Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masalah kesehatan jiwa di masyarakat semakin luas dan kompleks,
saling berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pada
UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan ilmu kedokteran jiwa yang
berkembang dengan pesat, secara garis besar masalah kesehatan jiwa
digolongkan menjadi: masalah kualitas hidup, masalah gangguan jiwa, serta
masalah psikososial (Kuntjoro, 2002).
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan
nasional diarahkan dalam rangka tercapainya kesadaran, kemauan, dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan
upaya pengelolaan berbagai sumber daya pemerintah maupun masyarakat
sehingga dapat disediakan pelayanan kesehatan yang efisien, bermutu, dan
terjangkau. Hal ini perlu dukungan dnegan komitmen yang tinggi terhadap
kemauan, etika, dan dilaksanakan dengan semangat pemberdayaan yang
tinggi, dengan prioritas kepada upaya kesehatan dan pengendalian penyakit di
samping penyembuhan dan pemulihan (Febri, 2006).
Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan
anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan
peningkatan usia harapan hidup. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru

berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen dari seluruh jumlah penduduk pada
tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi 11,3 juta orang
atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta
jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan diperkirakan
pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari
waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data
biro pusat statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun 1980: 55,30
tahun, pada tahun 1985: 58,19 tahun, pada tahun 1990 : 16,12 tahun, dan
tahun 1995: 60,05 tahun serta tahun 2000: 64,05 tahu (Biro Pusat Statistik,
2000).
Propinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Propinsi besar dengan jumlah
penduduk lanjut usia pada tahun 2000 mencapai 9,6 persen. Angka tersebut
jauh di atas jumlah lansia Nasional yang hanya 7,6 persen pada tahun 2000.
Usia harapan hidup mencapai 64,9 tahun, dimana penduduk lansia wanita ratarata 67,2 tahun dan pria 63,8 tahun. Secara kuantitatif kedua parameter
tersebut berdampak pada berbagai persoalan yang akan dihadapi seperti
masalah sandang, pangan, papan, kesehatan, ekonomi dan lainnya (Depkes,
2002).
Meningkatnya jumlah lanjut usia maka membutuhkan penanganan
yang serius karena secara alamiah lanjut usia itu mengalami penurunan baik
dari segi fisik, biologi, maupun mentalnya dan hal ini tidak terlepas dari
masalah ekonomi, sosial, dan budaya sehingga perlu adanya peran serta

keluarga dan adanya peran sosial dalam penanganannya. Menurunnya fungsi


berbagai organ lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau
kronis. Ada kecenderungan terjadi penyakit degeneratif, penyakit metabolik,
gangguan psikososial, dan penyakit infeksi meningkat (Nugroho, 2004).
Kelompok rentan yang mempunyai kemungkinan terbesar untuk
menjadi korban peruabahan sosial adalah kelompok usia lanjut. Mereka yang
memiliki konsep hidup tradisional, seperti harapan akan dihormati dan dirawat
di masa tua, atau hubungan erat dengan anak yang telah dewasa. Pada
kenyataannya harus hidup dalam sistem nilai yang berbeda dengan yang
dianut misalnya kurang perasaan dihormati, karena anak tidak lagi tergantung
secara ekonomi pada orang tua, serata kurangnya waktu bagi menantu
perempuan untuk menjaga orang tua, karena bekerja. Keadaan ini dapat
mempengaruhi psikologis dan kesejahteraan lanjut usia (Isfandari, 1999).
Pada umumnya masalah kesepian adalah masalah psikologis yang
paling banyak dialami lanjut usia. Beberapa penyebab kesepian antara lain (1)
Longgarnya kegiatan dalam mengasuh anak-anak karena anak-anak sudah
dewasa dan bersekolah tinggi sehingga tidak memerlukan penanganan yang
terlampau rumit (2) Berkurangnya teman atau relasi akibat kurangnya aktivitas
sehingga waktu yang bertambah banyak (3) Meninggalnya pasangan hidup (4)
Anak-anak yang meninggalkan rumah karena menempu pendidikan yang lebih
tinggi, anak-anak yang meninggalkan rumah untuk bekerja, (5) Anak-anak
telah dewasa dan membentuk rumah tangga sendiri. Beberapa masalah
tersebut akan menimbulkan rasa kesepian lebih cepat bagi orang lanjut usia.

Dari segi inilah lanjut usia mengalami masalah psikologis yang banyak
mempengaruhi kesehatan psikis, sehingga menyebabkan orang lanjut usia
kurang mandiri (Suhartini, 2004).
Pada orang lanjut usia sering mengalami depresi pada orang berumur
60-an, mereka mengatakan kekhawatiran tentang rasa takutnya terhadap
kematian, kehilangan keluarga atau teman karib, kedudukan sosial, pekerjaan,
uang, atau mungkin rumah tinggi, semua ini dapat menimbulkan reaksi yang
merugikan. Bagi kebanyakan orang lanjut usia, kehilangan sumber daya
ditambahkan pada sumber daya yang memang sudah terbatas. Yang menarik
perhatian ialah kekurangan kemampuan adaptasi berdasarkan hambatan
psikologik, yaitu rasa khawatir dan takut yang diperoleh dari rasa lebih muda
dan yang dimodifikasi, diperkuat dan diuraikan sepanjang masa hidup
individu (Maramis, 2004).
Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta merupakan salah satua tempat
untuk merawat lansia di Karisidenan Surakarta, dengan jumlah tempat hunian
85 tempat tidur. Rata-rata Panti Wredha Dharma Bhakti merawat dan
menampung sekitar 89 lansia. Kegiatan-kegiatan setiap harinya untuk lansia
diatur sesuai jadwal kegiatan dan dilakukan secara rutinitas setiap harinya.
Hasil survey pendahuluan yang peneliti laksanakan di panti Sosial
Wredha Dharma Bhakti Kota Surakarta, kepala panti menjelaskan jumlah
lansia terdiri dari laki-laki 33 orang dan perempuan 56 orang yang tinggal di
panti tersebut, beberapa disebabkan karena tidak mempunyai keluarga atau
sengaja dititipkan oleh anggota keluarganya, namun demikian perhatian

keluarga dapat dikatakan cukup baik, hal ini dapat diketahui bahwa minimal
setiap minggu sekali keluarganya mengunjungi mereka, namun ada beberapa
minggu baru dikunjungi oleh keluarga mereka.
Hasil wawancara dengan beberapa lansia mengatakan bahwa mereka
sebenarnya lebih senang bersama-sama dengan anggota keluarga, tapi kaerna
tidak ingin membebani anggota keluarganya mereka akhirnya bersedia tinggal
di panti tersebut. Walaupun setiap harinya mereka berada di panti dan dapat
mengikuti setiap kegiatan yang dijadwalkan tapi mereka masih selalu
memikirkan anak cucu mereka yang berada di rumah. Sehingga membuat
mereka merasa cemas, kurang tidur, dan kadang bermimpi buruk tentang
keadaan keluarga yang dirumah. Hal-hal tersebut merupakan beberapa gejala
awal kecemasan lansia.
Menurut Stuart and Sundeen (1998) kecemasan adalah suatu keadaan
perasaan kepribadian, rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari kenyataan
atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal. Faktor
yang mempengaruhi kecemasan antara lain frustasi, konflik, ancaman, harga
diri, lingkungan yang berupa dukungan sosial, lingkungan, pendidikan, usia
dan jenis kelamin. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Widiatmoko
(2001), tentang dukungan sosial dengan derajat depresi pada lansia di
poliklinik Geriatri RSUD Dr. Sarjito Yogyakarta, hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan
kesehatan termasuk cukup baik (51,5%), dukungan sosial berupa dukungan
emosional (64,10%) dan dukungan keluarga sangat baik (68,50%), dan

ternyata dengan dukungan sosial merupakan derajat depresi pada pasien


lansia.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengetahui
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kecemasan pada
lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan
suatu masalah sebagai berikut:
Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan terjadinya kecemasan pada
lanjut usia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kota Surakarta.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya
kecemasan pada usia lanjut (lansia) di Panti Wredha Dharma Bhakti Kota
Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan motivasi dengan terjadinya kecemasan pada
lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.
b. Mengetahui hubungan dukungan sosial dengan terjadinya kecemasan
pada lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.

c. Mengetahui hubungan umur dengan terjadinya kecemasan pada lansia


di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.
d. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan terjadinya kecemasan
pada lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktik dan teoritis
sebagai berikut:
1. Manfaat Istalasi Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta
Untuk sebagai bahan masukan bagi Panti Wredha Dharma Bhakti
Surakarta untuk dapat memberikan pelayanan yang tepat pada lanjut usia.
2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Untuk penyediaan data dasar yang dapat digunakan untuk
penelitian lebih lanjut, khususnya dalam penatalaksanaan lanjut usia.
Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan terjadinya kecemasan
pada lansia, sehingga membantu dalam pembelajaran terhadap kecemasan
lansia.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Untuk menambah pemahaman dan pendalaman peneliti tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kecemasan pada lanjut
usia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.

