Anda di halaman 1dari 40

Penerapan Standar Audit di Indonesia dan Jepang

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Topik Kontemporer
Akuntansi Keuangan
Dosen : Neni Maryani, SE.,MSi.,Ak.,CA,CPA

DISUSUN OLEH: Kelompok 3


Gugi Gustiani

(5211131060)

Lilis Kestari

(5211131062)

Adinda Imarlina W

(5211131065)

Eka Kurniawan

(5211131066)

Fitri Sunarti

(5211131067)

Resti Widya Pebriani

(5211131068)

Bayu Widi Pangestu

(5211131070)

Irsan Irsani Muslim

(5211131071)

M. Dikri Rifaldi

(5211131073)

Dine Rosa Restiani

(5211131076)

Despi Korlea Bramasti

(5211131079)

Kelas A
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
FAKULTAS EKONOMI
AKUNTANSI
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yaitu mengenai
Penerapan Standar Audit di Indonesia dan Jepang
Tugas ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Topik Kontempoerer
Akuntansi Keuangan. Selain itu makalah ini juga dibuat dengan tujuan agar para pembaca
dapat mengetahui tentang Internasional Stadard Audit.
Dan

juga

kami

mengucapkan

terimakasih

kepada

Neni

Maryani,

SE.,MSi.,Ak.,CA,CPA
selaku dosen mata kuliah

Topik Kontempoerer Akuntansi Keuangan yang telah

banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada kami sehingga terwujudnya makalah ini,
dan juga kepada teman untuk berdiskusi tentang makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.

Cimahi,

Oktober2016

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
1.1

Latar Belakang Masalah...................................................................................1

1.2

Identifikasi Masalah........................................................................................ 2

1.3

Maksud dan Tujuan......................................................................................... 2

BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
2.1

International Standar on Auditing........................................................................3

2.2

SPAP : SA BERBASIS ISA...............................................................................7

2.3

Standar Audit di Indonesia dan Praktik Audit Jepang................................................9

2.4

Perbandingan ISA, SPAP, SA...........................................................................16

2.5

Deskripsi Kasus........................................................................................... 19

2.5.1

Identifikasi Masalah................................................................................19

2.5.2

Pembahasan masalah berdasarkan SA..........................................................22

BAB III...............................................................................................................................................23
PENUTUP..........................................................................................................................................23
3.1

KESIMPULAN........................................................................................... 23

3.2

SARAN..................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................25

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah


Laporan keuangan memiliki peran penting dalam dunia bisnis. Hal ini

disebabkan laporan keuangan dapat mencerminkan bagus tidaknya posisi suatu


perusahaan sehingga dapat menentukan keberlangsungan suatu perusahaan (going
concern). Laporan keuangan suatu perusahaan pasti membutuhkan jasa seorang akuntan
publik (auditor) untuk memeriksa laporan keuangan tersebut.

Pemeriksaan ini tidak dimaksudkan untuk mencari kesalahan atau menemukan


kecurangan, walaupun dalam pelaksanaannya sangat memungkinkan ditemukannya
kesalahan atau kecurangan. Pemeriksaan atas laporan keuangan dimaksudkan untuk
menilai kewajaran laporan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku di
Indonesia (Agoes, 2007). Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan
publik sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk
meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan opini audit yang dapat diandalkan
bagi pihak yang membutuhkan.

Akuntan publik bertugas untuk membuktikan kewajaran suatu laporan keuangan klien
dan tidak memihak kepada siapapun karena akuntan public tidak hanya mendapatkan
kepercayaan dari klien tetapi juga pihak ketiga. Seringkali kepentingan klien dan pihak
ketiga bertentangan atau dengan kata lain terjadi situasi konflik audit. Ketika terjadi
situasi konflik audit inilah auditor dituntut untuk dapat mempertahankan kepercayaan
dari klien dan pihak ketiga dengan cara mempertahankan independensinya.

Auditor yang dianggap telah melakukan kesalahan maka akan mengakibatkan


mereduksinya kepercayaan klien. Hal ini dikarenakan klien merupakan pihak yang
mempunyai pengaruh besar terhadap auditor. Kurangnya independensi auditor dan
maraknya rekayasa laporan keuangan korporat, telah menurunkan kepercayaan para

pemakai laporan keuangan auditan, sehingga para pemakai laporan keuangan seperti
investor dan kreditor mempertanyakan eksistensi akuntan publik sebagai pihak yang
independen. Beberapa kasus dalam dunia bisnis terkait kegagalan auditor dalam
mendeteksi kecurangan terbukti dengan adanya beberapa skandal keuangan yang
melibatkan akuntan publik seperti Enron, Xerox, World Com, Walt Disney, Merck, dan
Tyco.

Kasus lainnya yakni skandal keuangan yang terjadi pada Olympus Corporation,
sebuah perusahaan produsen kamera dan peralatan kesehatan asal Jepang, yang
terungkap pada akhir tahun 2011. Olympus Corporation, telah menyembunyikan
kerugian dengan menganggapnya sebagai aset sejak tahun 1990-an.

1.2

Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah dalam makalah ini dapat

diuraikan sebagai berikut :

a.

Apa yang dimaksud dengan International Standard Auditing.

b.

Standar audit apa yang digunakan di Indonesia dan di Jepang.

c.

Perbandingan ISA, SPAP, SA.

d.

SPAP : SA berbasis SA.

1.3

Maksud dan Tujuan


Sesuai dengan permasalahannya yang telah dikemukakan, maka tujuan yang

akan dicapai yaitu memberikan informasi mengenai standar audit yang digunakan di
Indonesia dan di Jepang, kasus pelanggaran kode etik, serta penyelesaian dari kasus
pelanggaran kode etik tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

International Standar on Auditing


International Standards on Auditing adalah suatu standar kompetensi bagi

profesional yang bekerja di bidang auditing. ISA diterbitkan oleh International Auditing
and Assurance Standards Boards (IAASB) melalui International Federation of
Accountant (IFAC) pada tahun 2009. Lebih jelas lagi , auditor diharuskan untuk
mengerti ISA, termasuk penerapannya dan isi materinya, serta tujuannya. ISA
memperbarui 20 standar lama juga menambah 1 standar baru.

