Oleh:
Erickson
G99121014
G99121018
G99122076
G99122070
G99122090
G99122113
Pembimbing :
Raharjo K., dr., SpM
STATUS PENDERITA
I.
IDENTITAS
Nama
: Ny. E
Umur
: 20tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Suku
: Jawa
Kewarganegaraan
: Indonesia
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Karyawan swasta
Alamat
Tgl pemeriksaan
: 19 Agustus 2013
No. CM
:-
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
Pasien mengeluhkan mata kiri nyeri dan merah sejak 1 hari yang lalu. Keluhan
diawali ketika pasien mata kirinya terbentur stang sepeda motor saat mengalami
kecelakaan lalu lintas. Keluhan dirasakan terus menerus dan makin lama makin
memberat sehingga pasien datang ke rumah sakit.Selain itu, pasien juga
mengeluhkan mata berair.Saat di poli pasien mengeluh mata kanan nyeri, merah,
nrocos, gatal (-), pandangan kabur (-) perih (+).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
1.
Riwayat hipertensi
: disangkal
2.
: disangkal
3.
4.
5.
Riwayat kacamata
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
2.
: disangkal
3.
: disangkal
E. Kesimpulan Anamnesis
Proses
Lokalisasi
Sebab
Perjalanan
Komplikasi
OD
OS
Trauma
Subkonjungtiva
Trauma
Akut
Belum ditemukan
B. Pemeriksaan subyektif
A. Visus Sentralis
1. Visus sentralis jauh
a. pinhole
b. koreksi
2. Visus sentralis dekat
B. Visus Perifer
1. Konfrontasi tes
2. Proyeksi sinar
3. Persepsi warna
OD
OS
6/6
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
6/6
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata
a. tanda radang
OD
Tidak ada
OS
Tidak ada
b. luka
c. parut
d. kelainan warna
e. kelainan bentuk
2. Supercilia
a. warna
b. tumbuhnya
c. kulit
d. gerakan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada, hematom
Tidak ada
Hitam
Normal
Sawo matang
Dalam batas normal
Hitam
Normal
Sawo matang
Dalam batas normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak tertinggal
Tidak tertinggal
Tidak tertinggal
Tidak tertinggal
10 mm
Tidak ada
Tidak ada
10 mm
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sawo matang
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sawo matang
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
a. heteroforia
b. strabismus
c. pseudostrabismus
d. exophtalmus
e. enophtalmus
4. Ukuran bola mata
a. mikroftalmus
b. makroftalmus
c. ptisis bulbi
d. atrofi bulbi
5. Gerakan bola mata
a. temporal
1) temporal superior
2) temporal inferior
d. nasal
1) nasal superior
2) nasal inferior
6. Kelopak mata
a. pasangannya
1.) edema
2.) hiperemi
3.) blefaroptosis
4.) blefarospasme
b. gerakannya
1.) membuka
2.) menutup
c. rima
1.) lebar
2.) ankiloblefaron
3.) blefarofimosis
d. kulit
1.) tanda radang
2.) warna
3.) epiblepharon
4.) blepharochalasis
e. tepi kelopak mata
1.) enteropion
2.) ekteropion
3.) koloboma
4.) bulu mata
7. Sekitar glandula lakrimalis
a. tanda radang
b. benjolan
c. tulang margo tarsalis
8. Sekitar saccus lakrimalis
a. tanda radang
b. benjolan
9. Tekanan intraocular
a. palpasi
b. tonometri schiotz
10. Konjungtiva
a. konjungtiva palpebra superior
1.) edema
2.) hiperemi
3.) sekret
4.) sikatrik
b. konjungtiva palpebra inferior
1.) edema
2.) hiperemi
3.) sekret
4.) sikatrik
c. konjungtiva fornix
1.) edema
2.) hiperemi
3.) sekret
4.) benjolan
d. konjungtiva bulbi
1.) edema
2.) hiperemis
3.) sekret
4.) injeksi konjungtiva
5.) injeksi siliar
