Anda di halaman 1dari 27

RHINOSINUSITIS

Disusun oleh:
Arnold Fernando

11.2012.023

Gian Oktavianto

11.2013.124

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 5 MEI 7 JUNI 2014
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN JAKARTA

ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASAL

Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal,
sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan
hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di
dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa
rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan,
kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid
telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari dari
sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari
bagian

postero-superior

rongga

hidung.

Sinus-sinus

ini

umumnya

mencapai besar maksila 15-18 tahun. Pada orang sehat, sinus terutama
berisi udara. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang
mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus dan bersilia,
sekret disalurkan ke dalam rongga hidung.
Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir
sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan
cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah
permukaan

fasial

os

maksila

yang

disebut

fosa

kanina,

dinding

posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya


ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah dasar
orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium
sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan
bermuara ke hiatus semilunaris melalui infindibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:
1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar
gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2),
kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akarakar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi
gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.
2. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.
2

3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga
drainase

kurang

baik,

lagipula

drainase

juga

harus

melalui

infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus


etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada
daerah

ini

dapat

menghalangi

drenase

sinus

maksila

dan

selanjutnya menyebabkan sinusitus.


Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan
ke empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel
infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada
usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20
tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih
besar dari pada lainnya dan dipisahkan oleh sekret yang terletak di garis
tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus
frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang. Ukurannya
sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2
cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-lekuk.
Tidak adanya gambaran septumn-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus
pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal
dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior,
sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus
frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal.
Resesus frontal adalah bagian dari sinus etmoid anterior.1,2
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan
akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus
infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etomid
seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari
anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan lebarnya 0.5 cm di bagian
anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.1,2

Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai


sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid,
yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita, karenanya
seringkali disebut sel-sel etmoid. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 417 sel (rata-rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi
sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid
posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior
biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan konka
media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan
lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari perlekatan
konka media.1,2
Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit,
disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel
etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior
terdapat

suatu

penyempitan

yang

disebut

infundibulum,

tempat

bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di


resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di
infundibulum dapat menyebabkan sisnusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan
lamina kribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat
tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang
sinus etmoid posterior berbatsan dengan sinus sfenoid.
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum
intersfenoid. Ukurannya adalag 2 cmn tingginya, dalamnya 2.3 cm dan
lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat sinus
berkembang, pembuluh darah dan nerbus di bagian lateral os sfenoid
akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak
sebagai indentasi pada dinding sinus etmoid.1,2
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media
dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral
4

berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak


sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa
serebri posterior di daerah pons.1,2
Kompleks Ostio-Meatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus
medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan
sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan
kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang
terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid
dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.1,2

Gambar 1 : sinus
paranasal12
Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi
sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak
mempunyai
pertumbuhan

fungsi
tulang

apa-apa,
muka.

karena
Namun

terbentuknya
ada

beberapa

sebagai
pendapat

akibat
yang

dicetuskan mengenail fungsi sinus paranasal yakni :1,2


1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan
mengatur kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini
ialah karena ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitive
antara sinus dan rongga hidung. Lagipula mukosa sinus tidak
5

mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa


hidung.
2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
Sinus

paranasal

berfungsi

sebagai

penahan

(buffer)

panas,

melindungi orbita dan fossa serebri dari suhu rongga hidung yang
berubah-ubah.
3. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat
tulang muka. Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan
tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari
berat kepala, sehingga teori dianggap tidak bermakna.
4. Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan
mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat,
posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi
sebagai resonator yang efektif. Lagipula tidak ada korelasi antara
resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat
rendah.
5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan
mendadak misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus
6. Membantu produksi mukus
Mukus

yang

dihasilkan

oleh

sinus

paranasal

memang

jumlahnya kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung,


namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk
dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius,
tempat yang paling strategis.
RHINOSINUSITIS
Definisi
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.
Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut
rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang
6

merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi


bakteri. Sinusitis dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan pada sinus
paranasal. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila
mengenai

beberapa

sinus

disebut

multisinusitis.

Bila

mengenai

semua sinus paranasalis disebut pansinusitis. Disekitar rongga hidung


terdapat

empat

etmoidalis (kedua

sinus yaitu sinus


mata), sinus

maksilaris (terletak

frontalis (terletak

di

di
dahi)

pipi), sinus
dan sinus

sfenoidalis (terletak di belakang dahi).1,2


Dari 5 guidelines yakni European Position Paper on Rhinosinusitis
and Nasal Polyps 2007 (EP3OS), British Society for Allergy and Clinical
Immunology (BSACI) Rhinosinusitis Initiative (RI), Joint Task Force on
Practice Parameters (JTFPP), dan Clinical Practice Guidelines : Adult
Sinusitis (CPG:AS), 4 diantaranya sepakat untuk mengadopsi istilah
rinosinusitis sebagai pengganti sinusitis, sementara 1 pedoman yakni
JTFFP,

memilih

untuk

tidak

menggunakan

istilah

tersebut.