ISA dibuat dengan tujuan meningkatkan kualitas bukti-bukti audit yang pada
akhirnya meningkatkan kualitas hasil audit.

International Standards on Auditing amat terkait dengan International Standard


on Quality Control. International Standards on Auditing ini mempunyai 5 bagian, yaitu
Introduction mencakup tujuan, ruang lingkup, dan subjek materi; Objective menjelaskan
kepentingan auditor; Definitions yang menjelaskan pengertian yang dibakukan ISA;

Requirements adalah bagian yang menjelaskan bagaimana auditor seharusnya.; dan


Application and Other Explanatory Material menjelaskan bagaimana pelaksanaan
berikut prosedur serta penjelasan hal lain yang masih terkait.

Secara garis besar, ISA terdiri dari beberapa hal pokok, yaitu:

Tanggungjawab (responsibilities)

ISA 200

Overall Objectives of the Independent Auditor and the Conduct

of an

Audit in Accordance with International Standards on Auditing

ISA 210

Agreeing the Terms of Audit Engagements

ISA 220

Quality Control for an Audit of Financial Statements

ISA 230

Audit Documentation

ISA 240

The Auditor's Responsibilities Relating to Fraud in an Audit of

Financial Statements

ISA 250

Consideration of Laws and Regulations in an Audit of Financial

Statements

ISA 260

Communication with Those Charged with Governance

ISA 265

Communicating Deficiencies in Internal Control to Those

Charged

with Governance and Management

Perencanaan Audit (Audit planning)

ISA 300

Planning an Audit of Financial Statements

ISA 315

Identifying and assessing the risks of material misstatement

through

understanding the entity and its environment

ISA 320

Materiality in planning and performing an audit

ISA 330

The auditor's responses to assessed risks

Pengendalian Internal (Internal Control)

ISA 402

Audit Considerations Relating to an Entity Using a Service

Organization

ISA 450

Evaluation of Misstatements Identified during the Audit

Bukti Audit (Audit evidence)

ISA 500

Audit Evidence

ISA 501

Audit Evidence Additional Considerations for Specific Items

ISA 505

External Confirmations

ISA 510

Initial Engagements - Opening Balances

ISA 520

Analytical Procedures

ISA 530

Audit Sampling and Other Means of Testing

ISA 540

Auditing Accounting Estimates, Including Fair Value Accounting

Estimates, and Related Disclosures

ISA 550

Related Parties

ISA 560

Subsequent Events

ISA 570

Going Concern

ISA 580

Written Representations

Penggunaan oleh Ahli (Using work of other experts)

ISA 600

Special Considerations - Audits of Group Financial Statements

(Including the Work of Component Auditors)

ISA 610

Using the Work of Internal Auditors

ISA 620

Using the Work of an Auditor's Expert

Kesimpulan Audit dan Laporan Audit (Audit conclusions and Audit report)

ISA 700

Forming an Opinion and Reporting on Financial Statements

ISA 705

Modifications to the Opinion in the Independent Auditor's Report

ISA 706

Emphasis of Matter Paragraphs and Other Matter Paragraphs in

the

Independent Auditor's Report

ISA 710

Comparative

Information

Corresponding

Figures

and

Comparative

Financial Statements

ISA 720

The Auditor's Responsibilities Relating to Other Information in

Documents Containing Audited Financial Statements

Bidang Khusus (Specialized Areas)

ISA 800

Special Considerations-Audits of Financial Statements Prepared

in

Accordance with Special Purpose Frameworks

ISA 805

Special Considerations-Audits of Single Financial Statements and

Specific Elements, Accounts or Items of a Financial Statement

ISA 810

Engagements to Report on Summary Financial Statements

International Standard on Quality Control (ISQC) 1, Quality Controls for Firms


that Perform Audits and Reviews of Financial Statements, and Other Assurance and
Related Services Engagements terus diperbarui hingga 2013:

IAPS 1000

Inter-bank confirmation procedures

IAPS 1004

The relationship between banking supervisors and banks external

auditors

IAPS 1006

Audits of the financial statements of banks

IAPS 1010

The consideration of environmental matters in the audit of

financial

statements

IAPS 1012

Auditing derivative financial instruments

IAPS 1013

Electronic commerce-Effect on the audit of financial statements

IAPS 1014 Reporting by Auditors on Compliance with International Financial

Reporting Standards

ISRE 2400

Engagements to review financial statements

ISRE 2410

Review of interim financial information performed by the

independent

auditor of the entity

ISAE 3000

Assurance engagements other than audits or reviews of historical

financial information

ISAE 3400

The examination of prospective financial information

ISAE 3402

Assurance reports on controls at a service organization

ISRS 4400

Engagements to perform agreed-upon procedures regarding

financial

information

ISRS 4410

Engagements to compile financial statement

International Standards on Auditing (ISA) diharapkan dapat meningkatkan


kualitas laporan hasil audit melalui peningkatan individu auditor itu sendiri. Sebagai
standar yang telah dibakukan, ISA telah banyak diterapkan oleh negara negara di
dunia terutama di Eropa.

10

2.2

SPAP : SA BERBASIS ISA

Sedangkan Standar Audit yang berbasis pada International Standar on


Auditing (ISA) memiliki standar-standar sebagai berikut:
A. Prinsip-Prinsip Umum Dan Tanggung Jawab
SPA 200, Tujuan Keseluruhan Auditor Independen dan Pelaksanaan Suatu
Audit Berdasarkan Standar Perikatan Audit
SPA 210, Persetujuan atas Syarat-syarat Perikatan Audit

11

SPA 220, Pengendalian Mutu untuk Audit atas Laporan Keuangan


SPA 230, Dokumentasi Audit
SPA 240, Tanggung Jawab Auditor Terkait Dengan Kecurangan Dalam Suatu
Audit Atas Laporan Keuangan.
SPA 250, Pertimbangan Atas Peraturan Perundang-Undangan Dalam Audit
Laporan
Keuangan.
SPA 260, Komunikasi Dengan Pihak Yang Bertanggung Jawab Atas Tata
Kelola
SPA 265, Pengomunikasian Defisiensi Dalam Pengendalian Internal Kepada
Pihak Yang Bertanggung Jawab Atas Tata Kelola Dan Manajemen.

