Eropa
Film yang diangkat dari novel karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
ini dimulai dengan pembukaan yang apik yaitu menceritakan sejarah penaklukan Austria oleh
Turki dibawah pimpinan Kara Mustafa Pasha. Sepanjang film mata saya dimanjakan oleh
berbagai pemandangan indah di Eropa. Berkali-kali saya takjub akan keindahan arsitektur
yang menjadi latar di film ini. Saya mendapatkan sebuah paket lengkap saat menonton, mata
yang dimanjakan melalui keindahan setting film yang seluruhnya di Eropa, hati yang
disentuh inspirasi melalui pesan luhur menjadi agen muslim yang baik di manapun berada,
serta membuka wawasan tentang fakta sejarah yang terabaikan terutama tentang kejayaan
Islam di masa lalu. Semuanya ditampilkan begitu sederhana namun penuh makna. Saya
menikmati film ini dari awal hingga akhir. Meskipun akhir filmnya sangat tidak terduga yaitu
ada Part 2. Dari trailer sekilas di akhir film, part 2 memang layak untuk ditonton.
Akting para pemain film papan atas Indonesia yang terlibat dalam film ini juga terasa
pas dan mengalir dengan indah. Salah satu yang mencuri perhatian saya adalah Nino
Fernandez sukses memerankan seorang atheis bernama Stefan, ia sukses menjadi pemain
watak yang menguras emosi saya, menyebalkan sekaligus menggemaskan.
Acha Septriasa juga cukup sukses memerankan Hanum Rais, kebosanan Hanum
setelah beberapa lama tinggal di Wina tanpa kegiatan, belum lagi kendala bahasa sehari-hari
yaitu bahasa Jerman, diskriminasi terhadap muslim dan pendatang, sampai pertengkaran
dengan tetangga gara-gara masalah sepele seperti bau saat menggoreng ikan asin mampu
digambarkan dengan baik oleh Acha melalui akting apiknya. Cukup membangkitkan emosi
dan imajinasi saya tentang kehidupan seorang istri yang mendampingi suaminya S3 di luar
negeri sekaligus juga bagaimana menjembatani budaya dan menyebarkan kebaikan melalui
misi menjadi agen Muslim yang baik.
Begitu pula dengan Abimana Aryasetya yang sukses memerankan Rangga, suami
Hanum. Ia sukses memerankan suami idaman setiap wanita yang cerdas, penyayang, sabar,
humoris, sekaligus memiliki keteguhan iman. Saat ia dihadapkan kepada pilihan antara
mengikuti shalat Jumat atau ujian yang apabila ditinggalkan akan mengancam kelulusannya,
ia sukses menyadarkan saya bahwa menjadi minoritas itu sulit, apalagi yang tengah diuji
adalah keimanan.
Humor yang disisipkan juga ditempatkan dengan porsi sesuai dan tidak berlebihan,
cukup membuat saya terhibur, apalagi dialog yang berkaitan dengan Stefan, mampu
menghadirkan perdebatan tentang keberadaan Tuhan secara santai, lucu, tanpa kehilangan
esensi sebenarnya dari pesan yang ingin disampaikan kepada penonton. Kehadiran Marissa
Nasution, teman kuliah Rangga, memberikan warna tersendiri, ia sukses memerankan
seorang perempuan yang menggoda keteguhan dan kesetiaan Rangga.
Fatma Pasha adalah tokoh favorit saya di novel 99 Cahaya di Langit Eropa, ia
merupakan tokoh penting yang membuka mata dan juga hati sang tokoh utama, Hanum Rais,
dalam mengenal sisi lain sejarah Islam di Eropa. Ia tak hanya sekedar sahabat dekat tetapi
sekaligus juga pemberi inspirasi yang mengubah pandangan Hanum tentang kehidupan.
Sosok sederhana yang memiliki ketebalan iman untuk tetap mempertahankan jilbabnya di
kota modern, Wina. Memiliki misi menjadi agen muslim yang baik di tempat dimana Islam
memiliki image yang kurang baik, dianggap sebagai agama dengan ajaran penuh kekerasan
dan identik dengan teroris. Juga ketegarannya saat terjadi sesuatu dengan putri
kesayangannya, Ayse, membuat saya begitu mengagumi Fatma. Saya hanya bisa bilang
Raline Shah sangat cantik memerankan seorang perempuan Turki yang berhijab. Meski saya
tidak merasakan Fatma seperti bayangan saya dalam Fatma yang diperankan Raline, saya
cukup puas dengan akting Raline.
Ayse yang diperankan Geccha Tawara menarik perhatian saya setelah akting Nino
Fernandez yang memukau. Geccha mampu memerankan Ayse dengan sangat baik untuk anak
seumurannya sekaligus debutnya di layar lebar. Geccha yang menggemaskan membuat saya
ikut terharu dengan keteguhannya untuk tetap berjilbab meski gurunya membujuk untuk
melepas jilbab agar ia tak lagi diperolok teman-teman sekelasnya. Ayse yang cerdas dan kritis
menyentil Hanum dengan pertanyaan: mengapa ia tidak berjilbab padahal seorang muslimah?
