Anda di halaman 1dari 40

Teori Aglomerasi

Oleh : Dr. Ir. Bagdja Muljarijadi

Agglomerasi

Aktivitas ekonomi, khususnya industri


manufaktur cenderung terkonsentrasi dalam
beberapa lokasi. Mengapa ?

Contoh: Aktivitas industri kerajinan kaos di Jl.


Suci Bandung, Aktivitas perdagangan Buku di
Palasari, Kawasan Industri di sepanjang Tol
Jakarta Karawang dll

Industri cenderung beraglomerasi di daerahdaerah dimana potensi dan kemampuan


daerah tersebut bisa memenuhi kebutuhan
mereka, dan mereka mendapat manfaat akibat
lokasi perusahaan yang saling berdekatan.

Agglomerasi
Kota umumnya menawarkan
berbagai kelebihan dalam bentuk
produktivitas dan pendapatan yang
lebih tinggi, yang menarik investasi
baru, teknologi baru, pekerja terdidik
dan terampil dalam jumlah yang jauh
lebih tinggi dibanding pedesaan

Konsep dan Pemikiran Agglomerasi

Agglomerasi

Aglomerasi merupakan suatu bentuk spasial


dan diasosiasikan dengan konsep
penghematan aglomerasi melalui konsep
Eksternalitas.
Ekonomi eksternal terjadi ketika skala
lingkungan perkotaan akan menambah
produktivitas dari kota itu sendiri
Ada tiga dimensi yang mengacu kepada
cakupan (scope)dimana eksternalitaseksternalitas itu timbul
cakupan

industri,
cakupan geografi,
cakupan temporal.

Cakupan Industri

Merupakan suatu tingkatan dimana aglomerasi


ekonomi dapat di-perluas sampai lintas industri,
mungkin lintas semua industri yang ada dikota.
Localization economies merupakan
meningkatnya skala ekonomi dikarenakan
terkonsentrasinya aktivitas industri pada spasial
tertentu.
Urbanization economies merupakan
meningkatnya skala ekonomi akibat
terkonsentrasi semua kegiatan ekonomi di
perkotaan atau Urbanization economies
berhubungan dengan ukuran perkotaan

Cakupan Industri
S k a la E k o n o m is
( E c o n o m ie s o f S c a le )
A k ib a t d a r i e k s t e r n a lit a s s p a s ia l

S k a la e k o n o m is
In te rn a l u n tu k p e ru s a h a a n

S k a la e k o n o m is
E k s te rn a l u n tu k p e ru s a h a a n
( P e n g h e m a ta n A g lo m e r a s i)

In te rn a l u n tu k In d u s tri
( P e n g h e m a ta n L o k a lis a s i)

E k s te rn a l u n tu k In d u s tri
( P e n g h e m a ta n U r b a n is a s i)

Klasifikasi dari Penghematan


Lokalisasi dan Urbanisasi
Eksternalitas
Statik

Eksternalitas
Dinamis

Penghematan Lokalisasi

Penghematan Urbanisasi

Aksesibilitas terhadap :
besarnya pasar tenaga
kerja terampil
besarnya
jumlah
perusahaan
dalam
industri
yang
sama/terkait
supplier / pemasok yang
terspesialisasi
Aksesibilitas
terhadap
transfer
pengetahuan
yang spesifik

Aksesibilitas terhadap :
pasar yang besar dan terdiversifikasi untuk barang
jadi (final good)
pasar yang besar dan terdiversifikasi untuk input
pasar tenaga kerja yang
berkualitas
dan
terdiversifikasi
Aksesibilitas
terhadap
transfer
pengetahuan
yang bermacam-macam

Klasifikasi dari
Penghematan

Cakupan Geografi

Diskusi mengenai aglomerasi ekonomi


dimulai dengan ide pentingnya jarak
geografi dalam memahami sebuah kota.
Aglomerasi akan semakin melemah ketika
jarak geografi semakin jauh, semakin dekat
secara fisik dari para agen maka lebih
potensial untuk melakukan interaksi.
Ciccone dan Hall (1996) dan Dekle dan
Eaton (1999) menemukan hasil bahwa
kepadatan jumlah tenaga kerja
mempengaruhi secara positif terhadap
produktivitas

Cakupan Temporal

Kunci dari ide ini ditemukan oleh porter


(1990). Dia mengemukakan bahwa
kompetisi lokal mendorong inovasi,
memaksa perusahaan untuk berinovasi
atau mati.

