Anda di halaman 1dari 18

Manifestasi klinis

Multipel sistem atropi adalah penyakit neurogeneratif dengan onset dewasa yang ditandai
dengan kegagalan otonom yang progresif, tanda-tanda parkinsonism, dan ataksia sereberal
dan tanda-tanda piramidal dengan kombinasi yang bervariasi. Seperti penyakit parkinson,
multipel sistem atropi memiliki fase prodormal pada 20%-75% kasus, yang mana termasuk
disfungsi seksual, urinari urgensi, inkontinensia atau retensi, hipotensi orthostatik, stridor
inspirasi, dan gangguan tidur fase REM, beberapa bulan hingga tahun sebelum gejala motorik
pertama muncul.
a. Kegagalan Otonom
Kegagalan otonom awal dan berat adalah tanda kunci dari multipel sistem atropi, dan
area yang paling sering terkena adalah urogenital dan kardiovaskular. Hipotensi
orthostatik dapat mengindikasikan adanya kegagalan otonom. Hipotensi orthostatik yang
berat didefinisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik setidaknya 30mmHg atau
tekanan darah diastolik 15 mmHg setelah berdiri selama 3 menit, yang mana hal ini
merupakan tanda utama kegagalan otonom dari sistem kardiovaskular. Penurunan
ortostatik ini biasanya disertai dengan kompensasi peningkatan denyut jantung yang
tidak adekuat untuk tekanan darah yang turun. Tekanan darah dapat bertambah turun
karena obat-obatan, kehilangan cairan, konsumsi makanan, peningkatan suhu, dekondisi
fisik. Hipotensi ortostatik dapat simptomatik dan nonsimptomatik. Dimana hipotensi
ortostatik simptomatik bermanifestasi klinis sebagai sinkop yang berulang, lightheadness (pusing), kelemahan, mual, tremulousnes, nyeri kepala, atau coat-hanger pain
(Nyeri pada daerah leher dan bahu) saat berdiri. Gangguan lain yang diketahui yang
dapat menyebabkan hipotensi orthostatik, seperti diabetes melitus dengan gangguan
neuropati, harus dieksklusi atau setidaknya diperhitungkan. Hipotensi post-prandial dan
hipertensi saat supinasi dan malam hari menyertai hipotensi ortostatik pada sebagian
kasus dengan multipel sistem atropi.
Disfungsi ereksi biasanya merupakan gejala awal dari multipel sistem atropi terutama
pada pria, hanya sedikit informasi tentang disfungsi seksual pada wanita. Hiposensitifitas
saat berhubungan merupakan tanda disfunsi seksual pada wanita. Karena prevalensi
disfungsi ereksi meningkat seiring dengan peningkatan usia, maka gejala ini
spesifisitasnya rendah; tapi fungsi ereksi yang masih bagus tidak mendukung diagnosis
multipel sistem atropi. Keluhan berkemih umum pada populasi yang tua, tapi
inkontinensia urin yang baru muncul dan onsetnya tidak dapat dijelaskan, terutama pada

pria, dan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna meningkatkan kemungkinan
diagnosis multipel sistem atropi.
Gangguan pernafasan merupakan karakteristik dari multipel sistem atroopi. Stridor saat
inspirasi pada malam atau siang hari dapat muncul pada 50% pasien sewaktu-waktu,
tetapi lebih sering pada penyakit yang lebih lanjut dibandingkan pada tahap-tahap awal,
dan sleep apneu muncul pada sekitar 40% pasien. Stridor saat inspirasi pada malam hari
yang episodik dapat muncul bersamaan dengan sleep apneu. Tanda lain dari kegagalan
otonom pada multipel sistem atropi termasuk konstipasi, abnormalitas motorik pupil dan
kegagalan vasomotor dan termoregulator dengan keringat yang berkurang dan pada
akhirnya tidak ada.
b. Parkinsonism
Sebagian besar pasien multipel sistem atropi mengalami parkinsonism (bradikinesia
dengan rigiditas, tremor, atau instabilitas postur) pada beberapa tahap. Tremor yang
timbul biasanya iregular dan postural/action, sering disertai dengan mioklonus, tapi
klasik tremor (pill roling) jarang ditemukan. Parkinsonism yang terjadi bisa asimetris.
Instabilitas postur, sesuai dengan didefinisikan pada poin 30 dari Unified Parkinsons
Disease Rating Scale (UPDRS) bagian 3 (pemeriksaan motorik), dikatakan terjadi lebih
awal dan lebih progesif dibandingkan pada penyakit parkinson. Gangguan tidur fase
REM dan obstruktif sleep apneu sering terjadi pada multipel sistem atropi, namun juga
mempengaruhi pada pasien dengan penyakit parkinson dan secara diagnostik tidak
definite.
c. Serebelar Ataksia
Serebelar ataksia menonjol pada Multipel Sistem Atropi dengan predominan Cerebellar
(MSA-C). Tanda serebelar terdiri dari gaya jalan (gait) yang lebar, pergerakkan kaki
yang tidak terkoordinasi, tremor aksi, nistagmus spontan, gaze-evoked, atau nistagmus
positional downbeat. Ataksia gait merupakan tanda yang paling umum pada MSA-C,
yang juga sering disertai dengan ataksia bicara (disatria serebelar) dan disfungsi
okulomotor serebelar. Ataksia limb mungkin dapat dijumpai tapi tidak semenonjol
gangguan gaya jalan ataupun gangguan bicara. Meskipun nistagmus gaze-evoked
sebagian besar terjadi pada tahap akhir pasien dengan MSA-C, abnormalitas okulomotor
fase awal dapat tidak melibatkan nistagmus, tapi melibatkan square wave jerks, jerky
pursuit, dan dismetri saccades.

