FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
ISHARYANTO
BAYU ALTIARA
MUTASHIMAH MASNUR
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Stereokimia merupakan salah satu faktor penting dalam aktivitas biologis obat oleh
karena itu pengetahuan tentang hubungan aspek stereokimia dengan aktivitas farmakologis
obat sangat menarik untuk dipelajari.
Untuk berinteraksi dengan reseptor, molekul obat harus mencapai sisi reseptor dan
sesuai dengan permukaan reseptor.Faktor sterik yang ditentukan oleh stereokimia molekul
obat dan permukaan sisi reseptor, memegang peran penting dalam menentukan efisiensi
interaksi obat reseptor.Oleh karena itu agar berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan
respons biologis, molekul obat harus mempunyai struktur dengan derajat kespesifikan tinggi.
Pada interaksi obat reseptor ada dua nilai yang sangat penting yaitu distribusi muatan
elektronik dalam obat dan reseptor, serta bentuk konformasi obat dan reseptor. Oleh karena
itu aktivitas obat tergantung pada tiga faktor struktur yang penting, yaitu:
a. Stereokimia molekul obat
b. Jarak antar atom atau gugus
c. Distribusi elektronik dan konfigurasi molekul
Perbedaan aktivitas farmakologis dari beberapa stereoisomer disebabkan oleh tiga
faktor, yaitu:
a. Perbedaan dalam distribusi isomer dalam tubuh
b. Perbedaan dalam sifat-sifat interaksi obat-reseptor
c. Perbedaan dalam adsorpsi isomer-isomer pada permukaan reseptor yang sesuai
Dua hal penting yang perlu diketahui adalah modifikasi isosterisme dan pengaruh
isomer terhadap aktivitas biologis obat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. MODIFIKASI ISOSTERISME
Untuk memperoleh obat dengan aktivitas yang lebih tinggi, dengan efek samping
atau oksisitas yang lebih rendah dan bekerja lebih selektif, perlu dilakukan modifikasi
struktur molekul obat.
Istilah isosterisme telah digunakan secara luas untuk menggambarkan seleksi dari
bagian sruktur yang karena karakterisasi sterik, elektronik dan sifat kelarutannya,
elektronik dan sifat kelarutannya, memungkinkan untuk saling dipergantikan pada
modifikasi struktur molekul obat.
Langmuir (1919) mencoba mencari hubungan yang dapat menjelaskan adanya
persamaan. Sifat fisik dari olekul yang bukan isomer, dan memberikan batasan bahwa
isosteris adalah senyawa-senyawa, kelompok atom-atom, radikal atau molekul yang
mempunyai jumlah dan pengaturan elektron yang sama, bersifat isoelektrik dan
mempunyai kemiripan sifat-sifat fisik.
Contoh: molekul N2 dan CO masing-masing mempunyai total elektron = 14,
sama-sama tidak bermuatan ditunjukkan sifat fisik yang relatif sama, seperti kekentalan,
kerapatan, indeks refraksi, tetapan dielektrik dan kelarutan. Hal ini berlaku pula untuk
molekul-molekul N2O dan CO2, N3 dan NCO- serta CH2N2 dan CH2 = Co.
Grimm (1925), memperkenalkan hukum pergantian hibrida yang menyatakan
bahwa penambahan atom H, suatu elektron sunyi, pada atom atau molekul yang
kekurangan elektron pada orbital terluarnya (pseudo atom), dapat menghasilkan pasangan
isosterik.Contoh konsep Grimm tentang pergantian hibrida dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
mengklasifikasikan
bioisosterisme
berdasarkan
persamaan
kualitatif
(aktivitas biologis) dan kuantitatif melalui parameter sifat kimia fisika seperti , dan E s
sebagai berikut :
1. Isometrik bioisosterisme (bioisosterisme sebenarnya), dimana gugus-gugus yang saling
dipergantikan mempunyai persamaan kualitatif dn kuantitatif, yaitu mempunyai nilai
tetapan kimia fisika hampir sama dan dapat menghasilkan respons biologis yang serupa
pula.