B. Penilaian Risiko dan Respons terhadap Risiko yang telah Dinilai.


SPA 300, Perencanaan Suatu Audit Atas Laporan Keuangan.
SPA 315, Pengindentifikasian Dan Penilaian Risiko Salah Saji Material Melalui
Pemahaman Atas Entitas Dan Lingkungannya.
SPA 320, Materialitas Dalam Perencanaan Dan Pelaksanaan Audit.
SPA 330, Respons Auditor Terhadap Risiko Yang Telah Dinilai.

12

SPA 402, Pertimbangan Audit Terkait Dengan Entitas Yang Menggunakan


Suatu Organisasi Jasa.
SPA 450, Pengevaluasian Atas Salah Saji Yang Diidentifikasi Selama Audit.

C. Bukti Audit
SPA 500, Bukti Audit.
SPA 501, Bukti Audit Pertimbangan Spesifik Atas Unsur Pilihan.
SPA 505, Konfirmasi Eksternal.
SPA 510, Perikatan Audit Tahun Pertama Saldo Awal.
SPA 520, Prosedur Analitis.
SPA 530, Sampling Audit.
SPA 540, Audit Atas Estimasi Akuntansi, Termasuk Estimasi Akuntansi Nilai
Wajar, Dan Pengungkapan Yang Bersangkutan.
SPA 550, Pihak Berelasi.
SPA 560, Peristiwa Kemudian
SPA 570, Kelangsungan Usaha.
SPA 580, Representasi Tertulis.

13

D. Penggunaan Pekerjaan Pihak Lain


SPA 600, Pertimbangan Khusus Audit Atas Laporan Keuangan Grup
(Termasuk Pekerjaan Auditor Komponen).
SPA 610, Penggunaan Pekerjaan Auditor Internal.
SPA 620, Penggunaan Pekerjaan Seorang Pakar Auditor.

E. Kesimpulan Audit dan Pelaporan


SPA 700, Perumusan Suatu Opini Dan Pelaporan Atas Laporan Keuangan.
SPA 705, Modifikasi Terhadap Opini Dalam Laporan Auditor Independen.
SPA 706, Paragraf Penekanan Suatu Hal Dan Paragraf Hal Lain Dalam Laporan
Auditor Independen.
SPA 710, Informasi Komparatif Angka Korespondensi Dan Laporan
Keuangan Komparatif.
SPA 720, Tanggung Jawab Auditor Atas Informasi Lain Dalam Dokumen Yang
Berisi Laporan Keuangan Auditan.
F. Area-Area Khusus
SPA 800, Pertimbangan Khusus Audit Atas Laporan Keuangan Yang Disusun
Sesuai Dengan Kerangka Bertujuan Khusus.

14

SPA 805, Pertimbangan Khusus Audit Atas Laporan Keuangan Tunggal Dan
Unsur, Akun, Atau Pos Spesifik Dalam Suatu Laporan Keuangan.
SPA 810, Perikatan Untuk Melaporkan Ikhtisar Laporan Keuangan.

International Standards on Auditing (ISA) yang diterbitkan oleh International


Auditing and Assurance Standards Board segera akan diadopsi di Indonesia dan
diterapkan oleh Akuntan Publik untuk melakukan audit atas laporan keuangan untuk
periode yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2013. Adopsi ini dilakukan sebagai
bagian dari proses untuk memenuhi salah satu butir Statement of Membership
Obligation dari International Federation of Accountants, yang harus dipatuhi oleh
profesi Akuntan Publik di Indonesia.

2.3

Standar Audit di Indonesia dan Praktik Audit Jepang


A. Standar Audit yang diterapkan di Indonesia

International Standards on Auditing (ISA) merupakan standar audit


terbaru yang telah diadopsi di Indonesia. Adopsi ini dilakukan untuk memenuhi
jawaban atas Statement of Membership Obligation and International Federation of
Accountants. Per 1 Januari 2013, Akuntan Publik wajib melakukan audit atas
laporan keuangan emiten berdasarkan standar yang baru ini. Aplikasi ISA
diwujudkan melalui revisi terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
SPAP merupakan acuan yang ditetapkan menjadi ukuran mutu yang wajib
dipatuhi oleh Akuntan Publik dalam pemberian jasanya. IAPI melalui Dewan

15

SPAP mengadopsi standar internasional yang ditetapkan oleh International


Federation of Accountants (IFAC) menjadi SPAP berbasis standar internasional,
dimana SPAP versi sebelumnya yaitu SPAP 31 Maret 2011 berbasis US GAAS.
SA mengatur mengenai standar yang digunakan oleh praktisi ketika
melaksanakan audit atas laporan keuangan.

