Anda di halaman 1dari 15

PRESENTASI KASUS

BELLS PALSY

PEMBIMBING:

dr. JULINTARI BIDRAMNANTA Sp.S


DISUSUN OLEH:

NUR HAFILAH BINTI RUSLI


030.06.332

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN SYARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
PERIODE 12 SEPTEMBER 2011 16 OKTOBER 2011
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
PENDAHULUAN

Kelumpuhan wajah adalah gangguan yang memiliki dampak yang besar pada
pasien. Kelumpuhan saraf wajah mungkin karena bawaan atau neoplastik atau mungkin
akibat dari infeksi, trauma, eksposur beracun, atau penyebab iatrogenik. Penyebab paling
umum dari kelumpuhan wajah unilateral Bells palsy, atau disebut kelumpuhan wajah
idiopatik. Bells palsy merupakan kekakuan akut unilateral, perifer, bersifat lower-motorneuron yang secara bertahap membaik pada 70-80% kasus.Penyebab Bells palsy masih
belum diketahui, meskipun kemungkinan etiologinya adalah virus, inflamasi, autoimun, dan
iskemik.
Bells palsy adalah salah satu gangguan neurologis yang paling umum yang
mempengaruhi saraf kranial, dan merupakan penyebab paling umum kelumpuhan wajah di
seluruh dunia. Bells palsy diperkirakan menyumbang sekitar 60-75% dari kasus kelumpuhan
wajah akut unilateral. Bell palsy lebih sering terjadi pada orang dewasa, pada orang dengan
diabetes, dan pada wanita hamil.
Untuk menentukan apakah wajah-saraf kelumpuhan perifer atau pusat adalah kunci dalam
diagnosis. Sebuah lesi yang melibatkan upper motor neuron mengakibatkan kelemahan wajah
bagian bawah,berbeda dengan lesi di lower motor neuron. Anamnesa yang cermat dan
pemeriksaan yang teliti, termasuk pemeriksaan telinga, hidung, tenggorokan, dan saraf
kranial, harus dilakukan.Kriteria diagnostik minimal termasuk kelumpuhan atau paresis dari
semua kelompok otot di satu sisi wajah,secara akut dan tiba-tiba, setelah dimastikantidak ada
penyakit sistem saraf pusat. Perhatikan bahwa diagnosis Bells palsy dibuat hanya setelah
penyebab lain dari kelumpuhan perifer akut telah disingkirkan.
Jika temuan klinis meragukan atau jika kelumpuhan berlangsung lebih lama dari 6-8
minggu,perencanaan lebih lanjut, termasuk pencitraan gadolinium meningkatkan resonansi
magnetik dari tulang temporal dan pons, harus dipertimbangkan. Tes Electrodiagnostic
(misalnya, stapedius tes refleks, membangkitkan saraf wajah-elektromiografi [EMG],
audiography) dapat membantu meningkatkan ketepatan prognosis pada kasus yang sulit.
Pengobatan Bells palsy harus konservatif dan dipandu oleh keparahan dan prognosis
kemungkinan dalam setiap kasus tertentu. Studi telah menunjukkan manfaat dosis tinggi
kortikosteroid untuk Bells palsy akut.Walaupun pengobatan antivirus telah digunakan dalam
beberapa tahun terakhir, bukti menunjukkan bahwa obat ini mungkin kurang bermanfaat.
Terapi okular topikal berguna dalam banyak kasus, dengan pengecualian orang-orang yang
kondisinya parah atau berkepanjangan. Dalam kasus ini, manajemen operasi adalah yang
terbaik. Beberapa prosedur bertujuan untuk melindungi kornea dari paparan dan mencapai
kesimetrian wajah. Prosedur ini mengurangi kebutuhan penggunaan secara konstan tetes atau
salep pelumas, dapat meningkatkan nilai estetika, dan mungkin diperlukan untuk
mengekalkan penglihatan pada sisi maa yang terkena.
1

STATUS PASIEN
I.

Identitas
2

Nama

: Ny N

Jenis Kelamin : Perempuan


Umur

: 42 tahun

Kebangsaan

: Indonesia

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Agama

: Islam

Alamat

: Jakarta Selatan

Tanggal berobat:15 September 2011


II.

Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara auto-anamnesa dengan pasien pada 8 September 2011

A. Keluhan Utama :
Bibir kanan dirasakan tebal dan baal sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit(SMRS)
B. Keluhan Tambahan :
Pilek sejak 2 hari SMRS
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan bibir kanan dirasakan baal dan tebal sejak 6 jam
SMRS.Keluhan mulai dirasakan ketika pasien merasakan sulit untuk minum air
setelah pasien bangun dari tidur.Air yang diminumnya seakan-akan tidak masuk ke
dalam mulutnya.Pada waktu bersamaan,mata kanan dirasakan sangat perih,berair dan
sulit untuk menutupinya.Pasien juga mengeluh wajah kanan terasa tebal dan kurang
terasa bila dipegang, .Pasien mengaku sewaktu tidur malam tadi,pasien mengarahkan
kipas

secara

statis

tepat

pada

wajahnya.Keluhan

ini

baru

pertama

kali

dirasakan.Keluhan lain seperti mual (-), muntah (-), kejang (-), gangguan penglihatan
(-),gangguan pengecapan(-), penglihatan ganda (-), gangguan pendengaran (-), bunyi
berdenging (-), mulut mencong (+), bicara pelo (-),kelemahan tubuh sesisi (-), dan
mengompol (-).

D. Riwayat Penyakit Dahulu


3

Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan hipertensinya
terkontrol.Riwayat DM(-),asma(-),alergi(-)
E. Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku mempunyai kebiasaaan tidur dengan mengarahkan kipas secara statis
secara langsung ke tubuhnya.Pasien juga megaku mempunyai kebiasaan merokok
pada usia remajanya(sekitar 30 tahun yang lalu),sehari 2-3 batang rokok dan sudah
berhenti setelah menikah.

F. Riwayat Penyakit Keluarga


Orang tua dan kakak pasien mengidap penyakit darah tinggi, ibu pasien meninggal
pada tahun 2006 karena stroke (-), epilepsi (-), dan diabetes mellitus (-).
III.

Pemeriksaan Umum
A. Keadaan Umum
-

Kesadaran

: Compos mentis

Kesan sakit

: Sakit sedang

Sikap

: Duduk

Kooperasi

: Koperatif

Tanda Vital
Tekanan Darah

: 180/90

Nadi

: 86 kali/menit

Suhu

: 36,60

Pernapasan

: 20 kali/menit

B. Keadaan Lokal
Trauma Stigmata

: (-)

Pulsasi Aa.Carotis

: equal kanan=kiri, regular, cukup

Pembuluh darah perifer

: CRT <2

Kelenjar Getah Bening

: Tidak teraba membesar


4

Columna Vertebralis

: lurus di tengah

Thorax

Jantung
Inspeksi

: Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba pada 1 cm medial midclavicularis kiri


ICS V

Perkusi

: Batas kanan jantung ICS IV garis sternalis kanan.


Batas kiri jantung ICS V 1cm medial garis midclavicularis
kiri. Batas atas jantung ICS III garis parasternal kiri

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru
Inspeksi : Bentuk dada dan gerak nafas simetris saat statis dan dinamis.
Palpasi

: NT (-), massa (-), gerak nafas teraba simetris saat statis dan
dinamis, vokal fremitus normal

Perkusi

: Sonor pada kedua hemithorax.

Auskultasi : Vesikular simetris pada kedua hemithorax, Rh -/-, Wh -/Abdomen

Inspeksi

: Datar, benjolan (-), ruam kulit (-), dilatasi vena (-),

Palpasi

: Supel, defence muscular (-), hepar dan lien tidak membesar

Perkusi

: Timpani

Auskultasi : BU (+) normal

Ekstrimitas atas

: akral hangat +/+ , edema -/-

Ektremitas bawah

: akral hangat +/+ , edema -/-

IV. Pemeriksaan Neurologis


A. Rangsang Selaput Otak

:-

B. Saraf-Saraf Kranialis
N. I

: normosmia

N. II

Kanan

Kiri
5

Acies visus

6/60

6/60

Campus visus

baik

baik

Melihat warna

baik

baik

Funduskopi

tidak dilakukan

N. III, N. IV, N. VI

Kanan

Kiri

ortoforia

ortoforia

Ke Nasal

baik

baik

Ke Temporal

baik

baik

Ke Nasal Atas

baik

baik

Ke Temporal Atas

baik

baik

Ke Temporal Bawah

baik

baik

Eksopthalmus

(-)

(-)

Ptosis

(-)

(-)

Bentuk

bulat

bulat

Ukuran

2mm

2mm

Isokor/Anisokor

isokor

isokor

(+)

(+)

Reflek cahaya tak langsung (+)

(+)