Istilah

rinosinusitis dipertimbangkan lebih tepat untuk digunakan mengingat


konka nasalis media terletak meluas secara langsung hingga ke dalam
sinus ethmoid, dan efek dari konka nasalis media dapat terlihat pula pada
sinus ethmmoid anterior. Secara klinis, inflamasi sinus (yakni, sinusitis)
jarang terjadi tanpa diiringi inflamasi dari mukosa nasal di dekatnya.
Namun, para ahli yang mengadopsi istilah rinosinusitis tetap mengakui
bahwa istilah rinosinusitis maupun sinusitis sebaiknya digunakan secara
bergantian, mengingat istilah rinosinusitis baru saja digunakan secara
umum dalam beberapa dekade terakhir.10
Klasifikasi
Terdapat banyak subklasifikasi dari rinosinusitis, namun yang paling
sederhana adalah pembagian rinosinusitis berdasarkan durasi dari gejala.
Rinosinusitis didefinisikan akut menurut 3 guidelines (pedoman) yakni oleh
RI, JTFPP, dan oleh CPG:AS yakni apabila durasi gejala berlangsung selama
4 minggu atau kurang. Oleh CPG:AS rinosinusitis diklasifikasikan sebagai
subakut apabila gejala berlangsung antara 4 minggu hingga 12 minggu,
sedangkan definisi dari JTFPP menentukan durasi subakut mulai dari 4
7

minggu hingga 8 minggu. Lebih jauh lagi CPG:AS mendefinisikan


rinosinusitis akut berulang (recurrent) sebagai 4 episode atau lebih
rinosinusitis akut yang terjadi dalam setahun, tanpa gejala menetap di
antara

episode,

sementara

JTFPP

mendefinisikan

rinosinusitis

akut

berulang sebagai 3 episode atau lebih rinosinusitis akut per tahun. Untuk
rinosinusitis kronik, hampir semua pedoman sepakat bahwa rinosinusitis
kronik merupakan gejala rinosinusitis yang menetap selama 12 minggu
atau lebih, kecuali JTFFP yang menetapkan gejala rinosinusitis yang
menetap selama 8 minggu

atau lebih sebagai kriteria rinosinusitis

kronik.10
Etiologi dan Faktor Predisposisi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat
virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita
hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau
hipertrofi konka, sumbatan kompleks osti-meatal (KOM), infeksi tonsil,
infeksi gigi, kelainan imunologik, diskenesia silia seperti pada sindrom
Kartgener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Faktor
predisposisi yang paling lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada
rinitis alergika; polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat
sinus.1,2
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab
sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan
sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat
didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara
dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama
menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.

Penyebab sinusitis dibagi menjadi:


1. Rhinogenik
Penyebab kelainan atau masalah di hidung. Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.
Contohnya rinitis akut, rinitis alergi, polip, diaviasi septum dan lainlain. Alergi juga merupakan predisposisi infeksi sinus karena terjadi
8

edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak


menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan
epitel permukaan, dan siklus seterusnya berulang.
2. Dentogenik/odontogenik
Penyebab oleh karena adanya kelainan gigi. Sering menyebabkan
sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan
molar).

Bakteri

Hemophilus

penyebab

influenza,

adalah

Streptococcus

Streptococcus

viridans,

pneumoniae,

Staphylococcus

aureus, Branchamella catarhalis dan lain-lain.


Penyebab yang yang cukup sering terjadinya sinusitis adalah
disebabkan oleh adanya kerusakan pada gigi.1,2

Sinusitis Dentogen
Merupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis kronik.
Dasar sinus maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi,
bahkan kadang-kadang tulang tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang
atas seperti

infeksi gigi apikal akar gigi, atau inflamasi jaringan

periondontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau


melalui pembuluh darah dan limfe. Harus dicurigai adanya sinusitis
dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi
dengan ingus yang purulen dan napas berbau busuk. Untuk
mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut dan
dirawat, pemberian antibiotik yang mencakup bakteria anaerob.

Seringkali juga diperlukan irigasi sinus maksila.1


Sinusitis Jamur
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal,
suatu keadaan yang jarang ditemukan. Angka kejadian meningkat
dengan meningkatnya pemakaian antibiotik, kortikosteroid, obatobat imunosupresan dan radioterapi. Kondisi yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya sinusitis jamur antara lain diabetes mellitus,
neutopenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di rumah sakit.
Jenis jamur yang sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah
spesis Aspergillus dan Candida.1
Perlu di waspadai adanya sinusitis jamur paranasal pada kasus
seperti berikut : Sinusitis unilateral yang sukar sembuh dengan
terapi antibiotik. Adanya gambaran kerusakkan tulang dinding sinus
9

atau adanya membran berwarna putih keabu-abu

pada irigasi

antrum. Para ahli membagikan sinusitis jamur terbagi menjadi


bentuk yang invasif dan non-invasif. Sinusitis jamur yang invasif
dibagi menjadi invasif akut fulminan dan invasif kronik indolen.
Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke jaringan dan
vaskular. Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol,
pasien dengan imunosupresi seperti leukemia atau neutropenia,
pemakain steroid yang lama dan

terapi imunosupresan. Imunitas

yang rendah dan invasi pembuluh darah meyebabkan penyebaran


jamur menjadi sangat cepat dan merusak dinding
orbita dan sinus kavernosus.

