Anda di halaman 1dari 10

EKSPLORASI PENGARUH FAKTOR FISIKA DAN KIMIA PADA

LINGKUNGAN MIKRO YANG BERBEDA TERHADAP TEMPERATUR


SERTA KELEMBABAN UDARA DAN KADAR ORGANIK TANAH

YESSI SULISTYANI
Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP
Universitas Riau 28293
Email : yessityan2015@gmail.com
ABSTRAK
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi faktor
fisika dan kimia pada lingkungan mikro yang berbeda pada daerah tanah terbuka,
tanah transisi dan tanah ternaung. Kegiatan praktikum ini dilakukan pada 14-17
Oktober 2016 di Kebun Biologi, Hutan Arboretum dan di Laboratorium
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau. Metode yang digunakan dalam
percobaan ini adalah metode eksperimen. Adapun parameter pada praktikum ini
temperature, kelembaban udara, dan pH pada lingkungan mikro. Data disajikan
dalam bentuk table serta dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil
pengamatan, dapat disimpulkan bahwa pada pengukuran temperatur udara dan
tanah daerah transisi memiliki temperatur yang tertinggi dan pada pengukuran
kelembaban udara daerah ternaung memiliki kelembaban yang tertinggi,
sedangkan pengukuran kadar organik tanah daerah ternaung yang memiliki kadar
organik tertinggi. Karena ada faktor yang mempengaruhinya yaitu penyinaran
cahaya matahari secara langsung, suhu dan curah hujan serta faktor lainnya. Dari
hasil pengukuran diperoleh bahwa semakin tinggi suhu pada daerah tersebut maka
semakin rendah kelembaban udaranya. Kesalahan hasil pengamatan pengukuran
ini disebabkan oleh praktikan tidak teliti dalam memilih daerah terbuka.
Kata Kunci : Temperatur,Kelembaban, PH, Daerah Terbuka, Daerah Transisi,
Daerah Ternaung
PENDAHULUAN
Makhluk hidup dapat melangsungkan hidupnya jika makhluk hidup
tersebut mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi lingkungan dapat berupa suhu, cahaya, temperatur dan lain
sebagainya. Faktor-faktor ini juga merupakan komponen abiotik dalam ekosistem.
Faktor lingkungan abiotik secara garis besar dapat dibagi atas faktor fisika dan
faktor kimia. Faktor fisika antara lain ialah suhu, kadar air, porositas, dan tekstur
tanah. Faktor kimia antara lain adalah salinitas, pH, kadar organik tanah, dan
unsur-unsur mineral tanah.
Faktor lingkungan abiotik sangat menentukan struktur komunitas hewanhewan yang terdapat di suatu habitat. Suatu kondisi diberi takrif sebagai suatu

