Anda di halaman 1dari 135

38.

39.

1. BAB I
2. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
3.
Dalam pembangunan, manusia merupakan salah satu faktor
terpenting

dalam pencapaian keberhasilannya, oleh karenanya dibutuhkan

manusia yang memiliki kualitas dan kuantitas agar hasil yang diharapkan dapat
tercapai dengan baik. Tugas besar bangsa Indonesia saat ini selain dalam upaya
menumbuhkan ekonomi masyarakat juga menanggulangi tingginya angka
kejahatan. Kejahatan yang juga merupakan bagian dari permasalahan sosial yang
bertentangan dengan hukum akan tetap ada selama peradaban manusia masih
ada, dalam kehidupan sehari-hari pun banyak kita jumpai kejahatan melalui
pemberitaan di media massa yang sangat banyak dan hal ini dikarenakan
banyaknya kejahatan yang terjadi.
4.
Pemidanaan adalah suatu upaya untuk menyadarkan narapidana
agar dapat menyesali segala perbuatan yang telah dilakukannya

dan

mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum,


menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai
kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai.
5.
Ruang lingkup dalam pola pembinaan narapidana berdasarkan
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 02-PK.04.10
Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan dibagi menjadi dua
yaitu 1) Pembinaan Kepribadian 2) Pembinaan Kemandirian.
1. Pembinaan Kepribadian meliputi:
a. Pembinaan kesadaran beragama.
b. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara.
c. Pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan)
d. Pembinaan kesadaran hukum
e. Pembinaan mengintegeasikan diri dengan masyarakat.
2. Pembinaan Kemandirian meliputi:

41.

40.

38. 2

39.

a.

Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, misalnya kerajinan


tangan, industri, rumah tangga, reparasi mesin dan alat-alat elektronika dan

b.

sebagainya.
Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, misalnya
pengelolaan bahan mentah dari sektor pertanian dan bahan alam menjadi
bahan setengah jadi dan jadi (contoh mengolah rotan menjadi perabotan
rumah tangga, pengolahan makanan ringan berikut pengawetannya dan

c.

pembuatan batu bata, genteng, batako).


Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing.
Dalam hal ini bagi mereka yang memiliki bakat tertentu diusahakan
pengembangan bakatnya itu. Misalnya memiliki kemampuan di bidang
seni, maka diusahakan untuk disalurkan ke perkumpulan-perkumpulan
seniman untuk dapat mengembangkan bakatnya sekaligus mendapatkan

d.

nafkah.
Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan
pertanian (perkebunan) dengan menggunakan teknologi madya atau
teknologi tinggi, misalnya industri kulit, industri pembuatan sepatu
kualitas ekspor, pabrik tekstil, industri minyak atsiri dan usaha tambak
udang.1
6.
Pada kenyataannya lembaga pemasyarakatan Klas 1A Kota

Cirebon

sudah

menyediakan

beberapa

kemampuan

sebagai

penunjang

keterampilan dan nilai kepribadian seorang narapidana dalam kehidupanya nanti


sehari-hari, dan bisa dijadikan bekal ketika sudah keluar.
1

41.

Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 02-PK.04.10 Tahun


1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan

40.

38. 3

39.

7.

Program Kepribadian sebagai kegiatan untuk meningkatkan

kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,
professional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana.
8.
Program Kepribadian pada Lembaga Pemasyarakatan Klas 1A
Kota Cirebon meliputi :
1. Pembinaan Mental Spritual (Kegiatan Agama Islam)
a. Program pemberantas Buta huruf Al-quran
b. Talim mutaalim
c. Shalat berjamaan dan Ceramah umum
d. Pembacaan Surat Yasin berjamaah
e. Dzikir Mubaroq dan Khotmil Quran
f. Shalat Idul Fitri dan Shalat Idul Adha
g. Peringatan Maulid Nabi SAW
h. Isra Miraj
9. Kegiatan Agama Kristen:
a. Kebaktian Mingguan dan Bulanan
b. Hari Raya Natal, Tahun baru dan Paskah
2. Pembinaan Kesadaran berbangsa dan bernegara:
a. Kegiatan keterampilan baris berbaris
b. Kegiatan kepramukaan
c. Kegiatan upacara kesadaran Nasional/hari besar kenegaraan
d. Kegiatan pemilihan umum yang dilaksanakan secara periodik
3. Pembinaan kemampuan Intelektual (kecerdasan)
a. PKBM (Program Kegiatan belajar mengajar Masyarakat)
b. Pengetahuan tentang HIV/AIDS
c. Kegiatan perpustakaan
4. Pembinaan Kesenian
a. Band (music)
b. Tarling/dangdut
c. Marawis
5. Pembinaan Kesadaran Hukum
a. Pengenalan tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pasal-pasal tertentu
b. Penyuluhan hukum yang dilaksanakan oleh lembaga bantuan hukum.
10.

Program Kemandirian sebagai suatu program pembinaan yang

dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan dimana seorang narapidana akan


diberikan pelatihan keterampilan berdasarkan minat dan bakatnya dan kemudian

41.

40.

38. 4

39.

diarahkan untuk dapat memproduksi suatu barang atau jasa yang mempunyai nilai
jual, dan bagi narapidana yang dapat memproduksi akan diberikan upah/premi.
11.

Adapun program kemandirian yang dilakukan oleh Lembaga

Pemasyarakatan Klas 1A Kota Cirebon meliputi :


1. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, meliputi:
a. Pelatihan penjahitan
b. Pelatihan pengelasan dan bubut
c. Pelatihan perkayuan
d. Pelatihan perikanan
e. Pelatihan pertanian/perkebunan
2. Keterampilan untuk mendukung Industri kecil, meliputi:
a. Pelatihan jahit bola setengah jadi
b. Pelatihan stel jaring kerjasama dengan pihak ketiga PT. Arida Cirebon
c. Pelatihan kerajinan rotan
3. Pelatihan yang dikembangkan sesuai dengan minat dan bakat, meliputi:
a. Pelatihan pembuatan kaset dari kain perca
b. Binatu
c. Pelatihan cuci mobil dan motor
4. Kerja produksi dengan orientasi profit, meliputi:
a. Pertenunan
b. Pertanian/perkebunan
c. Perikanan
d. Jasa cuci motor steam hidrolik
12.

Dalam

kenyataannya

narapidana

yang

menjadi

tahanan

kebanyakan tidak mau belajar maupun mengembangkan kompetensi keilmuannya,


karena pada dasarnya Lembaga Pemasyarakatan sudah memberikan dan
menyediakan beberapa fasilitas untuk mendukung peningkatan kompetensi
keilmuan narapidana itu sendiri dengan berdasarkan pendidikan non formal atau
bisa disebut sistem Paket A, B, dan C bekerjasama dengan Dinas Pendidikan
setempat, maupun program pelatihan kemadirian dan program kepribadian
sebagai penunjang.

41.

40.

38. 5

39.

13.

Sistem pemasyarakatan di samping bertujuan untuk peningkatan

pendidikan sistem pemasyarakatan juga bertujuan mengembalikan Warga Binaan


Pemasyarakatan sebagai warga yang baik, juga bertujuan untuk melindungi
masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan
pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan bagian yang tidak terpisahkan
dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sebagai contoh, meskipun sudah
dirubahnya sistem kepenjaraan menjadi sistem pembinaan di Lembaga
Pemasyarakatan masih terdapat juga pengulangan tindak pidana (residivis) oleh
para

narapidana

setelah

selesai

menjalani

Pembinaan

di

Lembaga

Pemasyarakatan. Selain hal tersebut, efektif atau tidak sistem yang diterapkan di
Lembaga Pemasyarakatan sehingga narapidana tersebut bisa berubah menjadi
lebih baik dengan teknologi tinggi ataukah dapat membuat narapidana menjadi
lebih mahir di bidang kejahatannya.
14.
Pembinaan yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan
didasarkan pada Undang-Undang nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan.
Lembaga pemsyarakatan sebagai ujung tombak diharapkan mampu untuk
membina warga binaan sehingga bisa berdayaguna dan menjadi manusia yang
lebih baik serta dapat diterima kembali oleh masyarakat. Pelaksanaan pembinaan
narapidana ini didasarkan pada pola pembinaan narapidana yang telah dikeluarkan
oleh Departemen Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri
Kehakiman RI Nomor. M. 022-PK.04. 10 Tahun 1990 meliputi pendidikan,
rehabilitasi dan reintegrasi. Namun pembinaan ini tentu akan tergantung pada
situasi dan kondisi warga binaan yang ada pada Lembaga Pemasyarakatan, karena
latar belakang yang dimilikinya berbeda-beda. Hal ini sesui dengan pernyataan

41.

40.

38. 6

39.

gunakarya bahwa terhadap narapidana yang baru masuk di Lembaga


Pemasyarakatan terlebih dahulu diadakan penelitian untuk mengetahui perihal
tentang dirinya termasuk sebab-sebab mengapa ia melakukan kejahatan, dengan
bahan tersebut akan dapat direncanakan dan dilakukan usaha-usaha pembinaan
yang tepat terutama pendidikan. Pendapat lain dikemukakan oleh Poernomo
bahwa pokok acara bimbingan dan pembinaan ditujukan kearah tata kehidupan
yang positif bagi diri pribadi narapidana dalam lingkungan masyarakat kecil.
Pengisian tahap pembinaan bersifat pendidikan, latihan kerja, yang bersifat upaya
kemasyarakatan. Itu artinya pembinaan baik yang bersifat pendidikan maupun
pemberdayaan harus sesuai dengan minat dan karakter warga binaan agar
pembinaannya tepat guna dan berhasil guna.
15.
Perkembangan selanjutnya, pelaksanaan sistem pemasyarakatan
semakin mantap seiring dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Undang-Undang ini memperkokoh usahausaha mewujudkan sistem pemasyarakatan, sebab sistem ini sebagai tatanan
mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan
berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang
dibina

dan

masyarakat

untuk

meningkatkan

kualitas

warga

binaan

pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak lagi


mengulangi tindak pidana, sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungn
masyarakat, aktif berperan serta dalam pembangunan dan dapat hidup secara
wajar sebagai warga masyarakat yang baik.
16.
Pelaksanaan pembinaan pada
mengembalikan

41.

narapidana

dalam

upaya

narapidana menjadi masyarakat yang baik sangatlah penting

40.

38. 7

39.

dilakukan, tidak hanya bersifat material atau sprititual saja, melainkan keduanya
harus berjalan dengan seimbang, ini merupakan hal-hal pokok yang menunjang
narapidana mudah dalam menjalani kehidupannya setelah selesai menjalani masa
pidana. Bimbingan Lembaga Pemasyarakatan diharapkan mampu membentuk
kepribadian serta mental narapidana yang dianggap tidak baik dimata masyarakat
menjadi berubah kearah yang normal dan sesuai dengan norma dan hukum yang
berlaku.
17.

Di dalam pelaksanaan pembinaan ini memerlukan kerjasama dari

komponen-komponen

yang

menunjang

keberhasilan

proses

pembinaan

narapidana, yaitu petugas Lembaga Pemasyarakatan, narapidana, dan masyarakat.


Hal ini dikarenakan ketiganya saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
18.
Mengacu pada tujuan nasional Indonesia yang tertuang dalam
pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu langkah
untuk mencapai tujuan tersebut melalui jalur pendidikan formal dan nonformal
bagi setiap warga Negara, hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Salah satu upaya
yang ditempuh untuk memperluas akses pendidikan guna mendukung pendidikan
sepanjang hayat adalah melalui pendidikan non formal. Pendidikan non formal
merupakan program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan
umum yang mencakup Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket C
(setara SMU).
19.
Ketiga paket pendidikan non formal tersebut memiliki dasar
hukum, pendidikan non formal Paket A didasarkan pada Kebijakan Dirjen PLSP
Depdiknas tentang Program-Program Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan
Tahun 2005. Sedangkan dasar utama dari kajian tentang pendidikan non formal

41.

40.

39.

38. 8

Paket B setara SMP/MTs dan Paket C setara SMA/MA yaitu Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah dan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.
20.
Banyak masyarakat yang tidak memahami pendidikan nonformal,
padahal hasil pendidikan nonformal juga dihargai setara dengan hasil pendidikan
formal, tentunya setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang
ditunjuk pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 26 ayat (6).
21.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 1
bahwa pendidikan nonformal termasuk pendidikan non formal berfungsi sebagai
pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka life
long education. Konsekuensi logis dari fungsi tersebut maka terdapat kebutuhan
peningkatan mutu pendidikan non formal yang sepadan atau setara dengan fungsi
pendidikan formal dalam memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat. Pada
kenyataannya, lulusan pendidikan non formal selama ini masih termarjinalkan.
Pendidikan non formal berfungsi sebagai pengganti (substitude education) fungsi
sekolah di suatu daerah karena alasan tertentu. Program pendidikan non formal
terdiri dari kesetaraan Paket A, Paket B, dan Paket C. Program kesetaraan

41.

40.

38. 9

39.

sebagian besar dilaksanakan oleh PKBM, yaitu Paket A (62,32%), Paket B


(45,7%), dan Paket C (48,6%).2
22.
Pendidikan non formal yang dilaksanakan di lingkungan
pemasyarakatan tentunya bukan menjadi hal yang asing lagi. Justru pelaksanaan
pendidikan dalam lembaga pemasyarakatan ini semakin dipacu untuk lebih
meningkatkan kualitas peran para pendidik sehingga menghasilkan output yang
tidak kalah pentingnya dengan pendidikan formal.
23.
Peranan Lembaga Pemasyarakatan, khususnya di Lembaga
Pemasyarakatan Klas 1A Kota Cirebon, melaksanakan pembinaan melalui
pendidikan nonformal dalam pembinaan warga binaan pemasyarakatan menjadi
hal yang penting untuk diketahui dan dijalankan sesuai dengan apa yang
diamanahkan dalam undang-undang. Salah satu bentuk pembinaan pendidikan
nonformal tersebut yaitu dengan program pendidikan non formal kejar Paket A,
Paket B, dan Paket C. Pelaksanaan pendidikan non formal di Lembaga
Pemasyarakatan Klas 1A Cirebon bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota
Cirebon.
24.

Kenyataan yang terjadi di lapangan adalah masih belum

terserapnya seluruh warga binaan yang mengikuti program ini, total jumlah
penghuni sekitar 600an (Enam Ratus) hanya terserap 50an (Lima puluh),
disamping itu warga binaan yang sudah terdaftar sebagai murid pun masih jarang
hadir diklas. Hal ini menimbulkan kesan bahwa kegiatan belajar mengajar pada
program kesetaraan di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1A Kota Cirebon kurang
dilakukan secara serius oleh pihak-pihak terkait.
2

41.

Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan, 2009

40.

38. 10

39.

25.

Kondisi rendahnya kesadaran tentang pendidikan, rasa malas, serta

faktor usia yang sudah menuapun menjadi masalah yang serius dan perlu
dibenahi, karena pada kenyataannya minat belajar pada warga binaan menjadi
sangat kurang bahkan sampai ada yang masih buta huruf, karena pada
kenyataannya diantara 600an narapidana banyak yang masih putus sekolah tingkat
SMA.
26.

Dalam prakteknya pun tidak ada sanksi dalam perjanjian tersebut

bagi warga binaan pemasyarakatan yang tidak mengikuti program pendidikan,


menjadikan warga binaan acuh dan menganggap pembelajaran ini seperti mainan.
27.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti,

mengkaji implementasi dari konsep Model Pembinaan Narapidana Berbasis


Karakteristik (Studi Kerjasama Lembaga Pemasyarakatan Klas 1A Kota
Cirebon dengan Dinas Pendidikan Kota Cirebon)
28.
29.
1.2 Perumusan Masalah
30.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah model kerjasama antara Lembaga Pemasyarakatan dengan
Dinas Pendidikan Kota Cirebon dalam pembinaan Narapidana yang
berbasis karakteristik?
2. Bagaimanakah realitas praktek kerjasama lembaga pemasyarakatan Klas
1A Kota Cirebon dengan Dinas Pendidikan Kota Cirebon dalam
pembinaan narapidana berbasis karakteristik yang baik dan efektif ?
31.
1.3 Tujuan Penelitian

41.

40.

38. 11

39.

32.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan beberapa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan berbasis karakteristik yang
dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Cirebon di Lembaga Pemasyarakatan
Klas 1A.
2. Untuk menelaah dan mengkaji model pembinaan yang baik dan efektif
berbasis karakteristik pada warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kota
Cirebon
33.
1.4 Kegunaan Penelitian
34.
Penelitian mengenai Peran Dinas Pendidikan Kota Cirebon Dalam
Menciptakan Sistem Pembinaan Narapidana Berbasis Karakteristik Di Lembaga
Pemasyarakatan Klas 1A Cirebon ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:
1. Kegunaan Teoretis
35.Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk
sumbang saran untuk perkembangan kode etik pada umumnya dan untuk
bidang Hukum Pemerintahan Daerah serta Hukum Pidana pada khususnya
yang berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan berbasis karakteristik
yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Cirebon di Lembaga
Pemasyarakatan Klas 1A.
2. Kegunaan Praktis
36.Secara prakteknya sangat bermanfaat dan membantu bagi semua pihak,
baik itu para Narapidana yang dilakukan pembinaan di Lembaga
Pemasyarakatan dan masyarakat pada umumnya supaya dapat menerima
para

Narapidana

yang

telah

menjalani

pembinaan

di

Lembaga

Pemasyarakatan Klas IA Cirebon.


37.
38.

41.

40.

38. 12

39.

39.
40.
41.
42.
43.
44.
1.5 Kerangka Pemikiran
45.
46.
47.
48.
49.
50.
9. DINAS
Pendidikan
51.
menyelenggarakan
program52.pendidikan non
53. dengan :
formal, sesuai
54.
- UU no 55.
20 tahun 2003
tentang 56.
sistem pendidikan
-

nasional
PP no
57. 17 tahun 2010
tentang
penyelenggaraan
dan pengelolaan pendidikan
58.
Peraturan
Menteri
59.Nasional
Pendidikan
Keputusan 60.
Menteri
61.
Pendidikan Nasional

62.
63.
64.
65.
66.

1. Pembukaan UUD 1945


2. Alinea ke 4
3. Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa

6. 4.UUD 1945
7. Pasal 31 tentang
11.Pembinaan
Warga
8.Pendidikan

Binaan berbasis
14. UU no
12 tahun 1995
13.
karakteristik
tentang
15.
Pemasyarakatan
-Keputusan Menteri Kehakiman RI
Nomor M.022-pk.04.10 tahun
1990
tentang
pelaksnaan
pembinaan
- Keputusan
Menteri

5. Dinas Pendidikan
Kota Cirebon
10. Lembaga
Pemasyarak
12. Narapidana/Warg
a Binaan

Kehakiman
Republik
17. Nomor M. 02Indonesia
18.PK.04.10
PP no 57 tahun
1999 1990
Tahun
tentang
kerjasama
tentang Pola Pembinaan
penyelenggaran
Narapidana/Tahanan

pembinaan dan
pembimbingan

19.
16.Menciptakan warga
Bekerjanya hukum dimulai
dengan
pembuatan
hukum, pembuatan
binaan yang
lebih
baik
dan Cerdas

hukum merupakan pencerminan model masyarakatnya. Menurut Chambliss dan


Seidman, model masyarakat dapat dibedakan dalam 2 model, yaitu :
1. Model Kesepakatan Nilai-nilai (value consensus)
67.
Bahwa pembuatan Hukum adalah menetapkan nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat. Pembuatan hukum merupakan pencerminan nilai-nilai
yang disepakati oleh warga masyarakat.
2. Model Masyarakat konflik

41.

40.

38. 13

39.

68.

Bahwa pembuatan Hukum dilihat sebagai proses adu kekuatan,

negara merupakan senjata di tangan lapisan masyarakat yang berkuasa. Sekalipun


terdapat pertentangan nilai-nilai, Negara tetap dapat berdiri sebagai badan tidak
memihak (value-neutral).
69.
Teori yang digunakan untuk melakukan analisis teoritis tentang
pembentukan

hukum

hukum) didayagunakan

dan
untuk

implementasinya
melakukan

analisis

(tentang
tentang

bekerjanya
pembentukan

hukum sekaligus juga untuk melakukan analisis terhadap implementasi hukum.


Menurut teori ini, pembentukan hukum dan implementasinya tidak akan lepas dari
pengaruh atau asupan kekuatan-kekuatan sosial dan personal 3, terutama pengaruh
atau asupan kekuatan sosial politik. Itulah sebabnya kualitas dan karakter hukum
juga tidak lepas dari pengaruh bekerjanya kekuatan-kekuatan dan personal
tersebut4, terutama kekuatan-kekuatan politik pada saat hukum itu dibentuk.
70.
Dari model bekerjanya hukum tersebut, oleh Seidman dirumuskan
beberapa pernyataan teoretis sebagai berikut:5

Robert B. Seidman & William J. Chambles, Law, Order, and Power, Printed in
United States of America, Pubhlised Stimulant Costly in Canada Library
of Congress Catalog Card No. 78-111948.

Penstudi mengasumsikan personal yang dimaksud oleh Robert Seidman dalam


pembentukan hukum tidak lain adalah para elit politik yang duduk dalam legislatif
atau lebih tepat yang menjadi anggota panitia khusus (Pansus) 22, yaitu Pansus
yang ditugasi untuk mempersiapkan dan membahas rancangan UU Nomor 32
Tahun 2006 tentang Pemerintah Daerah.

Robert B Seidman. Ibid, 1972.

41.

40.

38. 14

39.

1) Setiap peraturan hukum itu menunjukkan aturan-aturan tentang bagaimana


seseorang pemegang peran diharapkan untuk bertindak;
2) Tindakan apa yang akan diambil oleh seseorang pemegang peran sebagai
respons terhadap peraturan hukum, sangat tergantung dan dikendalikan oleh
peraturan hukum yang berlaku, dari sanksi-sanksinya, dari aktivitas lembaga
pelaksanaannya, serta dari seluruh kompleks kekuatan sosial, politik, dan lain
sebagainya yang bekerja atas dirinya;
3) Tindakan apa yang akan diambil oleh lembaga pelaksana sebagai respons
terhadap peraturan-peraturan hukum, sangat tergantung dan dikendalikan oleh
peraturan hukum yang berlaku, dari sanksi-sanksinya, dan dari seluruh
kompleks kekuatan sosial, politik, dan lain sebagainya yang bekerja atas
dirinya, serta dari umpan balik yang datang dari pemegang peran dan
birokrasi;
71.

Tindakan apa yang akan diambil oleh lembaga pembuat undang-

undang sebagai respons terhadap peraturan hukum, sangat tergantung dan


dikendalikan oleh berfungsinya peraturan hukum yang berlaku, dari sanksisaksinya, dan dari seluruh kompleks kekuatan sosial, politik, dan lain sebagainya
yang bekerja atas mereka, serta dari umpan balik yang datang dari pemegang
peran dan birokrasi.
72.

Dengan demikian, hukum dan politik yang berpengaruh dan tak

dapat dipisahkan dari hukum yang bekerja di dalam masyarakat. Bahwa hukum
itu untuk masyarakat, sebagaimana teori living law. Fungsi-fungsi hukum hanya
mungkin dilaksanakan secara optimal, jika hukum memiliki kekuasaan dan
ditunjang

41.

oleh

kekuasaan

politik.

Meskipun

kekuasaan

politik

40.

38. 15

39.

memiliki karakteristik

tidak

ingin

dibatasi,

sebaliknya

hukum

memiliki

karakteristik untuk membatasi segala sesuatu melalui aturan-aturannya. Hal


tersebut dilakukan agar tidak timbul penyalahgunaan kekuasaan dan kesewenangwenangan, sebaliknya kekuasaan politik menunjang terwujudnya fungsi hukum
dengan menyuntikan kekuasaan pada hukum, yaitu dalam wujud sanksi hukum.
73.

Legitimasi hukum melalui kekuasaan politik, salah satunya

terwujud dalam pemberian sanksi bagi pelanggar hukum. Meskipun demikian,


jika sudah menjadi hukum, maka politik harus tunduk kepada hukum, bukan
sebaliknya.6 Demikian konsekuensi dari Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Negara Indonesia adalah Negara
Hukum. Demikian hukum dan politik saling bergantung dan berhubungan satu
sama lainnya, dan saling mendukung ketika hukum bekerja dalam masyarakat,
sebagaimana teori Chambliss dan Seidman.
74.

Kejahatan merupakan gejala masyarakat yang sangat mengganggu

ketentraman, kedamaian serta ketenangan dalam masyarakat, namun dalam


kenyataan kejahatan tersebut tetap ada sebagai pelengkap adanya kebaikan dan
keburukan. Manusia sebagai mahluk yang paling mulia diantara ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa tidak luput dari kesalahan misalnya melakukan kejahatan, karena
dalam pemenuhan kebutuhannya manusia sering mengalami hambatan dan
rintangan, oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhannya, manusia bisa saja
melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
6

41.