E. Keaslian Penelitian
1. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Berlina H (1998), memilih tentang
kecemasan pada usia lanjut pensiunan pegawai Departemen P dan K di
Kabupaten Wonogiri. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah subjek
penelitian yang berbeda, rancangan penelitian terutama pendekatannya
berbeda, dan lokasi yang berbeda. Penelitian penulis dilakukan di Panti
Wredha Dharma Bhakti Surakarta.
2. Penelitian lain yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Suhartini (2004)
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian orang lanjut usia di
Kelurahan Jambangan. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah pokok
permasalahannya, dalam hal ini peneliti mengangkat masalah faktor-faktor
yang berhubungan dengan terjadinya kecemasan pada lansia. Perbedaan
lainnya adalah tempat peneliti yang dilakukan di panti.
3. Penelitian lain oleh Muhammad NK (2008) tentang Faktor-faktor yang
Berhubungan Dengan Terjadinya Stres pada Lansia di panti Wredha
Dharma Bhakti Surakarta. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah
subjek penelitian, jumlah lanjut usia yang berbeda sehingga masalah yang
akan diteliti dalam penelitian ini bersifat kebaruan.
4. Kemudian penelitian oleh Widiatmoko (2001) tentang Korelasi Dukungan
Sosial dengan Derajat Depresi Pada Lansia di Poliklinik Geriatri RSUP Dr.
Sarjito Yogyakarta. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah pada pokok
permasalahannya, dalam hal ini peneliti meneliti tentang faktor yang
berhubungan dengan kecemasan. Perbedaan lain adalah tempat penelitian

yaitu penulis melakukan penelitian di Panti Wredha Dharma Bhakti


Surakarta.
5. Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Mulyani (2004) tentang
tingkat kecemasan usia lanjut di Panti Tresna Wreda Unit Budhi Luhur
Yogyakarta. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah subjek penelitian,
lokasi penelitian serta jumlah lanjut usia yang berbeda sehingga masalah
yang akan diteliti dalam penelitian ini bersifat kebaruan.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Lanjut Usia
a. Definisi lanjut usia
Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa, terdiri dari
fase prasenium yaitu lanjut usia yang berusia antara 55-65 tahun, dan
fase senium yaitu lanjut usia yang berusia lebih dari 65 tahun
(Nugroho, 2000).
Menua adalah suatu proses menghilangkan secara perlahanlahan

kemampuan

jaringan

untuk

memperbaiki

diri

dan

mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat berlahan


terhadap infeksi dan kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000).
b. Batasan-batasan lanjut usia
Menurut Nugroho (2000) mengenai kapankah orang tersebut
disebut lanjut usia, sulit dijawab secara memuaskan. Batasan usia
lanjut usia yang tercantum dalam Undang-undang No. 13/1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60
tahun ke atas pembagian lanjut usia adalah Usia prasenius atau
vinilitas yaitu seseorang berusia antara 45-49 tahun.
Usia lanjut yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih,
usia lanjut resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau

11

lebih. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menggolongkan lansia


menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) 60-74 t ahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, usia sangat tua
(very old) di atas 90 tahun.
Birren dan Jenner mengusulkan untuk membedakan antara usia
biologis, usia psikologis dan usia sosial meliputi (1) Usia biologis yaitu
yang menunjukkan kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya
berada dalam keadaan hidup tidak mati. (2) Usia psikologis yaitu yang
menunjukkan kepada kemampuan seseorang untuk mengadakan
penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya dan (3)
Usia sosial yaitu yang menunjukkan kepada pesan-pesan yang
diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan
dengan usianya. Ketiga jenis usia yang dibedakan oleh Birren dan
Jenner itu saling mempengaruhi dan proses-prosesnya saling berkaitan
(Nugroho, 2000).
c. Perubahan-perubahan pada lanjut usia
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia adalah
faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikososial lanjut
usia. Faktor keadaan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia, faktor
kesehatan psikososial meliputi penyesuaian terhadap kondisi lanjut
usia.

12

1) Kesehatan fisik
Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis
lanjut usia. Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan
manusia. Menurut Nugroho (2000) perubahan secara fisik meliputi
sistem pernapasan, sistem pendengaran, sistem pengeliatan, sistem
kardiovaskuler, dan sistem integumentar mulai menurun pada
tahap-tahap tertentu. Dengan demikian orang lanjut usia harus
menyesuaikan diri kembali dengan ketidakberdayaannya.
2) Kesehatan psikososial
Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang
lanjut usia secara otomatis akan timbul kemunduran kemampuan
psikis. Salah satu penyebab menurunnya pendengaran, dengan
menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut
usia banyak dari mereka yang gagal dalam menangkap isi
pembicaraan orang lain sehingga mudah menimbulkan perasaan
tersinggung, tidak dihargai dan kurang percaya diri. Menurunnya
kondisi psikis ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif.
Nugroho (2000), menurunnya kondisi psikososial ditandai sebagai
berikut: (1) merasakan atau sadar akan kematian (sense of
awareness of mortality) (2) perubahan dalam cara hidup yaitu
memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit (3) penyakit
kronis

dan

ketidakmampuan

(4)

hilangnya

kekuatan

dan

ketegangan fisik yaitu perubahan terhadap gambaran diri,

13

perubahan konsep diri.

Rangkaian dari kehilangan,

yaitu

kehilangan hubungan dengan teman-teman dan keluarga dan (5)


gangguan sosial panca indra yaitu timbul kebutuhan dan ketulian.
d. Kebutuhan hidup orang lanjut usia
Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang lanjut usia juga
memiliki kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera.
Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan akan
makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin,
perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman,
kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang
dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai banyak teman yang
dapat diajak berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan
pengarahan untuk kehidupan yang baik. Kebutuhan tersebut diperlukan
oleh lanjut usia agar dapat mandiri (Suhartini, 2004).
Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Moslow dalam
Koswara (1991) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi
(1) Kebutuahan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau
biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya. (2)
Kebutuhan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti
kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan
sebagainya (3) Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan
untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui
paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hoby dan

14

sebagainya (4) Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan


akan harga diri untuk diakui akan keberadaannya, dan (5) kebutuhan
aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk
mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar
pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan
berperan dalam kehidupan (Suhartini, 2004).
Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang
memiliki kebutuhan psikologi dasar (Setiati, 2000). Kebutuhan
tersebut diantaranya orang lanjut usia membutuhkan rasa nyaman bagi
dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada.
Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang
lanjut usia, keluarga dan lingkungannya. Jika kebutuhan-kebutuhan
tersebut tidak terpenuhi akan timbul masalah-masalah dalam
kehidupan orang lanjut usia yang akan menurunkan kemandiriannya.
e. Kemandirian
Ketergantungan lanjut usia terjadi ketika mereka mengalami
menurunnya fungsi luhur (pikun) atau mengidap berbagai penyakit.
Ketergantungan lanjut usia yang tinggal di perkotaan akan dibebankan
kepada anak, terutama anak wanita (Herwanto, 2002).
Dari aspek sosial ekonomi dapat dikatakan jika cukup memadai
dalam memenuhi segala macam kebutuhan hidup, baik lanjut usia yang
memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak. Tingginya tingkat
kemandirian mereka diantaranya karena orang lanjut usia telah terbiasa

15

menyelesaikan pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan dengan


pemenuhan hayat hidupnya (Suhartini, 2008).
Kemandirian orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas
kesehatan mental. Ditinjau dari kualitas kesehatan mental, dapat
dikemukakan hasil kelompok ahli dari WHO pada tahun 1959 yang
menyatakan bahwa mental yang sehat atau mental health mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut: (1) Dapat menyesuaikan diri dengan secara
konstruktif dengan kenyataan atau realitas, walau realitas tadi buruk
(2) Memperoleh kepuasan dari perjuangannya (3) Merasa lebih puas
untuk memberi dari pada penerima (4) Secara relatif bebas dari rasa
tegang dan cemas (5) Berhubungan dengan orang lain secara tolong
menolong dan saling memuaskan (6) Menerima kekecewaan untuk
dipakai sebagai pelajaran untuk hari depan (7) Menjuruskan rasa
permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif dan (8)
Mempunyai daya kasih sayang yang besar. Selain itu kemandirian bagi
orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas hidup (Hardywinoto, 1999).
Poerwadi (2001) mengartikan mandiri adalah dimana seseorang
dapat mengurusi dirinya sendiri. Ini berarti bahwa jika seseorang sudah
menyatakan dirinya siap mandiri berarti dirinya ingin sesedikit
mungkin minta pertolongan atau tergantung kepada orang lain.
Mandiri bagi orang lanjut usia berarti jika mereka menyatakan
hidupnya nyaman-nyaman saja walaupun jauh dari anak cucu.

