovial dan usus kecil proksimal dilakukan sebelum dan
selama eliminasi alergi. Dalam dua pasien, baik dengan meningkatnya serum IgE konsentrasi
dan antibodi IgE spesifik terhadap makanan tertentu, pengurangan ditandai dari sel mast pada
membran sinovial dan usus kecil proksimal ditunjukkan. Meskipun jumlah makanan pasien yang
tidak toleran dengan RA tetap terbatas dan penanda aktivitas alergi yang langka. Penelitian itu
menunjukkan mekanisme yang mendasari immunoallergological.
Gejala
Penderita RA selalu menunjukkan simtoma ritme sirkadia dari sistem kekebalan neuroindokrin.
RA umumnya ditandai dengan adanya beberapa gejala yang berlangsung selama minimal 6
minggu, yaitu :
1. Kekakuan pada dan sekitar sendi yang berlangsung sekitar 30-60 menit di pagi hari
2. Bengkak pada 3 atau lebih sendi pada saat yang bersamaan
3. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi pada sendi-sendi tangan
4. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri pada sendi yang
sama di kedua sisi tubuh) dan umumnya menyerang sendi pergelangan tangan
Pada tahap yang lebih lanjut, RA dapat dikarakterisasi juga dengan adanya nodul-nodul
rheumatoid, konsentrasi rheumatoid factor (RF) yang abnormal dan perubahan radiografi yang
meliputi erosi tulang.
Penanda RA yang terdahulu
Rheumatoid Factor (RF) merupakan antibodi yang sering digunakan dalam diagnosis RA dan
sekitar 75% individu yang mengalami RA juga memiliki nilai RF yang positif. Kelemahan RF
antara lain karena nilai RF positif juga terdapat pada kondisi penyakit autoimun lainnya, infeksi
kronik, dan bahkan terdapat pada 3-5% populasi sehat (terutama individu usia lanjut). Oleh
karena itu, adanya penanda spesifik dan sensitif yang timbul pada awal penyakit sangat
dibutuhkan. Anti-cyclic citrullinated antibody (anti-CCP antibodi) merupakan penanda baru yang
berguna dalam diagnosis RA. Walaupun memiliki keterbatasan, RF tetap banyak digunakan
sebagai penanda RA dan penggunaan RF bersama-sama anti-CCP antibodi sangat berguna dalam
diagnosis RA.
KENALI SALAH SATU ATAU BEBERAPA TANDA DAN GEJALA ALERGI YANG
SERING MENYERTAI SAAT VTERJADINYA GROWING PAIN
SALURAN NAPAS DAN HIDUNG : Batuk / pilek lama (>2 minggu), ASMA, bersin,
hidung buntu, terutama malam dan pagi hari. MIMISAN, suara serak, SINUSITIS, sering
menarik napas dalam.
KULIT : Kulit timbul BISUL, kemerahan, bercak putih dan bekas hitam seperti tergigit
nyamuk. Warna putih pada kulit seperti panu. Sering menggosok mata, hidung, telinga,
sering menarik atau memegang alat kelamin karena gatal. Kotoran telinga berlebihan,
sedikit berbau, sakit telinga bila ditekan (otitis eksterna).
SALURAN CERNA : Mudah MUNTAH bila menangis, berlari atau makan banyak.
MUAL pagi hari. Sering Buang Air Besar (BAB) 3 kali/hari atau lebih, sulit BAB
(obstipasi), kotoran bulat kecil hitam seperti kotoran kambing, keras, sering buang angin,
berak di celana. Sering KEMBUNG, sering buang angin dan bau tajam. Sering NYERI
PERUT.
GIGI DAN MULUT : Nyeri gigi, gigi berwarna kuning kecoklatan, gigi rusak, gusi
mudah bengkak/berdarah. Bibir kering dan mudah berdarah, sering SARIAWAN, lidah
putih & berpulau, mulut berbau, air liur berlebihan.
SALURAN KENCING : Sering minta kencing, BED WETTING (semalam ngompol 23 kali)
MATA : Mata gatal, timbul bintil di kelopak mata (hordeolum). Kulit hitam di area
bawah kelopak mata. memakai kaca mata (silindris) sejak usia 6-12 tahun.
SUSUNAN SARAF PUSAT : sakit kepala, MIGRAIN, TICS (gerakan mata sering
berkedip), , KEJANG NONSPESIFIK (kejang tanpa demam & EEG normal).
GERAKAN MOTORIK BERLEBIHAN Mata bayi sering melihat ke atas. Tangan dan
kaki bergerak terus tidak bisa dibedong/diselimuti. Senang posisi berdiri bila digendong,
sering minta turun atau sering menggerakkan kepala ke belakang, membentur benturkan
kepala. Sering bergulung-gulung di kasur, menjatuhkan badan di kasur (smackdown}.
Tomboy pada anak perempuan : main bola, memanjat dll.
AGRESIF MENINGKAT sering memukul kepala sendiri, orang lain. Sering menggigit,
menjilat, mencubit, menjambak (spt gemes)
Memperberat gejala AUTIS dan ADHD (Alergi dan hipersensititas makanan bukan
penyebab Autis atau ADHD tetapi hanya memperberat gejalanya)
Daya tahan menurun sering sakit demam, batuk, pilek setiap bulan bahkan sebulan 2 kali.
(normal sakit seharusnya 2-3 bulan sekali)
Diagnosis gangguan sindrom nyeri atau rematoid artritis pada penderita alergi makanan
dan hipersensitifitas saluran cerna disebabkan alergi atau hipersensitif makanan dibuat
bukan dengan tes alergi tetapi berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa
(mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat
keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan
dengan eliminasi dan provokasi.
Beberapa pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap cara itu. Clinic for
Children dan Children Grow Up Clinic melakukan modifikasi dengan cara yang lebih
sederhana, murah dan cukup efektif. Modifikasi DBPCFC tersebut dengan melakukan
Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka Sederhana. Bila setelah dilakukan eliminasi
beberapa penyebab alergi makanan selama 3 minggu didapatkan perbaikan dalam
gangguan muntah tersebut, maka dapat dipastikan penyebabnya adalah alergi makanan.
Pemeriksaan standar yang dipakai oleh para ahli alergi untuk mengetahui penyebab alergi
adalah dengan tes kulit. Tes kulit ini bisa terdari tes gores, tes tusuk atau tes suntik.
PEMERIKSAAN INI HANYA MEMASTIKAN ADANYA ALERGI ATAU TIDAK,
BUKAN UNTUK MEMASTIKAN PENYEBAB ALERGI. Pemeriksaan ini mempunyai
sensitifitas yang cukup baik, tetapi sayangnya spesifitasnya rendah. Sehingga seringkali
terdapat false negatif, artinya hasil negatif belum tentu bukan penyebab alergi. Karena hal
inilah maka sebaiknya tidak membolehkan makan makanan penyebab alergi hanya
berdasarkan tes kulit ini.
Dalam waktu terakhir ini sering dipakai alat diagnosis yang masih sangat kontroversial
atau unproven diagnosis. Terdapat berbagai pemeriksaan dan tes untuk mengetahui
penyebab alergi dengan akurasi yang sangat bervariasi. Secara ilmiah pemeriksaan ini
masih tidak terbukti baik sebagai alat diagnosis. Pada umumnya pemeriksaan tersebut
mempunyai spesifitas dan sensitifitas yang sangat rendah. Bahkan beberapa organisasi
profesi alergi dunia tidak merekomendasikan penggunaan alat tersebut. Yang menjadi
perhatian oraganisasi profesi tersebut bukan hanya karena masalah mahalnya harga alat
diagnostik tersebut tetapi ternyata juga sering menyesatkan penderita alergi yang sering
memperberat permasalahan alergi yang ada
Namun pemeriksaan ini masih banyak dipakai oleh praktisi kesehatan atau dokter. Di
bidang kedokteran pemeriksaan tersebut belum terbukti secara klinis sebagai alat
diagnosis karena sensitifitas dan spesifitasnya tidak terlalu baik. Beberapa pemeriksaan
diagnosis yang kontroversial tersebut adalah Applied Kinesiology, VEGA Testing
(Electrodermal Test, BIORESONANSI), Hair Analysis Testing in Allergy, Auriculocardiac reflex, Provocation-Neutralisation Tests, Nampudripads Allergy Elimination
Technique (NAET), Beware of anecdotal and unsubstantiated allergy tests.
PENATALAKSANAAN
Penanganan permasalahan gangguan sindrom nyeri atau rematoid artritis yang disertai
alergi makanan dan hipersensitifitas makanan pada anak Balita haruslah dilakukan secara
benar, paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan
terbaik dalam penanganan gangguan tersebut tetapi yang paling ideal adalah menghindari
penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut.
Penghindaran makanan penyebab alergi dan hipersensitifitas makanan pada anak harus
dicermati secara benar, karena beresiko untuk terjadi gangguan gizi. Sehingga orang tua
penderita harus diberitahu tentang makanan pengganti yang tak kalah kandungan gizinya
dibandingklan dengan makanan penyebab alergi. Penghindaran terhadap susu sapi dapat
diganti dengan susu soya, formula hidrolisat kasein atau hidrolisat whey., meskipun anak
alergi terhadap susu sapi 30% diantaranya alergi terhadap susu soya. Sayur dapat dipakai
sebagai pengganti buah. Tahu, tempe, daging sapi atau daging kambing dapat dipakai
sebagai pengganti telur, ayam atau ikan. Pemberian makanan jadi atau di rumah makan
harus dibiasakan mengetahui kandungan isi makanan atau membaca label makanan.
Obat-obatan simtomatis seperti pencahar, anti histamine (AH1 dan AH2), ketotifen,
ketotofen, kortikosteroid, serta inhibitor sintesaseprostaglandin hanya dapat mengurangi
gejala sementara bahkan dlamkeadaan tertentu seringkali tidak bermanfaat, umumnya
mempunyai efisiensi rendah. Sedangkan penggunaan imunoterapi dan natrium
kromogilat peroral masih menjadi kontroversi hingga sekarang.
Obat
Penanganan permasalahan gangguan sindrom nyeri atau rematoid artritis yang disertai
dan diperberat alergi makanan dan hipersensitifitas makanan pada anak Balita
dikemudian hari yang baik adalah dengan menanggulangi penyebabnya. Bila
gangguannyeri kaki dan otot karena gangguan alergi dan hipersensitifitas makanan,
penanganan terbaik adalah menunda atau menghindari makanan sebagai penyebab
tersebut.
Bila gejala gangguan nyeri dan rematid artritis disertai gangguan alergi maka konsumsi
obat-obatan penahan rasa nyeri, obat anti inflamasi dan sakit hanya bersifat sementara
dan tidak akan berhasil selama penyebab utama alergi dan hipersensitifitas makanan
tidak diperbaiki.
Referensi
Proc Royal Soc Med 1970, 63:479-484. OpenURL Oster J: Recurrent abdominal pain,
headache and limb pain in children and adolescents.
Hurwitz EL, Morgenstern H. Cross-sectional associations of asthma, hay fever, and other
allergies with major depression and low-back pain among adults aged 20-39 years in the
United States. Am J Epidemiol. 1999 Nov 15;150(10):1107-16.
van de Laar MA, van der Korst JK. Rheumatoid arthritis, food, and allergy. Semin
Arthritis Rheum. 1991 Aug;21(1):12-23
Little CH, Stewart AG, Fennessy MR. Platelet serotonin release in rheumatoid arthritis: a
study in food-intolerant patients. Lancet. 1983 Aug 6;2(8345):297299.
Parke AL, Hughes GR. Rheumatoid arthritis and food: a case study. Br Med J (Clin Res
Ed) 1981 Jun 20;282(6281):20272029.
Carini et. al. (1987). IgE complexes in food allergy. Ann Allergy. 1987 Aug;59(2):110-7.
Carini et. al. (1987). Immune complexes in food-induced arthralgia. Ann Allergy. 1987
Dec;59(6):422-8.
Darlington LG, Ramsey NW. (1993). Review of dietary therapy for rheumatoid arthritis.
Br J Rheumatol. 1993 Jun;32(6):507-14.
DaWidowicz et. al. (2008). Unexplained polyarthralgia and celiac disease. Joint Bone
Spine. 2008 May;75(3):325-8. Epub 2007 Oct 15.
Diethelm U (1993). Nutrition and chronic polyarthritis Schweiz Rundsch Med Prax. 1993
Mar 23;82(12):359-63.
Gaby AR, (1999). Alternative treatments for rheumatoid arthritis. Altern Med Rev. 1999
Dec;4(6):392-402..
Hafstrm I, et. al. (2001). A vegan diet free of gluten improves the signs and symptoms of
rheumatoid arthritis: the effects on arthritis correlate with a reduction in antibodies to
food antigens. Rheumatology (Oxford). 2001 Oct;40(10):1175-9.
Haugen et. al. (1991). Diet and disease symptoms in rheumatic diseasesresults of a
questionnaire based survey. Clin Rheumatol. 1991 Dec;10(4):401-7.
Hvatum et. al. (2006). The gut-joint axis: cross reactive food antibodies in rheumatoid
arthritis. Gut. 2006 Sep;55(9):1240-7. Epub 2006 Feb 16.
Inman RD (1991). Antigens, the gastrointestinal tract, and arthritis. Rheum Dis Clin
North Am. 1991 May;17(2):309-21.
Karatay S, et. al. (2006). General or personal diet: the individualized model for diet
challenges in patients with rheumatoid arthritis. Rheumatol Int. 2006 Apr;26(6):556-60.
Epub 2005 Jul 16.
Karatay S, et. al. (2004). The effect of individualized diet challenges consisting of
allergenic foods on TNF-alpha and IL-1beta levels in patients with rheumatoid arthritis.
Rheumatology (Oxford). 2004 Nov;43(11):1429-33. Epub 2004 Aug 10.
Parke AL, Hughes GR. (1981). Rheumatoid arthritis and food: a case study. Br Med J
(Clin Res Ed). 1981 Jun 20;282(6281):2027-9.
Schrander et. al. (1997). Does food intolerance play a role in juvenile chronic arthritis?
Br J Rheumatol. 1997 Aug;36(8):905-8.
Slot, O., Locht, H. (2000). Arthritis as presenting symptom in silent adult coeliac disease
[gluten intolerance]: Two cases and review of the literature. Scandinavian Journal of
Rheumatology, 29, 260-263.
van de Laar MA, van der Korst JK. (1991). Rheumatoid arthritis, food, and allergy.
Semin Arthritis Rheum. 1991 Aug;21(1):12-23.
van der Laar et. al. (1992). Food intolerance in rheumatoid arthritis. I. A double blind,
controlled trial of the clinical effects of elimination of milk allergens and azo dyes. Ann
Rheum Dis. 1992 Mar;51(3):298-302.
van der Laar et. al. (1992). Food intolerance in rheumatoid arthritis. II. Clinical and
histological aspects. Ann Rheum Dis. 1992 Mar;51(3):303-6.
Nyeri kaki pada anak di malam hari sampai saat masih belum jelas penyebabnya. Selama
ini banyak klinisi menganggap gangguan itu karena growing pain. Namun diagnosis
tersebut tidak sepenuhnya benar karena selama ini tidak terbukti secara ilmiah karena
disebabkan karena pertumbuhan tulang. Demikian juga Growing pain disebabkan karena
aktifitas berlebihan dan terlalu lelah saat siang hari masih belum ada penelitian yang
membuktikannya. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa gangguan nyeri tulang pada
anak tersebut salah satunya bisa disebabkan karena alergi makanan karena sering terjadi
pada penderita alergi. Saat timbul keluhan tersebut seringkali disertai manifestasi alergi
lainnya
Sementara kita biasanya berpikir tentang alergi yang menyebabkan gejala seperti gatal-gatal,
batuk dan bersin, mereka juga dapat menyebabkan semua jenis, gejala lain yang kurang terkenal.
Salah satunya adalah rheumatoid arthritis (RA), atau peradangan, pembengkakan dan nyeri pada
sendi. Meskipun biasanya terjadi di tangan, RA dapat mempengaruhi salah satu sendi dalam
tubuh, dan dapat mempengaruhi anak-anak maupun orang dewasa. RA adalah kondisi autoimun
dan umumnya diobati dengan obat antiinflamasi, yang menawarkan bantuan sementara tetapi
tidak menyembuhkan kondisi. Alergi makanan adalah reaksi dari sistem kekebalan tubuh, yang
salah mengidentifikasi makanan sebagai berbahaya bagi tubuh dan mencoba untuk melawan
mereka. Jika reaksi alergi menyebabkan RA, kemudian mengeluarkan alergen dan mengobati
alergi harus menyembuhkan RA. Ini berlaku untuk nyeri sendi terdefinisi juga, bahkan jika
mereka tidak diklasifikasikan sebagai RA. Ternyata bukan hanya sendi alergi juga dilaporkan
membuat keluhan nyeri pada otot atau yang sering disebut growing pain. Sampai saat ini masih
belum diketahui pasti mekanisme p[enyebab alergi mengakibatkan nyeri. Beberapa laporan kasus
menyebutkan bahwa mediator kimia dalam tubuh saat terjadinya alergi dapat merangsang
inflamasi serabuut saraf sehingga mengakibatkan nyeri kepala atau neyeri otot dan nyeri sendi.
Jika Anda melihat bahwa nyeri sendi dimulai dalam satu hari makan makanan tertentu dan
kemudian hilang sampai waktu berikutnya Anda makan makanan, Anda mungkin memiliki
alergi makanan. Lainnya, lebih umum gejala alergi makanan termasuk pembengkakan, gatalgatal, sesak napas, nyeri perut, mual, muntah dan diare. Jika Anda curiga Anda memiliki alergi
makanan, melihat alergi untuk diagnosis. Dokter Anda mungkin melakukan tes tusuk kulit,
menerapkan sejumlah kecil alergen ke goresan pada kulit lengan atau punggung dan mengamati
reaksi. Dia juga dapat melakukan E (IgE) uji Immunoglobulin untuk memeriksa antibodi dalam
darah Anda. Dokter mungkin meresepkan obat untuk mengobati gejala Anda, tetapi pengobatan
terbaik untuk alergi adalah untuk mencegah gejala dengan tinggal jauh dari makanan yang Anda
alergi. Jika Anda memiliki alergi parah yang dapat menyebabkan anafilaksis (reaksi mengancam
jiwa), dokter mungkin memberikan Anda epinefrin untuk menjaga dengan Anda setiap saat.
Growing Pain dan Alergi
Growing pains adalah rasa nyeri atau sakit di kedua tungkai, sering terasa di paha bagian depan,
betis atau di daerah belakang lutut. Timbul terutama sore atau malam hari bahkan dapat
membangunkan anak dari tidur dan menghilang pada pagi hari serta anak dapat beraktifitas
seperti biasa sepanjang hari. Akan tetapi rasa sakit tersebut sering menyebabkan anak terbangun
di malam hari. Meskipun rasa sakit ini disebut Growing pains, tidak ada bukti bahwa disebabkan
karena pertumbuhan tulang atau karena terkllalu lelah bermain saat siang hari.Growing pains
merupakan nyeri otot, bukan nyeri ataupun bengkak di persendian. Growing pains mungkin
terkait dengan ambang nyeri menurunkan atau karena reaksi infamasi karena alergi.
Karakteristik khas alergi yang berkaitan dengan growing pain adalah samanya waktu yang
ditimbulkan. Alergi dengan manifestasi yang khas bahwa hampir semua gejala alergi timbul
lebih berat di saat malam hari hingga pagi dini hari dan akan menghilang menjelang siang hari.
Hal ini terjadi karena mengikuti pola hormonal sirkadial, karena gangguan alergi ternyata juga
berkaitan dengan gangguan perubuhan hormon di tubuh manusia. Demikian manofestasi
growing pain juga sering timbul di saat yang sama.
Penulis mengadakan penelitian pada 25 anak dengan growing pain. Ternyata sebagian besar anak
tersebut mempunyai riwayat keluhan tanda dan gejala alergi sebelumnya. Dalam pengamatran
tersebut tampak bahwa saat trimbul gangguan growing pain juga disertai manifestasi nalergi
lainnya seperti nyeri perut dan hipersenitifitas saluran cerna lainnya, gangguan kulit, hidung dan
kekambuhan asma. Pengaruh eliminasi makanan ternyata bisa menghilang gangguan nyeri pada
anak tersebut. Saat makanan dilakukann provokasi ternyata anak mengeluh nyeri lagi dengan
kualitas yang ringan. Tetapi saat terjadi infekasi virus khususnya infeksi saluran napas gangguan
nyeri ternyata lebih hebat lagi timbulnya.
Growing pains adalah gejala nyeri yang relatif sering terjadi pada anak-anak. Biasanya,
gangguan itu terjadi dalam otot, bukan sendi pada kaki dan agak jarang pada lengan. Gangguan
nyeri itu biasanya terasa di kedua sisi, dan muncul di sore hari atau di malam hari dan
menghilang saat anak bangun tidur pagi hari, dengan rasa sakit yang bervariasi dari ringan
sampai sangat parah. Nyeri tidak timbul pada pagi hari, dan tidak ada tanda-tanda klinis
peradangan. Nyeri dapat kambuh malam atau kadang tidak timbul selama berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Tumbuh rasa sakit tidak berhubungan dengan penyakit serius lainnya dan
biasanya sembuh pada akhir masa kanak-kanak, tetapi episode sering mampu memiliki pengaruh
besar pada kehidupan anak. Growing pains pertama kali digambarkan seperti pada tahun 1823
oleh seorang dokter Prancis.
GP sangat umum dan mudah untuk didiagnosis karena adanya penampilan karakteristik klinis
yang khas. Namun tidak jelas apakah beberapa dari anak-anak ini dapat berkembang menjadi
gejala sindrom nyeri noninflamasi lainnya. Hal ini akan menjadi penting untuk mengikuti nilai
ambang nyeri anak dengan GP dan berkorelasi temuan dengan gejala yang timbul. Hasil studi
jangka panjang disarankan untuk menyelidiki apakah anak-anak dengan GP yang memiliki
ambang nyeri yang lebih rendah, rentan untuk menjadi sindrom nyeri noninflamasi lain dalam
sistem muskuloskeletal atau lainnya nanti pada masa remaja atau dewasa. Sebagian anak dengan
GP dapat berkembang menjadi sindrom nyeri noninflamasi kemudian pada masa remaja atau
dewasa, uji coba intervensi dini, dengan terapi perilaku kognitif misalnya, dapat mencegah
perkembangan sindrom lainnya di kemudian hari.