Eko Sugiarto, Hubungan Hukum dan


Politik, isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/0207231240.pdf

40.

38. 16

39.

yang berlaku. Kejahatan merupakan gejala masyarakat yang sangat mengganggu


ketentraman, kedamaian serta ketenangan dalam masyarakat, namun dalam
kenyataan kejahatan tersebut tetap ada sebagai pelengkap adanya kebaikan dan
keburukan.
75.

Fungsi hukum sebagai salah satu alat untuk menghadapi

kejahatan melalui rentetan sejarah yang panjang mengalami perubahanperubahan dan perkembangan, dari satu cara yang bersifat pembalasan
terhadap orang-orang yang melakukan kejahatan, yang berubah menjadi alat
untuk melindungi individu dari gangguan individu lainnya, dan perlindungan
masyarakat dari gangguan kejahatan akan terus berubah sebagai wadah
pembinaan nara pidana untuk pengembalian ke dalam masyarakat7.
76.

Pembinaan narapidana merupakan salah satu upaya yang bersifat

Ultimum Remidium (upaya terakhir) yang lebih tertuju kepada alat agar
narapidana sadar akan perbuatannya sehingga pada saat kembali ke dalam
masyarakat ia akan menjadi baik, baik dari segi keagaman, sosial budaya
maupun moral sehingga akan tercipta keserasian dan keseimbangan di tengahtengah masyarakat. Pemasyarakatan membentuk sebuah prinsip pembinaan
dengan sebuah pendekatan yang lebih manusiawi seperti yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan.
77.

Hal ini mengandung artian pembinaan narapidana dalam sistem

pemasyarakatan
7

41.

merupakan

wujud

tercapainya

reintegrasi

sosial

yaitu

Soedjono Dirdjosisworo, 1984, Sejarah Dan Azaz Penologi, Armico, Bandung, hlm
11

40.

38. 17

39.

pulihnya kesatuan hubungan narapidana sebagai individu, makhluk sosial dan


makhluk Tuhan. Kemudian dirumuskan dalam konfrensi dinas kepenjaraan
yang menghasilkan sepuluh prinsip dasar pembinaan dan bimbingan bagi
narapidana yaitu8:
1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal
hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat.
2. Penjatuhan pidana bukan merupakan tindakan pembalasan dendam oleh
Negara.
3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan
bimbingan.
4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk dan jahat daripada
sebelum ia masuk lembaga.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan
kepada masyarakat dan tidak boleh di asingkan daripadanya.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi
waktu, atau hanya diperuntukkan kepentingan jawatan atau kepentingan
negara sewaktu saja.
7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan pancasila.
8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia
meskipun telah tersesat.
9. Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan.
10. Perlu didirikan lembaga-lembaga pemasyarakatan yang baru dan sesuai
dengan kebutuhan pelaksanaan program-pembinaan pemasyarakatan.
78.

Dalam mencapai sistem pembinaan yang benar-benar baik dan

partisifatif bukan hanya hal ini datang dari petugas akan tetapi semua pihak
8

41.

Didin Sudirman, 2006, Masalah-Masalah Actual Tentang Pemasyarakatan,


Pusat Pengembangan Kebijakan Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia,
Gandul Cinere Depok,hlm 52

40.

38. 18

39.

masyarakat sebagai muara kembalinya narapidana termasuk diri pribadi


narapidana itu. Dalam upaya
pemasyarakatan

pemberian

senantiasa bertindak

partisipatifnya
sesuai

dengan

para

petugas

prinsip-prinsip

pemasyarakatan. Seorang petugas baru dianggap berpartisipasi apabila ia


sanggup

menunjukkan

sikap,

tindakan

dan kebijaksanaannya

dalam

mencerminkan pengayoman baik terhadap masyarakat maupun terhadap nara


pidana.
79.

Konsep pemasyarakatan tersebut kemudian di sempurnakan

oleh keputusan konferensi dinas para pimpinan kepenjaraan, konferensi


kepenjaraan di Lembang Bandung Tanggal 27 April 1964 ini mengatakan bahwa
sistem pidana penjara di lakukan dengan sistem pemasyarakatan. Dengan
demikian sistem Pemasyarakatan, telah memperkenalkan treatment kedalam
sistem kepenjaraan Indonesia. Konferensi tersebut juga telah menerima 10
prinsip dasar dari Pemasyarakatan sebagai berikut9:
1. Orang yang tersesat di ayomi juga, dengan memberikan kepadanya bekal
hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila. Bekal hidup tidak hanya berupa finansial dan
material, tetapi lebih penting adalah mental, fisik, keahlian, keterampilan
hingga orang mempunyai kemauan dan kemampuan yang potensial dan
efektif untuk menjadi warga yang baik, tidak melanggar hukum dan
berguna dalam pembangunan negara.
9

41.

Romli Atmasasmita, 1982, Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum Dalam


Konteks Penegakan Hukum Di Indonesia, Bandung: Alumni, hlm 12

40.

38. 19

39.

2. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari negara, terhadap


narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan, ucapan, cara
perawatan ataupun penempatan. Satu-satunya derita hanya dihilangkan
kemerdekaannya.
3. Tobat tidak dapat

dicapai

dengan

penyiksaan,

melainkan

dengan

bimbingan. Kepada narapidana harus ditanamkan pengertian mengenai


norma-norma kehidupan, serta diberi kesempatan untuk merenungkan
perbuatannya

yang

lampau.

Narapidana

dapat diikutsertakan

dalam

kegiatana-kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.


4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk atau lebih jahat daripada
sebelum ia masuk lembaga, karena itu harus diadakan pemisahan antara:
yang residivis dengan yang bukan;yang telah melakukan tindak pidana berat
dan ringan; Macam tindak pidana yang diperbuat; Dewasa, dewasa-muda dan
anak-anak; Orang terpidana dan orang tahanan.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus di kenalkan
dengan masyarakat dan tidak boleh di asingkan, menurut

system

Pemasyarakatan mereka tidak boleh diasingkan dari masyarakat dalam


arti kultural. Secara bertahap mereka akan di bimbing di tengah-tengah
masyarakat yang merupakan kebutuhan dalam proses Pemasyarakatan.
Sistem Pemasyarakatan didasarkan kepada pembinaan yang community
centered dan berdasarkan interaktivitas dan interdisipliner aproach antara
unsur -unsur pegawai, masyarakat dan narapidana.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi
waktu atau hanya di peruntukkan kepentingan jawatan atau kepentingan
negara saja.
7. Bimbingan dan didikan harus sesuai dengan Pancasila.

41.

40.

38. 20

39.

8. Tiap orang adalah manusia yang harus diperlakukan sebagai manusia,


meskipun telah tersesat.
9. Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan.
10. Perlu didirikan lembaga-lembaga pemasyarakatan yang baru dan sesuai
dengan

kebutuhan

pelaksanaan

program-program

pembinaan dan

memindahkan lembaga-lembaga yang berada di tengah-tengah kota ke


tempat yang sesuai dengan kebutuhan proses Pemasyarakatan.
80.

Perlulah

diingat

bahwasannya

penjatuhan

pidana

bukan

semata-mata sebagai pembalasan dendam, yang paling penting adalah pemberian


bimbingan dan pengayoman. Pengayoman sekaligus kepada masyarakat dan
kepada terpidana sendiri agar menjadi insaf dan dapat menjadi masyarakat yang
baik10. Tujuan penyelenggaraan sistem Pemasyarakatan adalah pembentukan
warga binaan menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki
diri, tidak mengulangi tindak pidana, kembali ke masyarakat, aktif dalam
pembangunan, hidup wajar sebagai warga negara dan bertanggung jawab.
81.

Fungsi Pembinaan adalah menjadikan warga binaan menyatu

(integral) dengan sehat dalam masyarakat serta dapat berperan bebas dan
bertanggung
narapidana

jawab. Adapun
sebagai

maksud

individu yang

dari

diarahkan

manusia
fitrahnya

seutuhnya
untuk

adalah
menjalin

hubungan dengan Tuhan, pribadi, serta lingkungan. Sedangkan definisi


terintegrasi secara sehat dapat diartikan sebagai pemulihan hubungan Warga
Binaan Pemasyarakatan dengan masyarakat11.

10 Bambang Waluyo, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.3.

41.

40.

38. 21

39.

82.

Demikianlah konsepsi baru fungsi pemidanaan yang bukan lagi

sebagai penjaraan belaka, namun juga sebagai upaya rehabilitasi dan reintegrasi
sosial. Konsepsi itu di Indonesia disebut Pemasyarakatan. Untuk pelaksanaan
pidana penjara yang berdasarkan kepada sistem pemasyarakatan di Indonesia saat
ini mengacu kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan. Serta penjelasan umum Undang-undang Pemasyarakatan yang
merupakan dasar yuridis filosofi tentang pelaksanaan sistem pemasyarakatan di
Indonesia dinyatakan bahwa 12:
1. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran
baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tetapi
juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial warga binaan
pemasyarakatan telah melahirkan suatu sitem pembinaan yang sejak lebih
dari tiga puluh tahun yang dinamakan sistem pemasyarakatan.
2. Walaupun telah diadakan berbagai perbaikan mengenai tatanan (stelsel)
pemidanaan

seperti

pranata

pidana

bersyarat (Pasal

14a

KUHP),

pelepasan bersyarat (Pasal 15KUHP), dan pranata khusus penentuan serta


penghukuman terhadap anak (Pasal 45, 46, dan 47 KUHP), namun pada
dasarnya

sifat

pemidanaan

masih bertolak

dari

asas

dan

system

pemenjaraan. Sistem pemenjaraan sangat menekankan pada unsur balas


11 Lukman Bratamidjaja, 2009, Peningkatan dan Pembinaan Narapidana melalui
Optimalisasi Tertib Pemasyarakatan, Pusat Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Departemen Hukum dan HAM RI, Jakarta, hlm.1.

12 Dwidja Prayatno, 2006, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia,


Bandung, Refika Aditama hlm 102

41.

40.

39.

38. 22

dendam dan penjeraan, sehingga institusi yang dipergunakan sebagai


tempat pembinaan adalah rumah penjara bagi narapidana dan rumah
pendidikan negara bagi anak yang bersalah.
3. Sistem pemenjaraan sangat menekankan kepada unsur balas dendam dan
penjeraan yang disertai dengan lembaga rumah penjara secara berangsurangsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan
konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar narapidana menyadari
kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan
menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan
lingkungannya.
83.
Konsep dari prinsip pemasyarakatan bukan hanya semata-mata
merumuskan tujuan dari pidana penjara, melainkan merupakan suatu sistim
pembinaan, suatu metodologi dalam bidang Treatment of Offenders, yang multi
lateral oriented, dengan pendekatan yang berpusat pada potensi-potensi yang
ada, baik itu ada pada individu yang bersangkutan, maupun yang ada di
tengah-tengah masyarakat, sebagai suatu keseluruhan 13. Dapat kita simpulkan
bahwa pelaksanaan prinsip sistem pemasyarakatan sangat jauh berbeda dengan
sistem sebelumnya yang menjurus kepada rehabilitasi dan dititikberatkan kepada
treatment-focusnya terhadap individu yang bersangkutan.
84.
Pembinaan narapidana yang berkembang tidak hanya rehabilitasi
narapidana, semakin berkembang pesatnya sehingga dalam seminar internasional
mengenai kriminologi dan tentang Social Defence yang selalu mencantumkan
dalam setiap item nya The Treatment Of Offenders yang berpangkal pada
13 Romli Atmasasmita, 1982, kepenjaraan dalam suatu bunga rampai, bandung,
armico, hlm 44

41.

40.

39.

38. 23

pembinaan, sehingga terbentuk Standar Minimum Rules dalam pembinaan


narapidana dan merupakan titik terang dalam perkembangan selanjutnya di bidang
pembinaan narapidana yang sebaik-baiknya. Standar Minimum Rules (SMR)
ini antara lain menyangkut tentang bangunan penjara (lembaga), kapasitas
penampungan para tahanan (narapidana) dan pedoman pembinaan atau pedoman
perlakukan14.
85.
Untuk mencapai suatu pembinaan yang berlandaskan kepada
prinsip pemasyarakatan yang menjadi suatu bentuk proses pembinaan yang
baru akan sempurna dalam pelaksanaannya jika didukung oleh fasilitas yang
mempunyai standar yang baik dan jelas. Fasilitas pembinaan yang dimaksud
adalah fasilitas yang disediakan oleh lembaga pemasyarakatan dalam usaha
mengembalikan narapidana untuk menjadi manusia seutuhnya dan anggota
masyarakat yang baik.
86.
87.1.6 Metode Penelitian
88. 1.6.1 Paradigma
89.
Paradigma yang digunakan dalam penelitian adalah Constructivism
atau lebih tepatnya legal constructivism15 pada konteks dan kontens substansi
Peraturan Daerah.16 Paradigma konstruktivisme merupakan sebuah kritik terhadap
ilmu sosial positivistic. Constructivism dapat ditelusuri dari pemikiran Weber
14 Widiada Gunakaya. Sejarah Dan Konsepsi Pemasyarakatan, Bandung, Armico,
hlm 94

15 Erlyn Indarti, Selayang Pandang CriticalTheory, Critical Legal Theory, dan


Critical Legal Studies, Majalah Masalah-Masalah Hukum Undip, Vol. XXXINo.3
Juli 2002, Semarang hlm 141.

41.

40.

39.

38. 24

bahwa perilaku manusia secara fundamental berbeda dari perilaku alam. Manusia
bertindak sebagai agen dalam mengonsrtuksi realitas sosial. Cara konstruksi
dilakukan dengan memahami atau memberikan makna terhadap perilaku mereka
sendiri. Oleh karena itu, tugas ilmu sosial khususnya ilmu hukum adalah
mengamati cara agen melakukan penafsiran, memberi makna terhadap realitas.
Makna berupa partisipan agen melakukan konstruksi melalui proses partisipasi
dalam kehidupannya. Paradigma konstruktivisme ingin mencermati munculnya
motif dan alasan tindakan individual guna memasuki ranah struktural.17
90.
91. 1.6.2 Jenis Penelitian
92.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yaitu penelitian
yang menekankan quality atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang atau
jasa.18 Karena pendekatan ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana asas-asas
hukum dan sistematika hukum diterapkan untuk mengetahui Model Pembinaan
Narapidana Berbasis Karakteristik (Studi Kerjasama Lembaga Pemasyarakatan
Klas 1A Kota Cirebon dengan Dinas Pendidikan Kota Cirebon). Dalam jenis
penelitian kualitatif yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti sendiri.
93.
94. 1.6.3 Metode Pendekatan
16 Agus Salim, 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial.Yogyakarta: UGM
Press.

17 Op.cit. hlm.124.

18 Djaman satorisan Aan Komariyah, 2012, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung:


CV Alfabet hlm 22

41.

40.

38. 25

39.

95.

Penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutik pada socio-

legal research.19 Di dalam pendekatan socio-legal research terdapat dua aspek


penelitian. Pertama, aspek legal research, yakni objek penelitian tetap ada yang
berupa hukum dalam arti norm peraturan perundang-undangan20, dan kedua
socio research, yaitu digunakannya metode dan teori ilmu-ilmu sosial tentang
hukum untuk membantu peneliti dalam melakukan analisis. Penelitian dengan
pendekatan ini akan melihat kaidah hukum menjadi dasar pembentukan Peraturan
daerah dengan melihat kronologis proses pembentukannya. Pendekatan ini
digunakan untuk memahami hukum dalam konteks masyarakat.
96.

Pendekatan hermeneutic dipakai untuk menganalisa konten dan

konteks materi Perda. Secara kualitatif akan menginterpretasi makna pasal-pasal


dalam Peraturan Daerah sehingga akan diperoleh makna yang benar secara
sosiologis, filosofis dan yuridis. Peraturan daerah ini secara riil ada dengan teks
hukum yang hidup (the living law).
97.
98. 1.6.4 Instrumen Penelitian
99.

Menurut Arikunto21 Instrumen penelitian adalah alat yang

digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah
19 Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum : Paradigma, Metode dan Dinamika
Masalahnya, Jakarta, ELSAM dan HUMA, 2002, hlm. 164.

20 Pendekatan ini tetap dalam ranah hukum, hanya perspektifnya yang berbeda.
Cermati Zamroni,
Pengembangan Pengantar Teori Sosial, Tiara Yoga, Yogyakarta, 1992, hlm.8-82.
Perkembangan ilmu sekarang telah mengalami pergeseran menuju suatu pendekatan
holistic.

41.

40.

38. 26

39.

dan hasilnya lebih baik. Alat yang digunakan oleh peneliti sebagai alat
pengumpulan data adalah tes dan lembar observasi.
100.

Dari pengertian instrumen tersebut dapat diketahui bahwa

instrumen penelitian digunakan untuk melakukan pengukuran dengan tujuan


menghasilkan data yang akurat. Pengujian keakuratan data dari instrumen
penelitian dapat menggunakan skala. Skala yang digunakan dalam penelitian ini
adalah skala likert.
101.

Menurut Sugiyono

22

Skala Likert digunakan untuk mengukur

sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena
sosial.
102.
103. 1.6.5 Instrumen Pendukung
104.

Untuk memperoleh data yang relevan atau sesuai dengan

permasalahan yang diteliti, dilaksanakan 4 (empat) tahap penelitian antara lain:


a. Observasi
105.
Dilakukannya penelitian ke lapangan untuk memperoleh data
primer dengan melalui pengumpulan data yang merupakan bahan utama
penelitian ini.
b. Kepustakaan
106.Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder baik
yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
21
Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi).
Jakarta : Rineka Cipta
22
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.

41.

40.

38. 27

39.

107.Setelah diinventarisir dilakukan penelaahan untuk membuat intisari dari


setiap peraturan yang bersangkutan
c. Kuesioner, dengan tipe kuesioner terbuka dengan menyiapkan pokok-pokok
pertanyaan terlebih dahulu, yang meliputi Model Pembinaan Narapidana
Berbasis Karakteristik (Studi Kerjasama Lembaga Pemasyarakatan Klas 1A
Kota Cirebon dengan Dinas Pendidikan Kota Cirebon) dan hambatanhambatan yang terjadi di dalam pelaksanaan Model Pembinaan Narapidana
Berbasis Karakteristik dan upaya untuk mengatasi pelanggaran kode etik dalam
kaitannya dengan konsep Model Pembinaan Narapidana Berbasis Karakteristik
d. Wawancara
108.Penelitian Wawancara dilakukan untuk memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si
penanya dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang
dinamakan interview guide (panduan wawancara). Wawancara dilakukan
dengan informan kunci menggunakan metode snowball yaitu data yang didapat
terus berkembang sampai data menjadi jenuh atau valid.
109.
110. 1.6.6 Informan
111.

Dalam penelitian kualitatif, tidak menggunakan istilah populasi

ataupun sampel seperti dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif,


populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

41.

40.

38. 28

39.

112.

Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi itu23. Oleh karena

itu, peneliti akan menggunakan informan untuk memperoleh berbagai informasi


yang dipelukan selama proses penelitian. Informan penelitian dipilih berdasarkan
teknik snowball yaitu dengan mencari informan kunci. Informan kunci (key
informan) adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi
pokok yang diperlukan dalam penelitian atau informan yang mengetahui secara
mendalam permasalahan yang sedang diteliti. Berdasarkan penjelasan tersebut,
maka yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah :
1. Ketua Lembaga Pemasyarakatan Klas 1A Kota Cirebon
2. Pengajar dari Dinas Pendidikan Kota Cirebon
3. Narapidana
113.
114. 1.6.7 Jenis Data
115.

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis data

primer dan data sekunder. Data primer yang dipergunakan bersumber atau
diperoleh dari penelitian lapangan yaitu data mengenai gambaran narapidana
mengenai Model Pembinaan Narapidana Berbasis Karakteristik (Studi Kerjasama
Lembaga Pemasyarakatan Klas 1A Kota Cirebon dengan Dinas Pendidikan Kota
Cirebon). Sedangkan data sekunder adalah berupa data yang bersumber atau
diperoleh dari penelitian kepustakaan. Data sekunder dibidang hukum dibedakan
menjadi 3 (tiga) yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
dan bahan hukum tersier24, yaitu:
23
Sugiyono, Op.cit
24
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Op.Cit., Hlm 13

41.

40.

38. 29

39.

1.

Bahan hukum primer. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang
mengikat, dan terdiri dari :
116.

Data primer berupa Undang-undang:

1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pendidikan Nonformal


2) Undang-Undang no 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan
3) Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M. 022-PK.04. 10 Tahun 1990
meliputi pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi.
4) Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 02PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan
5) Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1999 tentang Kerja Sama
Penyelenggaraan
2.

Pembinaan

Dan

Pembimbingan

Warga

Binaan

Pemasyarakatan
Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, yaitu :
a. Buku-buku hasil karya para sarjana.
b. Hasil penelitian hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas
dalam penelitian ini.
c. Makalah/bahan penataran maupun artikel-artikel yang berkaitan dengan

3.

materi penelitian.
Bahan hukum tersier. Bahan hukum tersier yaitu kamus, ensiklopedia, dan bahanbahan lain yang dapat memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahanbahan hukum primer dan sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang
dikaji.
117.
118. 1.6.8 Analisis Data
119.

Terhadap suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data

yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.


Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian

41.

40.

38. 30

39.

dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau
fenomena sosial yang bersifat unik dan komplek. Didalamnya terdapat regularitas
atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).25
120.
Analisa data adalah proses mengatur

urutan

data,

mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.26


Sedangkan metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati.27
121.
Data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library
research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research)
kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis
dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu untuk memperoleh gambaran
tentang pokok permasalahan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yaitu
cara berfikir yang dimulai dari hal-hal yang bersifat umum untuk selanjutnya
menuju kepada hal-hal yang bersifat khusus dalam menjawab segala
permasalahan yang ada dalam suatu penelitian.
122.
123. 1.6.9 Validasi Data

25
Burhan Bungi, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis
Kearah Penguasaan Modal Aplikasi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 53.

26
Lexy J. Moleong, Metode Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 103.

27
Ibid. hlm. 3.

41.

40.

38. 31

39.

124.

Pengujian keabsahan data dilakukan dengan metode triangulasi.

Triangulasi yaitu penyilangan informasi yang diperoleh dari sumber data sehingga
hanya data absah yang digunakan untuk mencapai hasil penelitian.28
125.
Ada 4 macam triangulasi dalam penelitian, yaitu sebagai berikut :
1. Triangulasi data yaitu menambah atau memperkaya data sampai mantap sekali
2. Triangulasi peneliti yaitu mengadakan pengecekan dengan peneliti lain
3. Triangulasi teori yaitu mencocokan dengan teori terdahulu
4. Triangulasi metodologi yaitu mengumpulkan data dengan metode lain
126.

Penelitian ini menggunakan triangulasi data yaitu

menambah atau memperkaya data sampai mantap sekali.


127.
1.7 Lokasi Penelitian
128.Lokasi penelitian dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Kota
Cirebon
129.
130.
131.
132.
133.
134.
135.
136.

28
Abdoellah, Budi. 2014. Metode Penelitian Ekonomi Islam. Bandung: Pustaka Setia

41.

40.

38. 32

39.

137.
138.
139.
140.
141.BAB II
142.TINJAUAN UMUM MODEL PEMBINAAN NARAPIDANA
BERBASIS KARAKTERISTIK DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
143.
2.1 Pengertian Model
144.

Model adalah pola (contoh, acuan dan ragam) dari sesuatu yang

akan dibuat atau dihasilkan.29 Sedangkan menurut Simartama model adalah


abstraksi dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta
mempunyai tingkat prosentase yang sifatnya menyeluruh atau model adalah
abstraksi dari realitas

dengan hanya

memusatkan perhatian pada beberapa

bagian atau sifat kehidupan sebenarnya.30 Sebelum tahun 50-an pemakaian model
di lingkungan manajemen sangatlah terbatas, perkembangan selanjutnya terjadi
setelah tahun 50-an dimana pemakaian model untuk pembuatan kebijakan dan
teknik pemecahan

masalah berkembang

pesat.

Dengan berhasilnya

jenis

29
Departemen P & K, 1984 : 75
30
Simarmata, 1983 : ix-xii

41.

40.

