LEMBAR PENGESAHAN
Penyusun:
Meita Kusumo Putri
030.10.174
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal periode 28
Desember 2015 5 Maret 2016.
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL
Nama Mahasiswa : Meita Kusumo Dokter Pembimbing : dr. Herry Susanto, Sp.A
NIM
: 030.10.174
Tanda tangan
:
I.
IDENTITAS PASIEN
DATA
PASIEN
AYAH
IBU
Nama
By. Ny. S
Tn.S
Ny. S
Umur
0 hari
25 tahun
24 tahun
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Alamat
II.
Agama
Islam
Islam
Islam
Suku Bangsa
Jawa
Jawa
Jawa
Pendidikan
D3
SMA
Pekerjaan
Pegawai hotel
Penjaga warung
Penghasilan
Rp. 4.000.000,00
Rp. 1.500.000,00
Keterangan
Asuransi
BPJS PBI
No. RM
816120
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu dan ayah kandung
pasien pada tanggal 13 Februari 2016, pukul 15.30 WIB, di Ruang Dahlia
RSUD Kardinah.
A. Keluhan Utama : Sesak napas sesaat setelah lahir.
B. Keluhan tambahan : Merintih, berat badan lahir sangat rendah, lahir
2
kurang bulan.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien seorang bayi perempuan usia 0 hari, dirujuk dari RS Mitra Siaga
dengan neonatus preterm, lahir spontan, berat badan lahir sangat rendah,
asfiksia sedang, dengan risiko infeksi neonatus. Bayi lahir tanggal 10 Februari
2016 pukul 05.30 WIB secara spontan, ibu G2P1A0 hamil 30+4 minggu, keadaan
bayi saat lahir, yaitu air ketuban keruh dan skor APGAR 4-5-6, dengan berat
lahir 1.250 gram, panjang badan 38 cm. Saat datang, bayi tampak sesak dan
merintih.
Saat usia kehamilan 7 bulan, ibu pasien Ny. S, mengaku pernah
mengalami perdarahan dari jalan lahir, darah yang keluar hanya sedikit,
berwarna merah segar, tanpa disertai rasa nyeri saat perdarahan. Pada saat itu,
ibu pasien berobat ke RS Mitra Siaga dan dilakukan pemeriksaan USG,
dikatakan bahwa ari-arinya berada dibawah, dan hanya diberi obat penguat
rahim.
2 minggu yang lalu, ibu pasien mengalami perdarahan kembali. Darah
yang keluar hanya sedikit, tanpa disertai rasa nyeri. Pada saat itu, ibu pasien
sempat dirawat 4 hari, janin dikatakan baik.
Pada tanggal 8 Februari 2016, pukul 08.00 WIB, ibu pasien kembali
mengalami perdarahan. Namun darah yang keluar kali ini cukup banyak, tanpa
disertai rasa nyeri ataupun keluhan mulas-mulas. Pasien kemudian berobat ke
RS Mitra Siaga dan dirawat disana.
Pada tanggal 9 Februari 2016, pukul 16.00 WIB, pasien mengeluh mulasmulas, namun dirasa tidak begitu parah. Pada pukul 22.00 WIB, mulas dirasa
semakin memberat disertai keluar air-air yang merembes. Sekitar 7 jam
kemudian bayi lahir secara pervaginam (tanggal 10 Februari 2016 pukul 05.30
WIB).
Menurut ayah pasien, pasien menangis tidak kuat setelah lahir, pasien
belum mendapat ASI, gerak kurang aktif, sehingga pasien dipindahkan ke
ruang observasi bayi di RS Mitra Siaga. Selama 30 menit diobservasi,
I. Riwayat Kelahiran
Tempat kelahiran
: RS Mitra Siaga
Penolong persalinan
: Bidan
Cara persalinan
Penyulit persalinan
Masa gestasi
Keadaan bayi
Berat badan lahir
: 1.250 gram
5
: 38 cm
Lingkar kepala
: 27 cm
Keadaan lahir
Nilai APGAR
: 4-5-6
Kelainan bawaan
: Tidak ada
Air ketuban
: keruh
Keterangan :
: laki-laki
: pasien
: perempuan
Kesan : Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang
sama.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 13 Januari 2016, pukul 16.00 WIB (hari ketiga
perawatan), di Ruang NICU RSUK.
A. Kesan Umum
Bayi
Menangis
: Kurang kuat
Kejang
(-)
Gerak
: Kurang aktif
Pucat
(-)
Retraksi
: Subkostal minimal
Ikterik
Sianosis
:-
B. Tanda Vital
- Tekanan darah
- Nadi
- Laju nafas
- Suhu
- Sp.02
C. Data Antropometri
7
: 1.250 kg
: 38 cm
: 27 cm
D. Status Internus
Kulit
Inspeksi
Palpasi
Wajah
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thorax
Pulmo
Inspeksi
tertinggal
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
:
: Datar, terpasang infus tali pusat, tampak kemerahan
disekitar tali pusat, abdomen tampak ikterik.
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Vertebrae
Urogenital
Ekstremitas
:
Superior
- /- /- /-
Inferior
- /-/- /+/+
Ikterik
-/-
(terbatas hingga
CRT
Tonus
> 2 detik
Hipotonus
Deformitas
Akral dingin
Akral sianosis
Refleks primitif
Refleks Oral
IV.
Refleks Hisap
Refleks Rooting
: (+) lemah
: (-)
Refleks Moro
: Tidak dilakukan
: (+)
: (+)
PEMERIKSAAN KHUSUS
Usia kehamilan
: 30+4 minggu
10
Pada kasus ini, ikterik terdapat pada dada punggung, abdomen hingga batas atas lutut
(Ikterik kramer II-III)
11
12
Kurva Fenton
Kurva untuk pertumbuhan neonatus preterm. Dari hasil perhitungan, didapatkan
panjang badan, lingkar kepala, dan berat badan berada tepat di persentil 10.