Gambar 1. Presentasi klinis multidisiplin dari Multipel Sistem Atropi

Gambar 2. Perjalanan Penyakit Multipel Sistem Stropi


DIAGNOSIS

Diagnosis multipel sistem atropi bergantung pada riwayat klinis dan pemeriksaan neurologis.
Multipel sistem atropi sukar didiagnosis, terutama pada awal onset perjalanan penyakit.
Secara klinis, ciri utama multipel sistem atropi termasuk kegagalan otonom, parkinsonism,
ataksia sereberal dan tanda-tanda piramidal.
Konferensi konsensus diagnosis yang diadakan tahun 1998 menentukan dua kategori
diagnosis, yaitu Multipel Sistem Atropi dengan predominan Parkinsonism (MSA-P) dan
Multipel Sistem Atropi dengan predominan Cerebellar (MSA-C). Kriteria konsensus yang
sudah direvisi memberikan tiga tingkatan kriteria diagnosis yaitu possible, probable dan
definite. Dimana kriteria diagnosis definite memerlukan bukti neuropatologis dari degenerasi
multisistem saraf dimana diperlukan temuan neuropatologis inklusi sitoplasma glial asynuclein-positive dengan atropi concomitant olivopontocerebellar atau degenerasi
striatonigral. Sementara itu diagnosis possible dan probable multipel sistem atropi
berdasarkan manifestasi klinis dan alat imaging, dimana sebagai tambahan tanda-tanda
pendukung seperti red flag dan warning sign dan juga tanda yang tidak mendukung dapat
dipertimbangkan. Beberapa pemeriksaan juga dapat dilakukan berdasarkan kriteria
konsensus, ini termasuk pemeriksaan fungsi vaskular otonom, elektromiografi dan
neuroimaging. Kriteria diagnosis untuk possible dan probable Multipel sistem atropi dapat
dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.

Tabel 1. Kriteria diagnosis Multipel Sistem Atropi Probable


Onset Sporadis, progresif, dewasa (>30 tahun) yang ditandai dengan
Kegagalan otonom yang melibatkan inkontinensia urin (ketidakmampuan untuk
mengendalikan pengeluaran urin, dengan disfungsi ereksi pada pria) atau hipotensi
orthostatik selama 3 menit berdiri terjadi penurunan setidaknya 30 mmHg sistolik
atau 15 mmHg Diastolik ,dan
Parkinsonism (bradikinesia dengan rigiditas, tremor atau instabilitas postur) yang
berespon buruk terhadap pengobatan levodopa , atau
Sindrom serebelar (gait ataksia dengan diastria serebelar, limb ataksia, atau disfungsi
okulomotor serebelar)
Tabel 2. Kriteria diagnosis Multipel Sistem Atropi Possible
Onset Sporadis, progresif, dewasa (>30 tahun) yang ditandai dengan
Parkinsonism (bradikinesia dengan rigiditas, tremor atau instabilitas postur, atau
Sindrom serebelar (gait ataksia dengan diastria serebelar, limb ataksia, atau disfungsi
okulomotor serebelar), dan
Sekurang-kurangnya satu tanda yang menandakan disfungsi otonom (urinari urgensi,

frekuensi, pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna, disfungsi ereksi, atau
penurunan tekanan darah ortostatik signifikan, yang tidak jelas sebabnya, yang tidak
termasuk dalam kriteria diagnosis Multipel Sistem Atropi Probable
Sekurang-kurangnya satu tanda tambahan yang ada pada Tabel 3

Tabel 3. Tanda tambahan dari Multipel Sistem Atropi Possible


Possible MSA-P atau MSA-C
Tanda Babinski dengan hiper-reflek
Stridor
Possible MSA-P
Parkinsonism yang berkembang sangat cepat
Respons yang buruk terhadap levodopa
Instabilitas postur selama onset 3 tahun
gait ataksia, diastria serebelar, limb ataksia, atau disfungsi okulomotor serebelar
Disfagia selama onset 5 tahun
MRI ditemukan atropi putamen, middle cerebellar penducle, pons, atau serebelum
FDG-PET Scan ditemukan hipometabolisme di putamen, batang otak, atau serebelum
Possible MSA-C
Parkinsonism (bradikinesia dan rigiditas)
MRI ditemukan atropi putamen, middle cerebellar penducle, atau pons
FDG-PET Scan ditemukan hipometabolisme di putamen
PET atau SPECT scan ditemukan denervasi presinaps nigrostriatal dopaminergik
Tabel 4. Tanda-tanda yang mendukung (red flag) dan yang tidak mendukung diagnosis
Multipel Sistem Atropi
Tanda yang mendukung
Distonia orofasial
Disproportionate antecollis
Camptocormia (anterior fleksi spine berat) dan/atau Sindrome Pisa (lateral fleksi
spine berat)
Kontraktur dari tangan atau kaki
Inspiratory sigh
Disfonia berat
Disatria berat
Snoring baru atau bertambah berat
Tangan dan kaki dingin
Tertawa atau menangis patologis
Jerky,tremor mioklonik postural/action
Tanda yang tidak mendukung