Growing pains bukanlah penyakit dan akan menghilang saat anak berusia belasan tahun serta
tidak memerlukan terapi atau penangan dokter. Meskipun tidak berbahaya, rasa sakit yang
mengganggu perlu mendapat perhatian dari orang tua. Anak yang mengalami growing pains
biasanya berusia sekitar 2 12 tahun, 25%-40% berkisar antara usia 3 5 tahun, serta antara 8
12 tahun. Prevalensi yang dilaporkan sakit tumbuh telah antara 3% dan 49% dari anak-anak.
Growing pains dikatakan biasanya terjadi dalam dua periode selama kehidupan seorang anak,
pertama, antara sekitar 3 dan 5 tahun, kemudian pada 8 sampai 12 tahun usia, namun tidak ada
penelitian epidemiologi untuk mendukung pengamatan ini.. Individu dapat sangat bervariasi di
saat mereka mengalami sakit tumbuh.
Tanda dan Gejala
Diagnosis
Growing Pain adalah disebut diagnosis eksklusi. Hal ini berarti bahwa kondisikondisi lainnya harus disingkirkan sebelum diagnosis sakit pertumbuhan
dibuat. Riwayat menyeluruh dan pemeriksaan fisik oleh podiatrist atau dokter
Anda biasanya dapat mencapai hal ini. Dalam kasus yang jarang, penelitian
darah dan X-ray mungkin diperlukan sebelum dibuat diagnosis akhir sakit
pertumbuhan.
Kontroversi:
Meski dinamakan growing pains tapi sebenarnya kondisi ini tidak disebabkan
oleh pertumbuhan anak. Beberapa orangtua bahkan dokter menganggap
keluhan ini disebabkan karena aktivitas seperti melompat, berlari, dan olah
raga berlebihan. Tidak ada fakta ilmiah yang mendukung nhal ini. Karena
banyak anak yang melakukan aktifitas berlebihan tidak mengalami hal
serupa. Demikian juga anak yang mengalami keluhan nyeri meski suatu saat
melakukan gerakan yang berlebihan malamnya tidak mengalami hal yang
sama. Tidak ada bukti kuat menunjukkan bahwa pertumbuhan menyebabkan
nyeri tulang.
Growing Pain atau Nyeri kaki pada anak merupakan gejala pada anak tidak
umum dibandingkan orang dewasa karena fleksibilitas dan ketahanan dari
jaringan. Namun hal ini juga tidak bukti kuat secara ilmiah yang
membuktikan hal itu.
Penanganan
Regangkan kedua tungkai anak secara perlahan, lakukan pada siang hari dan
sebelum tidur.
Kompres hangat di daerah otot yang nyeri sebelum tidur atau saat anak
merasa nyeri. Mandi dengan air hangat sebelum tidur juga membantu atau
tempatkan bantal pemanas di daerah sakit
Obat analgetik seperti parasetamol atau ibuprofen juga bisa diberikan untuk
menghilangkan rasa nyeri. Pemberian ibuprofen atau acetaminophen (Jangan
pernah memberikan aspirin pada anak di bawah 12 karena berasosiasi
dengan Reye Syndrome, sebuah penyakit langka tapi berpotensi fatal)
Growing pains bukan penyakit berbahaya dan bisa hilang ketika anak berusia
belasan tahun. Ganguan ini juga tidak membutuhkan terapi atau penanganan
dokter.
KENALI SALAH SATU ATAU BEBERAPA TANDA DAN GEJALA ALERGI YANG
SERING MENYERTAI SAAT VTERJADINYA GROWING PAIN
SALURAN NAPAS DAN HIDUNG : Batuk / pilek lama (>2 minggu), ASMA,
bersin, hidung buntu, terutama malam dan pagi hari. MIMISAN, suara serak,
SINUSITIS, sering menarik napas dalam.
KULIT : Kulit timbul BISUL, kemerahan, bercak putih dan bekas hitam seperti
tergigit nyamuk. Warna putih pada kulit seperti panu. Sering menggosok
mata, hidung, telinga, sering menarik atau memegang alat kelamin karena
gatal. Kotoran telinga berlebihan, sedikit berbau, sakit telinga bila ditekan
(otitis eksterna).
GIGI DAN MULUT : Nyeri gigi, gigi berwarna kuning kecoklatan, gigi rusak,
gusi mudah bengkak/berdarah. Bibir kering dan mudah berdarah, sering
SARIAWAN, lidah putih & berpulau, mulut berbau, air liur berlebihan.
MATA : Mata gatal, timbul bintil di kelopak mata (hordeolum). Kulit hitam di
area bawah kelopak mata. memakai kaca mata (silindris) sejak usia 6-12
tahun.
tidak bisa lama, tidak teliti, sering kehilangan barang, tidak mau antri,
pelupa, suka bengong, TAPI ANAK TAMPAK CERDAS
Daya tahan menurun sering sakit demam, batuk, pilek setiap bulan bahkan
sebulan 2 kali. (normal sakit seharusnya 2-3 bulan sekali)
makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan dengan eliminasi
dan provokasi.
Beberapa pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap cara itu.
Clinic for Children dan Children Grow Up Clinic melakukan modifikasi dengan
cara yang lebih sederhana, murah dan cukup efektif. Modifikasi DBPCFC
tersebut dengan melakukan Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka
Sederhana. Bila setelah dilakukan eliminasi beberapa penyebab alergi
makanan selama 3 minggu didapatkan perbaikan dalam gangguan muntah
tersebut, maka dapat dipastikan penyebabnya adalah alergi makanan.
Pemeriksaan standar yang dipakai oleh para ahli alergi untuk mengetahui
penyebab alergi adalah dengan tes kulit. Tes kulit ini bisa terdari tes gores,
tes tusuk atau tes suntik. PEMERIKSAAN INI HANYA MEMASTIKAN ADANYA
ALERGI ATAU TIDAK, BUKAN UNTUK MEMASTIKAN PENYEBAB ALERGI.
Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas yang cukup baik, tetapi sayangnya
spesifitasnya rendah. Sehingga seringkali terdapat false negatif, artinya hasil
negatif belum tentu bukan penyebab alergi. Karena hal inilah maka sebaiknya
tidak membolehkan makan makanan penyebab alergi hanya berdasarkan tes
kulit ini.
Dalam waktu terakhir ini sering dipakai alat diagnosis yang masih sangat
kontroversial atau unproven diagnosis. Terdapat berbagai pemeriksaan dan
tes untuk mengetahui penyebab alergi dengan akurasi yang sangat
bervariasi. Secara ilmiah pemeriksaan ini masih tidak terbukti baik sebagai
alat diagnosis. Pada umumnya pemeriksaan tersebut mempunyai spesifitas
dan sensitifitas yang sangat rendah. Bahkan beberapa organisasi profesi
alergi dunia tidak merekomendasikan penggunaan alat tersebut. Yang
menjadi perhatian oraganisasi profesi tersebut bukan hanya karena masalah
mahalnya harga alat diagnostik tersebut tetapi ternyata juga sering
menyesatkan penderita alergi yang sering memperberat permasalahan alergi
yang ada
Namun pemeriksaan ini masih banyak dipakai oleh praktisi kesehatan atau
dokter. Di bidang kedokteran pemeriksaan tersebut belum terbukti secara
klinis sebagai alat diagnosis karena sensitifitas dan spesifitasnya tidak terlalu
baik. Beberapa pemeriksaan diagnosis yang kontroversial tersebut adalah
Applied Kinesiology, VEGA Testing (Electrodermal Test, BIORESONANSI), Hair
Analysis Testing in Allergy, Auriculo-cardiac reflex, Provocation-Neutralisation
Tests, Nampudripads Allergy Elimination Technique (NAET), Beware of
anecdotal and unsubstantiated allergy tests.
PENATALAKSANAAN
Obat
Penanganan permasalahan gangguan nyeri kaki dan otot yang disertai dan
diperberat alergi makanan dan hipersensitifitas makanan pada anak Balita
dikemudian hari yang baik adalah dengan menanggulangi penyebabnya. Bila
gangguannyeri kaki dan otot karena gangguan alergi dan hipersensitifitas
makanan, penanganan terbaik adalah menunda atau menghindari makanan
sebagai penyebab tersebut.
Referensi
Proc Royal Soc Med 1970, 63:479-484. OpenURL Oster J: Recurrent abdominal
pain, headache and limb pain in children and adolescents.
van de Laar MA, van der Korst JK. Rheumatoid arthritis, food, and allergy.
Semin Arthritis Rheum. 1991 Aug;21(1):12-23
Little CH, Stewart AG, Fennessy MR. Platelet serotonin release in rheumatoid
arthritis: a study in food-intolerant patients. Lancet. 1983 Aug 6;2(8345):297
299.
Parke AL, Hughes GR. Rheumatoid arthritis and food: a case study. Br Med J
(Clin Res Ed) 1981 Jun 20;282(6281):20272029.
Carini et. al. (1987). IgE complexes in food allergy. Ann Allergy. 1987
Aug;59(2):110-7.
Darlington LG, Ramsey NW. (1993). Review of dietary therapy for rheumatoid
arthritis. Br J Rheumatol. 1993 Jun;32(6):507-14.
Gaby AR, (1999). Alternative treatments for rheumatoid arthritis. Altern Med
Rev. 1999 Dec;4(6):392-402..
Hafstrm I, et. al. (2001). A vegan diet free of gluten improves the signs and
symptoms of rheumatoid arthritis: the effects on arthritis correlate with a
reduction in antibodies to food antigens. Rheumatology (Oxford). 2001
Oct;40(10):1175-9.
Haugen et. al. (1991). Diet and disease symptoms in rheumatic diseases
results of a questionnaire based survey. Clin Rheumatol. 1991 Dec;10(4):4017.
Hvatum et. al. (2006). The gut-joint axis: cross reactive food antibodies in
rheumatoid arthritis. Gut. 2006 Sep;55(9):1240-7. Epub 2006 Feb 16.
Karatay S, et. al. (2006). General or personal diet: the individualized model
for diet challenges in patients with rheumatoid arthritis. Rheumatol Int. 2006
Apr;26(6):556-60. Epub 2005 Jul 16.
Parke AL, Hughes GR. (1981). Rheumatoid arthritis and food: a case study. Br
Med J (Clin Res Ed). 1981 Jun 20;282(6281):2027-9.
Schrander et. al. (1997). Does food intolerance play a role in juvenile chronic
arthritis? Br J Rheumatol. 1997 Aug;36(8):905-8.
van de Laar MA, van der Korst JK. (1991). Rheumatoid arthritis, food, and
allergy. Semin Arthritis Rheum. 1991 Aug;21(1):12-23.
van der Laar et. al. (1992). Food intolerance in rheumatoid arthritis. I. A
double blind, controlled trial of the clinical effects of elimination of milk
allergens and azo dyes. Ann Rheum Dis. 1992 Mar;51(3):298-302.
van der Laar et. al. (1992). Food intolerance in rheumatoid arthritis. II. Clinical
and histological aspects. Ann Rheum Dis. 1992 Mar;51(3):303-6.
Supported by
BB
We are guilty of many errors and many faults. But our worst crime is abandoning
the children, neglecting the fountain of life.
Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a
substitute for professional medical advice. You should not use the information on
this web site for diagnosing or treating a medical or health condition. You should
carefully read all product packaging. If you have or suspect you have a medical
problem, promptly contact your professional healthcare provider
Copyright 2013, Allergy Online Clinic Information Education Network. All rights
reserved
Alergi Anak
Allergy-Bone-Muscle
Kontroversi
anchor drug have considerably changed the paradigm of the treatment of RA. These changes in
the treatment of RA brought marked improvements in outcomes. Today, achievement of
remission as a therapeutic goal is becoming a possibility.
Nonbiologics (DMARDs)
In Japan, MTX was officially approved for an antirheumatic drug in 1999, with almost a decade
delay compared with that in western countries.[19] Furthermore, until 2010, the dosage had been
restricted with an upper limit of 8 mg/week. In 2011, the increase in dosage of MTX was
approved with an upper limit of 16 mg/week by the Japanese Government. In 2003, MTX was
used less, whereas other nonbiologic DMARDs, including salazosulfapyridine (SASP),
bucillamine (BUC) and gold sodium thiomalate, were used more frequently. However, after the
approval of MTX, its usage rate has increased consistently between 2003 and 2010. Today, it has
established a place as an anchor drug among nonbiologic DMARDs.
In 2010, the usage of nonbiologic DMARDs, as measured in the NinJa registry, was as follows:
MTX in 58.3%, SASP in 13.8%, BUC in 11.2%, gold sodium thiomalate in 1.9%, mizoribine in
1.2%, leflunomide in 0.8%, auranofin in 0.5%, actarit in 0.5%, d-penicillamine (D-PC) in 0.5%
and others.
Thus, by 2010, both usage and mean dosage of MTX had increased consistently and reached
58.3% and 7.1 mg/week, respectively (compared with 36.7% and 5.8 mg/week, respectively, in
2003). With regards to safety issues, neither frequency nor severity of the adverse reactions, such
as hepatotoxicity and leucopenia, seemed to be correlated with dosage of MTX as reported in
another large Japanese RA registry, Institute of Rheumatology, Rheumatoid Arthritis.
By contrast, the overall use-rate of other nonbiologic DMARDs remarkably decreased from 60.6
to 37.6% in the period of 20032010. Individually, the use-rate of SASP has not been changed
(approximately 16%; in Japan, the upper limit of SASP dosage is 1000 mg/day, corresponding to
a half dose in western countries). A dramatic decrease was seen in the use-rate of gold sodium
thiomalate, from 10.7 to 2.3% in the period from 2003 to 2010.
BUC, N-(2-mercapto-2-methylpropanoyl)-L-cysteine, is popularly used for RA in Japan[21] and
Korea, but not in western countries. This agent has a similar molecular structure to that of D-P
with two SH residues. The use-rate of BUC also decreased from 20.3 to 13.8% during the
20032010 period. On the other hand, the use of tacrolimus (TAC) has increased gradually and
its use-rate was raised up to 8.2% in 2010. The upper limit dosage of TAC has been approved at
3 mg/day in Japan (mean dosage: 1.77 0.76 mg/day). It has been used most frequently at 1.0
mg/day (29.0%), followed by 2.0 mg/day (26.1%), 3.0 mg/day (18.9%), 1.5 mg/day (17.7%), 0.5
mg/day (4.2%) and 2.5 mg/day (4.0%). TAC was preferably used in combination with other
DMARDs in Japan, especially 43.0% concomitant with MTX in 2010. TAC is relatively
expensive and the cost of TAC of 3 mg/day use is close to those of biologics. This may be one of
the reasons why TAC is used at a lower dose in combination with other nonbiologic DMARDs,
especially MTX.
When the dosages of nonbiologic DMARDs are discussed, the build and stature should be
considered.
Current Treatments of Rheumatoid Arthritis: Biologics
The approval of biologics in Japan was delayed by almost half a decade as compared with
western countries. Infliximab (IFX)[22] was first approved in 2003 as a biologic antirheumatic
drug in Japan, followed by etanercept (ETN) in 2005,[23] tocilizumab (TCZ)[24] and
adalimumab (ADA) in 2008, abatacept (ABT) in 2010 and golimumab in 2011. ETN is used
most frequently in 44.8%, followed by IFX in 22.8%, TCZ in 16.3%, ADA in 12.6% and ABT in
2.5% of patients. In Japan, biologics tend to be used more preferentially in younger patients. In
2010, biologics were used in 40.2% of patients of younger than 30 years, 31.6% of patients in
thier 30s (individuals aged 3039 years), 27.6% of those in their 40s (4049 years old), 20.4% of
those in their 50s (5059 years old), 19.4% of those in their 60s (6069 years old), 13.0% of
those in their 70s (7079 years old) and 9.1% of patients older than 80 years of age.
There are some characteristics in the use of each of the biologics. Regarding concomitant
nonbiologic DMARDs, 66.9% of the patients were treated with biologics that were used along
with MTX (referred as bio-MTX), 7.2% with other nonbiologic DMARDs and 25.9% without
any DMARDs (referred as biomono). Individually, bio-MTX was 99.0% (biologics alone 0.7%)
in IFX, 76.0% (15.8%) in ADA, 59.9% (29.9%) in ETN, 34.5% (62.7%) in TCZ and 68.7%
(25.0%) in ABT.
Infliximab As described previously, IFX is the first biologic approved for RA in Japan.[22] The
use-rate of IFX among biologics has been decreasing gradually year by year after other biologics
were approved: 100% in 2003, 100% in 2004, 53.7% in 2005, 47.0% in 2006, 36.9% in 2007,
27.0% in 2008, 24% in 2009 and 22.8% in 2010. In 2011, increase of IFX dosage and shortening
of the infusions interval were officially approved in Japan.
Etanercept ETN was the most frequently used biologic in 2010. The percentage of patients
treated with low-dose ETN (25 mg/week) has increased from 31.8 to 38.1% in all of the
patients treated with ENT during 20092010. MTX was used concomitantly in 56.3% of the
patients, and the mean dosage of MTX was 7.1 mg/week. The disease activity of patients treated
with low-dose ETN (25 mg/week) tended to be lower than in those with standard-dose ETN (50
mg/week) CDAI: low-dose vs standard dose, 8.3 vs 9.4 (p = 0.068). The patients treated with
low-dose ETN were more frequent in both younger (younger than 30 years of age, 46.7%) and
elderly groups (older than 70 years of age, 48.9%). The reasons for this might include its costs
and the risk of infections. However, it should be noted that low-dose ETN had been clearly
shown not to be as effective as standard-dose ETN in preventing joint damage by an earlier US
registration trial.
Tocilizumab The use-rate of TCZ was almost unchanged in 20092010. TCZ has some unique
characteristics compared with other biologics. In Japan, TCZ is preferentially used alone
(monotherapy), but not in combination with any nonbiologic DMARDs (TCZ monotherapy,
62.7%). The mean disease activity of the TCZ monotherapy patients tended to be lower than that
of TCZ concomitant therapy patients as CDAI equals 9.7 and 10.6, respectively. Thus, TCZ has
been preferentially used alone in patients who are less sick, especially those who were unlikely
to tolerate MTX.
Adalimumab The use-rate of ADA was also almost unchanged in 20092010. Most of the
patients (97.1%) were treated with ADA 40 mg/biweekly or less. There are obvious differences
in disease activities between patients treated with ADA concomitant with MTX (7.6 6.8) and
those treated with ADA alone (11.3 9.3).
Abatacept Very few patients treated with ABT were registered in 2010 because ABT was just
approved in 2010. Therefore, further data on this are required.
Corticosteroids & NSAIDs The use of oral corticosteroids and NSAIDs has been decreasing
continuously every year. The use-rate of NSAIDs apparently decreased from 67.5 to 48.4% in
20032010. In case of oral corticosteroids, use-rate and mean dosage have decreased, from 62.5
to 52.6% and from 5.2 to 4.3 mg/day, respectively. Decrease in both use-rate and dosage of
corticosteroids and NSAIDs may be mainly due to recent progress of drug therapy, such as the
use of MTX as an anchor drug and the advent of biologics.
Current Treatments of Rheumatoid Arthritis: Changes in Joint Surgery
In the NinJa, all occurrences of joint operations related to RA, such as joint replacement
(primary), arthrodesis, arthroplasty, synovectomy and tendon repair, and their operative
procedures and sites in the registered patients have been collected every year and accumulated
(Figure 3). In 20032010, the incidence of overall joint operations related to RA (total RA-Ops)
changed from 8114 to 4852 per 100,000. Individually, between 2003 and 2010, the incidence of
joint operations changed as follows: total joint replacement: 48142454 per 100,000,
arthrodeses: 323358 per 100,000, arthroplastis: 11171034 per 100,000, synovectomy: 794303
per 100,000 and tendon: 10601010 per 100,000. Thus, the total RA-Ops showed a significant
decrease continuously between 2003 and 2010.
Changes in joint surgery. Total number of joint operations related to RA has apparently
decreased; a significant decrease has especially been seen in the incidence of total joint
Allergy-Bone-Muscle
Immunology
Imunopathogenesis
Muscle pain (myalgia) is a common complaint and is most frequently related to overuse or
muscle injury from unaccustomed exercise or work. In these situations the cause of the
muscle pain is fairly obvious. However, muscle pain can accompany many other conditions
such as infectious disease, autoimmune disease, parasitosis and other problems. Muscle
pain may accompany other symptoms such as joint pain (arthralgia), fever, or general ill
feeling (malaise).
Please note that it is extremely important to obtain an accurate diagnosis before trying to find a
cure. Many diseases and conditions share common symptoms: if you treat yourself for the
wrong illness or a specific symptom of a complex disease, you may delay legitimate treatment
of a serious underlying problem. In other words, the greatest danger in self-treatment may be
self-diagnosis. If you do not know what you really have, you can not treat it!
Knowing how difficult it is to weed out misinformation and piece together countless facts in
order to see the big picture, we now provide simple online access to The Analyst. Used by
doctors and patients alike, The Analyst is a computerized diagnostic tool that sits on a vast
accumulation of knowledge and research. By combining thousands of connections between
signs, symptoms, risk factors, conditions and treatments, The Analyst will help to build an
accurate picture of your current health status, the risks you are running and courses of action
(including appropriate lab testing) that should be considered. Full information is available here.
Causes
Muscle injury may result from exercise or overuse. It takes about 48 hours for a muscle to heal
from minor overuse. Any time that the muscles are sore following exercise, it indicates some
extent of muscle damage.
Some of the most common causes are:
Tension or stress
Fibromyalgia
Allergy-Bone-Muscle
Eosinophilia-myalgia syndrome:
Diposting pada September 8, 2012 oleh Indonesia Medicine Meninggalkan komentar
Eosinophilia-myalgia syndrome
causes
symptoms
Alergi Makanan
Allergy-Bone-Muscle
Soyucen E, Esen F.
Abstract
Picky Eaters Clinic (Klinik Kesulitan makan Pada Anak) dan Grow Up Clinic
(Klinik Khusus Gangguan Pertumbuhan Berat Badan Anak)
Fisioterapis
Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a substitute
for professional medical advice. You should not use the information on this web site for
diagnosing or treating a medical or health condition. You should carefully read all product
packaging. If you have or suspect you have a medical problem, promptly contact your
professional healthcare provider.