faktor lingkungan abiotik yang berbeda dalam ruang dan waktu, dan terhadap
kondisi ini makhluk memberi tanggapan secara berbeda-beda.
Faktor yang mempengaruhi tanah tidak hanya sekedar factor fisika, namun
juga factor kimia yaitu salah satunya pH. pH adalah tingkat keasaman atau
kebasa-an suatu benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0
hingga 14. Sifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 7 dan sifat basa mempunyai
nilai pH 7 hingga 14.
Pengelompokan kemasaman tanah adalah sebagai berikut:
a. Sangat masam untuk pH tanah < 4,5
b. Masam untuk pH tanah berkisar antara 4,5 s/d 5,5
c. Agak masam untuk pH tanah berkisar antara 5,6 s/d 6,5
d. Netral untuk pH tanah berkisar antara 6,6 s/d 7,5
e. Agak alkalis untuk pH tanah berkisar antara 7,6 s/d 8,5
f. Alkalis untuk pH tanah > 8,5.
Tanah adalah suatu bentangan alam yang tersusun dari bahan-bahan
mineral yang merupakan hasil proses pelapukan batu-batuan dan bahan organik
yang terdiri dari organisme tanah dan hasil pelapukan sisa tumbuhan dan hewan
lainnya. Tanah terdiri atas fase padat, cair dan gas. Fase padat terdiri dari bahan
organik (sisa tumbuhan, hewan dan organisme tanah), bahan anorganik (pecahan
batu-batuan, mineral tanah dan senyawa hasil pelapukan). Fase cair adalah air
yang mengisi sebagian atau seluruh ruang pori tanah yang tidak diisi oleh air.
Struktur tanah menunjukkan kombinasi atau susunan partikel-partikel
tanah primer (pasir, debu, dan liat) sampai pada partikel-partikel sekunder yang
disebut juga agregat. Struktur suatu horizon yang berbeda satu profil tanah
merupakan satu ciri penting tanah, seperti warna tekstur atau komposisi kimia.
Struktur mengubah pengaruh tekstur dengan memperhatikan hubungan
kelembaban udara. Bahan organik merupakan sebuah bahan utama pewarnaan
tanah tergantung pada keadaan alaminya, jumlah dan penyebaran dalam profil
tanah tersebut. Bahan organik biasanya tertinggi di lapisan permukaan tanah di
daerah sedang warna permukaan tanahnya agak gelap.
Suhu tanah yang merupakan salah satu contoh faktor fisika tanah
mengalami perubahan dari pengembunan secara terus menerus pada kedalaman
yang dangkal di banyak tanah di daerah Alaska yang beku sampai ke Hawai yang
tropis, dimanapun jarang ditemukan suhu tanah dapat mencapai 100 0F (37,80 C)
pada hari yang panas sekalipun. Pada kebanyakan permukaan bumi, suhu tanah
harian jarang mengalami perubahan pada kedalaman 20inchi (51 cm). tapi
dibawah kedalaman tersebut suhu tanah akan mengalami perubahan yang secara
lambat menunjukkan pertambahan derajat suhu sekitar 20F.
Temperatur dan kelembaban umumnya penting dalam lingkungan daratan.
Interaksi antara temperatur dan kelembaban, seperti pada khususnya interaksi
kebanyakan faktor, tergantung pada nilai nisbi dan juga nilai mutlak setiap faktor.
Temperatur memberikan efek membatasi yang lebih hebat lagi terhadap
organisme apabila keadaan kelembaban adalah ekstrim, yakni apabila keadaan