Kedudukan bola mata


Pergerakan bola mata

Pupil

Reflek cahaya langsung

N.V

Kanan

Kiri

baik

baik

Opthalmik

kurang

baik

Maxilla

kurang

baik

Mandibularis

kurang

baik

N. VII

Kanan

Kiri

Menutup kedua mata

Sulit

baik

Kembungkan pipi

Pipinya tidak kuat

baik

Menyeringai

Mulut mencong

baik

Cabang Motorik
Cabang Sensorik

Ke kiri
6

Angkat alis

Sulit diangkat

baik

Kerutan dahi

Dahi tidak

baik

mengerut
Sudut mulut

Hilang

baik

Lagophtalmus

(+)

(-)

Batas kelopak mata menutupi

1mm

2mm

kornea
N.VIII
Vestibuler
Vertigo

: (-)

Nistagmus

: (-)

Cochlear
Tuli Konduktif

: (-)

Tuli Perseptif

: (-)

N. IX, X
Motorik

: baik

Sensorik

: baik

N. XI
Mengangkat bahu : baik / baik
Menoleh

: baik / baik

N.XII
Pergerakan lidah : simetris
Tremor

: (-)

Atrofi

: (-)

Fasikulasi

: (-)

C. Sistem Motorik
Ekstremitas Atas Proksimal-Distal

5555

5555

Ekstremitas Bawah Proksimal-Distal

5555

5555

Gerakan Involunter
7

D. Refleks-refleks Fisiologis
Kornea
Berbangkis
Pharing
Bisep
Trisep
Radius
Dinding Perut
Otot Perut
Lutut
Tumit
Sfingter Ani
E. Refleks-refleks Patologis
Hoffman Trommer
Babinsky
Chaddock
Gordon
Gonda
Schaeffer
Klonus Lutut
Klonus Tumit

V.

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Kanan
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
tidak dilakukan

Kiri
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

:
:
:
:
:
:
:
:

Kanan
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Kiri
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 15 September 2011)


Darah Rutin
Hemoglobin
Lekosit
Kimia Darah
GDP
Lemak
Kolesterol Total
Kolesterol LDL
Fungsi Ginjal
Asam urat
Cretinine

VI.

: 14 g/dl
: 16,5/ul()

Hematokrit
Trombosit

: 44 %
: 296.000/ul

: 91 mg/dl

GDPP

: 185()

: 270()
: 188()

Kolesterol HDL
Trigliserida

: 49
: 162()

: 5,4
:1

Ureum

: 31

Pemeriksaan Radiologik
Tidak dilakukan

VII.

Resume
Pasien perempuan,42 tahun datang dengan keluhan bibir kanan dirasakan baal dan
tebal sejak 6 jam SMRS.Pasien juga mengeluh ,mata kanan dirasakan sangat perih
dan sulit untuk menutupinya.Selain itu,kulit diwajah kanan terasa tebal dan kurang
terasa

bila

dipegang.Pasien

mengaku

sewaktu

tidur

malam

tadi,pasien

mengarahkan kipas secara statis tepat pada wajahnya.Keluhan ini baru pertama kali
dirasakan.Keluhan neurologis lain(-)
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum,tampak sakit sedang,kesadaran
compos mentis.Tanda Vital,tensi 180/90,menandakan hipertensi grade II,suhu
37,6,pasien mengalami subfebris,Nadi 86,pernapasan 20x/menit.Pada pemeriksaan
neurologis,didapatkan pada pemeriksaan N kranialis V,cabang motorik normal tapi
cabang sensorik sisi kanan NV1,NV2 dan NV3 berkurang.Pada pemeriksaan N VII
kanan

didapatkan pasien sulit menutup mata kanan,FOS Oculi dextra

1mm,sulit menggembungkan pipi kanan,bila menyeringai mulutnya mening ke


kiri,alis kanannya suit diangkat,kerutan dahi kanan dan sudut mulut kanan
menghilang.Pada laboratorium darah didapatkan lekositosis,GDPP meningkat dan
hiperlipidemia.

VIII.

Diagnosis Kerja
Neurologis:
Diagnosa Klinis: Bells palsy dextra
Diagnosa Etiologi:Tidak diketahui
Diagnosa Topikal:Saraf motorik NVII perifer dengan paralisis motorik dan
prosessus stylomastoideus
Diagnosis patolosis:Inflamasi
Non-neurologis:
Hipertensi grade II
Diagnosis banding:
Neuropati perifer

IX.

Anjuran pemeriksaan:
EKG

Konsul ke dokter spesialis penyakit dalam karena gula darah post prandial dan
kolesterol yang meningkat
X.