Copyright 2012, Children Allergy Clinic Online Information Education Network. All
rights reserved
Allergy-Bone-Muscle
Associated Diseases
GRoW UP CLINIC Jakarta Focus and Interest on: ***Allergy Clinic Online ***
Picky Eaters and Growup Clinic For Children, Teen and Adult (Klinik Khusus
Gangguan Sulit Makan dan Gangguan Kenaikkan Berat Badan)*** Children Foot
Clinic *** Physical Medicine and Rehabilitation Clinic *** Oral Motor Disorders
and Speech Clinic *** Children Sleep Clinic *** Pain Management Clinic Jakarta
*** Autism Clinic *** Children Behaviour Clinic *** Motoric & Sensory Processing
Disorders Clinic *** NICU Premature Follow up Clinic *** Lactation and
Breastfeeding Clinic *** Swimming Spa Baby & Medicine Massage Therapy For
Baby, Children and Teen ***
Professional Healthcare Provider GRoW UP CLINIC Dr Narulita Dewi SpKFR,
Physical Medicine & Rehabilitation curriculum vitae HP 085777227790 PIN BB
235CF967 Clinical Editor in Chief : Dr Widodo Judarwanto, Pediatrician Editor:
Audi Yudhasmara email : judarwanto@gmail.com Mobile Phone O8567805533
PIN BBM 76211048 Komunikasi dan Konsultasi online : twitter @widojudarwanto
facebook dr Widodo Judarwanto, pediatrician Komunikasi dan Konsultasi Online
Alergi Anak : Allergy Clinic Online Komunikasi dan Konsultasi Online Sulit makan
dan Gangguan Berat Badan : Picky Eaters Clinic Komunikasi Profesional
Pediatric: Indonesia Pediatrician Online
Curriculum Vitae Widodo Judarwanto
Information on this web site is provided for informational purposes only and is
not a substitute for professional medical advice. You should not use the
information on this web site for diagnosing or treating a medical or health
condition. You should carefully read all product packaging. If you have or
suspect you have a medical problem, promptly contact your professional
healthcare provider
Copyright 2014, Allergy Clinic Online Information Education Network. All rights
reserved
Alergi Makanan
Alergi-Saluran Cerna
Allergy Behaviour
Allergy-Bone-Muscle
Profesional
Research-Journal
Allergic diseases include life-threatening anaphylaxis, food allergies, certain forms of asthma,
rhinitis, conjunctivitis, angioedema, urticaria, eczema, eosinophilic disorders, including
eosinophilic esophagitis, and drug and insect allergies. Globally, 300 million people suffer from
asthma and about 200250 million people suffer from food allergies. One-tenth of the population
suffers from drug allergies and 400 million from rhinitis. Moreover, allergic diseases commonly
occur together in the same individual, one disease with the other. This requires an integrated
approach to diagnosis and treatment and greater awareness of the underlying causes among
family physicians, patients as well as specialists.
A recent report from the World Allergy Organization, the WAO White Book on Allergy,
summarizes the burden of allergic diseases worldwide, the risk factors, impact on quality of life
of patients, morbidity, mortality, their socio-economic consequences, recommended treatment
strategies, future therapies, and the costbenefit analyses of care services. For instance, asthma
prevalence is rising in several high as well as low-income and middle-income countries, and the
prevalence and impact of allergic diseases continue to grow. According to the World Health
Organization, the number of patients having asthma is 300 million and with the rising trends it is
expected to increase to 400 million by 2025. Patients with asthma and allergic diseases have a
reduced quality of life. According to the World Health Organization, asthma causes 250000
deaths annually. Moreover, asthma in infancy often goes unrecognized and thus untreated. In the
United States, 23 million people including 7 million children suffer from asthma and the
prevalence is increasing. The economic costs of asthma are high both in terms of direct and
indirect costs, especially in severe or uncontrolled asthma. In the United States, pediatric asthma
results in 14 million missed days of school each year, which in turn result in lost workdays and
lost wages for caregivers. As asthma continues to affect more children in lower-income
countries, this will lead to long-term consequences for their education and perpetuation of their
poverty. We need to find ways to control indoor and outdoor air pollution, to train healthcare
professionals to diagnose and treat asthma in children, and to ensure that asthma medications are
affordable for all who need them. Educational programs for self-management of asthma and
national efforts to tackle asthma as a public health problem have produced remarkable benefits
resulting in dramatic reductions in deaths and hospital admissions.
The upsurge in the prevalence of allergies is observed as societies become more affluent and
urbanized. An increase in environmental risk factors like outdoor and indoor pollution like
tobacco smoke combined with reduced biodiversity also contributes to this rise in prevalence. In
many low-income and middle-income countries, including rural areas in India, people rely on
solid fuel (wood, cow dung, or crop residues) that they burn in simple stoves or open fires for
domestic energy. Secondhand smoke has become more common as parents become affluent
enough to buy cigarettes. Together, these factors generate indoor air pollution that is estimated to
be as much as five times as severe in poor countries as in rich ones. In rural Bangladesh, the
prevalence of wheezing in rural children over a 12-month period was 16%The White
Bookhighlights data from China that reports outdoor pollution as a cause of 300000 deaths
annually. Moreover, climate change, change in ambient temperatures, and changes in weather
during pollen seasons can cause both biological and chemical changes to pollens and have direct
adverse consequences on human health by inducing disease exacerbations especially in urban
and polluted regions. Appropriate environmental control measures of risk factors like indoor
tobacco smoke, outdoor pollution, and biomass fuel can have huge health benefits. There are also
other complex, but measurable, associations between early life circumstances like maternal and
childhood nutrition. Such evidences indicate early life opportunities for interventions targeted
towards the prevention of allergies and asthma. (source Current Opinion in Allergy & Clinical
Immunology: February 2012)
Immunology
The study of the molecular and cellular components that comprise the immune system, including
their function and interaction, is the central science of immunology. The immune system has
been divided into a more primitive innate immune system, and acquired or adaptive immune
system of vertebrates, the latter of which is further divided into humoral and cellular
components.
The humoral (antibody) response is defined as the interaction between antibodies and antigens.
Antibodies are specific proteins released from a certain class of immune cells (B lymphocytes).
Antigens are defined as anything that elicits generation of antibodies, hence they are Antibody
Generators. Immunology itself rests on an understanding of the properties of these two biological
entities. However, equally important is the cellular response, which can not only kill infected
cells in its own right, but is also crucial in controlling the antibody response. Put simply, both
systems are highly interdependent.
In the 21st century, immunology has broadened its horizons with much research being performed
in the more specialized niches of immunology. This includes the immunological function of
cells, organs and systems not normally associated with the immune system, as well as the
function of the immune system outside classical models of immunity
Clinical immunology
Clinical immunology is the study of diseases caused by disorders of the immune system (failure,
aberrant action, and malignant growth of the cellular elements of the system). It also involves
diseases of other systems, where immune reactions play a part in the pathology and clinical
features.
The diseases caused by disorders of the immune system fall into two broad categories:
immunodeficiency, in which parts of the immune system fail to provide an adequate response
(examples include chronic granulomatous disease), and autoimmunity, in which the immune
system attacks its own hosts body (examples include systemic lupus erythematosus, rheumatoid
arthritis, Hashimotos disease and myasthenia gravis). Other immune system disorders include
different hypersensitivities, in which the system responds inappropriately to harmless compounds
(asthma and other allergies) or responds too intensely.
Home
INDONESIA
ALERGI PADA BAYI
Belum Tentu Alergi Susu, Infeksi Virus Pemicu Alergi Pada Bayi
Susu Kambing dan Susu Hipoalergenik Parsial Bukan Untuk Penderita Alergi
Breath Holding Spell atau Menangis Biru dan AlergiHipersensitifitas Saluran Cerna
Susu Kambing dan Susu Hipoalergenik Parsial Bukan Untuk Penderita Alergi
Belum Tentu Alergi Susu, Infeksi Virus Pemicu Alergi Pada Bayi
Alergi Debu, Alergi Dingin atau Alergi Makanan Manakah Yang Benar ?
Alergi Debu, Alergi Dingin atau Alergi Makanan Manakah Yang Benar ?
Sering Sakit, Daya Tahan Tubuh Buruk, Alergi dan Hipersensitif Saluran Cerna
FOR PROFESSIONAL
CLINICAL IMMUNOLOGY
BASIC IMMUNOLOGY
United Airway Disease : Keterkaitan Penyakit Rinitis dan Asma pada Anak
How To Know Related Autism Spectrum Disease, Food Allergy and Food
Hypersensitive
Berbagai kumpulan Artikel Alergi dan Gangguan Otak dan Sistem Saraf Pusat
Provided by
Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a
substitute for professional medical advice. You should not use the information on
this web site for diagnosing or treating a medical or health condition. You should
carefully read all product packaging. If you have or suspect you have a medical
problem, promptly contact your professional healthcare provider.
Copyright 2012, Children Allergy Clinic Online Information Education Network. All rights
reserved
Alergi - Infeksi
Alergi Anafilaksis
Alergi Anak
Alergi Bayi
Alergi Dewasa
Alergi Kulit
Alergi Makanan
Alergi Mata
Alergi Obat
Alergi-Ginjal
Alergi-Hormon-Obesitas
Alergi-Kehamilan-Perinatal
Alergi-Saluran Cerna
Alergi-THT
Allergy Adult
Allergy Asthma-Respiratory
Allergy Behaviour
Allergy Children
Allergy March
Allergy Obsetry-Gynecology-Infertility
Allergy-Bone-Muscle
Allergy-Brain-Neurology
Allergy-Cardio Vascular
Allergy-Mouth-Teeth
Associated Diseases
Diagnosis-Management-Drug
Diagnosis-Pemeriksaan
Foto - Poster
Immunology
Imunologi Dasar
Imunologi Klinis
Imunopathogenesis
Komplikasi
Konsultasi
Kontroversi
News-Update
Nutrisi-Diet Alergi
Pencegahan
Penyebab-Pencetus
Perception-Myths-Fact
Prevalensi-Angka Kejadian
Profesional
Research-Journal
Seminar-Talk Show
Terapi-Penanganan
Ankylosing spondylitis adalah bentuk peradangan kronis dari tulang belakang (spine) dan
sendi-sendi tulang sacroiliac (sacroiliac joints). Sacroiliac joints berlokasi pada belakang
bawah dimana sakrum atau tulang kelangkang, tulang yang tepat berada diatas tulang
ekor bertemu tulang-tulang ilium atau tulang-tulang yang berada di kedua sisi dari bokong
atas. Peradangan kronis pada area-area ini menyebabkan nyeri dan kekakuan dalam dan
sekitar tulang belakang. Dengan berjalannya waktu, peradangan tulang belakang yang
kronis atau spondylitis dapat menjurus pada suatu penyatuan dari vertebra-vertebra,
proses yang dirujuk sebagai ankylosis. Ankylosis menjurus pada kehilangan mobilitas dari
tulang belakang.
Ankylosing spondylitis adalah juga suatu penyakit rematik sistemik, yang berarti ia dapat
mempengaruhi jaringan-jaringan lain diseluruh tubuh. Karena itu, ia dapat menyebabkan
peradangan atau luka pada sendi-sendi tulang lain yang jauh dari spine, begitu juga pada organorgan lain, seperti mata-mata, jantung, paru-paru, dan ginjal-ginjal. Ankylosing spondylitis
berbagi banyak ciri-ciri dengan beberapa kondisi-kondisi arthritis lain, seperti psoriatic arthritis,
reactive arthritis, dan arthritis yang berhubungan dengan penyakit Crohn dan radang borok usus
besar (ulcerative colitis). Setiap dari kondisi-kondisi arthritis ini dapat menyebabkan penyakit
dan peradangan pada spine, sendi-sendi tulang lain, mata-mata, kulit, mulut, dan beragam organorgan. Mengingat bahwa persamaan dan kecenderungan mereka menyebabka peradangan dari
spine, kondisi-kondisi ini secara kolektif dirujuk sebagai spondyloarthropathies.
Ankylosing spondylitis adalah dua sampai tiga kali lebih umum pada pria-pria daripada pada
wanita-wanita. Pada wanita-wanita, tulang-tulang sendi yang berjauhan dari spine lebih sering
dipengaruhi daripada pada pria-pria. Ankylosing spondylitis mempengaruhi semua kelompok
umur, termasuk anak-anak. Umur yang paling umum timbulnya gejala-gejala adalah di dekade
kedua dan ketiga dari kehidupan.
Penyebab
Ankylosing spondylitis diwariskan secara genetik, dan mayoritas (hampir 90%) dari pasienpasien dengan ankylosing spondylitis dilahirkan dengan gen HLA-B27. Tes-tes darah telah
dikembangkan untuk mendeteksi marker gen HLA-B27 dan telah memajukan pengertian kita
tentang hubungan antara HLA-B27 dan ankylosing spondylitis. Gen HLA-B27 tampaknya hanya
meningkatkan kecenderungan mengembangkan ankylosing spondylitis, dimana beberapa faktorfaktor tambahan, mungkin lingkungan, adalah perlu untuk timbulnya penyakit atau menjadi jelas.
Contohnya, ketika 7% dari populasi Amerika mempunyai gen HLA-B27, hanya 1% dari populasi
yang benar-benar mempunyai penyakit ankylosing spondylitis.
Di bagian utara Skandinavia (Lapland), 1.8% dari populasi mepunyai ankylosing spondylitis
sedangkan 24% dari populasi umum mempunyai gen HLA-B27. Bahkan diantara individuindividu yang positif HLA-B27, risiko mengembangkan ankylosing spondylitis tampaknya lebih
jauh berhubungan dengan keturunan. Pada individu-individu yang positif HLA-B27 yang
mempunyai saudara-saudara dengan penyakit ini, risiko mereka mengembangkan ankylosing
spondylitis adalah 12% (enam kali lebih besar daripada mereka yang saudara-saudaranya tidak
mempunyai ankylosing spondylitis).
Akhir-akhir ini, beberapa gen-gen telah diidentifikasikan yang berkaitan dengan ankylosing
spondylitis. Gen-gen ini disebut ARTS1 dan IL23R. Gen-gen ini tampaknya memainkan peran
dalam mempengaruhi fungsi imun. Diantisipasikan bahwa dengan mengerti efek-efek dari setiap
dari gen-gen yang diketahui ini, peneliti-peneliti akan membuat kemajuan-kemajuan yang
signifikan dalam menemukan penyembuhan untuk ankylosing spondylitis.
Bagaimana peradangan terjadi dan menetap pada organ-organ dan sendi-sendi tulang yang
berbeda pada ankylosing spondylitis adalah persoalan dari penelitian yang aktif. Setiap individu
cenderung mempunyai pola unik kehadiran dan aktivitas dari penyakit mereka sendir.
Peradangan awal mungkin adalah akibat dari aktivitas dari sistim imun tubuh oleh infeksi bakteri
atau kombinasi dari kuman-kuman infeksi. Sekali diaktifkan, sistim imun tubuh menjadi tidak
mampu untuk memadamkannya sendiri, meskipun infeksi bakteri awal mungkin telah hilang
lama. Peradangan jaringan yang kronis yang berakibat dari aktivitas yang terus menerus dari
sistim imun tubuh pada ketidakhadiran dari infeksi yang aktif adalah tanda dari penyakit
peradangan autoimun.
Manifestasi Klinis
Area-area lain dari tubuh yang dipengaruhi oleh ankylosing spondylitis termasuk mata-mata,
jantung, dan ginjal-ginjal. Pasien-pasien dengan ankylosing spondylitis dapat mengembangkan
peradangan pada iris, disebut iritis. Iritis dikarakteristikan dengan kemerahan dan nyeri pada
mata, terutama ketika melihat pada sinar-sinar yang terang. Serangan-serangan yang terjadi
kembali dari iritis dapat mempengaruhi kedua mata. Sebagai tambahan pada iris, badan siliari
(ciliary body) dan koroid (choroid) dari mata dapat meradang dan ini dirujuk sebagai uveitis.
Iritis dan uveitis dapat menjadi komplikasi-komplikasi yang serius dari ankylosing spondylitis
yang dapat merusak mata dan mengganggu penglihatan, dan mungkin memerlukan suatu
pelayanan yang mendesak dari seorang spesialis mata (ophthalmologist). Perawatan-perawatan
khusus untuk peradangan mata yang serius dibahas pada bagian perawatan dibawah. Perlu
dicatat bahwa iritis dan peradangan spine dapat terjadi dalam bentuk-bentuk lain dari arthritis
seperti reactive arthritis (dahulunya sindrom Reiter), psoriatic arthritis, dan arthritis dari penyakit
peradangan usus.
Suatu komplikasi yang jarang dari ankylosing spondylitis melibatkan luka parut dari sistim
elektrik jantung, menyebabkan denyut jantung yang abnormal rendah. Alat pemacu jantung
mungkin perlu pada pasien-pasien ini untuk mempertahankan denyut jantung dan hasil (output)
yang memadai. Bagian aorta yang paling dekat dengan jantung dapat meradang, berakibat pada
kebocoran dari klep aorta. Pasien-pasien ini dapat mengembangkan sesak napas, kepeningan, dan
gagal jantung.
Spondylitis yang lanjut dapat menjurus pada endapan-endapan yang disebut amyloid kedalam
ginjal-ginjal dan berakibat pada kegagalan ginjal. Penyakit ginjal yang progresif dapat menjurus
pada kelelahan kronis dan mual dan dapat memerlukan pembuangan racun-racun darah yang
terakumulasi dengan mesin penyaringan
Diagnosis
sacroiliac dari bokong-bokong bagian atas. Ekspansi dari dada dengan bernapas penuh dapat
dibatasi karena kekakuan dari dinding dada. Orang-orang yang dipengaruhi sangat berat dapat
mempunyai suatu postur tubuh yang membungkuk. Peradangan mata dapat dievaluasi oleh
dokter dengan ophthalmoscope.
Tanda-tanda yang lebih jauh pada diagnosis disarankan oleh kelainan-kelainan x-ray dari spine
dan kehadiran dari tes darah untuk penanda genetik, gen HLA-B27. Tes-tes darah lain mungkin
menyediakan bukti peradangan didalam tubuh. Contohnya, tes darah disebut angka sedimentasi
adalah penanda nonspesifik untuk peradangan diseluruh tubuh dan sering meningkat dalam
kondisi-kondisi seperti ankylosing spondylitis. Analisa urin seringkali dilakukan untuk mencari
kelainan-kelainan ginjal yang mengiringinya, begitu juga untuk mengeluarkan kondisi-kondisi
ginjal yang mungkin menghasilkan nyeri belakang (back pain) yang meniru ankylosing
spondylitis. Pasien-pasien juga dievaluasi secara simultan untuk gejala-gejala dan tanda-tanda
dari spondyloarthropathies yang berkaitan lainnya, seperti psoriasis, penyakit kelamin atau
dysentery (reactive arthritis atau penyakit Reiter), dan penyakit peradangan usus (ulcerative
colitis atau penyakit Crohn).
Penanganan
Penelitian terakhir telah menunjukan bahwa untuk ankylosing spondylitis yang gigih dengan
keterlibatan spine yang tidak merespon pada obat-obat anti peradangan, keduanya sulfasalazine
dan methotrexate adalah tidak efektif. Obat-obat efektif yang lebih baru untuk penyakit spine
menyerang protein kurir/pesuruh dari peradangan yang disebut TNF. Obat-obat penghalang TNF
ini telah ditunjukkan sangat efektif untuk merawat ankylosing spondylitis dengan
memberhentikan aktivitas penyakit, mengurangi peradangan, dan memperbaiki mobilitas spine.
Contoh-contoh dari TNF-blockers ini termasuk etanercept (Enbrel), infliximab (Remicade), dan
adalimumab (Humira).
Beberapa pokok-pokok utama tentang perawatan ankylosing spondylitis berhak mendapat
penekanan. Ada spondylitis awal yang tingkat diagnosisnya rendah yang terjadi sebelum tes
sederhana x-ray dapat mendeteksi perubahan-perubahan klasik. Pasien-pasien yang dirawat lebih
awal merespon lebih baik pada perawatan-perawatan. Obat-obat yang memodifikasi penyakit
sekarang ini, seperti methotrexate, sulfasalazine, dan leflunomide (Arava), yang dapat menjadi
efektif untuk peradangan sendi tulang dari sendi-sendi tulang yang berjauhan dari spine, adalah
tidak efektif untuk peradangan spine. Jika obat-obat anti peradangan nonsteroid tidak efektif
pada seorang pasien yang kondisinya didominasi oleh peradangan spine (dan 50% merespon),
maka obat-obat biologi yang menghambat faktor tumor nekrosis diindikasikan (TNF inhibitors).
Semua penghambat-penghambat TNF, termasuk Remicade, Enbrel, dan Humira adalah efektif
dalam merawat ankylosing spondylitis. Perbaikan yang berakibat pada penghambatan TNF
dipertahankan terus menerus selama bertahun-tahun perawatan. Jika penghambat-penghambat
TNF diberhentikan, untuk alasan apa saja, kekambuhan penyakit terjadi hampir pada semua
pasien-pasien dalam waktu satu tahun. Jika penghambat TNF kemudian dimulai lagi, ia secara
khas efektif.
Kortikosteroid-kortikosteroid (kortison) mulut atau suntikan adalah agent-agent anti peradangan
yang berpotensi dan dapat secara efektif mengontrol spondylitis dan peradangan-peradangan lain
didalam tubuh. Sayangnya, kortikosteroid-kortikosteroid dapat mempunyai efek-efek sampingan
yang serius jika digunakan pada basis jangka panjang. Efek-efek sampingan ini termasuk
katarak-katarak, penipisan dari kulit dan tulang-tulang, mudah memar, infeksi-infeksi, diabetes,
dan kehancuran dari sendi-sendi tulang besar, seperti pinggul-pinggul.
Terapi fisik untuk ankylosing spondylitis termasuk instruksi-instruksi dan latihan-latihan untuk
mempertahankan postur yang sesuai. Ini termasuk bernapas yang dalam untuk ekspansi paru dan
latihan-latihan peregangan (stretching exercises) untuk memperbaiki mobilitas spine dan sendi
tulang. Karena ankylosis dari spine cenderung menyebabkan lekukan/lengkungan/kebongkokan
ke depan, pasien-pasien diperintahkan untuk mempertahankan postur yang tegak sebanyak
mungkin dan melakukan latihan-latihan perluasan ke belakang. Pasien-pasien juga dinasehati
untuk tidur pada suatu kasur yang kokoh dan menghindari penggunaan sebuah bantal untuk
mencegah lekukan/lengkungan tulang belakang (spine). Ankylosing spondylitis dapat melibatkan
area-area dimana tulang-tulang iga menempel pada spine bagian atas begitu juga sendi-sendi
tulang vertebra, jadi membatasi kapasitas bernapas paru. Pasien-pasien diinstruksikan untuk
seringkali mengembangkan secara maksimal dada mereka sepanjang hari untuk mengecilkan
pembatasan ini.
Program-program latihan disesuaikan untuk setiap individu pasien. Berenang lebih disukai,
karena ia menghindari dampak yang menggetarkan dari tulang belakang. Ankylosing spondylitis
tidak perlu membatasi kelibatan seorang pasien pada atletik. Pasien-pasien dapat berpartisipasi
pada olahraga-olahraga aerobik yang dipilh secara hati-hati ketika penyakit mereka tidak aktif.
Latihan aerobik umumnya dianjurkan karena ia memajukan perluasan penuh dari otot-otot
pernapasan dan membuka saluran-saluran udara dari paru-paru.
