Disusun oleh :
Andhian Irma Nugrahawati
12020113120010
12020113120015
12020113120027
12020113120041
12020113120046
Sisilia Testianingtyas
12020113140122
ekonomi, perencana kota, para ahli strategi bisnis, ilmuwan regional, dan para
ilmuwan sosial lainnya telah mencoba memberikan penjelasan tentang mengapa
dan di mana aktivitas ekonomi berlokasi. Ketimpangan distribusi kegiatan
ekonomi secara regional dalam satu negara telah menjadi perhatian utama. Inilah
yang mendorong dilakukannya banyak penelitian dalam bidang ini (Kuncoro,
2002). Industrialisasi telah menjadi kekuatan utama (driving force) di balik
urbanisasi yang cepat di kawasan Asia sejak dasawarsa 1980- an. Berbeda dalam
kasus industri berbasis sumber daya (resource-based industries), industri
manufaktur cenderung berlokasi di dalam dan di sekitar kota.
Pertanian dan industri berdampingan, bahkan kadang berebut lahan di
seputar pusat-pusat kota yang pada gilirannya semakin mengaburkan perbedaan
baku antara desa dan kota (McGee, 1991). Industri cenderung beraglomerasi di
daerah-daerah dimana potensi dan kemampuan daerah tersebut memenuhi
kebutuhan mereka dan mereka mendapat manfaat akibat lokasi perusahaan yang
saling berdekatan. Kota umumnya menawarkan berbagai kelebihan dalam bentuk
produktifitas dan pendapatan yang lebih tinggi, menarik investasi baru, teknologi
baru, pekerja terdidik dan terampil dalam jumlah yang jauh lebih tinggi dibanding
perdesaan (Malecki, 1991). Oleh karena itu, dapat dimengerti apabila Aglomerasi
(agglomeration), baik aktivitas ekonomi dan penduduk di perkotaan, menjadi isu
sentral dalam literatur geografi ekonomi, strategi bisnis dan peningkatan daya
saing.
Persebaran sumberdaya yang tidak merata menimbulkan disparitas dalam
laju pertumbuhan ekonomi antardaerah. Ketidakmerataan sumber daya ini
tercermin pada konsentrasi kegiatan ekonomi yang terjadi pada daerah tertentu
saja. Daerah-daerah dimana konsentrasi kegiatan ekonomi terjadi memperoleh
oleh Marshall.
Montgomery mendefinisikan
perusahaan, tenaga kerja, dan konsumen secara spasial untuk meminimisasi biayabiaya seperti biaya transportasi, informasi dan komunikasi (Montgomery, 1988:
693). Sementara Markusen menyatakan bahwa aglomerasi merupakan suatu lokasi
yang tidak mudah berubah akibat adanya penghematan eksternal yang terbuka
bagi semua perusahaan yang letaknya berdekatan dengan perusahaan lain dan
penyedia jasa- jasa, dan bukan akibat kalkulasi perusahaan atau para pekerja
secara individual (Kuncoro, 2002: 24). Selanjutnya dengan mengacu pada
B. Teori Lokasi
Teori Lokasi merupakan sebuah ilmu yang menyelidiki tata ruang kegiatan
ekonomi. Pengertian lain dari teori lokasi yaitu ilmu yang mempelajari tentang
lokasi secara geografis serta pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha
atau kegiatan lain. Untuk menentapkan lokasi suatu industri (skala besar secara
komprehensif diperlukan gabungan dari berbagai pengetahuan dan disiplin.
Beberapa faktor yang ikut dipertimbangkan dalam menentukan lokasi, antara lain
ketersediaan bahan baku, upah buruh, jaminan keamanan, fasilitas penunjang,
daya serap pasar lokal dan aksesbilitas dari tempat produksi ke wilayah pemasaran
yang dituju (aksesbilitas pemasaran ke luar negeri). Stabilitas politik suatu negara
dan kebijakan daerah (peraturan daerah). Berikut ini dibahas mengenai pendapat
dua ilmuwan.
1. Teori Lokasi Industri
Pertimbangan utama dalam menentukan alternatif lokasi industri yaitu
ditekankan pada biaya transportasi yang rendah. Pada prinsipnya beberapa teori
lokasi tersebut untuk memberikan masukan bagi penentuan lokasi optimum, yaitu
lokasi yang terbaik dan menguntungkan secara ekonomi. Teori ini dimaksudkan
untuk menentukan suatu lokasi industri dengan mempertimbangkan risiko biaya
atau
ongkos
yang
paling
minimum,
dengan
asumsi
sebagai
berikut:
1) Wilayah yang akan dijadikan lokasi industri memiliki: topografi, iklim dan
penduduknya relatif homogen.
2) Sumber daya atau bahan mentah yang dibutuhkan cukup memadai.
3) Upah tenaga kerja didasarkan pada ketentuan tertentu, seperti Upah Minimum
Regional (UMR).
4) Hanya ada satu jenis alat transportasi.
5)
Biaya
angkut
ditentukan
berdasarkan
beban
dan
jarak
angkut.
Manusia
yang
ada
di
daerah
tersebut
masih
berpikir
rasional.
Persyaratan tersebut jika dipenuhi maka teori lokasi industri dari Alfred Weber
dapat digunakan.
sekaligus
terkait
usaha-usaha
pemeratan
kembali
hasil-hasil
pada
hakikatnya
pembangunan
bertujuan
menghapuskan
kemiskinan.Apabila tujuan ini sudah mulai dirasakan hasilnya maka tahap kedua
sudah dapat dijalankan, yaitu untuk menciptakan kesempatan-kesempatan bagi
warganya untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhanya.
4. Kesimpulan
Persebaran sumberdaya yang tidak merata menimbulkan disparitas dalam
laju pertumbuhan ekonomi antardaerah. Ketidakmerataan sumber daya ini
tercermin pada konsentrasi kegiatan ekonomi yang terjadi pada daerah tertentu
saja. Daerah-daerah dimana konsentrasi kegiatan ekonomi terjadi memperoleh
manfaat yang disebut dengan ekonomi aglomerasi (agglomeration economies).
Aglomerasi ekonomi sendiri merupakan eksternalitas yang dihasilkan dari
kedekatan geografis dari kegiatan ekonomi. Selanjutnya adanya ekonomi
aglomerasi dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap laju pertumbuhan
ekonomi. Sebagai akibatnya daerah-daerah yang termasuk dalam aglomerasi pada
umumnya mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
daerah yang bukan aglomerasi.
Aglomerasi menghasilkan perbedaan spasial dalam tingkat pendapatan.
Semakin teraglomerasi secara spasial suatu perekonomian maka akan semakin
meningkat pertumbuhannya. Daerah-daerah yang banyak industri pengolahan