Klasik resting tremor (pill rolling)


Neuropati yang signifikan secara klinis
Halusinasi yang tidak disebabkan oleh obat-obatan
Onset setelah usia 75 tahun
Riwayat keluarga parkinsonism atau ataksia
Demensia (berdasarkan DSM-IV)
Lesi white matter yang menandakan multipel sklerosis

Gambar 1. Sindrom Pisa pada pasien multipel sistem atropi


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis dari multipel sistem atropi terletak pada anamnesis riwayat pasien dan
pemeriksaan neurologis. Beberapa pemeriksaan tambahan dapat dilakukan berdasarkan
kriteria konsensus. Ini termasuk tes fungsi kardiovaskular dan otonom, EMG eksternal
sphincter, dan neuroimaging. Beberapa studi sebelumnya dilakukan pada pasien dengan
multipel sistem atropi yang lanjut, validitas diagnosis dengan pemeriksaan tambahan pada
fase awal multipel sistem atropi masih harus ditentukan lebih lanjut.
a. Tes Fungsi Otonom
Tes Fungsi otonom merupakan pemeriksaan wajib yang merupakan

bagian dari

proses diagnosis dan pendekatan klinis pada pasien dengan multipel sistem atropi.
Temuan gangguan otonom yang berat pada tahap awal penyakit, meningkatkan
kemungkinan diagnosis penyakit multipel sistem atropi. Hasil patologis dari tes fungsi

otonom pada pasien dengan multipel sistem atropi harus segera diterapi secara
spesifik untuk meningkatkan kualitas pasien dan mencegah komplikasi sekunder
seperti luka karena akibat hipotensi atau infeksi pada saluran kencing.
1.1 Fungsi Kardiovaskular
Riwayat pingsan postural atau bukti lain dari hipotensi ortostatik harus ditelusuri pada
semua pasien yang dicurigai multipel sistem atropi. Setelah mendapatkan riwayat
yang lengkap, pemeriksaan fungsi kardiovaskular harus dilakukan. Berdasarkan
konsensus American Autonomic Society and the American Academy of Neurology,
hipotensi ortostatik didefinisikan sebagia penurunan tekanan darah 20 mmHg atau
lebih pada sistolik, atau 10 mmHg atau lebih pada diastolik. Ini berdasarkan
pemeriksaan tekanan darah dan denyut jantung noninvasif pada tilt-table testing.
Dimana pada kriteria konsensus, multipel sistem atropi memerlukan hipotensi
ortostatik dengan derajat yang lebih berat. Kegagalan otonom kardiovaskular pada
multipel sistem atropi pada dasarnya menggambarkan degenerasi dari jalur otonom
sentral dengan kegagalan baroreflek, dimana pada penyakit parkinson idiopatik
ditandai dengan deposisi badan lewi pada ganglia simpatis jantung dan pleksus
enterik. Mencari perbedaan pada patologi dan pemeriksaan otonom kardiovaskular
dari kedua hal ini dapat membedakan multipel sistem atropi dengan penyakit
parkinson berdasarkan derajat keparahan, distribusi dan pola defisit otonom yang
mana dapat meningkat dengan peningkatan durasi dan frekuensi tes.
1.2 Fungsi Kandung Kemih
Penilaian fungsi bladder wajib dilakukan pada pasien dengan multipel sistem atropi
dan biasanya memberikan bukti keterlibatan dari sistem saraf otonom pada fase awal
penyakit. Penelusuran riwayat dari frekuensi miksi, kesulitan dalam mengawali dan
menahan miksi dan ada tidaknya inkontinensia urin, dan urinalisis standar dapat
digunakan untuk mengeksklusi infeksi. Volume residu post miksi perlu ditentukan
secara sonografi atau lewat kateterisasi. Pada beberapa pasien, hanya cystometri yang
dapat membedakan antara hipokontraktil fungsi destrusor dengan dissinergi hiperrefleksia sphinkter-destrusor. Sphinkter elektromyelografi (EMG) dapat juga
digunakan untuk mengetahui apakah ada hiper-refleksia dari destrusor. Gambaran
patologis dari EMG sphinkter memperlihatkan aktivitas spontan, prolong dari durasi
aksi potensial, dan juga poliphasia yang ditemukan pada banyak pasien dengan
probable MSA walaupun tidak diketemukan gejala kegagalan urogenital. Hasil false
positif bisa didapatkan dari transabdominal prostatektomi atau prosedur pembedahan
lain didaerah pelvis. Di lain hal, neurogenik EMG sphinkter dapat membedakan