Geccha juga sukses membuat saya menangis saat mengetahui ketegarannya dalam menjalani
takdir yang cukup berat untuk ditanggung anak seusianya. Selamat, Geccha, saya percaya
kamu adalah salah satu aset bangsa yang akan terus bersinar dan mengharumkan Indonesia
melalui dunia perfilman.
Dialog dalam film ini menggunakan beberapa bahasa yang berbeda yaitu Indonesia
(paling dominan), Inggris, Jerman dan Turki. Dialog ini agak sedikit mengganggu saya dalam
beberapa scene, seperti contohnya Fatma yang seorang perempuan Turki tapi dalam beberapa
scene menggunakan bahasa Indonesia. Atau Marion Latimer (Dewi Sandra) yang
menggunakan bahasa Indonesia dengan aksen Perancis, padahal ia seorang perempuan
Perancis bukan seorang blasteran Indonesia-Perancis. Ada juga teman-teman Rangga, seperti
Stefan dan Khan, yang jelas-jelas merupakan international student di Wina tapi berbicara
bahasa Indonesia. Sedikit mengurangi kesempurnaan film ini, tapi cukup bisa dimaklumi
mengingat akan sangat merepotkan penulis skenario jika harus menyusun seluruh dialog
dalam bahasa asing. Mungkin juga dikhawatirkan akan menyulitkan para pemain sehingga
aktingnya kurang total.
Saya juga sedikit terganggu dengan pesan sponsor yang agak memaksa, Marion
Latimer yang seorang perempuan Perancis memakai produk kosmetik lokal buatan Indonesia
yang jadi sponsor? Agak sedikit tidak masuk akal. Kalaupun harus menampilkan sponsor
tampilkanlah secara wajar, seperti Hanum yang memang asli Indonesia cukup masuk akal
menggunakan produk ini atau seperti Rangga yang menggunakan ATM sebuah bank nasional.
Scene yang juga mengganggu adalah scene Fatin syuting vidoklip kemudian kebetulan
bertemu Hanum dan Rangga, menurut saya agak sedikit memaksa, mengingat scene tersebut
hanya memperpanjang durasi tetapi tidak mendukung jalan cerita sama sekali.
Namun dibalik semua kelebihan maupun kekurangannya, menonton film ini membuat
saya bersyukur hidup di Indonesia, dimana Islam sebagai mayoritas, bebas menjalankan
ibadah, tidak seperti Rangga yang dihadapkan pada pilihan mengikuti ujian atau
melaksanakan shalat Jumat. Tidak seperti Rangga yang kesulitan mencari tempat shalat di
kampus sehingga terpaksa shalat di ruang ibadat seluruh agama, diantara salib, patung budha,
dan asap hio. Tidak seperti Rangga yang harus berhati-hati memilih makanan halal. Tidak
seperti Fatma dan Ayse yang menghadapi berbagai kesulitan karena jilbabnya. Sesuatu yang
sangat patut disyukuri mengingat kebanyakan dari kita yang terlalu dimanjakan dalam posisi
mayoritas di negeri ini dan terkadang kurang menghargai kepentingan minoritas.
Menonton film ini juga membangkitkan kembali mimpi saya untuk melanjutkan studi
ke Eropa. Suatu hari saya berjanji akan membuktikan sendiri bahwa Islam pernah begitu
kuat menanamkan pengaruhnya di Eropa pada masa kejayaannya bertahun silam.
Secara keseluruhan, film 99 Cahaya di Langit Eropa bisa menjadi tontonan yang
cukup menghibur sekaligus menambah wawasan akan jejak Islam di Eropa. Meski film ini
kental dengan nuansa Islam, bukan berarti hanya bisa dinikmati umat Muslim saja, menurut
saya justru film ini cocok ditonton oleh siapapun, agama apapun, sebagai salah satu tontonan
yang bisa memberi inspirasi tentang tolerasi dan sikap saling menghargai antar umat
beragama.