38. 33

39.

analisis ini untuk pemecahan masalah, maka hubungan yang sehat antara
perencana dan pengambil keputusan tercipta. Mereka dapat mengembangkan
kebijakan yang rasional. Pengembangan model bertujuan untuk menciptakan
berbagai bentuk prototype implementasi yang dapat dijadikan sebagai referensi
atau acuan bagi pengambilan kebijakan dan pelaksanaan di lapangan. Berikut ini
jenis-jenis model yang dibagi ke dalam lima klas yang berbeda, yaitu:31
1. Klas I, pembagian menurut fungsi terdiri dari tujuh, yaitu:
a. model deskriptif, hanya menggambarkan situasi sebuah sistem tanpa
rekomendasi dan peramalan. Contoh : peta organisasi
b. Model preditif : model ini menunjukkan apa yang akan terjadi bila
sesuatu terjadi
c. Model normatif : model yang menyediakan jawaban terbaik terhadap
satu persoalan. Model ini memberikan rekomendasi tindakan tindakan
yang perlu diambil. Contoh : model budget advertensi, model economic
lot size, model marketing mix.
2. Klas II merupakan pembagian menurut struktur yang terdiri dari :
a. Model ikanik yaitu model yang menirukan sistem aslinya, tapi dalam
suatu skala tertentu. Contoh : model pesawat.
b. Model analog yaitu suatu model yang menirukan sistem aslinya dengan
hanya mengambil beberapa karakteristik utama dan menggambarkannya
dengan benda atau sistem lain secara analog. Contoh aliran lalu lintas di
jalan dianalogkan dengan aliran air dalam sistem pipa
31
ibid

41.

40.

38. 34

39.

c. Model simbolis, yaitu suatu model yang menggambarkan sistem yang


ditinjau dengan

simbol-simbol, biasanya

dengan

simbol-simbol

matematik. Dalam hal ini sistem diwakili oleh variabel-variabel dari


karakteristik sistem yang ditinjau.
3. Klas III yaitu referensi waktu terdiri dari :
a. Statis yaitu model

yang tidak

memasukkan

faktor

waktu dalam

perumusannya
b. Dinamis yaitu model yang mempunyai unsur waktu dalam perumusannya
4. Klas IV yaitu model yang memiliki referensi kepastian dan terdiri dari:
a. Deterministis yaitu model dimana pada setiap kumpulan nilai input, hanya
ada satu output yang unik dan merupakan solusi dari model dalam
keadaan pasti.
b. Probabilistik yaitu model yang menyangkut distribusi probabilistik dari
input atau proses dan menghasilkan suatu deretan harga untuk

satu

variabel output yang disertai dengan kemungkinan kemungkinan dari


harga harga tersebut.
c. Game yaitu teori permainan yang menggambarkan solusi solusi
optimum dalam menghadapi situasi yang tidak pasti.
5. Klas V, yaitu tingkat generalitas yang terdiri dari :
a. Umum

146.

b. Khusus

41.

145.

40.

38. 35

39.

147.

Model yang akan dikembangkan dalam penelitian ini termasuk

model normatif yaitu model yang memberikan jawaban terbaik bagi suatu
persoalan
148.
2.2 Pengertian Pembinaan
149.

Pembinaan secara etimologi berasal dari kata bina. 32 Pembinaan

adalah proses, pembuatan, cara pembinaan, pembaharuan, usaha dan tindakan atau
kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan baik.
Pembinaan menurut Masdar Helmi adalah segala hal usaha, ikhtiar dan kegiatan
yang berhubungan dengan perencanaan dan pengorganisasian serta pengendalian
segala sesuatu secara teratur dan terarah.33 Pembinaan juga dapat diartikan :
bantuan dari seseorang atau sekelompok orang yang ditujukan kepada orang atau
sekelompok orang lain melalui materi pembinaan dengan tujuan dapat
mengembangkan kemampuan, sehingga tercapai apa yang diharapkan. 34
Sedangkan menurut Pengertian pembinaan menurut Djudju Sudjana pembinaan
dapat diartikan sebagai rangkaian upaya pengendalian professional terhadap
semua unsur organisasi agar unsur-unsur yang disebut terakhir itu berfungsi
sebagaimana mestinya sehingga rencana untuk mencapai tujuan dapat terlaksana
32
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta:Balai Pustaka, 2001).
33
Masdar Helmi, Dakwah dalam Alam Pembangunan I, (Semarang Toha Putra,1973).
34
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta : Teras, 2009), hal.144.

41.

40.

38. 36

39.

150. secara efisien.35


151.

Dari beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa dalam

pembinaan terdapat unsur tujuan, materi, proses, cara, pembaharuan, dan tindakan
pembinaan. Selain itu, untuk melaksanakan kegiatan pembinaan diperlukan
adanya perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian.
1. Perencanaan
152.

Menurut (Roger A. Kauffman, 1972) Perencanaan adalah proses

penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan
sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisian dan seefektif
mungkin.36 Dalam setiap perencanaan terdapat tiga kegiatan yaitu (1)
Perumusan tujuan yang ingin dicapai (2) Pemilihan program untuk mencapai
tujuan itu (3) Identifikasi dan pengerahan sumber.37
a. Perumusan Tujuan
153. Komponen
dalamsistem

tujuan

memiliki

pembelajaran.

Akan

fungsi
terjadi

yang
proses

sangat

penting

pembelajaran

35
Sartika Budi A. 2013. Evaluasi Model Pembinaan Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Wanita Semarang. Semarang: Universitas Negeri
Semarang
36
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), hal. 49
37
Ibid hal 49

41.

40.

38. 37

39.

manakalaterdapat tujuan yang harus dicapai.38 Dengan demikian, sebagai


kegiatan yang bertujuan, maka segala sesuatu yang dilakukan guru dan
siswa dalam proses pembelajaran hendaknya diarahkan untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Tujuan merupakan pengikat segala aktivitas
guru dan siswa. Oleh sebab itu, merumuskan tujuan merupakan langkah
pertama yang harus dilakukan dalam merancang sebuah perencanaan
program pembelajaran ataupun kegiatan.
b. Pemilihan program
154. Pemilihan program disini meliputi materi maupun kegiatan/upaya
yang akan dilaksanakan. Pemilihan materi sekaligus kegiatan/upaya harus
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, yang terkait tentang kegiatan
pembinaan.

Sehingga

antara

materi

dan

kegiatan

saling

berkesinambungan.
c. Identifikasi Dan Pengerahan Sumber
155. Sumber dalam kegiatan pembinaan disini ada 2 macam, yaitu
sumber manusia dan sumber non manusia. Sumber manusia adalah tenaga
atau orang yang bertanggung jawab serta yang berperan serta dalam
kegiatan pembinaan, diantaranya pimpinan lembaga pemasyarakatan,
sipir serta narapidana. Sedangkan dari sumber non manusianya meliputi ,
sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan pembinaan narapidana
tersebut
38
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta:
Kencana,2009), hal. 121.

41.

40.

38. 38

39.

2. Pengorganisasian
156.

Pengorganisasian adalah kumpulan orang dengan sistem kerjasama

untuk mencapai tujuan bersama.39 Dengan kata lain, pengorganisasian adalah


pelaksanaan suatu kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya Pelaksanaan
merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu badan atau wadah secara
berencana, teratur, dan terarah guna mencapai tujuan yang diharapkan.
Pengertian Implementasi atau pelaksanaan menurut Westa (1985 : 17),
merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan
semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan
dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang
melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya dan bagaimana cara yang
harus dilaksanakan.40 Dari definisi tersebut terlihat bahwa pelaksanaan suatu
kegiatan mencakup aktifitas, alat-alat, pelaksana, tempat pelaksanaan, dan
cara/metode yang dipakai
3. Pengendalian
157.

Menurut Randy R Wrihatnolo & Riant Nugroho Dwijowijoto,

2006. Pengendalian adalah suatu tindakan pengawasan yang disertai tindakan


pelurusan (korektif). Pengendalian merupakan mekanisme untuk mencegah
terjadinya penyimpangan dan mengarahkan orang untuk bertindak menurut

39
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya,2009) hal. 71.
40
http://ekhardhi .blogspot.com

41.

40.

38. 39

39.

norma- norma yang telah melembaga. Sedangkan menurut Bateman & Snell,
Pengendalian adalah memantau kemajuan dari organisasi atau unit kerja
terhadap tujuan - tujuan dan kemudian mengambil tindakan - tindakan
perbaikan jika diperlukan.
158.

Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa pengendalian

kegiatan itu bisa dilaksanakan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi.


Monitoring yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengecek penampilan dari
aktivitas yang sedang dikerjakan. Monitoring adalah bagian dari kegiatan
pengawasan,

dalam

Pemantauan umumnya

pengawasan
dilakukan

ada

aktivitas

memantau

(monitoring).

untuk tujuan tertentu, untuk memeriksa

apakah program yang telah berjalan itu sesuai dengan sasaran atau sesuai
dengan tujuan dari program. Jadi kegiatan monitoring ini bisa dilaksanakan
dengan cara memantau dan mengecek dari aktivitas kegiatan pembinaan.
159.
160.2.3 Pembinaan Narapidana
161.2.3.1 Pengertian Pembinaan Narapidana
162.

Pembinaan narapidana adalah semua usaha yang ditujukan untuk

memperbaiki dan meningkatkan ahlak (budi pekerti) para narapidana dan anak
didik yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan.
163.

Menurut Hasono Pada awalnya pembinaan narapidana di Indonesia

menggunakan sistem kepenjaraan yang sudah dijalankan jauh sebelum Indonesia


merdeka. Dasar hukum atau Undang-undang yang digunakan dalam sistem
kepenjaraan adalah Reglemen penjara, aturan ini telah digunakan sejak tahun

41.

40.

38. 40

39.

1917.41 Pada tanggal 27 April 1964, sistem pembinaan untuk di penjara dikenal
dengan nama baru yaitu pemasyarakatan yang dikenalkan dalam konferensi Dinas
Kepenjaraan yang berlangsung di Lembang. Konferensi Dinas Kepenjaraan di
Lembang menghasilkan sepuluh prinsip pembinaan dan bimbingan bagi
narapidana. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya sebagai berikut:
1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya
bekal hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam
masyarakat.
2. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari negara.
3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan
bimbingan.
4. Negara berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk atau lebih
jahat daripada sebelum ia masuk Lembaga Pemasyarakatan.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana kami dikenalkan
kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi
waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga atau negara
saja. Pekerjaan yang diberikan harus ditujukan untuk pembangunan
negara.

41
Sartika Budi A. 2013. Evaluasi Model Pembinaan Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Wanita Semarang. Semarang: Universitas Negeri
Semarang. Hal 14

41.

40.

38. 41

39.

7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas Pancasila.


8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia
meskipun ia tersesat.
9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan.
10. Sarana fisik Lembaga Pemasyarakatan dewasa ini merupakan salah satu
hambatan pelaksanaan sistem pemasyarakatan.
164.

Kesepuluh prinsip-prinsip bimbingan dan pembinaan narapidana,

lebih dikenal sebagai sepuluh prinsip pemasyarakatan. Ada tiga hal yang dapat
ditarik dari kesepuluh prinsip pemasyarakatan yaitu sebagai tujuan, proses
dan pelaksanaan pidana penjara di Indonesia42
165.

Pembinaan di lembaga pemasyarakatan adalah kegiatan untuk

meningkatkan kualitas keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Intelektual, sikap
dan perilkau profesional serta kesehatan dan rohani narapidana. 43 Sistem
pemasyarakatan sebagai suatu sistem pembinaan yang berlandaskan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 tidak lagi sekedar mengandung aspek
penjeraan belaka, tetapi juga merupakan suatu upaya untuk memwujudkan
reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan yaitu pulihnya kesatuan hubungan

42
C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, (Jakarta : Djambatan. 1995)

43
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 Tentang
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakat,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3845.

41.

40.

38. 42

39.

warga binaan pemasyarakatan, baik sebagai pribadi, anggota masyarakat


maupun sebagai insan Tuhan.44
166.

Pemidanaan hanyalah sebagai salah satu upaya yang bersifat

Ultimum Remedium yang lebih dimaksudkan sebagai media agar


narapidana sadar akan perbuatannya dan kembali sebagai masyarakat yang
baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan
keagamaan sehingga tercapai keseimbangan kehidupan masyarakat yang tertib
dan damai. Alasan pemidanaan dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan
pokok yaitu sebagai berikut:
1. Teori Absolut dan Teori Pembalasan
167.

Menurut teori ini bahwa membenarkan pemidanaan karena

seseorang telah melakukan suatu tindak pidana. Terhadap pelaku tindak


pidana mutlak harus diadakan pembalasan berupa pidana.
2. Teori Relatif atau Teori Tujuan
168.

Menurut teori ini bahwa suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti

dengan suatu pidana. Penjatuhan pidana tidak cukup hanya dengan suatu
kejahatan melainkan harus dipikirkan manfaatnya dari pidana itu bagi
masyarakat atau bagi si penjahat. Dasar pemidanaan dalam teori ini
adalah mempertahankan tata tertib masyarakat. Oleh sebab itu tujuan
pemidanaannya

adalah

mencegah

atau

menghindarkan

(prevensi)

44
Departement kehakiman RI dan Hak Asasi Manusia, Kebijaksanaan Strategi dan
Pola Implementasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. (Jakarta : Badan Pembinaa
Hukum Nsional, 1999), hal.1

41.

40.

38. 43

39.

dilakukannya atau pelanggaran hukum. Sifat prevensi itu sendiri terdiri


dari prevensi umum yaitu jika seseorang mengetahui terlebih dahulu
bahwa ia akan mendapat suatu pidana apabila ia melakukan kejahatan maka ia
akan lebih berhati-hati. Sedangkan menurut prevensi khusus ialah menahan
niat buruk pembuat, menahan pelanggar melakukan perbuatan jahat yang
telah direncanakan.
3. Teori Penggabungan
169.

Teori penggabungan muncul dikarenakan adanya keberatan-

keberatan terhadap teori-teori pembalasan dan teori-teori relatif. Menurut


teori-teori ini bahwa pidana hendakna berdasarkan atas tujuan pembalasanpembalasan dan mempertahankan ketertiban masyarakat45. Oleh karena itu,
tidak hanya saja mempertimbangkan masa lalu (terdapat dalam teori
pembalasan) tetapi juga harus bersamaan mempertimbangkan masa
datang (yang dimaksud pada teori tujuan), dengan demikian penjatuhan
suatu pidana harus memberikan rasa kepuasan baik bagi si hakim maupun
kepada penjahat itu sendiri, disamping kepada masyarakat. Jadi harus ada
keseimbangan antara pidana yang dijatuhkan dengan kejahatan yang
telah dilakukan.
170.

Di Indonesia tujuan pemidanaan termuat dalam rancangan Kitab

UndangUndang Hukum Pidana Tahun 2002 Bab III tentang Pemidanaan,


Pidana dan Tindakan. Berdasarkan pasal 50 ayat (1) tujuan pemidanaan tersebut
45
S.R. Sianturi, Asas-Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta : Alumni
AnhaemPerehaem, 1996)

41.

40.

38. 44

39.

adalah :
171. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum
demi pengayoman masyarakat.
172. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga
menjadi orang baik dan berharga.
173. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,memulihkan
keseimbangan,mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
174. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.46
175.

Di Indonesia, masalah pembinaan itu harus dikaitkan dengan nilai-

nilai soosial, budaya dan struktural yang hidup dan berkembang di


masyarakat,agar

mempunyai

dampak

positif

bagi

terpidana

dan

masyarakat.47
176.

Dalam sistem pemasyarakatan narapidana tidak lagi dianggap

sebagai objek dan pribadi yang inheren dengan tindak pidana yang
dilakukannya. Narapidana dipandang sebagai manusia yang memiliki fitrah
kemanusiaan, itikad dan potensi positif yang dapat digali dan dikembangkan
dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Prinsip-prinsip
pembinaan narapidana dengan pendekatan yang lebih manusiawi tersebut
tercermin dalam usaha-usaha pembinaan terhadap narapidana berdasarkan
46
Djisman Samosir. 1992. Fungsi pidana penjara dalam sestem pembinaan di
Indonesia. Bandung: CV Armico

47.
47
Ibid hal 21

41.

40.

38. 45

39.

sistem pemasyarakatan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 12


tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, terutama dalam rangka membentuk
narapidana agar menjadi manusia seutuhnya (vide pasal 2 Undang-undang
Pemasyarakatan). Hal ini mengandung makna bahwa pembinaan narapidana
dalam sistem pemasyarakatan merupakan upaya untuk mewujudkan reintegrasi
sosial yaitu pulihnya kesatuan hubungan narapidana sebagai individu, makhluk
sosial dan makhluk Tuhan.48
177.

Menurut Harsono Pembinaan narapidana harus menggunakan

empat komponen prinsip-prinsip pembinaan narapidana, yaitu sebagai berikut:


1. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri. Narapidana sendiri yang harus
melakukan proses pembinaan bagi diri sendiri, agar mampu untuk merubah
diri kearah perubahan yang positif
2. Keluarga, yaitu keluarga harus aktif dalam membina narapidana.
178.

Biasanya keluarga yang harmonis berperan aktif dalam pembinaan

narapidana dan sebaliknya narapidana yang berasal dari keluarga yang


kurang harmonis kurang berhasil dalam pembinaan.
3. Masyarakat, yaitu selain dukungan dari narapidana sendiri dan
keluarga,masyarakat dimana narapidana tinggal mempunyai peran dalam
membina narapidana. Masyarakat tidak mengasingkan bekas narapidana
dalam kehidupan sehari-hari
4. Petugas pemerintah dan kelompok masyarakat, yaitu komponen keempat
48
12 Undang Undang No.12 Tahun 1995, op.cit..

50.

41.

40.

38. 46

39.

yang ikut serta dalam membina narapidana sangat dominan sekali dalam
179.

menentukan keberhasilan pembinaan narapidana.49

180. Sistem Pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas:


1. Pengayoman
2. Persamaan perlakuan dan pelayanan
3. Pendidikan
4. Pembimbingan
5. Penghormatan harkat dan martabat manusia
6. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan
7. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orangorang tertentu.
181. Sedangkan pemasyarakatan itu sendiri bertujuan:
1. Memasukkan bekas narapidana ke dalam masyarakat sebagai warga yang
baik.
2. Melindungi masyarakat dari kambuhnya kejahatan bekas narapidana dalam
masyarakat karena tidak mendapat pekerjaan.50
182.

Dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana diperlukan

49
Sartika Budi A. 2013. Evaluasi Model Pembinaan Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Wanita Semarang. Semarang: Universitas Negeri
Semarang. Hal 25
50
Ibid

41.

40.

38. 47

39.

sejumlah pola agar tujuan menjadikan narapidana menjadi berdayaguna dapat


terwujud. Berikut ini merupakan pola pembinaan narapidana, yaitu:
1. Pembinaan berupa interaksi langsung sifatnya kekeluargaan antara
pembina dengan yang dibina.
2. Pembinaan yang bersifat persuasif yaitu berusaha merubah tingkah laku
melalui keteladanan.
3. Pembinaan berencana, terus menerus dan sistematis. Pembinaan
keperibadian yang meliputi kesadaran beragama, berbangsa dan bernegara,
intelektual, kecerdasan, kasadaran hukum, ketrampilan,mental spiritual.51
183.

Menurut Petrus dan Pandapotan pembinaan narapidana menurut

sistem pemasyarakatan terdiri dari pembinaan didalam lembaga, yang meliputi


pendidikan agama, pendidikan umum, kursus ketrampilan, rekreasi, olah raga,
kesenian, kepramukaan, latihan kerja asimilasi, sedangkan pembinaan diluar
lembaga antara lain bimbingan selama terpidana, mendapat bebas bersyarat, cuti
menjekang bebas. Lebih lanjut didalam sistem pemasyarakatan terdapat proses
pemasyarakatan yang diartikan sebagai suatu proses sejak seorang narapidana
masuk ke Lembaga Pemasyarakatan sampai lepas kembali ketengah-tengah
masyarakat. Sehubungan dengan itu, berdasarkan Surat Edaran Kepala Direktorat
Pemasyarakatan No. Kp 10. 13/3/1/tanggal 8 Februari 1965, telah ditetapkan
pemasyarakatan sebagai proses dalam pembinaan narapidana dan dilaksanakan
51
Sartika Budi A. 2013. Evaluasi Model Pembinaan Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Wanita Semarang. Semarang: Universitas Negeri
Semarang. Hal 14

41.

40.

38. 48

39.

melalui empat tahap yaitu:


1. Tahap Keamanan Maximal sampai batas 1/3 dari masa pidana yang
sebenarnya.
2. Tahap Keamanan menengah sampai batas 1/2 dari masa pidana
yangsebenarnya
3. Tahap Keamanan minimal sampai batas 2/3 dari masa pidana yang
sebenarnya
4. Tahap integrasi dan selesainya 2/3 dari masa tahanan sampai habis masa
pidananya.
184.

Perlunya mempersoalkan hak-hak narapidana itu diakui dan

dilindungi oleh hukum dan penegak hukum, khususnya para staf di Lembaga
Pemasyarakatan, merupakan suatu yang perlu bagi negara hukum yang
menghargai hak-hak asasi narapidana sebagai warga masyarakat yang harus
diayomi, walaupun telah melanggar hukum. Disamping itu, juga banyak
ketidakadilan pelakuan bagi narapidana. Misalnya penyiksaan, tidak mendapatkan
fasilitas yang wajar, tidak adanya kesempatan untuk mendapatkan remisi, cuti
menjelang bebas. Harus diakui, narapidana sewaktu menjalani pidana di Lembaga
Pemasyarakatan dalam beberapa hal kurang mendapat perhatian, khususnya
perlindungan hak-hak Asasinya sebagai manusia. Hal itu menggambarkan
perlakuan yang tidak adil. Padahal konsep Pemasyarakatan yang dikemukakan
oleh Sahardjo menyatakan, narapidana adalah orang yang tersesat yang
mempunyai waktu dan kesempatan untuk bertobat. Tobat tidak dapat dicapai

41.

40.

38. 49

39.

dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan. Memahami hal ini, jelas


pembinaan tidak dengan kekerasan, melainkan dengan cara-cara yang manusiawi
yang menghargai hak-hak narapidana.
2.3.2

Tujuan Pembinaan Narapidana

185.

Perkembangan pembinaan bagi narapidana berkaitan erat dengan

tujuan pemidanaan. Pembinaan narapidana yang sekarang dilakukan pada


awalnya berangkat dari kentaan bahwa tujuan pemidanaan tidak sesuai lagi
dengan nilai dan hakikat yang tumbuh di masyarakat. Bagaimanapun juga
narapidana adalah manusia yang masih memiliki potensi yang dapat di
kembangkan ke arah perkembangan yang positif dan produktif untuk menjadi
lebih baik dari sebelum menjalani pidana.
186.

Tujuan perlakuan terhadap narapidana di Indonesia mulai terlihat

sejak tahun 1964 setelah Sahardjo mengemukakan dalam konferensi kepenjaraan


di Lembang, bahwa tujuan pemidanaan adalah pemasyarakatan, jadi mereka yang
menjadi narapidana bukan lagi dibuat jera tetapi dibina untuk kemudian
dimasyarakatkan. Tujuan pembinaan adalah pemasyarakatan, yang dapat dibagi
menjadi tiga hal yaitu :
1. Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan tidak lagi melakukan tindak
pidana.
2. Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam
membangun bangsa dan negaranya.
3. Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan

41.

40.

38. 50

39.

mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.52


187.

Dalam artikelnya C.I. Harsono, mengungkapkan tujuan pembinaan

adalah kesadaran (consciousness). Untuk memperoleh kesadaran dalam diri


seseorang, maka seseorang harus mengenal diri sendiri. Kesadaran sebagai
tujuan

pembinaan

Narapidana,

dilakukan

melalui

beberapa

ditahap,

diantaranya:
1. Mengenal diri sendiri
2. Memiliki kesadaran beragana, kesadaran terhadap kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, sadar sebagai makhluk Tuhan .
3. Mengenal potensi diri
4. Mengenal cara memotivasi, adalah mampu memotivasi diri
sendiri ke arah yang positif, ke arah perubahan yang semakin
baik
5. Mampu memotivasi orang lain
6. Mampu memiliki kesadaran yang tinggi, baik untuk diri
sendiri, keluarga, kelompoknya, masyarakat sekelilingnya, agama,
bangsa dan negaranya
7. Mampu berfikir dan bertindak
8. Memiliki kepercayaan diri yang kuat
9. Memiliki tanggung jawab
52
Undang-Undang No 12 Tahun 1995

41.

40.

38. 51

39.

10.Menjadi pribadi yang tangguh53


188.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan Secara umum

pembinaan narapidana bertujuan

agar narapidana

dapat menjadi manusia

seutuhnya, melalui pemantapan iman (ketahanan mental) dan membina


narapidana agar mampu berintegrasi secara wajar di dalam kehidupan selama
berada dalam Lapas dan kehidupan yang lebih luas (masyarakat) setelah
menjalani pidananya. Secara khusus pembinaan narapuidana ditujukan agar
selama masa pembinaan dan sesudah selesai menjalankan masa pidananya:
a. Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta
bersikap optimis akan masa depannya.
b. Berhasil memperoleh pengetahuan, minimal keterampilan untuk bekal
hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan nasional.
c. Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada sikap
dan perilakunya yang tertib disiplin serta mampu menggalang rasa
kesetiakawanan sosial
d. Berhasil memiiki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan
negara.54
189. Berikut ini terdapat 4 (empat) komponen penting dalam pembinaan
narapidana:
53
Ibid hal 48
54
Ibid hal 27

57.