dengan baik antara fase awal dari penyakit parkinson idiopatik dengan MSA-P dan
juga idiopatik-late onset dari ataksia serebelar.
b. Neuroimaging
1.1 Transkranial sonografi
Transkranial sonografi dapat membantu untuk mendiagnosis multipel sistem
atropi dengan memperlihatkan normoechogenicity dari substantia nigra, yang
mana kontras dengan hyperechogenicity pada kebanyakan penyakit parkinson
idiopatik. Tetapi data ini didapatkan dari pasien yang secara klinis definit, yang
mana nilai prediktif pada pasien di fase awal masih harus ditentukan lebih lanjut.
Terlebih lagi, membedakan multipel sistem atropi dengan penyakit parkinson
susah, dimana berdasarkan kriteria Transkranial sonografi termasuk ukuran third
ventrikel dan echogenicity lentiform. Pada akhirnya hasil diagnostik dari
Transkranial sonografi tergantung pada accoustic temporal bone window yang
memadai.
1.2 CT-Scan
CT-scan dapat normal pada multipel sistem atropi, tetapi pada setengah pasien
mungkin terdapat atropi dari batang otak, serebelum, dan yang jarang korteks
serebelar. Secara umum, sensitifitas dan spesifitas dari CT-Scan cukup rendah,
oleh karena itu semua pasien yang dicurigai multipel sistem atropi harus diperiksa
menggunakan MRI.
1.3 MRI
MRI yang dilakukan pada pasien dengan multipel sistem atropi sering, tapi tidak
selalu, menunjukkan atropi dari serebelar vermis dan, yang kurang dinilai, yaitu
serebelar hemisfer.
Imaging T2 mungkin menunjukkan perubahan tipikal seperti hipointensitas
putaminal, hiperintensitas periputaminal (tanda rim), atropi batang otak dan
middle cerebellar peduncle, dan tanda hot cross bun.
Didapatkan juga bukti dari pengecilan pons dan juga middle serebelar peduncles,
yang membedakan MSA-C dari atropi serebelar. Pola atropi infratentorial tampak
pada MRI yang berhubungan dengan proses patologis dari Olivopontoserebelar
atropi yang memperngaruhi serbelar vermis dan hemisfer, middle serebelar
peduncles, pons dan batang otak bagian bawah. Perubahan MRI mungkin tidak
dapat dibedakan dari pasien dengan ataksia serebelar autosom dominan.
Pengukuran MRI patologis dari basal ganglia pada MSA seperti lebar dari
substantia nigra pars compacta, nucleus lentiformis head of caudate ditetapkan
dengan kurang baik dan penilaian dengan mata telanjang sering tidak dapat

diandalkan. Pada kasus yang lebih lanjut atropi putaminal mungkin dapat
dideteksi dan dihubungkan dengan keparahan dari gejala ekstrapiramidal. Tetapi
pada salah satu studi berdasarkan MRI gambaran morfometri dua dimensi dari
basal ganglia telah terbukti tidak membantu pada saat awal diferensial diagnosis
dari pasien dengan parkinsonism dengan pengobatan levodopa yang tidak
responsif. Sebuah proses signifikan dari atropi hingga dibawah batas normal
diamati pada serebelum, lobus frontal, dan temporal, yang memperlihatkan
keterlibatan sereberal hemisfer, terutama lobus frontal.
Abnormalitas pada MRI mungkin dapat termasuk bukan hanya atropi, tapi juga
tanda abnormalitas pada gambaran T2-weighted didalam pontoserebelar sistem
dan putamen. Tanda hiperintensitas terkadang terlihat diantara pons dan middle
cerebellar peduncles dimana diperkirakan menggambarkan degenerasi dari serat
pontoserebelar dan oleh karena itu bersamaan dengan atropi yang bernilai pada
area ini, mengindikasikan lokasi mayor dari patologis pada olivopontoserebelar
tipe multipel sistem atropi (MSA-C). Karakterisrik perubahan tanda pada
infratentorial pada imaging T2-weighted 1.5 Tesla RI (tanda hot cross bun) juga
dapat menguatkan diagnosis klinis dari multipel sistem atropi.

Gambar 1. Temuan tipikal pada MRI 1.5 Tesla pada pasien multipel sistem atropi:
atopi pontine dengan tanda hot cross bun (segitiga pada gambar A) dan juga
hiperintensitas lateral rim-like sepanjang putamen (tanda rim) bersama dengan
hipointensitas intraputaminal (segitiga pada gambar B)
Hipointensitas dari putaminal telah diusulkan sebagai abnormalitas yang spesifik
dan sensitif pada pasien dengan multipel sistem atropi yang menggambarkan
peningkatan deposisi besi. Tetapi, abnormalitas serupa dapat ditemukan pada
pasien dengan penyakit parkinson klasik, atau dapat ditemukan pada pasien tanpa

