Anda di halaman 1dari 25

1

KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat dan karunia
Nya, penulisan laporan Epidemiologi Gizi dengan judul Pembuatan Dendeng
Sapi dapat diselesaikan. Laporan ini disusun sebagai bukti tertulis setiap selesai
praktikum.
Dalam penulisan laporan ini tentu ada beberapa pihak yang ikut berperan
aktif dalam merampungkan laporan ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih belum sempurna,
untuk itu kami harapkan kritik dan saran ke arah yang membangun. Semoga
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Terima kasih.

Jember, 20 April 2016

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................
1
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................
3
1.1 Latar Belakang....................................................................................
..........................................................................................................4
1.2 Rumusan masalah...............................................................................
................................................................................................................4
1.3 Tujuan Praktikum...............................................................................
................................................................................................................4
1.4 Manfaat Praktikum.............................................................................
................................................................................................................4
BAB 2. TINJAUAN PUUSTAKA........................................................................
5
2.1 Dengdeng ..........................................................................................
.........................................................................................................8
2.2 Definisi daging sapi...........................................................................
.........................................................................................................9
2.3 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Dendeng..................
.......................................................................................................10
2.4 Kandunga zat gizi dengdeng.............................................................
.......................................................................................................11
2.5 Zat adiktif yang terkandung dalam dengdeng..............................

........................................................................................11
BAB 3 METODELOGI.........................................................................................
14
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum...........................................................
.......................................................................................................14
3.2 Alat dan Bahan..................................................................................
.......................................................................................................14
3.3 Produser Kerja...................................................................................
.......................................................................................................15
BAB 4 HASIL PENGAMATAN...........................................................................
16
4.1 Tabel Pengamatan.............................................................................
......................................................................................................16
BAB 5 PEMBAHASAN.......................................................................................
17

BAB 6 PENUTUP.................................................................................................
22
6.1 Kesimpulan........................................................................................
.......................................................................................................22
6.2 Saran .................................................................................................
.......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
23

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daging sapi (Bahasa Inggris: beef) adalah jaringan otot yang diperoleh
dari sapi yang bisa diolah menjadi beberapa jenis produk untuk dikonsumsi. Di
setiap daerah, penggunaan daging ini berbeda-beda tergantung dari cara
pengolahannya. Sebagai contoh has luar, daging igadan T-Bone sangat umum
digunakan di Eropa dan di Amerika Serikatsebagai bahan pembuatan steak
sehingga bagian sapi ini sangat banyak diperdagangkan. Akan tetapi seperti
di Indonesia dan di berbagai negaraAsia lainnya daging ini banyak digunakan
untuk makanan berbumbu dan bersantan seperti sup konro, dendeng dan rendang
(Anonim, 2005)
Komposisi daging relatif mirip satu sama lain, terutama kandungan
proteinnya yang berkisar 15-20 % dari berat bahan. Protein merupakan komponen
kimia terpenting yang ada di dalam daging. Protein yang terkandung di dalam
daging, seperti halnya susu dan telur, sangat tinggi mutunya, protein daging lebih
mudah dicerna dibandingkan dengan yang bersumber dari bahan pangan nabati.

Nilai protein daging yang tinggi disebabkan oleh kandungan asam amino
esensialnya yang lengkap dan seimbang (Astawan, 2004).
Dendeng merupakan salah satu produk awetan daging tradisional yang
sangat populer di Indonesia. Dendeng diolah dengan beberapa tahap, yaitu :
pembersihan, penyayatan, pencampuran dan perendaman dalam bumbu, serta
pengeringan dan pengemasan. Dendeng dapat dibuat dari berbagai jenis daging
ternak. Pada umumnya dendeng yang banyak dijumpai di pasaran adalah dendeng
sapi.
Dendeng tergolong dalam bahan makanan semi basah (Intermediate
Moisture Food), yaitu bahan pangan yang mempunyai kadar air tidak terlalu
tinggi dan juga tidak terlalu rendah, yaitu antara 15 50%. Kadar air tersebut
dapat dicapai melalui proses pengeringan. Proses pengeringan yang baik
menghasilkan produk akhir yang baik pula (Astawan, 2004) Pada praktikum,
dendeng dapat dibuat dalam dua jenis perlakuan, yaitu dendeng menggunakan
perlakuan gula pasir dan gula merah, dengan tahap yang sama.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan dendeng?
2. Bagaimna proses pengolahan dendeng yang benar?
3. Apakah ada perbedaan secara organoleptik pada setiap perlakuan dendeng
yang menggunakan gula merah dan gula pasir?
4. Apakah saja faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penjemuran
dendeng?
1.3 Tujuan
1. Melakukan proses pembuatan dendeng.
2. Menganalisis karakter/sifat dendeng sebelum dan setelah proses
penjemuran.
3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penjemuran
dendeng.
1.4 Manfaat
Dapat mengetahui proses pembuatan atau pengolahan dendeng yang benar
serta teknik-teknik yang tepat dalam pengolahan. Dalam proses penjemuran dapat
mengetahui lama penjemuran dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses
penjemuran dendeng.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dendeng
Daging adalah semua bagian tubuh ternak yang dapat dan wajar dimakan
termasuk jaringan-jaringan dan organ tubuh bagian dalam seperti hati, ginjal, dan
lain-lain. Soeparno (1994) mendefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan
semua produk hasil pengolahan jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta
tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Dengan
didasarkan pada definisi tersebut maka organ-organ dalam (jeroan) dan produk
olahan seperti corned termasuk dalam kategori daging. Namun demikian sering
dalam kehidupan sehari-hari yang disebut dengan daging adalah semata-mata
jaringan otot, meskipun benar bahwa komponen utama penyusun daging adalah
otot, tetapi tidaklah sama otot dengan daging.
Dendeng merupakan salah satu bentuk hasil olahan pengawetan daging
secara tradisional dan telah banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia sejak
dulu. Menurut SNI 01-2908-1992 (Badan Standarisasi Nasioanal, 1992), dendeng
merupakan produk makanan berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau
gilingan daging segar yang telah diberi bumbu dan dikeringkan. Dendeng
memiliki cita rasa yang khas, yaitu manis agak asam dan warna yang gelap akibat