16

2. Kecemasan
a. Definisi kecemasan
Kecemasan adalah ketegangan rasa tidak aman dan khawatir
yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan
tetapi sumber sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam
(Depkes RI, 2002).
Kecemasan dapat didefinisikan suatu keadaan perasaan,
kepribadian, rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari kenyataan
atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal
(Stuart dan Sundeen, 1998). Kecemasan adalah suatu keadaan yang
ditandai dengan perasaan ketakutan disertai dengan tanda somantik
yang menyatakan terjadinya hiperaktivitas sistem syaraf otonom.
Kiecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan
dan sering kali suatu emosi yang normal. Menurut Yustinus (2006),
istilah stress dan depresi sering kali tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lainnya. Oleh karena dalam diri manusia itu antara fisik dan
psikis (kejiwaan) itu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Mana istilah stress dan depresi ini dianggap sebagai satu kesatuan
reaksi kejiwaan lainnya yang erat hubungannya dengan stress adalah
kecemasan. Kecemasan dan depresi merupakan dua jenis gangguan
kejiwaan satu dengan lainnya saling berkaitan. Seseorang yang
mengalami

depresi

sering

kali

ada

komponen

antesiosnya

(kecemasan), demikian pula sebaliknya. Manifestasinya depresi tidak

17

selalu dalam bentuk keluhan-keluhan kejiwaan, tetapi juga bisa dalam


bentuk keluhan-keluhan fisik.
Menurut Stuart (2007), kecemasan adalah kekhawatiran yang
tidak jelas dan menyebar, yang tidak memiliki objek yang spesifik.
Kecemasan itu sendiri merupakan respons emosional terhadap
penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk
bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang berat tidak sejalan
dengan kehidupan.
b. Faktor presdiposisi kecemasan
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui
timbulnya gejala atau mekanisme koping yang dikembangkan untuk
menjelaskan asal kecemasan menurut Stuart dan Sundeen (1998),
yaitu:
1) Faktor psikoanalitik, kecemasan adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu Id dan Super Ego. Ego
atau aku berfungsi menengahi tuntutan dari dua element yang
bertentangan dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa
ada bahaya.
2) Faktor interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal
ansietas

juga

berhubungan

dengan

perkembangan

trauma,

perpisahan, kehilangan dan hal-hal menimbulkan kelemahan fisik.

18

3) Faktor pandangan perialaku, kecemasan merupakan produk frustasi


yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
4) Faktor

keluarga,

keluarga

menunjukkan

bahwa

gangguan

kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu


keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan kecemasan dengan
depresi.
5) Faktor biologis, biologis menunjukkan bahwa otak mengganggu
reseptor khusus untuk Benzodiazepines. Reseptor ini mungkin
memantau mengatur anxietas. Penghambat asam Amino Butric
Gamma Neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran
utama dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan
anxietas.
Pendapat lain menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan adalah: 1) Faktor individu, adnaya rasa kurang percaya diri
pada individu, masa depan tanpa tujuan dan adanya perasaan
ketidakmampuan bekerja. 2) Faktor lingkungan, hubungan individu
dengan orang lain. Perasaan cemas muncul karena individu merasa
tidak dicintai orang lain, tidak memiliki kasih sayang, tidak memiliki
dukungan dan motivasi, jauh dengan orang yang paling dekat (Stuart,
2006).

19

c. Faktor pencetus kecemasan


Stresor pencetus ansietas mungkin berasal dari sumber internal
maupun eksternal. Stressor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua
kategori, menurut Stuart, Gail W (2006), yaitu:
1) Integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan
datang dan menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas
ancaman terhadap hidup sehari-hari. Ancaman ini sangat mungkin
atau dapat terjadi pada lansia.
2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terinterograsi dalam diri
seseorang.
d. Tanda dan gejala kecemasan
Kecemasan ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak
menyenangkan dan samar-samar. Seringkali disertai oleh gejala
otonomik seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, kekakuan pada
dada, hipertensi, gelisah, tremor, gangguan lambung, diare, tremoe,
dan frekuensi urin. Seseorang yang cemas mungkin juga merasa
gelisah seperti yang dinyatakan oleh ketidakmampuan untuk duduk
atau berdiri lama. Kumpulan gejala tertentu yang ditemukan selama
kecemasan cenderung bervariasi dari orang ke orang (Kaplan dan
Sadock, 1997).
Analisis kognitif munculnya kecemasan disebabkan oleh
bagaimana

individu

memikirkan

situasi

dan

kemungkinan-

20

kemungkinan bahaya yang mungkin dapat muncul. Setiap orang


mempunyai reaksi yang berbeda terhadap stress tergantung pada
kondisi masing-masing, gejala umum pada kecemasan secara umum
adalah (1) Berdebar diiringi dengan detak jantung yang cepat,
kecemasan memicu otak untuk memproduksi adrenalin secara
berlebihan pada pembuluh darah yang menyebabkan detak jantung
semakin cepat dan memunculkan rasa berdebar (2) Rasa sakit atau
nyeri pada dada, kecemasan meningkatkan tekanan otot pada rongga
dada (3) Rasa sesak napas, ketika rasa cemas muncul syaraf-syaraf
impuls bereaksi berlebihan yang menimbulkan sensasi dan sesak
pernafasan (4) Berkeringat secara berlebihan selama kecemasan
muncul terjadi kenaikan suhu tubuh yang tinggi (5) Kehilangan gairah
seksual (6) Tubuh gemetar (7) Tangan atau anggota tubuh menjadi
dingin (8) Kecemasan depresi memunculkan ide dan keinginan untuk
bunuh diri (9) Gangguan kesehatan seperti sering merasa sakit kepala
atau migrain (10) Gangguan tidur (Nugroho, 1995).
e. Tingkat kecemasan
Berdasarkan

definisi

menurut

Sundeen

(1998)

yang

mengatakan kecemasan dapat diartikan suatu keadaan perasaan,


kepribadian, rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari kenyataan
atau presepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau
dikenal. Dengan pengertian di atas Stuart dapat menggolongkan
kecemasan menjadi 4 kecemasan yaitu: (1) Kecemasan ringan,

21

berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari,


kecemasan

ini

menyebabkan

individu

menjadi

waspada

dan

meningkatkan lapang persepsinya (2) Kecemasan sedang, berfokus


pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Kecemasan
ini mempersempit lapang presepsi individu (3) Kecemasan berat,
sangat mengurangi lapang persepsi individu, cenderung ebrfokus pada
suatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang ahal lain.
Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan dan (4)
Tingkat panik dari kecemasan, berhubungan dengan terperangah,
ketakutan, dan teror. Individu yang mengalami panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan arahan.
f. Pengukuran kecemasan
Untuk mengetahui tingkat kecemasan dapat digunakan
Hamilton Anxiety Scala (HAS), yaitu nilai skala yang dikembangkan
untuk mengukur kerasnya dari kegelisahan symptomatology, sering
digunakan dalam evaluasi obat psikotropika. Terdiri dari 14 item,
masing-masing ditetapkan oleh sejumlah gejala. Setiap item adalah
nilai pada skala 5-titik, mulai dari 0 (tidak ada) sampai 4 (parah)
(Nitafitria, 2009).

