Kritik Buku
Kritik Buku
PENDAHULUAN
Critical book report adalah kegiatan membuat laporan mengenai kritikan terhadap sebuah
buku. Dengan melakukan critical book report, pelakunya tentu telah membacanya dan
memahami apa yang dipaparkan dalam buku yang dikritik. Dengan demikian, si pengkritik
tidak akan dapat mengkritik sebuah buku tanpa membacanya terlebih dahulu.
Critical book report yang diuraikan di sini ada tiga buku. Pertama, buku Teori dan Praktik
Analisis Wacana. Kedua, Kedua, Kajian wacana: Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-Prinsip
Analisis Wacana. Ketiga, Issue In Linguistics. Ketiga buku di atas akan dijelaskan dan
dikritik secara garis besarnya saja sehingga dapat diketahui apa sebenarnya isi buku itu dan
apa kelebihan serta kekurangannya.
Pengkritikan di sini seperti yang sudah diutarakan di atas bahwa hanya terbatas pada
gambaran secara umum isi buku. Hal ini dilakukan karena kegiatan ini adalah kegiatan
kritikal bukan mengkopi isi buku.
Satu hal yang kiranya sedikit menarik dalam critical book report ini adalah memberi
penilaian terhadap buku yang dikritik. Memang secara mudah, kalau namanya kritik tentu ada
diutarakan apa kelebihan dan apa kekurangan. Nah, demikian juga dengan critical yang
dimaksud di sini. Setiap buku akan diberi komentar mengenai apa kelebihannya
dibandingkan dengan buku lain serta apa pula kekurangannya.
BAB II
PEMBAHASAN
1
I.
Kritik buku Kajian Wacana : Teori, Metode & Aplikasi PrinsipPrinsip Analisis Wacana Karya Mulyana
A. IDENTITAS BUKU
Judul
: Kajian Wacana : Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-Prinsip
Penulis
Analisis Wacana
: Mulyana
ISBN
: 979-9340-74-8
Penerbit
Tahun terbit
Urutan cetakan
Dimensi buku
Tebal buku
Harga
: Tiara Wacana
: 2010
: Cetakan pertama
: 14,5 cm X 21 cm
: xiv + 166 halaman
: Rp 28.000
Pijakan dari analisis wacana adalah melihat berfungsinya suatu bahasa sebagaimana ia
diterapkan dalam proses komunikasi interaktif. Orientasi teks tidak lagi sebagai hal yang
objektif, tetapi tergantung kepada orientasi (para) penggunanya. Sisi menantang dari cara
pandang seperti ini adalah pada kehandalan wacana - yakni struktur ide yang masih abstrak
dari (para) pengguna bahasa - yang mampu memberikan kerangka bagi berfungsinya suatu
bahasa secara aktual (real time) dalam situasi yang nyata.
Penulis buku ini berusaha membantu pembaca memahami 'peta masalah' dalam kajian
wacana, seperti pengertian dan ruang lingkup wacana, unsur-unsur wacana, keutuhan struktur
wacana, tema-topik-judul wacana, klasifikasi wacana, dan analisis wacana. Bahkan, penulis
juga menyajikan contoh-contoh penerapannya. Dengan penyajian yang demikian, buku ini
diharapkan dapat mendorong mahasiswa, dosen, dan pemerhati bahasa umumnya untuk
menyelami lebih mendalam ihwal kajian wacana.
Daftar Isi
Bab I. Pendahuluan
Bab II. Pengertian Dan Ruang Lingkup Wacana
Bab III. Unsur-Unsur Wacana
Bab IV. Keutuhan Struktur Wacana
Bab V. Tema, Topik, dan Judul Wacana
Bab VI. Klasifikasi Wacana
2
BAB II
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP WACANA
Etimologi Istilah Wacana
Istilah wacana berasal dari bahasa sansekerta wac/viak/vak, artinya berkata, berucap.
Kata wac dalam lingkup morfologi bahasa Sanskerta, termasuk kata kerja golongan III
parasmaepada (m) yang bersifat aktif, yaitu melakukan tindakan ujar. Kata tersebut kemudian
mengalami perubahan menjadi wacana. Jadi, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan
atau ujaran.
Wacana digunakan sebagai bentuk terjemahan dari istilah bahasa Inggris discourse.
Kata discourse berasal dari bahasa latin discursus berarti lari kesana kemari, lari bolak-
balik. Webster (1983: 522) memperluas makna discourse sebagai berikut: komunikasi katakata, ekspresi gagasan-gagasan, risalah tulis, ceramah, dan sebagainya.