Standar Audit

Kode Etik Profesi


Akuntan Publik

Standar Pengendalian

Pengendalian Mutu bagi Kantor Akuntan Publik yang

Mutu 1

Melaksanakan Perikatan Asurans (audit, reviu, dan


perikatan asurans Lainnya) dan Perikatan Selain Asurans

Kerangka untuk
Perikatan Asurans

Standar Audit 200

Tujuan Keseluruhan Auditor Independen dan Pelaksanaan


Audit Berdasarkan Standar Audit

Standar Audit 210

Persetujuan atas Ketentuan Perikatan Audit

Standar Audit 220

Pengendalian Mutu Untuk Audit atas Laporan Keuangan

Standar Audit 230

Dokumentasi Audit

Standar Audit 240

Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan


dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan

Standar Audit 250

Pertimbangan atas Peraturan Perundang-Undangan dalam

16

Audit atas Laporan Keuangan


10

Standar Audit 260

Komunikasi dengan Pihak yang Bertanggung Jawab atas


Tata Kelola

11

Standar Audit 265

Pengomunikasian Defisiensi dalam Pengendalian Internal


Kepada Pihak yang Bertanggung Jawab atas Tata Kelola
dan Manajemen

12

Standar Audit 300

Perencanaan Suatu Audit atas Laporan Keuangan

13

Standar Audit 315

Pengindentifikasian dan Penilaian Risiko Kesalahan


Penyajian Material Melalui Pemahaman atas Entitas dan
Lingkungannya

14

Standar Audit 320

Materialitas dalam Tahap Perencanaan dan Pelaksanaan


Audit

15

Standar Audit 330

Respons Auditor Terhadap Risiko yang Telah Dinilai

16

Standar Audit 402

Pertimbangan Audit Terkait dengan Entitas yang


Menggunakan Suatu Organisasi Jasa

17

Standar Audit 450

Pengevaluasian atas Kesalahan Penyajian yang


Diidentifikasi Selama Audit

18

Standar Audit 500

Bukti Audit

19

Standar Audit 501

Bukti Audit Pertimbangan Spesifik atas Unsur Pilihan

20

Standar Audit 505

Konfirmasi Eksternal

17

21

Standar Audit 510

Perikatan Audit Tahun Pertama Saldo Awal

22

Standar Audit 520

Prosedur Analitis

23

Standar Audit 530

Sampling Audit

24

Standar Audit 540

Audit atas Estimasi Akuntansi, Termasuk Estimasi


Akuntansi Nilai Wajar, dan Pengungkapan yang
Bersangkutan

25

Standar Audit 550

Pihak Berelasi

26

Standar Audit 560

Peristiwa Kemudian

27

Standar Audit 570

Kelangsungan Usaha

28

Standar Audit 580

Representasi Tertulis

29

Standar Audit 600

Pertimbangan Khusus - Audit atas Laporan Keuangan


Grup (Termasuk Pekerjaan Auditor Komponen)

30

Standar Audit 610

Penggunaan Pekerjaan Auditor Internal

31

Standar Audit 620

Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor

32

Standar Audit 700

Perumusan Suatu Opini Dan Pelaporan Atas Laporan


Keuangan

33

Standar Audit 705

Modifikasi Terhadap Opini Dalam Laporan Auditor


Independen

34

Standar Audit 706

Paragraf Penekanan Suatu Hal Dan Paragraf Hal Lain

18

Dalam Laporan Auditor Independen


35

Standar Audit 710

Informasi Komparatif ? Angka Korespondensi Dan


Laporan Keuangan Komparatif

36

Standar Audit 720

Tanggung Jawab Auditor Atas Informasi Lain Dalam


Dokumen Yang Berisi Laporan Keuangan Auditan

37

Standar Audit 800

Pertimbangan Khusus-Audit atas Laporan Keuangan


yang Disusun Sesuai dengan Kerangka Bertujuan Khusus

38

Standar Audit 805

Pertimbangan Khusus - Audit atas Laporan Keuangan


Tunggal Dan Unsur, Akun, atau Pos Spesifik dalam Suatu
Laporan Keuangan

39

Standar Audit 810

Perikatan untuk Melaporkan Ikhtisar Laporan Keuangan

40

Standar Perikatan

Perikatan untuk Reviu Laporan Keuangan

Reviu 2400
41

Standar Perikatan

Reviu atas Informasi Keuangan Interim yang

Reviu 2410

Dilaksanakan Oleh Auditor Independen Entitas

19

Standar Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari:

1. Standar umum

a) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

b) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam


sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

c) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib


menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

2. Standar pekerjaan lapangan

a) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus


disupervisi dengan semestinya.

b) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk


merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang
akan dilakukan.

c) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

3. Standar pelaporan

20

a) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun


sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

b) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidak


konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan
periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut
dalam periode sebelumnya.

c) Pengungkapan informative dalam laporan keuangan harus dipandang memadai,


kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

d) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan


keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak
dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka
alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan
keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai
sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggungjawab
yang dipikul oleh auditor.

Standar-standar tersebut di atas dalam banyak hal saling berhubungan dan saling
bergantung satu dengan lainnya. Keadaan yang berhubungan erat dengan penentuan
dipenuhi atau tidaknya suatu standar, dapat berlaku juga untuk standar yang lain.
"Materialitas" dan "risiko audit" melandasi penerapan semua standar auditing, terutama
standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.

Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis.


Standar auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Standar Perikatan

21

Audit (SPA). Dengan demikian SPA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing
standar yang tercantum di dalam standar auditing.

B.

praktik audit yang diterapkan di Jepang


Auditing profesional di Jepang sulit dimengerti. Walaupun hukum AP Jepang

telah diratifikasi bulan Juni 1948, dan Japanese Institute of (JICPA) dibentuk tahun
1949, profesi akuntan di Jepang masih berjuang untuk memperoleh status sosial. Sulit
untuk menarik lulusan universitas yang bagus ke dalam profesi akuntan. Pegawai sipil
tingkat tinggi menikmati gengsi pribadi yang lebih tinggi dibandingkan para pratisi AP.
Pertumbuhan jumlah akuntan di Jepang sedang-sedang saja. Jumlah AP yang ada di
Jepang pada akhir tahun 1990 adalah sekitar 9.000 orang.
Kesulitan utama yang kedua berhubungan dengan fakta bahwa profesi akuntan di
Jepang memiliki berbagai peran. Segala hal tampaknya serba beragam. Ada hukum
perusahaan yang berlaku bagi semua perusahaan Jepang dan pada saat yang sama
berlaku hukum SEC bagi perusahaan-perusahaan yang sahamnya diperdagangkan
kepada publik. Korporasi-korporasi Jepang yang sebagian keperluan modal jangka
panjangnya dibiayai dari luar Jepang biasanya mengikuti standar-standar pelaporan dan
auditing Inggris-Amerika. Ini merupakan dimensi ke-3 dari auditing profesional di
Jepang.
Proses penyusunan standar juga terpencar. Menteri kehakiman terlibat dalam proses
tersebut karena menteri kehakiman mengatur kode etik perdagangan yang berlaku bagi
semua perusahaan. Meteri keuangan juga terlibat karena menteri keuangan mengontrol
legislasi SEC Jepang. JICPA terlibat karena institute menginginkan pengaruh profesi
yang lebih besar dalam penyusunan standar. Business Accounting Deliberation Council
(Badan Penasehat Menteri Keuangan, beranggotakan pejabat-pejabat pemerintah,
profesor-profesor, eksekutif-eksekutif bisnis, dan AP mungkin merupakan kekuatan
dibelakang layar yang sebenarnya. Dan sistem politik (yaitu, kepentingan publik)
Jepang secara konsisten beranggapan bahwa setiap penyimpangan dari kode etik