kadar gulanya yang cukup tinggi. Kombinasi gula, garam, dan bumbu-bumbu
menimbulkan bau khas pada produk akhir (Purnomo, 1996).
Dendeng dapat dikategorikan sebagai bahan pangan semi basah karena
dendeng memiliki kadar air yang berada dalam kisaran kadar air bahan pangan
semi basah, yaitu 25%. Bahan pangan semi basah merupakan campuran suatu
bahan pangan ang pada umumnya ditambah dengan bahan pengikat air yang dapat
menurunkan daya ikat air produk, sehngga pertumbuhan mikroorganisme
terhambat (Purnomo, 1996). Bahan pangan semi basah memiliki aktivitas air antar
0,6 sampai 0,91 (Salguero et al, 1994). Purnomo (1996) mengemukakan, ditinjau
dari cara pembuatanya, dendeng dikelompokan menjadi dendeng iris (slicer) dan
giling. Komposisi bahan yang digunakan dalam pembuatan dendeng adalah
daging, gula merah (30%), garam (5%), ketumbar (2%), bawang putih (2%),
sendawa (0,2%), lengkuas (1%), dan jinten (1%) (Hadiwiyoto, 1994). Selama
pembuatan dan pengeringan akan terjadi pula pembentukan komponen-komponen
citarasa, yang akan menambah rasa dan aroma dendeng menjadi lebih sedap.
Fungsi penambahan bahan-bahan (bumbu) secara keseluruhan yaitu untuk
cita rasa, aroma dan warna, selain itu bumbu juga digunakan sebagai pengawet.
Menurut Soeparno (1994), penambahan garam berfungsi sebagai pengawet karena
dalam jumlah yang cukup, garam dapat menyebabkan autolysis dan pembusukan
serta plasmolisis pada mikroba. Garam meresap kedalam jaringan daging sampai
tercepai keseimbangan tekanan osmosis antara bagian dalam dan luar daging,
selain sebagai penghambat bakteri, garam juga dapat merangsang cita dan
penambahan rasa enak pada produk. Menurut Aberle et al. (2001) garam yang
ditambahkan pada daging yang digiling akan meningkatkan protein myofibril
yang terekstraksi. Protein ini memiliki peranan penting sebagai pengemulsi.
Fungsi garam adalah menambahakan atau meningkatkan rasa dan memperpanjang
umur simpan produk. Menurut Potter (1996) Garam juga bersifat bakteriostatik
dan bakteriosidal, sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan
mikroba pembusuk lainnya Garam mampu memperbaiki sifat-sifat fungsional
produk daging dengan cara mengekstrak protein miofibriler dari serabut daging
selama proses penggilingan dan pelunakan daging.