Kedudukan wacana dalam satuan kebahasaan berada pada posisi paling besar dan paling
tinggi. Wacana sebagai satuan gramatikal dan sekaligus mengandung semua unsur
kebahasaan yang diperlukan dalam segala bentuk komunikasi.
BAB III
UNSUR-UNSUR WACANA
Wacana memiliki dua unsur pendukung utama, yaitu unsure dalam (internal) dan
unsur luar (eksternal).
Unsur-Unsur Internal Wacana
Unsur internal suatu wacana terdiri atas satuan kata atau kalimat. Satuan kata adalah kata
yang berposisi sebagai kalimat, atau yang juga dikenal dengan sebutan kalimat satu kata.
A. Kata dan Kalimat
Kalimat selalu diandaikan sebagai susunan yang terdiri dari beberapa kata yang
bergabung menjadi satu pengertian dengan intonasi sempurna (final). Suatu kalimat mungkin
saja hanya terdiri atas satu kalimat. Kalimt atau kata adalah bentuk ungkapan atau tuturan
terpendek yang juga harus memiliki esensi sebagai kalimat.
1987:48) mengemukakan bahwa semua pernyataan memiliki peranggapan, yaitu rujukan atau
referensi dasar. Rujukan itulah yang dimaksud sebagai pranggapan, yaitu anggapan dasar
atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa yang membuat bentuk
bahasa menjadi bermakna bagi pendengar/pembaca.
C. Referensi
Secara tradisional, referensi adalah hubungan antara kata dengan benda (orang,
tumbuhan,
sesuatu
lainnya)
yang
dirujuknya.
Referensi
merupakan
perilaku
pembicara/penulis. Jadi, yang menentukan referensi suatu tuturan adalah pihak pembicara
sendiri, sebab hanya pihak pembicara yang paling mengetahui hal yang diujarkan dengan hal
yang dirujuk oleh ujarannya.
D. Inferensi
Inferensi atau inference secara leksikal berarti kesimpulan (Echolas dan Hasan,
1987:320). Pembaca harus dapat mengambil pengertian, pemahaman, atau penafsiran suatu
makna tertentu. Dengan kata lain, pembaca harus mampu mengambil kesimpulan sendiri,
meskipun makna itu tidak terungkap secara eksplisit.
E. Konteks Wacana
Wacana adalah wujud atau bentuk bahasa yang bersifat komunikatif, interpretative, dan
kontekstual. Artinya, pemakaian bahasa ini selalu mengandaikan terjadi secara dialogis, perlu
adanya kemampuan menginterprestasikan, dan memahami konteks terjadinya wacana.
Konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat dianggap
sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan/dialog.
BAB IV
KEUTUHAN STRUKTUR WACANA
Struktur Wacana
Suatu wacana dituntut memiliki keutuhan struktur. Keutuhan itu sendiri dibangun oleh
komponen-komponen yang tejalin di dalam suatu organisasi kewacanaan. Keutuhan struktur
wacana lebih dekat maknanya sebagai kesatuan maknawai (semantis) ketimbang sebagai
kesatuan bentuk (sintaksis). Suatu rangkaian kalimat dikatakan menjadi struktur wacana bila
didalamnya terdapat hubungan emosional (maknawi) antara bagian yang satu dengan bagian
lainnya.
Aspek-Aspek Keutuhan Wacana
Wacana yang utuh adalah wacana yang lengkap, yaitu mengandung aspek-aspek yang
terpadu dan menyatu. Aspek-aspek yang dimaksud, antara lain, adalah kohesi, kohernsi, topic
wacana, aspek leksikal, aspek gramatikal, aspek fonologis, dan aspek semantis. Beberapa
aspek pengutuh, wacana yang disebutkan di atas dapat di kelompokkan ke dalam dua unsure,
yaitu unsure kohesi dan unsur koherensi. Unsur kohesi meliputi aspek-aspek leksikal,
gramatikal, fonologis, sedangkan unsur koherensi mencakup aspek semantik dan aspek
topikalisasi.
A. Kohesi
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepadun bentuk yang secara structural
membentuk ikatan sintaktikal. Kohesi wacana terbagi ke dalam dua aspek, yaitu kohesi
gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal antara lain adalah referensi, sustitusi,
elpisis, kojungsi, sedangkan yang termasuk kohesi leksikal adalah sinonim, repetisi, kolokasi.
B. Koherensi
Istilah koherensi mengandung makna pertalian. Koherensi juga berarti hubungan
timbal balik yang serasi antarunsur dalam kalimat (Gorys Keraf, 1984:38). dalam.