22

perdagangan atau ketetapan-ketetapan implementasi khususnya harus dipertimbangkan


sebagai penyimpangan terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum. Standar
ini dan perbedaan-perbedaan penerapannya menciptakan kesulitan yang tinggi bagi
mereka yang berprofesi sebagai akuntan di Jepang.
Keprihatinan ke-3 berkenaan dengan kecenderungan pelaporan dan auditing Jepang
dewasa ini untuk meniru dan menyamai praktik-praktik dan organisasi-organisasi AS.
Walaupun ini menyenangkan bagi egoism AS, kecenderungan tersebut tidak kondusif
dengan infrastruktur Jepang, yang, diantaranya, melihat Akuntan Publik (AP) sebagai
orang luar dimana pun mereka berada, menjunjung keseragaman kelompok daripada
kinerja perorangan, dan tumbuh dan berkembang diatas kewajiban saling bahu
membahu antar pribadi. Pengadopsian gaya AS secara besar-besaran tidak melayani
kepentingan-kepentingan profesi dengan baik karena gaya baru tersebut tidak
mengantikan apa yang telah hilang sebelumnya tetapi menimpa gaya sebelumnya dan
keduanya berlaku secara bersamaan dewasa ini.
Terakhir, kami mengamati bahwa Jepang tidak mau berinovasi. Standar-standar auditing
yang berlaku dewasa ini meniru habis standar-standar AS. Dalam dewan-dewan dan
komite-komite internasional, Jepang seringkali menyetujui saja konsensus yang timbul
daripada mengejar titik pandangnya sendiri. Sebelum Jepang mengurangi sebagian sifat
multi peran, menghimpun status politik dan sosial yang lebih tinggi bagi CPA-CPAnya, dan mulai melaksanakan sejumlah kepemimpinan independen (diwilayah Asia
pasifik paling tidak), kita harus setuju dengan penilaian Stamp dan Moonitz bahwa
peranan Jepang dalam proses-proses auditing internasional kurang dari semestinya.

Bab 2 dari monograf AICPAs Accounting Profession in Japan (1988) menggambarkan


kewajiban, standar dan praktik auditing Jepang baik secara ringkas maupun secara
komprehensif. Appendiks D dalam booklet ini memuat Rincian bagi Perbandingan
antara Generally Accepted Auditing Standards (GAAS) AS dengan Standar-standar
Auditing Jepang. Dalam menanggapi pertanyaan apakah GAAS ada di Jepang, AICPA
memberikan jawaban berikut:

23

Standar Auditing Jepang terdiri dari 10 Standar Auditing (Auditing Standards-AS), dan
Ketentuan Pekerjaan Lapangan (Working Rules of Field Work-WRFW) dan Ketentuan
Pelaporan (Working Rules of Reporting-WRR) yang dikeluarkan oleh Business
Accounting Deliberation Council, yang dilengkapi oleh makalah-makalah yang
diterbitkan oleh Komite Audit JICPA (ACP). Commercial Code, Special Measures Law
Concerning Audit, Segala Hukum yang menyangkut Kabushiki Kaisha, Peraturan yang
Berkenaan dengan Laporan Audit Korporasi Berskala Besar (Menteri Kehakiman), dan
Ministerial Ordinance of Audit and Certification of Financial Statements, dsb. (MOA)
(Menteri Keuangan juga mengatur Auditing).
Kutipan diatas dengan jelas mengilustrasikan keanekaan kewajiban-kewajiban auditing
Jepang.

24

2.4

Perbandingan ISA, SPAP, SA

SPAP versus ISA

Diketahui banyak perbedaan diantara ISA atau SA versi Indonesia dan GAAS
di Amerika atau SPAP versi Indonesia, menurut AICPA.org/FRC dan menurut Linberg
& Seifert bahwa terdapat 5 perbedaan yang signifikan antara lain :

(a) Dokumentasi prosedur audit.

Secara konseptual bahwa dokumentasi prosedur audit antara SPAP dengan ISA
atau Standar Audit berbeda. Pada ISA atau SA lebih menekankan kepada kearifan
profesional (professional judgement). Secara spesifik pada ISA 230 paragraf 14
mensyaratkan auditor untuk menyusun dokumentasi audit didalam suatu berkas audit
dan melengkapi proses administratif penyusunan berka audit final tepat waktu setelah
tanggal laporan auditor, dan penerapan yang terkait serta penjelasan materialitas yang
mengindikasikan bahwa batas waktu penyelesaian penyusunan berkas audit final
biasanya tidak lebih dari 60 hari setelah tanggal laporan aduitor. Paragraf 15 pada ISA
230 juga mensyaratkan setelah penyusunan audit final telah selesai, maka auditor tidak
boleh memusnahkan dokumentasi audit sebelum periode retensi berakhir.

Periode

retensi daripada kertas kerja juga berbeda pada SPAP versus ISA.

Pada

ISA 230 mengenai dokumentasi audit dinyatakan bahwa bagi kantor

akuntan publik harus menetapkan kebijakan dan prosedur untuk retensi dokumentasi
penugasan. Biasanya periode retensi penugasan audit kurang dari lima tahun sejak
tanggal laporan auditan atau tanggal laporan auditan kelompok perusahaan, sedangkan
pada SPAP bahwa periode retensi paling sedikit tujuh tahun. Menurut SPM 1 paragraf
47 dan ISA 230 paragraf A23 menuntut KAP untuk menetapkan suatu kebijakan dan
prosedur yang mengatur masa penyimpanan dokumen penugasan atau perikatan. Batas
waktu penyimpanan pada umumnya tidak boleh dari lima tahun sejak tanggal yang lebih

25

akhir dari laporan auditor atas laporan keuangan entitas atau laporan auditor atas
laporan keuangan konsolidasian entitas dan perusahaan anak. Paragraf 17 ISA 230
mensyaratkan bahwa setelah tanggal penyelesaian dokumentasi. Auditor tidak boleh
memusnahkan dokumentasi audit sebelum akhir dari periode retensi yang bersangkutan.