sinus, jaringan

Di kavum nasi, mukosa konka dan

septum warna biru-kehitaman dan ada mukosa konka atau septum


yang nekrotik. Sering kali berakhir dengan kematian. 1
Sinusitis jamur inavasif kronik biasanya terjadi pada pasien
dengan ganguan imunologik atau metabolik seperti diabetes.
Bersifat kronik progresif dan bisa menginvasi sampai ke orbita atau
intrakranial, tetapi gejala klinisnya tidak sehebat gejala klinis pada
fulminan kerana perjalanan penyakitnya berjalan lambat. Gejalagejalanya sama seperti sinusitis bakterial, tetapi sekret hidungnya
kental dengan bercak-bercak kehitaman yang bila dilihat dengan
mikroskop merupakan koloni jamur. Sinusitis jamur non-invasif, atau
misetoma, merupakan kumpulan jamur di dalam ronggasinus tanpa
invasi ke mukosa dan tidak mendestruksi tulang. Sering mengenai
sinus maksila. Gejala klinik merupai sinusitis kronik berupa rinore
purulen, post nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa
jamur di kavum nasi. Pada operasi bisa ditemukan materi jamur
berwarna coklat kehitaman dan kotor dengan atau tanpa pus di
dalam sinus.1
Epidemiologi
Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan, dengan
dampak signifikan pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan,
dan dampak ekonomi pada mereka yang produktivitas kerjanya menurun.
Diperkirakan setiap tahun 6 miliar dolar dihabiskan di Amerika Serikat
10

untuk pengobatan rinosinusitis. Pada tahun 2007 di Amerika Serikat,


dilaporkan bahwa angka kejadian rinosinusitis mencapai 26 juta individu.
Di Indonesia sendiri, data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa
penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit
peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah
sakit. Rinosinusitis lebih sering ditemukan pada musim dingin atau cuaca
yang sejuk ketimbang hangat.1,6,11
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks
osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa
yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous
superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel
epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta
mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan
mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya
berlebihan. 1
Faktor

yang

paling

penting

yang

mempengaruhi

patogenesis

terjadinya sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi
obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang
menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan
mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Organ-organ
yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema,
mukosa yang berhadapan, akan saling bertemu sehingga silia tidak dpat
bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di
dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula
serous. Kondisi ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan
biasanya sembuh dalam waktu beberapa hari tanpa pengobatan. 1
Bila kondisi ini menetap,

sekret yang dikumpul dalam sinus

merupakan media baik untuk pertumbuhan

dan multiplikasi bakteri.

11

Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis aku


bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.
Dengan

ini

dapat

disimpulkan

bahwa

patofisiologi

sinusitis

ini

berhubungan dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan
kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah
sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis.

Manifestasi Klinis
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai
dengan nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali
turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai dengan gejala sistemik
seperti demam dan lesu.

Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan
ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat
lain (referred pain) . nyeri pipi menandakan sinusitis

maksila,

nyeri di

antara atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoida,


nyeri di dahi atau kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis
maksila kadang-kadang terdapat nyeri alih ke gigi dan telinga.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal
drip yang dapat menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis.
Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala di bawah ini:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Sakit kepala kronik


Post-nasal drip
Batuk kronik
Ganguan tenggorok
Ganguan telinga akibat sumbatan di muara tuba Eustachius
Ganguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), brokietakasis,
serangan asma yang meningkat dan sulit diobati.

Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebakan gastroenteritis. 1

Working Diagonsis

12

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan

pemeriksaan

penunjang.

Pemeriksaan

fisik

dengan

rhinoskopi

anterior, dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan


untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di
meatus medius (pada sinusitis maksila dan ethmoid anterior dan frontal)
atau di meatus superior (pada sinusitis ethmoidalis posterior dan sfenoid).
Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering
ada pembengkakan dan kemerahan pada kantus medius.Untuk membantu
diagnosis sinusitis, American Academy of Otolaryngology Head and Neck
Surgery (AAO-HNS) membuat bagan diagnosis yang disebut Task Force on
Rhinosinusitis pada tahun 1996. Bagan ini didasarkan atas gejala klinis
yang dibagi atas kategori gejala mayor dan minor untuk diagnosis
rhinosinusitis.3
RINOSINUSITIS
Major Symptoms
Facial pain/pressure
Facial congestion/fullness
Nasal obstruction/blockage
Nasal

Minor Symptoms
Headache
Fever (non acute)
Halitosis
Fatique

discharge/purulence/discolored
posterior drainage
Hyposmia/anosmia
Purulence on nasal exam
Fever (acute rhinosinusitis only)
a. Facial pain/pressure alone

Dental pain
Cough
Ear pain/pressure/fullness
does not constitute a suggestive

history for diagnosis in the absence of another symptom or sign.


b. Fever in acute sinusitis alone does not constitute a seggustive
history for diangosis in the absence of another symptom or sign.
Tabel 1: Bagan Task force on Rhinosinusitis 19963
Riwayat yang konsisten dengan rinosinusitis memerlukan 2 faktor
mayor atau 1 mayor dan 2 faktor minor pada pasien dengan gejala lbih
dari 7 hari. Ketika adanya 1 faktor mayor atau 2 atau lebih faktor minor
yang ada, ini menunjukkan kemungkinan di mana rinosinusitis perlu di
masukkan ke dalam diagnosa banding.

13

Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos atau CT-Scan.