Pembuatan dendeng menggunakan bahan-bahan diantaranya gula merah


dan asam jawa. Penambahan gula pada dendeng berfungsi untuk melunakkan
melalui jalan mencegah penguapan air dan tidak begitu kering sehingga lebih
disukai konsumen (Soeparno, 1994). Penambahan gula merah pada dendeng
berfungsi memodifikasi rasa, memperbaiki aroma, warna dan tekstur produk
(Bailey, 1998). Kadar gula yang tinggi, yaitu pada konsentrasi 30-40% akan
menyebabkan air dalam sel bakteri, ragi dan kapang akan keluar menembus
membran dan mengalir ke dalam larutan gula, yang disebut osmosis dan
menyebabkan sel mikroba mengalami plasmolisis dan pertumbuhannya akan
terhambat (Winarno, 2004).
Bawang putih dapat digunakan sebagai bahan pengawet karena bersifat
bakteriostatik yang disebabkan oleh adanya zat aktif alicin yang sangat efektif
terhadap bakteri, selain itu bawang putih mengandung scordinin, yaitu senyawa
komplek thioglisidin yang bersifat antioksidan (Palungkun dan Budhiarti, 1995).
Ketumbar adalah rempah-rempah kering berbentuk bualat dan berwaarna kuning
kecoklatan, memiliki rasa gurih dan manis, berbau harum, dan dapat
membangkitkan kesan sedap di mulut (Farrell, 1990). Lengkuas memiliki dua
warna, yaitu putih dan merah, dan dua ukuran, yaitu kecil dan besar. Lengkuas
mengandung beberapa minyak atsiri, diantaranyakamfer, galang, galangol,
philandren, dan mungkin juga curcumin. Minyak atsiri tersebut menghasilkan
aroma yang khas (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Bawang merah digunakan untuk bahan bumbu dapur dan sebagai
penyedap rasa dalam masakan. Selain itu bawang merah juga dapat digunakan
sebagai obat tradisional karena memiliki efek antiseptik dari senyawa ailin.
Senyawa tersebut diubah menjadai asam piruvat, ammonia, dan alicinantimikroba
yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).
Ketumbar adalah rempah-rempah kering berbentuk bualat dan berwaarna
kuning kecoklatan, memiliki rasa gurih dan manis, berbau harum, dan dapat
membangkitkan kesan sedap di mulut (Farrell, 1990). Ketumbar memiliki aroma
rempah-rempah dan terasa pedas. Minyak dari biji ketumbar terutama
mengandung d-linalol, stironelol, bermacam-macam ester, keton, dan aldehida
(Syukur dan Hernani, 2002).

Jahe memiliki aroma yang harum dan rasa yang pedas. Rimpang jahe
mengandung

minyak

atsiri

yang

menimbulkan

aroma

khas

jahe,

diantaranyazingberene, curcumine, philandren, dan sebagainya. Jahe juga


mengandunggingerols dan shogaols yang menimbulkan rasa pedas (Muchtadi dan
Sugiyono, 1992). Jahe mampu menutupi bau beberapa flavor dan memberikan
kesegaran terhadap bahan pangan.
Lengkuas memiliki dua warna, yaitu putih dan merah, dan dua ukuran,
yaitu kecil dan besar. Lengkuas mengandung beberapa minyak atsiri,
diantaranyakamfer, galang, galangol, philandren, dan mungkin juga curcumin.
Minyak atsiri tersebut menghasilkan aroma yang khas (Muchtadi dan Sugiyono,
1992).
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian besar air dari suatu bahan dengan cara menguapkannya dengan
menggunakan energi panas (Winarno et al., 1994). Prisip pengeringan yaitu
mengurangi kadar air bahan sehingga aktivitas mikroorganisme menurun.
Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume
menjadi lebih kecil, berat bahan berkurang. Kerugian yang terjadi yaitu perubahan
sifat fisik dan kimia dari suatu produk. Teknik-teknik pengawetan dengan
pengeringan menyangkut: 1) Pembatasan aktivitas air dengan pengeringan; 2)
Penggunaan garam dan gula untuk mengendalikan kegiatan air lebih lanjut dan
berfungsi

sebagai

penghambat

selektif

terhadap

kegiatan

enzim

dan

mikroorganisme; 3) Penggunaan bumbu-bumbu untuk membatasi perkembangan


selanjutnya dari mikroorganisme dan untuk memberikan rasa yang khas.
Pengeringan juga berperan dalam menciptakan tekstur dan kekenyalan yang khas
pada dendeng.
Gaman dan Sherington (1992) menambahkan bahwa hal yang penting
dalam pengeringan adalah suhu yang digunakan hendaknya jangan terlalu tinggi,
karena akan menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki pada
pangan. Demikian juga panas yang berlebihan dapat menyebabkan case
hardening, yaitu suatu keadaan dibagian luiar (permukaan) pangan menjadi
keriput dan keras, sedangkan air terperangkap didalamnya (bagian dalam masih
basah). Cara mencegah case hardening adalah dengan membuat suhu pengeringan