(b) Pertimbangan kelangsungan usaha (going-concern).

Ketika mempertimbangkan apakah suatu entitas berkemampuan untuk


melanjutkan kelangsungan usahanya dimasa depan, ISA tidak membatasi paling sedikit
12 bulan, sedangkan SPAP membatasi hingga 12 bulan setelah akhir periode pelaporan.

Pada ISA 570 mengasumsikan bahwa manajemen mempunyai tanggung jawab untuk
menilai kemampuan entitas untuk melangsungkan usahanya sebagai goimng concern
tanpa mempertimbangkan apakah kerangka pelaporan keuangan yang diterapkan oleh
manajemen atau tidak. Salah satu dari tujuan ISA 570 yaitu untuk memperoleh bukti
audit yang memadai terkait dengan penggunaan asumsi going concern oleh
manajemen. Pada SPAP juga mensyaratkan bahwa auditor harus mengevaluasi apakah
ada keraguan yang substansial mengenai kelangsungan usaha entitas untuk periode
waktu yang memadai. Dengan demikian, ISA 570 menetapkan pertimbangan asumsi
kelangsungan usaha seluruh penugasan atau perikatan.

(c) Penilaian dan pelaporan pengendalian internal atas pelaporan keuangan.

Menurut ISA bahwa penilaian dan pelaporan pengendalian internal tidak ada
kaitannya dengan efektifitas pengendalian internal klien yang diaudit akan tetapi lebih
menekankan kepada relevansinya dimana hal tersebut terlihat pada laporan
auditornya...........In making those risk assessment, auditor considers internal control
relevant to the entitys preparation dan fair prsentation of the financial statements in

26

order to design audit procedures, that are appropriate in the circumstances , but not for
the purpose of expressing an opinion on the effectiveness of the entitys internal
control..... sedangkan SPAP mengkaitkan penilaian dan pelaporan pengendalian
internal dengan efektifitasnya. Menurut ISA juga mensyaratkan auditor harus menguji
pengendalian internal entitas yang diauditnya guna memastikan bahwa sistem yang
diterapkan adalah mencukupi dan berfungsi sebagaimana yang ditetapkan.

(d) Penilaian dan respons terhadap risiko terhadap risiko yang dinilai.

ISA mensyaratkan prosedur penilaian risiko tertentu agar diperoleh suatu


pemahaman yang lebih luas mengenai suatu entitas dan lingkungannya, tentunya
dengan tujuan untuk mengidentifikasi risiko salah saji material. Lebih lanjut ISA
mensyaratkan auditor

harus memperoleh suatu pemahaman risiko bisnis entitas

misalnya risiko operasi dan risiko strategis. Auditor mengikuti ISA harus juga
menetapkan

bagaimana kliennya merespons terhdap risiko semacam sebagaimana

auditor merencanakan dan melakukan audit. Lebih lanjut, auditor diharuskan


mengajukan pertanyaan kepada auditor internal entitas yang diauditnya, dengan tujuan
memperoleh pemahaman suatu pemahaman yang lebih baik atas keahlian entitas dalam
menilai risiko. Auditor juga harus memperoleh seluruh informasi yang terkait dengan
risiko sama halnya dengan respons klien dalam menilai risiko salah saji material,
termasuk pemahaman atas pengendalian internalnya, sedangkan SPAP tidak
sekomprehensif ISA.

(e) Penggunaan auditor lain untuk bagian suatu audit.

Dalam penggunaan auditor pengganti atau auditor lain, ISA tidak mengijinkan
auditor utama menggunakan referensi hasil audit daripada auditor lain. Sedangkan
SPAP membolehkan auditornya mempunyai opsi untuk menerbitkan laporan audit yang
dikatakan sebagai division of responsibility. Dengan kata lain merujuk kepada

27

laporan dan kertas kerja auditor lain atau sebelumnya dalam laporan auditor yang
diterbitkan.

Kesimpulan

Oleh

karena

Indonesia

telah

melakukan

konvergensi

terhadap

IFRS

(International Financial Reporting Standard) yang telah diterbitkan dengan nama SAK
Juni 2013, dan dengan adanya penerbitan ISA (International Standard on Audit) tahun
2013 di Indonesia dengan nama SA (Standar Audit), maka auditor harus
mempertimbangkan pengaruh diterbitkannya ISA atas SA yang diharapkan memperoleh
akseptasi seluruh dunia atas laporan audit yang diterbitkannya dan mengarah kepada
transparansi.

2.5

Deskripsi Kasus

2.5.1

Identifikasi Masalah

A. Sejarah Singkat Kasus Olympus


Pada akhir tahun 2011 kasus Olympus Corporation terungkap, Olympus
telah menyembunyikan kerugian dengan menganggapnya sebagai aset sejak
tahun 1990-an. Kasus ini mencuat setelah dewan Olympus memecat CEO
mereka, Michael C. Woodford, yang baru menjabat selama enam bulan, karena
terus mendesak dilakukannya penyelidikan internal terkait transaksi