Foto polos posisi Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu menilai
kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan
terlihat perselubungan,air-fluid level , atau penebalan mukosa. Rontgen
sinus dapat menunjukkan kepadatan parsial pada sinus yang terlibat
akibat pembengkakan mukosa atau dapat juga menunjukkan cairan
apabila

sinus

mengandung

pus.

Pilihan

lain

dari

rontgen

adalah

ultrasonografi terutama pada ibu hamil untuk menghindari paparan


radiasi. 3

Gambar 2: Foto rontgen sinus yang menunjukkan air-fluid level pada sinus
etmoid

CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena


mampu menilai secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam
hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. CT scan mampu
memberikan gambaranyang bagus terhadap penebalan mukosa, air-fluid
level, struktur tulang, dan kompleks osteomeatal. Namun karena mahal
14

hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronis yang tidak


membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator
saat melakukan operasi sinus.3,4
MRI sinus lebih jarang dilakukan dibandingkan CT scan karena
pemeriksaan ini tidak memberikan gambaran terhadap tulang dengan
baik. Namun, MRI dapat membedakan sisa mukus dengan massa jaringan
lunak dimana nampak identik pada CT scan. Oleh karena itu, MRI akan
sangat membantu untuk membedakan sinus yang terisi tumor dengan
yang diisi oleh sekret. 3,4
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi
suram atau gelap. Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada
satu sisi wajah,karena akan nampak perbedaan antara sinus yang sehat
dengan sinus yang sakit. Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan karena
sangat terbatas kegunaannya. Endoskopi nasal kaku atau fleksibel dapat
digunakan untuk pemeriksaan sinusitis. Endoskopi ini berguna untuk
melihat

kondisi

sinus

ethmoid

yang

sebenarnya,

mengkonfirmasi

diagnosis, mendapatkan kultur dari meatus media dan selanjutnya dapat


dilakukan irigasi sinus untuk terapi. Ketika dilakukan dengan hati-hati
untuk menghindari kontaminasi dari hidung, kultur meatus media sesuai
dengan aspirasi sinus yang mana merupakan baku emas. Karena
pengobatan

harus

dilakukan

dengan

mengarah

kepada

organisme

penyebab, maka kultur dianjurkan. 3,4


Differential Diagnosis
Dokter perlu memahami keluhan pasien yang menggambarkan sinus
mereka bermasalah karena keluhan tersebut mungkin tidak melibatkan
sinus. Banyak kondisi yang mempunyai keluhan nyeri wajah atau sakit
kepala yang harus dipertimbangkan. Sindrom sakit kepala bisa termasuk
tension headache, migrain, cluster headache atau arteritis temporal. Pada
keluhan sakit mata harus dipertimbangkan glaukoma, kesalahan refraksi
dan strabismus. Neuralgia tengkorak, nyeri leher kronis, penyakit gigi dan
gangguan temporomandibular juga harus dipertimbangkan. Sakit kepala
mungkin disebabkan dari kontak septum hidung dengan salah satu konka,
15

disebut sakit kepala rhinologic(rhinologic headache). Kontak tersebut bisa


dikurangkan dengan pengobatan vasomotor atau rinitis alergi, dapat
memperbaiki sakit kepala pada beberapa pasien. Pasien yang mempunyai
sinus sejati mungkin memiliki rhinitis alergi atau oklusi sinus karena
neoplasma. Neoplasma yang sering adalah karsinoma epitel nasofaring
yang biasanya berasal dari sel skuamosa. Kejadian ini lebih banyak di
negara Mediterania dan Timur Jauh. Faktor genetik dan lingkungan juga
mungkin memainkan peranan. DNA virus Epstein-Barr telah dideteksi pada
tumor dan kondisi premaligna, dan beberapa kelompok antigen limfosit
manusia(HLA) juga telah diidentifikasi.5
Beberapa penyakit lain yang memiliki manifestasi atau keterkaitan
dengan rinosinusitis yaitu :6

Granulomatosis Wegener melibatkan angiitis yang dikaitkan dengan


nekrosis fokal dan reaksi granulomatosa. Penyakit ini pada awalnya
mempengaruhi saluran pernapasan, tetapi dapat juga berkembang
melibatkan organ lain.

Ataksia - telangiektasia
yang

berhubungan

merupakan gangguan autosomal resesif

dengan

sinusitis

berulang,

infeksi

paru,

bronkiektasis, fibrosis paru, tracheomegalli, berkurangnya jaringan


limfoid dan atrofi cerebellar.

Cystic

fibrosis

adalah

gangguan

autosomal

resesif

yang

berhubungan dengan pernapasan, GI, kelainan jantung dan sinus.

Sindrom silia imotil (immotile cilia syndrome) adalah gangguan


autosomal resesif yang terkait dengan infeksi paru berulang
dan/atau konsolidasi paru, sinusitis, bronkiektasis dan sindrom
Kartagener.

Sindrom

Kartagener

adalah

penyakit

autosomal

resesif

yang

berhubungan dengan sinusitis, situs inversus, infeksi pernafasan


berulang dan bronkiektasis.

Pasien

yang

hiperalergik

mungkin

memiliki

polip

yang

tidak

terhitung mengisi rongga hidung dan menghalangi sinus paranasal,


hal

ini

dapat

memberikan

penampilan

berkarakteristik

pada

pemeriksaan imaging. Penyakit ini sangat berkait erat dengan asma.