3. Faktor yang mempengaruhi kecemasan pada Lansia


a. Faktor internal

22

Menurut Noorkasiani (2009) pada setiap stresor, seseorang


akan mengalami kecemasan, baik kecemasan ringan, sedang, maupun
berat. Usia lanjut dalam pengalaman hidupnya tentu diwarnai oleh
masalah psikologi berupa kehilangan dan kecemasan. Adapun
mekanisme koping pada usia lanjut dipengaruhi faktor-faktor usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, motivasi, kondisi fisik, diuraikan
berikut ini.
1) Umur
Semakin bertambah usia atau umur seseorang semakin siap
pula dalam menerima cobaan, hal ini didukung oleh teori aktivita
yang menyatakan bahwa hubungan antara sistem sosial dengan
individu bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia
pertengahan menuju usia tua. Teori ini menekankan bahwa
kesetabilan sistem kepribadian sebagai individu, bergerak ke arah
usia tua oleh sebab itu tidak dibutuhkan suatu kompensasi terhadap
kehilangan. Seperti pensiun dan peran sosial karena menua.
Keterkaitannya dengan jenis pekerjaan juga membawa dampak
yang berarti.

Menurut organisasi kesehatan dunia,lanjut usia dibagi


menjadi empat kelompok yaitu:

23

a. Untuk pertengahan (Middle age) yakni kelompok usia 45-59


tahun.
b. Lansia (Elderly) yakni kelompok 60-70 tahun.
c. Lansia tua (old) yakni kelompok 71-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) yakni kelompok 90 tahun ke atas.
Mereka yang berusia 40-45 tahun (menjelang usia lanjut)
mulai melaksanakan kecemasan menghadapi masa tua, sehingga
lanjut usia berfikirnya akan menurun pula pendapatan secara
materi.

Sehingga

mereka

merasakan

kegelisahan

dalam

menghadapi masa tua dan dapat memicu terjadinya kecemasan


yang lebih berat dan berkepanjangan (Nugroho, 2000).
2) Jenis kelamin
Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi psikologis lansia, sehingga akan berdampak
pada bentuk adaptasi yang digunakan. Menurut Salim cit.
Handywinoto (2005), jumlah penduduk lansia wanita berstatus
menikah hanya 25% di bandingkan dengan penduduk lansia pria
yang besarnya 84%.
3) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan juga merupakan hal terpenting dalam
menghadapi masalah. Semakin tinggi pendidikan seseorang,
semakin banyak pengalaman hidup yang dilaluinya, sehingga akan
lebih siap dalam menghadapi masalah yang terjadi. Umumnya,

24

lansia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi masih dapat


produktif, mereka justru banyak memberikan kontribusinya sebagai
pengisi waktu luang dengan menulis buku-buku ilmiah maupun
biografinya sendiri.
4) Motivasi
Adanya motivasi akan sangat membantu individu dalam
menghadapi dan menyelesaikan masalah. Individu yang tidak
mempunyai motivasi untuk menghadapi dan menyelesaikan
masalah akan membentuk koping yang destruktif. Menurut
Noorkasiani (2009), jika tiap-tiap kebutuhan dapat dicapai. Maka
individu termotivasi untuk mencari kebutuhan pada tahap yang
lebih tinggi berikutnya. Sehingga individu akan mempunyai
kemampuan dalam meremehkan masalah.
5) Kondisi fisik
Menurut Kuntjoro (2002), setelah orang memasuki masa
lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang
bersikap patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga
berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok,
tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang
ayang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara
berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau
kelainan fungsi atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun

25

sosial, yang selanjutnaya dapat menyebabkan suatu keadaan


ketergantungan kepada orang lain.
Menurut Nugroho (2000), di kemukakan adanya empat
proses penyakit yang sangat erat hubungannaya dengan proses
menua, yakni:
a. Gangguan sirkulasi darah. Seperti: hipertensi, kelainan
pembuluh darah, gangguan pembuluh darah di otak (koroner),
dan ginjal.
b. Gangguan metabolik hormonal seperti: diabetes, minitus,
klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid.
c. Gangguan pada persendian, seperti osteoporosis, goutartritis,
ataupun penyakit kolagen lainnya.
d. Berbagai neoplasma.
6) Faktor eksternal
1) Dukungan sosial
Dukungan sosial bagi lansia sangat diperlukan selama
lansia sendiri masih mampu memahami makna dukungan sosial
tersebut sebagai penyekong atau penopang kehidupannya.
Namun dalam kehidupan lansia seringkali ditemui bahwa tidak,
semua lansia mampu memahami adanya dukungan sosial dari
orang lain, sehingga walaupun ia telah menerima dukungan
sosial tetapi masih saja menunjukkan adanya ketidakpuasan,

26

yang ditampilkan dengan cara menggerutu, kecewa, kesal dan


sebagainya.
Weiss (Cutrona dkk, 1994) dalam Kuntjoro (2002)
mengemukakan adanya 6 (enam) komponen dapat berdiri
sendiri-sendiri, namun satu sama lain sering berhubungan
yaitu:
a) Kerekatan emosional
Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan
seseorang memperoleh kerekatan (kedekatan) emosional
sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima.
Orang yang menerima dukungan sosial semacam ini merasa
tenteram, aman dan damai yang ditunjukkan dengan sikap
tenang dan bahagia. Sumber dukungan sosial semacam ini
yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari
pasangan hidup, atau anggota keluarga atau teman dekat
atau sanak keluarga yang akrab dan memiliki hubungan
yang harmonis.
b) Integrasi sosial
Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan
lansia

untuk

memperoleh

perasaan

memiliki

suatu

kelompok yang memungkinkannya untuk membagi minat,


perhatian serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif
secara bersama-sama. Sumber dukungan semacam ini

27

memungkinkan lansia mendapatkan rasa aman, nyaman


serta merasa memiliki dan dimiliki dalam kelompok.
Adanya

kepedulian

oleh

masyarakat

untuk

mengorganisasikan lansia dan melakukan kegiatan bersama


tanpa ada pamrih akan banyak memberikan dukungan
sosial.
c) Pengakuan
Pada

dukungan

sosial

ini

lansia

mendapat

pengakuan atas kemampuan dan keahlian serta mendapat


penghargaan dari orang lain atau lembaga. Sumber
dukungan sosial ini dapat berasal dari keluarga atau
lembaga / instansi atau perusahaan / organisasi dimana sang
lansia pernah beklerja. Karena jasa, kemampuan dan
keahliannya maka ia tetap mendapat perhatian dan santunan
dalam berbagai bentuk penghargaan.
d) Ketergantungan yang dapat diandalkan
Dalam dukungan sosial ini, lansia mendapat
dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang
dapat diandalkan bantuannya ketiaka lansia membutuhkan
bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial ini pada umum
berasal dari keluarga. Untuk lansia yang tinggal di lembaga,
misalnya pada sasana wredha dan petugas yang selalu siap
untuk membantu para lansia yang tinggal di lembaga

28

tersebut, sehingga para lansia mendapat pelayanan yang


memuaskan.
e) Bimbingan
Dukungan ini adalah berupa adalah hubungan kerja
ataupun hubungan sosial yang memungkinkan lansia
mendapatkan informasi, saran, atau nasehat yang dihadapi.
Jenis dukungan sosial jenis ini bersumber dari guru, alim
ulama, pamong, dalam masyarakat, figur yang dituakan dan
juga orang tua.
f) Kesempatan untuk mengasuh
Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal
akan perasaan dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan
sosial ini memungkinkan lansia untuk memperoleh
perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk
memperoleh kesejahteraan. Menurut Kuntjoro (2002),
sumber dukungan sosial ini adalah keturunan (anak-anak)
dan pasangan hidup. Itulah sebabnya sangat banyak lansia
yang merasakan sedih dan kurang bahagia jika berada jauh
dari cucu-cucu pun anak-anak.
Dengana memahami pentingnya dukungan sosial bagi
lansia, kita semua diharapkan mampu untuk memberikan
partisipasi dalam pemberian dukungan sosial sesuai dengan
kebutuhan lansia. Dengan pemberian dukungan yang bermakna

29

maka para lansia akan dapat menikmati hari tua. Mereka


dengan tenteram dan damai yang pada akhirnya tentu akan
memberikan banyak manfaat bagi semua anggota keluarga
yang lain (Kuntjoro, 2002).
2) Dukungan keluarga
Dukungan keluarga menurut Departemen Kesehatan RI
cit Amalia (2005) adalah unit terkecil dari masyarakat ayang
terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap
dalam keadaan saling ketergantungan. Sedang menurut
Khairudin (2002) keluarga merupakan kesatuan dari orangorang yang berinteraksia dan berkomunikasi yang menciptakan
peran-peran sosial bagi suami dan istri, ayah dan ibu, putra dan
putri, saudara laki-laki dan saudara perempuan.
Menurut Friedman (1998) bahwa keluarga berfungsi
sebagai sistem pendukung bagi anggotanya. Anggota keluarga
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Smet
(1994) Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki
beberapa fungsi dukungan, yaitu:
a) Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai pemberi informasi
tentang pengetahuan proses belajar, diantaranya mengenai