KOHESI
Kepaduan
Keutuhan
Aspek bentuk (form)
Aspek lahiriah
Aspek formal
Organisasi sintaktik
Unsur Internal
KOHERENSI
Kerapian
Kesinambungan
Aspek makna (meaning)
Aspek batiniah
Aspek ujaran
Organisasi semantic
Unsur eksternal
BAB V
TEMA, TOPIK, DAN JUDUL
Dalam berbagai bentuk wacana, sudah lazim terdapat tema yang diusung untuk
mewadahi program dan tujuan apa yang hendak dicapai. Tema yang baik setidaknya memiliki
empat sifat, yaitu kejelasan, kesatuan, perkembangan, dan keaslian. Tema berada di atas dan
memiliki ruang lingkup paling luas bila dibandingkan dengan topik dan judul. Artinya, dalam
satu gagasan utama, tema mewadahi kedua aspek lainnya.
Topik wacana berasal dari bahasa Yunani topoi, yang artinya tempat. Secara mendasar,
topik dapat diartikan sebagai pokok pembicaraan. Wujud topik bisa berbentuk frasa atau
kalimat yang menjadi inti pembicaraan atau pembahasan. Topik yang perlu dibedakan, yaitu
topik dalam kalimat dan topik dalam wacana (rangkaian kalimat). Topikalisasi ialah
pemilihan dan penandaan topik, yaitu sesuatu yang dibicarakan. Dalam wacana, topikalisasi
adalah proses saling mendukung antarbagian untuk membentuk satu gagasan utama.
Topikalisasi dibagi menjadi dua yaitu topikalisasi antarkalimat dan topikalisasi antarparagraf.
Judul wacan merupakan bagian terkecil dari keseluruhan wacana. Judul, menjadi sangat
penting, karena dianggap sebagai pintu informasi paling awal, ringkas, dan mewakili isi
tulisan (karangan) yang dijelaskannya. Judul sangat penting untuk menentukan hal yang
sedang dibicarakan oleh pengarang.
6
BAB VI
KLASIFIKASI WACANA
Dalam hal ini,wacana setidaknya dapat dipilih atas dasar beberapa segi, yaitu: bentuk,
media, jumlah penutur, dan sifat. Berdasarkan bentuk wacana dibagi yang menjadi enam
jenis, yaitu: wacana naratif, prosedura, ekspositori, hortatory, epistoleri, dramatik. Wacana
naratif adalah bentuk wacana yang banyak dipergunakan untuk menceritakan suatu kisah.
Wacana procedural digunakan untuk memberikan petunjuk atau keterangan bagaimana
sesuatu harus dilaksanakan. Wacana ekspositori bersifat menjelaskan untuk mempengaruhi
pendengar atau pembaca agar tertarik terhadap pendapat yang dikemukakan. Wacana
dramatik adalah bentuk wacana yang berisi percakapan antar penutur. Wacana epistoleri bisa
dipergunakan dalam surat-menyurat. Wacana seremonial adalah wacana yang digunakan
dalam kesempatan seremonial (upacara).
Berdasarkan media penyampaian, wacana dapat dipilih menjadi wacana tulis dan wacana
lisan. Wacana tulis adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Wacana lisan
adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dengan bahasa verbal.
Berdasarkan jumlah penutur, wacana dapat dibagi menjadi dua, yaitu wacana monolog dan
wacana dialog. Wacana monolog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh satu orang.
Wacana dialog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh dua orang atau lebih.
Berdasarkan sifat, wacana dapat digolongkan menjadi dua, yaitu wacana fiksi dan
wacana nonfiksi. Wacana fiksi adalah wacana yang bentuk dan isinya berorientasi pada
imajinasi. Wacana fiksi dibagi menjadi wacana prosa, wacana puisi, dan wacana drama.
Wacana nonfiksi disebut juga sebagai wacana ilmiah.
Berdasarkan isi, wacana dapat dipilih menjadi, wacana politik, wacana sosial, wacana
ekonomi, wacana budaya, wacana militer, wacana hukum, wacana kriminalitas, dan wacana
olahraga dan kesehatan.
Berdasarkan gaya dan tujuan, wacana ini dapat dibagi menjadi wacana iklan. Wacana ini
berarti menyampaikan pikiran dan gagasan kepada pihak lain.
BAB VII
ANALISIS WACANA
7
penafsiran, yang pada akhirnya bertujuan untuk memperoleh suatu pemahaman (interpretasi)
atas sesuatu data. Dalam konsep penelitian, terdapat bingkai pendekatan atau metode analisis
yang perlu disesuaikan dengan permasalahan yang akan dibahas.