Peradangan dan penyakit-penyakit pada organ-organ lain dirawat secara terpisah. Contohnya,
peradangan iris dari mata (iritis atau uveitis) mungkin memerlukan obat-obat tetes mata kortison
(pred forte) dan dosis-dosis kortison mulut (secara oral) yang tinggi. Sebagai tambahan, obatobat tetes mata atropine seringkali diberikan untuk mengendurkan otot-otot dari iris. Kadangkala
suntikan kortison kedalam mata yang dipengaruhi adalah perlu jika peradangannya berat.
Penyakit jantung pada pasien-pasien dengan ankylosing spondylitis mungkin memerlukan
penempatan pemacu jantung atau obat-obat untuk gagal jantung kongestif (congestive heart
failure).
Merokok sangat tidak dianjurkan pada pasien-pasien dengan ankylosing spondylitis, karena ia
akan mempercepat luka parut pada paru-paru dan memperburuk secara serius kesulitan-kesulitan
bernapas. Adakalanya, pasien-pasien dengan penyakit paru yang parah yang berkaitan dengan
ankylosing spondylitis mungkin memerlukan tambahan oksigen dan obat-obat untuk
memperbaiki pernapasan.
Pasien-pasien mungkin perlu memodifikasi aktivitas-aktivitas kehidupan sehari-hari mereka dan
menyesuaikan ciri-ciri tempat kerja. Contohnya, pekerja-pekerja dapat menyesuaikan bangkubangku dan meja-meja untuk postur-postur yang sesuai. Pengemudi-pengemudi dapat
menggunakan kaca-kaca untuk melihat kebelakang yang lebar untuk mengkompensasi gerakan
yang terbatas pada spine.
Akhirnya, pasien-pasien yang mempunai penyakit yang parah dari tulang-tulang sendi tulang
pinggul dan spine mungkin memerlukan operasi orthopedi (bedah tulang).
Prognosis
Ankylosing spondylitis dan setiap dari spondyloarthropathies adalah area-area dari penelitian
aktif. Hubungan antara kekuatan-kekuatan yang bersifat menular dan pemicu dari peradangan
kronis sedang dikejar dengan penuh semangat. Faktor-faktor yang mengabadikan autoimmunity sedang diidentifikasikan. Karakteristik-karakteristik dari penanda gen HLA-B27
sedang didefinisikan lebih jauh. Kenyataannya, sekarang diketahui ada tujuh subtipe-subtipe
yang berbeda dari HLA-B27.
Dampak dari penemuan akhir-akhir ini dari dua gen-gen tambahan yang berkaitan dengan
ankylosing spondylitis tidak dapat terlalu ditekankan. Ketika lebih banyak tentang mekanismemekanisme yang tepat yang digunakan oleh gen-gen ini untuk mempengaruhi sistim imun
dimengerti, penemuan dari penyembuhan akan menjadi mungkin. Lebih dari itu, hasil-hasil dari
penelitian yang sedang berjalan akan menjurus pada pengertian dan perawatan yang lebih baik
dari seluruh kelompok penyakit yang secara kolektif dikenal sebagai spondyloarthropathies.
.
.
.
dermatomyositis
.
.
.
ARTIKEL TEREKOMENDASI: Kumpulan Artikel Permasalahan Alergi Anak dan
Imunologi, Dr Widodo Judarwanto, pediatrician
.
ARTIKEL TEREKOMENDASI:Kumpulan Artikel Alergi Pada Bayi, Dr Widodo
Judarwanto Pediatrician
.
ARTIKEL FAVORIT:100 Artikel Alergi dan Imunologi Paling Favorit
Current Allergy Immunology by Widodo Judarwanto
The doctor of the future will give no medicine, but will instruct his patient in the
care of the human frame, in diet and in the cause and prevention of disease.
Provided by
www.allergyclinic.me
Copyright 2013, Children Allergy Clinic Online Information Education Network. All rights
reserved
Allergy-Bone-Muscle
Autoimmune Diseases
Imunologi Dasar
Imunologi Klinis
Imunopathogenesis
Populer
Terkini
Konsultasi
Update References and Research of Drug Allergy, Drug Eruption Allergic and
Adverse Reaction of Drug
Indeks Artikel
Indeks Artikel
Allergy Eye
Food Allergy-Cardiovascular
Artikel Terekomendasi
Nyeri Perut, Hipersensitif Saluran Cerna Pada Dewasa dan Dampak Yang
Menyertai
Klinik Spesialis Khusus
dr Widodo Judarwanto
Grow Up Clinic
Nyeri yang amat hebat atau kepala terasa denyutan hebat (kenyut-kenyut) pada satu sisi
atau kedua sisi kepala. Mual-mual atau muntah.
Terjadi perubahan dalam penglihatan, termasuk penglihatan kabur atau timbul titik buta
dimana anda tidak dapat melihat pada satu titik tertentu. Menjadi terganggu dengan
cahaya (pencahayaan), kebisingan atau bau. Merasa lelah dan atau kebingungan.
Kaku atau kepekaan pada leher. Kulit kepala menjadi peka (lembut). Light-headedness.
Migrain klasik dimulai dengan tanda-tanda permulaan yang disebut dengan aura. Aura
seringkali berhubungan dengan perubahan dalam cara anda memandang atau melihat.
Anda mungkin melihat bayangan cahaya atau warna-warna. Anda mungkin sesaat merasa
kehilangan atau berkurangnya penglihatan, seperti penglihatan pada satu sisi.
Terdapat gejala yang aneh seperti menusuk atau sensasi panas seperti membakar, otot
terasa lemah atau lemas pada satu sisi tubuh. Anda mungkin mempunyai masalah
gangguan dalam berbicara atau berkomunikasi. Anda juga mungkin merasa depresi,
mudah tersinggung dan resah, gelisah.
Aura berlangsung sekitar 15-30 menit. Aura mungkin terjadi sebelum atau setelah nyeri
kepala terjadi, dan terkadang nyeri kepala dan aura saling tumpang tindih atau terjadinya
secara bersamaan, atau tanpa terjadinya nyeri kepala sama sekali. Nyeri kepala migren
klasik mungkin terjadi pada satu atau kedua sisi kepala.
Migrain umum (common migrain) tidak diawali dengan terjadinya aura. Migrain umum
mungkin dimulai lebih lambat dari migrain klasik, berakhir lebih lama dan mengganggu
aktivitas sehari-hari. Nyeri pada common migrain mungkin hanya terjadi pada satu sisi
kepala.
ORGAN/SISTEM
TUBUH
1
Sistem Pernapasan
Sistem Pembuluh Darah dan jantung Palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka ke merahan),
nyeri dada, pingsan, tekanan darah rendah, denyut jantung
meningkat, skipped beats, hot flashes, pallor; tangan
hangat, kedinginan, kesemutan, redness or blueness of
hands; pseudo-heart attack pain (nyeri dada mirip
sertangan jantung); nyeri dada depan, tangan kiri, bahu,
leher, rahang hingga menjalar di pergelangan tangan.
Vaskulitis (sering lebam kebiruan seperti bekas terbentur
padahal bukan terbentur pada daerah lengan atas dan
lengan bawah)
Sistem Pencernaan
Kulit
Sistem Hormonal
11 Mata
Mengalami Gizi Ganda : bisa kurus, sulit naik berat badan atau kegemukan. Pada
kesulitan kenaikkan erat badan sering disertai kesulitamn makan dan nafsu makan
kurang. Sebaliknya pada kegemukan sering mengalami nafsu makan berlebihan
Kesulitan Makan dan gangguan Makan : Nafsu makan buruk atau gangguan
mengunyah menelan
Kepala,telapak kaki atau tangan sering teraba hangat. Berkeringat berlebihan meski
dingin (malam atau ac). Keringat berbau.
Daya tahan menurun sering sakit demam, batuk, pilek setiap bulan bahkan
sebulan 2 kali. (normal sakit seharusnya 2-3 bulan sekali). Karena sering sakit
berakibat Tonsilitis kronis (AMANDEL MEMBESAR), atau sinusitis hindari
operasi amandel yang tidak perlu atau mengalami Infeksi Telinga Waspadai dan
hindari efek samping PEMAKAIAN OBAT ANTIBIOTIKA TERLALU SERING.
GANGGUAN TIDUR : Sulit untuk memulai tidur malam atau tidur larut malam ,
Tidur bolak-balik. Berbicara,tertawa,berteriak atau berjalan saat tidur, Mendadak
terbangun duduk saat tidur kemudian tidur lagi, Mimpi buruk, beradu gigi atau
gigi gemeretak atau bruxism
.
.
BERBAGAI GANGGUAN YANG BELUM DIKETAHUI SEBABNYA ATAU
berbagai GANGGUAN AUTO IMUN LAINNYA SERING DIPERBERAT
KARENA MANIFESTASI ALERGI. Menurut berbagai penelitian berbagai gangguan
ini dapat diperberat karena alergi dan hipersensitifitas makanan. Tetapi alergi atau
hipersensitifitas makanan bukan sebagai penyebabnya.
Lupus
Fibromialgia
Rematoid Artritis
Psoriasis
Epilepsi
Autism
ADHD
Bila sakit kepala, atau migrain disertai tanda dan gejala timbul lebih dari 3 dan di sertai
salah satu gangguan saluran cerna maka sangat mungkin berbagai gangguan tersebut
disebabkan karena alergi atau hipersenitifitas makanan.
Penyebab utama adalah reaksi makanan tertentu tetapi dampaknya ringan. Namun saat
yang ringan tersebut tidak dicermati akan diperberat oleh pemicu paling sering adalah
infeksi virus atau fluyang sering tidak terdeteksi dan diabaikan oleh dokter sekalipun.
Bila hal itu penyebabnya maka setelah 5 hari akan membaik. Tetapi akan timbul lagi bila
terkena infeksi virus lagi bila di rumah ada yang sakit lagi
Bila berbagai gangguan bila disertai manifestasi alergi lainnya sangat mungkin alergi
makanan berperanan sebagai penyebabnya.
Penanganan terbaik pada penderita alergi makanan dengan gangguan tersebut adalah
adalah dengan menghindari makanan penyebabnya. Pemberian obat anti alergi dan obat
untuk saluran cerna penghilang rasa sakit dalam jangka panjang adalah bukti kegagalan
dalam mengidentifikasi makanan penyebab alergi.
Ikuti langkah-langkah dalam Tes Alergi Makanan : Challenge Tes Eliminasi Provokasi
Makanan Terbuka
Kemudian lakukanlah eliminasi provokasi makanan seperti yang tersebut di atas selama 3
minggu di bawah pengawasan dokter ahli. Bila berbagai gangguan tersebut membaik
maka dapat dipastikan bahwa anda mengalami alergi makanan. Dan berbagai gangguan
yang ada selama ini disebabkan karena alergi makanan. Tetapi dalam melakukan
eliminasi makanan selama 3 mingu tersebut haris disiplin dan ketat. Gangguan alergi
biasanya masih sering timbul dalam pelaksanaan eliminasi makanan tersebut bila
penderita tidak disiplin dan mengalami infeksi virus yang sering tidak terdeteksi seperti
badan hangat, bersin, hidung buntu dan sebagainya.
Pencetus atau hal yang memperberat (bukan penyebab) adalah udara dingin, stres,
aktifitas, udara panas. Bila terdapat pencetus tersebut manifestasi alergi tidak akan timbul
bula penyebab alergi makanan dihindari
Penyebab lain yang memperberat tersebut adalah Saat terkena infeksi seperti demam,
batuk, pilek atau muntah dan infeksi lainnya atau Saat terdapat gangguan hormonal :
menstruasi, kehamilan dan paska persalinan
Bila setelah 3 minggu berbagai keluhan yang ada tersebut membaik maka pendapat yang
selama ini menyebutkan bahwa Aku Tidak Alergi Makanan Adalah Tidak Benar dan
sangat mungkin bahwa alerghi makanan ikut berperanan tyerjadinya migrain dan sakit
kepala
Daftar Pustaka
Mehle ME. Migraine and Allergy: A Review and Clinical Update. Curr Allergy Asthma
Rep. 2012 Feb 23.
Ozen AO, Ercan Saroban H, Mutlu N, Cengizlier MR. Relationship between migrainetype headache in childhood with cows milk allergy and egg-white allergy. Agri. 2011
Oct;23(4):174-8.
Theodoropoulos DS, Katzenberger DR, Jones WM, Morris DL, Her C, Cullen NA,
Morrisa DL. Allergen-specific sublingual immunotherapy in the treatment of migraines: a
prospective study. Eur Rev Med Pharmacol Sci. 2011 Oct;15(10):1117-21.
Martin VT, Taylor F, Gebhardt B, Tomaszewski M, Ellison JS, Martin GV, Levin L, AlShaikh E, Nicolas J, Bernstein JA. Allergy and immunotherapy: are they related to
migraine headache? Headache. 2011 Jan;51(1):8-20.
Derebery MJ, Berliner KI. Allergy and its relation to Menieres disease. Otolaryngol Clin
North Am. 2010 Oct;43(5):1047-58. Review.
Alpay K, Ertas M, Orhan EK, Ustay DK, Lieners C, Baykan B. Diet restriction in
migraine, based on IgG against foods: a clinical double-blind, randomised, cross-over
trial. Cephalalgia. 2010 Jul;30(7):829-37. Epub 2010 Mar 10.
Derebery MJ. Allergic and immunologic features of Mnires disease. Otolaryngol Clin
North Am. 2011 Jun;44(3):655-66, ix. Epub 2011 May 4. Review.
Chang YT, Li YF, Muo CH, Chen SC, Chin ZN, Kuo HT, Lin HC, Sung FC, Tsai CH,
Chou IC. Correlation of Tourette syndrome and allergic disease: nationwide populationbased case-control study. J Dev Behav Pediatr. 2011 Feb-Mar;32(2):98-102.
Ho CS, Shen EY, Shyur SD, Chiu NC. Association of allergy with Tourettes syndrome. J
Formos Med Assoc. 1999 Jul;98(7):492-5.
Hogan MB, Wilson NW. Tourettes syndrome mimicking asthma. J Asthma. 1999
May;36(3):253-6.
Chase TN, Geoffrey V, Gillespie M, Burrows GH. Structural and functional studies of
Gilles de la Tourette syndrome. Rev Neurol (Paris). 1986;142(11):851-5.
Dzialek E. Allergologic aspects of epilepsy. Neurol Neurochir Pol. 1975 JulAug;9(4):469-72. Polish.
Fein BT, Kamin PB. Allergy, convulsive disorders and epilepsy. Ann Allergy. 1968
May;26(5):241-7.
Rose GA. Food sensitivity and epilepsy J R Soc Med. 1993 Feb;86(2):119
Crayton JW, Stone T, Stein G.Epilepsy precipitated by food sensitivity: report of a case
with double-blind placebo-controlled assessment. Clin Electroencephalogr. 1981.
Hall K. Allergy of the nervous system : a review Ann Allergy 1976 Jan;36(1):49-64.
William H., Md Philpott, Dwight K., Phd Kalita, Dwight K. Kalita PhD, Linus Pauling
PhD, Linus. Pauling, William H. Philpott MD. Brain Allergies: The Psychonutrient and
Magnetic Connections.
Bazyka AP, Logunov VP. Effect of allergens on the reaction of the central and autonomic
nervous systems in sensitized patients with various dermatoses] Vestn Dermatol Venerol
1976 Jan;(1):9-14
Levy Y, et al. Show all Journal Nutrition. 2011 Mar;27(3):380-2. The modified Atkins
diet for intractable epilepsy may be associated with late-onset egg-induced anaphylactic
reaction: a case report. Nutrition. 2011 May;27(5):615-6.
Rose GA. Food sensitivity and epilepsy J R Soc Med. 1993 Feb;86(2):119\
Epilepsy precipitated by food sensitivity: report of a case with double-blind placebocontrolled assessment. Clin Electroencephalogr. 1981
Ida Anjomshoaa,a Margaret E. Cooper,b and Alexandre R. Vieir. Caries is Associated with
Asthma and Epilepsy. Eur J Dent. 2009 October; 3(4): 297303.
atau perih. Bila sisik ini dilepaskan maka akan timbul bintik perdarahan di kulit
dibawahnya. Psoriasis sering timbul di kuku, dimulai dari bintik putih pada kuku sampai
ke penebalan kuku, juga mengenai kulit kepala (skalp) ditandai dengan sisik besar dan
penebalan dengan warna kemerahan yang akan melewati batas rambut. Selain itu
penyakit ini sering mengenai siku dan lutut, walaupun dapat juga mengenai wajah, lipat
lutut dan siku, genitalia, telapak tangan dan kaki, sesuai tingkat keparahannya penyakit
ini bisa meluas keseluruh tubuh (eritroderma) yang akan menimbulkan kegawatan dan
dapat mengancam jiwa. Psoriasis merupakan inflamasi kronis pada kulit yang sering
terjadi
Psoriasis merupakan penyakit radang yang terjadi pada kulit, ditandai dengan kulit bersisik dan
bercak merah. Sisik ini cukup tebal, terkadang rontok sendiri. Jika digaruk, bercak ini akan
seperti bekas kerikan lilin sehingga sering disebut dengan bercak lilin. Penyakit ini adalah
penyakit menahun dan diduga disebabkan oleh gangguan autoimun (kekebalan tubuh) sehingga
sel-sel kulit mati diproduksi secara berlebihan. Sekitar 1030% penderita psoriasis juga
mengalami radang sendi. Biasanya, psoriasis muncul pada usia dewasa dan pada sepertiga kasus
memang faktor keturunanlah yang berperan. Tapi, penyebab pasti psoriasis sendiri sampai
sekarang belum jelas. Diduga penyakit ini ada kaitannya dengan autoimun, yaitu terganggunya
sistem imun tubuh oleh beragam hal, termasuk akibat beragam infeksi.
Penyakit tidak menular ini tergolong kronis dan mudah kambuh. Kambuhnya penyakit dapat
terjadi bila ada trauma dari luar seperti cuaca, garukan, atau gesekan. Bisa juga dipicu faktor
yang ada hubungannya dengan hormon, seperti tekanan emosional, haid, kelelahan, hamil,
kesehatan, maupun obat-obatan. Sampai saat ini, obat yang mampu menyembuhkan penderita
penyakit kulit psoriasis secara penuh belum ditemukan.
Psoriasis merupakan proses inflamasi yang terjadi akibat kelainan sistem imun, hal ini
dipengaruhi oleh faktor genetic dan faktor lingkungan. Diketahui bahwa terjadi akumulasi sel
CD4+ TH1 dan CD8+ T di lapisan epidermis. Sel T yang ada dilapisan kulit mensekresi sitokin
dan growth factor yang menginduksi hiperproliferasi keratinosit yang menyebabkan timbulnya
lesi. Lesi yang timbul akibat trauma, prosesnya dikenal sebagai Koebner phenomenon.
Epidemiologi
Penyebab
Faktor psikis Sebagian penderita diduga mengalami Psoriasis karena dipicu oleh faktor
psikis. Sedangkan stress, gelisah, cemas dan gangguan emosi lainnya berperan
menimbulkan kekambuhan. Padahal penderita Psoriasis pada umumnya stress lantaran
gemas melihat bercak di kulitnya tak kunjung hilang.
Faktor infeksi fokal Beberapa infeksi menahun (kronis) diduga berperan pada timbulnya
Psoriasis.
Faktor cuaca Pada beberapa penderita mempunyai kecenderungan membaik saat musim
panas dan kambuh pada musim hujan.
Stress : faktor lain yang memicu timbulnya psoriasis yaitu stress, insidensi nya sebanyak
40% dan lebih tinggi lagi pada anak-anak.
Obat : obat-obatan yang dapat memicu timbulnya psoriasis yaitu glukokortikoid, lithium,
obat antimalaria, dan B blocker.
Klasifikasi
Psoriasis dibagi kedalam beberapa bagian, yaitu :
Psoriasis Vulgaris
Psoriatik Eritroderma
Psoriasis Pustular
Psoriasis gutata
Fleksural psoriasis
Manifestasi Klinis
Kepala (scalp) : timbul plak yang berbatas tegas, dengan scaling yang tebal.
Telapak tangan dan kaki : adanya plak keabuan yang tebal, hyperkeratosis, dan scaling.
deskuamasi menunjukan proses inflamasi.
Diagnosis
Diagnosis dilakukan dengan :
Penanganan
Sekalipun hingga kini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan sepenuhnya,
penyakit ini tetap dapat ditangani. Tujuan pengobatan bukan untuk menyembuhkan tapi
agar kulit terlihat seperti normal. Namun demikian, pengobatan bisa saja memberikan
hasil yang berbeda-beda.
menghilang. Penderita biasanya diberi obat untuk meringankan rasa gatal yang mereka
alami. Selain itu, penanganan secara psikologis juga seringkali dibutuhkan. Penderita
penyakit kulit psioriasis sangat mungkin akan mengalamai tekanan psikologis, frustasi,
dan merasa rendah diri.
Penanganan sangat tergantung dari berat ringannya gejala. Satu dari sepuluh pasien
psoriasis mengalaminya di usia kanak-kanak. Psoriasis yang diperoleh di masa ini
cenderung menyebar ke seluruh tubuh dan selalu muncul kembali meski sempat
menghilang. Pasien biasanya diberi obat untuk mengurangi rasa gatal.
Pengobatan untuk pasien psoriasis bergantung pada lokasi, tipe, dan keparahan dari
penyakit. Beberapa agen yang sering digunakan yaitu : Agen sistemik : Methotrexate,
golongan antimetabolit, Sintesis retinoid dan siklosporin, Analog vitamin D, Sinar UV-B
dan Psoralen PUVA (UV-A
Referensi
Kling J. Oral Tofacitinib Not Inferior to Etanercept for Psoriasis. Medscape Medical
News. Available at http://www.medscape.com/viewarticle/822565. Accessed April1 ,
2014.
Huynh N, Cervantes-Castaneda RA, Bhat P, Gallagher MJ, Foster CS. Biologic response
modifier therapy for psoriatic ocular inflammatory disease. Ocul Immunol Inflamm. MayJun 2008;16(3):89-93.
[Guideline] Menter A, Korman NJ, Elmets CA, Feldman SR, Gelfand JM, Gordon KB, et
al. Guidelines of care for the management of psoriasis and psoriatic arthritis: section 4.
Guidelines of care for the management and treatment of psoriasis with traditional
systemic agents. J Am Acad Dermatol. Sep 2009;61(3):451-85.
Christophers E, Sterry W. Psoriasis. In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, eds.
Dermatology in General Medicine. New York: McGraw Hill; 1993:489-511.
Farber EM, Cox AJ, eds. Psoriasis: Proceedings of the Third International Symposium
Yorke Medical. New York: 1981..