30

cara belajar yang efektif, motivasi belajar, pelajaran


sekolah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menahan
munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan
dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada
individu. Aspek-aspek dukungan ini berupa nasehat, usulan
saran, petunjuk dan pemberi informasi.
b) Dukungan penilaian
Dapat berwujud pemberian penghargaan atau
pemberian penilaian yang mendukung perilaku atau
gagasan individu dalam bekerja maupun peran sosial yang
meliputi pemberian umpan balik, informasi atau penguatan.
c) Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis
dan

kongkrit,

diantaranya

dapat

berwujud

barang,

pelayanan dukungan, keuangan dan menyediakan peralatan


yang dibutuhkan. Memberi bantuan dan melaksanakan
aktivitas, memberi peluang waktu, serta modifikasi
lingkungan.
d) Dukungan emosional
Merupakan dukungan yang diwujudkan dalam
bentuk kelekatan, kepedulian, dan ungkapan simpati
sehingga

timbul

keyakinan

bersangkutan diperhatikan.

bahwa

individu

yang

31

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa


aspek

dukungan

keluarga

terdiri

dari

dukungan

informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental


dan dukungan emosional.

B. Kerangka Teori

Faktor Internal
Usia atau Umur
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan
Motivasi
Kondisi Fisik

Kecemasan Pada Lanjut


Usia

B. Faktor Eksternal
Dukungan Sosial
Kecepatan emosional
Integrasi social
Pengakuan
Ketergantungan yang
dapat diandalkan
Bimbingan
Kesempatan untuk
mengasuh
Dukungan Keluarga
Informasional
Penilaian
Instrumental
Emosional

Tanda dan gejala kecemasan sesuai


dengan tingkat kecemasan menurut
Sudeen (1998):
Ringan
Sedang
Berat
Panik

Gambar 1: Kerangka Teori


Sumber: Nugroho (2000); Friedman (1998); Kaplan and Sadock (1997);
Stuart and Sudeen (1998); Kuntjoro (2002)

32

C. Kerangka Konsep

Variable independen

Variable dependen

Kecemasan Pada
Faktor-faktor
kecemasan:
Lansia
Dukungan social
Motivasi
Dukungan keluarga
Jenis kelamin
Usia atau umur
Kondisi fisik
Pendidikan
Dukungan Keluarga

Kecemasan Pada
Lansia

Keterangan:

Kecemasan Pada
Lanjut Usia

Variabel yang tidak diteliti


Variabel yang diteliti

D. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini ada faktor yang mempengaruhi kecemasan
pada lanjut usia di Panti Sosial Wredha Dharma Bhakti Kota Surakarta.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rencana Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode deskriptif analitik
dengan apendekatan Cross sectional adalah suatu penelitian untuk
mempelajari dinamika kolerasi antara faktor-faktor resiko dengan efek,
dengan cara pendekatan apengamatan data sekaligus pada saat, auntuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinaya kecemasan
pada lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta (Arikunto, 2002).

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Panti Wredha Dharma Bhakti Kota
Surakarta dan akan dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai bulan
Maret 2010.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti. Sedangkan sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi ini disebut sampel
penelitian. Dalam mengambil sampel penelitian ini digunakan cara atau

34

teknik-teknik tertentu, sehingga sampel tersebut sedapat mungkin


mewakili populasinaya (Notoatmodjo, 2005).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua lanjut usia yang tinggal
di Panti Wredha Dharma Bhakti Kota Surakarta yang berjumlah 89 orang
lansia.
2. Sampel dan kriteria
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap amewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002).
Teknik pengambil sampel adalah menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu lansia yang memenuhi kriteria untuk dijadikan responden
penelitian kriteira inklusi:
a. Lansia laki-laki atau perempuan yang tinggal di panti Wredha Dharma
Bhakti.
b. Dapat berkomunikasi dengan abaik.
c. Bersedia dan mau dijadikan sampel penelitian atau responden.
d. Masih ada komunikasi dengan keluarga dalam 1 tahun terakhir.

Kriteria eksklusi
a. Lansia yang sudah berusia di atas 90 tahun.
b. Tidak bersedia menjadi responden.
c. Lansia yang sedang menderita sakit yang harus opname atau tirah
baring.

35

3. Teknik sampling
Teknik sampling adalah dalam mengambil sampel penelitian ini
digunakan cara atau teknik-teknik tertentu, sehingga sample tersebut
sedapat mungkin mewakili populasinya (Notoatmodjo, 2005). Teknik yag
digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu
pengambilan data secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan
tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan diri atau sifat-sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
4. Penentuan jumlah sampel
Jumlah sampel suatu penelitian tergantung kepada dua hal yaitu
pertama, adanya sumber-sumber yang dapat digunakan untuk menentukan
batas maksimal dari besarnya sampel. Kedua, kebutuhan dari rencana
analisis yang menentukan batas minimal dari besarnya sampel. Jumlah
sampel ditentukan dengan menggunakan formula dalam penentuan besar
sampel menggunakan rumus:
n=

N
1 N (d 2 )

n=

89
1 89(0,05) 2

n=

89
1 89(0,0025)
89

n = 1 0,2225
89

n = 1,2225

36

89

n = 1,223
n = 72,77
n = 72
Keterangan:
N = besarnya populasi
n = besar sampel
d = tingkat signifikan (p f (d = 0,05)
Jadi jumlah sampel yang akurat lebih kurang 72 orang lansia dari
89 daftar nama penghuni Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta dan
memenuhi kriteira untuk menjadi responden penelitian. (Notoatmodjo,
2005)

D. Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah variabel dependen
(variabel terikat) dan variabel independent (variabel bebas atau bergantung).
1. Variabel independen adalah faktor yang diduga sebagai faktor yang
berhubungan dengan variabel terikat (Arikunto, 2006).
Variabel independennya adalah: usia lansia, jenis kelamin lansia, motivasi,
dan dukungan sosial.
2. Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas
(Arikunto, 2006)
Variabel dependennya adalah kecemasan lansia.

37

E. Definisi Operasional Variabel


Tabel 3.1
Rangkuman Variabel Operasional
No.
Variabel
1. Usia lansia

2.

Pengertian
Usia lanjut usia

Alat Ukur
Kuesioner

Skala
Interval

Skoring
45-89 tahun

sampel dengan

60-70 tahun

dilakukan

71-90 tahun

Jenis

penelitian
Perbedaan gender

> 90 tahun
Laki-laki

kelamin

juga dapat menjadi

Kuesioner

Ordinal

Perempuan

faktor yang
mempengaruhi
psikologis lansia,
ganda lansia saat
dilakukan
3.

Dukungan

penelitian
Bantuan yang

keluarga

berupa perhatian,

54-67 = sedang

emosi, informasi,

68-80 = baik

Kuesioner

Ordinal

40-53 = buruk

nasehat, materi
maupun penilaian
yang diberikan oleh
sekelompok
4.

Dukungan

anggota keluarga
Merupakan

sosial

dukungan dan

Kuesioner

Ordinal

714=Buruk
15-27=Sedang

38

semangat yang

>27=Baik

diaberikan oleh
orang lain dalam
kehidupan
5.

seseorang
Kecemasan Penderita yang

Kuesioner

lansia

HRS A

normal dan suatu


perasaan,

Ordinal

< 17 = ringan
18-24 = sedang
25-30 = berat

ketidaktentuan, rasa
gelisah, takut dari
kenyataan atau
persepsi ancaman
sumber yang tidak
diketahui
F. Instrumen Penelitian
Instrumen dari varaibel independen berbentuk angket atau kuesioner
tertutup artinya jawabannya atau isialn telah dibatasi atau ditentuakan
sehingga responden tidak memberikan respon menurut kebebasan seluasluasnya. Subjek hanya memberi tanda () pada kolom jawbaan yang telah
ditentukan sesuai yang dirasakan responden.
Untuk mengetahui penilaian pada kecemasan dilakukan dengan
menggunakan alat ukur HAS (Hamilton Anxiety Scala), yaitu nilai skala yang
dikembangkan untuk mengukur kerasnya dari kegelisahan symptomatology,

39

sering digunakan dalam evaluasi obat psikotropika. Terdiri dari 14 item,


masing-masing ditetapkan oleh sejumlah gejala. Setiap item adalah nilai pada
skala 5 titik, mulai dari 0 (tidak ada) sampai 4 (parah). (Nitafitria, 2009)