Orientasi 2
Tafsiran
1
Paragraf
Film yang diangkat dari novel karya Hanum Salsabiela Rais dan
Rangga Almahendra ini dimulai dengan pembukaan yang apik yaitu
menceritakan sejarah penaklukan Austria oleh Turki dibawah pimpinan
Kara Mustafa Pasha. Sepanjang film mata saya dimanjakan oleh berbagai
pemandangan indah di Eropa. Berkali-kali saya takjub akan keindahan
arsitektur yang menjadi latar di film ini. Saya mendapatkan sebuah paket
lengkap saat menonton, mata yang dimanjakan melalui keindahan setting
film yang seluruhnya di Eropa, hati yang disentuh inspirasi melalui pesan
luhur menjadi agen muslim yang baik di manapun berada, serta
membuka wawasan tentang fakta sejarah yang terabaikan terutama
tentang kejayaan Islam di masa lalu. Semuanya ditampilkan begitu
sederhana namun penuh makna. Saya menikmati film ini dari awal
hingga akhir. Meskipun akhir filmnya sangat tidak terduga yaitu ada Part
2. Dari trailer sekilas di akhir film, part 2 memang layak untuk ditonton.
Akting para pemain film papan atas Indonesia yang terlibat dalam
film ini juga terasa pas dan mengalir dengan indah. Salah satu yang
mencuri perhatian saya adalah Nino Fernandez sukses memerankan
seorang atheis bernama Stefan, ia sukses menjadi pemain watak yang
menguras emosi saya, menyebalkan sekaligus menggemaskan.
Isi Acha Septriasa juga cukup sukses memerankan Hanum Rais, kebosanan
Hanum setelah beberapa lama tinggal di Wina tanpa kegiatan, belum lagi
kendala bahasa sehari-hari yaitu bahasa Jerman, diskriminasi terhadap
muslim dan pendatang, sampai pertengkaran dengan tetangga gara-gara
masalah sepele seperti bau saat menggoreng ikan asin mampu
digambarkan dengan baik oleh Acha melalui akting apiknya. Cukup
membangkitkan emosi dan imajinasi saya tentang kehidupan seorang
istri yang mendampingi suaminya S3 di luar negeri sekaligus juga
Tafsiran
2
Tafsiran
3
Isi
Tafsiran
4
Isi
Tafsiran
5
Isi
Evaluasi 1
Evaluasi 2
Evaluasi 3
Evaluasi 4
Rangkuman
1
Istilah Asing
1.
image
2.
Setting
3.
Scene
Arti
Merupakan gambaran harga diri seseorang atau
gengsi seseorang
Pengaturan sesuatu seperti tata tempat, suasana,
waktu, dll
Adegan yang dilakukan para tokoh dalam sebuah
film atau drama
Nomina Dasar
Nomina Umum
Nomina Khusus
Film
Hanum Salsabiela Rais
novel
Rangga Almahendra
inspirasi
Marissa Nasution
mimpi
Kara Mustafa Pasha
jilbab
Fatma
Shalat
Ayse
Muslim
Fatin
Islam
ATM
Austria
Marion Latimer
Indonesia
Dewi Sandra
Wina
Khan
Turki
Stepan
Raline.
Nino Fernandez
Geccha Tawara
4.
Kata
diangkat
pembukaan
keindahan
kesempurnaan
sukses
kekurangan
dinikmati
kejayaan
mayoritas
kekerasan
keberadaan
pertengkaran
kehidupan
Antonim
diturunkan
penutupan
keburukan
kecacatan
gagal
kelebihan
diacuhkan
keruntuhan
minoritas
kelembutan
ketiadaan
pengakraban
kematian
8.
Pronomina
Orang ketiga:
ia dan -nya
Contoh Kalimat
(1) Salah satu yang mencuri perhatian saya adalah Nino
Fernandez sukses memerankan seorang atheis
bernama Stefan, ia sukses menjadi pemain watak yang
menguras emosi saya, menyebalkan sekaligus
menggemaskan.
(2) Cukup membangkitkan emosi dan imajinasi saya
tentang kehidupan seorang istri yang mendampingi
suaminya S3 di luar negeri sekaligus juga bagaimana
menjembatani budaya dan menyebarkan kebaikan
11.
Preposisi
di
dari
Kalimat
(1) Saya mendapatkan sebuah paket lengkap saat
menonton, mata yang dimanjakan melalui keindahan
setting film yang seluruhnya di Eropa, hati yang
disentuh inspirasi melalui pesan luhur menjadi agen
muslim yang baik di manapun berada, serta membuka
wawasan tentang fakta sejarah yang terabaikan
terutama tentang kejayaan Islam di masa lalu.
(2) Sesuatu yang sangat patut disyukuri mengingat
kebanyakan dari kita yang terlalu dimanjakan dalam
posisi mayoritas di negeri ini dan terkadang kurang
menghargai kepentingan minoritas.
(3) Secara keseluruhan, film 99 Cahaya di Langit
Eropa bisa menjadi tontonan yang cukup menghibur
sekaligus menambah wawasan akan jejak Islam di
Eropa
(4) Sepanjang film mata saya dimanjakan oleh berbagai
pemandangan indah di Eropa.
(1) Saya menikmati film ini dari awal hingga akhir.
(2) Sesuatu yang sangat patut disyukuri mengingat
kebanyakan dari kita yang terlalu dimanjakan dalam
posisi mayoritas di negeri ini dan terkadang kurang
menghargai kepentingan minoritas.
(3) Film yang diangkat dari novel karya Hanum
Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra ini dimulai
(4)
pada
(1)
(2)
dengan
(1)
(2)
(3)
(4)
secara
(1)
tanpa
(1)