41.

40.

38. 52

39.

190. Diri sendiri, yaitu Narapidana itu sendiri, Keluarga, adalah anggota
keluarga inti atau keluarga dekat. Masyarakat adalah orang-orang yang
berada disekeliling narapidana pada saat masih diluar Lembaga
Pemasyarakatan dapat masyarakat biasa atau pejabat setempat. Petugas,
dapat berupa petugas kepolisian, petugas sosial, petugas masyarakatan
dan lain sebagainya55.
191.

Keempat komponen pembina narapidana tersebut harus

tahu akan tujuan lembaga pembinaan narapidana, perkembangan pembinaan


narapidana, kesulitan yang dihadapi dan berbagai program serta pemecahan
masalah. Dalam membina narapidana, keempat komponen harus bekerja sama
dengan saling memberi informasi, terjadi komunikasi timbal balik, sehingga
pembinaan narapidana dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Persoalan
mengenai hakekat dan tujuan pembinaan telah menimbulkan beberapa teori
pemidanaan. Namun pada dasarnya semua teori tentang fungsi dan tujuan
diadakannya

institusi

hukuman

atau

pidana

itu

sama,

yaitu

untuk

mengembalikan ketertiban hukum, untuk mengembalikan ketentraman dan


keamanan hidup masyarakat serta terlindunginya semua kepentingan
yang dimiliki oleh masing-masing anggota masyarakat.
2.4 Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31 Tahun
1999

Tentang

Pembinaan

dan

Pembimbingan

Warga

Binaan

Pemasyarakatan
55
Ibid hal 48

41.

40.

38. 53

39.

192.

Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun

1995 tentang Pemasyarakatan bahwa sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan


mengenai arah dan batas, serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan
berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina yang
dibina

dan

masyarakat

untuk

meningkatkan

kualitas

Warga

Binaan

Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak


mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara
wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Sistem pemasyarakatan
tersebut

diselenggarakan

dalam

rangka

membentuk

Warga

Binaan

Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan,


memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima
kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan,
dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
193.

Bertitik tolak dari pemahaman sistem pemasyarakatan dan

penyelenggaraannya, program pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di


LAPAS dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan oleh BAPAS
ditekankan pada kegiatan pembinaan kepribadian dan kegiatan pembinaan
kemandirian. Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan
watak agar bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
Sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan
keterampilan agar Warga Binaan Pemasyarakatan dapat kembali berperan sebagai
anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Agar terdapat

41.

40.

38. 54

39.

keterpaduan dari pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan


Pemasyarakatan sebagaimana ditentukan dalam pasal-pasal Undang-undang
Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang meliputi:
1. Pasal 7 ayat (2) yang mengatur ketentuan mengenai pembinaan Warga
Binaan Pemasyarakatan di LAPAS dan pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan oleh BAPAS;
2. Pasal 15 ayat (2), Pasal 23 ayat (2), Pasal 30 ayat (2), Pasal 37 ayat (2) dan
Pasal 44 yang mengatur ketentuan mengenai program pembinaan
Narapidana, Anak Pidana, Anak Negara, dan Anak Sipil serta
pembimbingan Klien;
3. Pasal 16 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), Pasal 31 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2)
yang mengatur ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemindahan
bagi Narapidana, Anak Pidana, Anak Negara dan Anak Sipil; yang
pelaksanaannya perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah, maka
pengaturan tersebut diatur dalam satu Peraturan Pemerintah tentang
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
194.Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi beberapa
ketentuan umum yang berlaku di semua bidang pembinaan dan
pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, antara lain yang menyangkut
program-program, kegiatan-kegiatan, dan pelaksanaan pembinaan dan
pembimbingan. Selanjutnya diatur mengenai tahap pembinaan dan
pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, pemindahan Narapidana dan
Anak Didik Pemasyarakatan, dan

41.

40.

38. 55

39.

195.berakhirnya pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.


196.

Pembinaan narapidana adalah semua usaha yang ditujukan untuk

memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para narapidana dan anak
didik

yang

berada

di

dalam

Lembaga

Pemasyarakatan/Rutan

(intramuraltreatment). Melalui pembinaan narapidana bertujuan agar narapidana


dapat menjadi manusia seutuhnya, melalui pemantapan iman (ketahanan mental)
dan membina narapidana agar mampu berintegrasi secara wajar di dalam
kehidupan selama berada dalam Lapas dan kehidupan yang lebih luas
(masyarakat) setelah menjalani pidananya. Fungsi dan tugas pembinaan
pemasyarakatan terhadap warga binaan

pemasyarakatan dilaksanakan secara

terpadu dengan tujuan agar narapidana

setelah selesai menjalani pidananya,

pembinaannya dan bimbingannya dapat menjadi warga masyarakat yang baik.


Sebagai abdi negara dan abdi masyarakat wajib menghayati serta mengamalkan
tugas - tugas pembinaan pemasyarakatan yang berdaya guna, tepat guna dan
berhasil guna, petugas harus memiliki kemampuan profesional dan integritas
moral, pada dasamya arahan pelayanan, pembinaan dan bimbingan yang perlu
dilakukan oleh petugas ialah memperbaiki tingkah laku warga binaan
pemasyarakatan agar tujuan pembinaan dapat dicapai.
197.

Pemasyarakatan dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan

terhadap para pelanggar hukum dan sebagai suatu pengejawantahan keadilan yang
bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial atau pulihnya kesatuan hubungan
antara Narapidana dengan masyarakat. Disamping menjadi arah dan tujuan pidana
penjara, sekaligus berfungsi sebagai treatment of prisoners, karena mendidik

41.

40.

38. 56

39.

Narapidana bukan sebagai alat pembalasan serta pelampiasan dendam. Pembinaan


berdimensi pendidikan mengandung makna bahwa penjatuhan pidana itu dapat
198.memberdayakan kehidupan sosial Narapidana sehingga dapat reintegrasi
sosial secara sehat.
199.

Warga binaan dalam menjalani pemidanaan berhak mendapat

perlakuan secara manusiawi. Di lembaga pemasyarakatan, warga binaan


memperoleh bimbingan dan pembinaan. Menumbuhkan motivasi dan kesadaran
pada diri narapidana terhadap program pembinaan dan bimbingan. Pembinaan
yang pada dasarnya merupakan landasan dalam pemasyarakatan, tidaklah dapat
dilakukan sepenuhnya, karena selain harus disesuaikan dengan hukum yang ada di
masyarakat, pembinaan tersebut harus terpola dan dapat ditanamkan dalam diri
warga Narapidana Pemasyarakatan tersebut agar merubah dirinya menjadi lebih
baik sehingga dapat kembali diterima di masyarakat. Peraturan Pemerintah yang
dijadikan dasar dalam Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor. 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan
Warga Binaan Pemasyarakatan, berisi tentang pembinaan dan pembimbingan
untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
intelektual, sikap dan perilaku, professional, kesehatan jasmani dan rohani
narapidana dan anak didik.
2.5 Tinjauan Umum Narapidana
2.5.1

Pengertian Narapidana
200.

Warga binaan atau yang dikenal dengan istilah narapidana adalah

orang yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan,

41.

40.

38. 57

39.

sedangkan yang dimaksud dengan lembaga Pemasyarakatan ialah tempat untuk


melaksanakan pembinaan narapidana atau warga binaan. Pidana yang dikenal
dengan istilah hukuman merupakan sanksi berat karena berlakunya dapat
dipaksakan secara langsung kepada setiap pelanggar hukum. Adapun jenis-jenis
hukuman yang berlaku sekarang ini diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana yang terdapat dalam pasal 10 yaitu, sebagai berikut:
a. Pidana Pokok terdiri dari :
1. Pidana penjara
2. Pidana kurungan
3. Pidana denda
b. Pidana tambahan terdiri dari :
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu

3. Pengumuman putusan hakim 56


201.

Tujuan adanya hukuman ini timbul karena adanya pamdangan

yang beranggapan bahwa orang yang melakukan pelanggaran terhadap


aturan-aturan yang telah ditetapkan serta merugikan masyarakat dianggap
sebagai musuh dan sudah sepantasnya mereka dijatuhi hukuman yang setimpal
dengan
202. perbuatannya. Dalam usaha untuk melindungi masyarakat dari
gangguan yang ditimbulkan oleh pelanggar hukum, maka diambil
56
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). (Jakarta : Bumi
Aksara.200 1)

60.

41.

40.

38. 58

39.

tindakan yang paling baik dan yang berlaku hingga sekarang yaitu dengan
menghilangkan kemerdekaan bergerak si pelanggar hukum tersebut
berdasarkan keputusan hakim. Mereka yang diputuskan pidana penjara dan
pidana kurungan berdasarkan vonis dari hakim itulah dinamakan narapidana.
203.

Berdasarkan rumusan diatas dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud narapidana adalah setiap individu yang telah melakukan pelanggaran


hukum yang berlaku dan kemudian diajukan ke pengadilan, dijatuhi vonis
pidana penjara dan kurungan oleh hakim, yang selanjutnya ditempatkan di
Lembaga Pemasyarakatan untuk menjalani masa hukumannya.
2.5.2

Pembagian Warga Binaan


204.

Warga binaan terbagi menjadi tiga, yaitu :

1. Narapidana

adalah

terpidana

yang

menjalani

pidana

hilang

kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.


2. Anak Didik Pemasyarakatan, dibagi menjadi 3, yaitu:
a.

Anak pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan


menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan anak paling lama
sampai berumur 18 tahun (delapan belas) tahun.

b.

Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan


diserahkan kepada negara untuk dididik dan ditempatkan di
Lembaga Pemasyaraktan anak paling lama sampai berumur 18
(delapan belas) tahun.

c.

Anak sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua walinya
memperoleh penetapan pengadilan untuk di didik di Lembaga

41.

40.

38. 59

39.

Pemasyaraktan anak paling lama sampai berumur 18 (delapan


belas) tahun.
3. Klien Pemasyaraktan yang selanjutnya disebut klien adalah seseorang
yang berada dalam bimbingan Balai Pemasyarakatan (BAPAS).
205. Selain penggolongan di atas, narapidana di Lembaga Pemasyaraktan
juga digolongkan berdasarkan :
206.

Umur

207.

Jenis kelamin

208.

Lama pidana yang dijatuhkan

209.

Jenis kejahatan

210.

Kriteria

lainnya

sesuai

dengan

kebutuhan

atau

bertujuan

untuk

perkembangan pembinaan57
2.5.3

Hak-Hak Warga Binaan


211.

Sistem

Pemasyarakatan

di

samping

mengembalikan Warga Binaan Pemasyaraktan sebagai warga yang baik juga


bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak
pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan
bagian yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
212.

Menyadari

Pemasyarakatan

hal

Indonesia

itu
lebih

maka

telah

ditekankan

sejak

pada

lama

aspek

sistem

pembinaan

narapidana, Anak didik Pemasyaraktaan, atau klien Pemasyarakatan yang


mempunyai ciri-ciri preventif, kuratif, rehabiltatif, dan edukatif. Menurut
57
Undang Undang No.12 Tahun 1995, op.cit

41.

40.

38. 60

39.

prinsip-prinsip untuk perlindungan semua orang yang berada di bawah bentuk


apapun atau pemenjaraan (Body of Priciples for the Protection of All Persons
Under Any Form Detention or Imprisonment) yang dikeluarkan oleh Majelis
Umum PBB pada tanggal 9 Desember 1988 dengan Resolusi 43/173, tidak
boleh ada pembatasan atau pelanggaran terhadap setiap hak-hak asasi manusia
dari orang-orang yang berada di bawah bentuk penahanan atau pemenjaraan,
penangkapan. Penahan atau pemenjaraan harus diperlakukan dalam cara yang
manusiawi dan dengan menghormati martabat pribadi manusia yang melekat.
213.

Seorang yang ditahan harus diperlakukan secara manusiawi, tidak

seorangpun yang berada di bawah bentuk penahan atau pemenjaraan apapun


dapat dijadikan sasaran penganiayaan atau perlakuan kejam, atau hukuman
yang menghinakan. Seorang yang ditahan harus berhak memperoleh bantuan
seorang penasihat hukum. Seorang yang ditahan atau dipenjara berhak
dikunjungi dan melakukan surat-menyurat, terutama dengan para anggota
keluarganya, dan diberi kesempatan yang memadai untuk berkomunikasi dengan
dunia luar.
214.

Di Indonesia ketentuan yang mengatur tentang hak-hak warga

binaan diatur dalam undang undang Republik Indonesia dalam pasal 14 ayat 1
Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang tertuang yang isinya
memuat hak-hak narapidana, diantaranya sebagai berikut:
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
b. Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

41.

40.

38. 61

39.

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;


e. Menyampaikan keluhan;

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya


yang tidak dilarang;
g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu
lainnya;
i.

Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

j.

Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjung


keluarga;

k. Mendapatkan pembebasan bersyarat;


l.

Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

m. Mendapatkan hak-hak lainnya sesuai dengan peraturan perundanganperundangan yang berlaku58


2.6 Tinjauan Umum tentang Lembaga Pemasyarakatan
2.6.1

Sejarah Kepenjaraan di Indonesia


215.

Pada zaman dahulu belum dikenal sistem pidana penjara di

Indonesia. Sistem pidana penjara baru dikenal pada zaman penjajahan, itu pun
belum dikenal penjara seperti sekarang, pada zaman VOC masih digunakan istilah
rumah tahanan yang diperuntukkan bagi wanita tuna susila, pengangguran atau

58
Undang Undang No.12 Tahun 1995, op.cit

41.

40.

38. 62

39.

gelandangan, pemabuk dan lain-lain.59 Mereka dimasukkan ke dalam rumah


tahanan kemudian diberi pekerjaan dan pendidikan agama. Rumah tahanan yang
terkenal saat itu adalah Spinhuis dan Rasphuis. 60 Rumah tahanan pada waktu itu
ada tiga macam, yaitu61
1. Bui (tahun 1602) yang terdapat di luar kota,
2. Kettingkwartier, merupakan tempat untuk orang-orang perantaian.
3. Vrouwenthuchthuis, merupakan tempat menampung wanita kebangsaan
Belanda yang melakukan perzinahan atau perselingkuhan (overspel).
216. Tujuan utama pemidanaan pada periode ini adalah menciptakan rasa takut
dan mengasingkan terpidana dari masyarakat.62
217.

Perkembangan sistem kepenjaraan selanjutnya pada permulaan

jaman Hindia Belanda dimulai dengan sistem diskriminasi, yaitu dengan


dikeluarkannya peraturan umum untuk golongan bangsa Indonesia (Bumiputera)
yang dipidana kerja paksa (Stbld 1826 No.16), sedangkan untuk bangsa Eropa
(Belanda) berlaku penjara. Dikenal ada dua macam pidana kerja paksa yaitu kerja
59
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, ( Jakarta : Pradnya
Paramita, 1993), hal 107
60
Adi Sujatno, Pencerahan Di Balik Penjara, ( Jakarta : Teraju, 2008), hal 106.
61
Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, ( Bandung :
Refika Aditama,2009), hal 93, lihat juga Andi Hamzah, Suatu Tinjauan Ringkas
Sistem Pemidanaan di Indonesia, ( Jakarta : Akademika Pressisndo, 1983), hal 92.
62
Adi Sujatno, Op.Cit, hal 107

41.

40.

38. 63

39.

paksa di mana terpidana dirantai, dan kerja paksa biasa, mendapat makanan, dan
tanpa upah.63
218.

Pada saat itu penjara disebut bui, sesuai keadaannya sebagai tempat

penyekapan, tempat menahan orang-orang yang disangka melakukan tindak


pidana, orang-orang yang disandera, penjudi, pemabuk, gelandangan dan
penjahat-penjahat lain. Karena keadaan bui saat itu sangat buruk dan
menyedihkan, maka dibentuklah panitia untuk meneliti dan membuat rencana
perbaikan. Pada tahun 1846, setelah bekerja selama 5 tahun panitia ini
mengajukan rencana perbaikan namun tidak pernah dilaksanakan. Selain itu
diskriminasi perlakuan antara orang pribumi dan orang Eropa (Belanda) sangat
mencolok. Perawatan jauh lebih baik dan pekerjaan bagi orang Eropa jauh lebih
ringan, begitu juga dengan makanan, kondisi kamar penjara dan fasilitasnya jauh
lebih baik dari orang pribumi. 64 Sejak tahun 1905 mulai dibuat penjara sentral
wilayah (gewestelijke centralen), bagi terpidana kerja paksa agar terpidana kerja
paksa dapat melakukan hukumannya di dalam lingkungan tembok di pusat
penampungan.

Kebijakan

ini

dibawah

kepemimpinan

Kepala

Urusan

Kepenjaraan (Hoofd van het Gevangeniswesen), beserta jajarannya. 65 Alasan


63
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, ( Jakarta : Pradnya
Paramita,1993), hal 109.
64
Andi Hamzah, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan di Indonesia, ( Jakarta :
Akademi Pressindo, 1983), hal 77
65
Adi Sujatno, Op.Cit, hal 108

41.

40.

38. 64

39.

penempatan di tembok penampungan adalah kurangnya kegunaan pidana kerja


paksa yang dilakukan sebelumnya, serta atas alasan tidak adanya pengawasan
yang efektif. Selain itu pada masa ini mulai diberlakukan sistem kamar bersama,
yang menurut para pakar ilmu kepenjaraan (ahli penologi) cara ini semakin
menyuburkan kejahatan. Hal ini dikarenakan muncul adanya istilah school of
crime (sekolah kejahatan). Akibat lain adalah munculnya hukum rimba, siapa
yang paling kuat maka dia yang akan berkuasa.66 Pada periode ini juga, tepatnya
pada tanggal 15 Oktober 1915 ditetapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(Wetboek Van Strafrecht voor Nederlandsch Indie). Ketentuan ini ditetapkan
dengan Koninklijk Besluit

tanggal 15 Oktober 1915 No.33, dan mulai

diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1918. Tidak lagi dikenal adanya pidana
kerja, namun diganti dengan pidana hilang kemerdekaan.67 Bersamaan dengan
berlakunya KUHP tersebut pembinaan narapidana secara kelembagaan dalam
sejarah di Indonesia, dimulai sejak zaman Pemerintahan Kolonial Belanda dengan
ordonansi tanggal 10 Desember 1917, stbl. 1917 No. 708 yang dikenal dengan
sebutan Gestichten Reglement (Reglemen Penjara Baru) yang mulai berlaku
sejak tanggal 1 Januari 1918 berdasarkan Pasal 29 WvS. Dalam masa ini
pemerintah Hindia Belanda tidak berusaha mengadakan penjara-penjara pusat,
akan tetapi mengadakan penjara-penjara istimewa untuk beberapa golongan
66
Adi Sujatno, Ibid, hal 108
67
Ibid, hal 108, baca juga di Peraturan Menteri Hukum dan Ham RI Nomor :
M.HH.OT.02.02. Tahun 2009 tentang Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem
Pemasyarakatan, (Jakarta : Depkuham, Dirjen Pemasyarakatan, 2009), hal 14

41.

40.

38. 65

39.

narapidana.68 Reglemen inilah yang menjadi dasar peraturan perlakuan terhadap


narapidana dan cara pengelolaan penjara.69 Selanjutnya perubahan terjadi yaitu
dihapuskannya sistem penjara sentral (Gewestelijke Centralen) dan diganti dengan
sistem penjara sebagai sarana pelaksana pidana (strafgevangenissen). Perubahan
ini terjadi dibawah kepemimpinan Hijmans, sebagai Kepala Urusan Penjara
Hindia Belanda. Pada tahun 1921 dilakukan reformasi penjara yang memberikan
perhatian kepada terpidana anak dan pengklasifikasian terpidana dewasa. 70 Oleh
sebab itu, untuk anak-anak yang berusia di bawah 16 tahun ditempatkan di
rumah pendidikan. Demi mewujudkan hal tersebut maka ditetapkan bangunan
penjara lama di Madiun sebagai rumah penjara perbaikan untuk anak-anak
terpidana laki-laki di bawah umur 19 tahun. Rumah penjara khusus tersebut
merupakan penjara pertama untuk orang-orang Indonesia yang difungsikan
sebagai pelaksana pidana. Satu pemikiran Hijmans adalah wacana penempatan
anak di luar penjara dengan syarat (probation) serta keharusan untuk selalu
mendahulukan penyelesaian perkara anak.71 Kemudian pada tahun 1925,
68
Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, ( Bandung :
Refika Aditama, 2009), hal 96.
69
Ibid, hal 96
70
Adi Sujatno, Op.Cit, hal 110.
71
Peraturan Menteri Hukum dan Ham RI Nomor : M.HH.OT.02.02. Tahun 2009
tentang Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan,
(Jakarta:Depkuham, Dirjen Pemasyarakatan, 2009), hal 15

41.

40.

38. 66

39.

didirikan penjara untuk anak-anak dibawah umur 20 tahun di Tanah Tinggi,


Tangerang, serta didirikan penjara untuk terpidana seumur hidup di Muntok dan
Sragen. Dan pada tahun 1927, di Pamekasan dan Ambarawa didirikan penjara
anak-anak.72 Namun, baru saja memulai keteraturan sistem kepenjaraan, Hijmans
mendapat batu sandungan berupa pemberontakan besar-besaran dari Bangsa
Indonesia pada bulan November 1926. Belanda menyebutnya sebagai
pemberontakan komunis. Kejadian lain adalah penyerbuan terhadap penjara
Glodok pada tanggal 12 November 1926, sehingga mendorong didirikannya
menara penjagaan untuk mengantisipasi terjadinya penyerangan. Inilah sejarah
didirikannya menara penjagaan.73 Pada masa ini penjara-penjara memiliki
kedudukan khusus diantaranya, yaitu:
1. Penjara Sukamiskin untuk orang Eropa dan kalangan intelektual,
2. Penjara Cipinang untuk terpidana klas satu,
3. Penjara Glodok untuk pidana psychopalen (bagi narapidana yang mengalami
gangguan kejiwaan),
4. Penjara Sragen untuk pidana klas satu (pidana seumur hidup),
5. Penjara anak-anak di Tangerang,
6. Penjara-penjara di Banyubiru dan Ambarawa,
7. Penjara khusus wanita di Semarang dan Tangerang.

72
Ibid, hal 15
73
Adi Sujatno, Op.Cit, hal 111

41.

40.

38. 67

39.

219.

Pada masa penjajahan Jepang, kepenjaraan tidak mengalami

perubahan yang mendasar. Dalam teori perlakuan terhadap terpidana harus


berdasarkan reformasi atau rehabilitasi, namun dalam kenyataannya lebih kepada
eksploitasi manusia. Adapun yang diutamakan ialah hasil dari perusahaan penjara,
khususnya untuk keperluan perorangan. Perlakuan terhadap terpidana terpusat
pada eksploitasi pekerjaan bagi keperluan perorangan, dimana :
a. Perusahaan-perusahaan penjara dengan lingkungan fisiknya tidak bedanya
dengan medan pertahanan perang;
b. Tiap-tiap unit di dalam tempat-tempat pekerjaan diberi timbunantimbunan tanah sebagai perlindungan terhadap serangan udara dan
pekerjaan-pekerjaan dilakukan siang malam. Barang-barang yang
dihasilkan berupa : kain layer (Sragen), kain selimut dan bahan pakaian
(Cipinang dan Sragen), sepatu tentara (Cipinang), pembuatan kapal-kapal
sekoci pendarat dari kayu jati untuk keperluan perang.74
220.

Dalam hal teori para ahli kepenjaraan Jepang mempunyai

pandangan yang maju dimana dikatakan bahwa pemerintah wajib memperbaiki


orang-orang hukuman baik dari segi rohani maupun dalam hal masyarakat.
Namun dalam kenyataannya, perlakuan terhadap terpidana Indonesia sama halnya
dengan jaman kerja paksa.

74
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 40 Tahun Pemasyarakatan Mengukir Citra
Profesionalisme, Jakarta, 2004, hal 26, Lihat Adi Sujatno, Op.Cit, hal 116

41.

40.

38. 68

39.

221.

Pada masa kemerdekaan,

pada dasarnya pemidanaan dibagi

menjadi dua bagian, yaitu masa sebelum dan sesudah munculnya pemasyarakatan
sebagai model pemidanaan di Indonesia.
222.

