BAB I
PENDAHULUAN
Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan bentuk pengabdian mahasiswa kepada masyarakat sehubungan
pelaksanaan “ Tridharma Perguruan Tinggi “. KKN memberikan pengalaman belajar kepada
mahasiswa untuk hidup ditengah-tengah masyarakat di luar kampus, dan secara langsung
mengidentifikasi serta menangani masalah-masalah hukum dan pembangunan yang dihadapi oleh
masyarakat. KKN dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi dalam upayanya meningkatkan isi dan bobot
pendidikan bagi mahasiswa dan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih besar pada pendididikan
tinggi. Oleh karena itu sistem penyelenggaraannya memerlukan landasan idiil yang secara filosofis
akan memberikan gambaran serta pengertian yang utuh tentang apa, bagaimana, serta untuk apa
KKN itu diselenggarakan. Landasan idiil ini secara filosofis akan memberikan petunjuk serta
mengendalikan pola fikir dan pola tindakan dalam setiap proses penyelenggaraan KKN yang pada
gilirannya akan membedakan dari bentuk-bentuk kegiatan lain yang bukan KKN.
KKN sekurang-kurangnya mengandung lima aspek bernilai fundamental dan berwawasan filosofis
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yaitu meliputi :
1. Keterpaduan pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi.
2. Pendekatan interdisipliner dan lintas sektoral.
3. Komprehensif dan berdimensi yang luas.
4. Realistis dan pragmatis.
5. Sasaran masyarakat dan masyarakat terlibat secara aktif.
KKN dilaksanakan oleh mahasiswa Universitas Pasundan Bandung di dalam masyarakat di luar
kampus dengan maksud meningkatkan relevansi pendidikan tinggi dengan perkembangan dan
kebutuhan masyarakat akan ilmu pengetahuan dan kesadaran hukum, untuk melaksanakan
pembangunan yang semakin meningkat, serta meningkatkan persepsi mahasiswa tentang relevansi
antara materi kurikulum yang mereka pelajari di kampus dengan realita pembangunan
ditengah masyarakat. Dengan demikian Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan suatu bentuk kegiatan
intrakurikuler bagi mahasiswa program sarjana (S1) yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu.
Jadi KKN merupakan keterpaduan antara kegiatan Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian pada
Masyarakat dalam bentuk penyuluhan hukum untuk pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat
agar membangun desa yang lebih maju.
Dalam pelaksanaannya, setiap daerah yang di jadikan tempat untuk mahasiswa melakukan
KKN terdiri dari utusan masing-masing fakultas sebanyak satu orang. Setiap Mahasiswa dari masing-
masing fakultas diwajibkan untuk menyusun suatu program yang berkaitan dengan disiplin ilmu
dalam hal ini ilmu hukum yang didalaminya selama kuliah untuk dipraktekkan di lapangan.. Dalam
mengaplikasikan ilmu Hukum yang telah diperoleh selama di bangku perkuliahan tentunya banyak
hal yang bisa dilakukan di daerah lokasi KKN. Karena pada dasarnya segala sesuatu yang ada di alam
ini bisa dimanfaatkan bagi kehidupan kita.
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN KKN
Secara umum kuliah kerja nyata mempunyai 4 (empat) maksud dan tujuan, yaitu :
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari kegiatan KKN ini adalah:
1. Masyarakat mengetahui tentang aturan hukum yang berlaku dan pelaksanaannya
2. Generasi muda mengetahui tentang apa itu hukum dari sudut pandang agama ,dan hukum positif
indonesia.
3. Generasi muda tidak melupakan sejarah masalalu dan serta memupuk rasa patriotisme yang
tinggi serta cinta tanah air.