Aplikasi Pengkajian Wacana
A. Kajian Deskriptif-Struktural Wacana Paragraf
Kutipan Wacana
1. Pendahuluan
2. Analisis (Kajian)
a. Analisis Tingkat Wacana
(1) Jenis Kalimat
(2)Struktur Kalimat
(3) Makna Kalimat
b. Analisis Tingkat Klausa
(1) Analisis FKP klausa 1
(2) Analisis FKP klausa 2
(3) Analisis FKP klausa 3
c. Analisis Tingkat Frasa
d. Analisis Tingkat Morfem
9
3. Penutup
4. Daftar Pustaka
Buku kajian wacana oleh Mulyana, M.Hum. ini sangat sulit untuk dipahami.
Banyak kosakata yang dapat menyulitkan si pembaca untuk mengerti apa artinya.
Kurangnya pengertian-pengertian dari kajian-kajian wacana tersebut.
Adanya contoh yang tidak ada pengertian dari contoh yang telah disebutkan dalam buku
10
II.
A. IDENTITAS BUKU
Judul
: ISSUE IN LINGUISTICS
Penulis
: Sanggam Siahaan
Tahun terbit
Urutan cetakan
Dimensi buku
: 2010
: Cetakan pertama
: 14,5 cm X 21 cm
III.
A. IDENTITAS BUKU
12
Judul
Penulis
ISBN
: 9799603196, 9789799603197
Penerbit
Tahun terbit
Urutan cetakan
Dimensi buku
Tebal buku
Harga
: Pustaka Cakra
: 2003
: Cetakan pertama
: 14,5 cm X 21 cm
: 292 halaman
: Rp 28.000
13
Di samping tujuh fungsi bahasa yang telah dipaparkan di atas, perlu juga dipahami
adanya tiga metafungsi yang dikemukakan Halliday dalam tulisannya yang berjudul
Language Structure and Language Function
Ketiga metafungsi yang dimaksud antara lain:
1. Fungsi ideasional (ideational function)
2. Fungsi interpersonal (interpersonal function)
3. Fungsi tekstual (textual function)
B. Berbagai Batasan dan Jenis Wacana
Uraian ini akan diawali dengan memaparkan sejumlah batasan dan pengertian wacana
dari para ahli kemudian disertai komentar dan pandangan penulis terhadap pengertian wacana
itu. pemaparan batasan wacana ini dilakukan secara kronologis.
1. Berbagai Batasan Tentang Wacana
Sampai saat ini batasan atau defini wacana yang dikemukakan para ahli bahasa masih
beragam. Antara defini yang satu dengan yang lain terdapat perbedaan-perbedaan karena
sudut pandang yang digunakan pun berbeda. Namun, harus diakui pula bahwa di samping
terdapat perbedaan terdapat juga teras inti bersama atau persamaan-persamaan di antara
definisi-definisi tersebut.
1. Jenis-Jenis Wacana
Wacana dapat
pengklasifikasiannya.
diklasifikasikan
Misalnya
menjadi
berbagai
berbagai
bahasanya,
media
jenis
menurut
dasar
dipakai
untuk
yang
Sejalan dengan pandangan bahwa bahasa terdiri atas bentuk (form) dan makna
(meaning), maka hubungan antarbagian wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
hubungan bentuk yang disebut kohesi (cohesion) dan hubungan makna atau hubungan
semantis yang disebut koherensi (coherence).
A. Pengacauan (Referensi)
14
Pengacauan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan
lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahului atau mengikutinya.
1. Pengacuan Persona
2. Pengacuan Demonstratif
3. Pengacuan Komparatif (Perbandingan)
B. Penyulihan (Substitusi)
Penyulihan atau subsitusi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa
penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam
wacana untuk memperoleh unsur pembeda.
1. Substitusi Nominal, adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina (kata
benda) dengan satuan lingual lain yang jga berkategori nomina. Misalnya, kata derajat,
tingkat diganti dengan kata pangkat.
2. Substitusi Verbal, adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja)
dengan satuan lingual lainnya yang berkategori verba. Misalnya, kata mengarang
digantikan dengan kata berkarya.
3. Substitusi Frasal, adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa
dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa.
4. Substitusi Klausa, adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau
kalimat yang berupa satuan lingual lainnya yang berupa kata atau frasa.
C. Pelepasan (Elipsis)
Pelepasan atau ellipsis adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa
penghilangan atau pelepasan satuan lingual tertentu yang telahdisebutkan sebelumnya.
Unsure atau satuan lingual yang dilepaskan itu dapat berupa kata, frasa, klausa dan kalimat.