tidak terlalu tinggi atau proses pengeringan awal tidak terlalu cepat. Pengeringan
dapat dilakukan dengan mengunakan suatu alat pengering (artificial drier) atau
dengan penjemuran (sun drying) yaitu pengeringan dengan menggunakan energi
langsung dari sinar matahari. Pengeringan buatan mempunyai keuntungan karena
suhu dan aliran udara dapat diatur sehingga waktu pengeringan dapat ditentukan
dengan tepat dan kebersihan dapat diawasi dengan sebaik-baiknya.
2.2 Definisi Daging Sapi
Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini
memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat, khususnya protein hewani
yang sangat dibutuhkan oleh pembangunan manusia Indonesia. Seiring
meningkatnya perkembangan jumlah penduduk dan perbaikan taraf hidup
penduduk di Indonesia, maka permintaan produk-produk untuk pemenuhan
gizipun semakin meningkat, begitu pula dengan permintaan akan bahan pangan
seperti permintaan protein hewani.
Permintaan akan daging sapi di Indonesia dari tahun ke tahun semakin
meningkat, hal tersebut selain dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk
juga dipengaruhi oleh peningkatan pengetahuan penduduk itu sendiri terhadap
pentingnya protein hewani, sehingga pola konsumsi juga berubah, yang semula
lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat beralih mengkonsumsi daging, telur dan
susu. Untuk kebutuhan akan ayam boiler dan telur dalam negeri saat ini telah
dipenuhi oleh produksi lokal, akan tetapi susu dan daging sapi masih perlu
mengimpor.
Di samping rasanya yang enak dan khas, kandungan gizi daging sapipun
terbilang kaya sehingga mampu memenuhi kebutuhan gizi manusia. Daging sapi
termasuk salah satu sumber esensial dari protein hewani dan lemak. Kita tahu
bahwa kedua zat gizi ini sangat penting bagi tubuh.
Protein merupakan bahan utama pembentuk berbagai struktur organ, seperi
tulang dan otot, serta komponen-komponen pembentuk seluruh jaringan tubuh.
Protein pun sangat penting dalam proses pembentukan enzim, hormon, membran
sel, sistem kekebalan tubuh, dan pembentukan sel-sel darah merah di dalam tubuh
janin.

10

Kecukupan protein dalam tubuh, salah satunya dapat dipenuhi dengan


mengonsumsi daging sapi. Menurut perhitungan para ahli, setiap 100 gram daging
sapi mengandung 19-20 gram protein. Pada makanan olahan daging sapi,
semacam korned, dendeng, ataupun daging asap, kadar proteinnya jauh
lebih tinggi, antara 24-55 gram protein per 100 gram. Artinya, dengan
mengonsumsi 200 gram daging sapi kita sudah bisa memenuhi kebutuhanprotein
dalam sehari, yaitu sekitar 48 gram.
Adapun lemak dalam daging sapi sangat berguna sebagai sumber kalori
yang besar, di mana 1 gram lemak menghasilkan 9 kal (dua kali dari kapasitas
karbohidrat), pelindung organ tubuh (sebagai bantalan bagi organ-organ tertentu,
misalnya biji mata dan ginjal), pelarut beberapa vitamin (A, D, E, dan K), dan
sebagai pembangun bagian-bagian sel dan jaringan tertentu, seperti otak, serabut
saraf, jaringan berotot, hati, ginjal, membran sel, dan beberapa organ penting
lainnya. Daging sapi sendiri mengandung sekitar 22 gram lemak per 100 gram.
Dengan mengonsumsi, 100 gram daging sapi, 10 persen dari kebutuhan
anergi tubuh dalam satu sudah tercukupi.
Selain mengandung protein dan lemak, daging sapi pun mengandung
vitamin dan mineral dalam kadar yang cukup tinggi, di antaranya vitamin B1
(tiamin), vitamin B2 (riboflavin), zat besi, dan kalsium. Tiamin dan riboflavin
sangat dibutuhkan tubuh untuk membantu proses metabolisme sebagai ko-enzim
dalam pembentukan energi.
Adapun zat mineral, semacam besi dan kalsium berperan penting untuk
meningkatkan efisiensi transmisi saraf pada otak manusia dan mengoptimalkan
proses pembentukan sel darah merah.
2.3 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Dendeng
Dalam membeli suatu produk olahan kita harus mencermati dengan baik,
dendeng daging sapi yang diperdagangkan, ada yang berkualitas baik, ada yang
berkualitas sedang dan ada pula yang berkualitas kurang baik. Perbedaan kualitas
dendeng tersebut kemungkinan besar dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Pemilihan bahan

11

Untuk mendapatkan dendeng daging sapi yang bermutu baik, harus


menggunakan bahan yang bermutu. Daging sapi yang digunakan harus
berkualitas baik dan segar. Pemilihan bahan tambahan dan bumbu juga dapat
mempengaruhi rasa dendeng. Jika daging sapi yang digunakan kurang atau
tidak segar maka akan dapat mempengaruhi hasil dari dendeng, selain itu juga
dendeng memiliki rasa dan aroma yang tidak sedap. Demikian pula jika
bahan yang digunakan berkualitas baik, rasa, aroma, dan warna akan baik.
Jika kualitas bumbu kurang tidak baik, misalnya bawang putih agak busuk
dapat berpengaruh terhadap rasa dan aroma (Haryvedca, 2010).
2. Proses pembuatan
Faktor proses pembuatan yang dapat mempengaruhi kualitas dendeng
antara lain yaitu proses kuring dan pengeringan :
a. Proses kuring
Pada pembuatan dendeng daging sapi, dilaksanakan menggunakan
cara kuring kering yaitu bumbu dihaluskan, dicampurkan pada daging sapi
iris tanpa penambahan air, lalu didiamkan selama 4 6 jam dapat
mempengaruhi rasa karena bumbu kurang meresap. Jika proses kuring
terlalu cepat kurang dari 5 jam, maka dapat mempengaruhi rasa karena
bumbu kurang meresap (Haryvedca, 2010).
b. Pengeringan
Proses pengeringan merupakan salah satu penentu kualitas dendeng. Pada
saat proses pengeringan mengalami perubahan warna, aroma, tekstur dan
zat gizinya. Tempat yang digunakan untuk pengeringan sebaiknya
menggunakan nampan yang terbuat dari logam dan diberi alas plastik
supaya dendeng menjadi cepat kering dan setiap 3 jam di balik supaya
pengeringannya merata. Proses pengeringan yang kurang sempurna dapat
mempengaruhi rasa dan aroma dendeng. Mengingat dendeng daging sapi
harganya cukup mahal, kurang terjangkau oleh daya beli masyarakat
golongan ekonomi rendah sehingga perlu memanfaatkan bahan yang lebih
murah untuk dibuat dendeng (Haryvedca, 2010).
2.4 Kandungan Zat Gizi Dendeng