4. Agar terciptanya masyrakat yang sadar hukum demi terciptanya desa yang lebih maju dari
sebelumnya
5. Melatih mahasiswa dalam menerapkan ilmu pengetahuan tentang Hukum, teknologi, seni, dan
budaya yang diperoleh di bangku kuliah untuk diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah yang
ada di masyarakat,
6. Melatih dan mengembangkan softskills dan karakter mahasiswa,
7. Melatih mahasiswa untuk memahami kondisi masyarakat khususnya di lokasi KKN yakni di Desa
Cisondari, Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung, sehingga mahasiswa memiliki kepekaan dan
kepedulian terhadap masyarakat
8. Menyiapkan calon pemimpin bangsa yang berpihak kepada kejujuran, keadilan, dan kebenaran.
9. Meningkatkan empati dan kepedulian mahasiswa.
10. Melatih dan menanamkan nilai kepribadian mahasiswa :
• Nasionalisme dan jiwa Pancasila
• Keuletan, etos kerja dan tangung jawab
• Kemandirian, kepemimpinan dan kewirausahaan
• Meningkatkan daya saing nasional
• Menanamkan jiwa peneliti
• Eksploratif dan analisis
• Mendorong learning community dan learning society.
11. Melatih mahasiswa dalam memecahkan masalah pembangunan di masyarakat, serta menggali
berbagai kondisi masyarakat sebagai umpan balik (feed back) bagi universitas dalam pengembangan
tridharma perguruan tinggi.
12. Melatih mahasiswa dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi suatu program di
masyarakat,
Deskripsi
Program Penyuluhan Hukum adalah salah satu prioritas utama dari program Kuliah Kerja Nyata.
Program ini akan didekasikan untuk memberikan pengetahuan seputar hukum khususnya pada
masyarakat Desa Cisondari, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung.
Tujuan
1. Membantu masyarakat Desa Cisondari untuk mengetahui Hukum Pidana, Perdata & Hukum
Tata Negara yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Membantu masyarakat Desa Cisondari untuk memahami Hukum Pidana, Perdata & Hukum
Tata Negara yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Membatu masyarakat Desa Cisondari untuk menerapkan Hukum Pidana, Perdata & Hukum
Tata Negara yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Menyadarkan masyarakat Desa Cisondari mengenai hukum Pidana, Perdata & Hukum Tata
Negara yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia, Untuk membangun desa yang
lebih maju.
Target Audience
Khalayak sasaran Program Penyuluhan Hukum adalah Masyarakat desa Cisondari, Kecamatan
Pasirjambu, Kabupaten Bandung ataupun setiap warga negara yang mempunyai problematika
tentang masalah hukum.
Waktu
Program Penyuluhan Hukum akan mulai dilaksanakan pada tanggal 19 September 2013.
Tempat
Program Penyuluhan Hukum akan dilaksanakan di Mesjid/Musola atau tempat tempat yang di
sediakan oleh masing masing ketua RW atau kadus setempat.
Materi
Dalam rangka menunjang pembangunan diperlukan suatu pranata sosial agar tercipta
ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat. Perlunya kesadaran hukum dari setiap masyarakat
agar tercaiptanaya tujuan dari Negara Republik Indonesia yaitu kesejahteran masyarakat yang
berlandasakan keadillan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Melalui penyuluhan hukum diharapkan masyarakat menyadari pentingnya penegakkan hukum.
Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat memiliki peran penting dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat.
Hukum merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia
dalam masyarakat, dan juga mencakupi lembaga-lembaga (institutions) dan proses-proses
(processes) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.
Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum
menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara
teliti dan seimbang.
Pada umumnya hukum ditujukan untuk mendapatkan keadilan, menjamin adanya kepastian hukum
dalam masyarakat serta mendapatkan kemanfaatan atas dibentuknya hukum tersebut. Selain itu,
menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara
harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku.
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum,
terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada masyarakat di situ
ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu bangunan struktur sosial yang
bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas
berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai “semen perekat”
tersebut adalah hukum.