Adapun fungsi pelepasan dalam wacana antara lain adalah untuk:
1. Menghasilkan kalimat yang efektif
2. Efisiensi, untuk mencapai nilai
3. Mencapai aspek kepaduan wacana
4. Bagi pembaca atau pendengar berfungsi untuk mengaktifkan piirannya.
D. Perangkaian (Konjungsi)
Konjungsi adalah salah satu jenis hohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara
menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang laindalam wacana. Unsur yang
dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat dan dapat juga unsr yang
lebih besar dari itu. Misalnya, alinea dengan pemarkah lanjutan.
Makna perangkaian beserta konjungsi antara lain:
1. Sebab-akibat
: sebab, karena, maka, makanya
2. Pertentangan
: tetapi, namun
3. Kelebihan (eksesif)
: malah
15
BAB III
ASPEK LEKSIKAL DALAM ANALISI WACANA
Kohesi leksikal adalah hubungan antar unsur dalam wacan secara semantik. Dalam hal
ini untuk menghasilkan wacana yang padu pembicra atau penulis dapat menempuhnya
dengan cara memilih kata-kata yang sesuai dengan isi kewacanaan yang dimaksud.
Kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu:
1. Repetisi (pengulangan)
2. Sinonimi (padan kata)
3. Kolokasi (sanding kata)
4. Hiponomi (hubungan atas-bawah)
5. Antonimi (lawan kata)
6. Ekuivalensi (kesepadanan)
BAB IV
KONTEKS DAN INFERENSI DALAM ANALISIS WACANA
Konteks wacana adalah aspek-aspek internal wacana dan segala sesuatu secara eksternal
melingkupi sebuah wacana. Berdasarkan pengertian tersebut maka konteks wacana secara
garis besar dapat dibedakan menjadi dua kelompok , yaitu konteks bahasa dan konteks luar
bahasa.
Pemahaman konteks situasi dan budaya dalam wacana dapat dilakukan dengan berbahgai
prinsip penafsiran dan prinsip anologi. Prinsip-prinsip yang dimaksud antara lain:
1. .Prinsip penafsiran personal
2. Prinsip penafsiran lokasional
3. Prinsip penafsiran temporal
4. Prinsip anologi
5. Inferensi
BAGIAN KEDUA
PRAKTIK ANALISI WACANA
1. Analisis Wacana Puisi Jawa Jaka Ijo & Tresnawulan Karya N. Sakdani Tinjauan dari
Segi Konteks Kultural dan Situasi serta Aspek Gramatikal dan Leksikal
oleh Sumarlan
A. Pendahuluan
1. Mengapa puisi ini dipilih
16
Setidaknya ada dua alasan mengapa puisi (Jawa: geguritan) yang berjudul Jaka Ijo &
Tresnawulan dipilih sebagai objek kajianwacana dalam buku in. alasan pertama, hanya ada
empat puisi sejenis balada dan yang kedua adalah puisi bersambung terpanjang.
2. Tentang Puisi Ini
Puisi yang terdiri dari enam episode yang terdiri dari (oleh penyairnya ditandai dengan
angka romawi I samapi dengan IV) menceritakan kisah canto antara Jaka Ijo & Tresnawulan
sebagai tokoh utamanya. Dua tokoh tersebut diceritakan secara bergantian, episode tertentu
mencerikan Tresnawulan, episode yang lain lebih mengedepankan Jka Ijo dan episode yang
lain lagi menceritakan keduanya secara bersamaan (pararel).
3. Sistematika Pemaparan
Pemaparan hasil analisis wacana ini akan mengikuti sistematika sebagai berikut.
Pertama-tama akan dikemukakan analisi konteks, baik konteks cultural maupun konteks
situasi. Selanjutnya, akan disajikan analisis wacana dari segi aspek gramatikal (kohesi
gramatikal) dan aspek leksikal (kohesi leksikal).
B. Analisis Konteks
Analisis konteks ini meliputi baik konteks kultural maupun konteks situasi. Di dalam
konteks situasi tercakup konteks fisik, epistemis, dan konteks sosial di samping konteks
linguistik.
C. Analisis Aspek Gramatikal Wacana
Analisis wacana puisi dari aspek gramatikal atau kohesi gramatikal ini meliputi
pengacauan (referensi), penyulihan (subsitusi), pelepasan (elipsisis) dan perangkaian
(konjungsi).
D. Analisis Aspek Leksikal Wacana
Aspek leksikal yang dimanfaatkan oleh penyair untuk mendukung kepaduan wacana
puisi dapat berupa repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata),
hiponimi (hubungan atas-bawah), antonimi (lawan kata) dan ekuivalensi (kesepadanan).