13
Downe Score
Frekuensi Napas
Retraksi
0
< 60 x/menit
Tidak ada retraksi
Sianosis
Tidak sianosis
Air Entry
Udara masuk
Merintih
Tidak merintih
1
60-80 x/menit
Retraksi ringan
Sianosis hilang
2
> 80 x/menit
Retraksi berat
Sianosis menetap
dengan O2
Penurunan ringan
walaupun diberi O2
Tidak ada udara
udara masuk
Dapat didengar
masuk
dengan
stethoscope
Dapat didengar
tanpa alat bantu
Kelainan bawaan
Asfiksia sedang
Preterm
BBLR
14
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah 10 Februari 2016 pukul 18:42 WIB
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Hemoglobin
15.8
g/dl
11.2 15.7
Leukosit
4.8
103/l
13.0 38.0
Hematokrit
42.1
%
37 47
Trombosit
59 ()
103/l
150 521
6
Eritrosit
4.1
10 /l
4.1 5.1
RDW
14.1
%
11.5 14.5
MCV
101.7 ()
U
80 96
MCH
38.2 ()
Pcg
28 33
MCHC
37.5 ()
g/dl
33 36
Glukosa Sewaktu
95
mg/dl
70-160
CRP
(+) 48
Negatif
Laboratorium Darah 13 Februari 2016 pukul 07.00 WIB
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Bilirubin total
21.65 ()
mg/dl
0.3 1.2
Bilirubin direk
0.67 ()
Mg/dl
0 0.25
Laboratorium Darah 14 Februari 2016 pukul 16:24 WIB
Pemeriksaan AGD
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Temperatur pasien
37.3
C
FiO2
50.0
%
Measured
Temperatur
37.0
C
pH
7.238 ()
No unit
7.350 7.450
pCO2
46.1
mmHg
35.0 48.0
pO2
76.7 ()
mmHg
83 108
Corrected
Temperatur
37.3
C
pH
7.234 ()
No unit
7.350 7.450
pCO2
46.8
mmHg
35.0 48.0
pO2
78.3 ()
mmHg
83 108
Hct
41.0
%
42.0 62.0
Natrium
121.2 ()
mM
136.0 145.0
Kalium
4.29
mM
3.50 145.0
Kalsium Ion
0.21
mM
0.20 5.00
HCO3
19.5
mM
TCO2
20.9
mM
Beb
-8.0
mM
BE ecf
-8.0
mM
15
O2 Sat
tHb
22.5
13.9
%
g/dl
16
VI.
DAFTAR MASALAH
-
Asfiksia sedang
Neonatal infeksi
Hiperbilirubinemia
BBLSR
Neonatal preterm
DIAGNOSIS BANDING
Asfiksia sedang
Infeksi neonatus
Faktor janin
Faktor ibu
Infeksi peri natal
17
Hiperbilirubinemia
Gangguan Konjugasi
Gangguan Ekskresi
Gangguan Transportasi
Prematuritas murni
Neonatus preterm
VII.
Dismaturitas
Bayi sesuai untuk masa kehamilan
DIAGNOSIS KERJA
-
Asfiksia sedang
Neonatal infeksi
Hiperbilirubinemia
BBLSR
Neonatal preterm
VIII. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
- Pasang O2 CPAP
- IVFD D5% 5 tpm
- Inj. Cefotaxim 2 x 75 mg
- Inj. Aminophilin 2 x 2 mg
- Inj. Ca Gluconas 1 x 0.3 ml
- Infus aminofusin paed 1 ml/jam
b. Non-medikamentosa
- Rawat intensif, monitor tanda vital, sesak atau kejang
- Pasang OGT
- Diet : tunda
- Fototerapi 2 x 24 jam
18
Quo ad vitam
Quo ad sanationam
Quo ad fungsionam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
19
FOLLOW UP
10 Februari 2016 pkl. 08.00 WIB
(IGD)
Hari Perawatan ke-0
S
Pasien lahir spontan (10/2/16) pukul S
05.30 WIB di RS Mitra Siaga. Dirujuk
dengan sesak dan merintih. Pasien lahir
dari ibu dengan G2P1A0 hamil 30+4
minggu.
