Anda di halaman 1dari 6

ARSITEKTUR ISLAM DI JAWA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Arsitektur Islam di Jawa, pada hakikatnya, tidak terlepas dari keberadaan kebudayaan dan tradisi
yang sudah ada sebelum Islam masuk di wilayah ini. Tidak mengherankan, bila di masa-masa awal
masuknya Islam di tanah Jawa, bentuk-bentuk masjid masih menggunakan gaya arsitektur tradisional
yang cenderung bernuansa Hinduisme. Itu tampak seperti pada penggunaan atap tajuk dan pemakaian
mustaka pada puncak atapnya. Bahkan, pada beberapa masjid, ada yang memiliki pendopo didepan
masjid atau serambi masjid. Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak
kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Dengan masuknya Islam, Indonesia
kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua (lebih) kebudayaan karena
percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu
kebudayaan Islam Indonesia. Untuk lebih lanjutnya mengenai sejarah dan akulturasi arsitektur Islam
di Jawa akan dipaparkan dalam makalah ini.
1.2. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana sejarah adanya arsitektur Islam?
B. Bagaimana pola internalisasi arsitektur Islam Jawa?
1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk:
1. Memberikan gambaran mengenai akulturasi.
2. Untuk mengetahui sejarah arsitektur dalam islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Arsitektur dalam Islam
Melihat kembali sejarah peradaban Islam, menurut Seyyed Hossein Nasr arsitektur suci Islam yang
paling awal adalah Kabah, dengan titik poros langit yangmenembus bumi. Monumen primordial
yang dibangun oleh Nabi Adam dankemudian dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim ini,
merupakan refleksi duniawi darimonumen surgawi yang juga terpantul dalam hati manusia.
Keselarasan dimensi-dimensi Kabah, keseimbangan dan simetrinya, pusat dari kosmos Islam,
dapatditemukan dalam arsitektur suci di seluruh dunia Islam.[1] Menurut Abdul Rochim,yang
dianggap sebagai cikal bakal arsitektur dalam Islam adalah masjid, hal ini didasarkan dengan
dibangunnya masjid Quba oleh Rasulullah SAW sebgai masjidyang pertama.[2]

Masjid Quba disebut para ahli sebagai masjid Arab asli dengan bangunanyang awal mula berdirinya
berupa bangunan yang sangat sederhana, dengan lapangan terbuka sebagai intinya, dan penempatan
mimbar pada sisi dinding arah kiblat, serta di tengah-tengah lapangan terdapat sumber air untuk
tujuan bersuci.Bentuk bangunan dengan corak lapangan ini kemudian dijadikan dasar dalam
pembangunan masjid di berbagai wilayah Islam. Sejalan dengan perkembangan Islam yang pesat dan
menyebar di berbagai wilayah, bangunan masjid pun tumbuh di berbagai wilayah Islam tersebut.
Bangunan masjid di berbagai wilayah mengalami penambahan ornamen-ornamen seni untuk
menambah unsur estetik masjid seperti hiasan kaligrafi pada interior masjid, penambahan menara
yang digunakan untuk menyeru orang-orang beriman untuk shalat, dan adanya makam disekitar
masjid. Masjid menjadi bangunan yang penting dalam syiar Islam, untuk itu masjid dijadikan sebagai
sarana penanaman budaya Islam sehingga dalam pengertian ini terjadilah pertemuan dua unsur dasar
kebudayaan, yakni kebudayaan yang dibawa oleh para penyebar Islam yang terpateri oleh ajaran
Islam dan kebudayaan lamayang telah dimilki oleh masyarakat setempat. Di sini terjadilah asimilasi
yangmerupakan keterpaduan antara kecerdasan kekuatan watak yang disertai oleh spiritIslam yang
kemudian memunculkan kebudayaan baru yang kreatif, yangmenandakan kemajuan pemikiran
dan peradabannya. Oleh karenanya keragamanbentuk arsitektur masjid jika dilihat dari satu sisi
merupakan pengayaan terhadapkhasanah arsitektur Islam. Arsitektur masjid yang bernuansa lokal
secara psikologistelah mendekatkan masyarakat setempat pada Islam. Tampilan arsitektur Islam
tidak lagi hanya masjid , tetapi telah tampil dalam bentuk karya fisik yang lebih luas , halini karena
masjid sebagai arsitektur Islam merupakan manifestasi keyakinan agama seseorang.
2.2. Pola Internalisasi Arsitektur Islam Jawa
Arsitektur Islam di Jawa, pada hakikatnya, tidak terlepas dari keberadaan kebudayaan dan tradisi
yang sudah ada sebelum Islam masuk di wilayah ini. Tidak mengherankan, bila di masa-masa awal
masuknya Islam di tanah Jawa, bentuk-bentuk masjid masih menggunakan gaya arsitektur tradisional
yang cenderung bernuansa Hinduisme. Itu tampak seperti pada penggunaan atap tajuk dan
pemakaian mustaka pada puncak atapnya. Bahkan, pada beberapa masjid, ada yang memiliki
pendopo di depan masjid atau serambi masjid. Tidak itu saja, karena masuknya Islam ke Jawa juga
berkaitan dengan kekuasaan raja-raja pada masanya sehingga menghasilkan bangunan masjid yang
cukup megah pada zamannya dengan kekhasan tersendiri. Perpaduan itu tampak, misalnya, dari
bangunan masjid yang ada dalam lingkungan keraton. Umumnya, sebuah kerajaan Islam memiliki
keraton yangberdampingan dengan masjid Pertimbangan memadukan unsur-unsur budaya lama
dengan budaya baru dalam arsitektur Islam menunjukkan adanya akulturasi dalam proses perwujudan
arsitektur Islam, khususnya di Jawa. Apalagi, dalam sejarahnya, pada awal perkembangan
agama Islam di Jawa, penyebaran Islam dilakukan dengan proses selektif tanpa kekerasan sehingga
sebagian nilai-nilai lama masih tetap diterima untuk dikembangkan.Internalisasi Islam dalam