Glaeser (1992) yang sefaham dengan


Marshal (1920), Arrow (1962), dan Romer
(1986) dimana kehadiran kompetisi akan
mengurangi produktifitas akibat tidak
adanya pengakuan hak intelektual

MICROFOUNDATION AGGLOMERATION
ECONOMIES (THE SOURCES)

Natural Advantage,
Input Sharing,
Knowledge Spillover,
Labour Market Pooling,
Home Market Effect,
Consumption Opportunities,
Rent Seeking.

Natural advantages

Beberapa sumber (fachs 1962; Kim 1995 dan 1999; Elison


dan Glaeser 1999) menyatakan bahwa akses ke sumber
daya merupakan pertimbangan penting dalam penentuan
lokasi industri manufaktur. Kim (1995) menemukan koefisien
yang positif dari variabel sumber daya alam yang
diinterpretasikan konsisten dengan pentingnya peranan
keunggulan sumber daya alam dalam menentukan
aglomerasi. Elison dan glaeser (1999) yang menyatakan
bahwa persentase aglomerasi yang disebabkan oleh
keunggulan sumber daya alam mencapai 20 persen, atau
bahkan lebih.

Marshall menyatakan . . . . many various cases have led to


localization of industry, but the chief causes have been
physical condition; such as the character of the climate or
soil, the existence of mines and quaries in the
neighbourhood, or within easy access by land or water. . .

Input sharing

Terdapat hubungan antara karakteristik lokasi perusahaan


dengan input sharing. Adanya pembelian input secara
bersama akan menyebabkan meningkatnya intensitas
pembelian input. Pada kasus dimana terdapat skala
ekonomi, perusahaan yang terisolasi tidak akan
memperoleh keuntungan (disadvantage), sementara
perusahaan yang berlokasi secara terkonsentrasi
memperoleh keuntungan karena mereka dapat
memperoleh (outsource) input demand kepada produsen
yang dapat mencapai skala efisiensi dalam produksi.

Rata-rata industri bergerak dari lokasi yang tidak


terkonsentrasi menuju lokasi yang terkonsentrasi dan
menghasilkan intensitas pembelian input yang meningkat
sebesar 3 persen.

Dengan adanya input sharing maka diharapkan adanya


sejumlah besar suplier input yang terspesialiskan.

Knowledge Spillover

Jaffee (1993) menyatakan bahwa knowledge spillover


merupakan hal penting dan spillover itu dipengaruhi oleh
jarak geografis. Dengan mengidentifikasi berkembangnya
knowledge spillover di lokasi-lokasi dimana terjadi
peniruan hak cipta, hasilnya adalah peniruan hak cipta
juga terkonsentrasi secara spasial, dengan peniruan kirakira 5 sampai sepuluh kali lipat dibandingkan dengan
daerah yang tidak terkonsentrasi.
Dalam melihat faktor penentu aglomerasi, Audretsch dan
Feldman (1996) melihat bagaimana dampak aglomerasi
terhadap inovasi dengan menghitung produk yang
diperkenalkan oleh Small Business Administration.
Mereka juga menyimpulkan bahwa industri yang
berorientasi knowledge, aktivitas inovatifnya lebih
terkonsentrasi. Dalam hal ini, pekerja merupakan media
penting dalam proses knowledge spillover.

Labour Market Pooling


Ada dua pemahaman tentang labour market pooling:
Adanya kesesuaian antara tenaga kerja dengan kebutuhan di
kota besar (urbanization effect) atau dalam konsentrasi
industri (localization effect). Ada dua pendekatan untuk
mengidentifikasi labour market pooling yaitu dari tingkat
pemberhentian pekerja (termination) dan turn over.
Interpretasi lain tentang labour market pooling adalah tentang
resiko, yaitu pekerja maupun perusahaan menghadapi dua
jenis resiko dalam memilih pekerjaan untuk perusahaan
tertentu di kota tertentu. Pertama adalah pekerja dan
spesifikasi perusahaan. Sumber resiko kedua adalah
spesifikasi industri. Pada industri yang mudah guncang
(shock), maka pekerja akan mudah kehilangan pekerjaan
karena perusahaan serupa akan memiliki kondisi yang sama.
Simon mengemukakan hubungan antara tingkat pengangguran
dengan spesialisasi kota yang memperlihatkan bahwa tingkat
pengangguran akan semakin tinggi ketika kota akan semakin
terspesialisasikan.