Masa Sebelum munculnya Sistem Pemasyarakatan (1945-1963)

berkaitan dengan perlakuan terpidana penjara dikeluarkan Surat Edaran Nomor


G.8 / 588 Menteri Kehakiman R.I. yang saat itu dijabat oleh Mr.Dr. Soepomo,
tanggal 10 Oktober 1945, antara lain75:
a. Bahwa semua penjara telah dikuasai oleh Pemerintah Republik Indonesia
sehingga perintah-perintah terkait kepenjaraan harus berasal dari Menteri
Kehakiman atau Mr.RP. Notosusanto sebagai Kepala Bagian Urusan Penjara.
b. Bahwa yang pertama yang harus diperhatikan dan diusahakan ialah kesehatan
orang-orang terpenjara, apa yang telah terjadi pada masa sebelumnya
(Penjajahan Jepang) jangan sampai terulang khususnya makanan orang-orang
terpenjara harus tercukupi;
c. Pekerjaan orang-orang terpenjara harus diperhatikan antara lain sebagai
sarana memperbaiki tabiatnya, perhatian khusus diminta usaha-usaha di
bidang pertanian guna mencukupi makanan orang-orang terpenjara;
d. Akhirnya dipesankan supaya dalam hal memperlakukan orang terpenjara
selalu mengingat perikemanusiaan dan keadilan tanpa pandang bulu
(Indonesia, Eropa, Tionghoa).
223.

Pada tanggal 26 Januari 1946, Kepala Bagian Urusan Penjara

mengeluarkan surat Edaran yang menyatakan Reglemen Penjajara 1917 masih


75
Ibid, hal 58

41.

40.

38. 69

39.

dinyatakan berlaku, dengan sedikit perubahan dalam hal pengurusan dan


pengawasan-pengawasan terhadap penjara-penjara. Tahun 1947, dikeluarkan
Surat Edaran Nomor G.8 / 290, yang menyatakan agar dalam proses pemindahan
terpidana sedapat mungkin dilakukan tanpa harus berjalan kaki dan dibelenggu.
Masih dalam tahun yang sama melalui Surat Edaran Nomor : G.8/437,
diinstruksikan agar dibentuk bagian pendidikan dalam tata laksana kepenjaraan. 76
Kemudian pada tahun 1948 dikeluarkan Surat Edaran Nomor G.8/1510, Kepala
Jawatan Kepenjaraan menginstruksikan agar dilakukan pemisahan yang ketat
antara terpidana anak-anak dan dewasa serta instruksi khusus untuk pendidikan
dan perawatan anak-anak terpenjara.77
224.

Kemajuan lainnya dalam hal pemenjaraan di Indonesia adalah

Surat Edaran Nomor : J.H. 1.3.17/35 tahun 1952 sebagai adanya pedoman
penempatan terpidana berdasarkan jenis kejahatan, lama pidana, status
pendidikan, batas umur, jenis kelamin, status sosial, serta pemidanaan terpidana
dengan sisa pidana 3 (tiga) bulan ke penjara agar dekat dengan keluarga. 78
Perkembangan kepenjaraan selanjutnya, dengan diadakannya Konferensi Dinas
Kepenjaraan di Nusakambangan pada bulan Nopember 1951, yang menghasilkan
76
Peraturan Menteri Hukum dan Ham RI Nomor : M.HH.OT.02.02. Tahun 2009
tentang Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan, (Jakarta :
Depkumham, Dirjen Pemasyarakatan, 2009), hal 15
77
Ibid, hal 15
78
Ibid, hal 16

41.

40.

38. 70

39.

upaya pemantapan sistem kepenjaraan antara lain seleksi dan diferensiasi,


perawatan sosial nara pidana dan peningkatan pendidikan pegawai. Konferensi
berikutnya diadakan pada bulan Juli 1956 di Sarangan (Madiun) yang hasilnya
yaitu bahwa pidana penjara pada prinsipnya mengembalikan para terpidana
menjadi anggota masyarakat yang baik sehingga diperlukan usaha-usaha berupa
pendidikan, pekerjaan narapidana, kegiatan rekreasi, pidana bersyarat dan
pelepasan bersyarat.79 Pada periode ini tujuan pemidanaan secara konseptual
disebut resosialisasi. Pengaruh-pengaruh dalam kriminologi dalam tahun 1960-an
menciptakan pergeseran dalam pandangan terhadap kejahatan yang lebih
memperhatikan aspek lingkungan kehidupan pelaku kejahatan. Sebelumnya
perhatian lebih ditekankan pada aspek pelaku kejahatan itu sendiri.80
225.

Dalam rangka pembaharuan sistem pelaksanaan pidana penjara,

maka pada tahun 1964 istilah penjara diganti dengan pemasyarakatan. Istilah
pemasyarakatan diperkenalkan pertama kali oleh Sahardjo pada tahun 1963, yang
saat itu menjabat Menteri Kehakiman, Sahardjo sebagai Doktor Honoris Causa
(DR HC) dari Universitas Indonesia, di dalam pidato pengukuhannya pada
tanggal 5 Juli 1963 mengatakan tujuan dari pidana penjara disamping
menimbulkan rasa derita bagi terpidana karena dihilangkannya kemerdekaan
79
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Dari Penjara ke Pemasyarakatan, ( Jakarta :
Departemen Kehakiman, 1983), hal 58

84.
80
Peraturan Menteri Hukum dan Ham RI Nomor : M.HH.OT.02.02. Tahun 2009
tentang Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan, (Jakarta :
Depkuham, Dirjen Pemasyarakatan, 2009), hal 16.

41.

40.

38. 71

39.

bergerak, membimbing terpidana agar bertobat mendidik supaya ia menjadi


seorang anggota masyarakat sosialis indonesia yang berguna 81, beliau mengganti
istilah penjara dengan pemasyarakatan. Perubahan istilah lembaga penjara
menjadi lembaga pemasyarakatan dikuatkan dengan berlakunya Undang-Undang
Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Nomor : 77
Tahun 1995). Undang-undang ini sebagai pedoman membina narapidana dalam
lembaga pemasyarakatan.
2.6.2

Pengertian Lembaga Pemasyarakatan


226.

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah unit pelaksana teknis

pemasyarakatan yang menampung, merawat dan membina narapidana. Lembaga


ini sebagai salah satu lembaga hukum pelaksanaan pidana merupakan tempat
pelaksanaan putusan pengadilan yang berupa pidana penjara. Lembaga
Pemasyarakatan sebagai ujung tombak pelaksanaan asas pengayoman yang
merupakan tempat untuk melaksanakan pembinaan terhadap narapidana dan anak
didik pemasyarakatan melalui pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi. Tugas
memberikan binaan ini dilaksanakan oleh Petugas Pemasyarakatan sebagai
Pejabat Fungsional Penegak hukum.
227.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 580) bahwa

Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat orang-orang menjalani hukuman pidana


Penjara. Menurut Sahardjo bahwa tujuan penjara itu ada dua, yaitu mengayomi

81
Sahardjo, Pohon Beringin Pengayoman, (Bandung : Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Suka Miskin, 1963), hal 21

87.

41.

40.

38. 72

39.

masyaraat dari perbuatan jahat dan membimbing terpidana sehingga kembali


menjadi anggota masyarakat yang berguna.
228.

Menurut

Soedjono

Dirdjosisworo

(1984:20),

Lembaga

Pemasyarakatan adalah sebagai tempat dimana terpidana mengalami proses


pembinaan dalam menjalankan pidananya berdasarkan putusan Hakim. Lebih
lanjut pengertian Lembaga Pemasyarakatan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat orang-orang menjalani hukuman
pidana.
2. Lembaga Pemasyarakatan adalah penjara.
229.
bahwa

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan

Lembaga

Pemasyarakatan

merupakan

unit

pelaksana

teknis

pemasyarakatan yang menampung, merawat, dan membina narapidana atau


orang-orang yang menjalani hukuman pidana berdasarkan putusan Hakim yang
telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap
2.6.3

Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan


230.

Lembaga Pemasyarakatan selain sebagai tempat pemidanaan juga

berfungsi untuk melaksanakan program pembinaan terhadap para narapidana,


dimana melalui program yang dijalankan diharapkan narapidana yang
bersangkutan setelah kembali ke masyarakat dapat menjadi warga yang berguna
di masyarakat. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,

41.

40.

38. 73

39.

profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik


pemasyarakatan.
231.

Sebagai suatu program, maka pembinaan yang dilaksanakan

dilakukan melalui beberapa tahapan. Pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan


Surat Edaran No. KP.10.13/3/1 tanggal 8 Februari 1965 tentang Pemasyarakatan
sebagai proses, maka pembinaan dilaksanakan melalui empat (4) tahapan sebagai
suatu kesatuan proses yang bersifat terpadu, yaitu82 :
232. Tahap Pertama : Pembinaan tahap ini disebut pembinaan tahap awal, dimana
kegiatan masa pengamatan, penelitian dan pengenalan lingkungan untuk
menentukan perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian
yang waktunya dimulai pada saat yang bersangkutan berstatus sebagai
narapidana sampai dengan 1/3 (sepertiga) dari masa pidananya. Pembinaan
pada tahap ini masih dilakukan dalam LAPAS dan pengawasannya
maksimum security.
233. Tahap kedua : Jika proses pembinaan terhadap narapidana yang
bersangkutan telah berlangsung selama-lamanya 1/3 dari masa pidana yang
sebenarnya dan menurut pendapat Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP)
sudah dicapai cukup kemajuan, antara lain menunjukkan keinsyafan,
perbaikan disiplin dan patuh pada peraturan tata tertib yang berlaku di
lembaga, maka kepada narapidana yang bersangkutan diberikan kebebasan

82
Adi Sujatno. Sistem Pemasyarakatan Indonesia (Membangun
Manusia Mandiri), Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Departemen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta, 2004, hlm. 15-17

41.

40.

38. 74

39.

lebih banyak dan ditempatkan pada LAPAS melalui pengawasan medium


security.
234. Tahap ketiga : Jika proses pembinaan terhadap narapidana telah dijalani
dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut tim TPP telah dicapai cukup
kemajuan, maka wadah proses pembinaan diperluas dengan Asimilasi yang
pelaksanaannya terdiri dari dua bagian yaitu yang pertama dimulai sejak
berakhirnya tahap awal sampai dengan dari masa pidananya, tahap kedua
dimulai sejak berakhirnya masa lanjutan pertama sampai dengan 2/3 dari
masa pidananya. Dalam tahap ini dapat diberikan Pembebasan Bersyarat
atau Cuti Menjelang Bebas dengan pengawasan minimum security.
235. Tahap keempat : Pembinaan pada tahap ini terhadap narapidana yang
memenuhi syarat diberikan Cuti Menjelang Bebas atau Pembebasan
Bersyarat dan pembinaannya dilakukan di luar LAPAS oleh Balai
Pemasyarakatan (Bapas) yang kemudian disebut Pembimbingan Klien
Pemasyarakatan. Dalam melaksanakan pembinaan, terdapat acuan program
yang harus diikuti.83 Pembinaan terhadap narapidana tidak terlepas adalah
pemenuhan hak dan kewajiban mereka sebagai manusia. Kewajiban
narapidana adalah mentaati segala peraturan yang ada di lapas, sementara
hak-hak mereka antara lain hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan,
hak untuk mendapatkan makanan yang layak, informasi dan sebagainya.
Sahardjo pada tanggal 5 Juli 1963 mengemukakan suatu gagasan Sistem
83
Departemen Kehakiman Republik Indonesia, Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan,
Cetakan I Tahun 1990, hlm 10

90.

41.

40.

38. 75

39.

Pemasyarakatan sebagai tujuan dari pidana penjara. Sehubungan dengan ini


maka sistem kepenjaraan telah ditinggalkan dan memakai system
pemasyarakatan

yang

mengedepankan

hak-hak

narapidana.84

Hak

narapidana tersebut antara lain terdapat pada Pasal 14 Ayat (1) UU Nomor
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yaitu :
a. melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani
c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran
d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
e. menyampaikan keluhan
f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang
tidak dilarang
g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya
i.

mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

j.

mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga

k. mendapatkan pembebasan bersyarat


l.

mendapat cuti menjelang bebas

m. mendapat hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


236.

Terpenuhinya hak-hak narapidana memiliki dampak positif

terhadap perikehidupan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Terwujudnya


84
A.Widiada Gunakarya, Sejarah dan Konsepsi Pemasyarakatan, Armico, Bandung,
1988, hlm.56.

41.

40.

38. 76

39.

tata kehidupan yang aman dan tertib yang pada akhirnya mampu mewujudkan
narapidana yang telah siap kembali ke masyarakat sebagai manusia yang
bermartabat, siap menjalankan perannya di masyarakat dan berbakti terhadap
bangsa dan negara
2.7
2.7.1

Tinjauan Umum Tentang Karakteristik


Pengertian Karakter
237.

Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak

atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi
pendorong dan penggerak, serta yang membedakan dengan individu lain.
Seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai dan
keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral
dalam hidupnya.85 Istilah karakter dianggap sama dengan kepribadian.
Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas
dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari
lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan seseorang sejak
lahir86
2.7.2

Pengertian Pendidikan Karakter


238.

Pendidikan karakter dimaknai dengan suatu sistem penanaman

nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,


85
Hidayatullah, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa.
Surakarta: Yuma Pustaka

86
Koesoema, Doni. 2010. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.
Jakarta: PT Grasindo

41.

40.

38. 77

39.

kesadaran, atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut


baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.87 Sedangkan Wibowo (2012:
36) mendefinisikan pendidikan karakter dengan pendidikan yang menanamkan
dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada anak didik, sehingga mereka
memiliki karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya
baik di keluarga, masyarakat, dan negara.88 Sementara itu, Berkowitz dan Bier
(2005: 7) berpendapat bahwa pendidikan karakter merupakan penciptaan
lingkungan sekolah yang membantu peserta didik dalam perkembangan etika,
tanggung jawab melalui model dan pengajaran karakter yang baik melalui nilainilai universal.89 Berdasarkan pengertian di atas, pendidikan karakter adalah
sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik sehingga mereka
menerapkan dalam kehidupannya baik di keluarga, sekolah, masyarakat dan
negara sehingga dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.
2.7.3

Tujuan Pendidikan Karakter


239.

Pendidikan karakter mempunyai tujuan penanaman nilai dalam diri

siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan
87
Samani, Muchlas dan Hariyanto, 2011, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Bandung:
Remaja Rosdakarya.

88
Wibowo, Agus, 2012, Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

89
Berkowitz, M.W, and Bier, Melinda, C, 2005, What Works In Character Education: A
Research-driven guide for educators, Washington, DC: Univesity of Missouri-St Louis

41.

40.

38. 78

39.

individu. Selain itu meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di


sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia
peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar
kompetensi lulusan. Sedangkan tujuan pendidikan karakter yang diharapkan
Kementerian Pendidikan Nasional adalah:
a. mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai
manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa;
b. mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji
dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa
yang religius;
c.

menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik


sebagai generasi penerus bangsa;

d. mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang


mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
e. mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan
belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta
dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
2.7.4

Nilai-Nilai Pendidikan Karakter


240.

Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu karakter melekat

dengan nilai dari perilaku seseorang. Karenanya tidak ada perilaku anak yang
tidak bebas dari nilai. Dalam kehidupan manusia, begitu banyak nilai yang ada

41.

40.

38. 79

39.

di dunia ini, sejak dahulu sampai sekarang.90 Nilai-nilai pendidikan karakter


yang dikembangkan Kementerian Pendidikan ada delapan belas karakter. Nilainilai tersebut bersumber dari agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan
nasional. Adapun delapan belas nilai tersebut yaitu: religius, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta
damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab91
2.7.5

Komponen dan Desain Pendidikan Karakter


241. Di lihat dari segi komponennya, pendidikan karakter dalam

pandangan Thomas Lickona (1992: 21) menekankan pentingnya tiga komponen


karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau
pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral
action atau perbuatan bermoral.92 Kemudian dalam desain pelaksanaan pendidikan
karakter setidaknya ada tiga desain, yakni: pertama, desain pendidikan karakter
berbasis klas. Desain ini berbasis pada hubungan guru sebagai pendidik dan siswa
sebagai pembelajar di dalam klas. Konteks pendidikan karakter adalah proses
hubungan komunitas klas dalam konteks pembelajaran. Relasi antara guru dengan
90
Kesuma, dkk, 2011, Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.

91
Pusat Kurikulum Balitbang Kemdiknas, 2009, Pengembangan dan Pendidikan Budaya &
Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah, Jakarta: Puskur Balitbang Kemdiknas.

92
Lickona, Thomas, 1993, Educating for Character, How Our Schools Can Teach Respect
and Responsibility,, New York: Bantam Books

41.

40.

38. 80

39.

pembelajar bukan monolog, melainkan dialog dengan banyak arah. Kedua, desain
pendidikan karakter berbasis kultur sekolah. Desain ini membangun budaya
sekolah yang mampu membentuk karakter anak didik dengan bantuan pranata
sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa.
Ketiga, desain pendidikan karakter berbasis komunitas. Dalam mendidik,
komunitas sekolah negeri maupun swasta tidak berjuang sendirian. 93 Kalau ketiga
komponen bekerjasama melaksanakan dengan baik, maka akan terbentuk karakter
bangsa yang kuat.
2.7.6

Kebijakan Pendidikan Karakter


242.

Kebijakan pendidikan karakter tersirat dalam Peraturan Presiden

No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional


disebutkan bahwa substansi inti program aksi bidang pendidikan diantaranya
adalah penerapan metodologi pendidikan yang tidak lagi berupa pengajaran demi
kelulusan (teaching to the test), namun pendidikan menyeluruh yang
memperhatikan kemampuan sosial, watak, budi pekerti, kecintaan terhadap
budaya-bahasa Indonesia dengan memasukkan pula pendidikan kewirausahaan
sehingga sekolah dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab
kebutuhan sumber daya manusia.
243.
244.
245.
93

Koesoema, Doni, 2011b, Pendidikan Karakter Integral, diakses 9 april 2016


http://www.pendidikankarakter.org/articles_003.html

41.

40.

38. 81

39.

246. BAB III


247. MODEL KERJASAMA PEMBINAAN NARAPIDANA BERBASIS
KARAKTERISTIK DINAS PENDIDIKAN KOTA CIREBON
DENGAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS 1A CIREBON
248.
3.1 Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Klas 1A Cirebon
3.1.1

Letak Geografis
249.

Keadaan geografis kota Cirebon berada di daerah dataran rendah.

Dimana Kota Cirebon terletak pada 108 33 Bujur Timur dan 6 41 Lintang
Selatan pada pantai utara Pulau Jawa, bagian timur Jawa Barat, memanjang dari
barat ke timur 11 km dengan ketinggian dari permukaan laut 5 m (termasuk
dataran rendah). Pusat Kota Cirebon dapat ditempuh melalui jalan darat sejauh
130 km dari arah Kota Bandung dan 258 km dari arah Kota Jakarta. Kota Cirebon
terletak pada lokasi yang strategis dan menjadi simpul pergerakan transportasi
antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Letaknya yang berada di wilayah pantai
menjadikan Kota Cirebon memiliki wilayah dataran yang lebih luas dibandingkan
dengan wilayah perbukitan. Luas Kota Cirebon adalah 3.735,82 hektar atau
37,35 km dengan jumlah Kecamatan lima Kecamatan dan kelurahan berjumlah
22 Kelurahan. Kota Cirebon mmeiliki perbatasan sebagai berikut:
250. Sebelah Utara
: Sungai Kedung Pane.
251. Sebelah Selatan : Sungai Kalijaga.
252. Sebelah Barat
: S. Banjir Kanal / Kabupaten Cirebon.
253. Sebelah Timur
: Laut Jawa.
254.Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cirebon berjarak sekitar 258 km dari Jakarta
dan dari Jakarta dapat ditempuh dengan melalui :
1. Transportasi Darat.

41.

40.

38. 82

39.

255.

Jenis transportasi dari Jakarta Cirebon bisa menggunakan

kendaraan bermotor selama 4 jam atau menggunakan kereta api


dengan membutuhkan waktu tempuh selama 3 jam (Terminal
Harjamukti Cirebon / Stasiun Kereta Api Kejaksan Cirebon).
2. Transportasi Udara.
256.
Transportasi Udara dari Jakarta Cirebon

untuk

penerbangan reguler tidak ada dan hanya dapat dilayani dengan


pesawat udara carteran jenis CN. 235, diantaranya milik Merpati
Airways melalui Pelabuhan Udara Perintis Penggung / Pelabuhan
Udara Cakrabuana Cirebon.
257.
3.1.2

Jumlah Warga Binaan


258.

Berdasarkan data dari Kemenhunkam RI, jumlah narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan Kota Cirebon sebanyak 698 orang dengan jumlah


tahanan dewasa sebanyak 8 orang dan jumlah narapidana dewasa sebanyak 690.
Umumnya orang menganggap, bahwa tahanan samadengan narapidana. Padahal
kedua hal tersebut jelas berbeda, seseorang ditahan jika diduga keras melakukan
kejahatan, karenanya untuk sementara dia dimasukkan ke dalam tahanan untuk
kepentingan penyelidikan, penyidikan dan pemeriksaan dari perkara yang
disangkakan kepadanya. Berarti dia belum tentu bersalah dan bisa saja dibebaskan
bila dalam penyelidikan, penyidikan dan pemeriksaan tersebut tidak ditemukan
bukti bahwa dia bersalah. Sedangkan seseorang dipenjara karena dia telah terbukti
melakukan kejahatan dan telah menerima keputusan hakim (vonis) yang bersifat
tetap. Seorang tahanan memiliki hak sebagai berikut:
1. Menerima surat perintah penahanan atau penetapan hakim dari
petugas. Surat penahanan berisi identitas anda, alasan penahanan
serta uraian singkat tentang kejahatan yang disangkakan atau

41.

40.

38. 83

39.

didakwakan kepada anda serta tempat anda ditahan nantinya (pasal 21


ayat 2 KUHAP),
2. Meminta petugas menyerahkan tembusan surat perintah penahanan
kepada keluarga anda (pasal 21 ayat 3 KUHAP),
3. Ditempatkan secara terpisah berdasarkan jenis kelamin, umur serta
tingkat

pemeriksaan

(pasal

ayat

PerMenkeh

RI

No.

M.04.UM.01.06tahun 1983),
4. Mendapat perawatan yang meliputi makanan, pakaian, tempat tidur,
kesehatan rohani dan jasmani (pasal 5 PerMenkeh RI)
5. Tidak diberlakukan wajib kerja bagi tahanan dan bila anda ingin
bekerja secara sukarela, anda harus mendapatkan ijin dari instansi
yang menahan (pasal 15 PerMenkeh RI )
6. Segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik, diajukan kepada
penuntut umum dan kemudian proses ke pengadilan (pasal 50 ayat 1
dan2 KUHAP) Dapat secara bebas memberikan keterangan kepada
penyidik (pasal 52KUHAP)
7. Mendapatkan

bantuan

hukum

dari

penasihat

hukum

selama

pemeriksaan dan pada setiap tingkat pemeriksaan. Anda bebas


memilih sendiri penasihat hukum anda (pasal 54 dan 55 KUHAP)
8. Mendapatkan Bantuan Hukum secara cuma-cuma, bila tidak mampu
(pasal 56 ayat 2 KUHAP)
9. Bebas menghubungi penasihat hukum (pasal 57 ayat 1 KUHAP)

41.

40.

38. 84

39.

10. Mendapatkan kunjungan dari keluarga, penasihat hukum dan orang


lain (pasal 18 ayat 1 PerMenkeh RI)
11. Bebas melakukan surat-menyurat dengan penasehat hukum atau sanak
keluarga (pasal 18 ayat 4 PerMenkeh RI)
12. Menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi jika tidak terbukti
bersalah (pasal 68 KUHAP)
259.

Jumlah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon

mengalami over kapasitas. Daya tampung narapidana seharusnya 555 orang


namun jumlah narapidana sampai dengan tahun 2016 sebanyak 698 sehingga
Lapas Klas 1 Cirebon mengalami over kapasitas sebanyak 126 orang. Ketika
dikonfirmasi ke pihak lapas, over kapasitas memang tidak hanya terjadi di Lapas
Klas 1 Cirebon tetapi hampir di semua lapas yang ada di Indonesia. Setidaknya
ada tiga faktor penyebab timbulnya over kapasitas diantaranya adalah tingginya
angka kejahatan, penjatuhan hukuman pidana dan koordinasi diantara instansi
terkait.
260.

Tingginya angka kejahatan merupakan salah satu penyebab

terjadinya overkapasitas di lembaga pemasyarakatan. Semakin banyaknya orangorang yang nekad dalam melakukan berbagai aksi kejahatan, secara langsung
akan memenuhi sel tahanan yang ada di lembaga pemasyarakatan. Selain itu
mindset yang dibangun atas penjatuhan hukum pidana yang dipandang akan
memberikan efek jera menyebabkan banyaknya mantan narapidana yang
kemudian kembali lagi ke lembaga pemasyarakatan untuk yang kesekian kalinya.
Seharusnya mindset yang dibangun adalah lembaga pemasyarakatan sebagai

41.