Keaney TC, Kirsner RS. New insights into the mechanism of narrow-band UVB therapy
for psoriasis. J Invest Dermatol. Nov 2010;130(11):2534.
Karabulut AA, Yalvac IS, Vahaboglu H, Nurozler AB, Duman S. Conjunctival impression
cytology and tear-film changes in patients with psoriasis. Cornea. Sep 1999;18(5):544-8.
Keller JJ, Lin HC. The Effects of Chronic Periodontitis and Its Treatment on the
Subsequent Risk of Psoriasis. Br J Dermatol. Jul 3 2012;
Gelfand JM, Stern RS, Nijsten T, Feldman SR, Thomas J, Kist J, et al. The prevalence of
psoriasis in African Americans: results from a population-based study. J Am Acad
Dermatol. Jan 2005;52(1):23-6
Gelfand JM, Troxel AB, Lewis JD, Kurd SK, Shin DB, Wang X, et al. The risk of
mortality in patients with psoriasis: results from a population-based study. Arch
Dermatol. Dec 2007;143(12):1493-9.
Yeung H, Takeshita J, Mehta NN, et al. Psoriasis Severity and the Prevalence of Major
Medical Comorbidity: A Population-Based Study. JAMA Dermatol. Aug 7 2013;
Patel RV, Shelling ML, Prodanovich S, Federman DG, Kirsner RS. Psoriasis and vascular
disease-risk factors and outcomes: a systematic review of the literature. J Gen Intern
Med. Sep 2011;26(9):1036-49.
Li WQ, Han JL, Manson JE, Rimm EB, Rexrode KM, Curhan GC, et al. Psoriasis and
risk of nonfatal cardiovascular disease in U.S. women: a cohort study. Br J Dermatol. Apr
2012;166(4):811-8
Wan J, Wang S, Haynes K, Denburg MR, Shin DB, Gelfand JM. Risk of moderate to
advanced kidney disease in patients with psoriasis: population based cohort study. BMJ.
Oct 15 2013;347:f5961. [Medline].
Laidman J. Moderate and Severe Psoriasis Linked to Higher Kidney Risks. Medscape
[serial online]. Available at http://www.medscape.com/viewarticle/812730. Accessed
October 21, 2013.
Rapp SR, Feldman SR, Exum ML, Fleischer AB Jr, Reboussin DM. Psoriasis causes as
much disability as other major medical diseases. J Am Acad Dermatol. Sep 1999;41(3 Pt
1):401-7.
Kurd SK, Troxel AB, Crits-Christoph P, Gelfand JM. The risk of depression, anxiety, and
suicidality in patients with psoriasis: a population-based cohort study. Arch Dermatol.
Aug 2010;146(8):891-5.
Oostveen AM, de Jager ME, van de Kerkhof PC, Donders AR, de Jong EM, Seyger MM.
The influence of treatments in daily clinical practice on the Childrens Dermatology Life
Quality Index in juvenile psoriasis: a longitudinal study from the Child-CAPTURE
patient registry. Br J Dermatol. May 23 2012;
Pettey AA, Balkrishnan R, Rapp SR, Fleischer AB, Feldman SR. Patients with
palmoplantar psoriasis have more physical disability and discomfort than patients with
other forms of psoriasis: implications for clinical practice. J Am Acad Dermatol. Aug
2003;49(2):271-5.
Moadel K, Perry HD, Donnenfeld ED, Zagelbaum B, Ingraham HJ. Psoriatic corneal
abscess. Am J Ophthalmol. Jun 1995;119(6):800-1. [Medline].
Durrani K, Foster CS. Psoriatic uveitis: a distinct clinical entity?. Am J Ophthalmol. Jan
2005;139(1):106-11. [Medline].
[Guideline] Menter A, Gottlieb A, Feldman SR, Van Voorhees AS, Leonardi CL, Gordon
KB, et al. Guidelines of care for the management of psoriasis and psoriatic arthritis:
Section 1. Overview of psoriasis and guidelines of care for the treatment of psoriasis with
biologics. J Am Acad Dermatol. May 2008;58(5):826-50.
[Guideline] Menter A, Korman NJ, Elmets CA, Feldman SR, Gelfand JM, Gordon KB, et
al. Guidelines of care for the management of psoriasis and psoriatic arthritis. Section 3.
Guidelines of care for the management and treatment of psoriasis with topical therapies.
J Am Acad Dermatol. Apr 2009;60(4):643-59.
[Guideline] Menter A, Korman NJ, Elmets CA, Feldman SR, Gelfand JM, Gordon KB, et
al. Guidelines of care for the management of psoriasis and psoriatic arthritis: Section 5.
Guidelines of care for the treatment of psoriasis with phototherapy and
photochemotherapy. J Am Acad Dermatol. Jan 2010;62(1):114-35.
[Guideline] Menter A, Korman NJ, Elmets CA, Feldman SR, Gelfand JM, Gordon KB, et
al. Guidelines of care for the management of psoriasis and psoriatic arthritis Section 6.
Guidelines of care for the treatment of psoriasis and psoriatic arthritis: Case-based
presentations and evidence-based conclusions. J Am Acad Dermatol. Feb 7 2011;
Mason AR, Mason J, Cork M, Dooley G, Edwards G. Topical treatments for chronic
plaque psoriasis. Cochrane Database Syst Rev. Apr 15 2009;CD005028.\
Stern RS. The risk of squamous cell and basal cell cancer associated with psoralen and
ultraviolet A therapy: A 30-year prospective study. J Am Acad Dermatol. Jan 18 2012;\
Stern DK, Creasey AA, Quijije J, Lebwohl MG. UV-A and UV-B Penetration of Normal
Human Cadaveric Fingernail Plate. Arch Dermatol. Apr 2011;147(4):439-41. \
Lerman S. Ocular side effects of accutane therapy. Lens Eye Toxic Res. 1992;9(3-4):42938. \
Brelsford M, Beute TC. Preventing and managing the side effects of isotretinoin. Semin
Cutan Med Surg. Sep 2008;27(3):197-206. \
Papp KA, Griffiths CE, Gordon K, Lebwohl M, et al. Long-term safety of ustekinumab in
patients with moderate-to-severe psoriasis: final results from five years of follow-up. Br
J Dermatol. Jan 10 2013\
Kimball AB, Gordon KB, Fakharzadeh S, Yeilding N, Szapary PO, Schenkel B, et al.
Long-term efficacy of ustekinumab in patients with moderate-to-severe psoriasis: results
from the PHOENIX 1 trial through up to 3 years. Br J Dermatol. Feb 22 2012;\
Anti-TNF Switch May Help Some Psoriasis Patients. Medscape [serial online]. Jan 3
2014;Accessed Jan 14 2014. Available at http://www.medscape.com/viewarticle/818654.
(tumor necrosis factor superfamili reseptor anggota 13B), menunjukkan bahwa orang dengan
C104, A181E, dan varian ins204A mungkin pada risiko IGAD yang berkembang menjadi CVID.
IGAD primer adalah permanen, dan di bawah normal tingkat telah dicatat untuk tetap statis dan
bertahan setelah 20 tahun pengamatan. Sebuah laporan baru-baru ini mendokumentasikan kasus
yang jarang terjadi pembalikan. Faktor-faktor lingkungan seperti obat-obatan atau infeksi dapat
menyebabkan IGAD, tetapi formulir ini adalah reversibel pada lebih dari setengah
kasusMeskipun individu dengan IGAD sebagian besar telah dianggap sehat, studi terbaru
menunjukkan tingkat yang lebih tinggi gejala. Sebuah studi 20tahun tindak lanjut yang
membandingkan 204 donor darah yang sehat dengan kebetulan diidentifikasi IGAD ke 237
subyek sehat dengan tingkat IgA yang normal menunjukkan bahwa 80% dari IGAD donor dan
50% dari subyek kontrol memiliki episode infeksi, alergi obat, atau autoimun atau penyakit
atopik. Infeksi saluran pernafasan parah terjadi pada 26% dari penderita IGAD, dalam 24% dari
subyek dengan penurunan kadar IgA, dan 8% dari subyek kontrol; Namun, kejadian infeksi yang
mengancam jiwa tidak meningkat. IGAD lebih sering terjadi pada pasien dewasa dengan
penyakit paru-paru kronis dibanding subyek kontrol usia pada kelompok yang sama-sama
sehat.Pasien dengan IGAD berada di beberapa peningkatan risiko mengembangkan reaksi parah
setelah menerima produk darah antibodi. IgG antiIgA dapat menyebabkan reaksi transfusi parah
jika pasien dengan IGAD diberikan whole blood.; Oleh karena itu, darah IgA miskin atau sel
darah merah dicuci lebih disukai untuk pasien-pasien. Pasien IgA-kekurangan dengan antibodi
imunoglobulin E (IgE)kelas antiIgA beresiko untuk anafilaksis jika mereka menerima darah
atau imunoglobulin intravena, tetapi situasi ini sangat jarang terjadi. Individu dengan seperti
profil yang tidak biasa harus menerima hanya persiapan imunoglobulin IgA intravena rendah.
Namun, hati-hati harus digunakan ketika pemberian IGIV untuk pasien dengan IGAD jika
statusnya antiIgA mereka tidak diketahui.
Riawayat tanpa pemberian produk darah sebelumnya tidak mengecualikan kemungkinan
antibodi antiIgA atau reaksi yang merugikan. Untungnya, tindakan pencegahan yang tepat dapat
secara signifikan mengurangi morbiditas. Bank darah dapat menggunakan pendekatan skrining
ELISA untuk membentuk IGAD donor darah kolam renang.
Ada lima jenis (kelas) dari imunoglobulin atau antibodi dalam darah: IgG, IgA, IgM, IgD dan
IgE. IgG hadir dalam jumlah terbesar, diikuti oleh IgM dan IgA. IgD jauh lebih rendah, dan IgE
hadir dalam jumlah menit saja. IgM dan IgG terutama melindungi kita dari infeksi di dalam
jaringan tubuh kita, organ dan darah. Sementara IgA hadir dalam darah, sebagian besar IgA
dalam tubuh adalah dalam sekresi permukaan mukosa, termasuk air mata, air liur, kolostrum,
genital, pernapasan, dan sekresi gastrointestinal.Antibodi IgA dalam sekresi memainkan peran
utama dalam melindungi kita dari infeksi di daerah-daerah. IgG dan IgM juga ditemukan dalam
sekresi tetapi tidak dalam jumlah yang hampir sama dengan IgA. IgA hadir dalam sekresi ini
juga disebut secretory IgA. Jika permukaan mukosa manusia yang tersebar datar, mereka akan
menutupi area sama dengan satu dan setengah lapangan tenis, sehingga pentingnya IgA dalam
melindungi permukaan mukosa.Secretory IgA memiliki beberapa perbedaan dibandingkan
dengan sekarang IgA dalam darah. Secretory IgA terbuat dari dua molekul antibodi IgA
bergabung bersama oleh protein yang disebut rantai J (J untuk bergabung). (Lihat bab
berjudul Sistem kekebalan dan Penyakit Immunodeficiency primer.) Dalam rangka untuk unit
ini akan dilepaskan, hal itu juga harus melekat pada protein lain yang disebut bagian sekretori.
Oleh karena itu, sekretorik IgA Unit akhir yang melindungi permukaan mukosa sebenarnya
terdiri dari dua molekul IgA bergabung dengan rantai J dan melekat pada bagian
sekretorik.Meskipun individu dengan Defisiensi IgA selektif tidak menghasilkan IgA (atau
menghasilkan hanya sejumlah sangat kecil), mereka membuat semua kelas imunoglobulin
lainnya; maka istilah Defisiensi IgA selektif. Selain itu, fungsi dari Tlimfosit mereka, sel fagosit
dan melengkapi sistem semua normal.Gambaran Klinis
Defisiensi IgA selektif adalah salah satu yang paling umum penyakit immunodeficiency
primer. Penelitian telah menunjukkan bahwa sebanyak satu dari setiap 500 orang
Kaukasia memiliki Defisiensi IgA selektif. Tingkat kejadian mungkin berbeda dalam
kelompok etnis lain.
Banyak dari orang-orang ini tampak sehat, atau memiliki penyakit yang relatif ringan,
dan umumnya tidak cukup sakit untuk diperiksa oleh dokter dan mungkin tidak akan
pernah ditemukan memiliki kekurangan IgA. Di sisi lain, ada individu dengan Defisiensi
IgA selektif yang memiliki penyakit signifikan. Saat ini, tidak mengerti mengapa
beberapa individu dengan defisiensi IgA hampir tidak memiliki penyakit sementara yang
lain sangat sakit.
Juga, tidak diketahui persis apa persen individu dengan defisiensi IgA akhirnya akan
mengembangkan komplikasi; Perkiraan berkisar dari 25% menjadi 50%. Beberapa pasien
dengan defisiensi IgA juga memiliki tingkat yang sangat rendah subclass IgG tertentu
(biasanya IgG2 dan / atau IgG4). Itu mungkin menjadi bagian dari penjelasan mengapa
beberapa pasien dengan defisiensi IgA lebih rentan terhadap infeksi daripada yang lain,
tapi ini tidak terjadi untuk semua pasien dengan defisiensi IgA yang mengembangkan
komplikasi atau bagi mereka yang memiliki IgG2 rendah dan / atau IgG4 selain absen
IgA.
Masalah umum dalam Defisiensi IgA selektif adalah kerentanan terhadap infeksi. Ini
terlihat dalam sekitar setengah dari pasien dengan defisiensi IgA yang datang ke
perhatian medis. Infeksi berulang telinga, sinusitis, bronkitis dan pneumonia adalah
infeksi yang paling umum terlihat pada pasien dengan Defisiensi IgA selektif. Beberapa
pasien juga mengalami infeksi gastrointestinal dan diare kronis. Terjadinya jenis-jenis
infeksi mudah dipahami karena IgA melindungi permukaan mukosa. Infeksi ini dapat
menjadi kronis. Selain itu, infeksi mungkin tidak sepenuhnya jelas dengan pengobatan,
dan pasien mungkin harus tetap pada antibiotik lebih lama dari biasanya. Kadang-kadang
antibiotik profilaksis jangka panjang diperlukan untuk menjaga mereka bebas dari
infeksi.
Masalah utama kedua defisiensi IgA adalah terjadinya penyakit autoimun. Ini ditemukan
pada sekitar 25% sampai 33% dari pasien yang mencari bantuan medis. Pada penyakit
autoimun, individu menghasilkan antibodi atau T-limfosit, yang bereaksi dengan jaringan
mereka sendiri dengan peradangan dan kerusakan yang dihasilkan. Beberapa penyakit
autoimun yang lebih sering dikaitkan dengan kekurangan IgA adalah: rheumatoid
arthritis, lupus eritematosus sistemik dan purpura thrombocytopenic kekebalan tubuh.
Jenis lain dari penyakit autoimun dapat mempengaruhi sistem endokrin dan / atau sistem
pencernaan.
Alergi juga mungkin lebih umum antara individu dengan Defisiensi IgA selektif
dibandingkan pada populasi umum. Ini terjadi pada sekitar 10-15% dari pasien tersebut.
Jenis-jenis alergi bervariasi. Asma adalah salah satu penyakit alergi umum yang terjadi
dengan Defisiensi IgA selektif. Ia telah mengemukakan bahwa asma bisa lebih parah, dan
kurang responsif terhadap terapi, pada individu dengan defisiensi IgA daripada pada
orang dengan IgA normal. Alergi makanan juga dapat dikaitkan dengan kekurangan IgA.
Hal ini tidak yakin apakah ada peningkatan insiden rhinitis alergi (hay fever) atau eksim
di Selective IgA Defisiensi.
Penyebab Defisiensi IgA selektif tidak diketahui. Sangat mungkin bahwa ada berbagai
penyebab, dan ini menjelaskan mengapa gejala atau masalah kesehatan dapat bervariasi
dari individu ke individu.
Rendah tapi terdeteksi serum IgA (kadang-kadang disebut defisiensi IgA parsial), seperti
serum terdeteksi IgA, juga relatif umum. Demikian pula, sebagian besar orang dengan
IgA serum rendah memiliki sakit yang tidak jelas. Beberapa orang dengan IgA serum
rendah memiliki perjalanan klinis yang sangat mirip dengan orang-orang dengan Variable
umum Immune Deficiency (CVID).
Diagnosis
Diagnosis Defisiensi IgA selektif biasanya diduga karena infeksi kronis atau berulang,
penyakit autoimun, diare kronis atau beberapa kombinasi dari masalah ini. Pasien lain
diidentifikasi ketika imunoglobulin diperintahkan untuk beberapa masalah non
imunologi. Diagnosis ditegakkan ketika tes darah menunjukkan tingkat tidak terdeteksi
IgA (dilaporkan biasanya sebagai <5-7 mg / dL), dengan tingkat normal kelas utama
lainnya imunoglobulin (IgG dan IgM).
Kadang-kadang, beberapa pasien dengan defisiensi IgA mungkin juga memiliki tingkat
rendah IgG2 dan / atau IgG4 dan defisiensi antibodi terkait. Jumlah selB dan jumlah dan
fungsi dari T-limfosit normal. (Lihat bab berjudul Spesifik Antibody Deficiency dan
IgG Subclass Deficiency.)
Beberapa tes lain yang mungkin penting termasuk hitung darah lengkap, pengukuran
fungsi paru-paru dan urine. Tes-tes lain yang dapat diperoleh mencakup langkah-langkah
fungsi tiroid, fungsi ginjal, penyerapan nutrisi di saluran pencernaan dan antibodi yang
diarahkan terhadap jaringan tubuh sendiri (autoantibodi).
Diagnosis Banding
Ataxia-Telangiectasia
Wiskott-Aldrich Syndrome
Familial warisan dari Defisiensi IgA selektif terjadi pada sekitar 20% kasus dan, dalam
keluarga, Selective IgA Deficiency, CVID dan Transient hypogammaglobulinemia of
Infancy mungkin berhubungan. Jika anggota keluarga yang diduga memiliki masalah
kekebalan tubuh, kadar imunoglobulin dapat diperoleh untuk menentukan pola familial
penyakit.
Pengobatan
Terapi antibiotik adalah baris pertama pengobatan, khusus untuk infeksi saluran
sinopulmonary atau GI. Infeksi sinopulmonary terkait diperlakukan sesuai dengan
protokol pengobatan yang digunakan untuk infeksi saluran pernapasan masyarakat yang
didapat pada orang yang sehat, tetapi pengobatan berkepanjangan mungkin diperlukan.
Imunisasi dengan vaksin pneumokokus dan polisakarida lain adalah penting; Namun,
tidak semua pasien dapat membuat respon imun. Postvaccination titer IgG dapat
diperoleh untuk mengkonfirmasi kehadiran dari tingkat perlindungan yang sesuai dengan
usia dari antipneumococcal IgG. Pasien dengan immunodeficiency variabel umum
(CVID) atau kekurangan antibodi spesifik lebih halus mungkin tidak dapat me-mount
respon terhadap antigen polisakarida; Oleh karena itu, vaksinasi pneumokokus pada
pasien CVID sering tidak efektif.
Penggunaan IGIV sebagai terapi pengganti tidak diindikasikan untuk selektif IGAD per
se. Dalam keadaan yang dipilih pada pasien dengan SIgAD bersamaan dan defisiensi
antibodi IgG selektif yang memiliki berulang atau infeksi kronis sinopulmonary bermutu
tinggi, percobaan IGIV dapat diberikan untuk melihat apakah respon klinis substansial
terjadi. Kebanyakan pasien dengan IGAD sebagai bagian dari CVID dan / atau dengan
defisiensi antibodi IgG spesifik bersamaan dapat dengan aman menerima intravena (IV)
atau subkutan (SC) IgG terapi penggantian.
Pasien dengan antibodi antiIgA dikenal atau mungkin masih pada peningkatan risiko
anafilaksis atau reaksi IgGmeduiated yang parah. Pasien tertentu yang memiliki
sinusitis kronis atau bronkitis kronis mungkin perlu untuk tetap pada jangka panjang
terapi antibiotik pencegahan (profilaksis antibiotik). Adalah penting bahwa dokter dan
pasien berkomunikasi erat sehingga keputusan yang tepat dapat dibuat mengenai terapi.
Saat ini tidak mungkin untuk mengganti IgA pada pasien dengan defisiensi IgA,
meskipun penelitian terhadap pemurnian IgA manusia sedang berlangsung. Namun,
masih harus dilihat apakah penggantian IgA oleh rute (IV, oral atau topikal) akan
bermanfaat bagi manusia dengan defisiensi IgA, sebagian karena IgA dalam serum, tidak
seperti IgG, tidak tinggal di dalam sirkulasi untuk waktu yang lama .
Pengobatan komplikasi yang terkait dengan Defisiensi IgA selektif harus diarahkan pada
masalah tertentu. Sebagai contoh, pasien dengan infeksi kronis atau berulang perlu
antibiotik yang sesuai. Idealnya, terapi antibiotik harus ditargetkan pada organisme
tertentu yang menyebabkan infeksi. Sayangnya, itu tidak selalu mungkin untuk
mengidentifikasi organisme ini dan kepekaan antibiotik mereka tepat, dan penggunaan
antibiotik spektrum luas mungkin diperlukan.
Sebagaimana disebutkan di atas, beberapa pasien dengan defisiensi IgA juga memiliki
IgG2 dan / atau IgG4 kekurangan subclass dan / atau kekurangan produksi antibodi.
Namun, temuan laboratorium ini tidak selalu memprediksi frekuensi yang lebih besar
atau keparahan infeksi. Jika pasien memiliki banyak infeksi, respon antibodi vaksin yang
buruk dan gagal pengobatan pencegahan lainnya (misalnya, profilaksis antibiotik)
percobaan terapi pengganti imunoglobulin dapat dipertimbangkan.
Pasien dengan Defisiensi IgA selektif sering dianggap meningkatkan risiko reaksi alergi
yang mengancam nyawa, atau anafilaksis ketika mereka menerima produk darah,
termasuk imunoglobulin intravena (IVIG), yang mengandung beberapa IgA. Hal ini
diduga disebabkan oleh IgG (atau mungkin IgE) antibodi antiIgA, yang dapat ditemukan
pada beberapa individu IgAkekurangan. Namun, kebanyakan pasien dengan defisiensi
IgA tidak memiliki reaksi negatif terhadap produk darah atau IVIG.
Tidak ada konsensus di antara para ahli di bidang ini mengenai besarnya tepat dari risiko
jenis reaksi pada pasien dengan defisiensi IgA, atau perlunya kehati-hatian atau
pengukuran antibodi antiIgA sebelum pemberian darah atau IVIG. Namun, reaksi ini
sangat langka keseluruhan. Selanjutnya, anafilaksis belum dilaporkan pada pasien dengan
defisiensi IgA menerima infus immunoglobulin subkutan.