gangguan basal ganglia. Baru-baru ini dikatakan tanda perubahan hipointensitas


putaminal lebih sering dapat diamati pada multipel sistem atropi daripada
penyakin parkinson. Pola yang terdiri dari hipointensitas dan hiperintensitas dari
imaging T2 didalam putamen merupakan tanda MRI yang sangat spesifik dari
multipel sistem atropi, dimana hipointensitas saja merupakan tanda sensitif, tapi
bukan spesifik dari multipel sistem atropi. Tanda hiperintensitas berhubungan
dengan mikrogliosis dan astrogliosis yang reaktif yang menonjol atau kadar besi
yang paling tinggi pada studi MRI post-morte. Konagaya dkk melaporkan pada
sebuah kasus multipel sistem atropi, hiperintensitas celah pada batas putaminal
menggambarkan pelebaran celah antar jaringan yang dikarenakan penyusutan dan
penipisan yang berat dari putamen.
Diffusion-weighted imaging, mungkin dapat menggambarkan sebuah alat
diagnostik yang berguna yang mampu memberikan bantuan tambahan untuk
diagnosis MSA-P, walau hanya dengan pengukuran searah potongan, dapat
embedakan MSA-P dengan pasien baik dengan penyakit parkinson dan relawan
yang sehat pada nilai basis rADC (regional apparent diffusion coefficient).
Peningkatan nilai rADC pada MSA-P kemungkinan menggambarkan degenarasi
striatal, dimana studi neuropatologi menunjukkan striatum yang intak pada
penyakit parkinson. Tapi karena, pada progresif supranuklear palsi dibandingkan
dengan pasien penyakit parkinson, rADC juga meningkat signifikan pada baik
putamen ataupun globus pallidus. Peningkatan nilai rADC pada putaminal tidak
membedakan MSA-P dengan progresif supranuklear palsi.
Apakah magnetik resonance volumetrik akan berkontribusi terhadap diagnosis
banding multipel sistem atropi dengan kelainan parkinson yang lain masih perlu
dikonfirmasi. Schulz dkk menemukan penurunan signifikan pada rata-rata volume
striatal dan batang otak pada pasien dengan MSA-P, MSA-C dan progresif
supranuklear palsi, dimana pada pasien MSA-P dan MSA-C juga menunjukkan
penurunan dalam volume serebelar.
1.4 Imaging Fungsional
Analisis dari Single-photon emission tomography (SPECT) atau positron emission
tomography

(PET)

mengggunakan

parameter

statistik

mapping

telah

menunjukkan denervasi spesifik dopaminergik dari otak tengah. Sebagai


tambahan, gambaran dari denervasi striatal dopaminergik yang ditemukan pada
pasien dengan idiopatik late onset serebelar ataksia mendukung diagnosis dari
MSA-C. Ikatan Striatal dopamine D2-receptor dapat ditentukan dengan SPECT

atau PET dan biasanya menurun pada pasien dengan multipel sistem atropi,
dimana pada pasien dengan penyakit parkinson idiopatik ditemukan normal atau
meningkat.

Fluorodeoxyglucose

(FDG)PET

biasanya

menunjukkan

hipometabolisme pada striatum, batang otak, dan serebelum pada pasien dengan
multipel sistem atropi.
Kebanyakan pasien dengan penyakit parkinson idiopatik, bahkan yang tanpa
gejala otonom berlebihan, menunjukkan penurunan inervasi simpatis jantung
menggunakan metaiodobenzylguanidine (MIBG) scintigraphy atau F-dopamine
PET, dimana pemeriksaan ini biasanya normal pada pasien multipel sistem atropi
dan progresif supranuklear palsi. Tetapi, beberapa pasien penyakit parkinson
idiopatik mungkin menunjukkan uptake MIBG yang normal dimana denervasi
simpatis jantung dapat terjadi pada multipel sistem atropi.
c. Patologi
Perubahan neuropatologi didalam susunan saraf pusat pada multipel sistem atroipi
melibatkan berbagai regio termasuk, striatum, substantia nigra pars compacta, locus
coerulus, serebelum, nukleus pontine, inferior olives, dan intermediolateral column.
Distribusi selektif dari degenerasi neuron pada regio yang berhubungan secara
anatomis menunjukkan proses degenerasi yang berhubungan. Dua tipe subklinis dari
multipel sistem atropi yaitu MSA-P dan MSA-C, memperlihatkan pola neuropatologis
yang menonjol walaupun saling overlapping, yang melibatkan sistem striatonigral
pada MSA-P dan sistem olivopontoserebelar pada MSA-C.
Beberapa tahun lalu, Glial Cytoplasmic Inclusion (GCI) yang mengandung filamen synucleins dan juga berbagai protein sitoskletal lainnya telah ditentukan sebagai tanda
selular dari multipel sistem atropi. Sejak saat itu multipel sistem atropi
diklasifikasikan sebagai -synucleinopathy, bersama dengan penyakit parkinson
idiopatik dan Demensia lewy body. Berdasarkan hal ini, pada pernyataan konsensus
kedua, diagnosis dari multipel sistem atropi memerlukan bukti alpha-synucleins
positive yang banyak dan berlimpah di sistem saraf pusat yang berkaitan dengan
perubahan neurodegenrasi didalam sistem striatonigral atau olivopontoserebelar untuk
diagnosis definite dari multipel sistem atropi. Walaupun lokalisasi GCI tersebar luas,
mereka muncul lebih menonjol pada area yang dipengaruhi kehilangan neuronal yang
berat dan juga mereka berhubungan dengan derajat keparahan dan durasi dari
penyakit.