Contoh : penggantian gugus 4-Cl dengan gugus 3-OC2H5 dari turunan sulfonamida, yang
2. Nonisometrik bioisosterik (bioisosterik parsial), dimana gugus-gugus yang saling
dipergantikan mempunyai persmaan kualitatif tetapi tidak sama sifat kuantitatifnya.
Contoh : penggantian gugus 4-F dengan 4-NO2 dari turunan arilamida, dan diuji
aktivitasnya pembentukan kompoleks terhadap alkohol dehidrogenase, hasilnya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Meskipun tidak memungkinkan mencapai isosterisme murni, prinsip isosterisme dan
bioisosterisme
masih
banyak
digunakan
untuk
memodifikasi
senyawa
biologis
aktif.Subtitusinya tidak hanya menghasilkan produk yang mempunyai efek identik tetapi juga
produk yang bersifat antagonis.
Contoh :
1. Aminopirin, senyawa isosteriknya mempunyai aktivitas analgesik-antipiretik yang sama
2. Asetilkolin dan karbakol mempunyai aksi muskarinik yang serupa
3. 2-Tenilalanin yang merupakan senyawa antagonis biologis dari fenilalanin
Penggantian gugus atau atom tertentu dari normal metabilot dengan gugus deseptor,
pada umumnya, walaupun tidak selalu akan menghasilkan senyawa antagonis kompetitif.
Pada modifikasi isosterisme tidak ada hukum yang secara umum dapat memperkirakan
apakah akan terjadi peningkatan atau penurunan aktivitas biologis. Meskipun demikian
isosterisme masih layak dipertimbangkan sebagai dasar rancangan obat dan modifikasi
molekul dalam rangka menentukan obat baru.
Contoh modifikasi isosterisme:
1. Penggantian gugus sulfida (-S-) pada sistem cincin fenotiazin dan cincin tioxanten,
dengan gugus etilen (-CH2CH2-), menghasilkan sistem cincin dihidrodibenzazepin, dan
dibenzosiklo-heptadien yang berkhasiat berlawanan.
Contoh : gugus S pada promazin dan klorprotixen, suatu obat penekan sistem saraf
pusat. (tranquilizer), bila diganti dengan gugus etilen, menghasilkan imipramin dan
amitriptilin yang berkhasiat sebagai perangsangan sistem saraf pusat (antidepresi).
Meskipun tidak dimungkinkan mencapai isosterisme murni, prinsip isosterisme
dan bioisosterisme masih banyak digunakan untuk modifikasi senyawa biologis aktif.
Subtitusi tidak hanya menghasilkan produk yang mempunyai efek identik tetapi juga
produk yang bersifat antagonis.
Contoh :
1.
2.
3.
sama.
Asetilkolin dan karbakol mempunyai aksi muskarinik yang serupa.
2-Tenilalanin merupakan senyawa antagonis biologis dari fenilalanin.
Penggantian gugus atau atom tertentu dari normal metabolit dengan gugus
deseptor, pada umumnya, walaupun tidak selalu, akan menghasilkan senyawa antagonis
kompetitif.
Contoh gugus dapat dilihat pada Tabel 17.
Pada modifikasi isosterisme tidak ada hukum yang secara umum dapat
memperkirakan apakah akan terjadi peningkatan atau penurunan aktivitas biologis.
Meskipun demikian isosterisme masih layak dipertimbangkan sebagai dasar rancangan
obat dan modifikasi molekul dalam rangka menemukan obat baru.
Contoh modifikasi isosterisme :
1. Pergantian gugus sulfida (-S-) pada sistem cincin fenotiazin dan cincin tioxanten,
dengan gugus etilen (-CH2CH2-), menghasilkan sistem cincin dihidrodibenzazepin
dan dibenzosiklo-heptadien yang berkhasiat.