40.

38. 85

39.

tempat untuk membina warga binaan agar menyesali perbuatannya, mendapat


pelatihan kompetensi dan ketika keluar dapat diterima kembali oleh masyarakat.
Ketiga yaitu koordinasi antar instansi terkait tidak berjalan, setiap instansi
memiliki kepentingan ingindipandang hebat sehingga instansi-instansi tersebut
berlomba untuk menunjukan prestasi. Misalnya kepolisian akan dipandang
berprestasi apabila mampu menemukan kejahatan dan berhasil memasukan
penjahat ke dalam sel, hakim dipandang hebat juga apabila mampu memutuskan
perkara yang menyebabkan orang menjadi seorang tersangka, contohnya pada
kasus narkoba, banyak hakim yang memvonis penjara terhadap pecandu narkoba
padahal hakim bisa menggunkan pasal lain agar pecandu tersebut bisa
direhabilitasi. Terkadang apa yang dilakukan oleh pihak yang terkait dengan
penegakan hukum serba salah. Ketika banyak menegakan kebenaran dengan cara
memutuskan dan memasukan orang ke penjara, sementara pihak Lapas ketar-ketir
takut

terjadi

over

kapasitas.

Jumlah

berbeda

didapat

dari

Lembaga

Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon, jumlah warga binaan sebanyak 689. Berikut ini
jumlah warga binaan berdasarkan pendidikan terakhir, agama, daerah asal, jenis
pidana dan jenis hukuman
3.1.2.1 Berdasarkan Pendidikan Terakhir
261. Berikut ini jumlah warga binaan berdasarkan pendidikan terakhir.
262.
263.
264.
265. Tabel 3.1 Jumlah Warga Binaan Berdasarkan Pendidikan Terakhir

41.

40.

38. 86

39.

266.
267. Pendidikan
No

268. Jumlah
272. Tidak
271. Lulus
Lulus

273.
274. SD

275. 133

276. 75

278. SMP

279. 128

280. 47

282. SMA

283. 205

284. 49

286. Diploma

287. 12

288. -

290. S1

291. 27

292. -

294. S2

295. 5

296. -

298. Buta Huruf

299. 24

300. -

303. 534

304. 171

1
277.
2
281.
3
285.
4
289.
5
293.
6
297.
7
301.
302. Total
305. Sumber : Lapas Klas 1 Cirebon

306. Tabel di atas menunjukan masih ada narapidana yang tidak tamat pendidikan
12 tahun sebanyak 171 dengan tidak tmat SD sebanyak 75, SMP 47 dan
SMA 49
3.1.2.2 Berdasarkan Masa Hukuman
307. Berikut ini jumlah warga binaan berdasarkan vonis hukuman

41.

40.

38. 87

39.

Napi B1

Napi Seumur Hidup

Napi Hukuman Mati


5% 2%

93%

308.
309. Gmbar 3.1 Jumlah Narapidana Berdasarkan Vonis Hukuman
310. Diagram di atas menunjukan bahwa jumlah narapidana dengan vonis mati
sebanyak 2%, vonis seumur hidup sebanyak 5% dan sebagian besar
narapidana di Lapas klas 1 Cirebon merupakan narapidana dengan hukuman
selain hukuman mati dan hukuman seumur hidup.
3.1.2.3 Jumlah Narapidana Berdasarkan Agama
311. Berikut ini jumlah narapidana berdasarkan agama
Budha

Islam

Kristen

Protestan

1% 2% 1%

96%

312.
313. Gambar 3.2 Jumlah Narapidana Berdasarkan Agama

41.

40.

39.

38. 88

314. Diagram di atas menunjukan mayoritas narapidana beragama islam. Untuk


menunjang aktivitas keagamaan, di Lapas disediakan tempat ibadah berupa
mesjid dan gereja
315.
3.1.2.4 Jumlah Narapidana Berdasarkan Daerah Asal
316. Berikut ini jumlah narapidana berdasarkan daerah asal

41.

40.

39.

38. 89

317.

140
120
100
80
60
40
20
0

318. Gambar 3.3 Jumlah Narapidana Berdasarkan Daerah Asal


319. Grafik tersebut menunjukan jumlah narapidana yang berasal dari luar daerah
Cirebon sebanyak delapan daerah asal dan Bandung merupakan daerah dengan
jumlah penyumbang narapidana terbesar di luar daerah Cirebon
3.1.2.5 Jumlah Narapidana Berdasarkan Kasus Kejahatan

41.

40.

38. 90

39.

320. Berikut ini jumlah narapidana berdasarkan kasus kejahatan


321.

250
200
150
100
50
0

322. Gambar 3.4 Jumlah Narapidana Berdasarkan Kasus Kejahatan


323. Gambar tersebut menunjukan kasus terbesar yang dilakukan narapidana di
lapas klas 1 Cirebon adalah pembunuhan sebanyak 212 kasus dan yang paling
sedikit adalah penganiayaan sebanyak 16 kasus
3.1.3

Jadwal Kegiatan Sehari-hari warga binaan

324.Berikut ini merupakan jadwal rutin kegiatan sehari-hari warga binaan

41.

40.

38. 91

39.

325.
326.JAM
NO
328.

329.04.30-

1
331.

05.00
332.05.00-

327.KEGIATAN
330.Shalat Subuh
333.MCK

2
334.

05.30
335.05.30-

3
337.

06.00
338.06.30-

336.Apel Pagi
339.Buka Kamar
4
340.

07.00
341.07.00-

5
343.

07.30
344.07.45-

342.Pembagian Makan Pagi


345.Apel Pagi PK dan Tamping
6
346.

08.00
347.08.00-

7
349.

11.30
350.11.30-

8
352.

12.00
353.12.00-

9
355.

12.30
356.12.30-

10
358.

13.00
359.13.00-

348.Pembinaan Kepribadian/Kemandirian
351.Pembagian Makan Siang
354.Shalat Dzuhur Berjamaah
357.Apel Siang
360.Pembinaan Kepribadian/Kemandirian
11
361.

14.30
362.14.30-

12
364.

15.30
365.15.30-

363.MCK
366.Shalat Ashar Berjamaah
13
367.

16.00
368.16.00-

14
370.

16.30
371.16.30-

369.Pembagian Makan Sore

41.

372.Kunci Kamar
40.

38. 92

39.

15
373.

17.00
374.17.00-

16
376.

17.30
377.17.30-

375.Kebersihan Kamar
378.Apel Malam
17
379.

18.00
380.18.00-

18
382.

19.00
383.19.00-

381.Shalat Maghrib
384.Shalat Isya
19
385.

20.00
386.20.00387.Istirahat

20
04.30
388.Sumber: Lapas Klas 1 Cirebon
3.1.4

Program Pembinaan Warga Binaan

389. Program Kepribadian pada Lembaga Pemasyarakatan Klas 1A Kota Cirebon


meliputi :
1. Pembinaan Mental Spritual (Kegiatan Agama Islam)
390.
Pembinaan mental spiritual dilakukan agar narapidana dapat
meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dan menyadari kesalahan yang
pernah dilakukan dan membuat dirinya masuk ke dalam penjara. Kegiatan ini
diikuti oleh seluruh narapida yang beragama islam. Berikut ini jenis kegiatan
dari pembinaan mental spiritual
a. Program pemberantasan Buta huruf Al-quran
b. Talim mutaalim
c. shalat berjamaan dan Ceramah umum
d. Pembacaan Surat Yasin berjamaah
e. Dzikir Mubaroq dan Khotmil Quran
f. Shalat Idul Fitri dan Shalat Idul Adha
g. Peringatan Maulid Nabi SAW
h. Isra Miraj
2. Kegiatan Agama Kristen
391.
Sama halnya seperti agama islam, pembinaan kegiatan agama
kristen diperuntukan narapidana yang berstatus agama kristen. Kebaktian

41.

40.

39.

38. 93

selalu diadakan setiap hari. Hal ini dimungkinkan karena di dalam lapas
terdapat gereja. Lapas klas 1 Kota Cirebon juga bekerjasama dengan enam
gereja yang ada di Cirebon dalam mendatangkan pastur untuk kebaktian.
Berikut ini jenis kegiatan agama kristen, diantaranya sebagai berikut:
a. Kebaktian Mingguan dan Bulanan
b. Hari Raya Natal, Tahun baru dan Paskah
3. Pembinaan Kesadaran berbangsa dan bernegara
392.
Pembinaan ini ditujukan agar warga binaan memiliki rasa
nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya, diharapkan setelah
bebas nanti kecintaan terhadap negara dapat diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Berikut ini jenis pembinan kesadaran berbangsa dan
bernegara
a. Kegiatan keterampilan baris berbaris
b. Kegiatan kepramukaan
c. Kegiatan upacara kesadaran Nasional/hari besar kenegaraan
d. Kegiatan pemilihan umum yang dilaksanakan secara periodik
4. Pembinaan kemampuan Intelektual (kecerdasan)
393.
Kegiatan ini ditujukan dalam rangka meningkatkan kemampuan
intelektual, berikut ini pembinaan intelektual yang ada di Lapas Klas 1 Kota
Cirebon
a. PKBM (Program Kegiatan belajar mengajar Masyarakat)
b. Pengetahuan tentang HIV/AIDS
c. Kegiatan perpustakaan
5. Pembinaan Kesenian
394.
Pembinaan ini dilakukan untuk menampung aspirasi warga binaan
yang memiliki sejumlah bakat dalam seni. Berikut ini jenis pembinaan
kesenian yang ada di lapas klas 1 Cirebon
a. Band (music)
b. tarling/dangdut
c. Marawis
6. Pembinaan Kesadaran Hukum
395.
Pembinaan ini dilakukan agar warga binaan mengerti dan paham
mengenai undang undang dan hukum. Diharpkan setelah kelur dari penjara

41.

40.

38. 94

39.

narapidana tidak akan melakukan lagi kasus yang melanggar perbuatan


hukum. Berikut ini pembinaan kesadaran hukum, diantaranya sebagai berikut:
a. Pengenalan tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pasal-pasal tertentu
b. Penyuluhan hukum yang dilaksanakan oleh lembaga bantuan hukum.
7. Pembinaan Kemandirian
396.
Pembinaan kemandirian dilakukan agar para warga binaan
memiliki keahlian sehingga diharapkan setelah keluar dari laps bisa hidup
mandiri dengan kemampuan yang didapat ketika di lapas. Selain itu
pembinaan kemandirian juga bertujuan agar warga binaan memiliki aktivitas
yang padat sehingga tidak stres memikirkan hukuman yang ditanggung
selama di Lapas. Dalam menentukan jenis bidang kemandirian yang akan
diberikan kepada warga binaan, pihak lapas memberikan kebebasan kepada
warga binaan untuk menentukan sendiri bidang apa yang akan digeluti
disesuaikan dengan minat dan bakat warga binaan itu sendiri. Berikut ini alur
yang mengatur tentang penempatan narapidana di bidang kegiatan kerja:
397.
398.
20.MULAI
399.
400.
21.
22.NARAPIDANA
401.
23.DARI RUTAN/LAPAS
402.
24. ORIENTASI
25. ADMISI
403.
(SELAMA 1 BULAN).
404.
27.
PENANGGUNGJAWAB:
405.
26.PENGENALAN (SELAMA
406.
28.
1 HARI) .
407.
PENANGGUNGJAWAB:
408.
30. TRAINING
29. MAGANG DI KEGIATAN KERJA
409. KEGIATAN KERJA
(SELAMA
2
MINGGU).
(SELAMA 2 BULAN 15 HARI.
410.
31.
32.
SIDANG TPP
PENANGGUNGJWAB
:
PENANGGUNGJAWAB:
SEKSI
411.
SEKSI
BIMBINGAN
KERJA
412.
33.PENANGGUNG JAWAB: SEKSI BIMKEMASY
413.
414.
34.
415.
35.PENEMPATAN DI KEGIATAN KERJA.

41.

PENANGGUNGJAWAB
: SEKSI
36.
BIMBINGAN
KERJA
37. SELESAI

40.

38. 95

39.

416.
417.

Upaya pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan di Lapas

Klas 1 Cirebon, dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu pelatihan


keterampilan sesuai dengan bakat dan minat WBP bagi yang belum meiliki
keahlian, pendampingan bagi WBP yang sudah memiliki keahlian tapi belum
mahir, pengembangan/ penyaluran keahlian/ menjadi tutor bagi WBP yang
sudah memiliki keahlian. Pelaksanaannya dilakukan oleh pihak lapas klas 1
Cirebon sesuai dengan anggaran yang ada sera bekerjasama dengan pihak ke
tiga. Dalam pelaksanaan kerjasama antra pihak ketiga lapas kls 1 Cirebon
yang sampai saat ini berjalan antar lain :
1) PT UPI dalam bidang anyman rotan sintetis
2) PT ARIDA dalam bidang setel jaring
3) PT SINJARAGA SANTIKA SPORT dalam bidang jahit bola.
418.

Program pembinaan kegiatan kerja warga binaan di Lembaga

Peasyarakatan Klas 1 Cirebon dinamakan Bengkel Kerja Bangkit. Berikut ini


jenis kegiatan kerja di bengkel kerja bangkit
a. Pertenunan
419. Warga binaan yang mengikuti pembinaan pertenunan sebanyak 22
orang, pekerjaan ini dilakukan jika ada pemesanan dari luar
b. Setel Jaring
420. Warga binaan yang mengikuti pembinaan setel jring sebanyak 17
orang. Kegitan setel jring ini merupakan kerjsama pihak lapas kelas 1
Cirebon dengan PT Arrida.
c. Jahit Bola
421. Warga binaan yang mengikuti pembinaan jahit bola berjumlah 22
orang. Jahit bola merupakan hasil kerjasama Lapas Klas 1 Cirebon
dengan PT SINJARAGA SANTIKA SPORT dalam bidang jahit bola.
Kegiatan ini berlangsung kontinyu karen selalu ada pemesanan dari PT

41.

40.

38. 96

39.

SINJARAGA proses pengerjaan diawali denagn pelatihan oleh pihak PT


SINJARAGA SANTIKA SPORT kepada WBP Lapas Klas 1 Cirebon
yang punya minat dalam pekerjaan menjahit bola sampai bisa
mengerjakan.

Untuk

selanjutnya

guna

memelihara

kelangsungan

pekerjaan ini dilakukan dengan cara pendampingan bagi WBP pindahan


baru yang berminat untuk pekerjaan menjahit bola sehingga berlangsung
sampai saat ini. Waktu pengerjaan mulai dari jam 08.00-14.00 dan
istirahat serta makan siang dari jam 11.00-12.30. proses pendatangan
barang dan pengiriman hasil pekerjaan WBP dilksanakan oleh pihak lapas
sesuai dengan surat kerja sama. Rincian Upah kerja yang diterima adalah
sebagai berikut:
1) Setengah dari harga upah pekerjaan diserahkan kepada WBP yang
bersangkutan
2) Sisanya setelah dipotong retur, diserahkan kepada negara dalam
bentuk PNBP yang disetor setiap bulan
d. Perikanan
422.
Bidang perikanan kurang begitu diminati sehingga warga binaan
e.

yang mengikuti pembinaan ini hanya satu orang


Cucian Mobil dan Motor
423.
Bidang ini diikuti oleh 6 orang warga binaan
Cuci Pakaian/Binatu
424.
Bidang ini diikuti oleh 5 orang warga binaan
Kerajinan Keset
425.
Bidang ini diikuti oleh 9 orang warga binaan
Jahit Pakaian
426.
Bidang ini diikuti oleh 13 orang warga binaan
Sablon
427.
Bidang ini diikuti oleh 4 orang warga binaan
Anyaman Rotan
428.
Bidang ini merupakan bidang yang paling diminati oleh warga

f.
g.
h.
i.
j.

binaan dengan jumlah warga binaan sebanyak 45 orang


k. Pertukangan Kayu

41.

40.

38. 97

39.

429.

Sama seperti perikanan, bidang ini juga nampaknya kurang

diminati oleh warga binaan sehingga yang mengikuti pembinaan bidang ini
hanya satu orang
l. Bengkel Las dan Bubut
430.
Bidang ini diikuti oleh 4 orang warga binaan
431.
3.2 Peranan PKBM Nurjati
432.

PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Nurjati merupakan

mitra Dinas Pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan non formal di


Lembaga Pemasyarakatan klas 1A Cirebon. PKBM diberi kepercayaan oleh
Dinas Pendidikan untuk mengelola terselenggaranya pendidikan non formal di
Lapas Klas 1 Cirebon. Pihak PKBM menyediakan pengadaan guru, alat tulis dan
jadwal penyelenggaraan pendidikan non formal. Dana yang didapat PKBM dari
Dinas Pendidikan dipergunakan untuk menggaji tenaga pengajar dan pengadaan
alat tulis. Walaupun sudah terdaftar menjadi mitra Dinas Pendidikan namun
PKBM masih harus membuat proposal untuk pengajuan dana. Seperti dituturkan
oleh salah seorang pengajar berikut ini
433.
dana itu gak jelas cairnya kapan terus harus mengajukan proposal
juga, biasanya kalau ada dana di Dinas Pendidikan, maka semua PKBM
mengajukan proposal94
434. Keterangan tersebut menunjukan bahwa dana untuk pendidikan non formal
termasuk didalamnya pendidikan non formal tidak ada alokasi secara jelas
dan rutin. Bahkan terkadang untuk menutupi biaya honor guru dan
pelaksanaan ujian, ketua PKBM banyak yang menjual motornya demi tetap
94
Eko Widiastuti, Pengajar Pendidikan Non Formal di Lembaga
Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon

41.

40.

38. 98

39.

berlangsungnya kegitan PKBM. Alokasi Dinas Pendidikan untuk sektor


pendidikan non formal masih dimaklumi mengingat pendidikan non formal
termasuk kesetaraan masih belum diikuti secara serius oleh masyarakat. Hal
ini juga disadari oleh salah seorang guru yang telah mengajar pendidikan
nonformal selama 11 tahun
435.
siswa yang ikut pendidikan paket itu jarang yang serius, ngakunya
dari rumah, sekolah paket, eh nyampe disini malah pacaran dan pergi dengan
pacarnya95
436. Penyebab siswa jarang hadir di pendidikan non formal karena kurang adanya
aturan yang mengikat selain itu kurikulum yang diberikan juga sama dengan
kurikulum pendidikan formal. Hal ini akan menyebabkan siswa cepat jenuh,
yang terikat atuuran di sekolah formal masih suka bolos apalagi yang tidak
terikat aturan dan diberikan kurikulum yang sama.
437.
kurikulum di pendidikan non formal sama dengan pendidikan
formal, kurikulum sama dengan jam yang lebih sedikit, ya udah jadinya gak
beraturan96
438.

Perlu adanya pembaharuan untuk kurikulum di pendidikan formal

termasuk pendidikan non formal agar hasil yang didapat menjadi maksimal.
3.3 Model Kerjasama Pembinaan Berbasis Karakteristik Dinas Pendidikan
Kota Cirebon dengan Lembaga Pemasyarakatan Klas 1A Cirebon

95
ibid
96
Ibid

41.

40.

38. 99

39.

3.3.1

Landasan Hukum Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal Bagi


Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cirebon
439.

Penyelenggaraan pendidikan non formal di lingkungan Lembaga

Pemasyarakatan Klas I Cirebon didasarkan pada Perjanjian kerjasama Nomor


421.9/1349/DISDIK/2010 dan Nomor W8.PP.01.10-03 antara Kepala Dinas
Pendidikan Kota Cirebon, Drs. H. Dedi Windiagiri, MM, M.Pd dengan Kepala
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cirebon, Drs. Nur Achmad Santosa, Bc.IP, SH.
Perjanjian ini memiliki dasar sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
b. Peraturan

Pemerintah

Nomor

17

Tahun

2010

tentang

Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan


c. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
1) Nomor 47 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan
oleh Satuan Pendidikan Non Formal
2) Nomor 50 Tahun 2000 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan
oleh Pemerintah Daerah
3) Nomor 3 Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan non
formal Program Paket A, Paket B dan Program Paket C
4) Nomor 43 Tahun 2009 tentang Standar Tenaga Administrasi
Pendidikan pada Program Paket A, Paket B dan Program Paket
5) Nomor 44 Tahun 2009 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan
Pada Program Paket A, Paket B dan Program Paket

41.

40.

38. 100

39.

d. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional


1) Nomor 086/U/2003 tentang Penghapusan Pelaksanaan Ujian
Persamaan
2) Nomor 0131/U/1994 tentang Program Paket A dan Paket B
3.3.2

Draft Kerjasama

440. Kerjasama antara Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon dengan Lembaga


Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon meliputi lingkup pekerjaan sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan program pendidikan keaksaraan fungsional,
pendidikan non formal program paket A, program paket B dan
program paket C
2. Mengadministrasikan data warga belaja
3. Berkoordinasi dengan bidang pendidikan non formal dan informal
dinas pendidikan kota Cirebon, Penilik Pendidikan Formal dan satuan
Pendidikan Non Formal
441. Berdasarkan perjanjian kerjasama nomor 421.9/1349/DISDIK/2010 dan
Nomor: W8.PP.01.10-03 pasal 3 menyebutkan pelaksanaan

pekerjaan

meliputi:
1. Penyelenggaraan Program Keaksaraan Fungsional diperuntukan bagi
mereka yang dapat membaca dan menulis aksara latin dan ditempuh
selama enam bulan
2. Penyelenggaraan program paket diperuntukan bagi mereka putus
sekolah dasar dan bagi mereka yang telah tamat keaksaraaan

41.

40.

38. 101

39.

fungsional tingkat mandiri dan lama pendidikan ditempuh sampai


dengan enam semester
3. Penyelenggaraan paket B diperuntukan bagi mereka putus sekolah dan
lama pembelajaran ditempuh sampai dengan enam semester
4. Penyelenggaraan program paket C diperuntukan bagi mereka yang
memiliki ijazah SMP dan atau yang sederajat, lama pendidikan
ditempuh sampai dengan enam semester
442. Pada pasal 4 disebutkan mengenai kewajiban yang harus dijalankan oleh
Dinas Pendidikan Kota Cirebon dan Lembaga Pemasyarakatan Klas 1A
Cirebon. Adapun kewajiban Dinas Pendidikan Kota Cirebon adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan bimbingan teknis terhadap penyelenggaraan program
pendidikan Non Formal terhadap warga binaan yang putus sekolah di
Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon
2. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan penyelenggaraan program
pendidikan non formal di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Kota
Cirebon
3. Mengendalikan mutu
4. Menyediakan tenaga pendidik untuk mata pelajaran yang belum dapat
dipenuhi oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon
5. Memberikan bahan ajar sesuai dengan program yang dilaksanakan
oleh Lembaga Pemasyarkatan Klas 1 Cirebon

41.

40.

38. 102

39.

6. Memberikan rekomendasi untuk mendapatkan bantuan anggaaran


penyelenggaraan baik dari pemerintah maupun dari pihak lain
443. Adapun kewajiban Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon adalah sebagai
berikut:
1. Mempersiapkan calon warga belajar binaan
2. Menyediakan ruangan khusus untuk pelaksanaan proses pembelajaran
3. Menjamin keselamatan tenaga pendidik yang diperbantukan oleh
Dinas Pendidikan Kota Cirebon selama proses pembelajaran
berlangsung
4. Menyiapkan adminstrasi calon warga belajar buku induk, absensi
tenaga pendidik dan warga belajar serta fotocopi ijazah setingkat lebih
rendah untuk program paket B dan program paket C, akta lahir serta
dokumen pendukung lainnya
444.
445.
446. BAB IV
447. REALITAS KERJASAMA PEMBINAAN NARAPIDANA
BERBASIS KARAKTERISTIK DINAS PENDIDIKAN KOTA
CIREBON DENGAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS 1A
CIREBON
448.
4.1 Jumlah Narapidana yang Ikut Pendidikan non formal

41.

40.

38. 103

39.

449.

Pendidikan non formal merupakan salah satu program pemerintah

Kabupaten Cirebon dalam hal ini Dinas Pendidikan Kota Cirebon. Dalam
penyelenggaraan pendidikan non formal Dinas Pendidikan Kota Cirebon
bekerjasama dengan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM). Salah satu
kelompok belajar yang mengadakan kegiatan belajar mengajar adalah Lembaga
Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon yang pengelolaannya dilakukan oleh PKBM
Nurjati. Penyelenggaraan pendidikan non formal di Lapas klas 1 Cirebon telah
berlangsung selama 6 tahun sejak ditandatanganinya draft kerjasama antara Dinas
Pendidikan Kota Cirebon dengan Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon.
450.

Berdasarkan data yang didapat dari Lembaga Pemasyarakatan Klas

1 Cirebon jumlah narapidana sebanyak 698 orang dari jumlah tersebut 75 orang
tidak lulus SD 47 orang tidak lulus SMP dan 49 tidak lulus SMA. Jadi yang tidak
tamat pendidikan sembilan tahun sebanyak 171 orang. Berikut ini tabel jumlah
narapidana yang lulus dan tidak lulus pendidikan 9 tahun
451.
452.
N
459.
1
463.
2
467.
3
471.
4
475.
5
479.
6

41.