Sesak (+) Merintih (+) Demam (-)
O KU: Menangis kurang kuat, merintih O
(+), gerak kurang aktif, retraksi (+)
subcostal, tampak sesak
TTV: HR: 153x/mnt, RR: 62 x/mnt, S:
36.0 0C, Sp.O2 98%
Status generalis:
Kepala: Mesosefali, UUB datar, molase
(-)
Mata: CA (-/-), SI (-/-)
Mulut: sianosis (-)
Toraks: Retraksi (+) subcostal berat,
SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ 1-2
reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, BU (+)
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-)
CRT <2
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-)
CRT <2
Downe score : 5
GDS: 95 mg/dl
20
Inj. Aminofilin 2 x 2 mg IV
Inj. Ca glukonas 1 x 0,3 ml IV
Perawatan di NICU
12 Februari 2016 pkl. 06.00 WIB
(NICU)
Hari Perawatan ke-2
S Sesak (+), BAK (+), BAB (+), kejang S
(-), demam (-), tampak kuning (+),
Refleks hisap ()
O KU: Menangis kurang kuat, gerak O
kurang aktif, ikterik (+) kramer II,
retraksi (+), sesak (+), sianosis (-)
TTV: HR: 134x/mnt, RR: 72x/mnt
tidak teratur, S: 36,8C, SpO2 98%,
Status generalis:
Kepala: Mesosefali, UUB datar, molase
(-)
Mata: CA (-/-), SI (-/-)
Mulut: sianosis (-)
Toraks: Retraksi (+) subcostal, SNV
(+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ 1-2 reguler,
m (-), g (-)
Abdomen: Supel, BU (+)
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-)
CRT <2
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-)
CRT <2
infeksi, A
O2 CPAP
IVFD D10% 5 tpm
Inj. Cefotaxim 2 x 75 mg IV
Inj. Aminofilin 2 x 2 mg IV
Inj. Ca glukonas 1 x 0,3 ml IV
Inj. Aminofilin 2 x 2 mg IV
Inj. Ca glukonas 1 x 0,3 ml IV
Diet : tunda
13 Februari 2016 pkl. 06.00 WIB
(NICU)
Hari Perawatan ke-3
Sesak (+), BAK (+), BAB (+),
kejang (-), demam (-), tampak
kuning (+), Refleks hisap ()
KU: Menangis kurang kuat, gerak
kurang aktif, ikterik (+) kramer IIIII, retraksi (+), sianosis (-)
TTV: HR: 150x/m, RR: 67x/m
tidak teratur, S: 36.6C, SpO2
95%,
Status generalis:
Kepala: Mesosefali, UUB datar,
molase (-)
Mata: CA (-/-), SI (-/-)
Mulut: sianosis (-)
Toraks: Retraksi (+) subcostal,
SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ 1-2
reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, BU (+)
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-)
CRT <2
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE
(-/-) CRT <2
Lab tgl. 13/2/16
Bilirubin total 21,65% ()
Bilirubin direk 0,67% ()
Asfiksia sedang, neonatal infeksi,
Hiperbilirubinemia, BBLSR,
neonatal preterm
O2 CPAP
IVFD D10% 5 tpm
Inj. Cefotaxim 2 x 75 mg IV
Inj. Aminofilin 2 x 2 mg IV
Inj. Ca glukonas 1 x 0,3 ml IV
21
Diet : tunda
Infus aminofusin paed 1 ml/jam
Fototerapi 2 x 24 jam
A
P
Obs. Konvulsi
Terpasang O2 ventilator SiMV
Inj. Fenobarbital 20 mg IV
Cek AGD
22
Obs. Konvulsi
Terpasang O2 ventilator CMV
Inj. Fenobarbital 20 mg IV
Terapi lain lanjut
23
CRT <2
AGD tgl. 14/2/16 pkl. 16:24 WIB
pH 7,234 ()
pO2 78,3 mmHg ()
Natrium 121,2 mM ()
GDS 377 mg/dl ()
A Distress
respirasi,
BBLSR, A
Hiperbilirubinemia, neonatus preterm
P Terpasang O2 ventilator mode CMV P
IVFD D10% 5 tpm + loading NaCl
15 ml
Inj. Cefotaxim 2 x 75 mg IV
Inj. Aminofilin 2 x 2 mg IV
Inj. Ca glukonas 1 x 0,3 ml IV
Diet : tunda
Syringe pump : Asam amino 1
ml/jam
24
25
ANALISA KASUS
Pasien bayi perempuan usia 0 hari, didiagnosis asfiksia sedang, neonatal infeksi,
hiperbilirubinemia, BBLSR, neonatus preterm. Dasar diagnosis ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Masalah
Interpretasi
Anamnesis
Bayi lahir tanggal 10 Februari 2016 (0 Keadaan pasien saat datang, yaitu sesak
hari SMRS) secara spontan, penyulit dan terdapat retraksi dinding dada, hal ini
perdarahan
antepartum
et
causa mengindikasikan
tidak
adekuatnya
plasenta previa, dan KPD 7 jam, ibu oksigenasi di dalam tubuh, selain itu
G2P1A0 hamil 30+4 minggu, keadaan didapatkan pula bayi tidak menangis
bayi saat lahir, yaitu air ketuban keruh, dengan kuat, merintih, gerakan tidak aktif,
menangis tidak kuat, merintih, gerakan dengan Skor APGAR 2-3-5 bermakna
tidak aktif, dengan skor APGAR 4-5-6, asfiksia sedang.
dan berat lahir 1.250 gram.
Asfiksia neonatorum dapat disebabkan
Saat datang di IGD, keadaan bayi
oleh beberapa faktor, yaitu:
tampak sesak, terpasang O2 CPAP,
menangis tidak kuat, merintih, terdapat
retraksi dinding dada.
Faktor plasenta
Dalam kasus ini didapatkan faktor dari
plasenta, yaitu plasenta previa. Plasenta
previa
menyebabkan
perdarahan
bahwa
telah
terjadi
kehamilan,
kejadian
dua
perfusi
ke
jaringan
26
Hipoksia
pada
janin
bulan
atau
preterm
atau
pada
paru-paru
kurang,
kurang
aktif,
retraksi
Neonatus infeksi
Masalah
Interpretasi
27
Anamnesis
Faktor risiko neonatal infeksi dinilai dari Bell Squash score didapatkan hasil 5,
Bell Squash score, ditemukan adanya:
Asfiksia sedang
di antaranya:
Preterm
BBLR
Perinatal
Dalam kasus ini didapatkan masalah,
Ketuban
pecah
dini
menyebabkan
pada
berat
neonatus
ringannya
dapat
dibagi
menurut
dalam
dua
tampak lemah
- Hipotermia
- Merintih
tetanus neonatorum.
kebutuhan
infeksi
moniliasis.
bradipoe
Pada
pemeriksaan
didapatkan hasil :
umbilikus
omfalitis
),
keadaan
hamil
dan
persalinan
- Trombosit 59 x 103/L
- BE -8,0
sistemik.