G. Uji Validitas dan Reliabilitas


1. Uji validitas instrumen
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2005).
Instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih
mudah diolah (Arikunto, 2006). Teknik korelasi yang digunakan untuk
mencari hubungan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data
kedua variabel berbentuk interval atau radio dan sumber data dari dua
variabel atau lebih tersebut adalah sama. (Sugiyono, 2007)
Teknik korelasi yang dipakai adalah teknik product moment yang
rumusnya sebagai berikut:
rxy =

N xy - x y

N x

N y

40

Keterangan:
rxy

= koefisien validitas

= jumlah responden

= skor pernyataan tiap nomor

= skor total

xy

= jumlah hasil dari x dan y


(Arikunto, 2006)

2. Uji reliabilitas instrumen


Reliabilitas adalah suatu instrumen yang cukup dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
sudah aik. Uji reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha yang dapat
digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya 1 dan nol
(nol). Jika dihubungkan dengan pengertian variabel, hanya untuk skor
dengan variabel diskrit. Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas
instrumen yang skornya bukan 1 dan 0. Misalnya angket atau soal
berbentuk uraian (Arikunto, 2006). Rumus Alpha:


1
r11 =

2 t
(k 1)

b 2

Keterangan:
r11

= reliabilitas instrumen

= banyaknya butir pertanyaan atau abanyaknya soal

41

b2

= jumlah varians

12

= varians total

H. Analisis Data dan Pengolahan Data


1. Pengumpulan data
Data yang telah terkumpul dari hasil pengumpulan data segera
dialakukan pengolahan data dengan tahap sebagai berikut (Notoadmodjo,
2005):
a. Editing
Dilakukan dengan cara mengoreksi data yang telah diperoleh
sehingga dapat dilakukan perbaikan data yang kurang.
b. Coding
Pemberian kode dimaksudkan untuk mempermudah dalam
pengelolaan

data

dan

proses

selanjutnya

melalui

tindakan

pengklarifikasian data.
c. Tabulating
Data distribusi data yang telah diberikan skor kemudian
disusun dan dibagikan dalam bentuk tabel. Selanjutnya pengolahan
data atau analisis.
d. Entry Data
Memasukkan data ke komputer dengan menggunakan aplikasi
program SPSS 10.

42

2. Analisis data
Menurut Notoadmodjo (2005) analisis data dibedakan menjadi tiga
macam yaitu: (1) analisis univariate, dilakukan terhadap tiap variabel dari
hasil penelitian; (2) Analisis bevariate, dilakukan terhadap dua variabel
yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Dalam analisis ini dapat
dilakukan pengujian statistik dengan Chai Square (x), t test, z test, dsb; (3)
Analisis ultivariate, dilakukan terhadap lebih dari dua variabel. Biasnaya
hubungan antara satu variabel terikat (dependent variabel) dengan
beberapa variabel bebas (independent variabel), uji statistik yang
digunakan biasanya regresi berganda (multiple regression).
Dalam penelitian ini menggunakan analisis ultivariate dengan
menggunakan uji statistik regresi berganda (multiple regression). Sebagai
variabel terikat atau dependent adalah kecemasan lansia. Sedangkan
sebagai variabel bebas atau independent adalah suai lansia, jenis kelamin,
dukungan keluarga, dan dukungan sosial. Sehingga model persamaan
regresi berganda sebagai berikut:
Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + e
Keterangan:
Y

= kecemasan pada lansia

= konstanta

= koefisien variabel

43

= usia lansia (x1), jenis kelamin (x2), dukungan keluarga (x3),


dukungan sosial (x4)

= standard error
Pada analisa yang memakai regresi berganda untuk mendapatkan

hasil yang baik diperlukan pengujian koefisien determinasi (R2) dilakukan


untuk mendeteksi ketepatan yang paling baik dalam analisis regresi. Uji
ini dengan membandingkan besarnya nilai koefisien determinen R2 jika
nilai R2 semakin besar atau mendekati 1 (satu) maka modal semakin tepat.

I. Etika Penelitian
Etika dalam penelitian keperawatan meruapakan masalah yang sangat
penting karena keperawatan akan berhubungan dengan manusia dan manusia
mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian. Etika dalam penelitian dapat
meliputi:
1. Informed consent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan
diteliti yang memenuhi kriteria inklusi disertai judul dan manfaat
penelitian, bila subjek menolak maka penelitian tidak memaksa dan tetap
menghormati hak-hak subjek.
2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan penelitian tidak akan mencantumkan
nama responden, tetapi lembar tersebut di beri kode.

44

3. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti hanya kelompok
data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

J. Rencana Penulisan
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:
1. Tahap persiapan
Pada tahap ini penelitian melakukan penelusuran pustaka dan
penyusunan proposal penelitian. Selain itu dilanjutkan dengan seminar
proposal dan revisi proposal.
2. Tahap pelaksanaan
Sebelum dilakukan wawancara peneliti terlebih dahulu melakukan
pengecekan ciri-ciri responden, menjelaskan maksud dan tujuan penelitian
serta meminta kesediaan responden untuk menjadi subyek penelitian.
Selanjutnya dilakukan wawancara dengan responden yang tidak bisa tulis
baca dibantu oleh penerjemah bahasa bagi responden yang tidak mengerti
bahasa Indonesia, bagi responden yang bisa tulis baca langsung dijawab
oleh responden yang sebelumnya diberi penjelasan tetnang bagaimana
pengisian kuesioner yang seharusnya. Setelah data terkumpul maka
dilakukan tabulasi data dan pengolahan data.
Pelaksanaan penelitian akan dimulai dengan uji validitas dan
reliabilitas yang dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada lansia yang
sesuai dengan kriteria inklusi pada sampel penelitian. Setelah instrumen

45

dinyatakan valid dan reliable. Maka langkah selanjutnya peneliti akan


mulai melakukan pengumpulan data. Penelitian akan dilakukan di panti
Wredha Dharma Bhakti dengan sampel sesuai kriteria inklusi. Sebelum
responden mengisi kuesioner, peneliti akan memberikan penjelasan
tentang tujuan dari penelitian, cara mengisi kuesioner dan diminta untuk
menandatangani lembar informed consent. Lansia yang selalu setuju
kemudian diberi lebih kuesioner oleh peneliti.
3. Tahap pelaporan
Tahap pelaporan meliputi:
a. Penyusunan laporan hasil penelitian
b. Seminar laporan hasil penelitian
c. Revisi laporan hasil penelitian

K. Anggaran Penelitian
Anggaran disusun berdasarkan perkiraan kebutuhan pada masingmasing kegiatan dan item alat bahan dan bahan yang diperlukan, pada tabel di
bawah ini:

46

Tabel 2
Anggaran Penelitian
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Rincian
Penelusuran literature
Pembelian peralatan tulis
Transportasi
Biaya ujian proposal
Pembuatan, pengetikan
Penyajian proposal
Revisi proposal
Pelaksanaan penelitian
Pengolahan dan pengetikan laporan
Ujian skripsi, revisi dan penggandaan
Biaya tak terduga
Total

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Jumlah
150.000
100.000
250.000
750.000
250.000
100.000
100.000
300.000
250.000
300.000
150.000
2.700.000

L. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 3.6 Jadwal Kegiatan
No.

Keterangan

1.