Tabel 4.1 Riwayat Pendidikan Narapidana Klas 1A Cirebon

453. Pendidikan

454. Jumlah
458. Tidak
457. Lulus
Lulus

460. SD

461. 133

462. 75

464. SMP

465. 128

466. 47

468. SMA

469. 205

470. 49

472. DIPLOMA

473. 12

474. -

476. S1

477. 27

478. -

480. S2

481. 5

482. -

40.

38. 104

39.

483.
7

484. Buta Huruf

485. 24

486. -

490.

487. Total
488. 534
Sumber: Lapas Klas 1A Cirebon

489. 171

491.

Berdasarkan data yang didapat dari Lapas Klas 1 Cirebon juga

hanya 86 orang yang mengikuti pendidikan non formal yang terdiri dari 43 orang
pendidikan non formal paket B dengan komposisi 25 orang klas 2 dan 18 orang
klas 3 dan yang mengikuti paket C berjumlah 43 orang dengan komposisi 22
orang klas 2 dan 21 orang klas 3. Berikut ini tabel narapidana yang mengikuti
pendidikan non formal Paket B dan Paket C
492.

Tabel 4.2 Peserta Kesetaraan Paket B


494. Klas 2

493.
N

497. Nama

501.

495. Klas 3
498. Pi

500. Pi

499. Nama

a
503. 10

a
505. 9

504. Rokimin bin

502. Adi Daryono


1

th

506.
2

41.

th
510. 1

508. 14
507. Amud Bin Ala

511.

Casan
509. Ibrahim

th
512. Boby Saputra

513. 8
th

514. Taher
Maulana

th
515. 1
0

40.

38. 105

39.

T
h
520. 1
516.

518. S

519. Maman

517. Budiman
4

2
H

Suherman
th
525. 1

521.

523. S

524. Sigit

522. Edhy
5

2
H

Nugraha
th
530. 1

526.

528. 15

529. Emas Agung

527. Endrian Frendi


6

5
th

K
th
535. 1

531.

533. 19
532. Fandi

534. Lili Haeruli

th

536.

538. S

539. Tan

th
540. 6

537. Hadi
8
541.

H
543. 14

Leonardo
544. Saeful

th
545. 6

th

Rohman

th
550. 1

542. Heri Gunawan


9
546.

548. 15

549. Mohamad

547. Jujun Junaedi


10

5
th

551.

41.

th
555. 8

553. S
552. Jojon

11
556.

Hendra

557. Mamad

554. Aripin
H
558. 15

559. Iing Ibrahim

th
560. 8

40.

38. 106

39.

12
561.

th
563. 20
562. Margi Sutrisno

13

th
564. Deni Laruci

565.

th
570. 2

566.

568. 9
567. Mustabiah

14

569. Herlambang

th
th
575. 1

571.

573. 13
572. Midi

15

574. Mujamil

th
th
580. 1

576.

578. 10
577. M. Saad

16

579. Hendra

th

581.

583. 15

584. Ryan Atarik

th
585. 8

582. Pepe bin Aji


17
586.

587. Rohadim Bin

th
588. 20

th
590. 8

589. Daryanto
18
591.

Kicung

th
593. S

592. Saepulloh bin Uwan


19
596.
20
601.

597. Tri Muhammad


Hadi

41.

594.

595.

599.

600.

604.

605.

H
598. 12
th
603. 20

602. Toni Priyatna


21

th

th

40.

38. 107

39.

606.

608. 11
607. Ujang Iskandar

22
611.

609.

610.

614.

615.

619.

620.

th
613. 15
612. Chandra Putra

23
616.

th
618. 8
617. Agung Kurniawan

24
621.

th
623. 17
622. Heri Hermawan

624.
th
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon

25
626.

627.

Tabel 3.3 Daftar Nama Warga Belajar Paket C Lembaga


Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon

629. Klas 2
633. Pi
628.
N

625.

630. Klas 3
634. Nama

d
632. Nama

635. Pi
d
a
n
a

n
a
636.

639. Adi
Bing
Slamet

638. 14
637. Aab bin Pahrudin
th

641.

643. 8
642. Abdullah

2
646.

th
648. 12

644. Deni
Damhuri
649. Yadi Supriadi

650. 9
th

654. Fitra
Ramadani

655. 9
th

659. Agus
Rahman

660. 7
th

647. Afri Anton N


3
651.

th
653. 12
652. Asep Supriyani

4
656.

th
658. 18
657. Ayut Saepudin

41.

640. 2
T
H
2
1
bl
n
645. 9
th

th
40.

38. 108

39.

661.

663. 20

664. Faisal
669. Dadang
Sujono

665. 1
7
th
670. S
H

674. Deden
Supriadi

675. 5
th

679. Cahaya
Ningrat

680. 5
th
6
bl
n
685. 5
th

662. Dede Hendri S


6
666.

th
668. 17
667. Dian Hermawan

7
671.

th
673. 20
672. Hendra

8
676.

th
678. 11

677. Herman bin Ipin


th

681.
683. S
1

684. Asep
Muhammad I

682. Imat bin Mahya


H

686.

689. Ituk Bin Sardi

690. 1
5
th

694. Achmad
Taufik

695. 1
1
th
n
3
bl
n
700. 4
th

688. 20
1

687. Marjo
th

691.
693. 13
1
692. Moch. Fajri

,6
th

696.
698. 17
1

699. Bambang
Sutrisno

697. Obang Solehudin


th

701.

704. Didik Juliardi

705. 6
th

709. Jamaludin

710. 1
2
th

703. 9
1

702. Suhendra
th

706.
708. 10
1

707. Sulaiman
th

41.

40.

38. 109

39.

711.
713. 8
1

714. Bima Abdul


Saleh

715. 6
th

719. Muhamad
Arif

720. S
H

724. Muh. Salek

725. 8
th

729. Yogi
Firrmansyah

730. 6
th

734. Ari Martono

735. 5
th

739. Diki Rosami

740. 2
0
th

744.

745.

712. Surya Abadi


th

716.
718. S
1

717. Usman Gunawan


H

721.
723. 12
1

722. Wawan Setiawan


th

726.
728. 10
1

727. Yuswandy
th

731.
733. 15
2

732. Boy Winardi


th

736.
738. 20
2

737. Yunus Cristopel


th

741.
743. 15
2

742. Tursani
th

746.

Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon

747. Menurut pegawai Lapas, bagian staf penjagaan, Lapas hanya menyediakan
pendidikan untuk kelas 2 dan klas 3 sedangkan kelas 1 tidak
diselenggarakan.

41.

40.

38. 110

39.

748. penyelenggaraan pendidikan non formal hanya untuk kelas 2 dan kelas 3,
Lapas tidak menyelenggarakan kelas 1 karena keterbatasan kapasitas, lapas
hanya memiliki dua ruang kelas belajar97
749.
750. Selain tidak diselenggarakan pembelajaran untuk klas 3, lapas juga tidak
menyelenggarakan pendidikan non formal paket A. Penyebabnya sama yaitu
terbatasnya ruangan yang dimiliki oleh Lapas yang digunakan untuk proses
pembelajaran. Padahal menurut amanat Undang-Undang no... selain itu
berdasarkan perjanjian kerjasama antara Dinas Pendidikan dan Lapas Klas 1
Cirebon pada pasal 3 ayat 2 mengenai pelaksanaan pekerjaan menyebutkan
bahwa penyelenggaraan program paket diperuntukan bagi mereka putus
sekolah dasar dan bagi mereka yang telah tamat keaksaraan fungsional
tingkat mandiri dan lama pendidikan ditempuh sampai dengan enam
semester. Ketika ditanyakan lebih lanjut kepada pegawai Lapas bagian staf
seksi Bimkemasy Laps Klas 1 Cirebon menyebutkan bahwa tugas tersebut
merupakan tugas Dinas Pendidikan
751. Lapas hanya menyediakan tempat dan narapidana, adapun mengenai
manajemen kami serahkan kepada Dinas Pendidikan dan PKBM98
752. Dalam pelaksanaannya pun tidak semua warga binaan termasuk tidak tamat
SD mengikuti pendidikan non formal. Warga binaan yang boleh mengikuti
pendidikan non formal dilihat dari hal sebagai berikut:
1. Telah menamatkan pendidikan Sekolah Dasar
97
Cecep Supriyatna, Pegawai Lapas Kelas 1 Cirebon bagian staf
penjagaan
98
Johari, Pegawai Lapas Kelas 1 Cirebon, staf seksi Bimkemasy

41.

40.

38. 111

39.

753.

Hal ini dikarenakan penyelenggaraan pendidikan non

formal yang ada di lapas hanya paket B dan paket C, tidak ada paket A
2. Tidak putus di klas 1 SMP atau SMA
754.

Hal ini dikarenakan penyelenggaraan pendidikan non

formal dimulai dari klas 2, tidak ada klas 1


3. Jika warga binaan telah menyelesaikan pendidikan non formal paket B
maka dia langsung mengambil klas 2 paket C, karena klas 1 tidak ada
755.

Hal ini jelas akan mengurangi hak warga binaan lain yang putus

sekolah dasar padahal pendidikan sembilan tahun adalah hak bagi setiap warga
negara tak terkecuali warga binaan. Jika dari SMP klas 3 langsung ke SMA klas 2
maka warga binaan tidak akan dapat menyerap ilmu secara maksimal sedangkan
soal ujian sama dengan pendidikan formal. Hal ini menandakan penyelenggaraan
pendidikan non formal belum dilaksanakan secara optimal.
756.

Menurut penuturan pegawai Lapas, bagian staf seksi Bimkemasy,

Johari, menyebutkan bahwa tidak ada paksaan mengenai warga binaan yang akan
menyelenggarakan pendidikan non formal
757. kami melakukan pemanggilan terhadap narapidana yang tidak tamat SMP
dan SMA kemudian menanyakan kesediaan mereka mengikuti pendidikan
non formal dan memberikan saran agar mereka mengikuti pendidikan non
formal, kalau mau ikut silahkan kalau tidak pun tidak apa-apa99
758. Tidak ada funishment bagi narapidana yang tidak mengikuti pendidikan non
formal namun dnegan mereka mengikuti pendidikan non formal merupakan
nilai tambah untuk nilai kelakuan baik mereka yang akn diakumulasi dan
99
ibid

41.

40.

38. 112

39.

berakibat untuk pemberian remisi. Pernyataan serupa pun disampaikan oleh


salah seorang narapidana
759. tidak semua teman sekamar saya mengikuti pembelajaran paket,
pembelajaran kejar paket ini diikuti oleh teman-teman yang berniat
mengikuti pembelajaran saja (tidak ada paksaan dari pihak lain).100
760.
761. Namun ketika mereka sudah menyatakan kesediaan untuk mengikuti
pendidikan non formal maka konsekuensinya harus hadir pada setiap
pembelajaran. Menurut pengakuan dari pegawai Lapas Klas 1A bidang
penjagaan, Cecep Supriyatna menyebutkan bahwa narapidana yang
mengikuti pendidikan non formal harus dipaksa-paksa ketika mengikuti jam
pembelajaran, petugas lapas yang berjaga harus menjemput setiap tahanan
ke kamarnya masing-masing ketika guru pengajar sudah datang. Walaupun
demikian berdasarkan pengakuan dari dua orang narapidana yang
diwawancarai semuanya merasa senang mengikuti pembelajaran paket,
alasannya adalah untuk menambah pengetahuan dan kelak ketika sudah
keluar nanti dapat ijazah untuk melamar pekerjaan
1.1.1

Jadwal Kegiatan Penyelenggaraan Pendidikan non formal


762.

Jadwal merupakan hal penting yang harus dibuat agar pelaksanaan

pembelajaran berjalan dengan lancar. Jadwal kegiatan penyelenggaraan


pendidikan dibuat oleh Dinas Pendidikan dan PKBM. Berikut ini jadwal kegiatan
penyelenggaraan pendidikan non formal
763.

Tabel 4.4 Jadwal Penyelengaraan Pendidikan non formal Paket B

100
ibid

41.

40.

38. 113

39.

764. Ha
ri

765. Waktu

766. Mata
Pelajar
an

767. Nama
Tutor

769. Se
nin

770. 08.0009.00
771. 09.0010.00

772. Matem
atika
773. PKN

774. Ayu
Yulian
775. Agus

780. Sel
asa

781. 08.0009.00
782. 09.0010.00

783. B.
Indone
sia
784. IPS

785. Wiwi
Turwi
786. Giril
Fidli

791. Ra
bu

792. 08.0009.00
793. 09.0010.00

794. B.
Inggris
795. IPA

796. Yanti
Yulianti
797. Eko
Widiati

802.

768. Keter
angan
776.
VI
777.
IX
787.
VI
788.
IX
798.
VI
799.
IX

778. I
X
779. V
I
I
I
789. I
X
790. V
I
I
I
800. I
X
801. V
I
I
I

Sumber : PKBM Nurjati

803.
804.

Tabel 4.4 Jadwal Penyelengaraan Pendidikan non formal Paket C

805. H
ari

806. Waktu

810. K
a
m
is

811. 08.0009.00
812. 09.0010.00

807. Mata
Pelajara
n
813. Matema
tika
814. B.
Indones
ia

822. 08.00824. PKN


09.00
825. Geograf
823. 09.00i
10.00
833. 08.00- 835. Ekono
832. Sa
09.00
mi/Sos
bt
834. 09.00- 836. Bhs.
u
10.00
Inggris
843. Sumber : PKBM Nurjati
821. Ju
m
at

41.

808. Nama
Tutor

809. Ketera
ngan

815. Ayu
Yulian
816. Wiwi
Turwi

817.
XI
818.
XII

819.
XII
820.
XI

826. Darmawa
n
827. Erna
Aprilia
837. Eko
Widiati
838. Hadi
Purwadi

828.
XI
829.
XII
839.
XI
840.
XII

830.
XII
831.
XI
841.
XII
842.
XI

40.

38. 114

39.

844.

Berdasarkan jadwal tersebut berarti kegiatan belajar mengajar

dilakukan selama 3 kali dalam seminggu. Hal ini sama seperti apa yang
diungkapkan oleh warga binaan
845. jam pembelajaran paket C ini dilaksanakan 3 hari dalam sepekan, karena 3
hari lainnya dalam setiap pekan untuk mengisi kegiatan lapas lainnya101
846. saya mengikuti pembelajaran paket dalam satu minggu tiga
kali102
847. Pendidikan non formal memang tidak harus diselenggarakan setiap hari
apalagi terhadap warga binaan yang juga memiliki aktivitas lainnya.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan salah satu narapidana
didapat keterangan bahwa mereka sangat senang mengikuti pendidikan non
formal namun ada beberapa hal yang mereka usulkan
848. saya rasa pembelajaran yang seperti biasa dilaksanakan sudah cukup baik,
waktu dan jam pelajarannya pun tidak terlalu padat sehingga kami pun dapat
mengikuti pembelajaran dengan relax/santai (tidak menjenuhkan), namun
satu saran saya kalau bisa pihak lapas ataupun Dinas Pendidikan
mengadakan pembelajaran khusus seperti les les bahasa (asing/daerah)
kursus komputer, kursus music/seni ataupun pembelajaran khusus lainnya103
849. Berdasarkan penuturan narapidana tersebut ternyata selama ini tidak
diselenggarakan pengajaran pendidikan bahasa Inggris sedangkan dijadwal
101
Dadang Sujono Bin elon, warga binaan peserta program belajar
paket C
102
Budiman, warga binaan peserta program belajar paket B
103
Dadang Sujono Bin elon, warga binaan peserta program belajar
paket C

41.

40.

38. 115

39.

tercantum jadwal pelajaran bahasa Inggris. Selain itu ketika ujian nasional
dilaksanakan para peserta juga mengerjakan soal bahasa Inggris padahal
mereka tidak pernah mendapat pelajaran bahasa Inggris sama sekali. Ketika
masalah ini ditanyakan kepada pegawai Lapas, pihaknya menyebutkan
bahwa pihak lapas tidak pernah mengajukan kekurangan guru kepada Dinas
Pendidikan.
850. kami tidak pernah mengajukan terkait guru kepada Dinas Pendidikan
maupun PKBM karena bukan menjadi wewenang kami, tugas Lapas hanya
menyediakan tempat dan warga binaan, jadi kalau ada inisiatif pengadaan
guru ya itu menjadi wewenang Dinas Pendidikan dan PKBM.104
851. Hal ini jelas terlihat kurangnya koordinasi antara Dinas Pendidikan Kota
Cirebon dan Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon. Padahal jika melihat
perjanjian kerjasama antara Dinas Pendidikan dan Lembaga Pemasyarakan
Klas 1 Cirebon pada pasal 4 mengenai kewajiban pihak pertama yaitu Dinas
Pendidikan menyebutkan bahwa Dinas Pendidikan menyediakan tenaga
pendidik untuk mata pelajaran yang belum dapat dipenuhi oleh Lembaga
Pemasyarakaatan. Mungkin jika ada usulan dari Lembaga Pemasyarakatan
untuk pengadaan guru bahasa Inggris bisa dihadirkan apalagi perjanjiannya
sudah jelas tertera pada draft yang ditandatangani oleh kedua belah pihak
bahkan oleh Menteri Hukum dan Ham.
852.

Menurut penuturan pegawai Lapas bagian penjagaan, Cecep

Supriyatna, pengajaran bahasa inggris tidak diselenggarakan karena gurunya


mengundurkan diri, berikut penuturannya
104
Johari, Pegawai Lapas Klas 1 Cirebon, Staf seksi bimkemasy

41.

40.

38. 116

39.

853. Dulu ada yang mengajar bahasa Inggris namanya Ibu Lia tetapi sekarang
udah gak ada karena mungkin ibu Lia tersebut banyak mengajar di tempat
lain sehingga jadwalnya padat dan memilih mengajar di tempat lain karena
honornya mungkin lebih besar 105
854.
4.2 Suasana Kelas dalam Penyelenggaraan pendidikan non formal
855.

Penyelenggaraan pembelajaran di klas menggunakan dua klas

yang dipakai secara bergantian. Ruang klas tersebut memiliki luas kurang lebih 20
meter persegi. Didalamnya hanya dilengkapi fasilitas papan tulis dan kipas.
Menurut penuturan pegawai Lapas bagian penjagaan, Cecep Supriyatna
menyebutkan bahwa Dari pihak Dinas sendiri, warga binaan hanya diberikan
buku tulis.
856. Jadi ketika mereka pergi sekolah tinggal melipat buku tulisnya kemudian
dimasukkan ke dalam saku celana106
857.

Padahal berdasarkan draft kerjasama antara Dinas Pendidikan dan

Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon pada pasal 4 mengenai kewajiban


disebutkan bahwa kewajiban Dinas Pendidikan adalah memberikan bahan ajar.
Untuk bahan ajar sendiri tidak hanya sebatas buku tulis tetapi juga buku buku
pelajaran seperti yang diberikan kepada sekolah-sekolah lain pada umumnya.
Menurut penuturan salah satu pengajar, Ibu Eko menyebutkan bahwa warga
binaan kurang merespon apabila diberikan bahan ajar
858.

dulu sempat diberikan LKS tapi boro-boro dikerjain107

105
Cecep Supriyatna, Pegawai Lapas Klas 1 cirebon, Staf Penjagaan
106
Ibid

41.

40.

38. 117

39.

859. LKS merupakan Lembar Kerja Siswa yang harus diisi oleh warga binaan
sedangkan bahan ajar adalah buku pelajaran dimana warga binaan dapat
membaca buku-buku tersebut sebagai tambahan pengetahuan bagi mereka.
Kondisi lingkungan yang tertutup dan bertemu dengan orang yang sama
setiap harinya akan membuat rasa jenuh bagi warga binaan. Dengan adanya
penyelenggaraan pendidikan non formal di Lapas Klas 1 Cirebon, warga
binaan mendapat atmosfer yang baru. Berdasarkan wawancara yang
dilakukan terhadap dua orang warga binaan keduanya memiliki motivasi
untuk belajar
860.

Menurut penuturan salah satu guru pengajar yang sudah sebelas

tahun bekerja sebagai pengajar pendidikan non formal, mengajar warga binaan
lebih teratur karena dibantu oleh pihak Lapas untuk mendatangkan warga binaan
untuk datang tepat waktu ke klas. Hal ini berbeda dengan mengajar pendidikan
non formal di tempat lain, murid yang hadir sangat sedikit dan jarang yang hadir
tepat waktu. Selain itu warga binaan lebih antusias dibandingkan dengan murid
pendidikan non formal di tempat lain
861. Warga binaan lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran, mereka
banyak bertanya tentang dunia luar. Kebetulan karena saya mengajar
sosiologi jadi waktu mengajar saya lebih banyak membangun interaksi lewat
Tanya jawab108
862.

107
Eko Widiastuti, Pengajar Program Pendidikan Non formal di Lapas
Klas 1 Cirebon
108
Ibid

41.

40.

38. 118

39.

863. Mengobrol dengan warga binaan memang diperbolehkan asal terjadi pada
saat kegiatan belajar mengajar dan guru pengajar tidak diperkenankan
mengobrol dengan warga binaan pada saat di luar klas dan di luar jam
pelajaran. Hal ini sebagai salah satu bentuk perlindungan juga untuk tenaga
pengajar.
864. Walaupun saya memperbolehkan warga binaan untuk mengobrol dengan
saya di dalam klas namun saya juga harus membatasi diri dan bersikap tegas
terhadap mereka karena kalau kita terlalu open mereka akan melunjak.
Mba bayangkan warga binaan tidak pernah ketemu perempuan dan
sekalinya mereka ketemu dengan perempuan kalau kita gak tegas ya mereka
akan godain saya109
865.
866. Metode pembelajaran yang diberikan oleh guru kepada warga binaan
didasarkan kepada kurikulum yang sudah disediakan oleh Dinas Pendidikan
Kota Cirebon.
867. Sampai saat ini metode yang saya gunakan untuk mengajar adalah
menggunakan metode ceramah110
868.
869. Menurut penuturan dua orang narapidana yang diwawancarai yaitu Dadang
Sujono bin Elon yang mengikuti pendidikan non formal Paket C dan
Budiman yang mengikuti pendidikan non formal paket B, keduanya
menyebutkan dua hal yang berbeda. Menurut penuturan Dadang Sujono
menyebutkan bahwa suasana pembelajaran sangat mengasyikan dan terus
mendorong dia untuk menimba ilmu, karena menurutnya orang yang
beruntung adalah orang yang terus menimba ilmu dan haus akan ilmu
109
Ibid
110
Ibid

41.

40.

38. 119

39.

pengetahuan. Sedangkan menurut Budiman menyebutkan bahwa baginya


suasana pembelajaran di saat sedang enak pikiran sangat mengasyikan tetapi
manakala pikirannya kurang enak terkadang suka muncul rasa jenuh namun
saya tetap mengikutinya. Berdasarkan penuturan tersebut pada dasarnya
narapidana yang mengikuti pendidikan non formal sangat antusias tinggal
bagaimana seorang tutor dapat memberikan pembelajaran dengan metode
berbeda yang tentunya akan membuat suasana pembelajaran lebih
mengasyikan tanpa mengesampingkan pemahamaan peserta tentang
keilmuan yang diajarkan. Berdasarkan penuturan bu Eko, salah satu pengajar
di Lapas menyebutkan bahwa beliau hanya menggunakan metode ceramah
dalam mengajar para narapidana padahal banyak metode pembelajaran yang
bisa digunakan. Selain itu berdasarkan penuturan Dadang Sujono, peserta
pendidikan non formal menyebutkan bahwa apabila ditambahkan
pengajaran mengenai bahasa asing, komputer atau seni maka ilmu yang
didapatkan akan lebih bermanfaat lagi.
870.

Selama ini kurikulum antara pendidikan formal dan pendidikan

non formal memang tidak dibedakan


871. kurikulum yang saya dapatkan untuk mengajar ya kurikulum yang berasal
dari Dinas Pendidikan dan itu sama dengan kurikulum pendidikan formal 111
872.
873. Tutor yang mengajar di pendidikan non formal yang ada di lapas memang
tidak semuanya memiliki latar belakang sebagai pendidik, salah satu

111
Ibid

41.

40.

38. 120

39.

contohnya adalah Ibu Eko yang ternyata merupakan lulusan Ilmu Sosial dan
Politik.
874.

Hal ini menjadi sala satu indikator bahwa pendidikan non formal

khususnya pendidikan non formal kurang mendapat perhatian dari pemerintah.