e. caruncula dan plika
semilunaris
1.) edema
2.) hiperemis
3.) sikatrik
11. Sclera
a. warna
b. tanda radang
c. penonjolan
12. Kornea
a. ukuran
b. limbus
Tidak ada
Tidak ada
Dalam batas normal
Tidak ada
Tidak ada
Dalam batas normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kesan normal
Tidak dilakukan
Kesan normal
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Putih
Tidak ada
Tidak ada
Putih
Tidak ada
Tidak ada
12 mm
Jernih
12 mm
Jernih
c. permukaan
d. sensibilitas
e. keratoskop ( placido )
f. fluoresin tes
g. arcus senilis
13. Kamera okuli anterior
a. kejernihan
b. kedalaman
14. Iris
a. warna
b. bentuk
c. sinekia anterior
d. sinekia posterior
15. Pupil
a. ukuran
b. bentuk
c. letak
d. reaksi cahaya langsung
e. tepi pupil
16. Lensa
a. ada/tidak
b. kejernihan
c. letak
e. shadow test
17. Corpus vitreum
1. Kejernihan
2. Reflek fundus
Rata, mengkilap
Tidak dilakukan
reguler, tidak
terputus
Tidak dilakukan
Tidak ada
Rata, mengkilap
Tidak dilakukan
reguler, tidak
terputus
Tidak dilakukan
Tidak ada
Jernih
Dalam
Jernih
Dalam
Cokelat
Tampak lempengan
Tidak tampak
Tidak tampak
Cokelat
Tampak lempengan
Tidak tampak
Tidak tampak
3 mm
Bulat
Sentral
Positif
Tidak ada kelainan
3 mm
Bulat
Sentral
Positif
Tidak ada kelainan
Ada
Jernih
Sentral
Tidak dilakukan
Ada
Jernih
Sentral
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
OD
6/6
OS
6/6
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Ada hematom sekitar
palpebra superior et
inferior
Dalam batas normal
A.
B.
D.
E.
Supercilium
Pasangan bola mata
dalam orbita
F.
Ukuran bola mata
G.
Gerakan bola mata
H.
Kelopak mata
I.
J.
K.
L.
M.
Sekitar saccus
lakrimalis
Sekitar glandula
lakrimalis
Tekanan
intarokular
Konjungtiva
palpebra
Konjungtiva bulbi
hiperemis
N.
O.
P.
Q.
Terdapat perdarahan
subkonjungtiva
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Kesan normal
S.
Pupil
T.
Lensa
Bulat regular,
warnacoklat
Diameter 3 mm, bulat,
sentral
Kesan normal
U.
Corpus vitreum
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Konjungtiva fornix
Sklera
Kornea
Camera okuli
anterior
R.
Iris
Gambar 1
Gambar 2
V. DIAGNOSIS
OS subkonjungtival bleeding
VI. DIAGNOSIS BANDING
OS Konjungtivitis
OS Skleritis
OS Pinguekula iritan
VII. TERAPI
Asam traneksamat 3x1
VIII. PLANNING
Pemeriksaan slit lamp
IX. PROGNOSIS
OD
OS
Bonam
Bonam
Bonam
Bonam
Bonam
Bonam
1. Ad vitam
2. Ad fungsionam
3. Ad sanam
4. Ad kosmetikum
Bonam
Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Mata dan Konjungtiva
Mata adalah sebuah organ yang kompleks yang memiliki lebih dari satu sistem
anatomi yang mendukung fungsi mata itu sendiri. Secara umum ada beberapa sistem
anatomi yang mendukung fungsi organ mata, yaitu :
1. Anatomi kelopak mata
Kelopak mata memiliki peranan proteksi terhadap bola mata dari benda asing
yang menbahayakan mata. Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi
bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air
mata di depan kornea. Pada kelopak terdapat bagian bagian seperti kelanjar
sebasea, kelenjar Moll, kelenjar Zeis dan kelenjar Meibom. Sementara
pergerakan kelopak mata dilakukan oleh M. Levator palpebra yang dipersarafi
oleh N. Fasialis.
2. Anatomi sistem lakrimal
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
Sistem produksi atau glandula lakrimal. Sistem sekresi air mata atau lakrimal
bawahnya.
Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus
oleh 3 lapis jaringan, yaitu :
Sklera, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan
Kornea
Iris
Lensa
Retina
Nervus optikus
10
dan bulbi
Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan
epitel kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk
palisade Vogt. Stroma beralih menjadi kapsula Tenon kecuali pada limbus
dimana dua lapisan menyatu (Ilyas, 2008). Konjungtiva bulbaris melekat
longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat berkali kali. Pelipatan ini
memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva
11
12
(Ilyas, 2008). Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima
lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel
konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan
mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel sel epitel skuamosa.
Sel sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel sel superfisial dan
di dekat limbus dapat mengandung pigmen (Vaughan, 2000).
Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak
13
2.
3.
4.
5.
6.
7.
eye injury
ruptured blood vessels
blood in the eye
bleeding under the conjunctiva
bloodshot eye
pink eye
C. Epidemiologi
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok
umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur
(Graham, 2009). Penelitian epidemiologi di Kongo rata rata usia yang mengalami
perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun (Kaimbo, 2008). Perdarahan
subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%).
Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan
yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%).
Kondisi hipertensi
ringan.
Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian
akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi (American Academy,
2009).
14
E. Patofisiologi
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola
mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata.
pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan
sejumlah besar pembuluh darah yang halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya
tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata mengalami peradangan. Pembuluhpembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya mudah pecah sehingga
mengakibatkan terjadinya
perdarahan
subkonjungtiva.
Perdarahan subkonjungtiva
15
Etiologi
1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Itali
mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya
perrdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun
heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan
subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor
resiko perdarahan subkonjungtiva terutama pada kasus yang sering mengalami
kekambuhan (Parmeggiani, 2013). Mutasi pada faktor XIII Val34Leu mungkin
sangat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya episode perdarahan
subkonjungtiva (Incovaia, 2013).
2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah muntah, bersin)
3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur
bola mata)
4. Hipertensi (Pitts, 2013).
5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya
riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes,
SLE, parasit dan defisisensi vitamin C.
6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang
telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva,
penggunaan warfarin (Leiker, 2013).
7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada
konjungtiva.
16
17
subkonjungtiva terjadi penuh pada 360. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan
subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu
prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit
(Chern, 2002).
H.
J.
Komplikasi
18
19
Leiker LL, Mehta BH, Pruchnicki MC, Rodis JL. Risk factors and complications of
subconjunctival hemorrhages in patients taking warfarin. Kansan. USA. Diakses
pada tanggal 27 Agustus 2013, dari http//pubmed.com/ Risk factors and
complications of subconjunctival hemorrhages in patients taking
warfarin/3i2r43
Mimura T, Yamagami S et all. Contanc lens-Induced Subconjuntival Hemorrhage. 2010.
Tokyo, japan. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013, dari http//pubmed.com
Parmeggiani F et all. Prevalence of factor XIII Val34Leu polymorphism in patients
affected by spontaneous subconjunctival hemorrhage. Ferrara, Itali. Diakses
pada tanggal 27 Agustus 2013, dari http//pubmed.com/Prevalence of factor XIII
Val34Leu polymorphism in patients affected by spontaneous subconjunctival
hemorrhage/42u3-upr2
Pitts JF, Jardine AG, Murray SB, Barker NH. Spontaneous subconjunctival
haemorrhage--a sign of hypertension?. Western Infirmary, Glasgow. Diakses
pada tanggal 27 Agustus 2013, dari http//pubmed.com/aihds. Spontaneous
subconjunctival haemorrhage--a sign of hypertension?.id
Rifki, M. 2010. Perdarahan Subkonjungtiva. Jakarta Diakses pada tanggal 27 Agustus
2013/www.medicastore/ Perdarahan Subkonjungtiva.3ii04308azs
Stolp W, Kamin W, Liedtke M, Borgmann H. [Eye diseases and control of labor.
Studies of changes in the eye in labor exemplified by subconjunctival
hemorrhage (hyposphagmas)] . Johanniter-Krankenhauses Bonn. Jerman.
Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013
Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum,2000. Widia Meka. Jakarta
20