Gambar 1. Glial citoplasmic inclusion pada multipel sistem atropi: (A) didalam
globus pallidus (Gallyas silver impregnation); (B) di pontine base (-synuclein); (C)
di white matter frontal (anti-ubiquitin); (D) neuronal cytoplasmic inclusion dan
neurites di pontine base (-synuclein) (perbesaran 400X).
Sebagai tambahan, neuronal cytoplasmic inclusions (NCI) dan neuronal nuclear
inclusions (NNI) telah dilaporkan ditemukan pada multipel sistem atropi, terutama
pada putamen, substantia nigra, nukleus olivary inferior ,korteks motorik, dentate
gyrus, dan pontine nuclei. NCI, NNI, dan neuron yang abnormal tidak menunjukkan
korelasi spasial dengan distribusi CGI. Perubahan myelin awal pada multipel sistem
atropi telah ditunjukkan baru-baru ini dengan keberadaan perubahan protein dasar
myelin dan p25. Protein p25 juga disebut tubulin polymerization promoting protein
(TPPP), telah menunjukkan kolokalisasi dengan CGI -synuclein-positive dan
berakumulasi secara abnormal di oligodendrosit pada multipel sistem atropi.
Perpindahan dari p25 menuju sel bodi oligodendroglial telah dideteksi pada awal
multipel sistem atropi, yang menandakan bahwa kejadian ini menyebabkan rusaknya
myelin yang diikuti oleh agregasi -synuclein dan neurodegenerasi sekunder. Temuan
ini telah menunjukkan bukti tambahan untuk mempertimbangkan multipel sistem
atropi sebagai oligodendrogliopati dengan akumulasi GCI yang menyebakan
degenerasi myelin oligodendroglia. Lesi yang berhubungan dengan alpha-synuclein
telah dikaitkan dengan perubahan neuropatologis yang lain seperti neuronal loss,

mikrogliosis reaktif, aktivasi mikroglial, deposis besi dan degenerasi myelin. Secara
khusus, aktivasi mikroglial menunjukkan bahwa mekanisme neuroinflammatory juga
terlibat dalam patogenesis multipel sistem atropi.
MANAJEMEN
Penyebab pasti dari multipel sistem atropi masih belum diketahui, dan saat ini tidak ada
terapi yang dapat mengembalikan atau terbukti dapat menunda proses penyakit ini. Prinsip
penanganan dari multipel sistem atropi meliputi pendekatan multidisplin dengan penanganan
simptomatis dan perbaikan kualitas hidup. Dimana strategi terapi saat ini berpusat pada
penggantian dopamin dan perbaikan kegagalan otonom.
1.1 Terapi Simptomatis
1.1.1 Parkinsonism
Hanya sedikit uji acak terkontrol yang dilakukan pada multipel sistem atropi, secara
praktis management multipel sistem atropi berdasarkan bukti empiris atau studi tunggal
acak.
a. Agen Dopaminergik
L-Dopa secara luas digunakan sebagai pilihan terapi anti parkinsonism pada multipel
sistem atropi walaupun uji acak terkontrol dari L-dopa tidak pernah dilakukan.
Walaupun secara fakta pasien multipel sistem atropi secara umum dipercaya tidak
atau sedikit berespon terhadap terapi dopaminergik, efikasi sering bertahan hingga
beberapa tahun yang telah didokumentasikan hingga 40% KASUS. Tetapi keuntungan
pengobatan ini hanya sesaat pada sebagian besar subjek, menyisakan 90% pasien
dengan MSA-P dengan L-dopa tidak responsif untuk jangka waktu yang panjang.
Respon dari L-dopa harus diuji dengan memberikan dosis eskalasi selama periode tiga
bulan hingga setidaknya 1000mg perhari (jika perlu dan dapat ditoleransi). Diskinesia
yang disebabkan L-dopa melibatkan otot orofasial dan leher yang terjadi pada 50%
pasien dengan MSA-P, terkadang tanpa keuntungan motorik. Tidak ada uji coba
tekontrol dengan dopamine -agonis , agen ini diperkirakan tidak lebih efektif dari Ldopa dan kurang ditoleransi.
Lisuride dilaporkan efektif hanya pada satu dari tujuh pasien. Heinz dkk melaporkan
keuntungan penggunaan infus subkutan lisuride secara kontinu pada empat pasien
dengan olivopontoserebelar atropi dan gejala parkinsonis yang berat. Goetz dkk
melaporkan penggunaan bromocriptine dengan doses 10-80mg perhari memberikan
keuntungan pada lima pasien, yang mana sebelumnya memiliki respon yang baik
dengan L-dopa dan pada satu pasien yang sebelumnya tidak memiliki respon dengan
L-dopa. Saat ini tidak ada laporan tentang penggunaan ergolene dan non-ergolene

dopamin seperti pergolide, cabergoline, ropinirole atau pramiprexole. Beberapa pasien