arsitektur di Jawa sebenarnya sudah dapat dilihat sejak awal Islam masuk di Jawa. Mengingat bahwa
salah satu saluran penyebaran Islam di Jawa dilakukan melalui karya seni arsitektur, diantaranya
adalah bangunan masjid.[3]
Kalau dilihat dari masa pembangunannya, masjid sangat dipengaruhi pada budaya yang masuk pada
daerah itu. Masjid dulu, khususnya di daerah pulau Jawa,memiliki bentuk yang hampir sama dengan
candi Hindu Budha. Hal ini karena terjadi akulturasi budaya antara budaya setempat dengan
budaya luar. Ketika Islam masuk di Jawa keberadaan arsitektur Jawa yang telah berkembang dalam
konsep dan filosofi Jawa tidak dapat dinafikan oleh Islam. Jadi,agar Islam dapat diterima sebagai
agama orang Jawa, maka simbol-simbol Islamhadir dalam bingkai budaya dan konsep Jawa, yang
kemudian memunculkan kreativitas baru sebagai hasil berasimilasinya dua kebudayaan dan sekaligus
sebagai pengakuan akan keberadaan keunggulan muslim Jawa dalam karya arsitektur.[4]
Arsitektur masjid dan menara
Ekspresi estetik Islam tergambarkan dalam arsitek masjid-masjid tua. Citra masjid tua adalah contoh
dari interaksi agama dengan tradisi arsitek pra-Islam di Jawa dengan kontruksi kayu dan atap
tumpang berbentuk limas. Seperti Masjid Demak, Masjid Kudus, Masjid Cirebon, dan Masjid Banten
sebagai cikal bakal masjid di Jawa. Menurut Nurcholis Madjid, arsitektur masjid Indonesia
banyak diilhami oleh gaya arsitektur kuil hindu yang atapnya bertingkat tiga. Seni arsitektur itu
sering ditafsirkan sebagai lambang tiga jenjang perkembangan penghayatankeagamaan manusia,
yaitu tingkat dasar atau permulaan (purwa), tingkat menengah( madya ), dan tingkat akhir yang maju
dan tinggi (wusana). Gambaran itu dianggapsejajar dengan jenjang vertikal Islam, iman, dan ihsan.
Selain itu, hal itu dianggapsejajar dengan syariat, thariqat, dan marifat .[5] Di tanah Jawa, banyak
arsitektur masjid yang masih mempertahankan arsitektur budaya Jawa. Berikut akan dipaparkan
arsitektur budaya jawa di beberapa masjid di Jawa.
Masjid Kudus, salah satu masjid yang bercorak khas Jawa , hal ini dapat dilihat dari
bangunan masjid yang memakai bentuk atap bertingkat/tumpang, dan pondasi persegi. Bentuk
bangunan masjid dengan model atap tiga ini diterjemahkan seperti yang sudah disebutkan pemakalah
tadi di atas sebagai lambang keislaman seseorang yang ditopang oleh tiga aspek, yaitu iman, Islam,
dan ihsan. Yang paling monumental dari bangunan masjid ini adalah menara berbentuk candi
bercorak Hindu Majapahit, bukan pada ukurannya yang besar saja, tetapi juga keunikan bentuknya
yang tak mudah terlupakan. Bentuk ini tidak akan kita temui kemiripannya dengan berbagai
menara masjid di seluruh dunia. Keberadaannya yang tanpa-padanan karena bentuk arsitekturalnya
yang sangat khas untuk sebuah menara masjid itulah yang menjadikannya begitu mempesona.
Bangunan menaraberketinggian 18 meter dan berukuran sekitar 100 m persegi pada bagian dasar
inisecara kuat memperlihatkan sistem, bentuk, dan elemen bangunan Jawa-Hindu. Halini bisa dilihat
dari kaki dan badan menara yang dibangun dan diukir dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk

motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan materialbatu bata yang dipasang tanpa perekat
semen, namun konon dengan dengan digosok-gosok hingga lengket serta secara khusus adanya
selasar yang biasa disebut pradaksinapatta pada kaki menara yang sering ditemukan pada bangunan
candi.[6] Bentuk

bangunan

menara

masjid

Kudus

yang

demikian

dimaksudkan

untuk

menarik simpati masyarakat Hindu pada waktu itu untuk memeluk Islam.
Masjid Agung Demak, arsitektur bangunan Masjid Agung Demak sedikit banyak
dipengaruhi corak budaya Bali yang dipadu dengan langgam rumah tradisional Jawa Tengah. Ini
mengindikasikan bahwa pembuatnya adalah arsitek pribumi yang tidak dapat meninggalkan unsurunsur kebudayaan sendiri di masanya.Kedekatan arsitektur Masjid Demak dengan bangunan
Majapahit bisa disimak padabentuk atapnya. Kubah yang identik dengan ciri masjid sebagai
bangunan Islammalah tak digunakan. Bentuknya justru mengadopsi bangunan peribadatan
agamaHindu. Ini merupakan upaya membumikan Masjid Demak sebagai saranapenyebaran
agama Islam. Bentuk atap yang dipakai adalah tajuk tumpang tiga.Bagian paling bawah menaungi
ruangan berdenah segi empat. Atap bagian tengahmengecil dengan kemiringan lebih tegak ketimbang
atap di bawahnya. Sedangkan,atap tertinggi berbentuk limasan dengan tambahan hiasan mahkota
pada puncaknya.Komposisi ini mirip meru, bangunan tersuci di pura Hindu. Kesamaan bentuk
atapini memberikan petunjuk adanya akulturasi antara unsur bangunan kebudayaanIslam dengan
Hindu-Buddha pada masa itu. Arsitektur menara Masjid AgungDemak berbentuk candi yang
bercorak Hindu Majapahit.
Dalam perjalan waktu, perpaduan budaya masih tetap mewarnai arsitektur Islam di Jawa.
Hingga kini, bangunan masjid yang kerap dimanifestasikan sebagaiarsitektur Islamtidak terlepas
dari perpaduan budaya setempat dengan budayalainnya. Itu bisa dilihat dari bangunan Masjid Agung
Jawa Tengah (MAJT) yangdiresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 11
November 2006.Arsitektur masjid yang terletak di Jalan Gajah Raya, Semarang, ini
merupakanperpaduan antara arsitektur Jawa, Arab, dan Yunani.
Konsep bangunan tersebut menggabungkan arsitektur Jawa, Islam,dan Roma. Pemilihan warna
ataupun penataan interior masjid dirancang dengan bentuk dan hiasan yang didominasi olehpengaruh
dua budaya: Jawa dan Islam. Bentuk kubah, lengkungan, geometri bintangdelapan, dan kaligrafi
yang ada dalam masjid mencerminkan budaya Islam. Masjidyang mampu menampung 15.000
jamaah ini mempunyai konsep yang diterjemahkandalam tradisi candra sengkala. Pesan dalam
candra sengkala yang dipadu dalam kalimat Sucining guna gapuraning gusti (4391-1934 Jawa
atau 2001 tahun Masehi Miladiyah) menandai awal terbesitnya niat untuk mulai membangun masjid
mutiaratanah Jawa itu.[7]
Makam
Selain bangunan masjid sebagai wujud akulturasi kebudayaan Islam, juga terlihat pada bangunan
makam. Di Jawa, makam merupakan salah satu tempat yang dianggap sakral, bahkan sebagian