Indikator yang lain adalah ketersediaan dana yang dialokasikan untuk pendidikan
non formal sangatlah minim. Hal ini disampaikan oleh salah seorang pengajar
yang juga anggota dari PKBM sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran
kejar

paket

menyebutkan

bahwa

dana

yang

didapat

PKBM

untuk

menyelenggarakan kegiatan pembelajaran kejar paket tidak didapat secara


berkelanjutan dan otomatis tetapi harus mengajukan proposal terlebih dahulu
875. kadang ketua PKBM menjual motornya untuk menyelenggarakn
pendidikan non formal kejar paket yang digunakan untuk membayar honor
dan pengajar serta pelaksanaan ujian, terkadang juga honor kami dibayar
dengan direkap, jadi tidak mesti sebulan sekali kadang dua bulan sekali atau
tiga bulan sekali tergantung dari cairnya anggaran 112
876.
877. Menurut penuturan Bu Eko, Kelompok Beringin yaitu kelompok belajar
kesetaraan Napi di lapas merupakan kelompok yang sering dijadikan contoh
dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan non formal. Hal ini terjadi
karena kelompok Beringin terkenal disiplin dan muridnya selalu ada.
Menurut

penuturan

ibu

Eko,

Dinas

Pendidikan

paling

suka

menyelenggarakan pendidikan non formal di instansi-instansi karena


realisasinya ada seperti muridnya banyak kalau yang ikut ujian juga
orangnya gak fiktif tetapi memang benar-benar ada.

112
Ibid

41.

40.

38. 121

39.

878. lapas mah jadi anak emas Dinas Pendidikan mas, kalau mengajukan dana
untuk kegiatan lapas itu cairnya pasti selalu cepat beda dengan kelompok
belajar yang lain. Selain itu kalau ada liputan tentang pelaksanaan ujian
nasional pendidikan non formal pasti peliputannya di Lapas begitu pula jika
ada kunjungan dari pusat pasti diarahkannya ke kelompok belajar Beringin
113
879.
880.
4.3 Dampak Adanya Penyelenggaraan Pendidikan non formal di Lapas
Klas 1 Kota Cirebon
881. Tidak

semua

lembaga

pemasyarakatan

yang

ada

di

Indonesia

menyelenggarakan pendidikan non formal. Hal ini diungkapkan oleh


pegawai lapas bagian staf penjagaan
882. mungkin di jawa Barat saja hanya lapas klas 1 Cirebon saja yang
menyelenggarakan pendidikan non formal
883. Penyelenggaraan pendidikan non formal di Lapas Klas 1 Kota Cirebon
dilaksanakan karena menjalankan amanat undang-undang tentang sistem
pembinaan di lembaga pemasyarakatan. Pembinaan yang dilaksanakan di
lembaga pemasyarakatan klas 1 Cirebon didasarkan pada Undang-Undang
nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Lembaga pemsyarakatan
sebagai ujung tombak diharapkan mampu untuk membina warga binaan
sehingga bisa berdayaguna dan menjadi manusia yang lebih baik serta dapat
diterima kembali oleh masyarakat. Pelaksanaan pembinaan narapidana ini
didasarkan pada pola pembinaan narapidana yang telah dikeluarkan oleh
Departemen Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri
Kehakiman RI Nomor. M. 022-PK.04. 10 Tahun 1990 meliputi pendidikan,
113
Ibid

41.

40.

38. 122

39.

rehabilitasi dan reintegrasi. Hal ini sesuai dengan penuturan pegawai lapas
bagian staf bimkemasy
884.penyelenggaraan pendidikan non formal di Lapas Klas 1 Cirebon adalah
dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang114
885.Memang belum ada dampak yang signifikan dari adanya penyelenggaraan
pendidikan non formal mengingat juga masih banyak kendala-kendala yang
dihadapi. Namun berikut ini penuturan ke dua warga binaan terkait dampak
yang dirasakan dari mengikuti pendidikan non formal
886.untuk sementara saya masih di sini (lapas) selain pengetahuan saya
bertambah, setelah menempuh pembelajaran paket ini, memang belum ada
perubahan lain terhadap diri saya, namun saya yakin ke depannya pasti akan
ada perubahan positif yang lebih berguna khussunya untuk diri saya setelah
menempuh pembelajaran paket C ini115
887.perubahan yang saya dapatkan selama mengikuti pembelajaran paket,
pertama saya mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan, kedua perubahan
dari kesalahan tentang sudut pandang saya dulu, mungkin waktu dulu saya
menganggap sekolah itu biasa-biasa saja. Namun menurut pandangan saya
sekarang sekolah itu sangatlah penting karena ilmu pengetahuan yang
didapatkan dari bangku sekolah sangat bermanfaat baik buat diri sendiri
maupun buat orang lain116
888.Dari penuturan ke dua warga binaan tersebut dapat dilihat bahwa warga
binaan

yang

pertama

memang

belum

merasakan

dampak

dari

114
Johari, Pegawai Lapas Klas 1 Kota Cirebon, Staf Seksi Bimkemasy
115
Dadang Sujono Bin Elon, warga binaan peserta program belajar
paket C
116
Budiman, warga binaan, peserta program belajar paket B

41.

40.

38. 123

39.

terselenggaranya pendidikan non formal ini selain menambah ilmu


pengetahuan. Hal ini bisa terjadi karena warga binaan ini baru menempuh
pendidikan non formal selama 8 bulan sedangkan warga binaan yang ke dua
selain mendapat ilmu pengetahuan dia juga mampu merubah mindsetnya
mengenai arti pentingnya sebuah pendidikan. Warga binaan ini telah
menempuh pendidikan non formal selama dua tahun. Dalam waktu dua
tahun dia mampu merubah cara pandang yang salah mengenai dunia
pendidikan. Seperti yang kita tahu yang paling berarti dalam menuntut ilmu
adalah merubah cara berfikir dan merubah mindset ini merupakan cara yang
paling sulit. Berkali-kali mengikuti seminar seminar tentang bagaimana
merubah cara berfikir bahkan puluhan juta dihabiskan untuk membeli buku
tentang cara merubah pola pikir. Tetapi warga binaan ini hanya dengan
mengikuti pendidikan non formal mampu menggeser mindsetnya dari yang
tidak peduli pendidikan menjadi peduli dengan pendidikan. Cara untuk
merubah perilaku seseorang adalah dengan mengubah mindsetnya. Selain
menambah ilmu dan perubahan mindset, pendidikan non formal juga mampu
menambah semangat dan motivasi untuk tidak berputus asa dan tetap
memiliki harapan. Berikut ini adalah penuturan ke dua warga binaan
mengenai alasan mereka mengikuti kegiatan pendidikan non formal
889. besar harapan saya setelah saya bebas nanti, saya dapat diterima dengan
baik oleh masyarakat luar/lingkungan saya tinggal. Oleh karena itu saya
mengikuti pembelajaran paket C supaya saya memiliki bekal untuk salah
satu persyaratan masuk kerja ataupun melanjutkan sekolah kejuruan117
117
Dadang Sujono, warga binaan, peserta program belajar paket C

41.

40.

38. 124

39.

890. alasan saya mengikuti pelajaran kejar paket di lapas pertama, selagi
mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan pendidikan saya dan yang ke
dua agar saya mendapatkan berbagai tambahan ilmu-ilmu yang
bermanfaat118
891. Warga binaan yang pertama, mengikuti pendidikan paket kesetaraan baru
delapan bulan namun dia memiliki optimisme dan harapan untuk kembali ke
tengah-tengah masyarakat, padahal dia divonis hukuman seumur hidup.
Dengan demikian pendidikan dan pembinaan yang ada di lembaga
pemasyarakatan mampu untuk menambah pengetahuan, menumbuhkan
optimisme dan harapan serta mampu merubah pola pikir. Warga binaan yang
ke dua karena pola pikirnya telah bergeser menjadi sangat menghargai
pendidikan maka alasan dia mengikuti pendidikan non formal adalah agar
ilmunya bertambah dan tingkat pendidikannya naik.
892. Selain dari kedua warga binaan tersebut, keterangan mengenai dampak
penyelenggaraan pendidikan non formal di lembaga pemasyarakatan klas 1
Cirebon didapat juga dari pegawai lapas bagian staf bimkemasy dan
dampak yang dirasakan dari adanya penyelenggaraan pendidikan non
formal ini adalah bertambahnya pengetahuan warga binaan
893. Sedangkan menurut bagian staf penjagaan, dampak dari adanya
penyelenggaraan pendidikan non formal ini dapat dilihat dari tata krama dan
kesopanan yang ditunjukan oleh warga binaan.
894. 4.4 Koordinasi antar Instansi Terkait
118
Budiman, warga binaan, peserta program belajar paket B

41.

40.

38. 125

39.

895.

Koordinasi sangat diperlukan dalam mendukung terselenggaranya

sebuah kegiatan. Koordinasi meliputi instansi-instansi yang terkait dalam


penyelenggaraan kegiatan tersebut. Instansi yang terkait dalam penyelenggaraan
pendidikan non formal di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon diantaranya
adalah Dinas Pendidikan,
896.

Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon dan PKB Nurjati dalam

hal ini merupakan pihak yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan untuk
menyelenggarakan Pendidikan non formal di Lembaga Pemasyarakatan klas 1
Cirebon. Koordinasi diantara instansi terkait penyelenggaraan pendidikan non
formal memang masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya guru yang
mengajar bahasa Inggris padahal dijadwalnya ada dan merupakan salah satu mata
pelajaran yang diujiankan. Pihak Lapas tidak mau mengajukan usul untuk
pengadaan guru bahasa Inggrris sedangkan pihak Dinas Pendidikan sendiri tidak
memiliki tindakan apapun begitupulan dengan PKBM, padahal pengadaan guru
merupakan tanggungjawab Dinas Pendidikan dan PKBM.
897.

Berdasarkan draft perjanjian kerjasama antara Dinas Pendidikan

dan Lembaga Pemasyarakatan pada pasal 4 mengenai kewajiban, Dinas


Pendidikan

berkewajiban

memantau

dan

mengevaluasi

pelaksanaan

penyelenggaraan program pendidikan non Formal dan mengendalikan mutu.


Namun kedua hal tersebut belum dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Cirebon,
pemantauan dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Cirebon hanya dialkukan
pada saat pelaksanaan Ujian nasional. Hal ini setidaknya diutarakan oleh salah
seorang pengajar PKBM

41.

40.

38. 126

39.

898. di perjanjiannya memang ada evaluasi yang harus dilakukan oleh Dinas
Pendidikan namun pada kenyataannya tidak pernah ada, paling Dinas
Pendidikan hadir saat ujian nasional diselenggarakan119
899. Pendapat yang serupa diungkapkan oleh Pihak Lapas
900. tidak ada evaluasi ataupun pertemuan karena yang seharusnya evaluasi itu
ya PKBM dengan Dinas Pendidikan, kan tugas Lapas hanya menyediakan
tempat dan warga binaan120
901. Tidak jauh berbeda dengan kedua pihak tersebut, warga binaan juga turut
memberikan pendapat
902. pihak lapas mengunjungi kami dan mengawal pelaksanaan Ujian nasional
berlangsung sedangkan dari pihak Dinas Pendidikan pernah mengunjungi
kami saat pelaksanaan Ujian Nasional berlangsung121
903. selama saya mengikuti pembelajaran paket dari dinas pendidikan selain
para guru belum pernah dikunjungi sedangkan pegawai lapas hadir disaat
mengabsen siswa dan disaat pengambilan photo saat sedang belajar122
904.

Dari ke tiga pihak tersebut terlihat bahwa evaluasi dan peningkatan

mutu belum dilakukan oleh Dinas Pendidikan, begitujuga koordinasi dengan


pihak terkait lainnya. Evaluasi itu penting dilakukan untuk melihat apa saja
kemajuan yang sudah didapat dan apa saja kendala-kendala yang dialami. Tidak
119
Eko Widiastuti, pengajar pendidikan non formal di Lapas Klas 1
cirebon
120
Johari, pegawai lapas klas 1 Cirebon, staf seksi bimkemasy
121
Dadang Sujono bin Elon, warga binaan, peserta program belajar
paket C
122
Budiman, warga binaan, peserta program belajar paket B

130.

41.

40.

38. 127

39.

adanya penambahan ruangan klas dan diberlakukannya pendidikan Paket A dan


klas 1 menunjukan bahwa koordinasi dan evaluasi masih belum optimal padahal
kerjasama tersebut telah berlangsung selama 6 tahun
905. 4.5 Kendala-kendala dalam Melaksanakan Perjanjian Kerjasama
Pembinaan
Narapidana
Berbasis
Karakteristik
Dinas
Pendidikan Kota Cirebon dengan Lembaga Pemasyarakatan
Klas 1A Cirebon
906.

Masing-masing instansi terkait memiliki dasar hukum sendiri

mengenai pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan non formal di Lembaga


Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor
M.022-pk.04.10 tahun 1990 tentang pelaksanaan pembinaan. Sedangkan Dinas
Pendidikan berlandaskan pada UU no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional. Selain itu juga Dinas Pendidikan Kota Cirebon dan Lembaga
Pemasyarakatan klas 1A Cirebon bersama-sama telah melaksanakan PP no 57
tahun 1999 tentang kerjasama penyelenggaran pembinaan dan pembimbingan
907.

Kendala lain yang dihadapi dalam pelaksanaan kerjasama ini

adalah kurangnya kapasitas klas yang menyebabkan tidak diselenggrakannya


pendidikan non formal paket A dan tidak adanya klas satu. Ruangan yang
disediakan untuk proses belajar mengajar hanya ada dua ruangan. Padahal
berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, wajib belajar
diselenggarakan selama 12 tahun yaitu enam tahun pendidikan Dasar (SD), tiga
tahun pendidikan menengah pertama (SMP) dan tiga tahun pendidikan menengah
atas (SMA).
908.

Kurangnya tenaga pendidik dan bahan ajar juga menjadi kendala

dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan non formal. Salah satu mata

41.

40.

38. 128

39.

pelajaran yang sudah dijadwalkan tidak diajarkan dalam kegiatan pembelajaran


yaitu mata pelajaran bahasa inggris. Penyebabnya adalah tidak adanya guru yang
mengajar bahasa Inggris, diakui pihak lapas sebelumnya pernah ada pembelajaran
bahasa Inggris namun karena jadwal guru yang padat menyebabkan pembelajaran
di Lapas menjadi terbengkalai. Sampai saat ini, PKBM belum menyediakan guru
baru untuk mata pelajaran bahasa Inggris padahal mata pelajaran bahasa Inggris
menjadi mata pelajaran yang disertakan dalam ujian nasional. Dinas Pendidikan
menyediakan buku-buku bahan ajar bagi sekolah-sekolah formal, namun keadaan
berbeda terjadi di pendidikan non formal yang ada di Lapas Klas 1 Cirebon.
Warga binaan yang mengikuti pendidikan non formal hanya diberikan satu buah
buku tulis, mereka tidak diberikan buku mata pelajaran seperti sekolah formal
lainnya. padahal dalam perjanjian yang ditandatangani oleh Dinas Pendidikan dan
Lapas Klas 1 Cirebon disebutkan bahwa Dinas Pendidikan berkewajiban untuk
memberikan bahan ajar. Keberadaan buku sangat penting dalam menunjang
proses belajar mengajar, selain itu dari adanya buku, wawasan setiap orang akan
bertambah
909.

Dalam suatu kegiatan pastinya ada kendala dan masalah yang

dihadapi, disinilah evaluasi memegang peranan penting untuk meminimalisir


masalah atau bahkan mengatasi kendala yang ada sehingga penyelenggaraan
sebuah kegiatan akan mengalami peningkatan secara kualitas. Dalam kegiatan
penyelenggaran pendidikan non formal di Lapas Klas 1 Kota Cirebon, belum
dilaksanakannya evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Cirebon
dalam menilai penyelenggaraan pendidikan non formal membuat sejumlah

41.

40.

38. 129

39.

kendala dan masalah belum bisa teratasi. Padahal dalam surat perjanjian
kerjasama antara Dinas Pendidikan dan Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Cirebon. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan non
formal merupakan hal penting dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan
non formal.
910.

Koordinasi antar instansi terkait yaitu Dinas Pendidikan Kota

Cirebon, Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon dan PKB Nurjati merupakan


hal penting yang dilakukan walaupun setiap instansi telah memiliki tugas dan
fungsinya masing-masing. Dengan adanya koordinasi maka masalah dan kendala
yang dihadapi dapat teratasi dengan baik sehingga dapat meningkatkan kualitas
penyelenggaraan pendidikan non formal. Sementara itu yang dirasakan saat ini,
koordinasi antar instansi terkait belum terjadi. Setiap instansi masih hanya terfokus
pada tugas dan fungsinya masing-masing, belum ada inisiatif untuk memulai
koordinasi. Padahal banyak masalah dan kendala yang dihadapi dalam
penyelenggaraan pendidikan non formal ini, hal ini menyebabkan tidak
teratasinya kendala dan masalah yang ada.
911.
912.
913.
914.
915.
916.
917.

41.

40.

38. 130

39.

918.
919.
920.
921.
922.
923.BAB V
924.KESIMPULAN DAN SARAN
925.
5.1 Kesimpulan
926.

Model Kerjasama antara Lembaga Pemasyarakatan dengan Dinas

Pendidikan Kota Cirebon dalam pembinaan Narapidana yang berbasis


karakteristik dilaksanakan dituangkan dalam draft perjanjian kerjasama antara
KepalaDinas Pendidikan Kota Cirebon dengan Kepala Lembaga Pemasyarakatan
Klas 1Cirebon tentang penyelenggaraan pendidikan non formal bagi warga binaan
lembaga pemasyarakatan Klas 1 Cirebon. Kegiatan yang diselenggarakan berupa
program pendidikan keaksaraan fungsional, pendidikaan kesetaraanprogram paket
A, program paket B dan program paket C. Untuk penyelenggaraan program
keaksaraan fungsional diperuntukan bagi warga binaan yang dapat membaca dan
menulis aksara latin dan ditempuh selama (6) bulan. Untuk program paket A
diperuntukan bagi warga binaan yang putus sekolah dasar dan yang telah tamat
keaksaraan fungsional tingkat mandiri. Program ini ditempuh selama enam
semester. Sedangkan program paket B diperuntukan bagi warga binaan yang putus
sekolah menengah pertama dan lama pembelajaran ditempuh selama 6 semester.

41.

40.

38. 131

39.

Program paket C diselenggarakan untuk warga binaan yang putus sekolah


menengah atas dengan lamanya pembelajaran selama 6(enam) semester. Dalam
penyelenggaraan program pendidikan non formal, Dinas Pendidikan Kota Cirebon
mempunyai tanggungjawab dalam hal memberikan bimbingan teknis, memantau
dan mengevaluasi, mengendalikan mutu, menyediakan tenaga pendidik serta
memberikan bahan ajar bagi warga binaan yang mengikuti pendidikan non formal.
Sedangkan untuk lembaga pemasyarakatan klas 1 Kota Cirebon memiliki
kewajiban dalam hal mempersiapkan calon warga belajar binaan, menyediakan
ruangan khusus untuk pelaksanaan proses pembelajaran, menjamin keselamatan
tenaga pendidik selama proses belajar mengajar berlangsung, menyiapkan
administrasi calon warga belajar berupa buku induk, absensi tenaga pendidik dan
warga belajar serta fotocopi ijazah setigkat lebih rendah untuk program paket B
dan program paket C, akta lahir serta dokumen pendukung lainnya.
927.

Realitas yang terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan non

formal di Lapas Kelas 1 Cirebon belum terlaksana secara optimal. Ada beberapa
pasal dalam perjanjian kerjasama yang tidak terjadi dalam penyelenggaraan
pendidikan formal tersebut, diantaranya sebagai berikut:
1.

Penyelenggaraan pendidikan formal hanya untuk program paket B dan


paket C sedangkan paket A tidak diselenggarakan, padahal dalam draft
perjanjian kerjasama disebutkan bahwa penyelenggaraan program
pendidikan nonformal di lapas klas 1 Kota Cirebon diselenggarakan untuk
program keaksaraan fungsional, paket A, paket, B dan paket C. Penyebab

41.

40.

38. 132

39.

tidak diselenggaraknnya program paket A karena terbatasnya ruang kelas


untuk proses belajar mengajar, kelas yang hanya ada dua ruang.
2.

Program paket B maupun paket C dimulai dari kelas dua dan untuk kelas
satu tidak diselenggarakan pendidikan nonformal. Alasannya masih sama
yaitu terbatasnya kapasitas ruang belajar mengajar. Hal ini berarti tidak
sesuai dengan undang-undang sistem pendidikan nasional yang
memprogramkan pendidikan wajib belajar 12 tahun.

3.

Salah satu mata pelajaran yang sudah dijadwalkan tidak diajarkan dalam
kegiatan pembelajaran yaitu mata pelajaran bahasa inggris. Penyebabnya
adalah tidak adanya guru yang mengajar bahasa Inggris, diakui pihak
lapas sebelumnya pernah ada pembelajaran bahasa Inggris namun karena
jadwal guru yang padat menyebabkan pembelajaran di Lapas menjadi
terbengkalai. Sampai saat ini, PKBM belum menyediakan guru baru
untuk mata pelajaran bahasa Inggris padahal mata pelajaran bahasa
Inggris menjadi mata pelajaran yang disertakan dalam ujian nasional. Hal
ini mengindikasikan bahwa penyelenggaraan pendidikan non formal di
Lapas Klas 1 Cirebon belum berlangsung secara optimal.

4.

Warga binaan yang mengikuti pendidikan non formal hanya diberikan


satu buah buku tulis, mereka tidak diberikan buku mata pelajaran seperti
sekolah formal lainnya. padahal dalam perjanjian yang ditandatangani
oleh Dinas Pendidikan dan Lapas Klas 1 Cirebon disebutkan bahwa
Dinas Pendidikan berkewajiban untuk memberikan bahan ajar.

41.

40.

38. 133

39.

Keberadaan buku sangat penting dalam menunjang proses belajar


mengajar, selain itu dari adanya buku, wawasan setiap orang akan
bertambah
5.

Dalam kegiatan penyelenggaran pendidikan non formal di Lapas Klas 1


Kota Cirebon, belum dilaksanakannya evaluasi yang dilakukan oleh
Dinas Pendidikan Kota Cirebon dalam menilai penyelenggaraan
pendidikan non formal membuat sejumlah kendala dan masalah belum
bisa teratasi. Padahal dalam surat perjanjian kerjasama antara Dinas
Pendidikan dan Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon. Pemantauan
dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan non formal
merupakan hal penting dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan
non formal.

6.

Koordinasi antar instansi terkait yaitu Dinas Pendidikan Kota Cirebon,


Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon dan PKB Nurjati merupakan
hal penting yang dilakukan walaupun setiap instansi telah memiliki tugas
dan fungsinya masing-masing. Dengan adanya koordinasi maka masalah
dan kendala yang dihadapi dapat teratasi dengan baik sehingga dapat
meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan non formal.
Sementara itu yang dirasakan saat ini, koordinasi antar instansi terkait
belum terjadi. Setiap instansi masih hanya terfokus pada tugas dan
fungsinya masing-masing, belum ada inisiatif untuk memulai koordinasi.
Padahal

41.

banyak

masalah

dan

kendala

yang

dihadapi

dalam

40.

38. 134

39.

penyelenggaraan pendidikan non formal ini, hal ini menyebabkan tidak


teratasinya kendala dan masalah yang ada.
5.2 Saran
928.
1.

Berdasarkan kesimpulan diatas dapat diberikan saran sebagai berikut:


Perjanjian kerjasama tersebut sebaiknya mencantumkan sanksi bagi
instansi yang tidak mengikuti prosedur dan memenuhi kewajiban yang
telah ditentukan sehingga perjanjian tersebut bersifat mengikat

2.

Sebaiknya ada penambahan kapasitas dari ruangan lapas dengan cara


mengajukan anggaran ke pusat atau meminta bantuan Dinas Pendidikan
dalam hal penambahan jumlah kelas

3.

Sebaiknya ada pengadaan guru bahasa Inggris yang sudah lama tidak
diajarkan. Langkah awal dari tahap ini adalah lembaga pemasyarakatan
mengajukan kepada Dinas Pendidikan atau PKBM dalam hal pengadan
guru

4.

Sebaiknya ada perubahan kurikulum dalam sistem pendidikan non formal


karena kurikulum pendidikan formal belum bisa diterapkan dalam
pendidikan non formal untuk menghindari jenuhdan malas

5.

Dinas pendidikan sebaiknya bekerjasama dengan lapas untuk pengadaan


buku bahana ajar agar wawasan warga binaan menjadi bertambah,
misalnya dalam bentuk perpustakaan mini

41.

40.

38. 135

39.

6.

Sebaiknya dilaksanakan rapat koordinasi setiap minimal satu ahun sekali


untuk mengevaluasi hasil penyelenggaraan pendidikan non formal di
Lapas Kelas 1 Cirebon

929.

41.

40.

Anda mungkin juga menyukai