Psikologi dengan epistimologi sekuler menimbulkan berbagai
permasalahan dalam kehidupan manusia. Salah satunya adalah terjadinya bias dalam menentukan masalah normalitas dan abnormalitas. Akan muncul banyak pertanyaan yang belum terjawab bahkan oleh para psikolog sendiri. Apa yang dimaksud dengan prilaku abnormal. Dengan apa kita dapat membedakan prilaku abnormal dan prilaku normal. Berbagai pertanyaan ini selalu menjadi permasalahan tersendiri bagi para psikolog, hal ini disebabkan karena tidak adanya kesepakatan yang umum tentang apa itu abnormal.2 Pribadi normal secara relatif dekat dengan integrasi jasmani-rohani yang ideal, kehidupan psikisnya stabil, tidak memendam konflik batin dan pada umumnya memiliki mental yang sehat.3 Hal ini berlaku juga sebaliknya pribadi yang abnormal secara relatif jauh dari keseimbangan jasmani-rohani ada tingkat inferior dan superior dan memiliki mental yang tidak sehat. 4 Akan tetapi batasan antara abnormal dan normal itu sendiri pun masih dipertanyakan dan diperdebatkan. Definisi konsep dari abnormal bisa digambarkan pada satu atau lebih definisi berikut ini:5 o Abnormalitas Menurut Konsepsi Statistik. Secara statistik suatu gejala dinyatakan sebagai abnormal bila menyimpang dari mayoritas. Dengan demikian seorang yang jenius sama-sama abnormalnya dengan seorang idiot, seorang yang jujur menjadi abnormal diantara komunitas orang yang tidak jujur. o Abnormal menurut Konsepsi Patologis. Berdasarkan konsepsi ini tingkah laku individu dinyatakan tidak normal bila terdapat simptom-simptom klinis tertentu, 1 Kata abnormal pertama kali dikenal pada tahun 1817-an dan berasal dari bahasa latin abnormalis. Dan menurut Merriam Webster memiliki arti different from waht is normal or average, unusual especialy in a way that causes probelems. Lihat, Rita Soebagio, Homoseksual (LGBT) dan Problem Psikologi Sekuler, (Jurnal Islamia: Vol X No. 1 Januari 2016), hal 12. 2 Rita L Atkinson, Pengantar Psikologi Vol.2, terj. Nurdjannah Taufiq, (Jakarta: Erlangga, 1991), hal. 242. 3 Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, (Bandung: Mandar Maju, 1989), hal. 3. Lihat pula, Kartini Kartono, Hygine Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam, (Bandung: Mandar Maju, 1989), hal, 7-8. 4 Ibid. 5 Andrew R Getzfeld, Essential of Abnormal Psychology, ( New Jersey: John Wiley & Son, 2006), hal. 1-2. Lihat pula, Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, (Bandung: Mandar Maju, 1989), hal. 3-6.