16

Sindrom Wiskott - Aldrich merupakan penyakit genetik yang bersifat


X-linked, resesif dan penyakit defisiensi imun tubuh yang dikaitkan
dengan infeksi berulang saluran pernapasan dan atau pneumonia,
sinusitis dan mastoiditis.

Sindrom Kuku Kuning (Yellow-nail syndrome) dikaitkan dengan efusi


pleura berulang,efusi perikardial, chylothorax, bronkiektasis dan
sinusitis.

Sindrom Muda (Young Syndrome) dikaitkan dengan azoospermia


sekunder pada obstruksi epididimis dan infeksi saluran pernapasan
berulang dan sinusitis.

Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung pada etiologi dari gejala rhinosinus. Tujuan
terapi sinusitis adalah:
a) Mempercepat penyembuhan,
b) Mencegah komplikasi
c) Mencegah perubahan menjadi kronik.
Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan KOM sehingga drenase
dan ventilasi sinus-sinus pulih alami.6,1
Medika Mentosa
1. Kebanyakan infeksi sinus akut disebabkan oleh virus, di mana
mayoritas

pasien

dapat

membaik

dalam

minggu

tanpa

pengobatan antibiotik.7
2. Gejala awal dari

infeksi saluran pernapasan atas dapat diobati

dengan obat-obatan lokal atau obat-obatan over-the-counter (OTC).


3. Irigasi dengan larutan salin normal direkomendasikan.
4. Dekongestan topikal, seperti oxymetazoline, dikombinasikan dengan
dekongestan

oral,

seperti

pseudoephedrine,

dapat

membantu

hidung tersumbat dan untuk drainase. Pasien dinasihatkan tidak


menggunakan vasokonstriktor nasal topikal untuk jangka masa yang
panjang karena adanya risiko rinitis medikamentosa. Drainase medis
dicapai dengan vasokonstriktor topikal dan sistemik. Vasokonstriktor
alpha-adrenergik per oral termasuk pseudoefedrin dan fenilefrin bisa
17

digunakan

selama

10-14

hari

untuk

mengembalikan

fungsi

mukosiliar dan drainase menjadi normal. Vasokonstriktor alphaadrenergik per oral bisa menyebabkan hipertensi dan takikardi,
maka mereka dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit
kardiovaskular. Obat ini juga dikontraindikasikan pada atlit yang mau
berkompetisi karena peraturan pertandingannya. Vasokonstriktor
topikal (Oxymetazoline hydrochloride) membantu drainase menjadi
baik, tetapi harus digunakan maksimal 3-5 hari, dengan peningkatan
risiko rebound congestion, vasodilatasi dan rinitis medikamentosa
bila digunakan untuk periode yang lama.5,6,7
5. Untuk rinosinusitis akut yang disebabkan oleh bakteri didapatkan
dari komunitas (community-acquired bakteri), antibiotik mengurangi
durasi penyakit dan membantu membasmi infeksi. Berdasarkan uji
klinis, amoksisilin, doxycycline, atau trimethoprim-sulfametoksazol
merupakan antibiotik yang disukai dan direkomendasikan selama 10
sampai 14 hari. Pilihan lain termasuk macrolide seperti azitromisin
atau

klaritromisin,

atau

sefalosporin

generasi

kedua/ketiga. 5

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis


akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan
mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Pada sinusitis,
antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah
hilang. 1
Antibiotik harus disediakan untuk pasien dengan gejala yang
disebabkan

oleh

bakteri.

Namun,

gejala

rinosinusitis

bakteri

biasanya tidak berbeda dari yang disebabkan oleh virus. Simptom


yang menunjukkan rinosinusitis bakteri termasuk demam, malaise
seluruh badan dan sakit kepala pada bagian frontal unilateral. Selain
itu rinosinusitis bakteri juga merupakan tanda komplikasi dini dan
terjadi pada pasien berisiko (immunodeficiency, usia lanjut, dll).
Infeksi bakteri harus dipertimbangkan jika gejala memburuk atau
gagal untuk membaik dalam 7-10 hari. Karena adanya peningkatan
resistensi penisilin pada bakteri patogen utama pada rinosinusitis,
jadi pemilihan antibiotik harus dipertimbangkan. Pada pasien yang
18

tidak beresiko resisten, amoksisilin merupkan terapi lini pertama.


Alternatif

lini

pertama

yang

lain

termasuk

trimethoprimsulfamethoxazole atau doxycycline.7


6. Flurokuinolon mungkin juga berguna, tetapi belum disetujui untuk
populasi anak. Penggunaan selama 10 hari dapat memberikan
pemberantasan 90 %.5
7. Jika tidak ada

perbaikan gejala klinis seperti penurunan batuk,

penurunan nanah hidung, resolusi demam atau berkurangnya


hidung tersumbat, standar pendekatan adalah dengan antibiotik lini
kedua dengan spektrum yang lebih luas dan diberikan lebih lama.
Jika responnya kurang pada antibiotik lini pertama, maka antibiotik
harus beralih ke cakupan yang lebih luas. Antibiotik lini kedua
termasuk amoksisilin-asam klavulanat, sefalosporin dan makrolida.5,7
8. Respons klinis dan pengobatan biasanya tergantung individual.5
9. Parameter praktis oleh Joint Task Force on Practice Parameters for
Allergy and Immunology menetapkan penilaian respons gejala
setelah 3-5 hari terapi dan diteruskan untuk tambahan 7 hari jika
ada perbaikan. Namun, jika tiada respon, antibiotik seharusnya
ditukar.7
10.