tadi sangat tinggi atau sangat rendah daripada apabila keadaan demikian itu adalah
sedang-sedang saja.
pH tanah adalah faktor kimia tanah penting yang menggambarkan sifat
asam atau basa tanah. Nilai pH tanah adalah nilai negatif logaritma dari aktivitas
ion hidrogen tanah. Besarnya nilai pH tanah dipengaruhi oleh banyak faktor
diantaranya jenis batuan induk, tipe vegetasi dan aktivitas pemupukan. pH tanah
menentukan kelarutan unsur-unsur hara dalam larutan tanah, sehingga pH akan
memengaruhi ketersediaan unsur-unsur hara bagi tumbuhan. Pengukuran pH
tanah dapat dilakukan dengan pH-meter elektronik, soil tester dan kertas pH
universal.
Kadar air tanah adalah konsentrasi air dalam tanah yang biasanya
dinyatakan dengan berat kering. Kadar air pada kapasitas lapang adalah jumlah air
yang ada dalam tanah sesudah kelebihan air gravitasi mengalir keluar dan dengan
nyata, biasanya dinyatakan dengan persentase berat. Kadar air pada titik layu
permanen adalah yang dinyatakan dengan persentase berat kering. Pada saat daun
tumbuhan yang terdapat dalam tanah tersebut mengalami pengurangan kadar air
secara permanen sebagai akibat pengurangan persediaan kelembaban tanah.
Bahan organik tanah terbentuk dari jasad hidup tanah yang terdiri atas
flora dan fauna, perakaran tanaman yang hidup dan yang mati, yang
terdekomposisi dan mengalami modifikasi serta hasil sintesis baru yang berasal
dari tanaman dan hewan. Humus merupakan istilah yang sangat popular dan
terbentuk dari bermacam-macam senyawa organik. Sedangkan bahan organik
merupakan istilah yang lebih netral. Humus merupakan bahan organik tanah yang
sudah mengalami prubahan bentuk dan bercampur dengan mineral tanah. Sumber
bahan organik tanah adalah hasil fotosintesis, yaitu bagian atas tanaman seperti
daun, duri, serta tanaman lainnnya.
METODOLOGI PENELITIAN
Kegiatan praktikum ini dilakukan pada 14-17 Oktober 2016 di
Laboratorium Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau.
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah termohygrometer untuk
mengukur temperatur dan kelembaban udara, neraca analitik, botol aquades,
cawan porseli, indikator pH, botol gelas mineral, oven dan furnace. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah kertas indikator pH, aquades, tanah 20g dari daerah
yang berbeda yaitu daerah terbuka, daerah transisi dan daerah ternaung. Pada
percobaan pengaruh factor fisika (temeperatur dan kelembapan udara) dan factor
kimia tanah (pH) pada lingkungan mikro yang berbeda (daerah terbuka, daerah
tansisi, dan daerah ternaung) terlebih dahulu lokasi ditentukan untuk pengukuran
temperature dan kelembaban udara. Daerah terbuka yang menjadi sampel
penelitian adalah areal kebun disamping gazebo kebun biologi, daerah transisi
adalah daerah di sekitar gazebo mendekati jalan yang membatasi antara kebun
biologi dengan arboretum dan daerah ternanung adalah hutan arboretum
dibelakang kebun bilogi dengan jarak kedalaman hutan sekitar 15 m. Pengukuran
temperature udara dan kelembaban udara dilakuakan dengan menggunakan
termohygrometer yang sudah dikalibrasi sebelumnya. Pengukuran berlangsung
masing-masing selama 5 menit pada dua ketinggian yang berbeda yaitu ketinggian

1 m dan ketinggian 2 m. Pengukuran temperature tanah menggunakan


thermometer. Pengukuran dilakukan pada dua keadaan yaitu pengukuran
temperature di permukaan tanah dan pada kedalaman 30 cm dari permukaan tanah
tersebut dengan dilakukan pengulangan pengukuran sebanyak dua kali.
Kegiatan yang dilakukan pada pengukuran pH tanah adalah dengan cara
melarutkan masing-masing sampel tanah dengan akuades secukupnya kemudian
dicelupkan kertas indicator pH dan dicocokan warnanya dengan indicator pH
yang sudah disediakan. Pada pengukuran kadar air tanah, ketiga sampel diambil
sebanyak 20 gr dan diamsukan ke dalam cawan porselin dan dimasukkan
kedqalam oven pada suhu 105C selama dua jam. Setelah dioven, tanah ditimbang
kembali dan dikur kadar airnya dengan menggunakan rumus :
Kadar Air Tanah = (Berat Basah Berat Kering) x 100%
Berat Basah
Pada pengukuran kadar organik tanah, tanah yang sudah dimasukkan
kedalam oven, kemudian di furnace. Tanah ditimbang kembali dan diukur kadar
organik tanah dengan menggunakan rumus :
Kadar Organik Tanah = (Berat Kering Berat Abu) x 100%
Berat Kering
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil Pengukuran Temperatur udara, Kelembaban Relatif udara dan
intensitas cahaya pada daerah ternaung, transisi dan terbuka (terdedah)
Ketinggia Temperatur Udara (C)
Kelembaban Udara
Keteranga
n
(%)
n
1
2
Rerata
1
2
Rerata
(m)
1
35,8
34,7
35,25
39
45
42
Daerah
2
34,9
34,2
34,55
42
44
43,5
Ternaung
1
37,4
39,9
38,65
34
30
32
Daerah
2
40
39,3
39,95
28
25
26,5
Transisi
1
36
38
38
41
38
39,5
Daerah
2
36,5
38,5
38,5
38
36
37
Terbuka
Berdasarkan Tabel 1, Pengukuran temperatur udara pada masing-masing
daerah yang berbeda dengan ketinggian 1m dan 2m setelah dilakukan
pengulangan sebanyak dua kali dengan selang waktu 5 menit diperoleh didaerah
terbuka dan daerah transisi mengalami peningkatan dengan rerata pada ketinggian
1m daerah terbuka 38(C) dan ketinggian 2m 38,5(C) serta pada ketinggian 1m
daerah transisi 38,65(C). Hal ini terjadi karena pada daerah terbuka dan transisi
mendapatkan penyinaran cahaya matahari secara langsung sehingga menyebabkan
semakin lama temperatur udara pada daerah tersebut meningkat. Berbeda dengan
daerah ternaung dan daerah transisi pada ketinggian 2m yang mengalami
penurunan temperatur udara pada saat pengulangan. Hal ini dikarenakan daerah