BAB III
PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG
DILAKUKAN SUAMI TERHADAP ISTRI
DILUAR PENGADILAN
(Studi di Desa Cisondari )
3.1 PENDAHULUAN
Penulisan Laporan KKN ini membahas tentang mediasi penal dalam penyelesaian tindak pidana
kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami terhadap istri di Desa Cisondari Kecamtan
Pasirjambu Kabupaten Bandung Tepatnya di RW 17 kp. Tonjong , Hal ini dilatar belakangi Pada
dasarnya setiap keluarga ingin membangun keluarga bahagia dan penuh rasa saling mencintai baik
secara lahir maupun batin, namun pada kenyataannya bahwa tidak semua keluarga keinginannya
tersebut tercapai, dimana sering terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami
terhadap istri, namun dalam proses perkaranya terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) dapat diselesaikan secara mediasi penal oleh para pihak, seperti yang dilakukan di Desa
Cisodari Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung.
Mengamati fenomena yang demikian maka perlu dikaji mengenai beberapa hal, pertama dasar
pertimbangan para pihak yakni, korban dan pelaku kekerasan dalam rumah tangga melakukan
mediasi penal untuk penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga, dan Kedua adalah
berkenaan dengan pelaksanaan mediasi penal dalam menyelesaikan tindak pidana kekerasan dalam
rumah tangga.
Kata Kunci:
Mediasi Penal, Penyelesaian, Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Pada dasarnya setiap keluarga ingin membangun keluarga bahagia dan penuh rasa saling mencintai
baik secara lahir maupun batin, namun pada kenyataannya bahwa tidak semua keinginan dari
keluarga tersebut dapat tercapai, hal ini diindikasikan dengan masih dijumpainya pada sejumlah
rumah tangga yang bermasalah, bahkan terjadi berbagai ragam kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT), Kekerasan dalam rumah tangga atau biasa juga disebut sebagai kekerasan domestic
(domestic violence) merupakan suatu masalah yang sangat khas karena kekerasan dalam rumah
tangga terjadi pada semua lapisan masyarakat mulai dari masyarakat berstatus rendah sampai
masyarakat berstatus tinggi.
Sebagian besar korban KDRT adalah perempuan dan pelakunya biasanya suami. Terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga seperti kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan
kekerasan ekonomi bermula dari adanya relasi kekuasaan yang timpang antara lelaki (suami) dengan
perempuan (istri), Kondisi ini tidak jarang mengakibatkan tindak kekerasan oleh suami terhadap
istrinya justru dilakukan sebagai bagian dari penggunaan otoritas yang dimilikinya sebagai kepala
keluarga.
Justifikasi atas otoritas itu bisa lahir didukung oleh perangkat undang –undang negara , maka
kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis kekerasan
yang berbasis gender. Artinya kekerasan itu lahir disebabkan oleh perbedaan peran-peran gender
yang dikontsruksi secara sosial dimana salah satu pihak menjadi subordinat dari pihak lain. Konsep
gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang di
konstruksi secara sosial maupun kultural, selain itu terjadinya Kekerasan dalam rumah tangga dapat
dipicu oleh banyak faktor. Diantaranya ada faktor ekonomi, pendidikan yang rendah, cemburu dan
bisa juga disebabkan adanya salah satu orang tua dari kedua belah pihak, yang ikut ambil andil dalam
sebuah rumah tangga.
Berdasarkan hasil observasi di Desa Cisondari, Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung.
ditemukan kasus Kekerasan Rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap Istri disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya faktor ekonomi lemah, suami pengangguran dan mempunyai sifat
temperamental.
Faktor ekonomi yang dimaksud ialah kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami
terhadap istri terjadi karena adanya kebutuhan ekonomi yg kurang, istri yang bekerja untuk
menghidupi keluarga sedangkan suami hanya pengangguran. Perkembangan dewasa ini
menunjukkan bahwa tindak kekerasan secara fisik, psikis, seksual dan penelantaran rumah tangga
pada kenyataannya sering terjadi
sehingga dibutuhkan perangkat hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan dalam rumah
tangga. Ketentuan dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 285 tidak mengatur
kekerasan seksual yang dapat terjadi di rumah tangga antara suami istri. Berdasarkan kelemahan
yang dimiliki Kitab Undang – Undang Hukum Pidana maka diperlukan aturan khusus mengenai
kekerasan dalam rumah tangga.