12

Kandungan gizi dalam dendeng cukup tinggi, terutama kandungan


proteinnya. Dikutip dari Departemen Kesehatan RI, 1995 menyatakan bahwa
bahan dasar dendeng umumnya adalah daging sapi. Dalam 100 gram daging sapi
mempunyai kandungan protein 18,8 gram, jadi dendeng mengandung protein
yang cukup tinggi (Dhanie, 2010).
Menurut Soputan (2004) dikutip dari Direktorat Gizi Departemen
Kesehatan RI (1981) bahwa komposisi daging sapi dan dendeng sapi dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Tabel . Komposisi daging sapi dan dendeng sapi tiap seratus gram bahan

Komponen Daging Sapi Dendeng Daging Sapi

2.5 Zat Aditif yang Terkandung Dalam Dendeng Sapi


1. Garam (NaCl)
Garam atau NaCl sejak dahulu hingga saat ini digunakan sebagai
bahan pengawet terutama untuk daging dan ikan. Larutan garam yang masuk
kedalam jaringan produk pangan akan mengikat kandungan air bebas yang

13

terdapat dalam produk pangan tersebut. Kondisi ini akan menghambat


pertumbuhan dan aktivitas bakteri penyebab pembusukan, kapang dan
khamir. Produk pangan hasil pengewetan dengan garam memiliki daya
simpan beberapa minggu hingga bulan. Sementara produk segarnya hanya
tahan disimpan selama beberapa jam atau hari (Kobandaha, 2008).
Garam adalah ingridien yang terpenting dalam campuran bahan curing
untuk daging dan berfungsi untuk pemberi rasa produk, menurunkan aktivitas
air dan membantu solubilisasi protein otot yang berfungsi mengikat partikel
daging, serta penurunan air jaringan otot pada konsentrasi tinggi (5-8%)
(Baghas, 2010).
2. Gula atau sukrosa.
Gula merupakan karbohidrat dengan rasa manis yang sering pula
digunakan sebagai bahan pengawet, khususnya untuk produk-produk pangan
yang telah mengalami

panas. Perendaman dalam larutan gula secara

bertahap pada konsentrasi yang semakin tinggi merupakan salah satu cara
pengawetan pangan dengan gula.
menghambat

Gula

seperti halnya garam

juga

pertumbuhan dan aktivitas bakteri penyebab pembusukan,

kapang dan khamir. Dendeng basah atau kering yang banyak dijual dipasaran
merupakan contoh produk pangan yang diawetkan dengan gula (Kobandaha,
2008).
Gula dapat juga digunakan sebagai bahan pengawet, namun
konsentrasi yang sangat tinggi diperlukan dalam pangan untuk dapat
berfungsi sebagai suatu pengawet (Baghas, 2010).
3. Asam Jawa
Asam jawa dapat dijuga digunakan sebagai bahan pengawet, dan asam
jawa ini memiliki kandungan kalori, protein, lemak, hidrat arang, kalsium,
fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C (Dini, 2009).

14

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksaan Praktikum


Tanggal

: 4 April 2016

Pukul

: 15.00 17.00 WIB

Tempat
Kesehatan)

Laboratorium Gizi

Kuliner, Gedung A (Gedung

Politeknik Negeri Jember

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1

Alat
Nama Alat
Pisau
Baskom
Tampah
Timbangan
Telenan
Solet
Cobek
Ulek
Kompor

Jumlah
8
4
4
4
4
4
4
4
4

15

3.2.2

Bahan
Nama bahan
Ketumbar
Garam
Lengkuas
Bawang putih
Bawang merah
Asam
Gula merah/gula pasir
Daging sapi

Berat
30 gr
40 gr
50 gr
80 gr
60 gr
80 gr
400 gr
1 kg

3.3 Prosedur Kerja

Ambil bagian daging tanpa lemak sebanyak 1 kg, yang sudah


dibekukan dalam freezer selama 24 jam
Daging dikeluarkan dari freezer

Iris-iris daging dengan ketebalam 2-3 mm

Lakukan penimbangan berat daging dan uji organoleptiK meliputi


(warna, bau dan tekstur)

Timbang bumbu

Haluskan bumbu, lalu campurkan dengan irisan daging secara


merata.