dengan multipel sistem atropi dilaporkan juga munculnya atau adanya perburukan
dari hipotensi postural pada saat awal terapi dopaminergik.
b. Agen Antikolinergik
Agen antikolinergik biasanya tidak memperbaiki gejala motorik, tapi agen
antikolinergik mungknin dapat membantu jika sialorrhea (mengiler) didapatkan parah
dan menganggu. N-methyl D-aspartate receptor antagonists pada uji coba jangka
pendek terbuka dari amantadine dengan dosis tinggi (400-600mg/hari) pada lima
pasien dengan multipel sistem atropi yang tidak berespon terhadap L-dopa didapatkan
negatif. Hasil yang mengecewakan ini dipastikan lagi baru-baru ini dengan uji acak
terkontrol dengan placebo. Penggunaan selective serotonin re-uptake inhibitors yaitu
Paroxetine 30 mg tiga kali sehari telah menunjukkan perbaikan gejala motorik pada
uji coba acak terkontrol double blind dengan placebo pada 19 pasien dengan multipel
sistem atropi.
c. Pembedahan
Prosedur neurosurgikal ablatif seperti pallidotomy medial dikatakan gagal untuk
memperbaiki parkinsonism pada multipel siste atropi. Stimulasi subtalamus bilateral
telah dilaporkan menguntungkan pada empat pasien dengan MSA-P, walapun respon
yang buruk ditemukan pada kasus lain. Saat ini, tidak ada peran untuk prosedur
stimulasi otak mendalam dalam manajemen rutin pasien dengan mulitpel sistem
atropi.
d. Terapi non-farmakologis
Karena buruknya kemanjuran dari terapi anti-parkinson pada multipel sistem atropi,
intervensi non-farmakologi seperti terapi fisik, terapi bicara, dan terapi okupasional
sangatlah penting. Studi baru-baru ini menunjukkan keuntungan yang besar dari terapi
okupasional pada tujuh belas pasien dengan multipel sistem atropi. Pasien yang
dirawat menunjukkan pengurangan 20% dalam skor UPDRS-ADL (activities of daily
living) scores dan juga skor indeks PDQ-39 dimana grup kontrol menunjukkan
perburukan yang signifikan selama masa studi dua bulan.
1.1.
2 Distonia
Injeksi lokal dengan botulinum toxin efektif pada distonia orofasial dan juga distonia
limb pada pasien dengan multipel sistem atropi. Disfagia yang berat hingga perlu
pemberian makanan secara nasogastrik telah dilaporkan pada pasien dengan
antecollis disproposional yang diberikan botulinum toxin, dan jenis pengobatan ini
saat ini tidak direkomendasikan. Sebagai tambahan, injeksi botulinum toxin lokal
kedalam kelenjar parotis dan submandibular dilaporkan efektif pada sialorrhea yang

berhubungan dengan penyakit parkinson dalam two double-blind placebo-controlled


trials.

Gambar 1. Antecollis disproposional pada pasien MSA-P


1.1.3 Gejala Otonom
Pengobatan dari disfungsi otonom sangat penting untuk menghindari komplikasi seperti
infeksi saluran kencing ascending atau hipotensi ortostaik yang dapat menyebabkan
pasien jatuh. Sebagai tambahan, disfungsi otonom berhubungan dengan penurunan
kualitas hidup. Sayangnya, kebanyakan terapi yang tersedia belum dievaluasi dengan uji
acak terkontrol.
a. Hipotensi Ortostatik
Pilihan terapi non-farmakologis untuk mengobati hipotensi ortostatik antara lain
termasuk kecukupan asupan cairan, diet tinggi garam, makanan lebih sering tapi
posri lebih sedikit perhari untuk mengurangi hipotensi postprandial dengan cara
menyebarkan total asupan karbohidrat, dan stocking compression atau custom made
elastic body garment. Asupan sekitar 0,5 liter air kurang dari lima menit secara
substantial meningkatkan tekanan darah pada pasien dengan kegagalan otonom
termasuk pada multipel sistem atropi. Saat malam hari, tidur dengan meninggikan
kepala tidak hanya mengurangi perfusi hipertensi sereberal tapi juga meningkatkan
volume intravasal hingga 1 liter selama satu minggu, yang mana berguna untuk
membantu memperbaiki hipotensi di awal pagi hari. Konstipasi dapat mempengaruhi

keadaan secara keseluruhan, dan dapat diringankan dengan peningkatan cairan


intraluminal, yang didapatkan dari macrogol-water solution.
Midodrine memperlihatkan keuntungan yang signifikan pada uji acak terkontrol
dengan placebo pada pasien dengan hipotensi ortostatik tapi mungkin dapat
mengeksarsebasi retensi urin. Obat lain yang menjanjikan tampaknya adalah
prekursor noradrenalin l-threodihydroxy-phenylserine (l-threo-DOPS), yang mana
telah digunakan untuk indikasi ini selama bertahun-tahun di Jepang dan efikasinya
telah dibuktikan dengan two double-blind placebo-controlled trials termasuk pasien
dengan multipel sistem atropi. Analog dari somatostatin, ocreotide, telah
menunjukkan manfaat pada hipotensi postprandial pada pasien dengan kegagalan
otonom murni, kiranya karena ocreotide menghambat pelepasan peptida vasodilator
gastrointestinal, yang lebih penting lagi, ocreotide tidak meningkatkan hipertensi
nocturnal.
b. Disfungsi Urinary
Diaman substansi prokolinergik biasanya tidak berhasil secara adekuat mengurangi
volume residu post-void pada multipel sistem atropi, obat-obat antikolinergik seperti
dapat memperbaiki gejala dari hiperrefleks destrusos atau disinergi sphinkterdestrusor pada fase awal perjalanan penyakit. Tetapi, efek samping sentral mungkin
terbatas. Pada studi besar multicenter randomized controlled pada pasien dengan
hiperreflek destrusor, trospium chloride, antikolinergik quartenary yang bekerja
perifer, telah menunjukkan secara equal efektif dengan toleransi yang lebih baik.
Tetapi, trospium tidak diteliti pada multipel sistem atropi dan terlebih lagi tampaknya
antikolinergik perifer dan sentral sama efektif dan tdapat ditoleransi pada pasien
penyakit parkinson non-demented. Saat ini, tidak ada bukti untuk tingkatan efikasi
dan keamanan dari obat-obatan antikolinergik dalam penanganan hiperrefleks
destruos yang berhubungan dengan multipel sistem atropi. Antagonis reseptor alphaadrenergic seperti prazosin and moxisylyte telah menunjukkan dapat memperbaiki
voiding dengan pengurangan volume residu pada pasien multipel sistem atropi.
Analog vasopresin, desmopressin, yang berkerja pada reseptor renal tubular
vasopressin-2, mengurangi poliuria nokturnal dan memperbaiki hipotensi postural di
pagi hari. Peptida eritropoetin mungkin dapat menguntungkan pada beberapa pasien
dengan meningkatkan massa sel darah merah, dan secara sekunder meningkatkan
oksigenasi serebral. Terapi pembedahan untuk masalah kandung kemih neurogenik
harus dihindari pada multipel sistem atropi, karena kemungkinan dapat terjadi
perburukan kontrol berkemih post-operatif, tetapi hipertropi prostat yang parah