Tabel 17.Gugus-gugus deseptor dan metabolit kompetitif
Metabolit kompetitif
normal
Deseptor
-H
-F, -Br
5-Fluoro/Bromourasil
-OH
-NH2
Aminopterin
-NH2
-OH
Oksitiamin
-NHNH2
-Feniletilhidrazin
-Cl
2-Kloronaftoquinon
-CH3
-C2H5
-S-
-O-
-COOH
-CO-
Dalam metionin
-NH-
Analog tiamin
-CH2-CH2-
Dalam biotin
-SO2NH2
Sulfanilamid
-SO3H
-COR
Etionin
-CONR2
Karbamilkolin
-PO(OR)2
Antagonis asetilkolinesterase
-CH2-
Deoksipiridoksal
Contoh gugus S pada promazin dan klorprotixen, suatu obat penekan sistem saraf pusat
(tranquilizer), bila diganti dengan gugus etilen, menghasilkan imiptriptilin yang berkhasiat
sebagai perangsang sistem saraf pusat (antidepresi).
2. Turunan dialkiletilamin
R X CH2 CH2 - N (R)2
X = O, NH, CH2, S
: senyawa antihistamin
CH3
Asetilkolin
NH2
Karbamikolin
Penggantian gugus CH3 dengan gugus NH2 yang bersifat penarik elektron
meningkatkan kestabilan ester
dapat
biologis..Contoh
gugus
haptoforik
adalah
gugus-gugus
besar
Anti-
Bakterio-
Penghambat
Diabetes
Statik
Karbonik
Saluretik
anhidrase
Turunan sulfonilurea
+++
+++
++
Turunan sulfonamid
R = Sufadiazin
+++
R = Sulfanilamid
++
++
Karzenid
+++
Klorotiazid
++
+++
Turunan sulfon
2. 2-Asetoksisiklopropiltrimetilamonium iodida
Pada bentuk (+) trans, atom H dari N-metil letaknya berjauhan dan terpisah dari
atom O gugus asektosi sehingga mempunyai bentuk konfirmasi memanjang seperti
asetilkolin. Senyawa ini memiliki derajat kekakuan yang lebih besar dari asetilkolin dan
mempunyai aktivitas muskarinik pada pembuluh darah anjing 5 kali lebih besar dari
asetilkolin.
Bentuk isomer (+) trans juga mudah dihidrolisis oleh enzim esterase dengan
kecepatan yang sama seperti hidrolisis asetilkolin. Bentuk isomer (-) trans, (+)cis, dan (-)
cis, aktivitas muskariniknya sangat rendah.
3. histamin
Histamin mempunyai tiga bentuk isomer konformasi, yaitu 2 bentuk konformasi
memanjang dan bentuk konformasi tertutup.
Pada struktur triprolidin, senyawa antagonis H1, jarak antara kedua atom N=4,88
0,2 angstrom dan diduga berfungsi sebagai antagonis spesifik terhadap histamin bentuk
konfirmasi A. senyawa antagonis H2, seperti simetidin diduga merupakan antagonis dari
histamin bentuk konfirmasi B.
c. Diastereoisomer dan Aktivitas Biologis
Diastereoisomer adalah isomer yang disebabkan oleh senyawa yang
mempunyai dua atau lebih pusat atom asimetrik, mempunyai gugus fungsional sama
dan memberikan tipe reaksi yang sama pula. Kedudukan gugus-gugus substitusi
terletak pada ruang yang relatif berbeda sehingga diastereoisomer mempunyai sifat
fisik, kecepatan reaksi dan sifat biologis yang berbeda pula. Perbedaan sifat-sifat di
APR
D (-) Eferdrin
36
L (+) Efedrin
11
D(-) Pseudoefedrin
L(+) Pseudoefedrin
DL(+-) Efedrin
26
DL(+-) Pseudoefedrin
Aktifitas presor relative (APR) isomer-isomer efedrin dapat dilihat pada table.