Faktor risiko :
- Persalinan (partus) lama
- Persalinan dengan tindakan
- Infeksi/febris pd ibu
- Air ketuban bau, warna hijau
- KPD lebih dr 18 jam
- Prematuritas & BBLR
- Fetal distres
Tanda & gejala :
- Reflek hisap lemah
-
29
atau apnoe
Hiperglikemia >140 mg/dl
BE <-10 mval/L
Perubahan warna kulit
Peningkatan kebutuhan oksigen
Secara
laboratoris
(minimal
30
Hiperbilirubinemia
Masalah
Anamnesis
Pada perawatan hari ke-2, didapatkan
Interpretasi
Hiperbilirubin pada neonatus biasanya
faktor
uptake
dan
konjugasi,
faktor
Pemeriksaan Fisik
Kesan Umum: ikterik (+)
Krammer Score grade II-III
Bilirubin total 21,67 mg/dL
Bilirubin direk 0,67 mg/dL
Tubuh
OS
tampak
ikterik
dengan
31
BBLSR
Masalah
Interpretasi
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Bayi lahir dengan usia kehamilan 30+4 Pasien lahir dengan berat lahir pasien
minggu, dengan berat badan lahir 1.250 dibawah 1.500 gram, yaitu 1.250 gram.
gram.
Pemeriksaan Fisik
Kesan Umum: Tampak kecil
Berat badan lahir 1.250 gram.
Interpretasi
Anamnesis+pemeriksaan fisik
Pasien lahir usia kurang bulan (30+4 Usia gestasi ibu saat bayi lahir adalah 30+4
minggu)
minggu,
hal
ini
sesuai
dengan
new
ballard
score,
Berat bayi lahir sangat rendah, yaitu pemeriksaan
didapatkan usia gestasi antara 30-32
1.250 gram
New ballard score didapatkan hasil 16
Kurva lubchenko didapatkan bayi
32
33
TINJAUAN PUSTAKA
34
Bayi dengan BBLSR merupakan salah satu faktor risiko terhadap kematian bayi
khususnya pada masa perinatal. Tahun 2006, Indonesia menduduki peringkat 10
diantara 18 negara ASEAN dan SEARO dengan angka kematian bayi yaitu 35 per 1000
kelahiran hidup. Kalimantan Selatan pada tahun 2007, angka kematian bayi yaitu 58 per
1000 kelahiran hidup.
Bayi berat berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi baru lahir yang
berat badan pada saat kelahiran 1000 - 1.500 gram.
Berikut adalah definisi mengenai istilah-istilah penting:
Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu
(259 hari)
Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu sampai
42 minggu (259 sampai 293 hari)
Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau
lebih (294 hari atau lebih).3,5,6
35
Beratnya seperti bayi matur akan tetapi sering timbul masalah seperti yang
dialami bayi prematur, seperti gangguan pernafasan, hiperbilirubinemia dan
daya hisap lemah.
2) Bayi prematur kecil untuk masa kehamilan (KMK) terdapat banyak istilah untuk
menunjukkan bahwa bayi KMK dapat menderita gangguan pertumbuhan di dalam
uterus (intra uterine growth retardation / IUG)seperti pseudo premature, small for
dates, dysmature, fetal malnutrition syndrome, chronis fetal distress, IUGR dan small
for gestasional age ( SGA ).
Ada dua bentuk IUGR yaitu : (Rustam, 1998)
a. Propornitinate IUGR: janin menderita distress yang lama, gangguan
pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum bayi
lahir. Sehingga berat, panjang dan lingkaran kepala dalam proporsi yang
seimbang, akan tetapi keseluruhannya masih di bawah masa gestasi yang
sebenarnya.
b. Disproportinate IUGR : terjadi akibat distress sub akut. Gangguan terjadi
beberapa Minggu dan beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini
panjang dan lingkaran kepala normal, akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa
gestasi. Tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak dibawah kulit, kulit kering,
keriput dan mudah diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih panjang
Prematuritas murni
Masa gestasinya kurang dari 37 minggu, dan berat badannya sesuai dengan berat
badan untuk masa gestasi itu, atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk
masa kehamilan. Masa gestasi yang kurang dari 37 minggu ini dihitung dari mulai
hari pertama menstruasi terakhir, dan dianggap sebagai periode kehamilan
memendek. Prematur sering juga digunakan untuk mangatakan imaturitas.
36
Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
gestasi itu. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan
merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya. 3
Untuk menaksir masa gestasi pada neonatus dapat digunakan cara, antara lain:
Menggunakan HPHT
Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan EEG
merupakan pengukur langsung pertumbuhan otak. Lingkar kepala pada bayi dengan
KMK dapat menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan otak akibat adanya restriksi
pertumbuhan intrauteri (intrauterin growth restriction) atau kelainan neurologi.3,5
Faktor yang meningkatkan insidensi KMK, yaitu:
Faktor fetus
Abnormalitas karyotipe
Abnormalitas kromosom
37
Penyakit genetik
Anomali kongenital
Faktor maternal
Infeksi (TORCH)
Status nutrisi
Kelainan plasenta
Plasenta previa
Faktor demografi
Ras
Paritas
Adapun penyebab dismaturitas ialah setiap keadaan berupa gangguan pertukaran
zat antara janin dan ibu. Pada beberapa kasus, bayi kembar merupakan faktor risiko
karena bayi kembar sehingga zat makanan yang diberikan ibu sewaktu hamil terbagi
dua, yang mengakibatkan nutrisi pada masing-masing janin menjadi lebih sedikit
38
dibandingkan pada kehamilan tunggal. Ini mengakibatkan berat badan yang rendah pada
janin.3,5,6
Menetapkan bayi kembar monozigot atau dizigot sangat penting. Penyebab
kematian yang umum terjadi adalah saling membelitnya tali pusat kedua janin tersebut
(>50% kasus). Pada kembar monozigot sering timbul anastomosis arteriovenosa.