Penatalaksanaan
Pasien berobat jalan:
Bells palsy
Lamosen per oral 4-48mg/hari,dibagi 2 yaitu selama 3 hari pertama dengan
menggunakan tablet 16mg,hari pertama 1x3,hari kedua 1x2,hari ketiga 1x1
tablet.Setekah itu diturunkan lagi dosis ke tablet 4mg selama 3 hari,hari pertama
1x3,hari kedua 1x2,dan hari ketiga 1x1.
Mecobalamine tab 1500mcg dibagi 2 dosis selama 2 bulan
Penyakit sistemik:
Mengamalkan pola hidup yang sehat
Lifen kapsul 300mg/hari
Amlodipin tablet 5-10mg 1 kali sehari berhubungan dengan tensi pasien yang
tinggi

X.

Prognosis
Ad Vitam

: ad bonam

Ad Fungsionam

: dubia

Ad Sanationam

: dubia

10

ANALISA KASUS
Seorang perempuan berusia 42 tahun berobat ke poli dengan diagnosa Bells palsy.
Pada pasien ini didiagnosis Bells palsy karena didapatkan dari;

Anamnesis: Pasien datang dengan keluhan bibir kanan dirasakan baal dan
tebal,disertai mata kanan yang terasa perih dan sulit ditutup .Pasien juga merasa baal
di kulit wajah sisi kanan.Ini karena terjadi paralisis nervus VII kanan yang
mempersarafi otot-otot wajah kecuali otot-otot yang terlibat dalam mengunyah.Oleh
itu pasien mengalami kesulitan dalam makan karena sudut mulut melonggar,mata
kanan sering berair karena nervus VII juga berperan dalam persarafan visceral
kelenjar lakrimal dan mata terasa perih karena mata sulit untuk menutup,(otot
menutup mata oleh M.Orbicularis Oculi,dipersarafi oleh nervus VII) sehingga
menimbulkan gejala mata kering. Pasien juga mengeluh kulit di wajah kanan terasa
tebal dan baal karena NVII dan NV mempunyai nucleus somatosensory yang sama.Ini
bukan paralisis murni NV,karena semua persarafan di wajah mempunyai inti yng ama
dengan inti somatosensory NV.
11

Pemeriksaan fisik : Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis,GCS


15,karena paralisis saraf pada Bells palsy tidak mengenai pusat kesadaran di sentral,hanya
melibatkan saraf VII perifer.Pada pemeriksaan tanda vital,didapatkan tensi pasien tinggi,yaitu
150/90,menunjukkan pasien menderita hipertensi grade II.Suhu pasien 37,6,menandakan
pasien subfebris.Pada pemeriksaan nervus VII,didapatkan mata kanan pasien mengalami
lagoftalmus,yaitu mata tidak dapat menutup sempurna,FOS OD 1mm/2mm,normal
palpebral atas menutup kornea sebanyak 1,5mm,kerutan dahi kanan pasien ini menghilang
karena terdapat kelumpuhan otot-otot dahi kanan yang dipersarafi oleh nervus VII,bila
disuruh menggembung pipi,kemudian ditekan dengan jari,penggembungan mudah untuk
mengempes karena hal yang sama,disuruh menyeringai,terlihat mulut mencong ke kiri,sudut
mulut kanan menghilang dan bila disuruh angkat kedua alis,yang sisi kanannnya tidak
terangkat.Pada pemeriksaan nervus VII cabang sensorik,yaitu V1,V2 dan V3,didapatkan
sensasi raba halus dan kasar berkurang di sisi kanan.

Pada pemeriksaan neurologis yang lain didapatkan:


- Tanda Rangsangan Meningeal: (-)
-Pada pemeriksaan nervus kranialis yang lain dalam batas normal
-Motorik: kesan baik,normal ,kekuatan 5 di semua ekstrimitas
- Refleks Patologis: -,reflex fisiologis: Normal pada keempat ekstrimitas

Laboratorium-pada darah rutin,terdapat lekositosis,kadar lekositnya 16,500,mungkin


karena pasien sedang mengalami infeksi saluran pernapasan atas,pada kimia
darah,GDPP meningkat menandakan pasien kemungkinan menderita Diabetes
Mellitus tipe II,kolesterol total meningkat,270(normal kurang dari 200/0,kolesterol
LDL juga meningkat 188(normal kurang dari 150),trigliserida juga meningkat
162,normal 50-150 menandakan pasien mengalami hiperlipidemia.

