Anda di halaman 1dari 5

EKOSISTEM TERRESTRIAL

*Ismail S. Alaydrus, *Putri Sintya Dewi, *Sinta RPM, *Lia Nur Oktaviani, *Iqbal Almukhlisin, *Citra
Kenanga, *Wiwi Sevtiani
Mardiansyah, M.Si, Dina Anggraini, S.Si
Muhammad Fazri Hikmatyar
*Program Studi S-1 Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
Jl. Ir. H. Juanda No.95, Ciputat, Tangerang 15412
Email: malizzshadow@yahoo.com
Rabu, 3 April 2013

Abstract

Kata Kunci: alat, laboratorium, nama alat lab, fungsi alat lab, praktikum lapangan ekologi

Pendahuluan
Untuk kelanjutan kehidupan dan menjamin
kesejahteraannya,
manusia
tidak
mungkin
mengabaikan upaya mencegah degradasi bebagai
fungsi tanah. Ekosistem terestrial merupakan
komponen lingkungan hidup yang vital bagi
makhluk hidup yang menghuninya.
Ekosistem terestrial meliputi komponen
biotik dan abiotik, faktor-faktor abiotik ini secara
garis besar dapat di bagi atas faktor fisika dan faktor
kimia. Faktor fisika antara lain suhu, kadar air,
porositas, dan tekstur tanah, sedangkan faktor kimia
antara lain salinitas, PH, kadar organik tanah, dan
unsur-unsur mineral tanah (Suin ,1997). Sifat fisika
tanah merujuk pada perilaku mekanik termal, optik,
koloidal, dan hidrologi tanah. Perilaku ini
menghadirkan sejumlah parameter yang dapat
diamati dan diukur. Sifat kimia tanah meliputi
keasaman dan senyawa organik tanah. Keasaman
bersumber dari sejumla senyawa. Air adalah sumber
kecil ion H karena disosiasi molekul H2O lemah.
Faktor abiotik lainnya adala iklim mikro
(Notohadiprawiro, 1998). Iklim mikro adalah
variasi iklim pada skala beberapa kilometer, meter
atau bahkan centimeter, biasanya diukur dalam
waktu yang terlalu pendek. Iklim mikro
mempengaruhi bentuk permukaan yang meliputi
ketinggian, vegetasi, warna tanah, topografi dan
temperatur (Molles,2000). Adanya pepohonan
mempengaruhi struktur tanah dan erosi, sehingga
mempengaruhi pengadaan air dalam tanah. Tajuk
pohon dan serasah mencegah jatuhnya air hujan

langsung pada permukaan tanah sehingga mencegah


erosi, sedangkan humus memperbesar daya serap
tanah terhadap air (Soetrisno, 1988).
Ekologi tanah mempelajari hubungan antara
biota tanah dan lingkungan, serta hubungan antara
lingkungan
serta
biota
tanah.
Secara
berkesinambungan hubungan ini dapat saling
menguntungkan satu sama lain, dan dapat pula
merugikan satu sama lain. Menurut Fitri (2011),
Faktor yang mempengaruhi kualitas tanah pada
bagian fisiknya adalah tekstur tanah, bahan organik,
agregasi, kapasitas lapang air, drainase, topografi,
dan iklim. Sedangkan yang mempengaruhi pada
bagian pengolahannya adalah Intensitas pengolahan
tanah, penambahan organik tanah, pengetesan pH
tanah, aktivitas mikrobia dan garam. Tanah sebagai
habitat biota tanah sebagai medium alam untuk
pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisiologinya.
Tanah menyediakan nutrisi, air dan sumber karbon
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
aktivitasnya. Di dalam hal ini, lingkungan tanah
seperti faktor abiotik (yang meliputi sifat fisik dan
kimia tanah) dan faktor biotik (adanya biota tanah
dengan tanaman tingkat tinggi) ikut berperan dalam
menentukan tingkat pertumbuhan dan aktivitas
biota tanah tersebut.
Untuk melihat pengaruh faktor abiotik
terhadap biota tanah, maka dilakukan pengukuran
faktor-faktor abiotik seperti intensitas cahaya.

Metode
Praktikum ini dilakukan di lingkungan
lapangan parkir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada hari Rabu, 27 Maret 2013 Pukul 13.00 WIB.
Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum ini
adalah tali rafia, meteran, dan Lux Meter.
Metode yang digunakan dalam pengamatan
ini adalah analisis vegetasi yang menggunakan plot.
Ditarik garis sepanjang 5 meter dari vegetasi/ pohon
yang dipilih, pada setiap interval 0,5 m diletakkan
plot berukuran 1 x 1 meter hingga terbentuk 5 plot.
Setelah dibentuk menjadi 5 plot, pada setiap
plot diukur intensitas cahaya dengan menggunakan
Lux Meter untuk dibandingkan. Dan kanopi pohon
diukur dengan roll meter dan dicatat.

Analisis Data
Pada setiap plot diamati jenis tumbuhan
serta jumlahnya, yang kemudian dicatat dalam
bentuk Microsoft Excel dan dianalisis dengan
menggunakan Indeks Margalev atau indeks
kekayaan jenis. Indeks Margalev menurut Magurran
(1988) memiliki rumus sebagai berikut:
D = (S 1) / ln N
Keterangan:
D: Indeks Margalev
S: Jumlah seluruh jenis yang ditemukan
ditiap kuadrat
N: Jumlah individu seluruh jenis yang
ditemukan ditiap kuadrat

Hasil dan Pembahasan


Dari praktikum yang telah dilakukan,
didapatkan hasil yang diubah menjadi bentuk kurva
dan
histogram
sebagai
berikut.