2. Analisis Wacana Peran Jender dalam Cerpen Ibu
Oleh: Budi Maryono Kundharu Saddhono
A. Pendahuluan
PBB pernah mencanangkan sebuah decade perempuan yaitu pada tahun 1975-1985 yang
mengambil tema persamaan, integrasi wanita dalam pembangunan dan perdamaian. Cerpen
merupakan suatu karya sastra yang mulai berkembang dalam dunia sastra Indonesia. Hal in
diyunjukan karena banyaknya media cetakyang menempatkan kolomnya untuk cerpen. Cerita
pendek dicirikan atas beberapa hal antara lain, secara fisik pendek, adanya sifat rekaan
(fiction) dan adanya sifat naratif.
B. Pendekatan dan Kajian Teori
17
Analisis wacana dalam cerpen ibu ini menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan
makrostruktural, pendekatan mikrostruktural dan pendekatan praktik wacana. Ketiga
pendekatan tersebut digunakan agar analisis wacan cerpen Ibu lebih tuntas dan
komprehensif. Hal ini juga mempertimbangkan bahwa wacana yang dianalisis adalah sebuah
karya sastra (cerpen) yang mempunyai kronologis waktu dan cerita.
C. Analisis Aspek Kewacanaan
Analisis pendeketan mikrostruktural terdiri dari aspek gramatikal dalam sebuah wacana
yang berkaitan dengan aspek bentuk sebagai struktur lahir bahasa. Pengacauan dan referensi
yang berupa persona, demonstrativa dan komparatif dalam cerpen Ibu dapat dilihat pada
data-data berikut:
1. Ibuku tak peduli sama sekali bahwa aku sudah punya pacar, sudah punya calon istri yang
kupilih sendiri.
2. Kami tak pernah kehilanmgan canda meski tanpa Kumala, ibu mereka. Arga, Tia, dan
Dewa sudah (mencoba) paham, ibu mereka sibuk bekerja.
D. Analisis Praktik Wacana
Analisis praktik wacana dilakukan dengan cara menjelaskan struktur naratif cerpen Ibu
yang meliputi tema cerita, penokohan, alur cerita, latar (setting), sudut penceritaan, dan gaya
cerita.
1. Tema cerita
Kepatuhan kepada orangtua (ibu) akan membawa kebaikan untuk anaknya ini merupakan
tema central dalam cerita pendek ibu. Hal tersebut terlihat dari nasihat ibu kepada anaknya
(Budi) untuk menikah Rohma, wanita yang menurut ibu baik. Di lain pihak, Budi sudah
mempunyai pacar yang bernama Kumala dan keduanya telah saling cinta. Kebenaran nasihat
Ibu tersebut terbukti ketika Budi sudah berkeluarga dengan Kumala ternyata perkawinannya
tidak bahagia. Ini dikarenakan Kumala lebih sibuk dengan pekerjaannya sehingga keluarga
kurang diperhatikan. Hal tersebut telah dikatakan oleh Ibu dengan melihat tanda. Tanda
tersebut antara lain terlihat ketika Ibu sakit, yang merawat Ibu adalah Rohmah, sedangkan
Kumala hanya sekali menjenguk.
2. Penokohan
Tokoh utama yang lain adalah aku (Budi) yang mempunyai sifat patuh terhadap kepada
orangtua. Hal itu ditunjukkan dengan kemauan Budi untuk menikahi Rohmah atas sururan
Ibu, padahal dia telah berpacaran dengan Kumala, walaupun pada akhirnya pernikahan
tersebut tidak terjadi karena Rohmah telah dipinang terlebih dahulu oleh Prannoto, teman
Budi. Tokoh Budi juga termasuk orang yang sayang keluarga dan sabar. Hal itu dibuktikan
dengan kesabaran Budi merawat ketiga anaknya, ketika Kumala sibuk bekerja.
3. Alur Cerita
18
Alur lurus merupakan pilihan pengarang ntuk mengisahkan cerita pendek Ibu ini.
Cerita dimulai dari kekesalan Budi kepada Ibu yang menjodohkannya dengan Rohmah
padahal Budi sudah mempunyai calon istri, Kumala. Permasalahan mulai timbul ketika
Rohmah mulai akrab dengan Budi akan tetapi cinta Budi tetap kepada Kumala.
4. Latar Cerita
Secara fisik cerpen ini sebagian besar terjadi di rumah Ibu. Perjalanan ke supermarket,
pemakaman Ibu, dan rumah Budi. Latar rumah Ibu tergambar ketika dialog terjadi antara Ibu
dan Budi tentang keinginan Ibu yang menjodohkan Budi dengan Rohmah dan dialog saat Ibu
sakit.