cenderung dikeramatkan. Dilihat dari corak arsitekturnya terdapat beberapa bentuk. Ada yang
sederhanadengan hanya ditandaibatu nisan seperti makam Fatimah binti Maimun, 1428, atau makam
Maulana Malik Ibrahim di gresik, 1419. Ada pula yang diberi cungkup dan diberi hiasan-hiasan dan
kelambu seperti makam Sunan Kudus, raden Patah dan Sunan Kalijaga di Demak,Sunan Muria,
Sunan Giri dan Sunan Ampel, dan ada pula yang dikijing.[8]Ciri-ciri dari wujud akulturasi pada
bangunan makam terlihat dari:
1. makam-makam kuno dibangun di atas bukit atau tempat-tempat yangkeramat.
2. makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut dengan Jirat atauKijing, nisannya juga terbuat
dari batu.
3. di atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang disebut dengancungkup atau kubba.
4. dilengkapi dengan tembok atau gapura yang menghubungkan antaramakam dengan makam atau
kelompok-kelompok makam. Bentuk gapuratersebut ada yang berbentuk kori agung (beratap dan
berpintu) dan ada yangberbentuk candi bentar (tidak beratap dan tidak berpintu).
5. di dekat makam biasanya dibangun masjid, maka disebut masjid makamdan biasanya makam
tersebut adalah makam para wali atau raja.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Internalisasi Islam dalam arsitektur di Jawa sebenarnya sudah dapat dilihat sejak awal Islam masuk
di Jawa. Mengingat bahwa salah satu saluran penyebaran Islam diJawa dilakukan melalui karya seni
arsitektur, diantaranya adalah bangunan masjid danmakam. Dari deskripsi tentang bentuk arsitektur
Islam Jawa di atas tercermin cara Islam mensosialisasikan diri di Jawa, yang memperlihatkan ikhtiar
Islam untuk masuk di Jawasecara kultural, bukan dengan pemaksaan dan kekerasan. Berbagai bentuk
arsitektur tersebut juga djadikan sebagai media penyampaian pesan Islam sehingga di dalam melihat
arsitektur Islam yang cnderung disebut orang sebagai suatu sinkretisme harusdilihat esensinya yang
hakiki bukan pada bentuk dan wadahnya.
3.2. PENUTUP
Demikian makalah ini saya sampaikan, namun saya sadar makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Maka dari itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif daninovatif sangat saya harapkan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua,serta menambah khasanah keilmuan kita semua.
Amin..

Daftar pustaka
Anasom, et. al., 2000,Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media
Drs. Abdul Rochym, 1983,Sejarah Arsitektur Islam, Bandung: Angkasa
Drs. Atang Abd. Hakim, M. A, 2000,Metodologi Studi Islam, Bandung: RemajaRosdakarya
http://architecturoby.blogspot.com/2009/01/arsitektur-islam.html
http://dadigareng.blogspot.com/2009/03/perpaduan-seni-jawa-islam.html,
Seyyed Hossein Nasr, 1994,
Spiritualitas dan Seni Islam, Bandung: Mizan

[1] Seyyed Hossein Nasr,Spiritualitas dan Seni Islam, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 54
[2] Drs. Abdul Rochym,Sejarah Arsitektur Islam, (Bandung: Angkasa, 1983), hlm. 26
[3] Anasom, et. al.,Islam dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2000), hlm. 188
[4] ,Ibid.,hlm. 189
[5] Drs. Atang Abd. Hakim, M. A,Metodologi Studi Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000),hlm. 50
[6] http://architecturoby.blogspot.com/2009/01/arsitektur-islam.html ,

diakses

tanggal

08

Oktober 2010 pukul 08.40


[7] http://dadigareng.blogspot.com/2009/03/perpaduan-seni-jawa-islam.html,
09Oktober 2010 pukul 09.25
[8] Anasom, et. al.,Op. Cit., hlm. 194

diakses

tanggal

Anda mungkin juga menyukai