tersebut ditutupi pepohonan sehingga temperatur yang diperoleh rendah. Pada


hasil pengamatan daerah terbuka lebih rendah daripada daerah transisi disebabkan
kesalahan praktikan dalam memilih daerah terbuka, dimana daerah terbuka
tersebut mendekati gazebo sehingga menghambat penyinaran matahari secara
langsung. Padahal berdasarkan teori daerah terbuka memiliki temperatur lebih
tinggi daripada daerah transisi.
Pada pengukuran kelembaban udara pada daerah terbuka, transisi dan
ternaung, diperoleh daerah ternaung memiliki kelembaban udara paling tinggi
dengan rerata 43,5% sedangkan kelembaban udara paling rendah adalah pada
daerah transisi dengan rerata 26,5%. Hal ini terjadi karena daerah transisi
memiliki temperatur udara lebih panas yang diakibatkan mendapat penyinaran
matahari secara langsung. Untuk kelembaban udara tempat terbuka dengan rerata
37% dikarenakan adanya beberapa tempat yang terlindungi penyinaran matahari
secara langsung. Hasil pengamatan yang diperoleh yaitu semakin tinggi
temperatur udara di suatu daerah maka semakin rendah kelembaban udara pada
daerah tersebut.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya temperatur dan
kelembaban udara, yaitu: (1) Sudut datang sinar matahari. (2) Jarak bumi dan
matahari. (3) Ketinggian tempat (4) Pengaruh angin (5) Suhu. (6) Ketersediaan air
disuatu tempat (air tanah).
Tabel 2. Hasil Pengukuran Temperatur tanah pada daerah ternaung, transisi dan
terbuka (terdedah)
Temperatur Tanah (C)
Keteranga
Ketinggian
pH
1
2
Rerata
n
Permukaan
30
30
30
Daerah
4
dl=30cm
29
29
29
Ternaung
Permukaan
36
35
35,1
Daerah
5
dl=30cm
33
31
32
Transisi
Permukaan
34
33
33,5
Daerah
5
dl=30cm
31
32
31,5
Terbuka
Rerata
32,16
31,66
26,89
Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi temperatur
tanah pada suatu permukaan tanah maka semakin rendah temperatur tanah pada
kedalaman 30cm dari permukaan tanah tersebut.
Pengukuran temperatur tanah pada permukaan tanah dan kedalaman 30cm
dengan menggunakan thermometer Hg. Diperoleh daerah transisi memiliki
temperatur tanah tertinggi dengan rerata 35,1 C pada permukaan tanah dan 32 C
pada kedalaman 30cm. Hal ini dikarenakan pada daerah terbuka dekat dengan
gazebo sehingga mengambat penyinaran cahaya matahari maka mendapatkan
pengukuran temperatur rendah dibandingkan dengan daerah transisi.
Pada pengukuran PH tanah dengan menggunakan tanah di daerah terbuka,
transisi dan ternaung. Dari hasil pengamatan diperoleh pH tertinggi pada daerah
terbuka dan daerah transisi yaitu dengan pH 5 yang bersifat asam. Sedangkan