Penyusunan
proposal
Ujian proposal
Perbaikan proposal
Ujian
reliabilitas
validitas
Pengumpulan data
Pengolahan analisa
data
Pembahasan
Ujian skripsi
Perbaikan

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Agust
2009

Sept
2009

Waktu Penelitian
Okt
Nop
Des
Jan
2009 2009 2009 2010

Feb
2010

Mart
2010

DAFTAR PUSTAKA

Amalia,P.H. 2005. Peran Dukungan Keluarga Dalam Meningkatkan Motivasi


Menjalani Pengobatan dan Mempertahankan Prestasi Belajar Anak
Penderita ISPA di RS. Tri Harsi Surakarta. Skripsi (tidak diterbitkan)
Surakarta. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Peneltian Suatu Pendekatan Praktik Jakarta: PT Asdi
Mahasatya.
Badan Pusat Statistik. 2000. Karakteristik Penduduk Jawa Timur BPS Prop.
Jatim. Mitra Guna Bahagia.
Berlina, H.P, 1998. Kecemasan Pada Usia Lanjut Periunan Pegawai Departemen
P Dan K di Kabupaten Jogjakarta
Budi Nugroho, SKM. 2000. Buku Keperawatan Gerantik Edisi 2 Jakarta: Egc.
Departemen Kesehatan. 2002. Standar Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta:
Direktorat Pelayanan Keperawatan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan.
Febri. 2006. Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinis Untuk Perawat
dan Bidan di RS dan Puskesmas Indonesia. http://www.kinerjaklinikperawatbidan.net diakses 09 feb 2009.
Freidmajn, M.M. 1998. Keperawatan Keluarga, Teori dan Praktik Edisi 36
Jakarta: Egc.
Hardywinoto. 1999. Menjaga Keseimbangan Kualitas Hidup Para Lanjut Usia.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Herwanto. 2002. Problematika Kehidupan Lanjut Usia Pada Masyarakat
Perkotaan. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Tahun XV, Nomor
1, Januari 2002, 7-20.
Matthew N and David L. 1959. Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM - A).
http://www.neurotransmitter.net/anxietyscales.html, diaskes 09 juli 2009.
Isfandari S. 1999. Gejala Psikologis pada Lansia di Depok dan Senin. Buletin
Penelitian Kesehatan Vol. 26 No. 1.
Kaplan, A Sodack. 1998. Ilmu Keperawatan. Jakarta: Widya Medika.

48

Kaplan K.I & Sodock, B.J. 1997. Sinopsis Psikiatri Edisi 7, Jilid II, Alih Bahasa
Widya Kusuma. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Kartinah. 2007. konstribusi Dukungan Sosisal Terhadap Tingkat Depresi Pada
Pensiunan PNS Dikecamatan Sukoharjo. Skripsi (tidak diterbitkan)
Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammdiyah
Surakarta.
Khairudin. 2002. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: liberty
Koswara, 1991, Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco.
Kuntjoro S Z. 2002. Kesehatan Jiwa dan Permasalahannaya. http://www.epsikologi.com/epsi/lanjutusia.asp.diakses29Maret2009.
Kuntjoro S Z. 2002. Dukungan Sosial Pada Lansia.
psikologi.com/epsi/artikel di Akses 29 Maret 2009.

http://www.e-

Maramis, W.F. 2004. Catatan Ilmu Keperawatan Jiwa. Surabaya: Air Langga
University Press.
Matthew N and David L. 1959. Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM - A).
http://www.neurotransmitter.net/anxietyscales.html, diaskes 09 juli 2009.
Muhammad N. K. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya
Stress pada Lanjut Usia di Panti Wredha Dharma Bhakti
Surakarta.skripsi (tidak diterbitkan Surakarta). FIK Unervesitas
Muhammadiyah Surakarta
Nitafitria. 2009. Penelitian psikospiritual sebuah hasil penelitian.
Http://Nitafitria.wordpress.com/2009/02/09/terapi-psikospiritual-sebuahhasil-penelitian diakses 9-02-2009.
Noorkasiani, Tamher S. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmmodjo. 2005. Metadologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho, W. 1995. Perawatan Lanjut Usia. Edisi 3. Jakarta: Egc.
Poewardi S H. 2001. Kita Sukses Dalam Pergaulan. Jakarta: UPN Veteran.

49

Sahara.

2009.
Anxietas
Disorder
(Gangguan
Kecemasan).
Http://Pembaharuankeluaga.wordpress.com/2009/03/28/anxiety-disorsdergangguan-kecemasan, diaskes 12 april 2009.

Setiati S. 2000. Pedoman Praktis Perawatan Kesehatan Untuk Mengasuh Orang


Usia Lanjut. Jakarta: PKUI.
Stuart, G.W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: egc.
Stuart, G.W dan Sundeen, S.J. 1998. Buku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta:
egc.
Sugiyono. 2008. Statistika untuk Penelitian Jakarta : Alfabeta.

Suhartini. Bab 1 Pdf. Dasar Teori Kecemasan Pada Lansia,


http://www.domandiri.or.id/file/ratnasuhartiniurair diakses 18 Februari
2008.
Suhartini. Bab 2 Pdf. Dasar Teori Kecemasan Pada Lansia,
Http://www.domandiri.or.id/file/ratnasuhartiniunair diakses 04 Maret
2008.
Widiatmoko. 2001. Korelasi Dukungan Sosial dengan Derajat Depresi Pada
Lansia Di Poliklinik Geriatri Rumah Sakit Umum Daerak Dr. Sarjito
Yogjakarta.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


TERJADINYA KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PANTI
WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai


Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

Disusun oleh :
NURI WIDIYANINGSIH
J 210 050 021

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009

Lampiran 1
Kepada Yth:
Calon responden penelitian
Di tempat

Dengan Hormat,
Saya yng bertanda tangan di bawah ini :
Nama

: Nuri Widiyaningsih

NIM

: J210050021

Adalah mahasiswa S- 1 Fakultas Ilmu Kesehatan Unifersitas Muhammadiyah


Surakarta Yang akan melakukan penelitian dengan judul Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Terjadinya Kecemasan Pada Lanjut Usia di Panti Wredha
Dharma Bhakti Kota Surakarta Tahun 2009. Penelitian ini tidak akan
memberikan pengaruh dan dampak apapun terhadap responden, namun demikian
saya sebagai peneliti akan merahasiakan identitas dan jawaban bapak atau ibu
yang bapak atau ibu berikan dalam pertanyaan peneliti kepada bapak atau ibu
sebagai responden, atas kesediaannya peneliti ucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

Peneliti

Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
NAMA

Jenis Kelamin :
Pendidikan

Alamat

Dengan ini menyatakan sesungguhnya bahwa saya telah mandapat


penjelasan mengenai maksud pengumpulan data untuk penelitian FaktorFaktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Kecemasan Pada Lanjut Usia
di Panti Wredha Dharma Bhakti Kota Surakarta. Untuk itu secara sukarela
saya menyatakan bersedia menjadi responden atau subyek penelitian tersebut.
Dengan pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dengan penuh
kesadaran tanpa pksaan.

Surakarta,... ... ... ... ... 2009


Responden

( )

Lampiran 3
KUESIONER 1
LEMBAR DATA DEMOGRAFI
Hari / Tanggal :
Isilah kolom di bawah ini

No. Urut

Nama

Umur

45-89 tahun

60-70 tahun

71-90 tahu

> 90 tahun

Laki-laki

Perempuan

SD

SMP

SMA

Diploma

Sarjana

Jenis Kelamin

Tingkat Pendidikan :

Petunjuk:
Bapak atau ibu adiminta uantuk menjawab dengan jujur pada setiap nomor di
bawah ini dengan memberi tanda check list () yang dianggap BENAR.

Lampiran 4
KUESIONER 2
DUKUNGAN SOSIAL
Nama Klien
Jenis Kelamin
Umur

:
:
:

A. Penilaian
5 : Sangat Setuju
4 : Setuju
3 : Ragu-ragu
2 : Tidak Setuju
1 : Sangat Tidak Setuju
B. Penilaian Dukungan Sosial
7 14
: Buruk
15 27
: Sedang
> 27
: Baik
No.
1

Pertanyaan/ Pernyataan
SSS SS R TS STS
Kondisi panti ini menyenangakan, terutama

pengaturan ruang dan lokasinya


Sebagain besar perawat/ pengasuh memahami

kondisi lansia yang tinggal disini


Pengajaran keterampilan yang diberikan telah

sesuai dengan minat dan ketertarikan saya


Selain keterampilan kebersamaan dengan

sesama penghui snagat membantu


Keluarga dekat sangat menghargai semua
keterampilan yang saya peroleh selama di

panti
Keluarga

merupakan teman terbaik dalam berbagai


Hingga saat ini suami/ istri masih memberikan

dekat

terutama

istri/

suami

perhatian sama seperti beberapa tahun yang


8

lalu
Selain suami/ istri, keluarga juga memberikan
perhatian yang sama besar seperti yang

dirasakan beberaka tahun lalu


Hingga saat ini komunikasi dengan anggota

keluarga lain baik langsung/ tidak langsung


10

masih terjalin dengan baik


Keluarga terdekat masih sering berkunjung/

11

memberi barang-barang kebutuhan pribadi


Pada usia ini yang keluarga adalah kekayaan

12

yang tak ternilai


Kedatangan anak-anak dan cucu merupakan
hal yang paling saya tunggu

13
14
15

Hubungan dengan teman-teman lama baik

16

yang satu pekerjaan atau tidak tetap terjalin


Saya merasa cemas karena tidak memiliki

17

penghasilan tetap seperti dulu


Kecemasan saya terutama karena perasaan

18

sepi dan ditinggal sendiri


Rasa pusing, marah sering saya rasakan jika

19

saya sendiri
Kecemasan terbesar yang saya rasakan adalah

20

berpisah dengan keluarga dan teman lam


Selain rasa cemas dan takut tersebut diatas
banyak hal lain yang menyenagkan pada usia
saya saat ini

Berilah tanda () pada yang menurut bapak atau ibu benar atau sesuai dengan
keadaan sekarang.
1. Apakah bapak aau ibu mempunyai suami atau istri?