28

mencurigakan biaya advisory (penasihat keuangan) sebesar 687 juta dollar AS


atas transaksi akuisisi senilai 2,2 miliar dollar AS. Setelah dipecat, Woodford
membeberkan dokumen yang mengungkap besarnya biaya penasihat keuangan
yang dibayar Olympus untuk mengakuisisi perusahaan alat kesehatan asal
Inggris, Gyrus, pada 2008 lalu. Reuters mencatat biaya 687 juta dollar AS atau
sekitar 6 triliun rupiah itu sebagai biaya penasihat keuangan terbesar yang
pernah ada. Jumlah biaya penasihat keuangan yang dikeluarkan Olympus itu
mencapai sepertiga dari total nilai akuisisinya, atau hampir 30 kali lipat dari
biaya advisory yang biasanya berlaku di pasar modal, sekitar 1 hingga 5 persen.
Diketahui kemudian bahwa kesepakatan itu dilakukan untuk menyembunyikan
kerugian (indonesiafinancetoday.com, 2011; koran-jakarta.com, 2011).
Auditor Olympus pada 1990-an adalah Arthur Andersen afiliasi Jepang, yang
dulu adalah salah satu dari perusahaan akuntan Big Five. Setelah Andersen
runtuh pada 2002, KPMG mengakuisisi unit perusahaan ini di Jepang, kemudian
berganti nama menjadi Asahi & Co. Sejak saat itu, audit Olympus diambil alih
oleh Asahi & Co. KPMG masih menjadi auditor hingga 2009. Olympus
kemudian beralih ke Ernst & Young pada akhir tahun tersebut
(indonesiafinancetoday.com, 2011).
Financial Times bulan Oktober 2011 melaporkan ada yang janggal dengan opini
KPMG terkait pembukuan Olympus. Tidak ada perselisihan antara KPMG dan
Olympus yang diungkap ke publik, namun kemudian terkuak dalam artikel 4
November 2011 di Daily Telegraph. Begitu pula dengan opini Ernst & Young
yang tidak mengungkap terjadi masalah. Laporan audit terbaru yang
ditandatangani pada 28 Juni 2011 menyebutkan laporan keuangan yang sudah
diaudit hanya untuk tahun fiskal 2010 dan 2011. Sementara laporan keuangan
2009 diaudit oleh auditor lain (indonesiafinancetoday.com, 2011).
Pihak-Pihak yang terkait dalam kasus penyimpangan akuntansi Olympus :
1. Michael C. Woodford
Menurut situs Olympus, Woodford adalah lulusan Millbank College of
Commerce, bergabung di unit peralatan medis Olympus Corporation, pada tahun
1981. Ia menjadi Managing Director pada usia 30 tahun. Pada tahun 2008, ia
menjadi Executive Managing Director of Olympus Europa Holding GmbH dan
anggota dewan direksi Olympus. Pada bulan Februari 2011, ia diangkat menjadi
Presiden Olympus Corporation. Pada 30 September 2011, Woodford diangkat
menjadi Chief Executive Officer, pengangkatan ini dilakukan pada tanggal 1

29

Oktober. Ia mulai gelisah dengan akuisisi yang mencurigakan sebesar US$ 1,3
miliar atau sekitar Rp 11 triliun, kemudian ia mendesak dewan direksi Olympus
untuk menjelaskannya. Namun akibatnya ia dipecat dari jabatannya sebagai
Presiden dan CEO pada tanggal 14 Oktober 2011.
2. Tsuyoshi Kikukawa
Kikukawa bergabung dengan Olympus Corporation pada bulan Oktober
1964. Pada Juni 1993, ia menjadi Managing Director yang bertanggung jawab
atas Humas & Advertising Dept. Pada bulan Februari 2011, Kikukawa
menyerahkan gelar presidennya kepada Michael Woodford, ia tetap menjabat
sebagai ketua dewan dan CEO. Kikukawa tetap menjadi ketua saat Woodford
dipromosikan menjadi CEO pada 30 September 2011. Kikukawa kembali
menjadi presiden dan CEO dua minggu kemudian setelah Woodford
digulingkan. Kikukawa mengundurkan diri sebagai ketua, presiden, dan CEO
pada 26 Oktober 2011. Menjelang pertemuan dewan pada 25 November 2011,
Kikukawa mengumumkan pengunduran dirinya. Pada tahun 2013, ia dijatuhi
hukuman tiga tahun penjara. Kikukawa tidak terbukti telah melakukan atau
terlibat dalam skema tersebut.

3. Hisashi Mori
Hisashi Mori adalah Executive Vice President of Olympus Corporation
sampai pengunduran dirinya pada bulan November 2011. Mori bergabung
dengan Olympus pada bulan April 1981. Ia menjadi General Manager, Divisi
Keuangan sejak Juli 2001. Mori menjabat sebagai direktur utama Olympus
Corporation sejak Juni 2006. Pada tahun 2013, ia dijatuhi hukuman 2,5 tahun
penjara, akibat skandal di dalam perusahaan.

4. Hideo Yamada
Hideo Yamada adalah seorang auditor internal Olympus sampai November
2011. Kemudian Yamada mengundurkan diri. Pada tahun 2013, ia dijatuhi
hukuman 3 tahun penjara. Auditor internal Olympus ini bertanggung jawab
sebagai pihak yang menutup-nutupi skandal Olympus.

30

5. Shuichi Takayama
Shuici Takayama menjadi Chief Executive Officer dan presiden Olympus
dan menduduki posisi eksekutif atau setingkat direktorat pada anak perusahaan
Olympus lainnya. Ia mengundurkan diri dari semua posisi dan menyatakannya
pada rapat umum di bulan April 2012. Takayama menuding bahwa Tsuyoshi
Kikukawa, yang mundur dari jabatan Presiden dan Komisaris Olympus pada 26
Oktober lalu sebagai pihak yang bertanggung jawab atas skandal olympus ini.
Sedangkan, Wakil Presiden Direktur Hisashi Mori dan auditor internal Hideo
Yamada bertanggung jawab sebagai pihak yang menutup-nutupi skandal
olympus.

Auditor :
1. KPMG
Pada bulan Oktober 2011 Financial Times melaporkan bahwa terdapat
kejanggalan pada opini KPMG terkait pembukuan Olympus. Sebelumnya,
auditor perusahaan Olympus pada tahun 1990-an adalah Athur Andersen yang
dulu adalah salah satu dari perusahaan akuntan Big Five. Setelah Athur jatuh
pada tahun 2002, KPMG mengakuisisi unit perusahaan ini di Jepang, kemudian
berganti nama menjadi Asahi & Co. KPMG masih menjadi auditor hingga tahun
2009. Selama 8 tahun KPMG melakukan audit, perusahaan akuntan ternama itu
tidak mengungkapkan terjadinya masalah dalam pemberian opini atas laporan
keuangan selama mengaudit perusahaan Olympus.
2. Ernst & Young
Opini Ernst & Young juga yang tidak mengungkap terjadi masalah.