daerah ternaung merupakan daerah yang memiliki pH terendah yaitu dengan pH 4


yang bersifat lebih asam dibandingkan dengan daerah terbuka dan transisi. Hal ini
disebabkan pengaruh penyinaran matahari secara langsung, suhu udara menjadi
panas sehingga tanah menjadi keringdan kekurangan air dan tanah cenderung
bersifat asam.
Pada pengukuran Kadar Air Tanah (KAT), dapat menggunakan rumus :
Kadar Air Tanah = (Berat Basah Berat Kering) x 100%
Berat Basah
Diketahui :
Berat basah
= 20g
Daerah terbuka = 16,25g
Daerah ternaung = 16,20g
Ditanya :
KAT daerah terbuka?
KAT daerah ternaung?
Diperoleh:
Daerah terbuka
KAT = {( BB BK )} x 100%
BB
= {( 20 16,25 )} x 100%
20
= 0,1875 x 100%
= 18,75%

Daerah Ternaung
KAT = {( BB BK )} x 100%
BB
= {( 20 16,20 )} x 100%
20
= 0,19 x 100%
= 19%

Dari perhitungan kadar air tanah diatas maka diperoleh berat daerah
ternaung memiliki kadar air lebih tinggi yaitu 19% dengan berat kering 16,20g
sedangkan pada daerah terbuka kadar air 18,75% dengan berat kering 16,25g. Hal
ini dikarenakan faktor cahaya yang terhambat oleh pohon-pohon akibatnya pada
tanah ternaung akan banyak mengandung air karena akar pohon yang dapat
menyimpan cadangan air didalam tanah. Persediaan air dalam tanah tergantung
dari banyaknya curah hujan atau air irigasi, kemampuan tanah menahan air,
besarnya evapotraspirasi (penguapan langsung melalui tanah dan melalui
vegetasi), dan tingginya muka air tanah. Selain itu tekstur tanah juga merupakan
faktor kadar air didalam tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya
menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus. Oleh karena itu, tanah
ternaung lebih banyak mengandung air karna memiliki tekstur tanah yang halus.

Kondisi kelebihan air ataupun kekurangan air dapat mengganggu pertumbuhan


tanaman dan tingkat kesuburan tanah.
Pada pengukuran Kadar Organik Tanah (KOT), dapat menggunakan rumus
:
Kadar Organik Tanah = (Berat Kering Berat Abu) x 100%
Berat Kering
Diketahui :
Berat kering
= 5g
Daerah terbuka = 4,87g
Daerah ternaung = 4,48g
Ditanya :
KOT daerah terbuka?
KOT daerah ternaung?
Diperoleh:
Daerah terbuka
KOT = {( BK BA )} x 100%
BK
= {( 5 4,87 )} x 100%
5
= 0,026 x 100%
= 2,6%

Daerah Ternaung
KOT = {( BK BA )} x 100%
BK
= {( 5 4,48 )} x 100%
5
= 0,104 x 100%
= 10,4%

Dari perhitungan kadar organik tanah diatas maka diperoleh tanah


ternaung memiliki kadar organik lebih tinggi yaitu 10,4% dengan berat abu
sebesar 4,48g. Sedangkan tanah terbuka memiliki kadar organik yaitu 2,6%
dengan berat abu 4,87g. Hal ini disebabkan karena faktor kedalaman tanah, iklim,
tekstur tanah dan drainase. Kedalaman lapisan menentukan kadar bahan organik
Semakin ke bawah kadar bahan organik semakin berkurang. Faktor iklim yang
berpengaruh adalah suhu dan curah hujan. Makin ke daerah dingin, kadar bahan
organik semakin tinggi. Tekstur tanah juga cukup berperan, makin tinggi jumlah
liat maka makin tinggi kadar bahan organik tanah. Pada tanah dengan drainase
buruk, dimana air berlebih, oksidasi terhambat karena kondisi aerasi yang buruk
sehingga menyebabkan kadar bahan organik tinggi daripada tanah berdrainase
baik. Apabila semakin tinggi kandungan bahan organic di dalam tanah maka juga
akan mencerminkan semakin tinggi kadar air dan ketersediaan air di dalam tanah.