Sangat setuju

Setuju

Ragu-ragu

Tidak setuju

Sangat Tidak Setuju


2. Apakah Bapak atau ibu tinggal bersama pasangan?

Sangat Setuju

Setuju

Ragu-ragu

3.

4.

5.

6.

7.

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju


Apakah dalam seminggu ini bapak atau ibu menelpon kerabat atau teman?

Sangat Setuju

Setuju

Ragu-ragu

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju


Apakah bapak atau ibu senang dikunjungi kerabat atau teman?

Sangat Setuju

Setuju

Ragu-ragu

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju


Apakah bapak atau ibu menginginkan bergabung dengan kelompok lansia
atau dalam kegiatan?

Sangat Setuju

Setuju

Ragu-ragu

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju


Apakah ada yang bersedia merawat bapak atau ibu bila sakit?

Sangat Setuju

Setuju

Ragu-ragu

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju


Apakah ada yang dapat dihubungi jika bapak atau ibu mengalami keadaan
emergensi?

Sangat Setuju

Setuju

Ragu-ragu

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

Jumlah Score:
Kesimpulan

Dukungan sosial buruk


Dukungan sosial sedang
Dukungan sosial baik
(Noorkasiani, 2009)

Lampiran 5
KUESIONER 3
DUKUNGAN KELUARGA
Nama Klien
Jenis Kelamin
Umur

:
:
:

A. Penilaian
4 : Sangat Sering
3 : Sering
2 : Kadang-kadang
1 : Tidak Pernah
B. Penilaian Dukungan Keluarga
40 53
: Rendah
54 60
: Sedang
60 80
: Tinggi
Berilah tanda () pada yang menurut bapak atau ibu benar atau sesuai dengan
keadaan sekarang.
1. Apakah keluarga bapak / ibu tidak pernah memberikan berbagai informasi
tentang keterampilan baru yang dapat bapak / ibu di kerjakan di Panti
Wredha?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
2. Apakah keluarga bapak /ibu pernah mengerti tentang keadaan bapak atau ibu?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
3. Apakah keluarga bapak / ibu sering memberikan bantuan berupa kebutuhan
sehari-hari selama bapak atau ibu di Panti Wredha?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah

4. Apakah bapak / ibu tidak pernah mendapatkan kiriman uang dari keluarga
untuk kebutuhan sehari-hari bapak / ibu selama di panti?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
5. Apakah keluarga bapak / ibu tidak pernah memberikan bantuan berupa
kebutuhan sehari-hari bapak / ibu selama di panti?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
6. Apakah keluarga bapak / ibu selalu mendorong untuk selalu aktif dalam
berbagai kegiatan yang ada di panti?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
7. Apakah bapak / ibu sering mendapat kiriman uang dari keluarga untuk
memenuhi kebutuahan bapak / ibu selama di panti?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
8. Apakah keluarga bapak / ibu sering memberi dukungan terhadap segala
kegiatan yang diikuti bapak / ibu selama di panti?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
9. Apakah keluarga bapak / ibu tidak mau peduli dengan berbagai kegiatan yang
bapak / ibu lakukan di panti?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
10. Apakah keluarga bapak / ibu sering memberikan pakaian selama bapak atau
ibu di panti?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah

11. Apakah bapak / ibu merasa telah ditinggalkan oleh keluarga bapak / ibu?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
12. Apakah keluarga bapak / ibu tidak pernah memberikan dukungan kepada
bapak atau ibu untuk selalu berbuat baik selama di panti?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
13. Apakah keluarga bapak / ibu tidak pernah memberikan semangat ketiaka
bapak / ibu mengalami kesulitan?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
14. Apakah keluarga bapak / ibu sangat memahami keadaan bapak / ibu saat ini?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
15. Walaupun bapak / ibu di panti, apakah bapak / ibu merasa tetap dekat dengan
keluarga?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
16. Apakah setiap keluarga bapak / ibu berkunjung, mereka selalu menanyakan
jika bapak / ibu terlihat berbeda?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
17. Walau bapak / ibu sedang mengalami masalah di panti, apakah keluarga bapak
/ ibu tidak pernah mau memahami?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
18. Apakah selama bapak / ibu di panti, keluarga bapak / ibu jarang memberi
bapak / ibu nasehat?

Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
19. Apakah bapak / ibu tidak pernah tahu atau mengetahui berbagai kejadian yang
terjadi dalam keluarga bapak / ibu selama bapak / ibu di panti?
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
20. Apakah bapak / ibu pernah merasa apapun yang bapak / ibu hasilkan dari
kegiatan di lingkungan panti tidak mendapat tanggapan dari keluarga
Sangat Sering
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
Jumlah Score:
Kesimpulan :

Dukungan keluarga rendah


Dukungan keluarga sedang
Dukungan keluarga tinggi

Lampiran 6
KUESIONER 4
HAMILTON SKALA PENELITIAN KECAMASAN (HAM-A)
Nama Pasien :
Umur
:
Ruang
:
Dx
Perlakuan

: sebelum / sesudah perlakuan

A. Penilaian
0 : tidak ada
1 : ringan
2 : sedang
3 : berat
4 : sangat berat

tidak ada gejala sama sekali


satu gejala dari pilihan yang ada
separuh dari gejala yang ada
lebih dari separuh gejala yang ada
semua gejala ada

B. Penilaian Derajat Kecemasan


< 17
kecemasan ringan
18 24
kecemasan sedang
25 30
kecemasan berat
Berilah tanda () jika terdapat gejala yang terjadi selama
1. Perasaan cemas

Merasa cemas

Firasat buruk

Takut akan pikiran sendiri

Mudah tersinggung
2. Ketegangan

Merasa tegang

Lesu

Mudah terkejut

Tidak dapat istirahat dengan nyenyak

Mudah menangis

Gemetar

Gelisah
3. Ketakutan

Pada gelap

Ditinggal sendiri

Pada orang asing

Pada kerumunan banyak orang

4. Gangguan tidur

Sukar memulai tidur

Terbangun tengah malam

Tidak pulas

Mimpi buruk

Mimpi yang menakutkan


5. Gangguan kecerdasan

Daya ingat buruk

Sulit konsentrasi

Sering bingung
6. Perasaan depresi

Kehilangan mainat

Sedih

Bangun dini hari

Perasaan berubah-ubah sepanjang hari


7. Gejala somatic (otot-otot0

Nyeri otot

Kaku

Kedutan otot

Gigi gemeretak

Suara tak stabil


8. Gejala sensori

Telinga berdengung

Penglihatan kabur

Muka merah dan pucat

Merasa lemah

Perasaan ditusuk-tusuk
9. Gejala kardofaskuler

Denyut nadi cepat

Berdebar-debar

Nyeri dada

Denyut nadi mengeras

Rasa lemah seperti mau pingsan

Detak jantung hilang sekejap


10. Gejala pernafasan

Rasa sesak di dada

Perasaan tercekik

Merasa nafas pendek atau sesak

Sering menarik napas panjang


11. Gejala gastrointerstinal

Sulit menelan

Mual muntah


Berat badan menurun

Kontipasi

Perut melilit

Gangguan pencernaan

Nyeri lambung sebelum atau sesudah makan

Rasa panas di perut

Perut terasa penuh


12. Gejala urogenital

Sering kencing

Tidak dapat menahan kencing

Mens tidak teratur

Frigitditas
13. Gejala vegetatif

Mulut kering

Muka kering

Mudah berkeringat

Pusing atau sakit kelapa

Bulu roma berdiri


14. Apakah merasa

Gelisah

Tidak tenang

Mengerutkan dahi muka tegang

Tonus atau ketegangan otot meningkat

Napas pendek atau cepat

Muka merah
Jumlah Score:
Kesimpulan :

Kecemasan rendah
Kecemasan sedang
Kecemasan berat
(Metthew, 2009)

Anda mungkin juga menyukai