misalnya ilusi, halusinasi, obsesi, fobia,dst. Sebaliknya individu yang tingkah
lakunya tidak menunjukkan adanya simptom-simptom tersebut adalah individu yang normal. o Abnormal menurut Konsepsi Penyesuaian Pribadi. Menurut konsepsi ini seseorang dinyatakan penyesuaiannya baik bila yang bersangkutan mampu menangani setiap masalah yang dihadapinya dengan berhasil. Dan hal itu menunjukkan bahwa dirinya memiliki jiwa yang normal. Tetapi bila dalam menghadapi maslah dirinya menunjukkan kecemasan, kesedihan, ketakutan, dst. yang pada akhirnya masalah tidak terpecahkan, maka dikatakan bahwa penyesuaian pribadinya tidak baik, sehingga dinyatakan jiwanya tidak normal. o Abnormalitas Menurut Konsepsi Sosio-Kultural. Setiap masyarakat pasti memiliki seperangkat norma yang berfungsi sebagai pengatur tingkah laku para anggotanya. Individu sebagai anggota masyarakat dituntut untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial dan susila di mana dia berada. Bila individu tingkah lakunya menyimpang dari norma-norma tersebut, maka dirinya dinyatakan sebagai individu yang tidak normal. o Abnormalitas menurut Konsepsi Kematangan Pribadi. Menurut konsepsi kematangan pribadi, seseorang dinyatakan normal jiwanya bila dirinya telah menunjukkan kematangan pribadinya, yaitu bila dirinya mampu berperilaku sesuai dengan tingkat perkembangannya. Tidak ada satupun dari definisi di atas memberikan rincian prilaku abnormal dengan sangat memuaskan. Dalam banyak beberapa definisi tersebut haruslah dipertimbangkan dalam mendiagnosa seseorang abnormal atau tidak. Mengingat sulitnya membangun konsep difinisi abnormal para ahli psikolog belum bersepakat mengenai definisi abnormal secara spesifik. Melihat sifat abnormal yang begitu relatif seorang psikater dari Amerika Thomaz Szchas Stephen pada tahun 1960-an menyatakan bahwa penyakit mental hanyalah sebuah mitos karena bukanlah penyakit yang sesungguhnya tetapi hanyalah perubahan gaya hidup. 6 Pendirian ini adalah pendirian paling extrim diantara para ilmuan yang lain. Karena jika kita melihat secara menyeluruh apabila ada penyakit fisik maka semestinya penyakit mental juga ada. Definisi abnormalitas yang cukup penting dan menjadi rujukan teori bagi perkembangan DSM saat ini adalah yang dikemukakan oleh Jerome Wakefield dengan Teori Disfungsi yang Merugikan, dimana gangguan mental adalah: ...sebuah disfungsi yang merugikan, kerugian yang merupakan batasan nilai yang didasarkan pada berbagai norma sosial dan disfungsi adalah batasan ilmiah yang mengacu kepada kegagalan mekanisme mental untuk menjalankan fungsi alamiah sebagaimana yang dirancang oleh evolusi. Jadi konsep gangguan menggabungkan komponen nilai dan komponen ilmiah.7 Definisi yang hampir sama dijelaskan oleh 6 Thomas S. Szasz, Myth of Mental Illness: Foundation of a Theory of Personal Conduct, (New York: Harper Perrenial, 1974), hal. 262. 7 J.C. Wakefield, The Concept of Mental Disorder: On the Boundary betwen Biological Facts and Social Values, (American Psychology,1992), hal. 47.
Durand bahwa abnormalitas adalah gangguan kejiwaan yang
berhubungan dengan tekanan atau hambatan keberfungsian dan tanggapan yang sifatnya tidak khusus dan tidak pula diharapkan menurut standar budaya masyarakat.8 Melihat dari definisi diatas konteks diatas terlihat bahwa konteks sosial budaya menjadi landasan utama dalam penentuan konsepsi abnormalitas dan normalitas, hal ini tentunya berakibat bahwa suatu konsep norma di masyarakat tertentu bisa menjadi abnormal di masyarakat yang lain.9 Melihat berbagai berbagai definisi yang ada bisakah psikologi sekuler menempuh kata sepakat dengan nilai moral dan agama dalam menentukan konsepsi normal dan abnormal. Kondisi ini memperlihatkan bahwa para psikolog muslim harus mengambil jalan untuk memisahkan diri dari berbagai pemikiran, pendapat, dan kajian psikologi yang bersifat sekuler.
8 a psychological dysfunction that is associated with ditress or
impairment in finction and a response that is not typical or culturally expected.lihat, Vincent Mark Durand, Essentials of Abnormal Psychology, ( Wadsworth: Cengage Learning, 2013), hal.2. 9 Rita Soebagio, Homoseksual (LGBT) dan Problem Psikologi Sekuler, (Jurnal Islamia: Vol X No. 1 Januari 2016), hal. 22.