Home Market Effect

Satu hal yang menyebabkan agglomeration


economies adalah home market effect. Idenya
adalah bahwa interaksi antara internal scale
economies dalam produksi dan biaya transport
menyebabkan berkembangnya pasar lokal
dengan kekuatan proses aglomerasi.
Davis dan Weinstein (1996) berkesimpulan
bahwa pengaruh pasar lokal merupakan
penentu utama dalam konsentrasi regional.
Dalam regional yang lebih besar, Hanson
melihat bahwa pengaruh pasar lokal yaitu
dengan meningkatknya keterbukaan pasar
membawa pergeseran ekonomi wilayah dari
manufaktur.

Konsumsi

Glaeser mengemukakan ada empat hal yang


menyebabkan konsumsi yang meningkat di kota
besar. 1) ada banyak barang dan jasa yang dapat
diperoleh dengan mudah di kota besar; 2) kota
besar menyediakan berbagai hal yang menarik; 3)
kota besar memungkinkan tersedianya barang
publik yang tidak tersedia di kota kecil; 4) padatnya
pemukiman memungkinkan kecapatan interaksi
lebih besar dibandingkan di kota kecil.
Pentingnya konsumsi di kota besar juga terkait
dengan besarnya commuter yang tumbuh sebesar
2,7 persen antara tahun 1980 hingga tahun 1990an.
Implikasi dari aglomerasi terhadap konsumsi yaitu
bahwa pasar memungkinkan barang untuk dibuat
sedekat mungkin dengan selera konsumen.

Rent seeking
Ades dan Glaeser melihat hubungan antara
rent seeking dan pembentukan kota besar.
Selain faktor ekonomi merupakan bagian dari
penjelasan dari jenis urban primacy,
seringkali terdapat faktor politik yang
mempengaruhi proses aglomerasi. Dalam
sistem politik yang tersentralisasi, misalnya
dalam unstable dictatorship 37 persen
penduduknya tinggal di kota, sementara
dalam demokrasi yang stabil hanya mencapai
23 persen. Dalam hal ini, stabilitas politik dan
adanya hak-hak politik mempengaruhi tingkat
urbanisasi.

Penyebab Aglomerasi
(Tjuk Kuswartoyo, 1992)
1)

2)
3)
4)
5)

6)

Industri yang bertumpu pada sumber daya akan


terkelompok pada lokasi sumber daya alam yang
menjadi penopang utamanya;
Harga tanah, ketersediaan prasarana, akses terhadap
pusat angkutan, pasar dan tenaga kerja;
Pengarahan dari pemerintah yang disertai dengan
pengadaan prasarana yang memenuhi kebutuhan;
Konglomerasi usaha, yang merupakan kelanjutan dari
proses sebelumnya;
Adanya kawasan industri, yaitu suatu tapak yang cukup
luas dilengkapi dengan prasarana, fasilitas dan
pelayanan yang cukup, yang disiapkan untuk
menampung industri;
Perkembangan kemampuan lokal, yang menumbuhkan
adanya konsentrasi industri di suatu wilayah

Pengukuran Konsentrasi
/dispersi Spasial

Paradigma geografi ekonomi adalah bahwa


liberalisasi perdagangan akan mendorong
pengelompokan/ penyebaran aktivitas
kegiatan ekonomi masyarakat
Pengelompokan disasu sisi akan membawa
pada adanya konsentrasi spasial dari
kegiatan-kegiatan tersebut
Pengelompokan pada beberapa
lokasi/daerah akan menyebabkan adanya
dispersi/perbedaan spasial antar lokasi

Beberapa Indeks
Konsentrasi/dispersi

BEBERAPA KASUS

New York Metropolitan Regional


mengemukakan tentang external
economies yang menjadi titik
keseluruhan sejarah New York. Pada
awalnya para pedagang memperoleh
keuntungan dengan adanya jadwal
pelayaran, namun pedagang besar dan
broker pelayaran tidak tersedia. Setelah
itu, pedagang memperoleh keuntungan
dengan adanya investasi di sector
pelabuhan, pembangunan kanal dan
jaringan kereta api.