Dari gambar dan table terlihat bahwa aktivitas maksimal dicapai bila pusat C berada pada
kedudukan (S) dan pusat C pada kedudukan (R). Jadi hanya bentuk D (-) efedrin yang
secara nyata dapt memblok reseptor -adrenergik dan menurunkan tekanan darah.
d. Isomer Optik dan Aktivitas Biologis
Isomer Optik adalah isomer yang disebabkan oleh senyawa yang mempunyai
atom C asimetrik. Isomer optic mempunyai sifat kimia Fisika sama dan hanya
berbeda pada kemampuan dalam memutar bidang cahaya terpolarisasi atau berbeda
rotasi optiknya. Masing-masing isomer hanya dapat memutar bidang cahaya
terpolarisasi ke kiri atau ke kanan saja dengan sudut pemutaran yang sama.Isomer
optic kadang-kadang mempunyai aktivitas biologis yang berbeda karena ada
perbedaan dalam interaksi isomer-isomer dengan reseptor biologis.
Menurut Beckett, perbedaan interaksi isomer-isomer optic dengan reseptor biologis
Contoh obat yang dapat membentuk isomer optic dengan aktivitas biologis berbeda :
1.
2.
3.
4.
(-)- Hiosiamin, aktivasi medriatiknya 15-20 kali lebih besar disbanding isomer (+)
D-(-)adrenalin, aktivitas vasokonsttiktornya 12-15 kali lebih basar disbanding isomer (+)
(-)-Sinefrin, aktivitas presornya 60 kali lebih besar disbanding isomer (+)
(-)--Metildopa, mempunyai efek antihipertensi, sedang isomer (+) tidak menimbulkan
efek antihipertensi
5. D-(-)-treo-Kloramfenikol mempunyai efek antibakteri, sedang isomer L (+) eritro efeknya
negative
6. (+)-Norhormoepinefrin, aktivitas presosnya 160 kali lebih besar disbanding isomer (-)
7. (+)--Propoksifen mempunyai efek analgesikm d\sedang isomer (-) mempunyai efek
antibatuk
8. L-(+)-Asam askorbat mempunyai efek antiskorbut, sedang isomer (-) efeknya negarif
9. S-(+)-Indometasin mempunyai efek antiradang, sedang isomer R(-) efeknya negative
10. Isomer (-) dan (+)-klorokuin mempunyai efek antimalaria yang sama, hal ini berarti
bahwa aspek steriokimia sedikit berpengaruh terhadap aktivitas biologis kliekuin
Perbedaan aktivitas dari isomer-isomer optic dapat dijelaskan dengan beberapa
perkiriraan sebagai berikut :
1. Ada perbedaan distribusi dari isomer-isomer dalam tubuh, tanpa memandang perbedaan
kerja pada sisi reseptor. Perbedaan ini disebabkan isomer optic diseleksi terlebih dahulu
oleh system biologis sebelum mencapai reseptor spesifiknya.
Contoh :
a. Isomer optic berinteraksi dengan senyawa aktif optic dalam cairan tubuh, missal
protein plasma, membentuk diasterioisomer sehungga terjadi perbedaan absorbs,
distribusi dan metabolism isomer-isomer tersebut.
b. Salah satu isomer optic cenderung dimetabolisis oleh enzim yang bersifat
stereospesifik
c. Salah satu isomer diabsorbsi secara selektif pada sisi kehilangan yang stereospesifik,
missal pengikatan oleh protein plasma tertentu
2. Menurut Cushny , perbedaan aktivitas tersebut disebabkan karena isomer optic
berinteraksi dengan sisi reseptor yang aktif optis, menghasilkan diasterioisomer dengan
sifat kimia fisika berbeda sehingga terjadi perbedaan dalam distribusi dan interaksi
dengan reseptor spesifik.