Diamkan selama 30 menit

Susun irisan daging, kemudian jemur dibawah panas matahari


hingga kering

16

BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1 Hasil
Kelompok

Parameter
Berat Daging
Berat Bumbu
Warna
Bau/Aroma

Tekstur
Rasa
Rendemen
Berat Dendeng
Berat Daging
Berat Bumbu
Warna
Bau/Aroma

2
Tekstur
Rasa
Rendemen
Berat Dendeng

Sebelum
Sesudah
Dijemur
Dijemur
1 kg
380 gram
Merah kecoklatan Coklat kehitaman
Khas bumbuKhas bumbubumbu
bumbu
Lunak
Keras
Manis (pada
Manis gurih asam
bumbu)
342 gram
1 kg
380 gram
Merah kecoklatan Coklat kehitaman
Khas rempahKhas rempahrempah
rempah
Agak lembek
Kering agak keras
Manis gurih
Manis, Asam
628 gram

17

BAB V
PEMBAHASAN
Menurut Lawrie (1995), daging diartikan sebagai semua jaringan tubuh
hewan dan produk olahannya yang baik untuk dimakan dan tidak mengganggu
kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Soeparno (1994) menyatakan bahwa
daging yang biasanya dikonsumsi dapat berasal dari hewan ternak yang berbeda
dan dari berbagai jenis hewan liar atau aneka ternak dan ikan. Salah satu daging
ternak yang banyak dikonsumsi di Indonesia adalah daging sapi. Pengelompokan
daging berdasarkan keadaan fisik, umur, jenis kelamin dan kondisi seksualnya.
Berdasarkan keadaan fisiknya, daging terdiri atas: (1) daging segar yang
dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging segar yang dilayukan lalu didinginkan,
(3) daging segar yang dilayukan, didinginkan lalu dibekukan, (4) daging masak,
(5) daging asap dan (6)
daging olahan.
Umur, jenis kelamin, pakan serta letak dan fungsi bagian daging tersebut
dalam tubuh. Secara umum, kandungan gizi daging terdiri dari protein, air, lemak,
karbohidrat dan mineral. Komposisi kimia daging tersebut sangat bergantung pada
spesies, aktivitas tubuh, tingkat pemberian pakan, dan keragaman pada ternak
(Lawrie, 1995).
Dalam praktikum kali ini melakukan pengolahan bahan pangan dengan
pengeringan yaitu membuat dendeng. Menurut Badan Standardisasi Nasional
(1992) dalam SNI 01-2908-1992, dendeng berbentuk lempengan yang terbuat dari
irisan atau gilingan daging segar yang telah diberi bumbu dan dikeringkan. Proses
pembuatan dendeng sapi dengan cara digiling pada dasarnya sama dengan proses
pembuatan dendeng sapi dengan cara diiris. Dendeng dengan cara digiling lebih

18

meresap karena bumbu dicampur rata bersama daging dan serat pada daging
giling tidak terlihat jelas sehingga tekstur lebih halus (Irene, 1994).
Dendeng merupakan salah satu bentuk hasil olahan pengawetan daging secara
tradisional dan telah banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia sejak dulu.
Dalam praktikum kali ini membuat dendeng sayat. Menururt Purnomo (1995),
jenis dendeng dibagi menjadi dua yaitu dendeng sayat dan dendeng giling.
Dendeng sayat lebih banyak dijumpai di pasaran dibandingkan dendeng giling.
Perbedaan dendeng sayat dan dendeng giling terletak pada cara memperlakukan
bahan dasar atau daging dan pencampuran bumbu.
Berdasarkan data hasil pengamatan dendeng sebelum dijemur dan setelah
dijemur mengalami perubahan pada berat, warna, bau, tekstur dan rasa. Dendeng
sebelum dijemur memiliki berat 1380 gram dengan warna merah kecoklatan,
teksturnya lunak dan rasanya manis. Daging yang digunkan dalam pembuatan
dendeng tidak segar terlihat (tersimpan dalam lemari ES selama 2 hari) dari
warnanya yang mulai kecoklatan, teksturnya sedikit lunak dan berbau amis.
Menurut Marliyati (1992), untuk memperoleh hasil olahan yang baik, daging yang
digunakan harus baik dan mempunyai ciri-ciri antara lain :
1

Berwarna merah segar dan mengkilat, seratnya halus, dan elastis serta

2
3

lemak berwarna kekuningan


Tidak berbau asam
Bila dipegang dagingnya tidak lengket pada tangan dan masih terasa
kebasahannya

Pembuatan dendeng tidak hanya mengacu pada kualitas bahan dasar namun
kualitas dari bumbu juga diperhitungkan untuk meningkatkan kualitas dari
dendeng. Bumbu yang digunakan dalam pembautan dendeng yaitu ketumbar,
garam, lengkuas, bawang putih, bawang merah, asam dan gula pasir untuk
kelompok 1 dan gula merah untuk kelompok 2. Campuran bumbu berguna untuk
menambah aroma, cita rasa, dan untuk memperpanjang daya awet. Beberapa jenis
rempah telah diketahui mempunyai daya antimikroba.
Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap dan rasa pedas yang gurih sehingga
bau tidak sedap pada dendeng dapat dihilangkan. Garam berfungsi untuk
memperbaiki aroma dan tekstur daging. Bawang putih dan bawang merah dapat