5. Sudut Cerita
Melalui sudut orang pertama (aku bernama Budi) sebagai pencerita, pengarang
menyampaikan kisahnya. Pengambilan sudut orang pertama ini untuk menimbulkan efek
empati pada pembaca untuk terlibat dalam cerita.
6. Gaya Cerita
Upaya untuk menympaikan pesan bahwa kasih sayang orang tua kepada anaknya dengan
menentukan jalan hidupnya merupakan pesan yang disampaikan oleh pengarang dengan
membangun beberapa konflik, baik yang terjadi pada diri sendiri maupun yang melibatkan
orang lain.
E. Analisis Konteks Situasi dan Sosial Budaya
1. Analisis Konteks Situasi
Analisis kontekstual dalam tulisan ini menitikberatkan pada konteks dan situasi.
2. Analisis Sosial Budaya
Untuk melengkapi kajian tentang perempuan, maka pada analisis sosial budaya akan
dibahas keterkaitan antara gambaran tokoh utama (terutama perempuan) dan keselarasan itu
dengan faktor-faktor ekstrinsik, yaitu konteks yang ada di sekitar kehidupan cerpen di
Indonesia, khususnya dengan pengarang dan pembaca.
F. Penutup
Cerpen merupakan salah satu karya sastra yang bercerita tentang kehidupan, baik yang
bersifat rekaan maupun yang realita. Pengkajian cerpen dengan analisis wacana akan
memberikan pengertian yang lengkap dan utuh. Hasil analisis kewacanaan menunjukan
bahwa cerpen Ibu memiliki semua kohesi gramatikal maupun leksikal. Kohesi leksikal
terdiri atas pengacuan, penyulihan, pelepasan dan perangkaian. Sedangkan kohesi leksikal
terdiri atas pengulangan, sinonimi, kolokasi, hiponimi, antonimi, dan ekuivalensi.
Keberadaan kohesi gramatikal dan leksikal tersebut membangun sebuah wacana menjadi
kohesif dan koheren.
3. Pendidikan Bela Negara dalam Serat Tripama: Analisis Wacana dengan Pendekatan
Kritik Sosial
19
A. Latar Belakang
Gejala munculnya sparatisme dan disintegrasi bangsa di Indonesia terasa menguat
pada awal millennium ketiga ini. Pada saat-saat seperti ini, kesadaran akan bela Negara dan
rasa cinta tanah air semakin terasa penting. Bangsa Indonesia perlu menengok kembali akan
pentingnya pendidikan bela Negara bagi generasi muda jika bangsa ini tidak ingin bercerai
berai.
B. Pembahasan Teoritik
1. Esensi Wacana
Dari berbagai pendapat para ahli berkenaan dengan pengertian wacana, maka perlu
diketahui bahwa wacana memiliki ciri:
a. Bentuk, yakni satuan lingual yang lebih luas dari kalimat.
b. Makna, yakni lingual itu mengandung pesan atau isi yang lengkap.
c. Fungsi, yakni satuan lingual itu berfungsi di dalam komunikasi.
d. Tidak terbatas pada bahasa lisan atau tulis.
e. Tidak terlepas pada faktor sosial dan psikologis.
2. Pengertian Analisis Mikro dan Makrostruktural
Ruang lingkup analisis wacana melingkupi wujud objektif berupa paparan teks yang
berkaitan dengan aspek tekstual yang mencakup ciri pengembangan topik dan tema, struktur
informasi, analisis ciri sekuensi, kesatuan unit struktur dan keselarasan relasi semantisnya
dan prediksi tingkat keberterimaan untaian kalimat dalam teks, dan unsur-unsur di luar teks
yang mencakup referensi, praanggapan, implikatur dan inferensi, serta dunia acuan yang
terangkum dalam konteks (Aminudin, 1989:4).
3. Sekilas Lahirnya Pendekatan Kritik Seni Holistik
Pendekatan kritik holistik merupakan aplikasi dari teori-teori seni holistik (termasuk
wacana berbentuk karya sastra) yang akhir-akhir ini berkembang untuk penelitian ilmu-ilmu
sosial dan ilmu-ilmu budaya.
C. Hasil Analisis Wacana dengan Pendekatan Kritik Holistik
1. Kmponen Genetik: Pencipta
Komponen kritik holistik yang pertama adalah pencipta sebagai sumber genetik. Secara
umum komponen ini meliputi banyak hal, seperti kepribadian, latar belakang kehidupan,
pendidikan, selera, latar social budaya Dan sebagainya yang secar implicit dapat ditelusuri
malalui riwayat hidup penciptanya.