Tambahan steroid hidung dapat meningkatkan keberhasilan

pengobatan lebih tinggi. Kortikosteroid yang digunakan intranasal


bisa efektif dengan melemahkan respon inflamasi, meskipun pada
saat ini manfaat mereka masih tidak menyakinkan. Penggunaan
kortikosteroid sistemik mungkin memiliki kelebihan dibandingkan
dengan penggunaan intranasal, seperti tingkat terapeutik yang
tinggi dan tidak ada risiko pelepasan buruk disebabkan oleh
penyumbatan

hidung.

Review

Cochrane

baru-baru

ini

yang

mengenai terapi kortikosteroid sistemik untuk rinosinusitis akut,


melaporkan obat ini mempunyai efek mengguntungkan jangka
pendek.5,8
11.

Pengobatan

tambahan

lainnya

termasuk

mucoevacuants

untuk menipis sekresi lendir. Ini termasuk guaifenesin dan kalium


iodida. Golongan mukolitik (guaifenesin) secara teori mempunyai
19

manfaat

seperti

menipiskan

sekresi

mukus

dan

memperbaiki

drainase. Ia jarang digunakan untuk praktek klinis pengobatan


sinusitis akut.6,7
12.

Belum data tersedia yang menunjukkan bahwa antihistamin

bermanfaat pada sinusitis akut. Antihistamin mungkin berbahaya


karena ia mengeringkan membran mukus dan menurunkan klirens
sekresi. Antihistamin bermanfaat untuk mengurangkan obstruksi
ostiomeatal pada pasien dengan alergi dan sinusitis akut; tetapi ia
tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin pada pasien
sinusitis akut. Antihistamin mungkin memburukkan drainase dengan
terjadinya penebalan dan tertumpuknya(pooling) sekresi sinonasal.6
Antihistamin tidak diberikan rutin karena sifat antikolinergiknya
dapat menyebabkan sekret menjadi lebih kental. Bila ada alergi
berat, sebaiknya diberikan antihistamin generasi kedua.1
13.

Peran

antibiotik

dipertanyakan.

Pada

pada

rinosinusitis

penyakit

ini

kronis(CRS)

sangat

penting

masih
untuk

mengidentifikasikan faktor penyebab seperti rinitis alergi, kelainan


struktur, immunodeficiency, asap tembakau dan faktor lingkungan
atau kerja. Menurut Kelompok Kerja 2008 tentang CRS pada Dewasa,
antibiotik harus disediakan untuk pasien dengan sinus drainase yang
purulen. Lama pengobatan antibiotik masih kontroversial, tapi
pengobatan antibiotik untuk

jangka panjang selama 3-6 minggu

mungkin lebih efektif daripada jangka waktu yang lebih pendek.


Seperti pada rinosinusitis akut, perawatan lain

termasuk steroid

topikal dan irigasi sinus. Steroid oral jangka pendek mungkin


bermanfaat dalam mengobati

CRS terutama CRSwNP(chronic

rhinosinusitis with nasal polyps). Evaluasi lebih lanjut diperlukan


pada pasien yang gagal terapi medis dan mungkin memerlukan
intervensi bedah.
14.

Pada AFRs(allergic fungal rhinosinusitis), operasi biasanya

diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan menghapuskan mukus


yang menebal. Setelah intervensi bedah,

diberikan kortikosteroid

oral yang biasanya ditampering off secara bertahap ke dosis


20

terendah yang diperlukan untuk mengendalikan simptom. Selain itu,


semprotan

hidung

kortikosteroid

topikal

digunakan

untuk

mengendalikan peradangan.
15.

Pengobatan antibiotik kronis mungkin memerlukan cakupan

anaerobik, seperti klindamisin, amoksisilin/klavulanat, metronidazole


yang dikombinasikan dengan macrolide, atau

moksifloksasin.

Lamanya pengobatan adalah 4 sampai 6 minggu. 7


16.

Pasien sinusitis dengan penyebabnya dental atau mereka

dengan discharge yang berbau busuk, pengobatan anaerobik


diperlukan

dengan

menggunakan

klindamisin

atau

amoksisilin

dengan metronidazole.
17.

Pasien

dengan

sinusitis

nosokomial

akut

memerlukan

pengobatan intravena yang adekuat untuk organisme gram negatif.


Antibiotik aminoglikosida biasanya merupakan drug of choice karena
mempunyai cakupan yang baik pada gram negatif dan penetrasi
sinus. Seleksi antibiotik biasanya berdasarkan hasil kultur yang
diambil dari sekresi maksila.
18.

Selain dari pembedahan, komplikasi sinusitis akut ditangani

dengan

antibiotik

(cefotaxime,

intravena.

ceftriaxone)

dengan

Sefalosporin
kombinasi

generasi

ketiga

vancomycin

yang

memberikan penetrasi intrakranial yang adekuat, merupakan pilihan


pertama.6
19.

Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita

kelainan alergi yang berat.1


Non Medika Mentosa
1. Pembedahan umumnya dicadangkan untuk pasien dengan kelainan
anatomi dan hanya setelah terapi medis maksimal gagal. Kriteria
mutlak untuk operasi meliputi setiap perluasan infeksi atau adanya
tumor di rongga hidung atau sinus. Indikasi relatif termasuk sinusitis
bakteri akut berulang, obstruksi oleh poliposis hidung, rinosinusitis
kronis yang tidak responsif terhadap pengobatan dan penyakit
penyerta

seperti asma yang recalcitrant. Kerjasama

yang erat
21

dengan otolaryngologist berpengalaman sangat penting dalam


kasus-kasus

yang

sulit.

Bedah

sinus

endoskopi

fungsional(BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis


kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan
hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil
yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak
radikal.1,5
2. Jika perlu, dapat diberikan terapi seperti analgetik, pencucian rongga
hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi).1
Selain

itu,

simptomnya

juga

dapat

dikurangkan

dengan

humidifikasi/vaporizer, kompresi hangat, hidrasi yang adekuat dan nutrisi


seimbang.6
Pencegahan
1. Menghindari penularan infeksi saluran pernapasan atas dengan
menjaga kebiasaan cuci tangan yang ketat dan menghindari orangorang yang menderita pilek atau flu .
2. Disarankan
membantu

mendapatkan

vaksinasi

influenza

tahunan

untuk

mencegah flu dan infeksi berikutnya dari saluran

pernapasan bagian atas .


3. Obat antivirus untuk mengobati flu, seperti zanamivir (Relenza),
oseltamivir (Tamiflu), rimantadine (Flumadine) dan amantadine
(Symmetrel), jika diambil pada awal gejala, dapat membantu
mencegah infeksi .
4. Dalam beberapa penelitian, lozenges seng karbonat telah terbukti
mengurangi durasi gejala pilek.
5. Pengurangan stres dan diet yang kaya antioksidan terutama buahbuahan segar dan sayuran berwarna gelap, dapat membantu
memperkuat sistem kekebalan tubuh .
6. Rencana serangan alergi musiman .
a. Jika

infeksi

sinus

disebabkan

oleh

alergi

musiman

atau

lingkungan, menghindari alergen sangat penting. Jika tidak dapat


menghindari

alergen,

obat

bebas

atau

obat

resep

dapat

22

membantu. OTC antihistamin atau semprot dekongestan hidung


dapat digunakan untuk serangan akut.
b. Orang-orang yang memiliki alergi musiman dapat mengambil
obat antihistamin yang tidak sedasi(non sedative) selama bulan
musim-alergi.
c. Hindari menghabiskan waktu yang lama di luar ruangan selama
musim

alergi.

Menutup

jendela

rumah

dan

bila

mungkin,

pendingin udara dapat digunakan untuk menyaring alergen serta


penggunaan humidifier juga dapat membantu.
d. Suntikan alergi, juga disebut "imunoterapi", mungkin efektif
dalam mengurangi atau menghilangkan sinusitis karena alergi.
Suntikan dikelola oleh ahli alergi secara teratur selama 3 sampai
5 tahun, tetapi sering terjadi pengurangan remisi penuh gejala
alergi selama bertahun-tahun.
7. Menjaga supaya tetap terhidrasi dengan:
a. Menjaga kebersihan sinus yang baik dengan minum banyak
cairan supaya sekresi hidung tipis.
b. Semprotan hidung saline (tersedia di toko obat) dapat membantu
menjaga saluran hidung agar lembab, membantu menghilangkan
agen infeksius. Menghirup uap dari semangkuk air mendidih atau
mandian panas beruap juga dapat membantu.
c. Hindari perjalanan udara. Jika perjalanan udara diperlukan,
gunakan semprotan dekongestan nasal sebelum keberangkatan
untuk

menjaga

bagian

sinus

agar

terbuka

dan

sering

menggunakan saline nasal spray selama penerbangan.


8. Hindari alergen di lingkungan: Orang yang menderita sinusitis kronis
harus menghindari daerah dan kegiatan yang dapat memperburuk
kondisi seperti asap rokok dan menyelam di kolam diklorinasi.9
Komplikasi
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada
sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau
intrakranial.

Komplikasi infeksi rinosinusitis sangat jarang dan paling


23

sering terjadi pada anak dan imunocompromised. Perluasan yang tidak


terkendali dari penyakit bakteri atau jamur mengarah kepada invasi
struktur sekitarnya terutama orbital dan otak.5,6
Komplikasi mungkin timbul dengan cepat.

Komplikasi yang sering

adalah selulitis atau abses pada daerah preseptal atau orbita. Infeksi
preseptal diobati dengan antibiotik dan tidak diperlukan pembedahan.
Komplikasi yang lain mungkin memerlukan pengobatan pembedahan
segera. Perluasan pada postseptal mungkin terjadi dari penyebaran infeksi
melalui lamina papyracea(lapisan kertas), tulang tipis lateral pada sinus
ethmoid.

Sinus yang paling sering terkena adalah sinus ethmoid,

kemudian

sinus

frontal

dan

maksila.

Penyebaran

infeksi

melalui

tromboflebitis dan perkontinuitatum. Perluasan ini dapat melibatkan


pembuluh darah ethmoid yang mengakibatkan terjadinya trombosis .
Gejalanya meliputi edema kelopak mata yang progresif, eritema, chemosis
dan proptosis, yang jika tidak diobati, dapat berkembang menjadi
oftalmoplegia

dan

kebutaan.