Gambar 1. Histogram Jumlah Individu pada


Setiap Jenis Tumbuhan

Berdasarkan histogram yang tertera pada


gambar 1, didapat hasil bahwa tumbuhan yang
memiliki jumlah individu paling dominan adalah
tumbuhan dari famili Poaceae atau Gulma dengan
jumlah 1007 individu, berikutnya famili asteraceae
memiliki jumlah paling banyak kedua dengan
jumlah 82 individu. Adapun tumbuhan lain seperti
famili Graminaceae, Marciliaceae, tumbuhan Sp 1,
Amaranteceae, Cyperaceae, dan tumbuhan Sp 2
berturut-turut memiliki jumlah individu yang
beragam. Dan famili Angsana (Papilionaceae)
memiliki jumlah paling sedikit sebanyak 1 individu.
Dari hasil ini menunjukkan bahwa penyebaran jenis
tumbuhan di lingkungan kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tidak merata. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu seperti
kesuburan tanah pada suatu vegetasi, intensitas
cahaya pada suatu tempat tersebut dan kandungan
nutrisi yang berada dalam tanah. Keadaaan tanah
yang kurang subur berpengaruh terhadap keadaan
tegakan yang terbentuk pada tanah tersebutSeperti
yang diungkapkan oleh Soerianegara dan Indrawan
(2002) bahwa tumbuhan mempunyai korelasi yang
sangat nyata dengan tempat tumbuh (habitat) dalam
hal penyebaran jenis, kerapatan dan dominansinya.
Keberadaan suku tumbuhan yang hidup pada suatu
wilayah berkorelasi positif dengan kondisi
lingkungannya. Djufri (1993) mengemukakan
bahwa tumbuhan dapat digunakan sebagai indikator
suatu lingkungan dan alat ilmiah untuk
menganalisis lingkungan. Kelima jenis tersebut
secara ekologi tumbuhan dikenal sebagai jenis
eksklusif (istimewa) dalam hal nilai kuantitatif baik
frekuensi, densitas, maupun dominansinya. Di
samping itu dapat digunakan sebagai jenis indikator
pada komunitas tegakan hutan pinus pada basis
yang setara, baik topografi maupun kondisi habitat
dan lingkungan mikronya. Sedangkan jenis yang
lain memiliki nilai penting rendah (lebih kecil dari
20%). Gejala demikian umumnya dijumpai pada
tipe vegetasi yang mengarah kepada kondisi
klimaks dan stabil (Djufri, 1995).

Indeks Margalef

2.5
2
1.5
1
0.5
0

Intensitas Cahaya (Plot)

Gambar 2. Kurva Hubungan Intensitas Cahaya


dengan Indeks Margalev
Berdasarkan kurva yang tertera pada
Gambar 2, Plot 0 atau plot yang berada pada pohon
acuan memiliki intensitas cahaya sebesar 10,556
kilolux dimana berdasarkan Indeks Margalev yang
didapat 1,93839 (Lampiran). Plot berikutnya yaitu
plot 1 memiliki intensitas cahaya sebesar 9,472
Kilolux, plot 2 sebesar 7,85 kilolux , plot 3 sebesar
15,57 Kilolux, pada plot 4 sebesar 28,08 dan plot
terakhir yaitu plot 5 memiliki intensitas cahaya
paling besar yaitu 38,844. Perbedaan intensitas
cahay ini dipengaruhi oleh kanopi pohon acuan.
Intensitas cahaya akan lebih besar apabila plot atau
tempat sampling menjahui kanopi, karena pada
suatu vegetasi yang terdapat dibawah naungan
kanopi pohon tidak akan mendapat cahaya yang
menembus kanopi pohon yang lebat. Kelembaban
tanah dan intensitas cahaya merupakan faktor
lingkungan yang cenderung dipengaruhi oleh
keberadaan jenis pohon, dengan nilai korelasi
berturut-turut 0,691 dan -0,618. Variasi tajuk pohon
akan menyebabkan beragamnya intensitas cahaya
yang diterima lantai hutan, hal ini akan berpengaruh
juga pada tingkat kelembaban tanah di bawahnya.
Nilai korelasi yang tidak jauh berbeda ini
membuktikan bahwa kedua faktor lingkungan ini
sangat berkaitan erat satu sama lain. Berubahnya
ketinggian di suatu tempat menyebabkan
berubahnya iklim mikro di tempat tersebut seperti
intensitas cahaya, suhu dan kelembaban udara
(Polunin, 1990; Kaufman, 1989; Heddy et al.,
1986).
Kesimpulan dari praktikum ini adalah,
faktor abiotik seperti intensitas cahaya sangat
berpengaruh terhadap kekayaan jenis dan
persebaran tumbuhan. Disamping itu, dalam sebuah
vegetasi terjadi kompetisi yang mendasar terhadap
luas kanopi pohon yang membuat setiap vegetasi
berbeda intensitas cahayanya.

Daftar Pustaka
-

Lampiran
No
1

Nama Alat

Anemometer

2
GPS (Global
Positioning System)

Soil Tester

Termometer tanah

Gambar Alat

Lux meter

Saringan bertingkat

Klinometer

Meteran

Anda mungkin juga menyukai