Akibatnya darah akan dipompakan dari arteri ke dalam vena, keluar dari janin yang satu
masuk ke arteri janin yang lain. Sehingga janin kembar monozigot yang satu dapat
berukuran jauh lebih kecil daripada janin lainnya.
Semakin rendah berat lahir bayi maka komplikasi yang dapat terjadi semakin
besar. Masalah yang dihadapi pada bayi BBLSR, yaitu:
Hipotermi
Hal ini karena luas permukaan tubuhnya relatif lebih besar perbandingannya
terhadap
berat
badan,
sehingga
terjadi
peningkatan
kehilangan
panas.
Rawat inkubator
Hipoglikemi
Akibat berkurangnya simpanan glikogen dan lemak. Hipotermi dan hipoksia dapat
mengakibatkan hipoglikemi karena peningkatan kebutuhan metabolik dan glikolisis
anaerobik.
39
Asfiksia perinatal
Terjadi karena gangguan transporasi O2 dalam uterus.
Masalah respirasi
Dapat berupa respiratory distress syndrome (RSDS) yang disebabkan oleh
defisiensi surfaktan dan apneu.
hipernatremia,
hiponatremia,
hiperkalemia,
hipokalsemia,
dan
hipermagnesia.
Hiperbilirubinemia
Anemia
Ketidakseimbangan nutrisi
Infeksi
Resiko infeksi lebih tinggi karena imaturitas imunologi dan perawatan invasif yang
lama.
Masalah neurologi
Perdarahan intraventrikular
Leukomalasia periventrikular
40
Komplikasi oftalmologi
Berikut adalah pembagian permasalahan yang timbul pada bayi dengan BBLSR
menurut sistem organ:
Bayi BBLSR berisiko mengalami gagal nafas, yang dapat disebabkan oleh:
Defisiensi surfaktan
41
Pemeriksaan kadar gula darah setiap 8-12 jam. Cairan infus yang diberikan yaitu
D10%.
Pencegahan terhadap infeksi, karena bayi sangat rentan terhadap infeksi, karena
pemindahan Ig G dari ibu ke janin terganggu.
Terapi oksigen
Menjaga saturasi oksigen kisaran 85% - 92%. Saturasi oksigen tidak harus
maksimal untuk melindungi kerusakan paru akibat oksigen.
Cairan
Pada hari pertama perawatan, bayi BBLSR mendapatkan cairan sekitar 60-80
ml/KgBB. Harus dilakukan pengawasan terhadap cairan yang masuk dan yang
keluar.
Elektrolit
43
Infeksi pada neonates paling sering melalui kontak dengan kulit. Pada bayi BBLSR dan
KMK memiliki lapisan kulit yang lebih tipis. Sehingga mudah mengalami kerusakan
dan menjadi jalur infeksi. Oleh karena itu, selama perawatan dilakukan tindakan
minimal handling. Selama perawatan di rumah sakit, infeksi juga dapat terjadi melalui
kateter infus dan pemasangan orogastric tube (OGT). Bakteri penyebab sepsis akibat
pemasangan OGT terbanyak yaitu Staphylococcus dan Enterobacteriaceae.
2. ASFIKSIA NEONATORUM
1) DEFINISI
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia,
44
dan eklampsia
Demam
Kehamilan
3. Faktor Bayi
Bayi
Persalinan
bawaan (kongenital)
dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi.
Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap
pertolongan persalinan.
3) KLASIFIKASI
Asfiksia dapat dibagi berdasarkan skor APGAR.
4) PATOFISIOLOGI
Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara, proses ini dianggap perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat
pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudian berlanjut dengan
pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena
reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya. Kegagalan perafasan mengakibatkan
gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, diikuti asidosis respiratorik.
Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel akan berlangsung dalam suasana
aerobik yang berupa glikolisis glikogen sehingga sumber utama glikogen
terutama pada jantung dan hati akan berkurang dan asam organik yang terjadi
akan menyebabkan asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi
perubahan kardiovaskular yang disebabkan beberapa diantaranya:
46
dengan pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit (periode hiperapne)
diikuti dengan apneu primer kira-kira satu menit di mana pada saat ini denyut
jantung dan tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan mulai bernafas
(gasping) 8-10 kali/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah
sehingga akhirnya timbul apneu skunder. Pada keadaan normal fase-fase ini
tidak jelas terlihat karena setelah pembersihan jalan nafas bayi maka bayi akan
segera bernafas dan menangis kuat.