Kondisi ini merupakan bagian dari latar belakang lahirnya Undang-undang Republik Indonesia No.23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-undang Republik
Indonesia No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini
(selanjutnya disebut UU PKDRT) dapat dikatakan telah menjadikan kekerasaan dalam rumah tangga
yang pada awalnya merupakan bentuk kekerasan di ranah domestik menjadi kekerasan di ranah
publik. Dengan demikian sudah ada sebuah sistem hukum yang menjamin perlindungan terhadap
korban kekerasan dalam rumah tangga. Dengan disahkannya Undang-undang Republik Indonesia
No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. sebenarnya kita sedang
menguji apakah hukum dapat dijadikan alat untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik.
Mediasi penal merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan (yang
biasa dikenal dengan istilah ADR atau ”Alternative Dispute Resolution”). ADR pada umumnya
digunakan di lingkungan kasus-kasus perdata , tidak untuk kasus-kasus pidana. Berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini (hukum positif) pada prinsipnya kasus
pidana tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan, akan tetapi dalam hal-hal tertentu, dimungkinkan
adanya penyelesaian kasus pidana di luar pengadilan.
Mediasi penal (penal mediation) sering juga disebut dengan berbagai istilah, antara lain : “mediation
in criminal cases” atau ”mediation in penal matters” yang dalam istilah Belanda disebut
strafbemiddeling, Karena mediasi penal terutama mempertemukan antara pelaku tindak pidana
dengan korban, maka mediasi penal ini sering juga dikenal dengan istilah ”Victim Offender
Mediation” (VOM).
Dalam prektek mediasi penal muncul sebagai salah satu pemikiran alternatif dalam pemecahan
masalah sistem peradilan pidana. Hal ini barawal dari wacana restorative justice yang berupaya untuk
mengakomodir kepentingan korban dan pelaku tindak pidana, serta mencari solusi yang lebih baik
untuk kedua belah pihak, mengatasi berbagai persoalan sistem peradilan pidana yang lain.
Mediasi penal yang merupakan bagian dari konsep restorative justice menempatkan peradilan pada
posisi mediator. Mediasi Penal merupakan salah satu jalan yang dapat ditempuh dalam upaya
penyelesaian KDRT ini. Dengan mediasi maka para pihak akan duduk bersama untuk memcahkan
masalah. Korban akan terlindungi dan terlibat dalam setiap tahapan pengambilan keputusan.
Sehingga kerugian dan perlukaan yang di alaminya dapat terobati atau di pulihkan dengan kosekuensi
yang harus di penuhi oleh pelaku. Hal yang diputuskan dalam mediasi adalah benar-benar
merupakan kebutuhan ke dua belah pihak.
Dalam Undang-Undang No 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga,
bentuk kekerasan rumah tangga diatur dalam pasal 5, yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis,
kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga. Namun bentuk kekerasan dalam rumah tangga
yang dilakukan oleh suami terhadap isteri yang dapat dimediasi batasannya hanya kekerasan yang
merupakan delik aduan (Pasal 51, Pasal 52 dan Pasal 53), serta dampaknya kekerasan yang dialami
istri ringan (Pasal 44 ayat (4)) UU no 23 Tahun 2004.
Delik aduan adalah suatu penanganan kasus oleh pihak yang berwajib berdasarkan pada pengaduan
korban. Delik aduan bisa ditarik kembali apabila si pelapor menarik laporannya, misalnya karena ada
perdamaian atau perjanjian damai yang diketahui oleh penyidik bila telah masuk tingkat penyidikan.
Penarikan aduan atau laporan yang terjadi dalam kasus KDRT didasarkan pada keadaan korban yang
merasa ingin menyelamatkan rumah tangganya dari perceraian.