dengan retensi urin dan hidronerfosis sekunder, sebagai contoh, tidak bisa didiamkan
tidak ditangani. Dengan volume post miksi yang lebih dari 150ml, diperlukan
kateterisasi bersih dan intermiten setiap tiga sampai empat kali perhari untuk
menghindari konsekuensi sekunder. Kateter permanen suprapubis mungkin
diperlukan jika ada obstruksi mekanikal atau gejala motorik dari multipel sistem
atropi yang menghambat kateterisasi yang sederhana.
c. Disfungsi Ereksi
Setelah laporan awal efikasi pengobatan disfungsi ereksi pada penyakit parkinson,
ildenafil citrate telah terbukti efektif dalam randomized double-blind placebocontrolled trial pada pasien dengan penyakit parkinson dan multipel sistem atropi.
Karena sildenafil dapat mengaburkan atau mengeksarsebasi hipotensi ortostatik,
pengukuran tekanan darah berbaring dan berdiri pada pasien dengan parkinsonism
sebelum diberikan sildenafil direkomendasikan. Kegagalan ereksi pada multipel
sistem atropi juga mungkin dapat membaik dengan pemberian yohimbine oral,
injeksi papaverine intracavernosal atau implan penis.
d. Stridor Inspirasi
Stridor inspirasi berkembang pada sekitar 30% pasien. Continuous positive airway
pressure (CPAP) mungkin dapat membantu pada beberapa pasien dan cocok untuk
terapi jangka panjang. Trakeostomi jarang diperlukan dan dilakukan.
1.1.4 Penanganan Paliatif
Karena hasil pengobaran dari multipel sistem atropi secara umum buruk, terapi yang lain
lebih penting. Terapi fisik membantu mempertahankan mobilitas dan mencegah
kontraktur, dan terapi bicara dapat memperbaiki bicara dan menelan, dan memberikan
bantuan berkomunikasi. Disfagia mungkin memerlukan pemberian asupan lewat selang
nasogastrik atau bahkan percutaneous endoscopic gastrostomy. Terapi okupasional
membantu untuk membatasi kecacatan yang diakibatkan dari disabilitas pasien.
Penggunaan kursi roda biasanya ditentukan dari kecenderungan untuk jatuh akibat
instabilitas postur dan ataksia gait tapi tiantedak karena akinesiadan rigiditas. Dukungan
psikologis untuk pasien dan pendamping perlu ditingkatkan.
Tabel 5. Manajemen Praktis Multipel Sistem Atropi
Parkinsonism
1st choice: L-dopa (up to 1000 mg/day, if tolerated and necessary)
2nd choice: dopamine agonists (PD titration schemes)
3rd choice: amantadine: (100 mg t.i.d.)
Dystonia (orofacial and limb, antecollis excluded)
1st choice: botulinum toxin

Cerebellar ataxia
None available
Autonomic symptoms
Orthostatic hypotension
1st choice: nonpharmacological strategies, e.g. elastic support stockings or
tights, high- salt diet, frequent small meals, head-up tilt of the bed at night
If needed: add fludrocortisone (0.10.3 mg) at night
If needed: add midodrine (2.510 mg t.i.d.) (combined with fludrocortisone)
If needed: replace midodrine by ephedrine (1545 mg t.i.d.) or L-threo-DOPS
(100 mg t.i.d.)
Urinary failure urge incontinence
Trospium chloride (20 mg b.i.d. or 15 mg t.i.d.) Oxybutynin (2.55 mg b.i.d.
to t.i.d.). NB central side-effects
Urinary failure incomplete bladder emptying
Postmicturition residue of >100 mL is an indication for intermittent selfcatheterization
In the advanced stages of MSA, a urethral or suprapubic catheter may become
necessary
Erectile failure
1st choice: sildenafil (50100 mg)
2nd choice: oral yohimbine (2.55 mg)
3rd choice: intracavernosal injection of papaverine

Anda mungkin juga menyukai