Regional Cluster of Innovation


Project, yang inti pendekatannya
adalah, bahwa kegiatan bisnis akan
lebih produktif ketika factor pasar
mendukung, supplier mudah
ditemukan, ketika adanya permintaan
konsumen, dan ketika tekanan
persaingan mendorong inovasi yang
berkelanjutan. Kondisi ini akan terjadi
kalau industri terkonsentrasi.

Regional advantage dari Silicon Valley yang


merupakan pusat industri elektronik dan
teknologi tinggi, dan Boston Route 128. Kedua
lokasi ini memiliki beberapa karakteristik yang
dapat menarik penggunaan teknologi dan
tenaga kerja terdidik. Perbedaan keduanya
adalah dalam sistem industrinya, yang
mencakup institusi lokal dan budayanya,
struktur industri, dan corporate organization.
Silicon Valley lebih fleksibel dan
entrepreneurial, sementara Route 128 lebih
rigid dan sangat hierarkis.

Dalam menjelaskan fenomena aglomerasi di


Indonesia, Mudrajad (2002) menyatakan bahwa
aglomerasi di Indonesia terjadi seiring dengan
perubahan struktur ekonomi dari pertanian ke
industri. Aglomerasi di Indonesia lebih
cenderung sejalan dengan hasil pendapat
Jacob yang menitikberatkan pada diversity
industri dalam satu aglomerasi. Konsentrasi
geografis di Indonesia telah menimbulkan
kesenjangan yang besar antar pulau terutama
dalam hal distribusi industri-industri manufaktur,
dan tidak menimbulkan keterkaitan antara
usaha menengah dan besar dengan industri
kecil dan rumah tangga.

Pada Zona industri Cibinong diketahui


bahwa terkelompoknya industri di zona
ini lebih karena kepentingan pihak
industri sendiri yaitu mendekati bahan
baku dan akses pasar ke Jakarta.
Beberapa dampak yaitu: perubahan hak
atas tanah, pertumbuhan penduduk dan
perkembangan pemukimannya,
perubahan aktivitas ekonomi lokal
terutama kegiatan industri kecil,
perdagangan lokal dan transportasi (Tjuk
Kuswartoyo 1992).

Distribusi Spatial Aktivitas


Ekonomi
Penentuan lokasi aktivitas kegiatan usaha
pada akhirnya akan berdampak kepada
pola ruang suatu wilayah.
Teori yang dikembangkan oleh Hotelling
menyimpulkan bahwa keseimbangan dari
wilayah pasar yang terbentuk diwujudkan
dengan mengelompoknya aktivitas-aktivitas
kegiatan pada suatu lokasi tertentu,
sehingga membentuk suatu cluster

Distribusi Spasial Aktivitas


Ekonomi

Daya tarik suatu daerah terhadap investasi kegiatan usaha


berbeda-beda. Beberapa hal yang mempegaruhi daya
tarik daerah diantaranya adalah:
Sumber

daya yang dimiliki oleh masing-masing daerah


Faktor-faktor diluar endowment seperti kualitas SDM,
ketersediaan fasilitas dan prasarana pedukung
pembangunan
Perbedaan pada sisi kebijakan yang dianut oleh pemerintah
daerah

Kondisi ini pada akhirnya menimbulkan adanya


ketimpangan spasial, karena beberapa aktivitas kegiatan
usaha cenderung untuk bertempat pada suatu lokasi
tertentu saja

Distribusi Spasial Aktivitas


Ekonomi
Perbedaan distribusi dari aktivitas kegiatan wilayah
menyebabkan perbedaan dalam pertumbuhan
ekonomi di masing-masing wilayah yang
bersangkutan
Ada wilayah-wilayah dengan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, sedangkan wilayah-wilayah lainnya
memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah,
dan kita sering menyebutnya dengan disparitas
(kesenjangan) wilayah.

Tujuan Pembangunan
Wilayah

Tujuan dari perencanaan


pembangunan wilayah adalah:
Bagaimana

menciptakan
kesejahteraan antar wilayah yang ada
dalam suatu negara (place
prosperity).
Bagaimana menciptakan
kesejahteraan antar orang dalam
suatu wilayah (people prosperity).

Teori Circular and Cumulative


Causation dari Myrdal
Backwash effect cenderung menarik seluruh
sumberdaya dari wilayah-wilayah yang lebih
terbelakang ke wilayah-wilayah yang lebih maju,
sehingga pada akhirnya akan semakin memperburuk
tingkat kesenjangan yang terjadi
Menurut Myrdal kesenjangan wilayah
menggambarkan adanya permasalahan dalam
pengembangan wilayah, jika hal ini terus dibiarkan
maka akan ada suatu kecenderungan bahwa
wilayah-wilayah yang kurang berkembang tersebut
akan semakin tertinggal dibandingkan dengan
wilayah lainnya.