Pemeriksaaan penunjang
Dilakukan lab darah lengkap,fungsi ginjal,profil lemak untuk mendeteksi adanya
factor resiko pada pasien ini.
12

Anjuran pemeriksaan

-EKG karena pasien mempunyai faktor risiko mendapat penyakit jantung koroner
yaitu hipertensi dan hiperlipidemia
-Pasien juga dikonsul ke spesialis penyakit dalam karena hiperkolesterolemia dan
gula darah post prandial nya meningkat,ini bagi memastikan diagnosis dan supaya pasien
mendapat pengobatan yang sesuai untuk penyakitnya yang secara tidak langsung
berkemungkinan dapat mencegah rekurensi penyakit Bells palsy dan komplikasi lanjut
darinya.
Diagnosa ditegakkan adalah Bells palsy kanan sesuai dengan definisi Bells palsy yaitu
kelumpuhan atau kelemahan otot pada satu sisi wajah akibat kerusakan NVII satu sisi yang
mengendalikan otot-otot wajah di sisi tersebut dan menyebabkan wajah terasa baal dan
berat.Sesuai dengan keluhan pasien,maka diagnosis topikalnya terletak di saraf motorik NVII
perifer dengan paralisis motorik dan prosessus stylomastoideus.Dilihat dari teori patofisiologi
Bells palsy,maka diagnose patologinya adalah inflamasi.
Diagnosa non-neurologis adalah hipertensi grade II sesuai mengikut JNC 7.Diagnosa
bandingnya adalah Neuritis perifer dan neuritis diabetikum mengingatkan pasien mempunyai
kadar gula darah post prandial yang tinggi disertai factor resiko yaitu penyakit hipertensi dan
hiperkolesterolemia.Kedua penyakit ini bisa mengakibatkan lesi di saraf-saraf perifer
termasuk di saraf kranial.
Pengobatan
Pengobatan yang diberikan pada pasien ini berupa:
Pada Bellss palsy-Kostikosteroid contohnya prednison peroral 60mg/hari selama 3-10 hari
untuk mengurangkan peradangan dan edema pada saraf,kemudian di tappering off dalam 4-8
minggu

supaya tidak memunculkan withdrawal syndrome,pada kasus ini diberikan

metilprednisolon yaitu lamosen.Dosis 4-48mg/hari kemudian diturunkan dosis secara


bertahap ke hingga dosis yang paling minimal efektif.Pada kasus ini, Lamosen per oral 448mg/hari,dibagi 2 yaitu selama 3 hari pertama dengan menggunakan tablet 16mg,hari
pertama 1x3,hari kedua 1x2,hari ketiga 1x1 tablet.Setelah itu diturunkan lagi dosis ke tablet
4mg selama 3 hari,hari pertama 1x3,hari kedua 1x2,dan hari ketiga 1x1 sesuai dengan
teori.Mecobalamin sebagai neuroprotektor dan memperbaikan serabut mielin,dosisnya tablet
1500mcg dibagi 3 dosis selama 2 bulan.Untuk penyakit sistemiknya,diperbaiki pola hidup
seperti diet sehat dan cukup nutrisi,asupan garam,lemak dan gula dikurangi,olahraga teratur
13

dan istirahat yang mencukupi.Untuk medikamentosa,karena pasien mempunyai hipertensi


grade II,diberikan pengobatan hipertensi seperti Calcium Channel Blocker yaitu Amlodipine
tablet dengan dosis 5-10mg.Untuk hiperlipidemia,dapat diberikan fenofibrate kapsul dosis
300mg/hari.
Prognosis :Pada pasien ini prognosis ad vitamnya baik karena paralisis nervus ini tidak
membawa kepada kematian.Ad fungsionamnya dubia karena pasien mempunyai faktor resiko
hipertensi,hiperkolesterolemia dan kemungkinan diabetes mellitus,jadi komplikasi ke
sarafnya bisa berlanjut dan penyembuhannya mungkin lebih sulit jika tidak ditangani faktor
resiko dengan benar.Ad sanasionamnya juga dubia juga karena ketiga faktor resiko tadi.Jika
gula

darah

dan

hipertensinya

tak

terkontrol

serta

hiperkolesterolemia

tidak

diturunkan,kemungkinan rekuren akibat kerusakan saraf-saraf perifer bisa saja terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Holland NJ, Weiner GM (2004). Recent developments in Bell's palsy. BMJ, 329: 553557.
2. Ropper AH, Samuels MA (2009). Bell's palsy section of Diseases of the cranial
nerves. In Adams and Victor's Principles of Neurology, 9th ed., pp. 1330-1331. New
York: McGraw-Hill.
3. http://www.webmd.com/brain/tc/bells-palsy,Assesed on 23 Sep. 11
4. http://emedicine.medscape.com/article/1146903,Assed on 23 Sep.11

14

Anda mungkin juga menyukai