Ada berbagai terapi untuk pengobatan penyakit autoimun. Obat antiinflamasi, seperti
aspirin, ibuprofen atau naproxen, yang digunakan dalam berbagai penyakit yang
menyebabkan peradangan sendi. Steroid juga dapat membantu dalam berbagai penyakit
autoimun. Banyak obat-obatan biologis (antibodi monoklonal) juga telah dikembangkan
untuk mengobati penyakit inflamasi dan autoimun. Jika hasil penyakit autoimun kelainan
sistem endokrin, terapi penggantian hormon mungkin diperlukan.
Pengobatan alergi yang terkait dengan defisiensi IgA mirip dengan pengobatan alergi
pada umumnya. Hal ini tidak diketahui apakah immunotherapy (suntikan alergi) sangat
membantu dalam alergi yang terkait dengan Defisiensi IgA selektif; meskipun tidak ada
bukti dari setiap peningkatan risiko terkait dengan terapi ini pada pasien ini.
Aspek yang paling penting dari terapi pada defisiensi IgA adalah komunikasi yang erat
antara pasien (dan / atau keluarga pasien) dan dokter sehingga masalah dapat diakui dan
diperlakukan sebagai segera setelah mereka muncul.
Meskipun Defisiensi IgA selektif biasanya salah satu bentuk ringan dari
immunodeficiency, dapat menyebabkan penyakit parah pada beberapa orang. Oleh karena
itu, sulit untuk memprediksi hasil jangka panjang pada pasien individu dengan Deficiensi
IgA selektif.
Referensi
Bonilla FA, Bernstein IL, Khan DA, et al. Practice parameter for the diagnosis and
management of primary immunodeficiency. Ann Allergy Asthma Immunol. May
2005;94(5 Suppl 1):S1-63.
Sering mendapatkan penanganan tidak benar dengan pemberian overtreatment antibiotika dan
overdiagnosis Tuberkulosis
Kelenjar getah bening terdapat di beberapa tempat di tubuh kita. Bisa terdapat di sekitar
leher, belakang kepala, ,dagu dan beberapa tempat lainnya. Seringkali timbul benjolanbenjolan di daerah tempat kelenjar getah bening berada dan seringkali pula hal itu
menimbulkan kecemasan baik pada pasien, ataupun orang tua pasien. Banyak pihak
bahkan dokter menganggap hal itu normal. Meski jarang pada beberapa kasus merupakan
suatu gejala penyakit lainnya seperti infeksi kronis atau keganasan. Seringkali terjadi
pembesaran kelenjar tersebut terjadi overdiagnosis sebagai tuberkulosis, padahal tidak
menderita penyakit tersebut. Juga seringkali terjadi overtreatmen diberi antibiotika
padahal penyebab pembesaran KGB paling sering adalah infeksi virus yang akan sembuh
sendiri tidak memerlukan pemberian antibiotika.
Limfadenopati merujuk kepada ketidaknormalan kelenjar getah bening dalam ukuran,
konsistensi ataupun jumlahnya. Pada daerah leher (cervikal), pembesaran kelenjar getah bening
didefinisikan bila kelenjar membesar lebih dari diameter satu sentimeter. Pembesaran kelenjar
getah bening di daerah leher sering terjadi pada anak-anak. Sekitar 38% sampai 45% pada anak
normal memiliki kelenjar getah bening daerah leher yang teraba. Dari studi di Belanda terdapat
2.556 kasus limadenopati yang tidak dapat dijelaskan dan 10% dirujuk kepada subspesialis, 3.2%
membutuhkan biopsi dan 1.1% mengalami keganasan. Studi kedokteran keluarga di amerika
serikat tidak ada dari 80 pasien dengan limfadenopati yang tidak dapat dijelaskan yang
mengalami keganasan dan tiga dari 238 pasien yang mengalami keganasan dari limadenopati
yang tidak dapat dijelaskan. Pasien usia >40tahun dengan limfadenopati yang tidak dapat
dijelaskan memiliki risiko keanasan 4% dibanding risiko keganasan 0,4% bila ditemukan pada
psien <40tahun.
Kelenjar getah bening (KGB)
Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh kita
memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya didaerah
submandibular (bagian bawah rahang bawah; sub: bawah;mandibula:rahang bawah),
ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat.
Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan
merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah
bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB sehingga
dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya.
KGB dilewati aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen (mikroba, zat
asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi
maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih
banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening membesar.
Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel pertahanan
tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit dan
histiosit,atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di
kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan
dari penyakit metabolit makrofag (gaucher disease). Dengan mengetahui lokasi
pembesaran KGB maka kita dapat mengerahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya
infeksi atau penyebab pembesaran KGB
Penyebab
Pembesaran kelenjar getah bening dapat dibedakan menjadi lokal atau umum
(generalized). Masing-masing penyebab tidak dapat ditentukan hanya dari pembesaran
kelenjar getah bening saja, melainkan dari gejala-gejala lainnya yang menyertai
pembesaran kelenjar getah bening. Pembesaran kelenjar getah bening umum
didefinisikan sebagai pembesaran kelenjar getah bening pada dua atau lebih daerah.
Penyebab yang paling sering adalah hasil dari proses infeksi dan infeksi yang biasanya
terjadi adalah infeksi oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas (rinovirus, virus
parainfluenza, influenza, respiratory syncytial virus (RSV), coronavirus, adenovirus atau
reovirus). Virus lainnya virus ebstein barr, cytomegalovirus, rubela, rubeola, virus
varicella-zooster, herpes simpleks virus, coxsackievirus, human immunodeficiency virus.
Bakteri pada peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus beta
hemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus.
Bakteri anaerob bila berhubungan dengan caries dentis (gigi berlubang) dan penyakit
gusi. Difteri, Hemofilus influenza tipe b jarang menyebabkan hal ini. Bartonella henselae,
mikrobakterium atipik dan tuberkulosis dan toksoplasma.
Limfadenopati daerah leher perah dilaporkan setelah imunisasi (DPT,polio atau tifoid).
Lokasi pembesaran kelenjar getah bening Pembesaran kelenjar getah bening pada dua sisi
leher secara mendadak biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian
atas. Pada infeksi oleh penyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi
saja. Apabila berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi oleh mikobakterium,
toksoplasma, ebstein barr virus atau citomegalovirus.
Riwayat penyakit sekarang dan dahulu Adanya peradangan tonsil (amandel) sebelumnya
mengarahkan kepada infeksi oleh streptokokus; luka lecet pada wajah atau leher atau
tanda-tanda infeksi mengarahkan penyebab infeksi stafilokokus; dan adanya infeksi gigi
dan gusi juga dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri anaerob. Transfusi darah
sebelumnya dapat mengarahkan kepada citomegalovirus, epstein barr virus atau HIV.
Karakteristik dari kelenjar getah bening KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan.
Kelenjar getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada
tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau
tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.
Ukuran : normal bila diameter 0,5cm dan lipat paha >1,5cm dikatakan abnormal)
Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet
mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif
mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan
Pembesaran KGB leher bagian posterior (belakang) terdapat pada infeksi rubela dan
mononukleosis. Supraklavikula atau KGB leher bagian belakang memiliki risiko
keganasan lebih besar daripada pembesaran KGB bagian anterior.
Pembesaran KGB leher yang disertai daerah lainnya juga sering disebabkan oleh infeksi
virus.
Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, KGB umumnya bilateral (dua sisi-kiri/kiri dan
kanan), lunak dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri
pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan.
Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan
adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan keganasan
tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak dapat digerakkan (terikat degnan
jaringan di bawahnya)
Diagnosis banding : Benjolan di leher yang seringkali disalahartikan sebagai pembesaran KGB
leher :
Gondongan : pembesaran kelenjar parotits akibat infeksi virus, sudut rahang bawah dapat
menghilang karena bengkak
Kista duktus tiroglosus : berada di garis tengah dan bergerak dengan menelan
Kista dermoid : benjolan di garis tengah dapat padat atau berisi cairan
Pada penderita gangguan kulit khususnya kulit sensitif di sekitar leher, kepala, telinga
atau punggung dapat membuat pembesaran nkelenjar disekitar leher dan belakang kepala
Pada penderita alergi seringkali terjadi proses inflamasi di dalam tubuh khsusunya
peningkatan aktifitas limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit,atau karena datangnya
sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening
(limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolit
makrofag (gaucher disease).
Pada sebagain besar penderita alergi khsusnya dengan gangguan fungsi saluran cerna
seperti GER, dispepsia atau sejenisnya sering mengalami daya tahan tubuh yang
menurun. Kondisi seperti itu berdampak seriung mengalami infeksi saluran napas
berulang dan berkepanjangan. Bila sering batuk, pilek dan demam berkepanjangan
mengakibatkan pembesaran KGB. Bila infeksi saluran hanya sekali-sekasli jarangs ekali
menimbulkan pembesaran KGB. Bila pembesaran KGB penyebabnya karena infeksi
biasanya penderita sering mengalami infeksi berulang atau mudah sakit. Tetapi selama ini
sebagian besar penderita atau dokter seringkali sulit membedakan antara infeksi dan
alergi. karena semua gejala batuk, pilek dan bersin dianggap alergi padahal juga
seringkali ditimpali adamnya infeksi.
KULIT : sering timbul bintik kemerahan terutama di pipi, telinga dan daerah yang
tertutup popok. Kerak di daerah rambut. Timbul bekas hitam seperti tergigit
nyamuk. Kotoran telinga berlebihan & berbau. Bekas suntikan BCG bengkak dan
bernanah. Timbul bisul.
HIDUNG : Bersin, hidung berbunyi, kotoran hidung banyak, kepala sering miring
ke salah satu sisi karena salah satu sisi hidung buntu, sehingga beresiko KEPALA
PEYANG.
MATA : Mata berair atau timbul kotoran mata (belekan) salah satu sisi.
PEMBULUH DARAH : telapak tangan dan kaki seperti pucat sesaat (sering
PERSARAFAN : Mudah kagetbila ada suara keras. Saat menangis : tangan, kaki
dan bibir sering gemetar atau napas tertahan/berhenti sesaat (breath holding spells)
PROBLEM MINUM ASI : minum berlebihan, berat berlebihan karena bayi sering
menangis dianggap haus (haus palsu : sering menangis atau mulut seperti mencari
p[uting atau reflek menghisap tinggi bila bibir disentuh seperti minta minum, hal
ini belum tentu karena haus atau bukan karena ASI kurang. Sering menggigit
puting sehingga luka. Minum ASI sering tersedak, karena hidung buntu dan napas
dengan mulut. Minum ASI lebih sebentar pada satu sisi,karena satu sisi hidung
buntu, jangka panjang bisa berakibat payudara besar sebelah.
SALURAN NAPAS : Batuk lama atau lebih 2 minggu hilang timbul, ASMA,
sering batuk kecil atau berdehem, sering menarik napas dalam.
KULIT : Kulit timbul BISUL, kemerahan, bercak putih dan bekas hitam seperti
tergigit nyamuk. Timbul warna putih pada kulit seperti panu. Perioral dermatitis
timbul bintil kemerahan atau jerawat di sekitar mulut. Dipinggir kuku kulit sering
terkelupas, kulit dibawah kuku bengkak bahkan sampai terlepas (paronichia)
Sering menggosok mata, hidung, telinga, sering menarik atau memegang alat
kelamin karena gatal.
GIGI DAN MULUT : Nyeri gigi, gigi berwarna kuning kecoklatan, gigi rusak,
gusi mudah bengkak/berdarah. Bibir kering dan mudah berdarah, sering
SARIAWAN, lidah putih & berpulau, mulut berbau, air liur berlebihan.
OTOT DAN TULANG : nyeri kaki atau kadang tangan, sering minta dipijat
terutama saat malam hari. Kadang nyeri dada. Kadang otot sekitar rahang atas dan
rahang bawah kaku bila mengunyah terganggu, bila tidur gigi sering gemeretak,
Otot di leher belakang dan punggung sering kaku dan nyeri
MATA : Mata gatal, timbul bintil di kelopak mata (hordeolum). Kulit hitam di area
bawah kelopak mata. memakai kaca mata (silindris) sejak usia 6-12 tahun.
Mengalami Gizi Ganda : bisa kurus, sulit naik berat badan atau kegemukan. Pada
kesulitan kenaikkan erat badan sering disertai kesulitamn makan dan nafsu makan
kurang. Sebaliknya pada kegemukan sering mengalami nafsu makan berlebihan
Kesulitan Makan dan gangguan Makan : Nafsu makan buruk atau gangguan
mengunyah menelan
Kepala,telapak kaki atau tangan sering teraba hangat. Berkeringat berlebihan meski
dingin (malam atau ac). Keringat berbau.
Daya tahan menurun sering sakit demam, batuk, pilek setiap bulan bahkan
sebulan 2 kali. (normal sakit seharusnya 2-3 bulan sekali). Karena sering sakit
berakibat Tonsilitis kronis (AMANDEL MEMBESAR), atau sinusitis hindari
operasi amandel yang tidak perlu atau mengalami Infeksi Telinga Waspadai dan
GANGGUAN TIDUR : Pada bayi : malam sering terbangun sering dikira haus
atau sering dikira ASI ibu kurang sehingga minum ASI berlebihan, akibatnya BB
anak naik berlebihan karena terlalu banyak minum. Pada Anak dan dewasa : Sulit
untuk memulai tidur malam atau tidur larut malam , Tidur bolak-balik dari ujung ke
ujung tempat tidur, Berbicara,tertawa,berteriak atau berjalan saat tidur, Mendadak
terbangun duduk saat tidur kemudian tidur lagi, Mimpi buruk, beradu gigi atau
gigi gemeretak atau bruxism
AGRESIF MENINGKAT Pada Bayi : sering memukul kepala sendiri, orang lain.
Sering menggigit, menjilat, mencubit, menjambak (spt gemes). Pada Anak
Lebih besar : mudah memukul, menggigit, mencubit. Pada dewasa : mudah
memukul atau menampar orang lain, berlaku kasar terhadap anak , istri atau suami.
sering lupa meletakkan kunci, lupa nama teman tetapi memori lama kuat.
Penanganan
Penanganan pembesaran KGB leher didasarkan kepada penyebabnya. Banyak kasus dari
pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan
apapun selain dari observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat
menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsi kelenjar getah bening. Biopsi dilakukan bila
terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasa, KGB yang menetap atau
bertambah besar dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis belum dapat ditegakkan.
Bila tanda dan gejala timbul lebih dari 3 dan di sertai salah satu gangguan saluran cerna
maka sangat mungkin gangguan pembesaran KGB dan berbagai gangguan lain yang
Penanganan pembesaran KGB dan berbagai gangguan yang disebabkan alergi dan
hipersensitifitas makanan haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan
berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam
penanganan gangguan tersebut tetapi yang paling ideal adalah menghindari penyebab
yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut khuusunya makanan tertentu.
Penyebab utama adalah reaksi makanan tertentu tetapi dampaknya ringan. Namun saat
yang ringan tersebut tidak dicermati akan diperberat oleh pemicu paling sering adalah
infeksi virus atau fluyang sering tidak terdeteksi dan diabaikan oleh dokter sekalipun.
Bila hal itu penyebabnya maka setelah 5 hari akan membaik. Tetapi akan timbul lagi bila
terkena infeksi virus lagi bila di rumah ada yang sakit lagi
Bila berbagai gangguan bila disertai manifestasi alergi lainnya sangat mungkin alergi
makanan berperanan sebagai penyebabnya.
Penanganan terbaik pada penderita alergi makanan dengan gangguan tersebut adalah
adalah dengan menghindari makanan penyebabnya. Pemberian obat anti alergi dan obat
untuk saluran cerna penghilang rasa sakit dalam jangka panjang adalah bukti kegagalan
dalam mengidentifikasi makanan penyebab alergi.
Ikuti langkah-langkah dalam Tes Alergi Makanan : Challenge Tes Eliminasi Provokasi
Makanan Terbuka
Kemudian lakukanlah eliminasi provokasi makanan seperti yang tersebut di atas selama 3
minggu di bawah pengawasan dokter ahli. Bila berbagai gangguan tersebut membaik
maka dapat dipastikan bahwa anda mengalami alergi makanan. Dan berbagai gangguan
yang ada selama ini disebabkan karena alergi makanan. Tetapi dalam melakukan
eliminasi makanan selama 3 minggu tersebut haris disiplin dan ketat. Gangguan alergi
biasanya masih sering timbul dalam pelaksanaan eliminasi makanan tersebut bila
penderita tidak disiplin dan mengalami infeksi virus yang sering tidak terdeteksi seperti
badan hangat, bersin, hidung buntu dan sebagainya.
Pencetus atau hal yang memperberat (bukan penyebab) adalah udara dingin, stres,
aktifitas, udara panas. Bila terdapat pencetus tersebut manifestasi alergi tidak akan timbul
bila penyebab alergi makanan dihindari
Penyebab lain yang memperberat tersebut adalah Saat terkena infeksi seperti demam,
batuk, pilek atau muntah dan infeksi lainnya atau saat terdapat gangguan hormonal :
menstruasi, kehamilan dan paska persalinan
Bila setelah 3 minggu berbagai keluhan yang ada tersebut membaik maka sangat
mungkin alergi makanan berperanan terhadap timbulnya pembesaran KGB akibat
dampak alerhggi yang tidak dikendalikan yang mengakibatkan sering mengalami infeksi
berulang.
Kesimpulan
Pembesaran kelenjar getah bening daerah leher biasa ditemukan dan umumnya tidak
berbahaya tetapi jangan dianggap sebagai hal yang normal.
Meski tidak berbahaya pembesaran KGB pada penderita alergi menunjukkan bahwa
penderita sering mengalami infeksi virus berulang dan berkepanjangan.
Padahal hal itu dapat diperbaiki bila alergi yang ada dikendalikan dan ditangani dengan
baik.
Referensi
asma ( 44 % vs 20 % , P < atau = 0,002 ) . Adanya alergi baik pada pasien dan keluarga lebih
sering pada SLE pasien dibandingkan dengan kontrol ( 42 % vs 15 %, P < 0,001 )
ORGAN
Sistem Pernapasan
Sistem Pencernaan
Kulit
Nyeri gigi atau gusi tanpa adanya infeksi pada gigi (biasanya
berlangsung dalam 3 atau 7 hari). Gusi sering berdarah.
Mengalami Gizi Ganda : bisa kurus, sulit naik berat badan atau kegemukan. Pada
kesulitan kenaikkan erat badan sering disertai kesulitamn makan dan nafsu makan
kurang. Sebaliknya pada kegemukan sering mengalami nafsu makan berlebihan
Kesulitan Makan dan gangguan Makan : Nafsu makan buruk atau gangguan
mengunyah menelan
Kepala,telapak kaki atau tangan sering teraba hangat. Berkeringat berlebihan meski
dingin (malam atau ac). Keringat berbau.
Daya tahan menurun sering sakit demam, batuk, pilek setiap bulan bahkan
sebulan 2 kali. (normal sakit seharusnya 2-3 bulan sekali). Karena sering sakit
berakibat Tonsilitis kronis (AMANDEL MEMBESAR), atau sinusitis hindari
operasi amandel yang tidak perlu atau mengalami Infeksi Telinga Waspadai dan
hindari efek samping PEMAKAIAN OBAT ANTIBIOTIKA TERLALU SERING.
GANGGUAN TIDUR : Sulit untuk memulai tidur malam atau tidur larut malam ,
Tidur bolak-balik. Berbicara,tertawa,berteriak atau berjalan saat tidur, Mendadak
terbangun duduk saat tidur kemudian tidur lagi, Mimpi buruk, beradu gigi atau
gigi gemeretak atau bruxism
.
BERBAGAI GANGGUAN YANG BELUM DIKETAHUI SEBABNYA ATAU
berbagai GANGGUAN AUTO IMUN LAINNYA SERING DIPERBERAT
KARENA MANIFESTASI ALERGI. Menurut berbagai penelitian berbagai gangguan
ini dapat diperberat karena alergi dan hipersensitifitas makanan. Tetapi alergi atau
hipersensitifitas makanan bukan sebagai penyebabnya.
Lupus
Fibromialgia
Rematoid Artritis
Psoriasis
Epilepsi
Autism
ADHD
Dalam menangani Lupus, adalah sangat penting untuk menyingkirkan apakah ada
penyakit lain yang mendasari timbulnya gejala yang dirasakan khususnya peranan alergi
makanan
Bila tanda dan gejala timbul lebih dari 3 dan disertai salah satu gangguan saluran cerna
maka sangat mungkin berbagai gangguan premenstrual syndrome tersebut diperberat atau
dipengaruhi karena alergi atau hipersensitifitas makanan.
Penyebab utama adalah reaksi makanan tertentu tetapi dampaknya ringan. Namun saat
yang ringan tersebut tidak dicermati akan diperberat oleh pemicu paling sering adalah
infeksi virus atau fluyang sering tidak terdeteksi dan diabaikan oleh dokter sekalipun.
Bila hal itu penyebabnya maka setelah 5 hari akan membaik. Tetapi akan timbul lagi bila
terkena infeksi virus lagi bila di rumah ada yang sakit lagi
Bila berbagai gangguan bila disertai manifestasi alergi lainnya sangat mungkin alergi
makanan berperanan sebagai penyebabnya.
Penanganan terbaik pada penderita alergi makanan dengan gangguan tersebut adalah
adalah dengan menghindari makanan penyebabnya. Pemberian obat anti alergi dan obat
untuk saluran cerna penghilang rasa sakit dalam jangka panjang adalah bukti kegagalan
dalam mengidentifikasi makanan penyebab alergi.
Ikuti langkah-langkah dalam Tes Alergi Makanan : Challenge Tes Eliminasi Provokasi
Makanan Terbuka
Kemudian lakukanlah eliminasi provokasi makanan seperti yang tersebut di atas selama 3
minggu di bawah pengawasan dokter ahli. Bila berbagai gangguan tersebut membaik
maka dapat dipastikan bahwa anda mengalami alergi makanan. Dan berbagai gangguan
yang ada selama ini disebabkan karena alergi makanan. Tetapi dalam melakukan
eliminasi makanan selama 3 mingu tersebut haris disiplin dan ketat. Gangguan alergi
biasanya masih sering timbul dalam pelaksanaan eliminasi makanan tersebut bila
penderita tidak disiplin dan mengalami infeksi virus yang sering tidak terdeteksi seperti
badan hangat, bersin, hidung buntu dan sebagainya.