2. Komponen Objektif: ST
Komponen kedua pendekatan kritik holistik adalah komponen objektif sebagai sumber
informasi, yakni karya sastra itu sendiri. Dalam hal ini, setting objektif ST sebagai karya
sastra yang berbentuk tembang dapat dikaji dengan pendekatan stilistika dan pendekatan
mikrostruktural wacana.
1. Kohesi Gramatikal
a. Pengacuan
20
Dalam ST ditemukan pengacuan endofora yang mengacu pada unsur di dalam teks itu
sendiri. Antara lain dalam ST ditemukan pengacuan kataforis, yakni unsur yang mengacu
pada anteseden di sebelah kanan (Hasan Alwi, 1993:484).
b. Penyulihan
Penyulihan atau substitusi berfungsi sebagai piranti dinamisasi wacana. Dengan
membuat variasi bentuk lain dari unsur yang telah disebut sebelumnya, akan membuat tulisan
tidak monoton yang dapat berakibat menjemukan pembaca.
c. Pelesapan
Pelesapan atau ellipsis dalam teori wacana umum berguna untuk mengejar kepraktisan
dan efisiensi waktu, dengan tetap menjaga kepaduan wacana.
d. Konjungsi
Salah satu piranti kohesi gramatikal yang lazim digunakan dalam wacana adalah
konjungsi, yang berfungsi unruk menghubungkan unsur-unsur wacana mulai dari hubungan
antarkata, frasa, kalimat samapai dengan hubungan antarparagraf atau antar bait dalam puisi.
e. Permutasi
Istilah permutasi ini memang belum lazim dalam khasanah analisis kohesi gramatikal.
Akan tetapi gejala ini lazim ditemukan pada wacana berbentuk puisi. Permutasi (permulation)
adalah perpindahan urutan atau proses perubahan deret unsur kalimat (Harimurti
Kridalaksana, 1993:170).
1.
a.
b.
c.
Kohesi Leksikal
Repetisi
Sinonimi
Kolokasi
21
22
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kritik buku yang sudah kami lakukan, kami dapat menyimpulkan
bahwa buku Teori dan Praktik Analisis Wacana karya Sumarlam merupakan buku yang
terbaik dan terlengkap dalam pembahasannya dan menggunakan bahasa yang mudah
dipahami oleh kalangan mahasiswa maupun dosen dalam bidang bahasa Indonesia.Buku ini
menguraikan tentang jenis-jenis wacana, aspek-aspek wacana dan diakhiri dengan contoh
berupa menganalisis sebuah wacana. Analisi wacana yang dilakukan diambil dari berbagai
macam kasus dan jenis tulisan baik tulisan sastra dan tulisan ilmiah. Kekayaan buku ini juga
terletak pada pengembangan wacana mengenai analisis wacana itu sendiri. Sebagaimana kita
ketahui, wacana memiliki beragam pengertian dan dipakai oeh berbagai disiplin ilmu.
Dengan demikian, buku ini, meski semula ditujukan kepada peminat kajian komunikasi,
namun buku ini juga bisa dipergunakan oleh mereka yang bergelut di bidang ilmu sosial dan
politik. Buku ini sangat lengkap karena tidak hanya menjelaskan analisis wacana secara
khusus tetapi secara keseluruhan mengenai analisis wacana serta bagian-bagian yang
berkenaan dalam teks media. Selain itu, proses penganalisisan wacana yang dilakukan
disusun menurut pendapat para ahli yang telah dirujuk pada bab-bab terdahulu.
Buku IISSUE ON LINGUISTICS Karya Sanggam Siahaan adalah sebuah buku yang
membahas wacana dalam artian yang lebih kecil yakni wacana lisan. Bagaimana seseorang
dapat melakukan suatu wacana lisan dengan baik diterangkan di dalam buku ini, namun
bahasa inggris yang digunakan sebagai bahasa pengantar buku tersebut membuat buku ini
hanya dimengerti dan dipelajari oleh kalangan tertentu.
Buku Kajian Wacana karya Mulyana,M.Hum. adalah buku yang mengkaji pengertian
wacana dan aspek-aspek wacana. Kajian yang diuraikan dalam buku ini cukup terperinci dan
mendasar sehingga untuk pelajar pemula yang mempelajari wacana mudah memahami
konsep yang dijelaskan dalam buku tersebut. Kekurangan dalam buku ini adalah tidak adanya
contoh yang dapat membimbing pembaca secara langsung untuk melakukan analisis wacana.
23
24