19

menimbulkan rangsangan tajam dan memacu selera makan dan bawang putih
bersifat antimikroba karena adanya zat aktif allicin yang sangat efektif membunuh
bakteri dan baunya pun dapat mengusir binatang-binatang seperti dari spesies
serangga. Gula menambah rasa manis dan kelezatan, mengurangi rasa asin
berlebihan akibat penambahan garam, memperbaiki aroma dan tekstur daging.
Gula juga berfungsi melunakkan produk dengan mengurangi penguapan.
Penambahan garam dan gula pada produk setengah basah asal daging berperan
sebagai humektan dan sebagai pembentuk cita rasa. Selain itu garam merupakan
bahan tambahan yang sangat dibutuhkan dalam proses kuring. Menurut
Rachmawati et al (2004), proses kuringa dalah proses penambahan gula, garam,
dan sendawa (saltpeter). Dalam proses kuring, garam berfungsi sebagai pengawet
dan pembangkit cita rasa. Gula berfungsi untuk mengurangi rasa asin yang
berlebihan akibat penambahan garam, perbaikan aroma dan tekstur daging.
Garam dapur bersifat osmotis sehingga mampu menarik air keluar dari
jaringan daging. Dengan demikian, aktifitas air dalam bahan dapat berperan
sehingga daya awet bahan dapat meningkat. Menurut Purnomo (1995)
penambahan garam dan gula dalam pembuatan dendeng dapat menurunkan nilai
aw dendeng yang lebih rendah dibandingkan dengan jumlah nilai aw daging yang
dikeringkan dengan bantuan alat pengering pada suhu 30 oC selama 4,5 jam dan
pada suhu 70 oC selama 3 jam. Agar memberikan hasil yang baik, garam yang
dipakai harus mermutu tinggi. Mutu garam dapat diukur dari kemurnian dan
kebersihannya. Menurut Lisdiana (1997), dalam Industri makanan dibutuhkan
kemurnian garam minimum 99% NaCl. Mutu garam di bawah 99% NaCl akan
mengurangi kecepatan garam masuk ke dalam jaringan bahan dan dapat
menurunkan kualitas warna, rupa, serta tekstur produk. Garam yang kotor dapat
menyebabkan kontaminasi pada produk yang dihasilkan.
Semua bumbu yang telah disipkan dan dikupas bersih lalu dipotong dan diulek
atau dihaluskan dengan ulekan hingga sedikit halus. Bumbu yang sudah halus
dilumuri pada daging dan dibiarkan selama 30 menit yang bertujuan agar bumbu
dapat meresap atau masuk dalam jaringan daging yang telah disayat. Setelah
didiamkan selama 30 menit, dilanjutkan dengan proses pengeringan. Proses

20

pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu alami (sinar matahari) dan
buatan (menggunakan alat pengering seperti oven). Proses pengeringan dalam
praktikum kali ini yaitu secara alami dengan bantuan sinar matahari hingga
kering. Penjemuran dendeng memerlukan tempat pengeringan yang luas untuk
memudahkan dalam proses pengeringan dimana lamanya pengeringan bergantung
pada keadaan cuaca.
Menurut Buckle et al. (1987), ada beberapa keuntungan dan kerugian
menggunakan metode pengeringan dibawah sinar matahari langsung, diantarnya
adalah sebagai berikut :
1

Bobot yang ringan, kadar air makanan pada umumnya sekitar 60 % atau
lebih dari 90 % , kecuali biji-bijian, dan hampir sama semua bagian air ini

dikeluarkan dengan dehidrasi.


Kemantapan, kebanyakan produk yang dikeringkan membutuhkan lebih
sedikit dari pada aslinya, makanan beku atau dikalengkan terutama kalau

ditekan dalam bentuk balok.


Kestabilan dalam suhu penyimpanan pada suhu kamar tidak diperlukan
alat pendingin, tetapi ada batasan pada suhu penyimpanan maksimum
untuk masa simpan yang cukup baik.

Sedangkan kerugiannya adalah :


1

Kepekaan produk terhadap panas matahari dapat menyebabkan bau

gosong (Burn flavour) pada kondisi pengeringan yang tidak terkendali.


Hilangnya flavour yang mudah menguap (volatile flavour) dan

memucatnya pigmen.
Perubahan struktur,

termasuk case

hardening, sebagai

akibat

dari

pengerutan selama air dikeluarkan.