Pencetus atau hal yang memperberat (bukan penyebab) adalah udara dingin, stres,
aktifitas, udara panas. Bila terdapat pencetus tersebut manifestasi alergi tidak akan timbul
bula penyebab alergi makanan dihindari
Penyebab lain yang memperberat tersebut adalah Saat terkena infeksi seperti demam,
batuk, pilek atau muntah dan infeksi lainnya atau Saat terdapat gangguan hormonal :
menstruasi, kehamilan dan paska persalinan
Bila setelah dilakukan eliminasi provokasi makanan secara disiplin dan ketat, dan pasien
tidak mengalami infeksio berbagai keluhan tersebut membaik maka dapat dipastikan
bahwa alergi makanan berperanan dalam kekambuhan maniofestasi klinis Lupus
Referensi
S Morton, B Palmer, K Muir, and R Powell. IgE and non-IgE mediated allergic disorders
in systemic lupus erythematosus. Ann Rheum Dis. 1998 November; 57(11): 660663.
Elkayam O, Tamir R, Pick AI, Wysenbeek A. Serum IgE concentrations, disease activity,
and atopic disorders in systemic lupus erythematosus. Allergy. 1995 Jan;50(1):9496.
Mielin berfungsi mempercepat transfer informasi. Tanpa selubung ini, transmisi informasi saraf
dari otak ke seluruh tubuh secara bertahap melambat atau terhambat. Hal ini menyebabkan
gangguan saraf motorik dan saraf sensorik.
Multiple sclerosis (MS) atau bisa juga disebut Diseminata encephalomyelitis adalah penyakit
kronis pada sistem saraf pusat. Biasanya timbul dengan episodik neurologis defisit, yang, di
dalam perjalanan penyakit selanjutnya, pasien cenderung untuk tidak sembuh sepenuhnya, dan
meninggalkan sisa defisit neurologis yang semakin parah dan dapat menyebabkan cacat semakin
parah. Manifestasi klinis dari MS sangatlah beragam dikarenakan daerah infeksi yang berbeda
dari SSP serta dipengaruhi juga oleh perjalanan penyakit ini.Pada awalnya, setiap peradangan
yang terjadi berangsur menjadi reda sehingga memungkinkan regenerasi selaput mielin. Pada
saat ini, gejala awal MS masih berupa episode disfungsi neurologis yang berulang kali
membaik.Walaupun demikian, dengan berselangnya waktu, sitokina yang disekresi oleh sel T
akan mengaktivasi sejumlah mikroglia, dan astrosit sejenis fagosit yang bermukim pada jaringan
otak dan sumsum tulang belakang, dan menyebabkan disfungsi sawar otak serta degenerasi saraf
kronis yang berkelanjutan.
Secara klinis, akan terjadi akumulasi progresif seperti masalah penglihatan, kelemahan pada otot,
penurunan daya indra, depresi, kesulitan koordinasi dan berbicara, rasa sakit dan bahkan
kelumpuhan. Secara paraklinis, ditemukan defisiensi kompleks I rantai pernafasen di dalam
mitokondria, dan terjadi kerusakan akson dan lebam pada otak dan sumsum tulang belakang
akibat peradangan fase akut dan gliosis yang terjadi berulangkali pada akson dan glia. Rasio IL12 dan IFN-gamma dalam darah juga mengalami peningkatan.
Patofisiologi
Tahapan perkembangan skeloris multipel diawali dengan kerusakan laten pada sawar darah
otaksetiap kali terjadi ekstravasasi sel T CD8, dan sel T CD4 yang diinduksi oleh kemokina
CCL2.
Kerusakan sawar darah otak juga dapat disebakan oleh migrasi granulosit.Pemberian antibodi
yang menghambat ekspresi pencerap CXCR2 ELR + pencerap CXCR2 yang mengikat
kemokina CXCL1, CXCL2 dan CXCL5 pada otak yang meningkat pada granulosit seiring
dengan migrasi, pada model tikus, terbukti menurunkan infiltrasi granulosit sekaligus sel T
memori hingga >95%, dan menghentikan kerusakan pada sawar darah otak. [11] Pada infeksi viral,
hal ini menyebabkan 100% kematian.
Disfungsi sawar darah otak dapat dicegah dengan pemberian natalizumab, zat yang menghambat
alpha(4)-integrin, senyawa organik yang diperlukan monosit untuk melakukan adhesi dengan
Vascular Cell Adhesion Molecule type 1 (VCAM-1) dan fibronectin containing the CS1 region
(FN-CS1), dalam ekstravasasi pada sawar otak untuk dapat bermigrasi ke dalam sistem saraf
pusat.
Tanda dan gejala
Gejala dan tanda-tanda multiple sclerosis sangat bervariasi, tergantung pada bagian sistem saraf
pusat yang terkena. Setiap penderita mengalami gejala klinis dan perkembangan penyakit yang
berbeda-beda. Semua unsur fisik, sensorik dan motorik mungkin akan terpengaruh pada berbagai
derajat. Kebanyakan penderita MS mengalami lebih dari satu gejala. Gejala-gejala berikut umum
terjadi pada banyak orang, tapi tidak seorang pun mempunyai semua gejala secara bersamaan:
Gangguan penglihatan: penglihatan kabur, penglihatan ganda/berbayang (diplopia), tibatiba buta di salah satu mata, gerakan mata yang tak terkontrol, buta total (sangat jarang
terjadi).
Gejala motorik: Kelemahan otot lokal yang menghalangi gerakan, kesulitan mengontrol
gerakan, gemetar.
Gejala kognitif: masalah dengan beberapa fungsi otak seperti memori, gangguan
perhatian, dll
tubuh,
MS adalah penyakit yang hilang-timbul, dengan gejala-gejala muncul dalam siklus diselingi
masa antara tanpa gejala (asimtomatik). Namun ada juga bentuk MS yang berkembang dengan
lambat dan evolutif. Dalam hal ini, kemajuan gejala lambat, tetapi terus-menerus dan tanpa
periode asimtomatik.
MS adalah penyakit yang sangat tidak menentu dan tak terduga. Seseorang dengan MS dapat
kambuh serius dan memburuk sehingga tampaknya harus selalu memakai kursi roda, lalu tibatiba membaik dan dapat berjalan lagi. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam kasus tertentu untuk
memprediksi perkembangan penyakit tersebut (kesembuhan lengkap, kesembuhan sementara,
memburuk, dll
Penanganan
Multiple sclerosis sampai saat ini masih belum dapat disembuhkan, tetapi tidak
mematikan. Ada pengobatan yang memungkinkan untuk menunda perkembangan
penyakit ini dan mengurangi sebaran, intensitas dan durasi gejala. Suntikan kortikosteroid
dapat digunakan untuk keperluan ini.
Referensi
o
pasien dengan kasus pembedahan pada gangguan perut, Dalam kondisi tertentu dan jarang nyeri
perut yang menyebabkan dapat menyebabkan komplikasi yang serius bahkan hingga kematian
jika diagnosis dan terapi yang tepat terlambat diberikan.
Nyeri perut dapat berupa nyeri visceral maupun nyeri somatik, dan dapat berasal dari berbagai
proses pada berbagai organ di rongga perut atau diluar rongga perut, misalnya dirongga dada.
Para klinisi sebaiknya telah memahami patofisiologi dan tanda-tanda khas penyebab akut
abdomen. Lokasi, karakteristik, derajat nyeri dan ada atau tidaknya gejala-gejala sistemik dapat
membantu dalam membedakan penyebab-penyebab akut abdomen yang membutuhkan
pembedahan segera dengan kondisi medis biasa.
Sifat, derajat, dan lamanya nyeri akan sangat membantu dalam mencari penyebab utama akut
abdomen. Nyeri superfisial, tajam dan menetap biasanya terjadi pada iritasi peritoneal akibat
perporasi ulkus atau ruptur appendiks, ovarian abses atau kehamilan ektopik. Nyeri kolik terjadi
akibat adanya kontraksi intermiten otot polos, seperti kolik ureter, dengan ciri khas adanya
interval bebas nyeri. Tetapi istilah kolik bilier sebenarnya tidak sesuai dengan pengertian nyeri
kolik karena kandung empedu dan ductus biliaris tidak memiliki gerakan peristalsis seperti pada
usus atau ureter. Nyeri kolik biasanya dapat reda dengan analgetik biasa. Sedangkan nyeri
strangulata akibat nyeri iskemia pada strangulasi usus atau trombosis vena mesenterik biasanya
hanya sedikit mereda meskipun dengan analgetik narkotik. Faktor-faktor yang memicu atau
meredakan nyeri penting untuk diketahui. Pada nyeri abdomen akibat peritonitis, terutama jika
mengenai organ-organ pada abdomen bagian atas, nyeri dapat dipicu akibat gerakan atau nafas
yang dalam
Saluran Cerna: Nyeri abdomen nonspesifik, Appendicitis, Obstruksi usus halus dan
kolon, Perforasi pada peptic ulser, Hernia inkarserata, Perforasi usus atau Diverticulitis
Hati, Limpa dan empedu: Akut kolesistisis, Akut kholangitis, Abses hepar, Hepatitis akut,
Limpa yang trauma atau rusak
Penyebab Paling Sering Nyeri Perut, Hipersensitif Saluran Cerna Pada Dewasa dan
Dampak Yang Menyertai
,
,
Epigastrik (Perut Tengah Atas) : Foregut (lambung, duodenum, hati, pancreas, empedu)
Periumbilikal (Perut Kanan Bawah) : Midgut ( usus halus dan usus besar termasuk
apendiks)
Kanan bagian atas, kemungkinan yang mengalami gangguan adalah organ-organ yang
terletak pada bagian kanan atas adalah Gangguan Hati, Radang pada kandung empedu
akibat adanya batu, serta kadang-kadang bisa terjadi radang usus kecil. Nyeri kantung
empedu sifat nyeri hebat, tetap/konstan, nyeri kuadran kanan atas/ epigastrik dan sering
memburuk setelah makan makanan yang berlemak (fatty foods). Tetapi kalau tempat
nyeri berada agak ditengah dan rasa nyerinya sampai menembus
kebelakang, kemungkinan gangguan Ginjal harus dicurigai. Kolik renal atau gangguan
nyeri disebabkan gangguan ginjal: nyeri kolik pada sudut tertentu bagian ginjal, yang
nyeri bila ditekan, menjalar ke panggul. Khasnya pasien tidak dapat menemukan posisi
yang dapat mengurangi nyeri. Namun pada kolik ginjal dapat juga terjadi di bagian
sebelah kiri. Iskemik usus atau usus yang rusak, nyeri bersifat tumpul, hebat,
tetap/konstan, nyeri abdomen kuadran kanan atas yang meningkat saat makan.
Kiri bagian atas, Kolik renal atau gangguan nyeri disebabkan gangguan ginjal: nyeri
kolik pada sudut tertentu bagian ginjal, yang nyeri bila ditekan, menjalar ke panggul.
Khasnya pasien tidak dapat menemukan posisi yang dapat mengurangi nyeri. Namun
pada kolik ginjal dapat juga terjadi di bagian sebelah kiri. Nyeri ulkus peptic nyeri
bersifat tumpul, nyeri terbakar (burning) di epigastrium. Khasnya episode malam,
membangunkan pasien dari tidur. Diperparah oleh makan dan kadang kadanga dikurangi
dengan minum susu atau antasida.
Kanan bawah, penyebab yang paling sering adalah radang dari usus buntu atau
Appendicitis, kemudian penyebab lain yang cukup sering adalah infeksi saluran kencing,
atau pada wanita patut dicurigai adanya radang saluran indung telur, infeksi usus halus
atau usus besar. Untuk membedakan antara usus buntu dengan infeksi saluran kencing
yaitu : Pada usus buntu gejala yang menyertai adalah demam, bisa juga disertai rasa
mual sampai muntah dan kadang bisa juga disertai diare, biasanya nyeri yang timbul kuat
sekali sampai si penderita selalu membungkukkan badannya karena menahan nyeri di
bagian perut kanan bawah. Sedangkan pada infeksi saluran kencing biasanya adalah
sering kencing, rasa nyeri bila kencing, juga rasa perih pada waktu kencing, juga bisa
disertai demam tinggi dan rasa mual muntah juga. Nyeri kolon tampilannya kadang
kadang nyeri dapat berkurang sementara oleh defekasi atau flatus
Nyeri Perut Bagian Tengah Atas Bila anda mendadak merasakan nyeri didaerah ulu hati
disertai rasa mual dan rasa kembung, kemungkinan besar anda menderita Gastritis,
dispepsia atau gangguan lain lam,bung. Gastritis adalah sakit pada bagian lambung, jadi
kurang lebih artinya sama saja. Arti Gastritis sebenarnya adalah terjadinya proses radang
pada lambung. Penyebab lain adalah nyeri pancreas, lokasi di sekitar epigastrium atau
perut bagian tengah, menjalar ke punggung, membaik saat duduk dan posisi condong
kedepan. Obstruksi usus halus biasanaya nyeri kolik sentral yang berhubungan dengan
muntah, distensi dan konstipasi
Perut Bawah tengah Nyeri kandung kemih biasanya nyeri difus yang hebat di regio
suprapubik. Nyeri prostat tampilannya nyeri tumpul yang dirasakan di lower abdomen,
rectum, perineum atau paha anterior. Nyeri uretra sangat bervariasi mulai dari
ketidaknyamanan hingga nyeri tajam yang hebat yang dirasakan pada ujung akhir uretra
(ujung penis pada pria) dan semakin nyeri saat miksi. Bisa sangat parah sehingga pasien
akan berusaha menahan kencingnya yang dapat menimbulkan masalah baru
Karakteristik Nyeri
Sifat, keparahan dan periodisitas sakit memberikan petunjuk berguna untuk penyebab yang
mendasari . nyeri utama adalah yang paling umum.
Nyeri alih Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari suatu
daerah. Misalnya, diafragma yang berasal dari regio leher C3 C5 pindah ke bawah pada
masa embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh perdarahan atau peradangan
akan dirasakan di bahu. Demikian juga pada kolesistitis akut, nyeri dirasakan di daerah
ujung belikat. Abses dibawah diafragma ata rangsangan karena radang atau trauma pada
permukaan atau limpa atau hati juga dapat mengakibatkan nyeri di bahu. Kolik ureter
atau kolik pyelum ginjal, biasanya dirasakan sampai ke alat kelamin luar seperti labium
mayus atau pada testis pada pria.
Nyeri kontinyu Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan terusmenerus karena berlangsung terus, misalnya pada reaksi radang. Pada saat pemeriksaan
penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut menunjukkan
defans muskuler secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari
gerakan atau tekanan setempat.
Nyeri kolik Nyeri kolik merupakan nyeri yang hilang timbul yang menunjukkan suatu
obstruksi organ berongga (lumen), organ yang berdinding otot (usus, empedu, duktus
biliaris, ureter) Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga
dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus,
batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminar). Nyeri ini timbul karena
hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran. Karena kontraksi ini berjeda, kolik
dirasakan hilang timbul. Fase awal gangguan perdarahan dinding usus juga berupa kolik.
Serangan kolik biasanya disertai perasaan mual, bahkan sampai muntah. Dalam serangan,
penderita sangat gelisah, kadang sampai berguling-guling di tempat tidur atau di jalan.
Yang khas ialah trias kolik yang terdiri atas serangan nyeri yang kumat-kumatan disertai
mual dan muntah dan gerak paksa.
Nyeri iskemik Nyeri perut dapat juga berupa nyeri iskemik yang sangat hebat, menetap,
dan tidak menyurut. Nyeri ini merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis.
Lebih lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum, seperti takikardia, keadaan umum
yang memburuk, dan syok karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis.
Nyeri pindah Kadang nyeri berubah sesuai perkembangan patologi. Misalnya pada
tahap awal appendisitis, sebelum radang mencapai permukaan peritoneum, nyeri viseral
dirasakan sekitar pusat disertai rasa mual karena appendiks termasuk usus tengah. Setelah
radang terjadi di seluruh dinding termasuk peritoneum viseral, terjadi nyeri akibat
rangsangan peritoneum yang merupakan nyeri somatik. Pada saat ini, nyeri dirasakan
tepat pada letak peritoneum yang meradang, yaitu diperut kanan bawah. Jika appendiks
kemudian mengalami nekrosis dan gangren, nyeri berubah lagi menjadi nyeri iskemik
yang hebat, menetap dan tidak menyurut, kemudian penderita dapat jatuh dalam keadaan
toksis. Pada perporasi tukak peptik duodenum, isi duodenum yang terdiri atas cairan
asam garam dan empedu masuk rongga abdomen yang sangat merangsang peritoneum
setempat. Pasien merasakan sangat nyeri di tempat rangsangan itu, yaitu diperut bagian
atas. Setelah beberapa waktu, isi cairan lambung mengalir ke kanan bawah, melalui
jalandisebelah lateral kolon asendens sampai ke tempat kedua, yaitu rongga perut kanan
bawah, sekitar sekum. Nyeri itu kurang tajam dan kurang hebat dibandingkan nyeri
pertama karena terjadi pengenceran. Pasien sering mengeluh bahwa nyeri yang mulai di
ulu hati pindah ke kanan bawah. Proses ini berbeda sekali dengan proses nyeri pada
appendisitis akut. Akan tetapi kedua keadaan ini, appendisitis akut maupun perporasi
lambung atau duodenum, akan mengakibatkan peritonitis purulenta umum jika tidak
segera ditanggulangi dengan tindakan bedah
Nyeri disertai rasa panas biasanya mengindikasikan karena pengaruh asam dan
berhubungan dengan lambung, duodenum atau bagian esofagus bawah
Nyeri tajam konstan dangkal karena iritasi peritoneal adalah khas ulkus perforasi atau
usus buntu yang pecah, kista ovarium, atau kehamilan ektopik.
Kolik jika ada interval bebas nyeri yang mencerminkan kontraksi intermiten otot polos,
seperti pada kolik uretra. Dalam arti sempit, yang kolik istilah empedu adalah keliru
karena sakit empedu tidak mengampuni. Alasannya adalah bahwa kantong empedu dan
saluran empedu, kontras dengan ureter dan usus, tidak memiliki gerakan peristaltik.
Kolik biasanya segera diatasi dengan analgesik. nyeri iskemik karena usus terjepit atau
trombosis mesenterika hanya sedikit diredakan bahkan oleh narkotika.
Nyeri disebabkan oleh peritonitis lokal, terutama bila mempengaruhi organ-organ perut
bagian atas, cenderung diperburuk oleh gerakan atau bernapas dalam-dalam.
Anorexia, nausea dan muntah, konstipasi atau diare sering menyertai nyeri abdomen,
tetapi bukan merupakan gejala yang spesifik sehingga tidak memiliki nilai diagnostic
yang tinggi
Muntah Saat distimulasi oleh serat aferen visceral sekunder, the medullary vomiting
centers mengaktivasi serat eferen yang menginduksi reflex muntah. Oleh karena itu, nyeri
abdomen akut (acute surgical abdomen) biasanya terdapat muntah yang juga berlaku
sebaliknya .
KONSTIPASI Reflex ileus sering diinduksi oleh serat aferen visceral yang merangsang
serat eferen saraf simpatis(splanchnic nerves) untuk menurunkan peristaltic usus.
Konstipasi merupakan indicator absolute obstruksi usus. Namun obstipasi (tidak adanya
pasase feses dan flatus) diperkirakan kuat sebagai obstruksi usus mekanik jika ada
distensi abdomen dengan nyeri yang progresif atau muntah yang berulang.
DIARE Watery diare yang banyak merupakan karakterisktik dari gastroenteritis dan
penyebab lain akut abdomen. Diare berdarah diperkirakan colitis ulseratif, crohn disease,
basilar atau disentri amuba.
Riwayat perjalanan Dapat meningkatkan resiko abses hati amoeba atau hydatid cyst,
malarial spleen, tuberculosis, salmonella typhi infeksi pada area ileosaecal atau disentri
Riwayat operasi Riwayat operasi sebelumnya pada abdomen, vascular, thorak atau groin
mungkin berhubungan dengan penyakitnya sekarang.
memperbaiki sendiri . Namun, pengujian kulit dapat menyesatkan dalam memberikan hasil
negatif palsu positif dan palsu .
Terjadinya anafilaksis selama anestesi umum adalah perhatian utama , karena ada kurangnya
informasi yang relevan yang menjadi dasar strategi untuk mendiagnosa dan mencegah
anafilaksis dan kambuh nya . Semua obat anestesi yang digunakan selama anestesi dapat memicu
reaksi alergi .
Studi awal tentang mekanisme anafilaksis selama anestesi umum difokuskan pada rilis
nonspesifik histamin sebagai efek farmakologis agen hipnotis . Hanya selama tahun 1970 tidak
perhatian mulai diberikan pada mekanisme imunologi , seperti reaksi alergi IgE dependent ,
dan peran neuromuskuler bloking agen ( NMBAs ) dalam anafilaksis perioperatif . Hal ini
penting untuk dapat menentukan penyebab reaksi dan untuk menentukan langkah yang tepat
untuk pengobatan dan pencegahan selanjutnya
Epidemiologi
Alergi dan nonallergic anafilaksis yang terjadi di bawah anestesi merupakan penyebab signifikan
morbiditas dan mortalitas perioperatif. Alergi atau imunologi ( IgE , IgG , dan dimediasi
kekebalan kompleks) atau reaksi nonallergic ( dimediasi kimia atau nonimmunologic ).
Kebanyakan reaksi alergi dimediasi IgE .
Reaksi anafilaksis relatif lebih terjadi selama anestesi umum di Perancis , Australia , Selandia
Baru dan Inggris ( UK ) daripada di kebanyakan negara-negara lain , termasuk Swedia ,
Denmark dan Amerika Serikat . Oleh karena itu wajar bahwa para peneliti di Perancis ,
Australia , Selandia Baru dan Inggris telah pelopor dalam bidang penelitian , dan pusat
diagnostik dan jaringan untuk tujuan tertentu , di mana anestesi dan allergologists bekerja sama
dalam pemeriksaan tindak lanjut , terutama di negara-negara prevalensi tinggi .
Studi dari Australia , Perancis dan Inggris menunjukkan bahwa ketika semua mekanisme yang
disertakan, kejadian efek samping perioperatif untuk anestesi adalah sekitar 1/3 , 500 prosedur .
Reaksi anafilaksis terhadap anestesi dan agen yang terkait yang digunakan selama periode
perioperatif telah direkam bervariasi tergantung pada negara dan mekanisme yang terlibat .