Dengan Melalui proses mediasi penal maka diperoleh jalan keluar yang diharapkan karena terjadinya
kesepakatan para pihak yang terlibat dalam perkara pidana tersebut yaitu antara pihak pelaku dan
korban. Pihak korban maupun pelaku diharapkan dapat mencari dan mencapai solusi serta alternatif
terbaik untuk menyelesaikan perkara tersebut. Berdasarkan dari pembahasan diatas maka perlu
dikaji mengenai beberapa hal,
pertama dasar pertimbangan Para mediator dalam hal ini Ketua RW 17 kp. Tonjong Desa Cisondari,
korban “istri” (ibu NINIH) dan pelaku “suami” (bapak WAHYU) Kekerasan Dalam Rumah Tangga
melakukan Mediasi Penal untuk penyelesaian kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dilakukan
suami terhadap Istri.
Kedua pelaksanaan mediasi penal dalam menyelesaikan tindak pidana kekerasan dalam rumah
tangga yang dilakukan suami terhadap istri di Desa Cisondari tersebut.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Dasar Pertimbangan Ketua RW 17 kp. Tonjong, Warga, Korban dan Pelaku Kekerasan Dalam Rumah
Tangga Melakukan Mediasi Penal, didasarkan adanya keinginan rujuk kembali karena alasan cinta
dan memperhatikan masa depan anak-anaknya, dan setelah itu dasar pertimbangan melakukan
mediasi penal karena adanya diskresi yaitu kewenangan yang dimiliki aparat kepolisian untuk
bertindak atau tidak melakukan tindakan berdasarkan, penilaian pribadi sendiri dalam rangka
kewajibannya menjaga, memelihara ketertiban dan menjaga keamanan umum.
Dengan diskresinya tersebut maka penyidik melakukan mediasi penal dengan menitik beratkan
bukan pada penegakan hukumnya akan tetapi pada nilai-nilai kemanfataan dan keadilan sebagai
dasar kebutuhan atau kepentingan para pihak untuk mendapatkan solusi, sedangkan dasar
pertimbangan pelaku dan korban melakukan mediasi penal untuk menghindari proses hukum yang
lama dan menghindari biaya yang banyak, bagi pelaku untuk menghindari pemidanaan.
Pelaksanan Mediasi Penal dalam Menyelesaikan tindak pidana yang berkaitan dengan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga Yang dilakukan suami terhadap istri di Desa Cisondari adalah pada tahap
penyidikan, penyidik memperhatikan apakah kekerasan dalam rumah tangga tersebut dapat
dimediasi dengan melihat dampak dari akibat perbuatan pelaku/terlapor yaitu Bapak Wahyu, apabila
kekerasan dalam rumah tangga tersebut memenuhi kriteria untuk dimediasi maka penyidik
memberikan penawaran kepada para pihak yang berperkara untuk menyelesaikan perkaranya dengan
melakukan mediasi penal, apabila pihak terlapor dan pelapor sepakat untuk dilakukan mediasi penal
maka diadakanlah proses mediasi penal dengan memanggil kedua belah pihak dengan seorang
mediator yang berasal dari penyidik dan dilanjutkan pada tahap-tahap berikutnya hingga kemudian
sampai dari hasil mediasi penal yang didapat yang berupa terciptanya suatu perdamian diantara
kedua belah pihak yang terlibat dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga.
4.2 SARAN
Bahwa saat ini mediasi penal belum diatur dalam KUHAP, KUHP dan Undang-Undang tersendiri.
Oleh karena itu, kedepan (ius contituendum) hendaknya perlu dipikirkan secara lebih mendalam
dalam ketentuan apa sebaiknya mediasi penal tersebut akan diatur apakah diatur dalam KUHP,
KUHAP, Undang-Undang tersendiri, Peraturan di bawah Undang-Undang atau Peraturan Mahkamah
Agung RI. Perlunya mengenalkan mediasi penal melalui media massa agar masyarakat tahu bahwa
mediasi penal dapat dipilih untuk menyelesaikan perkara tindak pidana melalui sarana non ligitasi
dalam sistem peradilan pidana alternatif.