Berdasarkan data pengamatan setelah dilakukan pengeringan, dendeng
berwarna coklat kehitaman, teksturnya keras, rasanya manis gurih asam dengan
bau khas bumbu dan beratnya 342 gram. Warna coklat pada dendeng terjadi
karena proses reaksi non enzimatis. Menurut Winarno (1993), Bahan pangan yang
dikeringkan akan mengalami reaksi pencoklatan (Browning), baik enzimatik
maupun non enzimatik. Reaksibrowning non enzimatik yang paling sering terjadi

21

adalah reaksi antara asam organik dengan gula pereduksi, dan antara asam amino
dengan gula pereduksi. Reaksi antara asam-asam amino dengan gula pereduksi
dapat menurunkan nilai gizi protein yang terkandung di dalamnya. Rasa manis
yang ditimbulkan oleh dendeng karena adanya gula yang ditambahkan pada
dendeng. Sedangkan teksturnya yang keras terjadi akibat berkurangnya air dalam
jaringan akibat penjemuran. Berat juga mengalami penyusutan karena
berkurangnya kadar air pada daging maupun bumbu dalam jaringan.

22

BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa dendeng sapi
menggunakan dua perlakuan yang membedakan yaitu pada bumbu. Perlakuan
pertama menggunakan gula pasir dan perlakuan kedua menggunakan gula
merah. Secara organoleptik sama-sama hampir sama, yang membedakan
hanya membedakan penyusutan berat dan rasa.
Faktor yang mempengaruhi selama penjemuran yaitu menyeimbangi
dengan terik panas matahari yang tidak menentu yang kadang mendung.
Penjagaan yang ketat karena di sekitar penjemuran banyak kucing yang
berkeliaran. Masalah lingkungan sekitar pasti bnyak kotoran atau bendabenda asing yang akan menempel pada dendeng saat penjemuran yang
dibawa oleh angin.
6.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan penjemuran dendeng di jaga dengan baik
agar tidak hewan yang memakannnya karena pada saat penjemuran dendeng
hilang 2 biji pada perlakuan dendeng menggunakan gula pasir yang membuat
susut berat dendeng berkurang drastis (karena 2 biji dendeng yang dimakan
merupakan irisan dendeng yang paling besar-besar), dan dendeng di makan
oleh kucing dan hal tersebut merupakan keteledoran praktikan membiarkan
dendeng.

23

DAFTAR PUSTAKA
Bailey, M.E. 1998. Maillard Reaction and Meat Flavour Development. Dalam: F.
Shahidi (Ed), Flavour or Meat Product and Seafood Second Edition.
Blackie Academic and Profesional. New York.
Gaman, P. M. Dan K. B. Sherington. 1992. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu
Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Terjemahan : M. Gardjito, S. Naruki, A.
Murdiati dan Sardjono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Hadiwiyoto, S. 1994. Studi Pengolahan Dendeng dengan Oven Pengering Rumah
Tangga. Buletin Peternakan. 18:119-126.
Jimenez-Colmenero, F., J. Ventanas and F. Toldra. 2010. Nutritional compotition
of dry-cured ham and its role in a healthy diet. Meat Sci. 84 (4): 585-593
Muchtadi, T.R, dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Petunjuk
Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Dikti.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Potter, N. 1996, Food Science. Published by Van Nostrand Reinhold Co. New
York.
Prayitno, Agus Hadi, Dwi Puspa Adie Saputra, Antariya Kurniati, Herni
Widyasturi, Raras Rahayu. 2012. Pengaruh Metode Pembuatan Dan
Pengeringan Yang Berbeda Terhadap Karaktersitik Fisik, Kimia Dan
Sensoris Dendeng Daging Kelinci. Buletin Peternakan Vol 26 (2): 113-121.
Purnomo, dan Adiono. 1990. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Purnomo, H. 1996. Dasar-dasar Pengolahan dan Pengawetan Daging. PT
Grasindo. Jakarta.
Rismunandar. 1998. Rempah-rempah: Komoditi Ekspor Indonesia. Penerbit Sinar
Baru. Bandung.
Saloko, M. 2000. Penentuan Kandungan Gula pada Dendeng Sapi Selama
Penyimpanan dengan metode HPLC sistem fase terbalik. Seminar
Nasional Industri Pangan. 3: 434-443
SNI [Standar Nasional Indonesia]. 1992. SNI 01- 2908-1992, Dendeng Sapi.
BSN, Jakarta.

24

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University.


Yogyakarta.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan Ke-5. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Winarno, F.G, S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1994. Pengantar Teknologi Pangan. PT
Gramedia. Jakarta.

25

Laporan Praktikum

TEKNOLOGI PANGAN
Pembuatan Dendeng Sapi
Dosen Pembimbing : Nita Maria R., S.TP, M.Sc

Disusun oleh Golongan D Kelompok 1 :

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Sarah Amalia
Nur Suci Imami Putri
Nurul Izzati
Khotimatus Sadiyah
Wildan Fahri Zain
Sintia Ariya Bahri
Mailia Yunda Suryadi

(NIM: G42141136)
(NIM: G42141139)
(NIM: G42141152)
(NIM: G42141155)
(NIM: G42141156)
(NIM: G42141174)
(NIM: G42141183)

PROGRAM STUDI GIZI KLINIK


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER

2016

Anda mungkin juga menyukai