Perluasan

pada

intrakranial

termasuk

terjadinya meningitis, abses epidural atau subdural, abses otak atau


sagital, atau trombosis sinus cavernosus. Setiap pasien dengan sejarah
rinosinusitis dan demam tinggi, peningkatan sakit kepala atau terjadi
perubahan

status

mental

harus

dicurigai

memiliki

komplikasi

intrakranial.1,5
Osteomielitis dapat menyebabkan komplikasi lokal. Pada tumor Pott
bengkak(Potts puffy tumor), osteomyelitis dari plate anterior dari tulang
frontal menyebabkan dahi edema. Hal ini merupakan komplikasi akut yang
membutuhkan bedah drainase. Osteomelitis dan abses subperiostal paling
sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anakanak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau
fistula pada pipi.1,5
Komplikasi

lokal

juga

dapat

terjadi

dari

mucoceles

atau

mucopyoceles. Mereka merupakan lesi kronis, dimana terjadinya cystic


pada sinus. Sinus frontal adalah yang paling sering terlibat. Mereka lambat
tumbuh dan mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum gejala
terjadi. Keterlibatan sinus frontal dapat menyebabkan perubahan pada
24

mata,

mengakibatkan

diplopia.

Dekompresi

sering

menyebabkan

hilangnya gejala. Erosi posterior oleh mucopyocele dapat menyebabkan


infeksi . Mucoceles terlihat pada anak-anak dengan cystic fibrosis.5
Komplikasi lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronik dan
bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan
paru disebut sinobronkitis. Selain itu juga dapat menyebabkan kambuhnya
asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.1
Prognosis
Sinusitis tidak menyebabkan kematian yang signifikan dengan
sendirinya. Namun, sinusitis yang berkomplikasi dapat menyebabkan
morbiditas dan dalam kasus yang jarang dapat menyebabkan kematian.
Sekitar 40 % kasus sinusitis akut membaik secara spontan tanpa
antibiotik. Perbaikan spontan pada sinusitis virus adalah 98 %. Pasien
dengan sinusitis akut, jika diobati dengan antibiotik yang tepat, biasanya
menunjukkan

perbaikan

yang

cepat.

Tingkat

kekambuhan

setelah

pengobatan yang sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak adanya respon
dalam waktu 48 jam atau memburuknya gejala, pasien dievaluasi kembali.
Rinosinusitis yang tidak diobati atau diobati dengan tidak adekuat dapat
menyebabkan

komplikasi

seperti

meningitis,

tromboflebitis

sinus

cavernous, selulitis orbita atau abses, dan abses otak.6


Pada pasien dengan rhinitis alergi , pengobatan agresif gejala hidung
dan tanda-tanda edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi
saluran keluar sinus, dapat mengurangkan sinusitis sekunder. Jika kelenjar
gondok

secara

kronis

terinfeksi,

pengangkatan

mereka

dapat

menghilangkan nidus infeksi dan dapat mengurangi infeksi sinus. 6

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.h.150-4.
2. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku
ajar penyakit tht. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 1994.h.173-240
3. Mark A. Zacharek, Preeti N. Malani, Michael S. Benninger. An
approach to the diagnosis and management of acute bacterial
rhinosinusitis. 2005. Diunduh dari
informahealthcare.com/doi/pdf/10.1586/14787210.3.2.271 . 24 April
2014.
4. Cummings CW. Radiology of nasal cavities and paranasal. Cumming
otolaryngology head and neck surgery. 4th edition. USA: Mosby;
2006.p.201.
26

5. Hallet R, Naguwa SM. Severe rhinosinusitis. Clinical reviews in


allergy and immunology. California : Human Press Inc. 2003;
5(3):177-90.
6. Brook I, Benson BE, Riauba L, Cunha BA. Acute sinusitis. Diunduh
dari http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview. 23
April 2014.
7. Georgy MS, Peters AT. Chapter 8: rhinosinusitis. Allergy Asthma Proc.
2012 ;33 Suppl 1:24-7
8. Venekamp RP, Bonten MJM, Rovers MM, Verheij TJM, Sachs APE.
Systemic corticosteroid monotherapy for clinically diagnosed acute
rhinosinusitis: a randomized controlled trial. CMAJ. 2012; 184: 751-7
9. Cunha J P, Stoppler M C, Doerr S. Sinus infection. Diunduh dari
http://www.emedicinehealth.com/sinus_infection/page12_em.htm#si
nus_infection_prevention, 23 April 2014.
10.

Meltzer EO, Hamilos DL. Rhinosinusitis diagnosis and

management for the clinician: a synopsis of recent consensus


guidelines. Mayo Clin Proc. 2011; 86 (5): 427-43
11.

Desrosiers M, Evans GA, Keith PK. Canadian clinical practice

guidelines for acute and chronic rhinosinusitis. Allergy Asthma Clin


Immunol. 2011;7(1):2
12.

Rhinosinusitis, diunduh dari : https://www.aaaai.org/conditions-

and-treatments/conditions-a-to-z-search/sinuses,-sinusitis,rhinosinusitis.aspx , 23 April 2014.

27

Anda mungkin juga menyukai