Pemakaian sumber glikogen unutk energi dalam metabolisme anaerob
menyebabkan tubuh bayi akan menderita hipoglikemia. Pada asfiksia berat
menyebabkan kerusakan membran sel terutama sel susunan saraf pusat sehingga
mengakibatkan gangguan elektrolit, berakibat menjadi hiperkalemia dan
pembengkakakn sel. Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia berlangsung
selama 8-15 menit.9
5) DIAGNOSIS
Neonatus yang mengalami asfiksia neonatorum bisa didapatkan riwayat
gangguan lahir, lahir tidak bernafas dengan adekuat, riwayat ketuban bercampur
mekoneum. Temuan klinis yang didapatkan pada neonatus dengan asfiksia
neonatorum dapat berupa lahir tidak bernafas/megap-megap, denyut jantung
<100x/menit, kulit sianosis atau pucat dan tonus otot melemah. Secara klinis
dapat digunakan skor APGAR pada menit ke 1, 5 dan 10 unutk mendiagnosa
dan mengklasifikasikan derajat asfiksia secara cepat. Skor APGAR merupakan
metode objektif untuk menilai kondisi bayi baru lahir dan berguna untuk
memberikan informasi mengenai keadaan bayi secara keseluruhan dan
keberhasilan tindak resusitasi. Walaupun demikian, tindakan resusitasi harus
47
dimulai sebelum perhitungan pada menit pertama. Jadi skor APGAR tidaklah
digunakan untuk menentukan apakah seorang bayi memerlukan resusitasi,
langkah mana yang dibutuhkan atau kapan kita menggunakannya. Ada tiga tanda
utama yang digunakan untuk menentukan bagaimana dan kapan melakukan
resusitasi (pernafasan, frekuensi jantung, warna kulit) dan ini merupakan bagian
dari APGAR skor.dua tanda tambahan (tonus otot dan refleks rangsangan)
menggambarkan keadann neurologis. Skor APGAR biasanya dinilai pada menit
1 kemudian pada menit ke 5. Jika nilainya pada menit ke 5 kurang dari 7,
tambahan penilaian harus dilakukan setiap 5 menit sampai 20 menit.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisis gas darah, dimana
pada neonatus dengan asfiksia neonatorum didapatkan PaO2 < 50 mmH2O,
PaCO2 > 55 mmH2O, pH < 7,3. WHO pada tahun 2008 sudah menambahkan
kriteria dalam penegakan diagnosis asfiksia berdasarkan skor APGAR dan
adanya asidosis metabolik, ditambah adanya gangguan fungsi organ berupa
gejala neurologis berupa HIE, akan tetapi penegakan diagnosis HIE tidak dapat
dilakukan dengan segera dan terdapat berbagai keterbatasan dalam aplikasinya
di komunitas. Hal ini membuat diagnosis asfiksia secra cepat di komunitas
menggunakan kriteria penilaian adanya gengguan pada pernafasan, frekuensi
jantung dan warna kulit ditunjang dengan hasil analisa gas darah yang
menunjukan asidosis metabolik.9,10
6) PENATALAKSANAAN
Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah mempertahankan kelangsungan
hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul
dikemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi, lazim disebut resusitasi
bayi baru lahir.
a. Resusitasi
Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 3
pertanyaan:
a. apakah bayi cukup bulan?
b. apakah bayi bernapas atau menangis?
48
PROGNOSIS
Pada keadaan yang berat angka kematianya dilaporkan sekitar 25-50%.
Kematian biasanya terjadi pada minggu minggu awal kehidupan. Disebabkan
karena kerusakan multiorgan. Bayi dengan disabilitas neurologi yang berat
biasanya meninggal karena pneumonia aspirasi atau disebabkan oleh infeksi
sistemik.
49
Pada
bayi
yang dapat
bertahan
hidup
dalam
jangka
waktu yang
lama
biasanya
akan mengalami komplikasi bergantung dari keparahan penyakit. Pada 80% bayi
mengalami komplikasi yang serius, 10 20% mengalami disabilitas yang serius
dan sekitar 10% diantaranya sehat. Pada bayi yang mengalami asfiksia sedang
30 50% diantaranya mengalami komplikasi jangka panjang yang serius, 10
20% mengalami gangguan neurologis. Sedangkan pada bayi yang mengalami
serangan ringan hampir semuanya tidak mengalami gangguan saraf pusat.9,10
50
3.
NEONATAL INFEKSI
51
1) DEFINISI
Infeksi neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua
yaitu: early infection (infeksi dini) dan late infection (infeksi lambat). Disebut
infeksi dini karena infeksi diperoleh dari si ibu saat masih dalam kandungan
(perinatal) yang terjadi segera dalam periode post-natal
biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero. sementara infeksi
lambat adalah infeksi post-natal (> 72jam) yang diperoleh dari lingkungan luar,
atau sekitar rumah sakit (nosokomial) bisa lewat udara atau tertular dari orang
lain
2) PATOFISIOLOGI
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3
golongan, yaitu:
Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu
melalui batas plasenta. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan
masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini ialah :
- Virus,
yaitu
rubella,
polyomyelitis,
covsackie,
variola,
vaccinia,
cytomegalic inclusion
- Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues )
- Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeria
monocytogenes.
- Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta. Fokus pada
plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin mendapat
tuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut.
Infeksi Perinatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah
ketuban pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban
dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam), mempunyai peranan penting terhadap
timbulnya plasentisitas dan amnionitik. Infeksi dapat pula terjadi walaupun
52
ketuban masih utuh misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan
manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasi likuor yang septik
sehingga terjadi pneumonia kongenital selain itu infeksi dapat menyebabkan
septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengan
kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan oral trush .
Infeksi Postnatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang
berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat
penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat
infeksi silang. Infeksi pasacanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat
dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitas sekali karena mortalitas
infeksi pascanatal ini sangat tinggi.
3) DIAGNOSIS
Diagnosis infeksi perinatal tidak mudah. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan
dengan observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti dan
akhirnya dengan pemeriksaan fisik dan laboratarium.
Infeksi lokal pada nonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum,
sehingga gejala infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis
dini dapat ditegakkan kalau kita cukup waspada terhadap kelainan tingkah laku
neonatus yang seringkali merupakan tanda permulaan infeksi umum. Neonatus
terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut tidak
menderita penyakit atau kelainan kongenital tertentu, namun tiba-tiba tingkah
lakunya berubah, hendaknya harus selalu diingat bahwa kelainan tersebut
mungkin sekali disebabkan oleh infeksi.
Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting,
terutama pada bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan
menimbulkan angka kematian yang tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi
pada bayi tidak khas. Adapun gejala yang perlu mendapat perhatian yaitu :
Malas minum
Bayi tertidur
53
Tampak gelisah
Pernapasan cepat
Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas
normal
Terjadi edema
Sklerema
Kelainan bawaan
Asfiksia
Preterm
BBLR
Gupte score
Prematuritas
Cairan amnion berbau busuk
Ibu demam
Asfiksia
Partus lama
Vagina tidak bersih
KPD
3
2
2
2
1
2
1
54
a) Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum sering didahului oleh keadaan hamil dan persalinan
sebelumnya seperti dan merupakan infeksi berat pada neonatus dengan
gejala-gejala sistemik.
Faktor risiko :
-
Infeksi/febris pd ibu
Fetal distres
Merintih
Prinsip pengobatan:
-
Kejang
UUB menonjol
Kaku kuduk
Pengobatan :
-
Letargia
Malas minum
Rhonki (+)
Pengobatan :
-
d) Tetanus neonatorum
Etiologi
-
56
Gejala
-
Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena kejang
otot rahang dan faring (tenggorok)
Tindakan
-
e) Oftalmia Neonatorum
Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman Neisseriagonorrhoeae
saat bayi lewat jalan lahir. Dibagi menjadi 3 stadium :
- Stadium infiltrative
Berlangsung 1-3 hari. Palpebra bengkak, hiperemi, blefarospasme,
mungkit terdapat pseudomembran
- Stadium supuratif
Berlangsung 2 3 minggu. Gejala tidak begitu hebat, terdapat secret
bercampur darah, yang khas secret akan keluar dengan mendadak
(muncrat) saat palpebra dibuka
- Stadium konvalesen
57
Pegang instrumen tajam dengan hati hati dan bersihkan dan jika perlu
sterilkan atau desinfeksi instrumen dan peralatan.
Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan buang
sampah.
58
HIPERBILIRUBINEMIA
Pengertian Ikterus Neonatorum
Ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus pada bayi baru lahir. Ikterus adalah
pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya
kadar bilirubin dalam darah. Biasanya mulai tampak pada kadar bilirubin serum > 5
mg/dL atau disebut dengan hiperbilirubinemia, yang dapat menjurus ke arah terjadinya
kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan.
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya
produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada
neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa
normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritrosit pada neonatus lebih banyak dan
usianya lebih pendek. Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi
baru lahir, terutama pada bayi berat lahir rendah (BBLR). Penyebab yang sering terjadi
adalah belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit. Pada bayi, usia sel
darah merah sekitar 90 hari. Hasil pemecahannya, eritrosit harus diproses oleh hati. Saat
lahir, hati bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa pemecahan eritrosit
disebut biliruibn, bilirubin inilah yang menyebabkan pewarnaan kuning pada bayi.
Metabolisme Bilirubin
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh
tubuh. Sebagian besar (80%) bilirubin berasal dari degradasi hemoglobin darah dan
sebagian lagi (20%) dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan
bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta
beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin
bebas. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karena mempunyai sifat
lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan
sawar darah otak. Bilirubin tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa
ke hepar. Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh
59
reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel
hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein Y) protein Z dan glutation hati lain
yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada
kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang
terkonjugasi ini diekskresikan melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan
dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan feses sebagai sterkobilin.
Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses
absorbsi enterohepatik.
60
terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga terakumulasi di dalam darah.
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh,
misal kerusakan sel otak yang akan menyebebabkan gejala sisa di kemudian hari.
Etiologi Ikterus Neonatorum
Peningkatan kadar bilirubin umumnya terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena :
a. Meningkatnya kadar bilirubin
Hemolisis disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan umur lebih
pendek.
b. Penurunan eksresi bilirubin
Hal ini dapat terjadi karena :
-
Fungsi hepar yang belum sempurna sehingga terjadi penurunan ambilan dalam
hati dan penurunan konjugasi oleh hati
dan bayi dengan pengeluaran mekonium lebih awal cenderung mempunyai insiden yang
rendah untuk terjadinya ikerus fisiologis. Pada bayi yang diberi minum susu formula
cenderung mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada mekoniumnya selama 3 hari
pertama kehidupan dibandingkan dengan yang mendapat ASI. Bayi yang mendapat ASI,
kadar bilirubin cenderung lebih rendah pada yang defekasinya lebih sering. Bayi yang
terlambat mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi ikterus fisiologis.
62
Gambar Distribusi level maksimal bilirubin selama 1 minggu pertama pada bayi yang
mendapat ASI dan susu formula
Faktor Risiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum adalah :
63
a.
Faktor maternal
b.
Faktor perinatal
c.
Faktor neonatus
Prematuritas
Faktor genetik
Polisitemia
Hipoglikemia
Hipoalbuminemia
Ikterus fisiologis
a.
b.
c.
d.
e.
Ikterus tampak jelas pada hari kelima dan keenam dan menghilang pada
hari kesepuluh
2.
Ikterus patologik
Ikterus yang cenderung menjadi patologik adalah ;
a.
64
b.
c.
d.
e.
Infeksi
Hipoglikemia, hiperkarbia
Hiperosmolaritas darah
Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia lebih dari 8 hari pada
neonatus cukup bulan atau lebih dari 14 hari pada neonatus kurang bulan
Penegakan Diagnosis
Menetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan
pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus
untuk dapat memperkirakan penyebabnya. Pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan
itu ialah menggunakan saat timbulnya ikterus.
a.
defisiensi G6PD
b.