Perantara :
Akio Nakagawa dan Nobumasa Yokoo
Mantan bankir, Akio Nakagawa dan Nobumasa Yokoo dan dua orang lainnya
dicurigai membantu menyembunyikan kerugian investasi besar

31

Mantan CEO (Michael Woodford) menuntut perusahaan Olympus,


karena menurutnya ada kejanggalan saat Woodford meminta menjelaskan
transaksi akuisisi.

Kebijakan

Menyembunyikan kewajiban investasi diperusahaan sekuitas selama 20


tahun, sejak tahun 1980-an

Akuisisi Olympus atau produsen peralatan medis asal Inggris.

Teknik akuntansi yang digunakan dalam menyembunyikan kerugian


investasi (Skema tobashi).

Skema tobashi : menjual aktiva bermasalah atau pinjaman ke perusahaan,


yang dapat dicegah.

2.5.2

Pelanggaran kode etis akuntansi

Pembahasan masalah berdasarkan SA


-

SA Seksi 110 (PSA 02) Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor


Independen

SA Seksi 312 (PSA 25) Risiko Audit dan Materialitas dalam


Pelaksanaan Audit

SA Seksi 316 (PSA 70) Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit


Laporan Keuangan.

32

SA Seksi 317 (PSA 31) Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum Oleh


Klien

SA Seksi 333 (PSA 17) Representasi Manajemen

SA 240 : Tanggung Jawab Auditor terkait dengan Kecurangan dalam


suatu Audit atas Laporan Keuangan

SA 550 : Pihak Berelasi

33

BAB III
PENUTUP
3.1

KESIMPULAN
Apa yang dimaksud dengan International Standard Auditing
International Standards on Auditing adalah suatu standar kompetensi
bagi profesional yang bekerja di bidang auditing. ISA diterbitkan oleh
International Auditing and Assurance Standards Boards (IAASB) melalui
International Federation of Accountant (IFAC) pada tahun 2009. Lebih jelas lagi
, auditor diharuskan untuk mengerti ISA, termasuk penerapannya dan isi
materinya, serta tujuannya. ISA memperbarui 20 standar lama juga menambah 1
standar baru.
Standar audit apa yang digunakan di Indonesia dan di Jepang
International Standards on Auditing (ISA) merupakan standar audit
terbaru yang telah diadopsi di Indonesia. Adopsi ini dilakukan untuk memenuhi
jawaban atas Statement of Membership Obligation and International Federation
of Accountants. Per 1 Januari 2013, Akuntan Publik wajib melakukan audit atas
laporan keuangan emiten berdasarkan standar yang baru ini. Aplikasi ISA
diwujudkan melalui revisi terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Sedangkan di jepang Terakhir kami mengamati bahwa Jepang tidak mau
berinovasi. Standar-standar auditing yang berlaku dewasa ini meniru habis
standar-standar AS. Dalam dewan-dewan dan komite-komite internasional,
Jepang seringkali menyetujui saja konsensus yang timbul daripada mengejar
titik pandangnya sendiri. Sebelum Jepang mengurangi sebagian sifat multi

34

peran, menghimpun status politik dan sosial yang lebih tinggi bagi CPA-CPAnya, dan mulai melaksanakan sejumlah kepemimpinan independen (diwilayah
Asia pasifik paling tidak), kita harus setuju dengan penilaian Stamp dan Moonitz
bahwa peranan Jepang dalam proses-proses auditing internasional kurang dari
semestinya.

Perbandingan ISA, SPAP, SA.

Diketahui banyak perbedaan diantara ISA atau SA versi Indonesia dan GAAS
di Amerika atau SPAP versi Indonesia, menurut AICPA.org/FRC dan menurut
Linberg & Seifert bahwa terdapat 5 perbedaan yang signifikan antara lain.

- Dokumentasi Prosedur Audit.

- Pertimbangan Kelangsungan Usaha

- Penilaian dan pelaporan pengendalian internal atas pelaporan keuangan.

- Penilaian dan respons terhadap risiko terhadap risiko yang dinilai

- Penggunaan auditor lain untuk bagian suatu audit.

35

SPAP : SA berbasis SA.

International Standards on Auditing (ISA) yang diterbitkan oleh


International Auditing and Assurance Standards Board segera akan diadopsi di
Indonesia dan diterapkan oleh Akuntan Publik untuk melakukan audit atas
laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2013.
Adopsi ini dilakukan sebagai bagian dari proses untuk memenuhi salah satu
butir Statement of Membership Obligation dari International Federation of
Accountants, yang harus dipatuhi oleh profesi Akuntan Publik di Indonesia.

3.2

SARAN
Sebaiknya, Olympus harus mempertimbangkan untuk menerapkan tata
kelola perusahaan yang lebih ke Barat dimana Komite Audit dan Dewan Direksi
dipisahkan, dan Komite Audit bekerja secara independen untuk mengamati dan
mengawasi kinerja Dewan Direksi beserta manajemen, bukan malah sebaliknya
diawasi oleh Dewan Direksi.
Manajemen Olympus harus mengimplementasikan budaya independensi
dan keterbukaan atas informasi yang terjadi pada perusahaan dengan
memasukkan orang-orang yang non-Jepang,
Manajemen Olympus perlu menanamkan budaya anti penyuapan dan kebijakan
perlu diperketat. Semua dewan direksi harus diberikan pelatihan kepatuhan tahunan dan
setiap tahunnya mengakui kode etik tambahan khusus selain kode biasa yang mengatur
direksi untuk memiliki standar yang lebih tinggi.

36

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Olympus_Corporation/

http://profil.merdeka.com/mancanegara/o/olympus/

http://koranjakarta.com/index.php/detail/view01/74727

http://www.indonesiafinancetoday.com/read/16661/Olympus-Skandal-Korporasi-Barudi-Jepang/

http://finance.detik.com/read/2011/11/08/153440/1763010/4/2/skandal-penipuankorporasi-terbesar-jepang-oleh-olympus/

http://apbusinessethic.blogspot.com/2014/03/tugas-1-kelas-b-ppak-2014-kasus.html/

37

Anda mungkin juga menyukai