Teori Circular and Cumulative


Causation dari Myrdal

Menurut Myrdal:
Ketidakmerataan

distribusi spasial dari


aktivitas ekonomi akan terjadi jika kota-kota
pusat pertumbuhan menarik semua sumber
daya yang ada disekitar kearahnya (proses ini
dikenal dengan istilah backwash effect)
sehingga akan terjadi ketimpangan antar
wilayah yang disebabkan tidak terdistribusinya
aktivitas-aktivitas perekonomian secara
merata dalam suatu wilayah.

Penyebab Ketidakmerataan
Distribusi Spatial Aktivitas Ekonomi

Menurut Upal dan handoko (1986) ada 2


penyebab, yaitu:
Social-economic

rigidities (kekakuan kondisi

sosial ekonomi)
Factor immobilities (kesulitan pergerakan faktorfaktor produksi seperti tenaga kerja, modal)

Menurut Hirschman,ketidakmerataan distribusi


spasial akan terjadi apabila polarization effect
jauh lebih dominan dibandingkan dengan
trickledown effect.

Teori Kesenjangan Wilayah

Ada dua teori dasar yang dapat


menjelaskan tentang kesenjangan
antar wilayah yang disebabkan oleh
adanya ketidakmerataan distribusi
spasial dari aktivitas-aktivitas
perekonomian, yaitu:
Generative

growth theory
Competitive growth theory

Generative Growth Theory


Ketimpangan antar wilayah akan terjadi apabila jika
perekonomian nasional mengalami steady state, akan
tetapi ada beberapa wilayah yang mengalami pertumbuhan
ekonomi negatif, sementara wilayah-wilayah yang lain
tumbuh dengan laju yang lebih besar dibandingkan dengan
pertumbuhan perekonomian nasional yang mengalami
steady state.
Ketimpangan tidak menjadi masalah apabila terjadi kondisi
dimana ada wilayah-wilayah yang mempunyai laju
pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan
wilayah yang lain (bahkan dengan pertumbuhan
nasionalnya) akan tetapi semua wilayah masih mengalami
pertumbuhan ekonomi yang positif

Competitive Growth Theory


Setiap wilayah akan bersaing satu sama lain dalam struktur
pasar monopolistik, mereka akan berusaha sebisa mungkin
untuk terus tumbuh dan berhasil memenangkan persaingan
antar wilayah
Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh
faktor-faktor eksogen di masing-masing wilayah, karena
setiap wilayah adalah spesifik maka faktor eksogen di tiap
wilayah mungkin akan berbeda-beda pula.
Apabila pertumbuhan nasional rendah sementara
dibeberapa wilayah pertumbuhannya justru cukup tinggi,
maka pertumbuhan dibeberapa wilayah tersebut terjadi
dengan mengorbankan pertumbuhan ekonomi di wilayah
yang lainnya, sehingga terjadi kesenjangan wilayah

Indeks Williamson
Salah satu ukuran yang biasa digunakan
dalam menganalisis kesenjangan antar
wilayah adalah Indeks Williamson (IW).
Menghitung kesenjangan wilayah dengan IW
pada dasarnya merupakan ukuran
Coefficient of variation. Semakin tinggi nilai
IW menunjukkan terjadinya tingkat
kesenjangan antar wilayah yang semakin
tinggi pula, dan sebaliknya jika index yang
didapat menuju kearah nol

Indeks Williamson

Perumusan dari Indeks Williamson dapat dituliskan


sebagai berikut:

IW

( R j R ).

fj

Rj = Pendapatan per kapita dari daerah/wilayah ke-j


R
= Rata-rata dari pendapatan per kapita seluruh
wilayah
N = Total population
fj = population di wilayah ke-j

Theil index

Indeks Theil dapat dirumuskan sebagai


Berikut:
N
yi
yi Y

I ( y )
log
xi X
i 1 Y

Dimana:
yi PDRB per kapita daerah i
Y rata-rata PDRB per kapita seluruh daerah
xi populasi di daerah i
X populasi di seluruh daerah

Anda mungkin juga menyukai