Anda di halaman 1dari 4

c.

Telaah Resep
Telaah resep dilakukan sebagai pemeriksaan terhadap resep dengan melakukan skrining
dari kelengkapan administratif, farmasetis dan klinis. Maksud dilakukan telaah resep ini
adalah memastikan obat diberikan sesuai indikasi kliniknya, mencegah atau meminimalkan
efek yang merugikan akibat penggunaan obat.
Adapun tujuan dari evaluasi ini untuk mengetahui persentase telaah resep bulan Januari
2016 yang dilakukan di apotek rawat jalan Rumah Sakit Prof Dr Margono Soekarjo dan
apotek rawat jalan Paviliun Abiyasa Prof Dr Margono Soekarjo.
Adapun tahapan yang dilakukan oleh seorang apoteker dalam proses pelayanan resep
adalah melakukan skrining, yaitu memeriksa persyaratan administratif, kesesuaian farmasetis,
dan pertimbangan klinis pada resep. Saat apoteker menemukan suatu permasalahan dari
resep, maka apoteker harus mampu memberikan pengatasan masalah, dan pada kasus tertentu
harus berkonsultasi dengan dokter dengan memberikan pertimbangan dan alternatif
solusinya.
a. Persyaratan administratif
Resep mempunyai dua makna penting yaitu sebagai dokumen legal dan sebagai alat
komunikasi antara penulis resep (prescriber) dan penerima resep (dispenser). Oleh karena itu,
resep harus memenuhi persyaratan administratif dan ditulis dengan jelas agar tidak
menimbulkan salah interpretasi bagi dispenser.
Resep memiliki:
1. Nama, SIP, dan alamat dokter
2. Tanggal penulisan resep
3. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
4. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
5. Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta
6. Cara pemakaian yang jelas
7. Informasi lainnya
Beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam resep antara lain:
1. Jika informasi yang diperlukan tidak ada maka apoteker harus menanyakan kepada
pasien dan/atau dokter.
2. Jika dokter menginginkan resep diulang, maka diberi tanda iter. Jika iter ditulis di
sebelah kiri R/ maka yang diulang hanya R/ di sebelah kanannya, jika ditulis di atas
R/ maka semua resep diulang sesuai jumlah yang ditulis. Iter 3x artinya pasien akan
mendapatkan obat 4 kali.

3. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh ada interaksi.


4. Untuk penderita yang segera memerlukan obatnya, dokter menulis pada bagian kanan
resep sebagai berikut: cito, statim, urgent, atau PIM (periculum in mora, berbahaya
bila ditunda).
5. Bila dokter tidak ingin resepnya yang mengandung obat keras diulang tanpa
sepengetahuan dokter, dokter akan menulis n.i. (ne iteratur, tidak boleh diulang).
6. Resep dapat ditulis kembali dalam bentuk salinan resep (apograph, copy resep).
Selain memuat keterangan resep asli, copy resep juga memuat nama apotek dan
alamatnya, nama apoteker dan nomor SIPA-nya, tanda tangan apoteker pengelola
apotek, dan tanda det (jika obat sudah diserahkan) atau nedet (jika obat belum
diserahkan).
7. Jika copy resep ternyata mengandung narkotika (misalnya karena jumlah obat yang
diminta sebelumnya baru diberikan sebagian), maka copy resep hanya dapat ditebus
di apotek yang memiliki resep aslinya.
8. Resep yang mengandung narkotika tidak dapat ditebus di luar kota tempat obat
diresepkan.
b. Kesesuaian Farmasetis
1. Bentuk sediaan
Perlu diperhatikan apakah bentuk sediaan yang diberikan kepada pasien dapat
digunakan dengan baik oleh pasien, misalnya jika obatnya adalah tablet, pastikan
anak-anak dapat menelannya; jika bentuknya pulveres, perhatikan apakah rasanya
terlalu pahit atau tidak; atau jika bentuknya sirup, apakah jumlah sendok yang
digunakan sudah sesuai dengan dosis yang diperlukan.
2. Inkompatibilitas (tak tercampurkannya obat)
a) Fisika
Inkompatibiltas fisika adalah terjadinya perubahan-perubahan yang tidak
diinginkan pada pencampuran 2 obat atau lebih tanpa ada perubahan susunan
kimianya.
b) Kimia
Inkompatibilitas kimia adalah perubahan-perubahan yang terjadi karena timbulnya
reaksi-reaksi kimia pada waktu mencammpurkan bahan-bahan obat.
c. Pertimbangan klinis
1. Adanya alergi

Apoteker harus mendapatkan informasi seluas-luasnya tentang kondisi pasien,


termasuk jika belum ada keterangan tentang alergi.
2. Efek samping
3. Interaksi Obat
Menurut mekanismenya, interaksi obat dapat terjadi baik secara farmasetis,
farmakokinetik maupun farmakodinamik. Interaksi farmasetis adalah interaksi yang
terjadi saat obat belum sampai ke tubuh, yaitu pada inkompatibilitas fisika dan kimia.
Secara farmakokinetik, interaksi dapat terjadi selama proses absorbsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi. Secara farmakodinamik, interaksi terjadi antara 2 atau
lebih obat yang mengakibatkan adanya kompetisi dalam pendudukan reseptor
sehingga meniadakan salah satu efek dari obat yang digunakan.
Contoh interaksi pada proses absorbsi misalnya obat yang satu merubah
kecepatan atau jumlah obat lain yang diabsorbsi. Pada proses distribusimekanisme
dapat terjadi karena terbatasnya protein plasma darah yang dibutuhkan oleh obat
untuk berikatan. Pada proses metabolisme, mekanismeinteraksi bisa berupa inhibisi
atau induksi enzim pemetabolisme obat. Pada proses ekskresi, misalnya suatu obat
menyebabkan perubahan pH urin sehingga merubah klirens obat lainnya.
4.

Kesesuaian dosis, durasi, dan jumlah obat yang diminta


Dalam pengobatan perlu dipastikan bahwa kadar obat selalu berada di atas KEM
(konsentrasi efektif minimum) dan di bawah KTM (konsentrasi toksis minimum),
sehingga perlu aturan dosis yang mengatur dosis dan jarak waktu pemberian agar obat
mencapai konsentrasi terapi sesuai dengan yang dikehendaki.
Aturan dosis dapat diberikan dalam tiga dasar kategori:
a) Dosis pemeliharaan, yaitu pada konsentrasi efektif. Efek obat harus selalu
terpelihara pada jendela terapi.
b) Dosis terapi pada periode waktu tertentu. Dosis yang diberikan hanya dalam
waktu tertentu tingkat terapi yang diinginkan, seperti pada pemberian antibiotika
terhadap pengobatan infeksi dan obat-obat dengan t1/2 pendek.

c) Dosis tunggal atau terapi jangka pendek. Dosis ini diberikan pada keadaan efek obat
yang diinginkan hanya untuk sesaat, seperti pada pengobatan simptomatik.
Telaah resep atau skrining resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait
obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep.
Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan
farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.

Anda mungkin juga menyukai