Perkiraan kejadian anafilaksis adalah 1/ 10, 000 sampai 1/ 20, 000 di Australia dan 1/13 , 000 di
Perancis . Insiden anafilaksis ke NMBAs adalah 1/6500 anestesi episode . Meskipun jarang,
episode ini dapat menyebabkan kematian bahkan ketika diobati dengan tepat . Di Jepang antara
tahun 1952 dan 1990, 4,7 % dari 105 kasus yang dilaporkan anafilaksis anestesi menyebabkan
kematian. Reaksi anafilaksis Perianaesthetic terus menjelaskan tingkat kematian non-diabaikan
berkisar antara 3 % dan 5 % , tingkat morbiditas belum dinilai. Survei terbaru epidemiologi
nasional di Perancis ( dilakukan dari Januari 2001 sampai Desember 2002) melaporkan bahwa ,
pasien yang mengalami anafilaksis , 69 % didiagnosis dengan anafilaksis alergi dan 31 % dengan
anafilaksis alergi. Di Norwegia , hasil dari studi 6 tahun menunjukkan bahwa 1 reaksi alergi
terhadap NMBAs terjadi per 5.200 anaesthesias dilakukan di mana NMBAs telah diberikan , dan
reaksi alergi terhadap NMBAs menyumbang 66,2 % dari semua reaksi alergi terhadap anestesi
direkam . Untuk rocuronium , Obat Norwegian Agency pada tahun 2001 diperkirakan frekuensi
dari 1 di 5.000 , tingkat lebih dari 20 kali lipat lebih tinggi daripada di seluruh Skandinavia .
Perbedaan ini mungkin karena paparan sebelumnya pholcodine , bahan dalam obat batuk yang
banyak digunakan di Perancis , Norwegia, Inggris , Selandia Baru dan Australia , tetapi tidak di
Swedia , Jerman, Amerika Serikat dan Denmark . Mekanisme yang digunakan pholcodine
mungkin predisposisi reaksi anafilaksis NMBAs akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.
Patosiology
IgE -mediated anafilaksis Epitop dari NMBAs diakui oleh antibodi IgE adalah ion
amonium kuaterner atau tersier . Cross- sensitisasi antara NMBAs terlihat pada sampai
dengan 70 % dari pasien yang alergi terhadap satu NMBA , terutama antara NMBAs
termasuk setidaknya dua ion amonium kuaterner . Selain itu, reaksi silang alergi yang
paling sering terjadi antara NMBAs dari kelompok kimia yang sama, misalnya, antara
aminosteroids ( pancuronium , vecuronium , rocuronium ) , antara benzylisoquinones
( atrakurium , mivacurium , cisatracurium ) , atau antara suxamethonium dan lainnya
NMBAs . Beberapa penjelasan dapat menjelaskan non sistematis reaksi silang : antigen
diakui oleh antibodi IgE mungkin tidak identik , dan dalam beberapa kasus tidak hanya
amonium kuaterner tetapi juga kelompok fenil mungkin terlibat , kedekatan antara IgE
antibodi dan amonium kuaterner mungkin berbeda dari satu ke yang lain NMBA , dan
fleksibilitas dan panjang rantai yang menghubungkan 2 ion amonium kuaterner juga
mungkin memainkan peran dalam memicu reaksi alergi . Sebuah NMBA antara dua ion
amonium ( misalnya , pancuronium dan vecuronium ) tampaknya kurang mungkin untuk
mengakibatkan anafilaksis dari NMBA molekul fleksibel seperti suxamethonium . Selain
itu , jarak antara dua epitop amonium kuaterner harus antara 6,2 dan 10,4 untuk
menginduksi mengikat. Dengan demikian, setiap dua NMBAs tidak akan selalu
berperilaku sama berkaitan dengan reaksi yang merangsang. Epitop selain amonium telah
terlibat dalam diperantarai IgE anafilaksis anestesi umum lainnya . Determinan antigenik
pada thiopental adalah kelompok pentil dan etil melekat pada posisi 5 pada cincin
pirimidin inti dan wilayah sekunder cincin , meliputi dan termasuk terpasang hetero
atom . Determinan antigenik pada propofol adalah dua kelompok isopropil , propofol
menyebabkan alergi dalam beberapa pasien , dan kejadian sebelumnya tingginya efek
samping akan menjadi sangat menurun ketika pelarut lain menggantikan Cremophor EL .
Hal ini menunjukkan bahwa pelarut propofol yang menyebabkan reaksi . Hipnotik lain
seperti etomidate atau ketamin telah dilaporkan menyebabkan reaksi alergi perioperatif
jarang . Penentu alergi diidentifikasi pada morfin mencakup kelompok N metil dan
cincin sikloheksenil dengan hidroksil pada C6 . Reaktivitas silang antara morfin , codeine
dan narkotika lainnya telah diduga .
Manifestasi Klinis
Pada kasus ringan, perbaikan spontan dapat terjadi tanpa pengobatan khusus . Namun bila
ragu reaksi anafilaksis harus ditangani dengan dosis yang tepat epinefrin berdasarkan
beratnya. Dalam kasus di mana diagnosis belum benar dibuat dan tes allergological sesuai
belum dilakukan , paparan berikutnya bertanggung jawab untuk memiliki konsekuensi
serius atau bahkan mematikan . Tergantung ahli anestesi dan ahli bedah , tergantung pada
risiko atau manfaat melanjutkan operasi , apakah harus dilanjutkan atau dihentikan .
Zat Bertanggung Jawab Zat yang bertanggung jawab untuk anafilaksis. Sejak tahun
1980 , lebih dari 4.500 kasus perianaesthetic anafilaksis telah dilaporkan oleh penulis
Perancis dan Inggris . Obat-obatan yang paling sering bertanggung jawab untuk reaksi
anafilaksis dalam survei epidemiologi Perancis adalah NMBAs ( 54 % ) , lateks ( 22,3
% ) , antibiotik ( 14,7 % ) , agen opioid ( 2,4 % ) , agen hipnotis ( 0,8 % ) , koloid
( 2,8% ) dan lain-lain ( 3 % ) . Jadi, meskipun NMBAs bertanggung jawab untuk
kebanyakan kasus , agen hipnotis atau antibiotik diberikan untuk tujuan preventif kadangkadang telah terlibat . Ketika reaksi yang terjadi selama anestesi belum karena obat
disuntikkan , lateks hampir selalu disalahkan . Zat lain seperti aprotinin , protamine ,
etilen oksida , dan klorheksidin kadang juga telah dicurigai . Sangat sedikit kecelakaan
benar-benar alergi telah disebabkan oleh anestesi lokal . Di antara kasus anafilaksis
disebabkan NMBAs dalam literatur , zat berikut telah dicurigai , dalam urutan menurun
penting : suxamethonium , vecuronium , atrakurium , pancuronium , rocuronium ,
mivacurium dan cisatracurium . Jika seseorang mengungkapkan jumlah reaksi dalam hal
jumlah subjek terkena NMBAs , obat dapat dibagi menjadi 3 kelompok : yang
berhubungan dengan frekuensi tinggi reaksi alergi , termasuk suxamethonium dan
rokuronium , yang berhubungan dengan frekuensi menengah alergi , termasuk
vecuronium dan pancuronium , dan yang berhubungan dengan frekuensi rendah alergi ,
termasuk atrakurium , mivacurium dan cisatracurium .
Derajat
kulit mucous
membranes
Saluran Cerna
Saluran Napas
Sistem
Kardiovaskular
Erythema
Facial oedema
Mucosal oedema
tidak ada
tidak ada
tidak ada
II
Idem
Mual
Batuk sesak
Takikardia>30%
Hipotensi
Bronchospasm
Sianosis
Shock
Gagal Napas
Gagal Jantung
Idem
IV
Idem
Zat yang bertanggung jawab untuk anafilaksis non alergi Sulit secara definitif
untuk mengidentifikasi obat mana yang bertanggung jawab untuk pelepasan histamin
nonspesifik karena tidak ada tes khusus yang tersedia . Di antara NMBAs , atrakurium
dan mivacurium adalah pelepas-histamin obat , sedangkan cisatracurium tampaknya
praktis tanpa efek pelepas-histamin pada dosis biasanya diberikan . Efek pelepas histamin
non spesifik telah diamati dengan thiopental dan propofol dalam menanggapi injeksi
konsentrasi tinggi zat ini . Reaksi terhadap opioid ( morfin , petidin dan kodein ) biasanya
disebabkan oleh mediator sel langsung ketimbang melalui mekanisme IgE dependent .
Faktor Risiko
Jenis kelamin dan usia Dominasi perempuan lebih sering secara signifikan telah
dilaporkan , dengan kisaran dari 8 perempuan : 1 laki-laku NMBAs menjadi 2,7
perempuan : 1 laki-laki untuk thiopental . Meskipun masih harus ditentukan mengapa
jenis kelamin perempuan merupakan faktor risiko untuk reaksi alergi , hipotesis telah
diajukan untuk menjelaskan mengapa hal ini terjadi dengan NMBAs . The kuaterner
amonium bertanggung jawab untuk alergi khusus ini timbul tidak hanya dalam NMBAs
tetapi juga dalam kosmetik dan beberapa produk pembersih rumah tangga. Fakta bahwa
perempuan datang ke dalam kontak dengan produk ini lebih sering daripada laki-laki atau
anak-anak mungkin menjelaskan mengapa perempuan lebih cenderung memiliki reaksi
anafilaksis . Dominan perempuan adalah sama untuk semua NMBAs , dan usia tidak
Atopi Pada umumnya sepakat bahwa atopi merupakan faktor risiko untuk reaksi alergi
karena laporan kasus reaksi alergi perioperatif telah melaporkan prevalensi tinggi atopi .
Namun, penelitian ini menggunakan banyak definisi atopi , termasuk berbagai gejala dari
urtikaria dan dermatitis kontak asma , membuat penggunaan istilah atopi tidak dapat
diandalkan . Para penulis dari studi yang lebih baru telah didefinisikan atopi lebih
tepatnya , menggunakan kriteria seperti kehadiran setidaknya satu tes kulit positif dan /
atau adanya antibodi IgE terhadap setidaknya satu aeroallergen . Dengan definisi ini ,
prevalensi atopi adalah identik antara subyek yang mengalami setidaknya satu reaksi
alergi perioperatif karena NMBA dan kontrol mata pelajaran . Temuan serupa diperoleh
untuk agen anestesi lainnya . Meskipun asma atopik tampaknya tidak merupakan faktor
risiko untuk anestesi alergi , kehadiran asma pada masa kanak-kanak adalah dua kali
sering di antara pasien yang memiliki reaksi alergi perioperatif sebagai mereka yang tidak
.
NMBAs
Neuromuskular blocking agen ( NMBAs ) dan antibiotik adalah obat yang paling umum memicu
anafilaksis perioperatif . Ion amonium Kuarter telah diusulkan untuk menjadi penentu alergi dari
beberapa
alergi
obat
Aminosteroidal NMBAs pancuronium, vecuronium, dan rocuronium dan benzylisoquinoline
cisatracurium memiliki potensi yang sama untuk menginduksi reaktivitas kulit nonspesifik. Jika
kriteria positif dan konsentrasi maksimal dari senyawa yang tersedia secara komersial yang
direkomendasikan oleh pedoman praktek Perancis yang digunakan, risiko hasil positif palsu
terbatas, dan hanya modifikasi kecil dari rekomendasi ini dapat disarankan. Penurunan sedikit
dalam konsentrasi maksimal yang digunakan untuk rocuronium dari 1:100 sampai 1:200 dan
peningkatan dari 1:1.000 sampai 1:200 untuk mivacurium dapat diusulkan.
Diagnosis anafilaksis Reaksi perioperatif
Pasien menunjukkan gejala reaksi anafilaksis harus segera diberikan tes biologis diikuti oleh
sekunder check- up untuk menentukan apakah kecelakaan itu disebabkan oleh mekanisme
imunologi IgE dependent , untuk mengidentifikasi agen yang bertanggung jawab dan untuk
menentukan apakah cross- sensitisasi adalah terlibat dalam kasus-kasus di mana NMBA
bertanggung jawab untuk respon anafilaksis .
Investigasi segera Tes langsung meliputi peredaran darah tryptase serum dan penentuan
histamin plasma dalam rangka untuk menentukan apakah telah terjadi anafilaksis , dan
pengujian untuk antibodi IgE spesifik untuk mengidentifikasi agen yang bertanggung
jawab . Tingkat tryptase tinggi sangat menyarankan bahwa reaksi itu imunologis . Namun
, temuan normal tidak selalu mengesampingkan reaksi imunologis . Pencarian antibodi
IgE dalam serum pasien berfokus terutama pada NMBAs , thiopental dan lateks . Tingkat
penentuan antibodi IgE terhadap NMBAs , oleh CAP RAST sangat tidak sensitif
( dengan suxamethonium , sensitivitasnya hanya 66 % ) , metode yang lebih sensitif
sehingga lainnya seperti QAS RIA ( surfaktan sepparose radioimmunoassay ) dan
PAPPC metode RIA ( p aminophenylphosphoryl choline radioimmunoassay )
biasanya disukai . Tes-tes lain untuk IgE spesifik juga telah dikembangkan , dengan fokus
terutama pada morfin , phenoperidine dan propofol , tetapi tes ini tidak tersedia untuk
digunakan dalam praktek klinis
Investigasi sekunder Semua obat diberikan sebelum dan selama anestesi , serta waktu
mereka administrasi sehubungan dengan reaksi , harus dicatat . Temuan klinis
Tes kulit Semua zat diberikan selama periode perioperatif harus dianggap berpotensi
bertanggung jawab , dan tes kulit harus dilakukan , mana mungkin , dengan semua obat
yang digunakan dalam prosedur anestesi , serta dengan lateks dan obat-obatan lainnya
atau produk diberikan selama anestesi , selain dari agen dikelola oleh inhalasi .
Kinerja keseluruhan baik tes kulit membuat mereka standar emas untuk diagnosis reaksi
anafilaksis . Tes ini , yang meliputi tes intradermal dan tusukan tes , idealnya harus dilakukan 5
sampai 6 minggu setelah reaksi . Jika perlu , tes kulit dapat dilakukan sebelumnya, tetapi jika
hasilnya negatif , mereka akan memerlukan konfirmasi selanjutnya . Tes kulit biasanya dilakukan
pada lengan bawah . Konsentrasi yang direkomendasikan di bawah menyediakan nomor rendah
negatif palsu dan positif palsu .
Uji kulit untuk NMBAs : Tes Tusuk dapat menggunakan konsentrasi yang tersedia
secara komersial dari NMBAs , kecuali mivacurium dan atrakurium , yang harus diuji
pada pengenceran 1:10 . Untuk tes intradermal , serangkaian pengenceran digunakan
dimulai dengan pengenceran 1:10.000 dan meningkatkan konsentrasi sampai ke tingkat
tertinggi yang biasanya tidak menghasilkan reaksi pada individu nonallergic ( 100 mg /
ml untuk succinylcholine , 10 ug / ml untuk atrakurium , 2 mg / ml untuk mivacurium ,
200 mg / ml untuk pancuronium , 400 mg / ml untuk vecuronium , 100 mg / ml untuk
rocuronium dan 20 ug / ml untuk cisatracurium ) . Kekhususan dan kepekaan dari tes
kulit yang lebih besar dari 95 % , dan reproduksibilitas lebih dari satu tahun adalah 88
% . Keseluruhan kesesuaian tusukan tes dan tes intradermal adalah 97 % . Bila hasil tes
kulit dengan satu NMBA positif , maka perlu untuk melakukan tes intradermal dalam
rangka untuk menentukan apakah cross- sensitisasi telah terjadi dengan NMBAs lain
yang tersedia di pasar . Delapan puluh empat persen dari pasien memiliki crosssensitisasi terhadap NMBAs , tetapi hanya 16 % bereaksi terhadap semua NMBAs .
Uji kulit untuk hipnotik : Reaksi alergi Benar untuk thiopental telah diidentifikasi
dengan tes kulit yang positif dan dengan deteksi serologis IGES tertentu dengan RAST .
Namun , kesulitan teknis termasuk mengikat spesifik , kelarutan miskin thiopental pada
pH fisiologis , dan sensitivitas rendah pengujian, membuat penggunaan RAST dalam
praktek klinis tidak efisien . Pada pH tinggi , pengikatan thiopental dengan materi
immunoabsorbent dapat menghasilkan ion amonium diganti yang biasanya
diinternalisasikan dalam molekul thiopentone . IGES spesifik terhadap ion amonium
kuaterner pada subyek sensitif terhadap NMBAs dapat mengikat ion-ion amonium
tersubstitusi dan mensimulasikan sensitivitas terhadap thiopentone . Konsentrasi
Komersial thiopental dapat digunakan dalam tusukan tes . Untuk tes intradermal ,
dengan menggunakan berbagai konsentrasi disarankan , dimulai dengan 1:10.000
pengenceran sampai pengenceran 1:10 konsentrasi komersial, yang tidak reaktif pada
individu alergi. Tes kulit juga digunakan untuk mendiagnosa anafilaksis terhadap agen
opioid , dengan menggunakan skala yang sama seperti untuk hipnotik . Konsentrasi obat
komersial opioid adalah 10 mg / ml . Tes kulit intradermal dengan morfin dilakukan dari
0.001mg/ml ke 0.01mg/ml . Jika pasien diuji dengan konsentrasi di atas 0.01mg/ml
( 0.1mg/ml misalnya) , tes kulit positif palsu ( tes positif non-spesifik ) dapat
membangkitkan .
Agent
Pricktests
Codeine phosphate/
Histamine
IDR 10-4
IDR 10-3
IDR 10-2
IDR 10-1
tidak
dikerjakan
tidak
dikerjakan
tidak
dikerjakan
tidak
dikerjakan
suxamethonium
50mg/mL,dilute to
10mg/mL
kontraindikasi
vecuronium
4 mg/mL
pancuronium
2 mg/mL
rocuronium
10 mg/mL
kontraindikasi
atracrium
10 mg/mL
10-1
mivacurium
2 mg/mL
10-1
kontraindikasi
kontraindikasi
Cis-atracuronium
2 mg/mL
kontraindikasi
kontraindikasi
kontraindikasi
Hypnotics
Morphine
10-1
Opiods
kontraindikasi
kontraindikasi
Latex
kontraindikasi
kontraindikasi
kontraindikasi
kontraindikasi
Penentuan antibodi IgE spesifik Antibodi IgE bertahan dari waktu ke waktu , dan
pengujian untuk antibodi IgE dapat dilakukan setelah penundaan jika hal itu tidak
dilakukan pada saat reaksi , atau jika hasil tes kulit negatif . Menentukan apakah IGES
khusus untuk NMBAs , thiopental dan lateks yang hadir dapat berguna untuk
menafsirkan tes kulit negatif atau tidak meyakinkan pada pasien yang temuan klinis
menunjukkan bahwa mereka memiliki reaksi anafilaksis . Tes yang paling sensitif
sebaiknya digunakan di sini . Uji kulit untuk NMBAs lebih sensitif dibandingkan
penentuan IgE spesifik , tetapi sensitivitas dari metode kedua dapat ditingkatkan dengan
menggunakan QAS RIA dan metode PAPPC RIA . Uji kulit untuk obat hipnotik lebih
dapat diandalkan daripada mencari IgE spesifik . Antibodi IgE spesifik kurang memiliki
spesifisitas untuk propofol daripada amonium kuaterner hadir dalam lesitin dalam larutan
. IGES Khusus untuk opioid dikenal , membuat identifikasi antibodi IgE spesifik cara
yang dapat diandalkan untuk mendiagnosa anafilaksis terhadap agen opioid .
Tes-tes lain Uji pelepas-histamin leukosit merupakan metode yang mahal yang sulit
untuk menanganinya dan tidak direkomendasikan sebagai pendekatan awal . Metode ini
dapat menyediakan sarana yang berguna untuk mencari reaksi yang disebabkan oleh obat
bila tidak ada temuan IgE spesifik yang tersedia, atau untuk mempelajari reaksi silang
antara NMBAs ketika pasien sebelumnya peka dijadwalkan menjalani anestesi. Nilai
klinis aliran cytometry basofil tes aktivasi masih harus dikonfirmasi dalam pengaturan
klinis praktis.
Tes prediktif Dalam rangka untuk memprediksi pasien mungkin mengalami anafilaksis ,
adalah penting untuk dapat menentukan faktor risiko yang terlibat . Pasien yang berisiko
anafilaksis perioperatif adalah mereka yang alergi , sebagaimana ditetapkan dengan
melakukan tes allergological yang tepat , ke salah satu obat yang akan diberikan selama
anestesi atau produk lain yang mereka bertanggung jawab untuk diekspos , serta mereka
yang telah memiliki reaksi selama anestesi umum sebelumnya yang tetap tidak
terjelaskan . Bagi mereka yang memiliki reaksi selama anestesi sebelumnya , protokol
anestesi digunakan selama episode anestesi akan sangat membantu untuk allergologist
dalam melaksanakan penilaian menyeluruh . Jika protokol tidak dapat ditemukan ,
allergologist akan harus menguji zat yang studi epidemiologi telah menemukan yang
paling sering menyebabkan reaksi : pada semua NMBAs dan lateks . Pada pasien yang
alergi terhadap NMBAs , cross kepekaan terhadap semua NMBAs lainnya harus diuji ,
karena pasien mungkin tidak alergi terhadap mereka semua . Jika itu terjadi , penting
untuk mengetahui NMBAs dapat digunakan dalam protokol anestesi . Tidak mungkin
saat ini untuk memprediksi anafilaksis dengan hanya menguji semua pasien dengan
NMBAs sebelum anestesi. Prevalensi NMBA sensitisasi dievaluasi oleh salah satu uji
tusuk positif atau IgE spesifik terhadap ion amonium kuaterner dalam uji serologis telah
dinilai sebesar 9,3 % di antara populasi umum , dan pada saat yang sama , ada risiko 1,4
% anafilaksis terjadi antara subyek sebelumnya peka . Jika kejadian anafilaksis ke
NMBAs adalah 1/6500 anestesi episode , 6500 pasien harus diuji untuk dapat mendeteksi
satu pasien alergi , sementara 585 pasien peka ( 9 % ) akan terdeteksi yang tidak akan
pernah berkembang anafilaksis . Saat ini, tidak ada data yang tersedia untuk
mengkonfirmasi nilai prediktif tes kulit untuk reaksi anafilaksis , sehingga skrining
sistematis dari populasi umum tidak dianjurkan . Hal ini tidak membantu untuk
melakukan penilaian allergologic pada pasien yang hanya alergi terhadap obat
nonanaesthetic atau yang atopik tanpa memiliki faktor risiko lain untuk kepekaan
terhadap agen anestesi . Selanjutnya , bahkan jika penilaian prediksi itu mungkin ,
mereka tidak akan mencegah pelepasan histamin spesifik dalam menanggapi anestesi
diberikan di masa depan .
Referensi
Hepner DL and Castells MC. Anaphylaxis During the Perioperative Period. Anesth Analg
2003 97(5):1381-1395.
Mertes PM, Laxenaire MC. Anaphylactic and anaphylactoid reactions occuring during
anaesthesia in France. Seventh epidemiologic survey (January 2001-December 2002)
Ann Fr Anesth Reanim Dec 2004; 23(12):1133-43