Hal ini dikarenakan bahan orgaik tanah memiliki pori-pori mikro yang lebih
banyak dibandingkan partikel mineral tanah.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
temperatur udara di suatu daerah maka semakin rendah kelembaban udara pada
daerah tersebut. Tetapi pada pengamatan kami terjadi kegagalan tidak sesuai teori
untuk temperatur udara disebabkan karena tidak terlalu tepat untuk memilih
daerah terbuka, sehingga terdapat hasil pengamatan kami yang tidak sesuai
dengan teori.
Persediaan air dalam tanah tergantung dari banyaknya curah hujan atau air
irigasi, kemampuan tanah menahan air, besarnya evapotraspirasi (penguapan
langsung melalui tanah dan melalui vegetasi), dan tingginya muka air tanah.
Kadar organic tanah dipengaruhi oleh intensitas cahaya, vegetasi dan tekstur
tanah. Semakin tinggi intensitas cahaya, semakin sedikit vegetasi, dan semakin
kasar tekstur tanah, maka kandungan air tanah akan rendah, begitu pula
sebaliknya.Pada kadar organik, tekstur tanah juga cukup berperan, semakin tinggi
jumlah liat maka makin tinggi kadar bahan organik tanah

DAFTAR PUSTAKA

Atmojo, S.W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah Dan
Upaya Pengolahannya. Sebelas Maret University Press: Surakarta.
Balasubramian, V. 2005.Bahan Organik Tanah.www.lemlit.unud.ac.id, diakses
pada tanggal 22 Oktober 2016.
Buckman, H. O., and Brady. 1982. Ilmu Tanah. Bharata Karya Aksara : Jakarta.
Fatchan, Ahmad. 2013. Geografi Tumbuhan dan Hewan. Jakarta: Ombak.
Ismal, Gazali. 1998. Ekologi Tumbuhan dan Tanaman Pertanian (Pengantar
ke Agroekologi). Padang: Angkasa Raya
Hakim. N., dkk. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung :
Lampung.
Hanafiah, 2010. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT.Rajagra Findo Persada.
Madjid.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo: Jakarta.
Hardjowigeno. S., 1993. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo : Jakarta.
Indranada K. Henry. 1994. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Bumi Aksara.
Jakarta.
Lugito. 2012. Organisme Tanah dan Bahan Organik Tanah, (Online), (
http://lugito-center.blogspot.co.id/2012/11/nama-lugito-npm-1114121122prodi.html, diakses tanggal 15 Oktober 2015).
Madjid. 2010. http://repository.usu.ac.id.pdf//Kadar-Air-Tanah diakses tanggal 22
Oktober 2016
Priambada,I.D., J.Widodo dan R.A. Sitompul. 2005. Impact of Landuse Intency
on Microbal Community in Agrocosystem of Southern Sumatra International
Symposium on Academic Exchange Cooperation Gadjah Mada University
and Ibraki University. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Victorious. 2012. Penetapan Status P, K dan C organic Untuk Tanah Organik dan
Anorganik.http://victorious-a.blogspot.com/2012/03/penetapan-status-p-k-dan
-corganic.html, diakses pada tanggal 22 Oktober 2016.
Watoni, A.H., dan Buchari. 2000. Studi Aplikasi Metode Potensiometri Pada
PenentuanKandungan Karbon Organik Total Tanah.JMS Vol. 5 No. 1, hal. 23
40.
Supriadi, Andrian Purba Marpaung. 2014. Pengaruh Ketinggian Tempat dan
Kemiringan Lereng Terhadap Produksi Karet (Hevea brasiliensis Muell.
Arg.) Di Kebun Hapesong PTPN III Tapanuli Selatan. Jurnal Online
Agroekoteknologi. Medan: Program Studi Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian USU Medan. (Online) diakses tanggal 20 Oktober 2016.
.

Anda mungkin juga menyukai