3. Menurut Easson dan Stedman, struktur isomer optic secara teoritis dapat menimbulkan
efek fisiologis yang berbeda karena ada perbedaan dalam hal pengaturan molekul
sehingga salah satu isomer dapat berinteraksi dengan reseptor hipotesis sedang isomer
yang lain tidak dapat berinteraksi.
Easson-Stedman juga memberikan postulat bahwa isomer optic dari epinefrin, suatu
obat adenergik, dapat menimbulkan aktivitas presor yang berbeda karena mempunyai
perbedaan dalam interaksi dengan permukaan reseptor.
Interaksi isomer optic dengan hipotesis menurut Easson dan Stedman
1. (-)Epinefrin
Interaksiserasi, lebih aktif
2. (+)Epinefrin
Interaksikurang serasi, kurang aktif
Interaksi isomer-isomer epinefrin dengan permukaan reseptor.
pada (-) epinefrin ketiga gugus diikat secara serasi pada permukaan reseptor
sehingga menimbulkan aktivitas presor yang jauh lebih besar disbanding (+)
epinefrin,karena ada isomer (+) hanya dua gugus yang terikat pada permukaan reseptor.
Hilangnya gugus hidroksil pada struktur (-) epinefrin (deoksiepinefrin)
menyebabkan senyawa mempunyai aktivitas presor yang serupa dengan (+) epinefrin,
karena hanya dua gugus yang mengikat permukaan reseptor.
C. JARAK ANTAR ATOM DAN AKTIVITAS BIOLOGIS
Hubungan antar struktur kimia dengan aktivitas biologis sering ditunjan oleh
konsep kelentura reseptor. Pada beberapa tipe kerja biologis, jarak antar gugus-gugus
fungsional molekul dapat berpengaruh terhadap aktivitas biologis obat. Hal ini dapat
diperkirakan dari jarak identitas atau jarak antar ikatan-ikatan peptide struktus protein
yang memanjangContoh :
1. Obat parasimpatomimetik, seperti turunan asetikolin (karbakol) dan
parasimpatolitik, seperti obat pemblok adrenergic, jarak antara ester karbonil dengan
atom N-metil adalah 7,2 , yang berarti 2 x 3,61
2. Obat kurare, seperti dekametonium, jarak antar atom N-kuarterner adalah 14,5 ,
yang berarti 4 x 3,61
3. Hormone estrogen nonsteriod, seperti dietilstiolbestrol, gugus-gugus hidroksilnya
juga dipisahkanoleh ikatan hydrogen dengan jarak 14,5
Selain jarak antara ikatan peptide, jarak antara dua struktur -heliks protein (5,5 )
didapatkan sama dengan jarak antar gugus-gugus fungsional dari banyak obat.
Didapatkan pada obat-obat yang termasuk golongan anestesi setempat, seperti prokain,
antihistamin, seperti difendiramin, spasmolitik, seperti adifenin dan obat pemblok adrenergic,
seperti piperoksan.
Konfigurasi dan jarak antar atom dari senyawa antagonis metabolic juga penting
untuk aktivitas
Contoh : turunan sulfanilamide mempunyai jarak antar atom yang serupa dengan asam paminobenzoat dan dapat berfungsi sebagai antimetabolit
Contoh-contoh di atas menunjukan bahwa jarak antar atom dari gugus-gugus fungsional
berperan dalam proses interaksi obat dengan tempat reseptor spesifik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stereokimia merupakan salah satu faktor penting dalam aktivitas biologis obat oleh
karena itu pengetahuan tentang hubungan aspek stereokimia dengan aktivitas farmakologis
obat sangat menarik untuk dipelajari.
Pada interaksi obat reseptor ada dua nilai yang sangat penting yaitu distribusi muatan
elektronik dalam obat dan reseptor, serta bentuk konformasi obat dan reseptor. Oleh karena
itu aktivitas obat tergantung pada tiga faktor struktur yang penting, yaitu:
3.2