Hal ini dapat diduga dari jika terdapat peningkatan kadar bilirubin cepat,
misalnya melebihi 5 mg% per 24 jam
65
Polisitemia
Hipoksia
Sferositosis, elipsitosis
Dehidrasi asidosis
c.
Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
Dehidrasi asidosis
Pengaruh obat
Sindrom Crigler-Najjar
Sindrom Gilbert
d.
Hipotiroidisme
Infeksi
Neonatal hepatitis
66
67
Penjelasan
Aterm
4-8
4-8
5-12
5-12
7-15
8-16
9-18
11-18
>10
>15
Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan
kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).
Bilirubin serum total 24 jam pertama lebih dari 4,5 mg/dl dapat digunakan
sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu
pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak
praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.
Tatalaksana awal ikterus neonatorum :
Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko ; berat lahir kurang dari 2500 gram,
lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan
golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs
Jika kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan
terapi sinar
Jika kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi
sinar, lakukan terapi sinar
Jika faktor Rhesus dan golongan darah AB0 bukan merupakan penyebab
hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring
G6PD bila memungkinkan
Hal selanjutnya yang dilakukan adalah mengatasi hiperbilirubinemia. Adapun hal yang
dapat dilakukan antara lain :
69
dapat diganti dengan plasma dosis 15-20 mg/kgBB. Albumin biasanya diberikan
sebelum transfusi tukar dilakukan karena albumin akan mempercepat keluarnya
bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih
mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi
hepar sebagai sumber energi.
Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi dapat
menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan
transfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra
dan pasca transfusi tukar. Indikasi terapi sinar adalah :
-
Bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar alb lebih
dari 10 mg/dl
Lama terapi sinar adalah selama 24 jam terus menerus, istirahat 12 jam, bila perlu
dapat diberikan dosis kedua selama 24 jam.
Transfusi tukar pada umumnya dilakukan dengan indikasi sebagai berikut :
Kadar bilirubin tali pusat lebih dari 4 mg/dl dan Hb kurang dari 10 mg/dl
Tabel Bagan penatalaksanaan ikterus menurut waktu timbulnya dan kadar bilirubin
Bilirubin
serum
< 24 jam
24-48 jam
49-72 jam
>72 jam
<2500
<2500
<2500
(mg/dl)
<2500
>2500
>2500
<5
5-9
10-14
Transfusi tukar
15-19
Transfusi tukar
>2500
>2500
Terapi sinar
Terapi sinar
70
>20
Transfusi tukar
Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit tidak
dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum selama
bayi mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.
Pulangkan bayi jika terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan
baik, atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan di RS
Wanita hamil harus diperiksa golongan darah AB0 dan rhesus serta
penyaringan serum utnuk antibodi isoimun yang tidak biasa
Terapi Sinar
71
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958.
Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru
mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin.
Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa
berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini
mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran
empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya
pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan
bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya
terapi sinar dilakukan pada semua penderita dengan kadar bilirubin indirek >12 mg/dL
dan pada bayi-bayi dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada
hari pertama kelahiran. Pada penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar
dilakukan pula sebelum dan sesudah transfusi dikerjakan.
Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu
neon yang diletakkan secara paralel dan dipasang dalam kotak yang berventilasi. Agar
bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada
jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi
untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah
lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala.
Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area
sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke
arah bayi.
Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluasluasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap
6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup
namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan
hemoglobin bayi dipantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar bilirubin
<10 mg/dL (<171 mol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek
samping terapi sinar.
72
Transfusi Tukar
Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan
cepat bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit
yang telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis.
Walaupun transfusi tukar ini sangat bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya
yang mungkin timbul perlu di perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila
ada indikasi (lihat tabel 3). Kriteria melakukan transfusi tukar selain melihat kadar
bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin terhadap albumin.
Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang
akan diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia
yang terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai
adalah darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan
proses aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi.
Bila keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang kompatibel
73
dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat dimintakan darah O dengan
titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar
berkisar antara 140-180 cc/kgBB.
Macam Transfusi Tukar:
Double Volume artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat
mengganti kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 %mengganti Hb bayi.
Iso Volume artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat
mengganti 65 % Hb bayi.
Partial Exchange artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus
polisitemia atau darah pada anemia.
Komplikasi
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kern ikterus. Kern ikterus atau ensefalopati
bilirubin adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh deposisi bilirubin tidak
terkonjugasi (bilirubin tidak langsung atau bilirubin indirek) di basal ganglia dan batang
otak. Patogenesis kern ikterus bersifat multifaktorial dan melibatkan interakasi antara
kadar bilirubin indirek, pengikatan oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat,
kemungkinan melewati sawar darah otak, dan suseptibilitas saraf terhadap cedera.
Keruskan sawar darah otak, asfiksia dan perubahan permeabilitas sawar darah otak
mempengaruhi risiko terjadinya kern ikterus.
Pada bayi sehat yang menyusu, kern ikterus terjadi saat kadar bilirubin lebih dari
30 mg/dl dengan rentang antara 21-50 mg/dl. Onset umumnya pada minggu pertama
kelahiran tapi dapat tertunda hingga umur 2-3 miggu.
Gambaran klinis kern ikterus, antara lain :
a.
Bentuk akut
74
b.
Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory tonic neck
reflexes, keterampilan motorik yang lambat
Oleh karena itu, pada bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak
lanjut sebagai berikut :
75
DAFTAR PUSTAKA
Academy
of
Family
Physicians;
2007.
Available
at:
76